kab/kota: Moskow

  • Rusia Jatuhkan Bom FAB3000 di Knyazhyi, Putus Rantai Logistik Tentara Ukraina di Front Kursk – Halaman all

    Rusia Jatuhkan Bom FAB3000 di Knyazhyi, Putus Rantai Logistik Tentara Ukraina di Front Kursk – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, KIEV – Sebuah video yang beredar di media sosial menunjukkan serangan udara Rusia menggunakan bom panduan FAB3000 UMPK yang menghantam jembatan di Knyazhyi, sebuah pemukiman yang dikuasai Ukraina di wilayah Kursk, Rusia, Minggu (9/3/2025).

    Rekaman tersebut memperlihatkan dampak serangan yang menyebabkan kerusakan signifikan pada jembatan tersebut.

    Meskipun tanggal pasti serangan ini masih belum jelas, video yang dirilis menyoroti upaya berkelanjutan Rusia untuk mengganggu jalur pasokan Ukraina di sepanjang front Kursk, yang merupakan area penting dalam konflik ini.

    Serangan ini mencerminkan strategi Moskow dalam menargetkan infrastruktur guna melemahkan logistik Ukraina seiring berlanjutnya perang yang telah memasuki tahun ketiga.

    Berdasarkan laporan terbaru, pasukan Rusia telah berhasil merebut kembali sekitar 400 kilometer persegi wilayah di Kursk Oblast sejak akhir 2024, membalikkan beberapa pencapaian awal Ukraina.

    Menurut Institute for the Study of War, kemajuan Rusia bersifat inkremental namun konsisten, dengan pasukan memanfaatkan superioritas udara dan artileri untuk mendorong mundur posisi Ukraina.

    Keterangan dalam video yang beredar di Channel Telegram bloger militer Rusia menyebutkan, serangan udara Rusia dengan bom berpemandu FAB-3000 UMPK menghantam jembatan jalan di pemukiman Knyazhiy-2 yang dikuasai Ukraina, Kursk Oblast, Rusia.

    Pemukiman seperti Sudzha, yang terletak di selatan Knyazhyi-2, telah menjadi titik fokus pertikaian, dengan pasukan Rusia yang bertujuan untuk mengamankan pusat logistik utama.

    Serangan darat ini sejalan dengan serangan udara di Knyazhyi-2, yang menunjukkan upaya terkoordinasi untuk mengisolasi unit Ukraina dengan memutus rute pasokan mereka.

    Penggunaan FAB-3000 UMPK dalam serangan ini menandai pengerahan langka salah satu senjata konvensional terkuat Rusia.

    FAB-3000, yang awalnya merupakan bom jatuh bebas era Soviet, memiliki berat lebih dari 3.000 kilogram, atau sekitar 6.600 pon, dan telah dilengkapi dengan Modul Gliding and Correction Universal (UMPK) untuk mengubahnya menjadi amunisi berpemandu presisi.

    Peningkatan ini, yang dikembangkan oleh Tactical Missiles Corporation Rusia, mencakup sayap yang dapat dilipat dan sistem pemandu yang mengintegrasikan navigasi inersia dengan teknologi GLONASS berbasis satelit, yang memungkinkan bom meluncur hingga 60 kilometer dari titik pelepasannya.

    Hulu ledak itu sendiri membawa sekitar 1.400 kilogram bahan peledak tinggi, setara dengan hampir 1,5 ton TNT, yang membuatnya mampu menimbulkan kerusakan dahsyat.

    Menurut laporan Juli 2024 oleh Army Recognition, sebuah outlet berita pertahanan, radius ledakan FAB-3000 dapat meluas hingga lebih dari 900 meter, dengan efek fragmentasi mencapai hingga 1.000 meter atau sekitar 0,6 mil.

    Gelombang kejutnya sendiri dapat menyebabkan kerusakan struktural yang parah ratusan meter dari lokasi ledakan, menjadikannya alat yang tangguh terhadap posisi atau infrastruktur yang dibentengi seperti jembatan.

    Para ahli telah mencatat bahwa meskipun UMPK FAB-3000 menawarkan potensi kerusakan yang signifikan, akurasinya telah menjadi titik pertikaian.

    Sebuah analisis tahun 2024 oleh Yayasan Pertahanan Demokrasi Long War Journal mengutip klaim Rusia tentang kemungkinan kesalahan melingkar [CEP] sebesar 10 meter, yang berarti setengah dari bom harus mendarat dalam jarak tersebut dari targetnya.

    Namun, bukti video dari serangan sebelumnya, termasuk yang dibagikan di saluran Telegram, menunjukkan CEP mendekati 30 meter, yang menunjukkan presisi yang lebih rendah daripada yang digembar gemborkan. 

    Margin kesalahan ini, meskipun masih efektif terhadap target besar seperti jembatan atau bangunan, membatasi kegunaannya untuk serangan tepat sasaran.

    Ukuran dan kekuatan senjata juga mengorbankan jangkauan, dengan sumber seperti TASS, kantor berita negara Rusia, melaporkan pada bulan Juli 2024 bahwa jarak luncur FAB-3000 lebih pendek daripada rekan-rekannya yang lebih kecil, seperti FAB-500, yang dapat mencapai 70 kilometer.

    Terlepas dari kompromi ini, penyebaran bom di Knyazhyi-2 menunjukkan keinginan Rusia untuk meningkatkan daya tembaknya untuk mencapai tujuan taktis.

    UMPK FAB-3000 telah didokumentasikan hanya dalam beberapa contoh selama perang di Ukraina, yang mencerminkan statusnya sebagai senjata khusus daripada senjata rutin di gudang senjata Rusia.

    Salah satu penggunaan paling awal yang dikonfirmasi terjadi pada tanggal 20 Juni 2024, ketika saluran Telegram Rusia merilis rekaman serangan terhadap sebuah rumah sakit di Lyptsi, sebuah desa di wilayah Kharkiv, Ukraina.

