kab/kota: Moskow

  • Jika Eropa Ingin Memulai Perang, Rusia Siap Sekarang Juga

    Jika Eropa Ingin Memulai Perang, Rusia Siap Sekarang Juga

    Jakarta

    Presiden Rusia Vladimir Putin melontarkan pernyataan keras terhadap negara Eropa yang dianggapnya mengganggu upaya kesepakatan damai Rusia dan Ukraina. Putin bahkan mengaku siap berperang jika Eropa ingin memulai perperangan.

    Dilansir AFP dan Reuters, Selasa (2/12/2025), hal itu disampaikan Putin menjelang pertemuannya dengan utusan Amerika Serikat (AS) Steve Witkoff dan menantu Presiden Donald Trump, Jared Kushner, di Moskow. Pertemuan itu akan membahas langkah terkini dari proposal perdamaian Rusia dan Ukraina yang digagas AS.

    “Kami tidak berencana berperang dengan Eropa, tetapi jika Eropa menginginkannya dan memulainya, kami siap sekarang juga,” kata Putin.

    Putin mengatakan kekuatan-kekuatan Eropa telah mengunci diri dari perundingan damai Ukraina karena mereka telah memutuskan kontak dengan Rusia.

    “Mereka berada di pihak yang berperang,” kata Putin.

    Menantu sekaligus utusan khusus Donald Trump, Jared Kushner menuju Kremlin pada hari Selasa untuk perundingan berisiko tinggi mengenai serangan Moskow di Ukraina.

    Jared Kushner dan utusan Steve Witkoff dijadwalkan bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin setelah berhari-hari diplomasi yang hingar bingar dari Florida, Jenewa, hingga Abu Dhabi, membuat Washington “optimis” bahwa pertemuan itu dapat membantu mengakhiri konflik paling berdarah di Eropa sejak Perang Dunia II.

    Mereka diperkirakan akan menyampaikan kepada Putin versi baru rencana AS untuk mengakhiri perang, yang telah dibahas dalam beberapa hari terakhir setelah versi sebelumnya menimbulkan kekhawatiran di Kyiv dan di tempat lain di Eropa bahwa AS telah memberikan terlalu banyak konsesi kepada Moskow.

    Delegasi Ukraina kemudian dapat bertemu dengan Witkoff dan Kushner secepatnya pada hari Rabu (3/12), kemungkinan di Brussel, kata seorang pejabat senior Kyiv kepada AFP.

    (ygs/jbr)

  • Memanas! Rusia Rebut Kota Pusat Logistik Militer Ukraina

    Memanas! Rusia Rebut Kota Pusat Logistik Militer Ukraina

    Moskow

    Pemerintah Rusia mengklaim pasukannya berhasil merebut dua kota penting di wilayah Ukraina, saat invasi militer terus berlanjut. Kedua kota penting itu terdiri atas Pokrovsk di sebelah timur, yang merupakan kota pusat logistik militer utama bagi Ukraina, dan Vovchansk yang terletak di timur laut negara tersebut.

    Klaim keberhasilan di medan perang itu, seperti dilansir AFP, Selasa (2/12/2025), diumumkan langsung oleh Kremlin dalam postingan via Telegram pada Senin (1/12) waktu setempat.

    Klaim Moskow tersebut semakin meningkatkan tekanan terhadap Ukraina saat negara itu berupaya mendapatkan dukungan Amerika Serikat (AS) dalam negosiasi menegangkan untuk mengakhiri perang.

    Pokrovsk, yang menjadi pusat pertemuan jalan raya dan rel kereta api di wilayah Donetsk, telah menjadi target operasi militer Rusia yang intensif dalam beberapa bulan terakhir.

    Bulan lalu, Kyiv mengerahkan pasukan tambahan, termasuk pasukan khusus, ke kota Pokrovsk dalam upaya menangkis serangan pasukan Moskow. Namun ratusan tentara Rusia berhasil menyusup ke dalam kota tersebut.

