kab/kota: Moskow

  • Kata Rusia soal Dunia Mulai Lelah atas Ancaman AS ke Iran

    Kata Rusia soal Dunia Mulai Lelah atas Ancaman AS ke Iran

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump melontarkan ancaman serangan ke Iran. Namun, Rusia menyebut dunia sudah mulai lelah dengan ancaman AS ke Iran.

    Adapun ancaman itu dilontarkan Trump. Trump mengatakan bahwa Israel akan menjadi “pemimpin” dari kemungkinan serangan militer terhadap Iran, jika Teheran tidak menghentikan program senjata nuklirnya.

    Trump membuat komentar tersebut menjelang pembicaraan terjadwal akhir pekan ini yang melibatkan para pejabat AS dan Iran di kesultanan Timur Tengah, Oman. Sebelumnya, Trump awal minggu ini mengatakan pembicaraan tersebut akan bersifat “langsung” sementara Iran menggambarkan keterlibatan tersebut sebagai pembicaraan “tidak langsung” dengan AS.

    Trump juga siap untuk menyediakan kekuatan militer. AS siap mengambil tindakan.

    “Jika itu membutuhkan militer, kami akan menggunakan militer,” kata Trump. “Israel jelas akan sangat terlibat dalam hal itu. Mereka akan menjadi pemimpinnya. Namun, tidak ada yang memimpin kami, tetapi kami melakukan apa yang ingin kami lakukan,” cetus Trump dilansir The Associated Press dan Al-Arabiya, Kamis (10/4/2025).

    Bagaimana tanggapan Rusia atas ancamana AS ini? Baca halaman selanjutnya.

    Tanggapan Israel

    Foto: PM Israel Benjamin Netanyahu dan Presiden AS Donald Trump saat melakukan pertemuan di Gedung Putih (REUTERS/Elizabeth Frantz Purchase Licensing Rights)

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu awal minggu ini, mengatakan bahwa ia mendukung upaya diplomatik Trump untuk mencapai penyelesaian dengan Iran.

    Ia menambahkan bahwa Israel dan AS memiliki tujuan yang sama untuk memastikan bahwa Iran tidak mengembangkan senjata nuklir. Namun, Netanyahu memimpin upaya untuk membujuk Trump agar menarik diri dari kesepakatan yang ditengahi AS dengan Iran pada tahun 2018.

    Trump mengatakan pada hari Rabu (9/4) waktu setempat bahwa ia tidak memiliki jadwal pasti untuk perundingan tersebut agar mencapai resolusi.

    “Saat Anda memulai perundingan, Anda tahu, apakah itu berjalan dengan baik atau tidak,” kata Trump. “Dan saya akan mengatakan kesimpulannya adalah apa yang menurut saya tidak berjalan dengan baik. Jadi itu hanya perasaan,” ujarnya.

    Rusia Sebut Dunia Lelah dengan Ancaman AS ke Iran

    Foto: Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov (Sputnik/Sergey Bobylev/Pool via REUTERS)

    Pemerintah Rusia mengatakan bahwa dunia mulai lelah dengan ancaman tak berujung terhadap Iran. Rusia juga menegaskan bahwa membombardir Republik Islam itu tidak akan membawa perdamaian, dan memperingatkan bahwa Teheran telah mengambil tindakan pencegahan.

    Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov mengatakan bahwa Moskow menyadari adanya “retorika yang cukup keras” dan bahwa Teheran mengambil tindakan pencegahan, dan menyarankan agar fokusnya adalah kontak daripada konfrontasi.

    “Memang, dunia mulai lelah dengan ancaman tak berujung terhadap Iran,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova ketika ditanya oleh Reuters untuk mengklarifikasi pendekatan Rusia.

    Rusia mengatakan bahwa pengeboman tidak membukan jalan ke arah perdamaian.

    “Ada pemahaman yang berkembang bahwa pengeboman tidak dapat membuka jalan menuju perdamaian,” imbuhnya, dilansir kantor berita Reuters dan Al-Arabiya, Kamis (10/4/2025).

    Program nuklir Iran, yang dimulai pada tahun 1950-an dengan dukungan dari sekutunya saat itu, Amerika Serikat, telah lama menjadi subjek perselisihan antara negara-negara besar dunia dan Iran, yang Revolusi Islamnya pada tahun 1979 mengubahnya menjadi salah satu musuh terbesar Washington.

    AS, Israel, dan beberapa negara besar Eropa mengatakan Iran secara diam-diam mencoba mengembangkan senjata nuklir. Pernyataan ini telah dibantah oleh Teheran, yang dalam beberapa tahun terakhir telah membangun kemitraan dengan Rusia, negara dengan kekuatan nuklir terbesar di dunia.

    Presiden Rusia Vladimir Putin telah menjaga hubungan baik dengan Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei, terutama karena Rusia dan Iran dianggap sebagai musuh oleh Barat. Namun, Moskow ingin agar tidak memicu perlombaan senjata nuklir di Timur Tengah.

    Rusia, kata Zakharova, menginginkan “solusi negosiasi yang efektif” yang akan mengurangi kecurigaan Barat tentang program pengayaan uranium Iran, dan memulihkan kepercayaan sambil memastikan keseimbangan kepentingan.

    Lihat juga Video Trump: Iran Dalam Bahaya Besar Jika Perundingan Nuklir Gagal

    Halaman 2 dari 3

    (rdp/rdp)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • China Ngamuk ke Ukraina, Warning Zelensky

    China Ngamuk ke Ukraina, Warning Zelensky

    Jakarta, CNBC Indonesia – China memperingatkan pihak-pihak dalam perang Ukraina agar tidak membuat “pernyataan tidak bertanggung jawab”. Ini setelah Presiden Volodymyr Zelensky mengatakan Beijing tahu warganya direkrut oleh Rusia untuk berperang dalam konflik tersebut.

    Zelensky mengatakan pada hari Rabu bahwa Kyiv memiliki rincian 155 warga negara China yang telah dikerahkan untuk membantu invasi Moskow. Pernyataan itu dibuat sehari setelah mengklaim tentara Ukraina telah menangkap dua tentara China di wilayah Donetsk timur.

    Mengutip AFP, Kementerian Luar Negeri China mengatakan meminta “pihak-pihak terkait” untuk “menahan diri dari mengungkapkan pernyataan tidak bertanggung jawab”. Ini ditegaskan kementerian saat diminta konfirmasi soal pernyataan Zelensky, Kamis (10/4/2025).

    “Kami akan menyarankan pihak-pihak terkait untuk mengakui peran China dengan benar dan jelas,” kata juru bicara kementerian Lin Jian dalam jumpa pers rutin, tanpa menyebut nama Ukraina atau Zelensky.

    China telah menggambarkan dirinya sebagai pihak yang netral dalam perang yang telah berlangsung tiga tahun tersebut. Namun ada kritik dari pemerintah Barat bahwa hubungan dekatnya dengan Rusia telah memberi Moskow dukungan ekonomi dan diplomatik yang krusial.

    Sebelumnya Zelensky mengatakan pada bahwa keterlibatan terbuka warga negara China dalam operasi tempur Rusia merupakan langkah yang disengaja. Ini untuk memperluas perang.

    “Mereka menyeret negara lain ke dalam perang,” kata Zelensky tentang Rusia.

    “Saya yakin bahwa mereka sekarang menyeret China ke dalam perang ini,” tambahnya.

    Lin mengatakan Beijing selalu mengharuskan warga negaranya menghindari keterlibatan diri dalam konflik bersenjata dalam bentuk apa pun. China, tegasnya, bukanlah pencipta atau pihak dalam krisis Ukraina.

    “Kami adalah pendukung setia dan promotor aktif resolusi damai,” katanya.