    Defense Express, sebuah outlet analisis militer Ukraina, melaporkan bahwa bom tersebut meleset dari sasaran yang dituju sekitar 15 meter tetapi tetap menyebabkan kerusakan besar karena daya ledaknya.

    Penyebaran penting lainnya terjadi pada bulan September 2024, ketika sebuah FAB-3000 UMPK menyerang Vovchansk, juga di Oblast Kharkiv, yang menargetkan posisi pertahanan Ukraina, sebagaimana didokumentasikan dalam utas Reddit di komunitas CombatFootage.

    Hingga berita ini diturunkan, tingkat kerusakan penuh pada jembatan Knyazhyi-2 masih belum terverifikasi, tanpa ada pernyataan resmi dari otoritas Rusia atau Ukraina yang mengonfirmasi hasil serangan tersebut.

    Meskipun demikian, perilisan video tersebut berfungsi sebagai pengingat yang jelas tentang eskalasi persenjataan dan taktik yang sedang berlangsung, dengan kedua belah pihak beradaptasi dengan sifat konflik yang berlarut-larut.

    Apakah FAB-3000 akan digunakan secara lebih luas atau tetap menjadi senjata khusus?

    Semua itu bergantung pada kapasitas produksi Rusia dan dinamika yang berkembang di garis depan Kursk, di mana kendali jalur pasokan terus membentuk lintasan perang.

  • Panas! Rusia Usir 2 Diplomat Inggris

    Panas! Rusia Usir 2 Diplomat Inggris

    Moskow

    Dinas Keamanan Federal Rusia atau FSB mengumumkan pengusiran dua diplomat Inggris terkait dugaan menjalankan aktivitas intelijen. Kedua diplomat Inggris itu juga dituduh memberikan informasi palsu saat memasuki wilayah Rusia.

    FSB, seperti dikutip kantor berita TASS dan dilansir Reuters, Senin (10/3/2025), menyatakan pihaknya telah mengungkap apa yang mereka sebut sebagai “tanda-tanda kerja intelijen dan sabotase” oleh kedua diplomat asing itu, yang mengancam keamanan nasional Rusia.

    “Operasi kontraintelijen Dinas Keamanan Federal mengungkap keberadaan intelijen Inggris yang tidak dilaporkan di balik kedok Kedutaan Besar negara itu di Moskow,” sebut FSB dalam pernyataannya.

    Kantor berita TASS mengidentifikasi kedua diplomat yang diusir itu sebagai Alkesh Odedra yang merupakan Sekretaris Kedua pada Kedutaan Besar Inggris di Moskow, dan Michael Skinner yang merupakan suami dari Sekretaris Pertama Kedubes Inggris, Tabassum Rashid.

    Kedua diplomat Inggris itu juga dituduh secara sengaja memberikan informasi palsu tentang diri mereka sendiri ketika memasuki wilayah Rusia.

    “Dengan sengaja memberikan informasi palsu saat memperoleh izin untuk memasuki negara kita, sehingga melanggar aturan hukum Rusia,” jelas FSB.

    “FSB juga telah menemukan bukti intelijen dan aktivitas mengganggu kedua diplomat itu yang mengancam keamanan Federasi Rusia,” imbuh pernyataan FSB.

    Rusia telah mencabut akreditasi keduanya, dengan laporan TASS menyebut kedua diplomat Inggris itu diberi waktu dua minggu untuk meninggalkan wilayah Rusia.

    “Atas dasar ini, Kementerian Luar Negeri Rusia, berkoordinasi dengan badan-badan terkait lainnya, memutuskan untuk mencabut akreditasi Alkesh Odedra dan Michael Skinner. Mereka diharuskan meninggalkan Rusia dalam waktu dua minggu,” tegas FSB dalam pernyataannya.

    “FSB Rusia akan terus berupaya memerangi aktivitas pengintaian dan aktivitas yang mengganggu dari badan intelijen asing dengan segala cara yang tersedia,” ujar FSB.

    Belum ada tanggapan langsung dari Inggris terkait hal ini.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • 10 Bank sentral dengan Cadangan Emas Terbesar di Dunia, Mana yang Paling Banyak?

    10 Bank sentral dengan Cadangan Emas Terbesar di Dunia, Mana yang Paling Banyak?

    Jakarta: Emas masih menjadi aset berharga bagi banyak negara di dunia. 
     
    Bank sentral berbagai negara menyimpan emas sebagai cadangan devisa untuk menjaga stabilitas ekonomi dan melindungi nilai mata uang dari inflasi. 
     
    Hingga akhir 2023, total cadangan emas global yang dimiliki bank sentral mencapai 36.699 metrik ton (MT), menurut data dari World Gold Council (WGC). Lalu, negara mana saja yang memiliki cadangan emas terbesar?
    Daftar negara dengan cadangan emas terbesar
    Melansir Investing.com, berikut adalah daftar 10 negara dengan cadangan emas terbesar di dunia:

    1. Amerika Serikat – 8.133,46 MT
    Amerika Serikat menjadi pemilik cadangan emas terbesar di dunia. Sebagian besar emas ini disimpan di Fort Knox, West Point, dan Denver.
     

    2. Jerman – 3.351,53 MT
    Jerman menyimpan sekitar setengah dari cadangan emasnya di Frankfurt, sementara sisanya berada di luar negeri, seperti di New York dan London.
     
    3. Italia – 2.451,84 MT
    Bank Sentral Italia menyimpan sebagian besar emasnya di dalam negeri, tetapi juga menyebarkan cadangannya di Inggris, Swiss, dan Amerika Serikat.
     
    4. Prancis – 2.437 MT
    Semua cadangan emas Prancis disimpan dengan aman di Banque de France dalam brankas bawah tanah bernama La Souterraine.
     