    Kepala staf militer Rusia, Valery Gerasimov, pada Minggu (30/11) waktu setempat, menurut pernyataan Kremlin via Telegram, telah “memberitahu (Presiden) Vladimir Putin tentang pembebasan kota Kranoarmeysk dan Vovchansk” — menggunakan nama sebutan Rusia untuk Pokrovsk.

    Kementerian Pertahanan Rusia mengunggah video yang diklaim menunjukkan pasukan Rusia mengibarkan bendera negara mereka di atas alun-alun pusat kota Pokrovsk. Menteri Pertahanan Andre Belousov menyebut perebutan kedua kota Ukraina itu sebagai “langkah penting menuju kemenangan”.

    Perebutan ini, jika terkonfirmasi, akan semakin mempersulit jalur pasokan Kyiv di lokasi-lokasi lainnya di garis depan pertempuran, dan dapat memberikan landasan peluncuran bagi Moskow untuk maju lebih jauh ke wilayah utara dan barat.

    Hal ini juga akan menempatkan garnisun tentara Ukraina di dekatnya berada dalam risiko dikepung oleh pasukan Rusia.

    Vovchansk, yang terletak di wilayah Kharkiv, telah hancur akibat pertempuran sejak Mei 2024.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Drone Laut Ukraina Hantam Dua Kapal ‘Armada Bayangan’ Rusia

    Drone Laut Ukraina Hantam Dua Kapal ‘Armada Bayangan’ Rusia

    Jakarta

    Drone bawah air milik Ukraina menghantam dua kapal tanker yang disebut armada bayangan (shadow fleet) Rusia di Laut Hitam. Ukraina mengklaim bertanggung jawab atas serangan tersebut setelah ledakan menghantam kedua kapal di Jumat dan Sabtu waktu setempat.

    Sumber Ukraina mengungkap ke CNN yang dikutip detikINET, bahwa drone laut bernama Sea Baby digunakan dalam operasi ini dan kedua kapal tanker rusak parah sehingga lumpuh dari operasional. “Ini akan memberikan pukulan signifikan terhadap transportasi minyak Rusia,” sebut sang sumber.

    Rusia menggunakan ratusan kapal tanker, banyak di antaranya menggunakan bendera negara lain, untuk mengirimkan minyaknya ke pelanggan dan mengakali sanksi internasional.

    Kapal tanker berbendera Gambia, Virat, diketahui diserang menurut Kementerian Transportasi Turki. Kapal tersebut berada sekitar 50 kilometer di lepas pantai Turki. Tujuan pelayaran Virat belum jelas. Kapal ini dijatuhi sanksi Amerika Serikat bulan Januari saat berlayar dengan nama berbeda, serta oleh Inggris dan Uni Eropa.

    Ledakan juga terjadi pada kapal lain yang membawa minyak mentah Rusia di Laut Hitam pada hari Jumat. Sebanyak 25 awak kapal tanker tersebut, Kairos yang berbendera Gambia, telah dievakuasi.

    Kairos memiliki panjang 275 meter dan berat hampir 80.000 ton. Kapal ini dijatuhi sanksi Uni Eropa awal tahun ini dan meninggalkan pelabuhan India awal bulan ini untuk kembali ke pelabuhan Laut Hitam Rusia di Novorossiysk.

    Armada Laut Hitam Rusia memang sudah jadi target serangan sejak awal invasi Moskow ke Ukraina dengan drone bawha air atau drone laut. Kadang disebut USVs, adalah wahana terbang kecil tak berawak yang beroperasi dekat permukaan laut. Analis militer Inggris, Sean Bell, menyebut drone semacam itu relatif murah dan mampu menghadirkan ancaman pada kapal perang Rusia, meski dalam skala kecil. Serangannya lebih efektif di malam hari.

    “Drone maritim dapat beroperasi di permukaan laut atau sedikit di bawah, sehingga jauh lebih sulit untuk dideteksi oleh radar konvensional,” kata Sean.

    “Mereka biasanya terbuat dari karbon fiber untuk menghadirkan elemen siluman dan apabila serangan digelar pada malam hari, drone tersebut sangat sulit dideteksi oleh mata manusia. Suaranya juga bisa disamarkan suara lautan,” tambahnya.