    (sef/sef)

  • Pakai Taktik Baru Bawah Tanah, Pasukan Rusia Maju di Tujuh Wilayah Garis Depan Perang Ukraina – Halaman all

    Pakai Taktik Baru Bawah Tanah, Pasukan Rusia Maju di Tujuh Wilayah Garis Depan Perang Ukraina – Halaman all

    Pakai Taktik Baru, Pasukan Rusia Maju di Tujuh Wilayah Garis Depan Perang Ukraina

    TRIBUNNEWS.COM – Pasukan Rusia baru-baru ini dilaporkan bergerak maju di tujuh wilayah garis depan dalam perang melawan Ukraina.

    Demikian pengamatan sebuah lembaga pemikir, Institut Studi Perang ( ISW ) yang berpusat di Amerika Serikat (AS) soal perkembangan terbaru Perang Ukraina, awal pekan ini.

    Lembaga think tank AS itu menyatakan, kemajuan Pasukan Rusia dicapai di wilayah perbatasan Rusia di Belgorod; dekat kota Siversk, Toretsk, Pokrovsk, dan Velyka Novosilka di wilayah Donetsk di Ukraina timur; dan di wilayah Zaporizhzhia di Ukraina.

    Perkembangan ini menjadi informasi penting yang dinilai bisa menjadi penentu jalannya konflik yang sedang berlangsung.

    Baik Ukraina maupun Rusia tengah berupaya mengamankan keunggulan di medan perang di tengah gagalnya upaya perdamaian yang dipimpin AS, dan Ukraina tengah bersiap menghadapi serangan musim semi Rusia yang baru.

    Rusia berhasil menghancurkan sebagian besar pasukan dan peralatan Ukraina yang memasuki wilayah Kursk, menurut klaim Komandan Pasukan Khusus Rusia, Akhmat Alaudinov. Situasi di wilayah Kursk telah terkendali. (Sputnik)

    Rusia Pakai Taktik Baru, Bergerak di Bawah Tanah

    Pasukan Rusia menggunakan taktik baru untuk membuat kemajuan dalam perang, menurut militer Ukraina.

    “Dalam asessment terbarunya, ISW menyebut, dengan mengutip rekaman geolokasi, kalau pasukan Rusia baru-baru ini maju di beberapa lokasi utama: pusat Demidovka, barat laut Kota Belgorod; utara Verkhnokamyanske (timur Siversk); di arah Toretsk dan Pokrovsk; di arah Velyka Novosilka; dan di wilayah Zaporizhzhia,” tulis laporan NW, dikutip Kamis (10/4/2025).

    Victor Tregubov, juru bicara pasukan kelompok Khortytsia pro-Ukraina mengatakan kepada Kyiv Independent pada 31 Maret kemarin kalau pasukan Rusia berusaha melewati posisi Ukraina di Toretsk dengan cara ‘bergerak di bawah tanah’.

    Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky telah memperingatkan kalau Presiden Rusia Vladimir Putin tengah bersiap untuk melancarkan serangan baru ke negara tersebut.

    BERJALAN DI PARIT – Tentara Ukraina berjalan di parit pertempuran dekat kota Svitlodarsk di bagian timur. Dalam perkembangan terbaru pertempuran, pasukan Rusia dilaporkan merangsek di tujuh titik garis depan.

    Zelensky mencatat bahwa serangan ini telah tertunda selama delapan bulan, sebagian karena serangan Kyiv ke wilayah Kursk milik Rusia, yang berbatasan dengan Ukraina.

    Situasi di lapangan berubah secara signifikan pada bulan Maret, ketika pasukan Rusia hampir sepenuhnya mengusir pasukan Ukraina dari wilayah tersebut.

    “Kita harus melihat situasi ini dengan mata terbuka lebar. Putin sedang mempersiapkan serangan baru, terutama di wilayah Sumy dan Kharkiv,” kata Zelensky dalam wawancara dengan Le Figaro yang diterbitkan pada 26 Maret.

    “Saya dapat mengonfirmasi bahwa Putin tengah berupaya mendapatkan waktu dan tengah mempersiapkan serangan musim semi. Kami melihat persiapan untuk operasi mendatang ini,” imbuh presiden.

    Tank Abrams Amerika Serikat, Tank ini dikabarkan sudah sampai di Ukraina dan siap diterjunkan ke medang perang melawan Rusia. (U.S. Army National Guard)

    AS Pindahkan Pasukan dan Pusat Logistik

    Di sisi lain, Militer Amerika Serikat (AS) dilaporkan akan memindahkan pasukan dan peralatan dari pusat logistik utama di perbatasan Polandia-Ukraina, ke lokasi lain di negara itu, kata Angkatan Darat AS di Eropa dan Afrika dalam siaran pers.

    “Transisi ini merupakan bagian dari strategi yang lebih luas untuk mengoptimalkan operasi militer AS, meningkatkan tingkat dukungan kepada Sekutu dan mitra sekaligus meningkatkan efisiensi,” kata siaran pers tersebut.

    Masalah itu “dibahas di tingkat aliansi,” kata Presiden Polandia Andrzej Duda kepada wartawan, mengacu pada NATO .

    “Pekerjaan penting untuk memfasilitasi bantuan militer ke Ukraina melalui Jasionka akan terus berlanjut di bawah kepemimpinan Polandia dan NATO, didukung oleh peran militer AS yang efisien,” kata Angkatan Darat AS untuk Eropa dan Afrika.

    “Polandia dan sekutunya akan mempertahankan infrastruktur perlindungan yang kuat di sekitar lokasi kritis ini.”

    5 Juta Warga Rusia Akan ‘Menghuni Kembali’ Wilayah yang Diduduki

    Terkait invasi Moskow, Rusia bermaksud memfasilitasi pemukiman kembali lebih dari lima juta warga Rusia di wilayah pendudukan Ukraina pada tahun 2030, kata penasihat Wali Kota Mariupol, Petro Andryushchenko, di saluran Telegramnya.

    Ia mengatakan masalah tersebut dibahas oleh pejabat Rusia pada tanggal 4 April selama forum yang disebut “Integrasi-2025,” yang diadakan di Rostov-on-Don.

    Klaim tersebut belum bisa diverifikasi secara independen.

    Rusia telah lama berupaya membenarkan kepada masyarakat internasional atas aneksasinya terhadap wilayah Luhansk, Donetsk, Kherson, dan Zaporizhzhia milik Ukraina pada September 2022, dan telah menuntut agar Ukraina menyerahkan wilayah tersebut sebagai bagian dari kesepakatan damai.

    Sebagai informasi, pembicaraan saat ini sedang berlangsung antara AS, Rusia, dan Ukraina, untuk berpotensi mengakhiri konflik.

    Meski begitu, di lapangan, pertempuran terus berlangsung antara pasukan Kiev dan Moskow di garis depan.

     

    (oln/nw/*)

              

  • China Kecam Pernyataan Zelensky soal Keterlibatan Warganya dalam Perang Rusia Lawan Ukraina – Halaman all

    China Kecam Pernyataan Zelensky soal Keterlibatan Warganya dalam Perang Rusia Lawan Ukraina – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Pemerintah China mengecam pernyataan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, yang menyebut Beijing mengetahui bahwa sejumlah warga negaranya direkrut oleh Rusia untuk bertempur melawan Ukraina. 

    Tuduhan ini memicu ketegangan baru dalam hubungan antara Kyiv dan Beijing.

    Dalam pernyataannya pada Rabu, Zelensky mengungkap bahwa Ukraina memiliki data rinci mengenai 155 warga negara China yang telah bergabung bersama pasukan Rusia.

    Ia menyebut bahwa informasi ini didukung oleh dokumen paspor serta bukti keterlibatan mereka di medan tempur. 