    5. Rusia – 2.332,74 MT
    Rusia telah meningkatkan cadangan emasnya dalam beberapa tahun terakhir dan menyimpan seluruh emas fisiknya di Moskow dan Saint Petersburg.
     
    6. Tiongkok – 2.279,56 MT
    Tiongkok terus menambah kepemilikan emasnya sebagai bagian dari strategi diversifikasi cadangan devisa.
     
    7. Swiss – 1.039,94 MT
    Swiss dikenal sebagai pusat keuangan global dan menyimpan emasnya di dalam negeri serta di beberapa lokasi luar negeri.
     
    8. India – 876,18 MT
    India memiliki cadangan emas yang terus meningkat, didukung oleh tingginya permintaan emas di dalam negeri.
     

    9. Jepang – 845,97 MT
    Jepang menggunakan emas sebagai bagian dari strategi stabilisasi mata uangnya.
     
    10. Belanda – 612,45 MT
    Belanda telah memulangkan sebagian cadangan emasnya dari luar negeri untuk memperkuat keamanan aset nasionalnya.
    Kenapa bank sentral mengandalkan emas?
    Emas memiliki peran penting dalam sistem keuangan global. Bank sentral menyimpan emas untuk beberapa alasan utama, antara lain:

    Perlindungan terhadap inflasi

    Emas cenderung mempertahankan nilainya dalam jangka panjang.

    Diversifikasi aset

    Emas menjadi alternatif selain mata uang asing dalam cadangan devisa.

    Keamanan ekonomi

    Dalam situasi krisis, emas bisa menjadi aset likuid yang bernilai tinggi.
     
    Cadangan emas tetap menjadi faktor penting dalam strategi keuangan banyak negara. Amerika Serikat masih mendominasi daftar dengan kepemilikan terbesar, diikuti oleh Jerman dan Italia. Seiring meningkatnya ketidakpastian ekonomi global, emas akan terus menjadi aset yang diminati oleh banyak negara.
     
    Sebagai investor, mengetahui tren kepemilikan emas global bisa menjadi insight berharga dalam merencanakan strategi keuangan dan investasi. Apakah emas juga masuk dalam portofolio investasimu? (Laura Oktaviani Sibarani)

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (ANN)

  • Iran Ambil Pelajaran dari Cekcok Trump-Zelensky: Kami Tidak Bergantung pada Negara Lain – Halaman all

    Iran Ambil Pelajaran dari Cekcok Trump-Zelensky: Kami Tidak Bergantung pada Negara Lain – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, mengatakan bahwa pemerintahan AS di bawah Donald Trump telah menciptakan “suasana kacau” setelah pertemuan sengitnya di Ruang Oval dengan pemimpin Ukraina minggu lalu.

    Dalam opini yang diterbitkan pada Rabu (5/3/2025) di surat kabar Ettela’at Iran, Araghchi menilai perselisihan tersebut mengungkapkan keretakan besar dalam tatanan global dan memperjelas bahaya mengandalkan Amerika Serikat dalam urusan keamanan.

    Araghchi mengkritik apa yang ia sebut sebagai “ketegangan verbal” dan “kebijakan impulsif” dalam diplomasi global.

    Ia menyoroti pertikaian di Ruang Oval sebagai momen refleksi bagi negara-negara yang selama ini bergantung pada AS, khususnya dalam konteks hubungan Ukraina dengan Barat.

    “Perselisihan baru-baru ini di Gedung Putih bukan sekadar konflik biasa; hal ini mencerminkan keretakan mendalam dalam tatanan dunia,” tulisnya.

    Araghchi menilai bahwa bahkan sekutu lama AS kini mulai mempertanyakan kepemimpinan Washington, dengan negara-negara Eropa mengambil pendekatan lebih hati-hati terhadap perang di Ukraina.

    Iran Pilih Kemandirian

    Dalam opininya, Araghchi menegaskan bahwa Iran telah memilih jalur berbeda, yaitu kemandirian dan kemerdekaan strategis.

    “Tidak seperti banyak negara yang bergantung pada kekuatan asing untuk keamanan, Iran telah secara sadar memilih untuk mempertahankan kemandiriannya, meskipun harus membayar harga atas keputusan tersebut,” tulisnya.

    Ia menegaskan bahwa pendekatan ini bukanlah akibat dari sanksi, melainkan keputusan strategis yang disengaja.

    “Iran tidak membeli keamanannya; Iran membangunnya,” tambahnya.

    Mengutip Newsweek, pernyataan Araghchi sejalan dengan sikap Iran yang telah lama meyakini bahwa aliansi dengan AS tidak dapat diandalkan.

    Pernyataannya juga mendukung sikap Pemimpin Tertinggi Iran yang menolak negosiasi dengan Washington.

    Garis keras Iran menilai bahwa konfrontasi Trump-Zelensky menjadi bukti ketidakstabilan diplomatik AS.

    Meskipun Araghchi menekankan pentingnya kemandirian militer, Iran tetap menjalin kerja sama dengan pihak asing, khususnya Rusia.

    Hubungan Rusia dan Iran

    Pada Januari 2025, Rusia dan Iran menandatangani perjanjian kerja sama ekonomi dan militer.

    Kedua negara menganggap perjanjian ini sebagai tonggak penting dalam hubungan bilateral mereka.

    Presiden Rusia, Vladimir Putin, dan Presiden Iran, Masoud Pezeshkian, menandatangani perjanjian tersebut dalam sebuah upacara di Kremlin.

    Keduanya memuji kesepakatan ini sebagai babak baru dalam hubungan kedua negara.

    “Dokumen terobosan ini bertujuan menciptakan kondisi bagi pembangunan yang stabil dan berkelanjutan antara Rusia, Iran, serta seluruh kawasan Eurasia,” ujar Putin.

    Pezeshkian menambahkan bahwa perjanjian ini akan membuka babak baru dalam kerja sama Iran dan Rusia di berbagai sektor, terutama ekonomi.