    Dengan biaya relatif murah dan efisien, drone memang banyak diandalkan oleh Ukraina untuk melawan Rusia yang jauh lebih kuat. “Ini menyebabkan penggunaan drone yang besar, apakah untuk pengintaian di medan perang atau serangan jarak jauh ke target strategis,” lanjut Sean.

    Namun demikian, kerusakan yang diakibatkan drone laut ke kapal Rusia biasanya tidak terlalu parah. Salah satunya karena drone cenderung kecil bentuknya dan bom yang dibawanya pun tidak besar, sehingga hanya lebih sebagai gertakan.

    (fyk/fay)

  • WhatsApp Terancam Diblokir di Rusia, Ini Penyebabnya

    WhatsApp Terancam Diblokir di Rusia, Ini Penyebabnya

    Jakarta

    Regulator komunikasi Rusia kembali mengancam akan memblokir WhatsApp sepenuhnya jika layanan pesan instan milik Meta itu tetap dianggap tidak mematuhi aturan lokal.

    Peringatan terbaru ini menunjukkan bagaimana pemerintah Rusia semakin menekan platform asing yang enggan membuka akses data untuk kepolisian dan lembaga keamanan, demikian dikutip detikINET dari Reuters, Senin (1/12/2025).

    Roskomnadzor, badan pengawas internet Rusia, menuduh WhatsApp tidak memenuhi persyaratan hukum yang dirancang untuk mencegah dan menindak kejahatan. Jika pelanggaran tetap terjadi, kata lembaga itu seperti dikutip Interfax, WhatsApp akan sepenuhnya diblokir di wilayah Rusia.

    Ancaman ini bukan yang pertama. Pada Agustus lalu, pemerintah mulai membatasi sebagian panggilan suara di WhatsApp dan Telegram, menuding kedua platform menolak membagikan informasi yang dibutuhkan aparat dalam penyelidikan penipuan hingga kasus terorisme. WhatsApp menanggapi dengan balik menuduh Moskow berusaha memblokir akses komunikasi terenkripsi bagi jutaan pengguna Rusia.

    Ketegangan antara pemerintah dan aplikasi asing ini datang di tengah upaya Rusia mendorong adopsi aplikasi pesan buatan dalam negeri bernama MAX. Kritikus menilai layanan itu berpotensi menjadi alat pemantauan karena didukung negara, sementara media pemerintah menyebut tuduhan tersebut tidak berdasar dan merupakan upaya mendiskreditkan produk lokal.

    WhatsApp, yang dikenal menggunakan enkripsi end-to-end, sejak lama berada dalam posisi sulit di negara-negara yang menuntut akses luas ke data pengguna. Rusia sendiri sudah memblokir berbagai layanan digital dalam beberapa tahun terakhir, menambah tekanan bagi perusahaan asing yang menolak mengikuti model kontrol informasi ala Kremlin.

    Jika WhatsApp benar-benar diblokir, jutaan pengguna di Rusia kemungkinan akan berpindah paksa ke aplikasi lokal atau layanan yang lebih mudah diawasi pemerintah. Namun bagi banyak warga, hilangnya WhatsApp juga berarti hilangnya salah satu jalur komunikasi pribadi yang relatif aman.

    Belum ada tanda bahwa Meta akan mengubah sikapnya, sementara Roskomnadzor terus mengulang ancaman pemblokiran total. Pertarungan antara keamanan, privasi, dan kontrol negara tampaknya bakal semakin tajam dalam beberapa bulan ke depan.

    (asj/rns)

  • Putin Minta Pasukan Ukraina Mundur, Bila Tidak akan Dilenyapkan

    Putin Minta Pasukan Ukraina Mundur, Bila Tidak akan Dilenyapkan

    JAKARTA – Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan proposal AS untuk mengakhiri perang antara Rusia dan Ukraina menawarkan titik awal perundingan. Tapi Putin mendesak Ukraina untuk mundur atau akan diserbu oleh pasukan Rusia yang lebih besar.