    Bahkan, dua orang tentara asal Tiongkok disebut telah ditangkap oleh pasukan Ukraina di wilayah Donetsk timur.

    Merespons hal ini, Kementerian Luar Negeri Tiongkok menyampaikan keberatan keras terhadap pernyataan Zelensky. 

    Dalam konferensi pers reguler pada Kamis (10/4/2025), juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Lin Jian, meminta semua pihak untuk menahan diri dari mengeluarkan pernyataan yang tidak bertanggung jawab.

    “Kami menyarankan pihak-pihak terkait untuk mengakui peran Tiongkok dengan benar dan jernih,” ujar Lin, tanpa secara langsung menyebut nama Ukraina ataupun Presiden Zelensky, dikutip dari Channel News Asia.

    Lin juga membantah keras tuduhan bahwa Beijing mengirimkan warganya untuk membantu Rusia dalam perang.

    “Klaim tersebut tidak berdasar pada fakta. Posisi Tiongkok terkait masalah krisis Ukraina sangat jelas dan diakui secara luas oleh masyarakat internasional. Pihak Ukraina perlu melihat dengan benar upaya dan peran konstruktif Tiongkok dalam penyelesaian politik krisis Ukraina. Mengenai pertanyaan Anda tentang apakah kedua pihak telah berkomunikasi satu sama lain, saya tidak memiliki informasi untuk diberikan mengenai hal itu.” kata Lin, dikutip dari laman resmi Kementerian Luar Negeri Republik Rakyat Tiongkok atau fmprc.gov.en.

    Ia menegaskan bahwa China selalu mengimbau warganya untuk tidak terlibat dalam konflik bersenjata dalam bentuk apa pun.

    “Tiongkok bukan pencipta maupun pihak yang terlibat dalam krisis Ukraina. Kami adalah pendukung setia dan promotor aktif penyelesaian damai,” kata Lin.

    Sementara itu, Zelensky memperkuat klaimnya dengan merilis sebuah video di media sosial X yang memperlihatkan interogasi terhadap dua orang tentara asal China yang ditangkap.

    Dalam video tersebut, keduanya berbicara dalam bahasa Mandarin dan mengisahkan bagaimana mereka direkrut, dilatih, dan akhirnya terjun ke medan perang, dikutip dari BBC.

    Salah satu dari mereka mengaku ini adalah pengalaman pertama dalam bertugas dan dalam pertempuran.

    Ia juga menyatakan bahwa dirinya ditangkap bersama seorang tentara Rusia. 

    Sementara yang lain menyebut bahwa ia berada dalam kelompok yang terdiri dari tiga tentara China lainnya, namun kemudian terpisah saat terjadi kekacauan.

    Zelensky menegaskan bahwa perekrutan warga China dilakukan secara terbuka melalui media sosial dan bahwa otoritas Beijing mengetahui hal tersebut.

    “Keterlibatan terang-terangan warga negara Tiongkok dalam permusuhan di wilayah Ukraina selama perang agresi merupakan langkah yang disengaja menuju perluasan perang,” tegas Zelensky.

    Menurut laporan media Ukraina, Ukrainska Pravda, salah satu tawanan membayar sekitar 3.480 USD kepada perantara di Tiongkok untuk bergabung dengan tentara Rusia, dengan tujuan mendapatkan kewarganegaraan Rusia. 

    Ia disebut menerima pelatihan di wilayah Luhansk yang diduduki Rusia, bersama dengan kelompok warga Tiongkok lainnya yang dikabarkan memiliki masalah hukum di negara asalnya.

    China selama ini mengklaim netralitas dalam konflik Rusia-Ukraina, meskipun negara-negara Barat menuduh Beijing mendukung Moskow secara tidak langsung melalui kerja sama ekonomi dan teknologi. 

    Amerika Serikat, misalnya, menuding China membantu Rusia memproduksi amunisi, kendaraan lapis baja, hingga rudal.

    Namun, China menegaskan bahwa mereka tidak menjual senjata mematikan dan selalu berhati-hati dalam mengekspor teknologi dengan kegunaan ganda yang dapat digunakan secara sipil maupun militer, seperti chip komputer dan drone.

    “Tiongkok telah berkomitmen untuk mengakhiri konflik dan mempromosikan perundingan perdamaian. Hal ini sangat jelas dan diakui oleh masyarakat internasional,” tambah Lin Jian.

    Tuduhan keterlibatan warga negara China dalam perang Ukraina menambah kompleksitas di tengah upaya diplomatik internasional untuk mengakhiri konflik.

    Sementara Beijing bersikukuh pada posisi netralnya, Kyiv tampaknya terus mendesak agar keterlibatan tidak langsung China dalam mendukung agresi Rusia mendapat perhatian dunia.

    (Tribunnews.com/Farrah)

    Artikel Lain Terkait China, Volodymyr Zelensky dan Konflik Rusia vs Ukraina

  • Trump Ancam Iran, Rusia Bilang Dunia Mulai Lelah!

    Trump Ancam Iran, Rusia Bilang Dunia Mulai Lelah!

    Jakarta

    Pemerintah Rusia mengatakan bahwa dunia mulai lelah dengan ancaman tak berujung terhadap Iran. Rusia juga menegaskan bahwa membombardir Republik Islam itu tidak akan membawa perdamaian, dan memperingatkan bahwa Teheran telah mengambil tindakan pencegahan.

    Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov mengatakan bahwa Moskow menyadari adanya “retorika yang cukup keras” dan bahwa Teheran mengambil tindakan pencegahan, dan menyarankan agar fokusnya adalah kontak daripada konfrontasi.

    “Memang, dunia mulai lelah dengan ancaman tak berujung terhadap Iran,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova ketika ditanya oleh Reuters untuk mengklarifikasi pendekatan Rusia.

    “Ada pemahaman yang berkembang bahwa pengeboman tidak dapat membuka jalan menuju perdamaian,” imbuhnya, dilansir kantor berita Reuters dan Al-Arabiya, Kamis (10/4/2025).

    Sebelumnya, Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengatakan bahwa Israel akan menjadi “pemimpin” dari kemungkinan serangan militer terhadap Iran, jika Teheran tidak menghentikan program senjata nuklirnya.

    Trump membuat komentar tersebut menjelang pembicaraan terjadwal akhir pekan ini yang melibatkan para pejabat AS dan Iran di kesultanan Timur Tengah, Oman. Trump awal minggu ini mengatakan pembicaraan tersebut akan bersifat “langsung”, sementara Iran menggambarkan keterlibatan tersebut sebagai pembicaraan “tidak langsung” dengan AS.

    “Jika itu membutuhkan militer, kami akan menggunakan militer,” kata Trump. “Israel jelas akan sangat terlibat dalam hal itu. Mereka akan menjadi pemimpinnya. Namun, tidak ada yang memimpin kami, tetapi kami melakukan apa yang ingin kami lakukan,” cetus Trump dilansir The Associated Press dan Al-Arabiya, Kamis (10/4/2025).

    Program nuklir Iran, yang dimulai pada tahun 1950-an dengan dukungan dari sekutunya saat itu, Amerika Serikat, telah lama menjadi subjek perselisihan antara negara-negara besar dunia dan Iran, yang Revolusi Islamnya pada tahun 1979 mengubahnya menjadi salah satu musuh terbesar Washington.

    AS, Israel, dan beberapa negara besar Eropa mengatakan Iran secara diam-diam mencoba mengembangkan senjata nuklir. Pernyataan ini telah dibantah oleh Teheran, yang dalam beberapa tahun terakhir telah membangun kemitraan dengan Rusia, negara dengan kekuatan nuklir terbesar di dunia.