    Mengutip laporan France24 pada 17 Januari 2025, sejak pecahnya perang di Ukraina pada Februari 2022, Rusia semakin memandang Iran sebagai sekutu strategis.

    Dalam dokumen yang diterbitkan Kremlin, kedua negara sepakat untuk saling membantu menghadapi ancaman keamanan bersama.

    Namun, perjanjian ini tidak mencakup pakta pertahanan bersama seperti yang ditandatangani Rusia dan Korea Utara tahun lalu.

    Rusia dan Iran sepakat untuk meningkatkan kerja sama perdagangan dan ekonomi di berbagai sektor, terutama dalam menghadapi sanksi Barat terhadap industri energi mereka.

    Selain itu, mereka juga akan bekerja sama dalam pelatihan militer dan penggunaan fasilitas pelabuhan untuk kapal perang masing-masing negara.

    Namun, perjanjian tersebut tidak secara eksplisit mencakup pertukaran senjata, yang merupakan aspek kerja sama yang telah dikenai sanksi oleh Barat.

    Iran diketahui telah memasok Rusia dengan pesawat nirawak “Shahed” yang digunakan dalam serangan ke Ukraina, menurut pejabat Ukraina dan Barat.

    Moskow dan Teheran telah merancang perjanjian baru ini selama bertahun-tahun.

    Sebelumnya, hubungan kedua negara diatur oleh dokumen kerja sama tahun 2001 yang diperbarui secara berkala.

    Meski kini semakin erat, hubungan Rusia dan Iran memiliki sejarah yang kompleks.

    Pada abad ke-18 dan ke-19, kedua negara berperang memperebutkan wilayah di Kaukasus. Selain itu, Uni Soviet dan Inggris pernah menginvasi Persia selama Perang Dunia II.

    (Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

  • Trump Puji Putin, Sebut Negosiasi Rusia Lebih Mudah dari Ukraina – Halaman all

    Trump Puji Putin, Sebut Negosiasi Rusia Lebih Mudah dari Ukraina – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden AS Donald Trump mengungkapkan bahwa negosiasi untuk mencapai perdamaian antara Rusia dan Ukraina lebih mudah dilakukan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin dibandingkan dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky.

    Dalam pernyataannya di Ruang Oval pada Jumat, 7 Maret 2025, Trump menyatakan bahwa Putin lebih kooperatif dalam pembicaraan perdamaian.

    Trump memuji Putin, meskipun ia juga mengecam serangan terbaru Rusia terhadap Ukraina dan mengancam akan memberikan sanksi baru terhadap Moskow. “Saya pikir ia akan lebih murah hati setelah perang berakhir, dan itu cukup bagus,” ujar Trump.

    Trump mengungkapkan bahwa berbicara tentang perdamaian dengan Putin lebih mudah dibandingkan dengan Zelensky. “Terus terang, saya merasa lebih sulit untuk berurusan dengan Ukraina. Mereka tidak punya kartu jelasnya,” kata Trump.

    Ia juga mencatat bahwa Rusia melancarkan serangan yang lebih besar terhadap Ukraina.

    Beberapa jam sebelum pernyataan tersebut, Trump telah memutuskan untuk memberikan sanksi dan tarif besar terhadap Rusia hingga gencatan senjata tercapai.

    Keputusan ini muncul setelah Rusia meluncurkan serangan rudal dan drone terhadap infrastruktur energi Ukraina pada 6 Maret 2025.

    AS juga telah menangguhkan akses Ukraina ke beberapa citra satelit dan menghentikan bantuan militer.

    Pertemuan antara AS dan Ukraina

    Meskipun hubungan antara Ukraina dan AS telah merenggang, Zelensky mengumumkan bahwa delegasi Ukraina dan AS akan bertemu untuk melanjutkan pembicaraan perdamaian. “Pertemuan ini tidak hanya membahas rencana perdamaian Ukraina-Rusia, tetapi juga usulan-usulan untuk menjamin keselamatan dan kesejahteraan Ukraina,” kata Zelensky.

    Pertemuan antara delegasi AS dan Ukraina dijadwalkan berlangsung pada 11 Maret 2025, dengan beberapa pejabat dari kedua negara diperkirakan akan hadir.

    Dengan situasi yang terus berkembang, perhatian dunia tertuju pada bagaimana negosiasi ini akan mempengaruhi masa depan Ukraina dan hubungan internasional.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Trump: Negosiasi dengan Rusia Lebih Mudah Daripada dengan Ukraina dalam Mencapai Perdamaian – Halaman all

    Trump: Negosiasi dengan Rusia Lebih Mudah Daripada dengan Ukraina dalam Mencapai Perdamaian – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden AS Donald Trump memberikan pujian terhadap presiden Rusia Vladimir Putin dalam negosiasi untuk mengakhiri perang Rusia-Ukraina.

    Meski telah mengecam serangan terbaru Rusia terhadap ukraina dan mengancam akan memberikan sanksi terhadap Moskow, Trump mengatakan Putin akan lebih kooperatif dan ‘murah hati’ dalam pembicaraan ini.

    “Ia ingin mengakhiri perang dan setelah perang berakhir, dan saya pikir ia akan lebih murah hati daripada yang seharusnya. Dan itu cukup bagus,” kata Trump di Ruang Oval pada hari Jumat (7/3/2025), dikutip dari ABC News.

    Trump mengatakan dirinya telah percaya terhadap Putin.

    “Ya. Tidak, saya percaya padanya, saya percaya padanya. Saya pikir kami baik-baik saja dengan Rusia,” katanya.

    Meskipun mengancam sanksi baru terhadap Rusia, Trump mengatakan ia mengerti mengapa pasukan Putin telah melancarkan kampanye pengeboman besar-besaran di Ukraina semalam.

    “Saya pikir dia menyerang mereka (Ukraina) lebih keras daripada yang pernah dia lakukan,” kata Trump. 