    “Kita perlu duduk dan membahas ini dengan serius,” ujar Putin kepada wartawan di akhir kunjungan tiga hari ke Kirgistan.

    Ia menggambarkan rencana Presiden AS Donald Trump sebagai “serangkaian isu yang diajukan untuk dibahas” alih-alih sebuah rancangan perjanjian.

    “Jika pasukan Ukraina mundur dari wilayah yang mereka duduki, permusuhan akan berhenti. Jika mereka tidak mundur, kami akan mencapainya dengan paksa,” kata Putin.

    Sejauh ini, para pejabat Kremlin belum banyak berkomentar tentang rencana perdamaian yang diajukan Trump pekan lalu. Sejak invasi Rusia ke negara tetangganya, Putin tidak menunjukkan keinginan untuk mengalah dari tujuannya di Ukraina meskipun Trump mendesak penyelesaian.

    Putin sebelumnya menuntut agar Ukraina sepenuhnya menarik diri dari seluruh wilayah Donetsk, Luhansk, Kherson, dan Zaporizhia sebelum Rusia mempertimbangkan segala bentuk “negosiasi damai” — terutama mencakup wilayah-wilayah di masing-masing oblast yang tidak diduduki Rusia. Ia juga ingin mencegah Ukraina bergabung dengan NATO dan menampung pasukan Barat, sehingga Moskow dapat secara bertahap menarik negara itu kembali ke orbitnya.

    Utusan khusus AS Steve Witkoff dijadwalkan mengunjungi Moskow minggu depan, menurut Kremlin, sementara Menteri Angkatan Darat AS Dan Driscoll, yang dalam beberapa pekan terakhir telah memainkan peran penting dalam upaya perdamaian, kemungkinan akan menuju Kyiv.

    Proposal perdamaian awal AS tampak sangat condong ke arah tuntutan Rusia, tetapi versi amandemen muncul dari perundingan di Jenewa pada hari Minggu antara pejabat Amerika dan Ukraina.

    Para pemimpin Eropa yang ‘tersisihkan’, karena khawatir akan keamanan mereka sendiri di tengah agresi Rusia, sedang mencari keterlibatan yang lebih dalam dalam proses tersebut.

  • Jika Eropa Ingin Memulai Perang, Rusia Siap Sekarang Juga

    Putin Setop Perang Jika Ukraina Mundur dari Wilayah yang Diklaim Rusia

    Jakarta

    Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan bahwa ia akan mengakhiri serangannya di Ukraina jika Kyiv menarik diri dari wilayah-wilayah yang diklaim Moskow. Jika tidak, pasukan Rusia akan merebutnya dengan paksa.

    Tentara Rusia telah bergerak perlahan namun pasti melalui Ukraina timur dalam pertempuran melawan pasukan Ukraina yang kalah jumlah dan persenjataan.

    “Jika pasukan Ukraina meninggalkan wilayah-wilayah yang mereka kuasai, maka kami akan menghentikan operasi tempur,” kata Putin saat berkunjung ke Kirgistan, dilansir kantor berita AFP dan Al-Arabiya, Jumat (28/11/2025).

    “Jika tidak, maka kami akan mencapainya dengan cara militer,” imbuh Putin.

    Sementara itu, Washington telah memperbarui upayanya untuk mengakhiri perang yang telah berlangsung hampir empat tahun tersebut, dengan mengajukan rencana yang diharapkan dapat diselesaikan melalui perundingan mendatang dengan Moskow dan Kyiv.

    Rusia menguasai sekitar seperlima wilayah Ukraina. Masalah wilayah-wilayah yang diduduki, yang menurut Kyiv tidak akan pernah diserahkan, merupakan salah satu hambatan terbesar dalam proses perdamaian.

    Isu penting lainnya dalam perundingan tersebut adalah jaminan keamanan Barat untuk Ukraina, yang menurut Kyiv diperlukan untuk mencegah Moskow menginvasi lagi di masa mendatang.