    Presiden Rusia Vladimir Putin telah menjaga hubungan baik dengan Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei, terutama karena Rusia dan Iran dianggap sebagai musuh oleh Barat. Namun, Moskow ingin agar tidak memicu perlombaan senjata nuklir di Timur Tengah.

    Rusia, kata Zakharova, menginginkan “solusi negosiasi yang efektif” yang akan mengurangi kecurigaan Barat tentang program pengayaan uranium Iran, dan memulihkan kepercayaan sambil memastikan keseimbangan kepentingan.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Dituduh Ukraina Bantu Pasukan Rusia, China Ogah Disamakan dengan AS yang Kirim Bantuan Militer – Halaman all

    Dituduh Ukraina Bantu Pasukan Rusia, China Ogah Disamakan dengan AS yang Kirim Bantuan Militer – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – China ogah disamakan dengan Amerika Serikat (AS) dan sekutu Barat setelah dituduh mengirim pasukan ke Rusia untuk berperang melawan Ukraina.

    Sebelumnya, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengklaim pihaknya telah menangkap dua warga negara China yang berperang untuk Rusia.

    “Militer kami menangkap dua warga negara Tiongkok yang sedang bertempur di tentara Rusia,” kata Zelensky melalui akun Telegramnya, Zelenskiy / Official, Selasa (8/4/2025).

    Menanggapi pernyataan Zelensky, Kementerian Luar Negeri China mendesak warganya untuk menghindari zona konflik dan menahan diri dari berpartisipasi dalam perang.

    “Pihak Tiongkok sedang memverifikasi informasi yang relevan dengan pihak Ukraina,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Lin Jian, dikutip dari AFP.

    “Pemerintah Tiongkok selalu meminta warganya untuk menjauh dari wilayah konflik bersenjata (dan) menghindari keterlibatan dalam konflik bersenjata dalam bentuk apa pun,” lanjutnya.

    Lin Jian menegaskan bahwa posisi China terkait krisis di Ukraina sudah sangat jelas dan tegas.

    Ukraina, kata Lin Jian, harus memandang dengan benar upaya dan peran konstruktif China dalam mendorong penyelesaian konflik.

    Beijing menegaskan bahwa mereka adalah pihak netral dalam konflik tersebut dan menyangkal mengirim bantuan mematikan ke kedua pihak.

    Bahkan, China enggan disamakan dengan AS dan sekutu Baratnya yang sering mengirimkan senjata mematikan kepada pihak-pihak yang berseteru.

    Zelensky Buat Tuduhan Baru

    Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky mengklaim bahwa Kyiv memiliki rincian setidaknya 155 warga negara China yang dikerahkan ke garis depan oleh tentara Rusia.

    Zelensky menambahkan bahwa Beijing tahu Rusia sedang merekrut warganya untuk berperang di Ukraina.

    Klaim tersebut muncul beberapa jam setelah Beijing menolak gagasan bahwa warga negara China telah direkrut dalam jumlah besar untuk berperang dengan Rusia.

    “Masalah ‘China’ serius. Ada 155 orang dengan nama dan rincian paspor yang berperang melawan Ukraina di wilayah Ukraina,” kata Zelensky kepada wartawan di Kyiv, dikutip dari France24.

    Sebuah dokumen yang dibagikan oleh seorang pejabat senior Ukraina berisi dugaan nama dan rincian paspor dari 168 warga negara China yang menurut Kyiv telah direkrut oleh tentara Rusia, menurut intelijennya.

    Zelensky mengatakan ia yakin ada “lebih banyak lagi” dan informasi lebih lanjut sedang dikumpulkan.

    “Jelas bagaimana mereka merekrut orang-orang Rusia. Salah satu skemanya adalah melalui media sosial, khususnya TikTok dan jejaring sosial Tiongkok lainnya, tempat orang-orang Rusia mendistribusikan iklan,” kata Zelensky.

    Presiden Ukraina mengatakan Rusia berusaha “menyeret” China ke dalam perang di Ukraina, seraya mencatat bahwa Moskow telah memperluas konflik dengan merekrut pasukan Korea Utara untuk berperang di pihaknya.

    “Ini adalah kesalahan kedua Rusia. Yang pertama adalah Korea Utara. Mereka menyeret negara lain ke dalam perang.”

    “Saya yakin mereka sekarang menyeret China ke dalam perang ini,” kata Zelensky.

    Ia menambahkan bahwa Ukraina siap menukar dua tawanan perang China dengan tentara Ukraina yang ditangkap.

    (*)

  • Rusia Seret China ke Dalam Perang Ukraina

    Rusia Seret China ke Dalam Perang Ukraina

    Jakarta

    Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan Rusia menyeret China ke dalam perang dengan Ukraina. Dia menuduh Moskow telah merekrut lebih dari 150 warga negara China untuk berperang terhadap tentaranya.

    “Ini adalah kesalahan kedua Rusia. Yang pertama adalah Korea Utara. Mereka menyeret negara lain ke dalam perang. Saya yakin bahwa mereka sekarang menyeret China ke dalam perang ini,” kata Zelensky kepada wartawan di Kyiv seperti dilansir AFP, Kamis (10/4/2025).

    Zelensky menyebut pihaknya memiliki rincian lebih dari 150 warga negara China yang telah dikerahkan ke garis depan. Hal itu disampaikan sehari setelah mengklaim tentara Ukraina telah menangkap dua warga negara China yang bertempur di wilayah Donetsk timur.

    Dia menambahkan Ukraina siap menukar dua tahanan perang China dengan tentara Ukraina yang ditangkap.

    Kritik baru terhadap Rusia dan China muncul beberapa jam setelah Beijing menolak gagasan bahwa warga negaranya telah direkrut dalam jumlah besar untuk berperang dengan Rusia, dan memperingatkan warga negara China untuk menghindari keterlibatan dalam konflik bersenjata.

    Menurut Kyiv, Korea Selatan, dan intelijen Barat, Pyongyang tahun lalu mengirim lebih dari 10.000 tentaranya untuk mendukung tentara Rusia setelah Ukraina melancarkan serangan lintas batas di wilayah Kursk barat.

    Sebuah dokumen yang dibagikan kepada AFP oleh seorang pejabat senior Ukraina berisi dugaan nama dan detail paspor dari 168 warga negara China yang menurut Kyiv telah direkrut oleh tentara Rusia, menurut intelijennya.

    Zelensky mengatakan dia yakin ada lebih banyak lagi dan bahwa informasi lebih lanjut sedang dikumpulkan.

    “Jelas bagaimana mereka merekrut mereka. Salah satu skemanya adalah melalui media sosial, khususnya TikTok dan jejaring sosial China lainnya, tempat orang Rusia mendistribusikan iklan,” kata Zelensky.

    “Beijing menyadari hal ini,” tambahnya.

    Zelensky juga mengatakan bahwa pasukan Ukraina telah melancarkan serangan terhadap wilayah Belgorod milik Rusia. Serangan itu untuk mencegah Moskow meningkatkan serangannya terhadap wilayah perbatasan Ukraina sendiri.

    “Langkah-langkah yang kami ambil ke arah Belgorod adalah tepat untuk mencegah Rusia melancarkan serangan baru, baik ke arah Kharkiv maupun Sumy,” kata Zelensky.

    (lir/lir)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • AS Mau Tarik Mundur 10.000 Tentara dari Pintu Rusia, Daya Cegah NATO Melemah di Eropa Timur – Halaman all

    AS Mau Tarik Mundur 10.000 Tentara dari Pintu Rusia, Daya Cegah NATO Melemah di Eropa Timur – Halaman all

    AS Mau Tarik Mundur 10.000 Tentara dari Pintu Rusia, Daya Cegah NATO Melemah di Eropa Timur
     
    TRIBUNNEWS.COM – Departemen Pertahanan Amerika Serikat (AS) sedang mempertimbangkan perubahan signifikan dalam postur militernya dalam konteks peran mereka di aliansi negara-negara NATO.