    “Dan saya pikir mungkin siapa pun yang berada di posisi itu akan melakukan hal yang sama sekarang,” tambahnya, dikutip dari NDTV.

    Ia mengaku justru berbicara tentang perdamaian Rusia-Ukraina terhadap Putin lebih mudah dibandingka dengan presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky.

    “Namun saat ini, mereka mengebom Ukraina dan Ukraina habis-habisan. Terus terang, saya merasa lebih sulit untuk berurusan dengan Ukraina. Mereka tidak punya kartu,” jelasnya.

    Beberapa jam sebelumnya, Trump mengatakan dirinya telah memberikan sanksi dan tarif berskala besar terhadap Rusia hingga gencatan senjata tercapai.

    Keputusan ini diambil oleh Trump tepat setelah Rusia meluncurkan serangan rudal dan drone terhadap infrasturktur energi Ukraina pada Kamis (6/3/2025), dikutip dari BBC.

    Sementara itu, AS telah menangguhkan sementara akses Ukraina ke beberapa citra satelit.

    Tidak hanya itu, AS juga menghentikan bantuan militer ke negara itu.

    Hubungan Ukraina dan AS belakangan ini telah merenggang.

    Hal ini terjadi setelah debat panas Zelensky dan Trump di Gedung Putih pada minggu lalu.

    Meskipun Trump berselisih dengan Zelensky, nada dari tim kebijakan luar negerinya dalam dua hari terakhir terdengar lebih lunak terhadap Ukraina.

    Zelensky kemudian mengatakan bahwa ejabat Ukraina dan Amerika Serikat akan bertemu untuk melanjutkan pembicaraan perdamaian.

    “Delegasi Ukraina dan AS telah melanjutkan pekerjaan dan dijadwalkan bertemu minggu depan,” kata Zelensky saat menghadiri Dewan Eropa Khusus pada Kamis (6/3/2025), dikutip dari Kyiv Independent.

    Menurut Zelensky, pertemuan ini tidak hanya membahas rencana perdamaian Ukraina-Rusia.

    Namun juga Zelensky akan membuat usulan-usulan untuk menjamin keselamatan dan kesejahteraan Ukraina.

    “Ukraina tidak hanya siap mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk perdamaian, tetapi kami juga mengusulkan langkah-langkah apa saja yang akan diambil,” jelas Zelensky.

    Melalui X, koresponden senior Gedung Putih Fox News Jacqui Heinrich mengatakan bahwa pembicaraan dijadwalkan pada 11 Maret 2025.

    Sementara menurut Axios, pertemuan antara delegasi AS dan Ukraina dijadwalkan pada 12 Maret 2025.

    Beberapa pejabat dari AS dan Ukraina dikabarkan akan menghadiri pertemuan ini.

    (Tribunnews.com/Farrah)

    Artikel Lain Terkait Donald Trump dan Konflik Rusia vs Ukraina

  • Dmitry Peskov: Rusia Tidak Akan Terlibat Perlombaan Senjata Dengan UE – Halaman all

    Dmitry Peskov: Rusia Tidak Akan Terlibat Perlombaan Senjata Dengan UE – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM  – Rusia mengungkapkan ketidakminatannya untuk terlibat dalam perlombaan senjata dengan Uni Eropa.

    Dalam pernyataan resmi, juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, menegaskan bahwa Rusia tidak akan mengikuti permainan ini dan akan lebih fokus pada kepentingan nasionalnya.

    Menurut Peskov, Rusia tidak merasa perlu untuk bersaing dengan Uni Eropa dalam konteks militer. “Moskow tidak akan terlibat dalam perlombaan senjata dengan Uni Eropa,” ungkapnya, seperti yang dilaporkan oleh Russian Today.

    Pendapat ini didukung oleh Presiden Rusia, Vladimir Putin, yang menegaskan kembali bahwa Rusia tidak berminat untuk berpartisipasi dalam perlombaan senjata tersebut.

    Meski demikian, Putin menggarisbawahi komitmen Rusia untuk menjaga keamanan nasional dan keamanan sekutunya.

    Tudingan Perdana Menteri Polandia Memicu Ketegangan

    Seruan untuk perlombaan senjata berasal dari cuitan Perdana Menteri Polandia, Donald Tusk, yang menyebut Rusia telah memulai kembali perlombaan senjata.

    Cuitan Tusk berkorespondensi dengan pernyataan Presiden Prancis, Emmanuel Macron, yang mengidentifikasi Rusia sebagai ancaman bagi Uni Eropa.

    Rusia merespon dengan menyesalkan komentar Tusk.

    Peskov menyatakan bahwa pernyataan konfrontatif seperti itu hanya akan memperburuk hubungan antara Rusia dan Uni Eropa. “Kami menyesalkan pernyataan konfrontatif bahkan militeristik yang datang dari Warsawa dan Paris, yang menunjukkan Eropa belum menyesuaikan diri dengan dinamika baru antara Moskow dan Washington,” papar Peskov.

    Dapatkah Rusia Mengalahkan Uni Eropa dalam Perang?

    Secara teori, Rusia memiliki kekuatan militer yang signifikan, termasuk kemampuan nuklir dan sistem pertahanan udara canggih seperti S400.

    Dengan kekuatan militer yang besar, Rusia mampu memberikan kerusakan yang signifikan kepada negara-negara Eropa.

    Namun, potensi konflik langsung dengan Uni Eropa akan menghadapi banyak tantangan.

    Apa Tantangan Utama Jika Rusia Terlibat dalam Perang dengan Uni Eropa?

    Uni Eropa memiliki aliansi yang kuat dengan NATO, yang mencakup negara-negara dengan kemampuan militer besar seperti Amerika Serikat dan Kanada.

    Jika terjadi eskalasi menuju perang, baik Rusia maupun negara-negara Eropa akan menghadapi kerugian besar, terutama jika melibatkan senjata nuklir.