    Rencana awal Washington — yang disusun tanpa masukan dari negara-negara sekutu Ukraina di Eropa — akan membuat Kyiv menarik diri dari wilayah Donetsk, sementara Amerika Serikat secara de facto mengakui wilayah Donetsk, Krimea, dan Luhansk sebagai wilayah Rusia.

    Namun, AS mengubah rencana awal tersebut pada akhir pekan lalu setelah mendapat kritik dari Kyiv dan Eropa, tetapi belum merilis versi terbarunya.

    Putin, yang telah melihat rencana baru tersebut, mengatakan bahwa rencana tersebut dapat menjadi awal negosiasi.

    “Secara keseluruhan, kami sepakat bahwa rencana ini dapat menjadi dasar bagi perjanjian di masa mendatang,” ujarnya mengenai draf terbaru, yang diperkirakan telah dipersingkat oleh AS menjadi sekitar 20 poin.

    Negosiator AS Steve Witkoff dijadwalkan berada di Moskow minggu depan untuk membahas dokumen yang telah direvisi, kata Putin.

    Sementara itu, Menteri Angkatan Darat AS Dan Driscoll dijadwalkan mengunjungi Kyiv akhir pekan ini, kata penasihat presiden Ukraina, Andriy Yermak.

    Tonton juga video “Ancaman Putin soal Aset Rusia Berpotensi Disita di Eropa”

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Kirill Dmitriev Dijuluki Arsitek Bayangan Diplomasi Perang Rusia, Siapa Dia?

    Kirill Dmitriev Dijuluki Arsitek Bayangan Diplomasi Perang Rusia, Siapa Dia?

    Moskow

    Kirill Dmitriev, kepala dana investasi negara Rusia (Russian Direct Investment Fund/RDIF), dianggap sebagai salah satu arsitek di balik rencana 28 poin Presiden AS Donald Trump untuk perdamaian di Ukraina.

    Lulusan Stanford ini tidak hanya memiliki hubungan dekat dengan menantu Trump, Jared Kushner, tetapi juga dengan para penguasa berpengaruh di dunia Arab.

    Dengan pengalaman bisnis dan jejaringnya dengan keluarga Presiden Rusia Vladimir Putin, rekam jejak ini menjadikannya pilihan ideal sebagai negosiator alternatif Rusia secara tidak resmi.

    Salah satu saluran diplomasi Rusia

    Pentingnya posisi Dmitriev bagi Kremlin meningkat sejak awal masa jabatan kedua Donald Trump sebagai Presiden AS pada Januari 2025, ketika Kirill Dmitriev muncul sebagai salah satu negosiator utama Rusia dalam pembicaraan perdamaian Ukraina serta hubungan Rusia–Amerika yang lebih luas.

    Pada bulan Februari 2025, Putin menunjuknya sebagai utusan khusus presiden untuk investasi dan kerja sama ekonomi dengan negara asing. Penunjukan ini terjadi hanya beberapa hari setelah pertemuan pertama antara perwakilan Rusia dan AS di Riyadh, di mana Dmitriev turut hadir.

    Hingga kini, Dmitriev berfungsi sebagai salah satu saluran kunci Kremlin untuk diplomasi, demikian menurut mantan diplomat Rusia, Boris Bondarev.

    Sementara Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov menangani Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio, Dmitriev dipercayakan mengelola kontak dengan utusan khusus AS, Steve Witkoff.

    Awal karier Dmitriev

    Kirill Dmitriev, putra dari biolog terkenal Alexander Dmitriev, lahir di Kyiv. Namun ia tampak enggan mengakui asal-usulnya. Dalam wawancara 2021 dengan media independen Rusia, The Bell, negosiator masa depan itu bersikeras ia lahir bukan di Ukraina, melainkan di Uni Soviet.

    Setelah lulus dari Universitas Stanford, ia sempat tinggal singkat di AS, di mana—menurut biografi resminya di situs RDIF—memulai karier di bank investasi Goldman Sachs dan konsultan McKinsey. Akhirnya, ia memilih membangun karier di Rusia dan Ukraina.