    AS dilaporkan mempertimbangkan penarikan hingga 10.000 tentara dari Eropa Timur, menurut beberapa sumber yang mengetahui wacana tersebut.

    Eropa Timur merupakan pintu depan Rusia, negara yang diwaspadai negara-negara NATO merujuk aksi ekspansi pasukan Moskow di Ukraina.

    Perkembangan ini, yang dilaporkan oleh NBC News, Selasa (8/4/2025), terjadi hanya tiga tahun setelah pemerintahan Biden memperkuat wilayah tersebut dengan pasukan tambahan pada tahun 2022 untuk melawan invasi Rusia ke Ukraina.

    Para pejabat Eropa telah menyatakan kekhawatiran, memperingatkan kalau langkah tersebut dapat membuat Presiden Rusia Vladimir Putin semakin berani di tengah meningkatnya ketegangan.

    Seth Jones, wakil presiden senior di Pusat Studi Strategis dan Internasional [CSIS], telah memperingatkan bahwa “pengurangan pasukan Amerika akan melemahkan pencegahan,” sebuah pernyataan yang menggarisbawahi risiko besar bagi NATO.

    AS Bukan Lagi Penyelamat NATO

    Potensi penarikan mundur pasukan AS ini menandakan perubahan yang dapat membentuk kembali lanskap operasional NATO dan prioritas strategis Amerika, sehingga menimbulkan pertanyaan tentang logistik, teknologi, dan papan catur geopolitik yang lebih luas.

    Momen ini bermula pada Februari 2022, ketika invasi besar-besaran Rusia ke Ukraina memicu respons cepat AS.

    Presiden AS saat itu, Joe Biden mengizinkan pengerahan sekitar 20.000 pasukan tambahan ke Eropa Timur, sehingga total kehadiran Amerika di benua itu menjadi sekitar 100.000.

    Pengerahan pasukan ini, yang terpusat di negara-negara seperti Polandia, Rumania, dan negara-negara Baltik, bertujuan untuk meyakinkan sekutu NATO dan mencegah agresi Rusia lebih lanjut.

    Apa saja rincian pasukan AS di Eropa?

    “Pasukan tersebut mencakup gabungan infanteri, unit lapis baja, dan aset penerbangan, yang dirancang untuk memproyeksikan kekuatan di sepanjang sisi timur NATO,” tulis ulasan situs militer BM.

    Kini, dengan Pentagon yang mempertimbangkan pengurangan hingga setengah dari lonjakan tahun 2022 itu, implikasi terhadap kesiapan militer dan kohesi aliansi menjadi semakin jelas.

    Dari sudut pandang logistik, penarikan 10.000 tentara dari Eropa Timur akan memerlukan pemisahan unit dan peralatan yang cermat.

    Meskipun rincian pastinya masih dirahasiakan, data publik memberikan beberapa petunjuk tentang jejak AS saat ini.

    Pada pertengahan tahun 2024, Komando Eropa Amerika Serikat [EUCOM] mengawasi sekitar 65.000 pasukan AS yang ditugaskan secara permanen, ditambah dengan pasukan rotasi yang meningkatkan jumlah total menjadi lebih dari 100.000 selama puncak penempatan pasukan terkait situasi Perang Ukraina. 

    Polandia menjadi tuan rumah sebagian besar pasukan AS ini, dengan Komando Depan Korps V di Poznań yang berfungsi sebagai pusat perencanaan operasional.

    Sementara itu, Rumania mendukung kehadiran bergilir unit Stryker —pasukan infantri AS yang sangat mobile yang dilengkapi dengan kendaraan lapis baja beroda Stryker, platform seberat 19 ton yang dipersenjatai dengan meriam 30 mm atau rudal anti-tank Javelin, yang mampu melaju hingga kecepatan 60 mil per jam.

    Unit-unit ini, yang dirancang untuk pengerahan cepat, telah menjadi kunci bagi strategi pencegahan NATO.

    “Penarikan pasukan AS dapat berarti pengurangan formasi unit infanteri tersebut, yang berpotensi mengurangi kemampuan Angkatan Darat untuk merespons krisis di wilayah tersebut dengan cepat,” ulas BM menjelaskan risiko yang dihadapi kalau AS benar-benar mengurangi jumlah pasukan mereka di Eropa.

    Pertahanan Eropa Bakal Melemah

    Konsekuensi jika AS menarik sebagian pasukannya ini bukan sekadar angka prajurit, tetap juga memengaruhi kekuatan persenjataan Eropa.

    “Kehadiran AS mencakup kemampuan penting seperti sistem pertahanan udara Patriot, yang dikerahkan di Polandia sejak 2022 untuk melawan ancaman rudal Rusia,” kata BM.

    Patriot, sistem persenjataan jarak jauh dan ketinggian tinggi, dapat melacak dan mencegat rudal balistik pada jarak lebih dari 100 mil, menawarkan perisai terhadap rudal Iskander yang ditempatkan Rusia di Kaliningrad, hanya 300 mil dari Warsawa. 

    “Menghapus sebagian saja dari aset ini dapat meninggalkan celah dalam payung pertahanan NATO, yang memaksa sekutu untuk memikirkan kembali penempatan mereka sendiri,” ulas BM.

    Demikian pula, Resimen Kavaleri ke-2 AS, yang bermarkas di Jerman tetapi sering bergiliran di Eropa Timur, mengerahkan infanteri berkuda Stryker.

    “Penarikannya yang potensial dapat mengurangi kehadiran pasukan darat yang telah menenangkan negara-negara seperti Lithuania, di mana kenangan pendudukan Soviet masih terasa kuat,” kata laporan itu.

    Drone MQ-9 Reaper AS saat terbang di udara. Drone dengan kemampuan pengintaian dan penyerangan ini diklaim kelompok Houthi Yaman sudah lima yang mereka tembak jatuh sejak operasi blokade Laut Merah dilaksanakan. (khaberni/HO)

    Lebih Andalkan Teknologi Ketimbang Pasukan Lapangan

    Selain pengerahkan pasukan di lapangan, Pentagon mengisyaratkan memberi pertimbangan ke NATO untuk kemungkinan pergeseran ke arah solusi yang digerakkan oleh teknologi. 

    Selama dekade terakhir, militer AS telah berinvestasi besar dalam sistem tanpa awak, pengawasan satelit, dan kemampuan serangan presisi untuk mengimbangi tenaga manusia tradisional.

    Drone MQ-9 Reaper, misalnya, telah menjadi andalan operasi Amerika di seluruh dunia.

    Dengan lebar sayap 66 kaki dan jangkauan 1.150 mil, Reaper dapat terbang hingga 24 jam, melepaskan rudal Hellfire atau melakukan penyisiran intelijen.

    Di Eropa Timur, platform semacam itu telah mendukung pemantauan NATO terhadap pergerakan Rusia di sepanjang perbatasan Ukraina.

    Inisiatif Replicator Pentagon, yang diluncurkan pada tahun 2023, bertujuan untuk mengerahkan ribuan pesawat nirawak berbiaya rendah pada tahun 2026, yang berpotensi memungkinkan AS untuk mempertahankan kewaspadaan situasional bahkan dengan jumlah pasukan yang lebih sedikit.

    “Jika penarikan (pasukan manusia oleh AS) ini berlanjut, hal itu dapat mempercepat penyebaran sistem tersebut, yang mencerminkan tren yang lebih luas dalam menggantikan kehadiran manusia dengan mesin.