    Di samping itu, meskipun Rusia mungkin dapat meraih kemenangan dalam pertempuran konvensional, dampak jangka panjang dari perang tersebut sangat merugikan.

    Rusia akan berisiko menjadi terisolasi di pasar internasional, yang akan mengurangi investasi dan perdagangan.

    Situasi ini diperkirakan akan semakin memperburuk kondisi ekonomi Rusia, yang sudah menghadapi sanksi internasional akibat konflik di Ukraina.

    Apa yang Bisa Kita Harapkan ke Depan?

    Rusia tampaknya berkomitmen untuk tidak terlibat dalam perlombaan senjata dengan Uni Eropa, terlepas dari tudingan dan provokasi.

    Meskipun memiliki kemampuan militer yang kuat, tantangan dari aliansi internasional yang kokoh dan risiko kerugian ekonomi membuat keterlibatan dalam konflik bersenjata menjadi pilihan yang sangat berisiko.

    Perkembangan hubungan antara Rusia dan Uni Eropa ke depan akan sangat ditentukan oleh dinamika geopolitik yang terus berubah.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Panas, Serangan Rusia Tewaskan 12 Orang di Ukraina Timur

    Panas, Serangan Rusia Tewaskan 12 Orang di Ukraina Timur

    Jakarta

    Memanas! Serangan terbaru Rusia menewaskan sedikitnya 12 orang di Ukraina timur hingga Sabtu (8/3) pagi waktu setempat. Serangan ini terjadi beberapa hari menjelang perundingan di Arab Saudi antara negosiator Amerika Serikat dan Ukraina yang bertujuan untuk gencatan senjata.

    Serangan udara Rusia tersebut menghantam pusat Dobropillia di wilayah Donetsk, Ukraina pada Jumat malam waktu setempat, menewaskan 11 orang dan melukai 30 orang, menurut layanan darurat, dilansir kantor berita AFP, Sabtu (8/3/2025).

    Secara terpisah, satu orang tewas dalam serangan drone dan tujuh orang lainnya terluka pada Sabtu dini hari di kota Bogodukhiv, kata kepala militer wilayah Kharkiv Oleg Synegubov.

    Serangan udara itu terjadi setelah Presiden AS Donald Trump mengancam sanksi dan tarif baru terhadap Rusia, tetapi juga mengatakan mungkin “lebih mudah” untuk bekerja sama dengan Moskow daripada Kyiv dalam upaya untuk mengakhiri perang tiga tahun tersebut.

    Setelah Trump secara terbuka mencaci-maki pemimpin Ukraina Volodymyr Zelensky selama pertemuan di Gedung Putih dan menangguhkan bantuan militer AS ke Kyiv, presiden AS itu mengatakan kepada wartawan, bahwa ia mempercayai Presiden Rusia Vladimir Putin.

    ADVERTISEMENT

    `;
    var mgScript = document.createElement(“script”);
    mgScript.innerHTML = `(function(w,q){w[q]=w[q]||[];w[q].push([“_mgc.load”])})(window,”_mgq”);`;
    adSlot.appendChild(mgScript);
    },
    function loadCreativeA() {

    var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
    if (!adSlot) return;
    adSlot.innerHTML = “;

    if (typeof googletag !== “undefined” && googletag.apiReady) {
    googletag.cmd.push(function () {
    googletag.display(‘div-gpt-ad-1708418866690-0’);
    googletag.pubads().refresh();
    });
    } else {
    var gptScript = document.createElement(“script”);
    gptScript.src = “https://securepubads.g.doubleclick.net/tag/js/gpt.js”;
    gptScript.async = true;
    gptScript.onload = function () {
    window.googletag = window.googletag || { cmd: [] };
    googletag.cmd.push(function () {
    googletag.defineSlot(‘/4905536/detik_desktop/news/static_detail’, [[400, 250], [1, 1], [300, 250]], ‘div-gpt-ad-1708418866690-0’)
    .addService(googletag.pubads());
    googletag.enableServices();
    googletag.display(‘div-gpt-ad-1708418866690-0’);
    googletag.pubads().refresh();
    });
    };
    document.body.appendChild(gptScript);
    }
    }
    ];

    var currentAdIndex = 0;
    var refreshInterval = null;
    var visibilityStartTime = null;
    var viewTimeThreshold = 30000;

    function refreshAd() {
    var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
    if (!adSlot) return;
    currentAdIndex = (currentAdIndex + 1) % ads.length;
    adSlot.innerHTML = “”;
    ads[currentAdIndex]();
    }

    var observer = new IntersectionObserver(function (entries) {
    entries.forEach(function (entry) {
    if (entry.intersectionRatio > 0.1) {
    if (!visibilityStartTime) {
    visibilityStartTime = new Date().getTime();
    requestAnimationFrame(checkVisibility);
    }
    } else {
    visibilityStartTime = null;
    if (refreshInterval) {
    clearInterval(refreshInterval);
    refreshInterval = null;
    }
    }
    });
    }, { threshold: 0.1 });

    function checkVisibility() {
    if (visibilityStartTime && (new Date().getTime() – visibilityStartTime >= viewTimeThreshold)) {
    refreshAd();
    if (!refreshInterval) {
    refreshInterval = setInterval(refreshAd, 30000);
    }
    } else {
    requestAnimationFrame(checkVisibility);
    }
    }

    document.addEventListener(“DOMContentLoaded”, function () {
    var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
    if (!adSlot) {
    console.error(“❌ Elemen #ad-slot tidak ditemukan!”);
    return;
    }
    ads[currentAdIndex]();
    observer.observe(adSlot);
    });

    var mutationObserver = new MutationObserver(function (mutations) {
    mutations.forEach(function (mutation) {
    if (mutation.type === “childList”) {
    visibilityStartTime = new Date().getTime();
    requestAnimationFrame(checkVisibility);
    }
    });
    });

    mutationObserver.observe(document.getElementById(“ad-slot”), { childList: true, subtree: true });

    “Sejujurnya, saya merasa lebih sulit untuk berurusan dengan Ukraina dan mereka tidak memiliki kartu,” kata Trump. “Mungkin lebih mudah berurusan dengan Rusia,” imbuhnya.