    Di Rusia, salah satu pos pentingnya adalah di perusahaan Rusia-Amerika Delta Private Equity Partners, yang mengelola sekitar $500 juta. Di Ukraina, Dmitriev memimpin sebuah dana milik menantu presiden kedua Ukraina, Leonid Kuchma.

    Dmitriev menempati peran saat ini sebagai kepala Russian Direct Investment Fund pada 2011. Organisasi ini dirancang untuk menarik modal Barat ke Rusia. Dalam kapasitas ini, namanya masuk dalam daftar sanksi AS dan Eropa sejak awal perang di Ukraina.

    Jejaring keluarga dengan Vladimir Putin?

    Namun, bukan hanya prestasi profesionalnya yang mendorong Dmitriev ke garis depan urusan internasional. Aset terbesarnya adalah modal sosial: jaringan yang ia bangun dan rawat selama bertahun-tahun.

    Ilya Shumanov, mantan kepala NGO antikorupsi Transparency International Rusia, mengatakan kepada DW bahwa hubungan Dmitriev dengan menantu presiden kedua Ukraina mungkin telah membuka pintu menuju elite politik dan bisnis Rusia.

    “Potongan kunci dalam mosaik hubungan ini adalah Ekaterina Tikhonova—yang diduga sebagai putri Vladimir Putin, dekat dengan istri Dmitriev,” ujar Shumanov.

    Menurutnya, hubungan antara keluarga Dmitriev dan Tikhonova melampaui persahabatan; kedua keluarga sangat terkait. Dmitriev duduk di dewan beberapa perusahaan besar Rusia, termasuk yang dimiliki negara dalam proporsi signifikan.

    Saat Putin memperhatikan Dmitriev

    Peran Dmitriev sebagai perantara mulai terlihat saat masa jabatan pertama Donald Trump. Pada 2020, The Daily Beast menggambarkannya sebagai “orang uangnya Putin” dengan hubungan rahasia ke Jared Kushner.

    Jared Kushner, menantu Trump yang menikah dengan Ivanka Trump, menangani sejumlah urusan kebijakan luar negeri presiden. Meskipun tidak seterlihat publik pada masa jabatan kedua Trump, Kushner baru-baru ini terlibat dalam pembuatan rencana perdamaian Gaza Trump dan menghadiri pembicaraan perdamaian Ukraina di Jenewa.

    Selama masa jabatan pertama Trump, Dmitriev dan Kushner mendiskusikan potensi investasi Amerika di Rusia—pembicaraan yang akhirnya tidak menghasilkan proyek besar.

    Namun Dmitriev benar-benar menorehkan namanya dan menjadi salah satu tokoh paling berharga dalam kebijakan luar negeri Rusia hampir dua tahun setelah perang penuh di Ukraina dimulai, pada Desember 2023, menurut analis politik dan mantan penulis pidato Putin, Abbas Gallyamov.

    “Setelah perang dimulai, Putin hampir tidak bisa bepergian ke mana pun [karena surat perintah pengadilan kriminal internasional- ICC],” papar Gallyamov.

    “Rasa terisolasi ini membuatnya sangat khawatir dan membuat Rusia seluruhnya waswas. Saat itulah Kirill Dmitriev turun tangan sebagai penyelenggara utama perjalanan ini [ke Arab Saudi dan Uni Emirat Arab-UAE].”

    Selain mengatur perjalanan itu sendiri, Dmitriev dan dana investasinya berhasil menarik investasi dari negara-negara tersebut—prestasi mengesankan di tengah keluarnya modal Barat.

    “Dengan kata lain, ia terbukti sangat efektif di panggung internasional,” kata Gallyamov.

    Dmitriev vs. Lavrov

    Gallyamov melihat Dmitriev sebagai sosok yang berorientasi pada penyelesaian perbedaan antara Amerika Serikat(AS) dan Rusia melalui kompromi—berbeda dengan Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov, pendukung garis keras.

    “Ketika Putin merasa negosiasi nyata diperlukan, Dmitriev maju,” kata Gallyamov. “Namun dalam banyak situasi, Putin tak ingin bernegosiasi. Lavrov mencerminkan mindset internal itu.”