    Sistem Rudal Polandia yang di kota Rzeszow yang akan dipindah AS ke Ukraina, namun ditolak karena menjadi pengaman logistik militer untuk Ukraina (CZYTAJRZESZOW.PL – BEZPIECZEŃSTWO)

    Negara-Negara Eropa Tersentak

    Namun, sekutu Eropa mungkin tidak melihat pesawat nirawak dan satelit sebagai pengganti penuh bagi tentara lapangan.

    Wacana AS ini kemudian menyentak negara-negara Eropa untuk lebih mengandalkan kekuatan mereka sendiri.

    Polandia, yang telah muncul sebagai poros pertahanan timur NATO, telah memperkuat militernya sendiri dalam beberapa tahun terakhir.

    Angkatan Bersenjata Polandia kini beranggotakan lebih dari 200.000 personel aktif, didukung oleh anggaran pertahanan sebesar $14 miliar pada tahun 2025—sekitar 4 persen dari PDB, dua kali lipat dari pedoman NATO sebesar 2%.

    Persenjataan Polandia meliputi 250 tank Leopard 2, raksasa buatan Jerman yang beratnya 62 ton, dan dipersenjatai dengan meriam laras halus 120 mm, yang mampu menembus lapisan baja modern pada jarak hingga 3 mil.

    Rumania juga telah melangkah maju, menjadi tuan rumah bagi situs pertahanan rudal Aegis Ashore milik NATO sejak 2016, versi darat dari sistem pencegat SM-3 milik Angkatan Laut.

    Namun, negara-negara ini bergantung pada integrasi AS untuk memaksimalkan efektivitas mereka.

    “Penarikan pasukan AS dapat mendorong mereka untuk mempercepat latihan gabungan atau membeli perangkat keras tambahan, meskipun keterbatasan anggaran dan jadwal produksi dapat membatasi kelincahan mereka.\,” tulis ulasan BM

    Negara-negara Baltik—Estonia, Latvia, dan Lithuania—menghadapi kenyataan yang lebih pahit.

    Dengan jumlah penduduk gabungan hanya 6 juta jiwa, militer mereka kecil tetapi tangguh. Estonia, misalnya, memiliki K9 Thunder, howitzer gerak sendiri Korea Selatan dengan meriam 155 mm dan jangkauan 25 mil, yang diperoleh pada tahun 2024 untuk memperkuat pencegahannya terhadap pasukan Rusia yang berkekuatan 700.000 orang di Ukraina.

    Sebagai konteks, negara-negara ini telah menjadi tuan rumah bagi unit-unit rotasi AS seperti Brigade Lintas Udara ke-173, pasukan terjun payung yang dilatih untuk diterjunkan dengan cepat ke zona-zona yang diperebutkan.

    “Kehilangan pertahanan Amerika itu dapat mengungkap kerentanan, terutama mengingat kedekatan Rusia—perbatasannya dengan Lithuania terletak hanya 150 mil dari Vilnius. NATO telah berjanji untuk beradaptasi, tetapi pertanyaannya tetap apakah pasukan Eropa dapat mengisi kekosongan itu dengan cukup cepat?” ulasan BM menyoroti kerentanan pertahanan negara-negara NATO.

    Fokus AS Berubah

    Secara historis, kehadiran AS di Eropa mengalami pasang surut seiring dengan ancaman global.

    Selama Perang Dingin, Amerika menempatkan lebih dari 300.000 tentara di benua itu, mencapai puncaknya pada 400.000 pada tahun 1950-an sebagai benteng melawan Uni Soviet.

    Runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1991 memicu penarikan pasukan, sehingga mengurangi total pasukan menjadi 62.000 pada tahun 2015.

    Aneksasi Rusia atas Krimea pada tahun 2014 membalikkan tren tersebut, yang mendorong pemerintahan Obama untuk meluncurkan Operasi Atlantic Resolve, serangkaian rotasi yang membawa tank Abrams dan  kendaraan tempur Bradley kembali ke Polandia dan negara-negara Baltik.

    M1A2 Abrams, tank raksasa seberat 68 ton dengan meriam 120 mm dan lapis baja komposit canggih, tetap menjadi simbol komitmen Amerika.

    Mesin turbin gasnya boros bahan bakar—hingga 2 galon per mil—tetapi menghasilkan dominasi medan perang yang tak tertandingi.

    “Lonjakan bantuan dari Biden pada tahun 2022 dibangun di atas fondasi itu, hanya untuk proposal saat ini yang menyarankan pengurangan sebagian,” kata laporan tersebut menyoroti pergeseran sikap AS ke NATO.

    Potensi ditarik mundurnya sebgaian pasukan AS dari Eropa ini tidak terjadi begitu saja.

    Hal ini bertepatan dengan reorientasi strategis ke Indo-Pasifik, di mana peningkatan kekuatan militer Tiongkok menimbulkan tantangan yang semakin besar.

    Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) China memiliki 2 juta tentara aktif dan angkatan laut yang terdiri dari 370 kapal, termasuk kapal perusak Tipe 055, kapal seberat 12.000 ton yang dipersenjatai dengan 112 sel peluncur vertikal untuk rudal.

    Sebaliknya, militer Rusia, meskipun tangguh di Eropa, telah digempur oleh Ukraina, kehilangan lebih dari 600.000 korban sejak 2022, menurut perkiraan AS.

    Pentagon mungkin melihat ini sebagai momen untuk mengalihkan sumber daya—mungkin mengalihkan kapal induk seperti USS Gerald R. Ford, dengan 4.500 pelaut dan pesawat tempur F-35C, ke Laut Cina Selatan.

    Langkah tersebut akan sejalan dengan retorika bipartisan selama bertahun-tahun yang memprioritaskan Asia daripada Eropa, sebuah sikap yang digaungkan oleh pidato Menteri Pertahanan Pete Hegseth pada bulan Februari 2025 di Brussels, di mana ia menyatakan bahwa “realitas strategis yang nyata” menuntut fokus untuk melawan Tiongkok.

    “Namun, dampak berantainya bisa melampaui Moskow dan Beijing. Jejak AS yang lebih kecil di Eropa Timur mungkin memberi isyarat kepada sekutu seperti Jepang dan Korea Selatan bahwa komitmen Amerika dapat dinegosiasikan, terutama di bawah pemerintahan yang skeptis terhadap keterlibatan di luar negeri,” tulis BM mengulas efek perubahan sikap dan fokus AS ini.

    Hal itu juga dapat memberanikan aktor yang lebih kecil—Iran, misalnya, yang telah memasok Rusia dengan pesawat nirawak Shahed—atau mempersulit peran Turki di NATO, mengingat posisinya yang berada di antara Timur dan Barat.

    Pentagon bersikeras akan berkonsultasi dengan sekutu, tetapi para pemimpin Eropa sudah mulai kewalahan.

    Presiden Prancis Emmanuel Macron, berbicara kepada Financial Times pada bulan Februari 2025, menyebut kembalinya pemerintahan Trump sebagai “kejutan listrik” bagi Eropa, dan mendesak UE untuk memperkuat pertahanannya sendiri.

    Pesawat siluman F-35 (OFER ZIDON/FLASH90)

    Eropa Kehilangan Senjata-Senjata Ampuh

    Perangkat keras militer apa yang mungkin akan tetap ada atau disingkirkan seiring wacana AS menarik mundur pasukan dari Eropa? 

    F-35A Lightning II, pesawat tempur siluman dengan jangkauan 1.200 mil dan fusi sensor yang menghubungkannya dengan aset darat dan udara, telah menerbangkan misi pencegahan di atas Polandia sejak 2022.

    Dengan biaya $80 juta per unit, ini adalah aset yang sangat berharga—Su-57 Felon Rusia, pesaing terdekatnya, tertinggal dalam hal kemampuan siluman dan produksi, dengan jumlah yang beroperasi kurang dari 20 unit pada tahun 2025.