    Pernyataan tersebut disampaikan setelah Trump mengancam sanksi dan tarif baru terhadap Rusia atas gempurannya di Ukraina. Ini disampaikan Trump beberapa jam setelah Moskow meluncurkan serangan drone dan rudal “besar-besaran” terhadap fasilitas energi Ukraina.

    “Berdasarkan fakta bahwa Rusia benar-benar ‘menggempur’ Ukraina di medan perang saat ini, saya sangat mempertimbangkan Sanksi Perbankan, Sanksi, dan Tarif berskala besar terhadap Rusia hingga Gencatan Senjata dan PERJANJIAN PENYELESAIAN AKHIR PERDAMAIAN TERCAPAI,” tulis Trump di platform Truth Social miliknya.

    “Kepada Rusia dan Ukraina, segera duduk bersama di meja perundingan, sebelum terlambat,” imbuhnya.

    Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio juga berbicara dengan Menlu Ukraina, Andrii Sybiha, melalui telepon pada hari Jumat.

    Dalam panggilan telepon tersebut, Rubio menggarisbawahi tujuan Trump untuk mengakhiri perang Rusia-Ukraina dengan cepat, dan menekankan bahwa “semua pihak harus mengambil langkah-langkah untuk mengamankan perdamaian yang berkelanjutan”, kata juru bicara Departemen Luar Negeri Tammy Bruce dalam sebuah pernyataan.

    Lihat juga Video: Detik-detik Rudal Rusia Hantam Kampung Halaman Zelensky

  • Perang Rusia-Ukraina Hari ke-1109: Trump Minta Maxar Technologies Cabut Akses Kyiv ke Citra Satelit – Halaman all

    Perang Rusia-Ukraina Hari ke-1109: Trump Minta Maxar Technologies Cabut Akses Kyiv ke Citra Satelit – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Konflik Rusia vs Ukraina yang berlangsung sejak 24 Februari 2022 telah memasuki hari ke-1109 pada Sabtu (8/3/2025).

    Pada 2025, perusahaan kedirgantaraan asal Amerika Serikat (AS), Maxar Technologies, dilaporkan telah menonaktifkan akses Ukraina ke citra satelitnya.

    Langkah ini diambil setelah adanya permintaan dari pemerintahan Presiden Donald Trump, The Guardian melaporkan.

    Maxar mengungkapkan bahwa mereka memiliki kontrak dengan pemerintah AS serta puluhan negara sekutu dan mitra.

    Mereka juga menegaskan bahwa setiap pelanggan memiliki keputusan independen dalam hal penggunaan dan pembagian data satelit tersebut.

    Simak rangkuman peristiwa yang terjadi dalam perang Rusia-Ukraina berikut ini.

    Perang Rusia-Ukraina Hari ke-1109:

    Ukraina Dihujani Rudal Balistik

    Pada Jumat (7/3/2025) pagi, Rusia melancarkan serangan rudal balistik dan pesawat tak berawak besar di Ukraina.
    Serangan ini terjadi sehari setelah Amerika Serikat menghentikan berbagi intelijen dengan Kyiv.

    Amerika Serikat sebelumnya memberikan peringatan dini tentang kemungkinan serangan tersebut.

    Serangan ini terjadi saat delegasi Ukraina sedang mempersiapkan diri untuk bertemu dengan mitranya dari AS di Arab Saudi minggu depan.

    Pertemuan itu bertujuan untuk membahas kemungkinan akhir dari perang, menurut laporan Luke Harding dan Dan Sabbagh.

    Di sisi lain, dalam sebuah posting di Truth Social, Donald Trump tampaknya mengkritik serangan Rusia terbaru.

    “Berdasarkan fakta bahwa Rusia benar-benar ‘menggempur’ Ukraina di medan perang saat ini, saya sangat mempertimbangkan sanksi bank, sanksi, dan tarif skala besar pada Rusia sampai gencatan senjata dan perjanjian penyelesaian akhir perdamaian tercapai,” tulis Trump,

    Secara terpisah, Trump menyatakan bahwa dia merasa lebih “mudah” untuk berurusan dengan Rusia daripada dengan Ukraina dalam upaya mengakhiri perang.

    Trump menyebutkan bahwa dia mempercayai Vladimir Putin, Presiden Rusia.

    “Saya percaya padanya,” ujar Trump.

    “Jujur saja, saya merasa lebih sulit untuk berurusan dengan Ukraina dan mereka tidak punya kartu,” tambahnya.

    “Mungkin lebih mudah berurusan dengan Rusia.”

    Rusia Gempur Kota Dobropillia

    Pada Jumat (7/3/2025) malam, pasukan Rusia melancarkan serangan di kota Dobropillia, Ukraina timur.

    Serangan tersebut mengakibatkan empat orang tewas dan 18 lainnya terluka, menurut gubernur daerah setempat.

    Vadym Filashki melaporkan melalui Telegram bahwa serangan tersebut terdiri dari tiga serangan malam.

    Serangan itu menargetkan kota di utara Pokrovsk, yang menjadi titik fokus kemajuan pasukan Rusia di Ukraina timur.

    Berdasarkan informasi awal, empat gedung apartemen bertingkat tinggi rusak dalam serangan tersebut.

    Petugas darurat telah diterjunkan ke lokasi kejadian.

    Sebelumnya, jaksa Donetsk menyatakan bahwa lima warga tewas akibat serangan Rusia yang melanda beberapa kota dan desa.

    Di antaranya, satu orang tewas di Pokrovsk, dua lainnya di desa-desa dekat Kostyantynivka, serta satu korban di dekat kota Kurakhove.