    Gallyamov menunjukkan bahwa selama kunjungan terbaru utusan khusus AS Steve Witkoff ke Moskow, Putin bertemu Witkoff bersama Dmitriev dan asistennya, Yuri Ushakov—sementara Lavrov tidak hadir.

    Namun, belum jelas apakah pilihan situasional ini menandakan arah masa depan diplomasi Rusia.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Ayu Purwaningsih

    Editor: Rizki Nugraha

    (nvc/nvc)

  • Prancis Tangkap 3 Orang yang Diduga Mata-mata Rusia

    Prancis Tangkap 3 Orang yang Diduga Mata-mata Rusia

    Paris

    Otoritas Prancis menangkap tiga orang yang diduga menjadi mata-mata Rusia, seiring meningkatnya kekhawatiran di seluruh Eropa tentang upaya campur tangan Moskow. Ketiga orang yang ditangkap di ibu kota Paris itu juga diduga mempromosikan propaganda pro-Kremlin.

    Para penyidik Prancis, seperti dilansir AFP, Rabu (26/11/2025), mengatakan bahwa penangkapan itu terkait dengan aktivitas-aktivitas yang melibatkan asosiasi Prancis-Rusia yang dikenal sebagai “SOS Donbass”.

    Salah satu tersangka yang ditangkap diidentifikasi sebagai seorang pria Rusia berusia 40 tahun. Tersangka ini terekam kamera CCTV pada September lalu, sedang memasang poster pro-Rusia di Arc de Triomphe di Paris.

    Menurut jaksa penuntut, tersangka itu kemudian menelepon kepala SOS Donbass, yang diidentifikasi sebagai seorang wanita kelahiran Rusia yang berusia 40 tahun.

    Tersangka wanita yang juga ditangkap itu, diduga berupaya memperoleh informasi ekonomi dari para eksekutif di perusahaan-perusahaan Prancis.

    Si tersangka wanita ini telah dipantau badan intelijen domestik Prancis, DGSI, sejak awal tahun ini. Para pejabat Prancis mengatakan bahwa DGSI mendeteksi tindakan yang “kemungkinan merugikan kepentingan fundamental bangsa”, yang mendorong seorang hakim setempat pada Maret lalu memerintahkan penyelidikan formal atas dugaan kolusi dengan kekuatan asing — pelanggaran hukum dengan ancaman hukuman hingga 10 tahun penjara.

    SOS Donbass secara terbuka menampilkan diri sebagai organisasi kemanusiaan yang mendukung warga sipil di wilayah Donbas, Ukraina bagian timur, yang sebagian wilayahnya kini dikuasai pasukan Rusia.

    Tersangka ketiga yang ditangkap adalah seorang pria berusia 63 tahun dari area Seine-Saint-Denis, Paris bagian utara.

    Satu tersangka lainnya, yang berusia 58 tahun, tidak ditempatkan dalam penahanan pra-sidang, tetapi berada di bawah pengawasan ketat pengadilan dan diharuskan wajib lapor ke polisi seminggu sekali.

    Penangkapan para tersangka diduga mata-mata Rusia ini dilakukan di tengah meningkatnya pengawasan terhadap aktivitas intelijen Rusia di seluruh kawasan Eropa. Pemerintah negara-negara Barat memperingatkan soal meningkatnya operasi rahasia, kampanye pengaruh, dan sabotase terkait perang Rusia di Ukraina.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: PM Prancis Sebastien Leconru Mundur”
    [Gambas:Video 20detik]
    (nvc/ita)

  • Harga Minyak Dunia Hari Ini, Brent hingga WTI Kompak Anjlok

    Harga Minyak Dunia Hari Ini, Brent hingga WTI Kompak Anjlok

    Liputan6.com, Jakarta Harga minyak turun pada perdagangan Selasa (Rabu waktu Jakarta), turun lebih dari 1% setelah laporan berita mengutip seorang pejabat AS yang mengatakan bahwa Ukraina telah menyetujui kesepakatan damai.