    Pengurangan rotasi F-35 dapat menyebabkan hilangnya keunggulan udara, meskipun AS mungkin mengimbanginya dengan pesawat pengebom B-21 Raider, platform siluman generasi berikutnya yang akan mulai beroperasi pada tahun 2027.

    Tank Bradley buatan AS yang dikirim ke Ukraina. /Foto: Militer AS (Via BI)

    Di darat, M2 Bradley, kendaraan tempur infanteri seberat 34 ton dengan senapan rantai 25 mm dan rudal TOW, telah berlatih bersama unit Polandia dan Rumania. Penarikannya akan melemahkan kekuatan lapis baja NATO, terutama terhadap tank T-90 Rusia, yang memiliki lapis baja reaktif dan senapan 125 mm.

    “Ke depannya, langkah Pentagon selanjutnya akan mengungkap kalkulasinya. Dalam 30 hingga 60 hari, kita mungkin akan melihat rotasi pasukan disesuaikan atau kontrak baru ditandatangani—mungkin untuk rudal hipersonik Raytheon, yang melaju dengan kecepatan Mach 5 dan dapat mencapai Moskow dari Polandia dalam hitungan menit,” kata ulasan BM.

    Respons NATO juga akan sama meyakinkannya.

    “Akankah Jerman, dengan Bundeswehr yang beranggotakan 183.000 orang, akhirnya memenuhi janjinya untuk membentuk dua divisi bagi aliansi tersebut? Akankah kenaikan anggaran pertahanan Uni Eropa sebesar €250 miliar, yang diusulkan pada Februari 2025 menurut Bruegel, terwujud? Pertanyaan-pertanyaan ini terus muncul saat AS mempertimbangkan perannya di kawasan yang telah mengandalkan kekuatannya selama delapan dekade,” ulas BM.

    “Pada akhirnya, potensi penarikan pasukan AS ini mencerminkan sebuah negara di persimpangan jalan. Ini bukan hanya tentang 10.000 tentara atau beberapa tank—ini tentang visi Amerika tentang posisi globalnya di era ancaman yang saling bersaing,” lanjut ulasan tersebut.

    Jika benar AS mengeksekusi penarikan pasukannya ini, penurunan logistik, perubahan teknologi, dan pembagian beban dengan sekutu, adalah faktor-faktor yang mengarah pada kalibrasi ulang kekuatan NATO, bukan kemunduran, meski negara-negara Eropa tidak dapat dipungkiri merasa was-was atas wacana AS ini. 

    “Kegelisahan di Warsawa, Bukares, dan Tallinn terasa nyata, sebuah pengingat bahwa pencegahan lebih banyak berkaitan dengan kehadiran daripada kemampuan.”

    “Untuk saat ini, pertimbangan Pentagon menawarkan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban: Dapatkah teknologi benar-benar menggantikan pasukan di darat? Akankah Eropa bangkit menghadapi tantangan tersebut? Dan berapa harga yang mungkin harus dibayar jika keseimbangan berubah terlalu jauh dan terlalu cepat? Sejarah menunjukkan bahwa jawaban tersebut akan membentuk lebih dari sekadar nasib Eropa Timur,” tutup ulasan BM.

     

    (oln/bm/*)

     

  • Trump Ancam Iran, Rusia Bilang Dunia Mulai Lelah!

    Trump Ancam Pajak 100% untuk Raksasa Pembuat Chip Taiwan

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengancam akan mengenakan pajak 100% untuk raksasa chip Taiwan TSMC jika mereka tak membuat pabrik di Amerika.

    Berbicara di acara Republican National Congressional Committee, Trump mengkritisi Presiden Joe Biden. Pendahulunya itu dikritik karena memberikan insentif USD 6,6 miliar ke untuk pembangunan pabrik TSMC di Phoenix, Arizona. Padahal, menurut Trump, TSMC tak membutuhkan insentif tersebut.

    “Saya tidak memberikan uang ke TSMC…yang saya lakukan adalah bilang, jika kamu tak membangun pabrik di sini, kamu akan membayar pajak yang besar,” kata Trump.

    TSMC menolak berkomentar soal pernyataan Trump ini, demikian dikutip detikINET dari Reuters, Rabu (9/4/2025).

    Pada Maret lalu TSMC menyebut akan menginvestasikan USD 100 miliar di Amerika Serikat. Dalam investasi itu termasuk membangun lima fasilitas produksi chip baru dalam beberapa tahun ke depan.

    Namun investasi TSMC di Amerika itu pun tak disambut baik di negara asalnya. Mantan Presiden Taiwan Ma Ying-jeou, pun menuduh Partai Progresif Demokratik (DPP) yang berkuasa menjual TSMC ke Trump sebagai biaya perlindungan.

    “Ini krisis keamanan nasional besar,” sebut Ma, anggota partai oposisi Kuomintang (KMT) tak lama setelah upacara penandatanganan di Gedung Putih. “Ini akan berdampak negatif signifikan pada kepercayaan masyarakat, hubungan lintas selat, dan posisi geopolitik Taiwan di masa depan”.

    Ia takut kalau perusahaan andalan Taiwan itu kemudian “jatuh” ke tangan Amerika Serikat.

    TSMC memproduksi lebih dari 90% mikrocip canggih dunia, otak segala hal mulai dari smartphone, AI, hingga senjata. Itulah sebabnya banyak orang di Taiwan yakin ketergantungan global pada semikonduktornya berfungsi sebagai perisai silikon dan mencegah potensi invasi China.

    Namun di sisi lain, Taiwan bergantung pada dukungan militer dan politik AS. Retorika Trump telah menimbulkan ketidakpastian atas masa depan hubungan AS-Taiwan. Ia berulang kali menuduh Taiwan mencuri industri semikonduktor AS sambil mengatakan Taiwan harus membayar AS untuk perlindungan.

    Bagi banyak warga Taiwan, kekhawatiran akan bernasib seperti Ukraina yang diserang Rusia makin bergema saat menyaksikan Trump bersikap hangat terhadap Moskow dan mengasingkan sekutu tradisional Eropa. Orang Taiwan melihat persamaan dengan Ukraina, keduanya menghadapi ancaman eksistensial dari tetangga agresif.

    (asj/asj)

  • Perang Rusia-Ukraina Hari ke-1.141: Delegasi AS dan Rusia Gelar Pembicaraan di Istanbul Besok – Halaman all

    Perang Rusia-Ukraina Hari ke-1.141: Delegasi AS dan Rusia Gelar Pembicaraan di Istanbul Besok – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Perang Rusia-Ukraina yang dimulai sejak 24 Februari 2022 telah memasuki hari ke-1.141 pada Rabu (9/4/2025).

    Delegasi Amerika Serikat (AS) dan Rusia dijadwalkan menggelar pembicaraan penting di Istanbul pada Kamis (10/4/2025), The Guardian melaporkan.

    Senat Amerika Serikat telah mengonfirmasi penunjukan Elbridge Colby sebagai penasihat kebijakan utama di Departemen Pertahanan (Pentagon).

    Perang Rusia-Ukraina Hari ke-1.141:

    Pertemuan delegasi AS dan Rusia  bertujuan untuk membahas pemulihan beberapa operasi diplomatik yang telah dibatasi secara signifikan sejak invasi Rusia ke Ukraina.

    Konfirmasi mengenai pertemuan tersebut disampaikan oleh Departemen Luar Negeri AS, sebagaimana dilansir oleh berbagai media internasional.

    Pembicaraan ini dipandang sebagai langkah awal untuk memperbaiki jalur komunikasi bilateral yang selama ini terganggu akibat ketegangan geopolitik.