    Kurakhove direbut Rusia pada Januari lalu.

    Sementara itu, di pelabuhan Laut Hitam selatan Ukraina, Odesa, gubernur daerah Oleh Kiper melaporkan bahwa serangan pesawat tak berawak Rusia kembali merusak infrastruktur energi dan target lainnya.

    Pasukan Ukraina Hampir Dikepung di Kursk

    Ribuan tentara Ukraina yang menyerbu wilayah Kursk, Rusia, pada Agustus lalu hampir dikepung oleh pasukan Rusia.
    Hal ini menciptakan pukulan besar bagi Kyiv.

    Sebelumnya, Ukraina berharap kehadirannya di wilayah tersebut bisa menjadi alat pengaruh terhadap Moskow dalam pembicaraan damai.

    Namun, menurut laporan Reuters yang mengutip peta sumber terbuka, situasi di Kursk memburuk tajam dalam tiga hari terakhir.

    Pasukan Rusia berhasil merebut kembali wilayah itu, The Guardian melaporkan.

    Serangan balik Rusia hampir memotong pasukan Ukraina menjadi dua.

    Hal ini memisahkan kelompok utama dari jalur pasokan utama mereka.

    Kondisi ini muncul setelah AS menghentikan pembagian intelijen dengan Kyiv.

    Keputusan tersebut meningkatkan kemungkinan pasukan Ukraina terpaksa mundur atau menghadapi risiko ditangkap atau dibunuh.

    “Situasi [untuk Ukraina di Kursk] sangat buruk,” kata Pasi Paroinen, analis militer dari Black Bird Group.

    Analis lainnya, Yan Matveev, mengatakan Ukraina kini dihadapkan pada pilihan yang sulit.

    Eropa Berupaya ‘Tambal’ Intelijen Ukraina

    Eropa berencana untuk mencoba mengimbangi kekurangan intelijen yang mungkin terjadi akibat penghentian pembagian data intelijen oleh AS kepada Ukraina.

    Hal ini dibahas dalam pertemuan puncak Uni Eropa di Brussels, Suspilne melaporkan.

    Juru bicara Kementerian Luar Negeri Prancis, Christophe Lemond, mengonfirmasi bahwa penggantian data intelijen AS menjadi salah satu topik utama dalam pembicaraan tersebut.

    Lemond juga menyatakan bahwa kebijakan pemerintahan Donald Trump merupakan masalah penting.

    Amerika Serikat telah memainkan peran besar dalam mendukung Ukraina sejak dimulainya invasi Rusia pada Februari 2022.

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

  • Trump Siapkan Sanksi Tambahan untuk Rusia Jika Damai Tak Segera Terwujud – Halaman all

    Trump Siapkan Sanksi Tambahan untuk Rusia Jika Damai Tak Segera Terwujud – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, baru-baru ini mengeluarkan pernyataan mengejutkan terkait kemungkinan penerapan sanksi tambahan berskala besar terhadap Rusia.

    Ini merupakan respons langsung terhadap situasi yang semakin memanas di Ukraina, di mana pasukan Rusia terus melakukan serangan, menghancurkan infrastruktur dan menimbulkan banyak kerugian bagi Ukraina.

    Dalam sebuah unggahan di media sosialnya, Truth Social, Trump mendesak kedua negara, Rusia dan Ukraina, untuk segera duduk di meja perundingan demi mencapai kesepakatan damai.

    Dia menekankan pentingnya negosiasi secepatnya sebelum keadaan semakin parah, “Untuk Rusia dan Ukraina, duduklah di meja perundingan sekarang juga sebelum terlambat,” tulis Trump.

    Trump menganggap situasi di medan perang sangat serius. “Berdasarkan fakta bahwa Rusia saat ini benar-benar menghancurkan Ukraina di medan perang, saya sedang mempertimbangkan secara serius pemberlakuan sanksi perbankan berskala besar terhadap Rusia,” katanya.

    Langkah ini diambil hanya beberapa hari setelah AS menangguhkan bantuan militer dan dukungan intelijen kepada Ukraina, yang menunjukkan ketegangan yang meningkat di antara semua pihak yang terlibat.

    Apa yang Terjadi di Kursk?

    Kondisi pasukan Ukraina di wilayah Kursk terlihat memburuk, dengan serangan balasan Rusia yang telah memisahkan pasukan Ukraina dari jalur suplai utama mereka.

    Analis militer, Pasi Paroinen dari Black Bird Group, menyatakan, “Kondisi bagi Ukraina di Kursk sangat buruk.” Ini menunjukkan bagaimana strategi militer Rusia berhasil membelah kekuatan Ukraina menjadi dua bagian, meningkatkan kesulitan bagi mereka dalam mempertahankan diri.

    Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, merespons serangan Rusia dengan menyerukan gencatan senjata yang mencakup udara dan laut.

    Namun, upaya tersebut tidak berjalan mulus.

    Moskow menolak gagasan gencatan senjata sementara yang diusulkan oleh Inggris dan Prancis, menegaskan bahwa mereka tidak akan mengizinkan pasukan penjaga perdamaian dari negara-negara NATO masuk ke Ukraina.

    Apa Dampak Sanksi terhadap Ekonomi Rusia?

    Rusia, yang merupakan salah satu produsen minyak terbesar di dunia, sudah dikenakan sanksi luas oleh AS dan sekutunya sejak invasi ke Ukraina pada Februari 2022.

    Sanksi tersebut termasuk langkah-langkah yang bertujuan membatasi pendapatan minyak dan gas Rusia, seperti batas harga $60 per barrel untuk ekspor minyak.

    Seiring meningkatnya ketegangan, pemerintah AS kini sedang mempertimbangkan cara untuk melonggarkan sanksi terhadap sektor energi Rusia, jika Moskow setuju untuk mengakhiri perang.

    Ini menunjukkan adanya ruang untuk diplomasi meskipun kondisi di lapangan terus menghangat.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).