    Sejak Moskow melancarkan invasi ke Ukraina pada Februari 2022, hubungan diplomatik antara kedua negara semakin memburuk.

    Banyak staf kedutaan yang ditarik, serta sejumlah layanan konsuler penting terhenti atau dibatasi.

    Washington dan Moskow disebut akan fokus pada isu-isu teknis terkait operasional diplomatik, seperti pengelolaan visa, logistik diplomatik, serta penempatan staf yang tersisa di kedutaan besar masing-masing.

    Meski tidak mencakup negosiasi soal konflik Ukraina secara langsung, pertemuan ini tetap dinilai penting sebagai upaya membangun kembali jalur komunikasi dasar di tengah memanasnya hubungan kedua negara.

    Belum ada informasi resmi mengenai siapa saja pejabat tinggi yang akan hadir dalam pembicaraan tersebut.

    Analis menilai pertemuan ini mencerminkan adanya keinginan dari kedua pihak untuk menghindari keretakan total hubungan diplomatik, yang bisa berdampak lebih luas pada stabilitas global.

    Elbridge Colby Dikonfirmasi Jadi Penasihat Pentagon

    Senat AS telah mengonfirmasi penunjukan Elbridge Colby sebagai penasihat kebijakan utama di Departemen Pertahanan (Pentagon).

    Keputusan ini diambil meskipun sejumlah senator menyuarakan kekhawatiran atas pandangan kontroversial Colby terkait Rusia dan Presiden Vladimir Putin.

    Seperti dilaporkan sejumlah media AS, Colby sebelumnya sempat meragukan apakah Rusia benar-benar menginvasi Ukraina.

    Pernyataannya itu dianggap menggemakan narasi keliru yang disebarkan Kremlin.

    Dalam beberapa kesempatan, Colby menghindari menjawab langsung saat ditanya apakah ia meyakini bahwa Rusia telah menginvasi Ukraina.

    Namun, akhirnya ia mengakui bahwa invasi memang terjadi.

    Meski sikap awalnya menuai kritik, Colby tetap mendapat konfirmasi dari mayoritas anggota Senat untuk menduduki posisi strategis dalam merumuskan kebijakan pertahanan nasional.

    Penunjukan ini dinilai sensitif, mengingat ketegangan global yang masih berlangsung akibat invasi Rusia ke Ukraina sejak 2022.

    Para pengamat menilai bahwa posisi Colby ke depan akan diawasi ketat, terutama dalam menyikapi isu-isu yang berkaitan dengan agresi militer dan keamanan global.

    Rusia Klaim Kuasai Hampir Seluruh Wilayah Kursk Barat

    Rusia mengklaim hampir sepenuhnya merebut kembali kendali atas wilayah Kursk barat, menyusul pengusiran pasukan Ukraina dari salah satu benteng terakhir mereka di kawasan tersebut.

    Informasi ini disampaikan oleh Kementerian Pertahanan Rusia, seperti dilaporkan sejumlah media internasional.

    Dalam sebuah video yang dirilis oleh kementerian, ditampilkan momen yang mereka klaim sebagai perebutan kembali permukiman Guyevo.

    Video tersebut disertai musik dramatis dan memperlihatkan kepulan asap dari bangunan-bangunan yang hancur.

    Salah satu adegan menunjukkan seorang tentara Rusia mengibarkan bendera dari jendela gereja Ortodoks yang rusak berat.

    Pasukan Rusia juga terlihat melakukan pemeriksaan dari rumah ke rumah, untuk memastikan tidak ada tentara Ukraina yang masih bersembunyi di area tersebut.

    Ukraina Belum Beri Tanggapan soal Rusia Kuasai Kursk

    Hingga kini, pihak Ukraina belum memberikan komentar resmi atas klaim terbaru dari Rusia.

    Namun dalam pernyataan terpisah, Staf Umum Ukraina mengatakan bahwa angkatan udara mereka telah melancarkan serangan terhadap kompleks hanggar dan bangunan militer di wilayah yang sama.

    Fasilitas tersebut disebut digunakan oleh operator drone dan teknisi perawatan militer Rusia.

    Perebutan wilayah Kursk barat ini menjadi bagian dari dinamika terbaru di garis depan pertempuran antara kedua negara yang telah berlangsung lebih dari dua tahun.

    Masing-masing pihak terus saling melancarkan klaim dan serangan untuk menunjukkan dominasi militer mereka di wilayah perbatasan.

    Serangan Drone Besar-Besaran Rusia di Dnipro dan Kharkiv Lukai Belasan Warga Sipil

    Pasukan Rusia kembali melancarkan serangan udara besar-besaran menggunakan pesawat nirawak (drone) ke sejumlah kota di Ukraina, termasuk Dnipro dan Kharkiv, pada Selasa (8/4/2025) malam.

    Serangan tersebut menyebabkan kebakaran besar, kerusakan infrastruktur dan melukai sedikitnya 17 warga sipil, menurut laporan pejabat daerah yang dikutip oleh Reuters.

    Di Kota Dnipro, serangan memicu kobaran api yang menghanguskan rumah-rumah dan kendaraan warga.

    Sebanyak 14 orang dilaporkan terluka, ungkap Gubernur Dnipropetrovsk, Serhiy Lysak, melalui kanal resmi Telegram-nya.

    Sementara itu, di Kota Kharkiv, serangan serupa juga menyebabkan kerusakan dan korban luka, meskipun belum dirinci jumlah pasti korban di wilayah tersebut.

    Di bagian timur Ukraina, wilayah Donetsk—yang telah menjadi garis depan konflik sepanjang 1.000 km selama lebih dari tiga tahun terakhir—juga dilanda serangan.

    Kawasan permukiman di Kramatorsk menjadi sasaran dan pejabat setempat menyebutkan bahwa sejumlah warga mengalami luka akibat serangan itu.

    Serangan terbaru ini menambah daftar panjang serangan udara yang menargetkan wilayah sipil di Ukraina, memperlihatkan eskalasi berkelanjutan dalam konflik antara Rusia dan Ukraina.

    Ukraina Tembak Jatuh 32 Drone Shahed Rusia dalam Serangan Udara Besar-Besaran

    Pasukan pertahanan udara Ukraina berhasil menangkis serangan udara besar-besaran yang diluncurkan Rusia pada Rabu (9/4/2025) dini hari, Suspilne melaporkan.

    Dilaporkan oleh Angkatan Udara Angkatan Bersenjata Ukraina, total sebanyak 32 drone serang Shahed buatan Iran berhasil ditembak jatuh dalam serangan yang terjadi Selasa (8/4/2025) mulai pukul 20.00 malam waktu setempat.

    Dalam total serangan tersebut, Rusia mengerahkan 55 drone tempur Shahed dan sejumlah drone simulator dari beberapa lokasi, termasuk Kursk, Millerovo, dan Primorsko-Akhtarsk di Rusia, serta Chauda di wilayah Krimea.

    Selain yang berhasil dihancurkan, 8 drone lainnya dinyatakan hilang di lapangan, tanpa menimbulkan dampak tambahan.

    Pihak Ukraina menyatakan serangan ini berhasil ditangkis berkat kombinasi kekuatan dari pasukan udara, rudal antipesawat, unit perang elektronik, dan tim penembak bergerak dari Pasukan Pertahanan Ukraina.

    “Hingga pukul 08.30 pagi, penembakan jatuh 32 UAV serang Shahed telah dikonfirmasi di wilayah utara dan timur Ukraina,” demikian pernyataan resmi yang disampaikan Angkatan Udara.

    Wilayah yang terdampak serangan terutama adalah Kharkiv dan Dnipropetrovsk, dua kawasan strategis yang selama ini kerap menjadi sasaran dalam konflik berkepanjangan antara Rusia dan Ukraina.

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)