    Dikutip dari CNBC, Rabu (26/11/2025), harga minyak Brent turun 89 sen atau 1,4% dan ditutup pada harga USD 62,48 per barel. Sedangkan harga minyak West Texas Intermediate (WTI) turun 89 sen atau 1,51% dan ditutup pada USD 57,95.

    ABC News dan CBS News melaporkan bahwa seorang pejabat AS mengatakan Ukraina telah menyetujui persyaratan kesepakatan damai potensial.

    Seorang pejabat Ukraina mengatakan kepada Reuters bahwa Kyiv mendukung esensi kerangka kerja perdamaian setelah pembicaraan dengan AS di Jenewa, tetapi beberapa isu paling sensitif dari kerangka kerja tersebut masih harus dibahas antara presiden kedua negara.

    Kepala Dewan Keamanan dan Pertahanan Nasional Ukraina Rustem Umerov menyatakan, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy dapat mengunjungi AS dalam beberapa hari ke depan untuk menyelesaikan kesepakatan dengan Presiden Donald Trump untuk mengakhiri perang Ukraina dengan Rusia.

    “Beberapa media melaporkan bahwa Ukraina menyetujui kesepakatan damai. Namun, perlu dua pihak untuk berunding, dan masih belum jelas apakah Rusia juga setuju,” kata Analis UBS Giovanni Staunovo.

    Kesepakatan damai Ukraina-Rusia dapat menyebabkan pencabutan sanksi terhadap Moskow, sehingga melepaskan pasokan minyak yang sebelumnya dibatasi ke pasar.

    Kedua patokan harga minyak mentah naik 1,3% pada hari Senin karena meningkatnya keraguan tentang kesepakatan damai mengurangi ekspektasi terhadap aliran pasokan minyak mentah dan bahan bakar Rusia yang tak terkekang.

     

  • Setelan Kalem Zelensky Usai Disebut Trump Tak Tahu Terima Kasih

    Setelan Kalem Zelensky Usai Disebut Trump Tak Tahu Terima Kasih

    Jakarta

    Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky merespons Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang menyebut Ukraina tidak tahu terima kasih terkait rencana mengakhiri perang dengan Rusia. Begini tanggapan kalem Zelensky.

    Dilansir Reuters dan Al Arabiya, Senin (24/11/2025), komentar Trump itu disampaikan setelah Zelensky menolak untuk menyetujui rencana perdamaian yang diusulkan AS untuk mengakhiri perang Ukraina-Rusia. Rencana perdamaian 28 poin itu dinilai banyak memenuhi tuntutan Moskow, termasuk yang mengharuskan Kyiv menyerahkan beberapa wilayahnya.

    Trump melontarkan serangan terhadap pemimpin Ukraina yang disebutnya “tidak mengungkapkan rasa terima kasih”, bahkan saat pasokan senjata AS terus mengalir ke Kyiv.

    “‘KEPEMIMPINAN’ UKRAINA TIDAK MENGUNGKAPKAN RASA TERIMA KASIH SAMA SEKALI ATAS UPAYA-UPAYA KITA,” tulis Trump dalam pernyataan via media sosial Truth Social pada Minggu (23/11) waktu setempat.

    “DAN EROPA TERUS MEMBELI MINYAK DARI RUSIA. AS TERUS MENJUAL SENJATA DALAM JUMLAH BESAR KEPADA NATO, UNTUK DIDISTRIBUSIKAN KE UKRAINA,” sebutnya dalam postingan dengan menggunakan huruf kapital.

    Trump juga menyalahkan mantan Presiden Joe Biden, yang disebutnya gagal mencegah perang antara Rusia dan Ukraina yang “dahsyat dan mengerikan”. Trump menilai perang tersebut tidak seharusnya terjadi.

    “SAYA MEWARISI PERANG YANG SEHARUSNYA TIDAK PERNAH TERJADI, PERANG YANG MERUGIKAN SEMUA ORANG, TERUTAMA JUTAAN ORANG YANG TEWAS DENGAN SANGAT TIDAK PERLU,” ucapnya.

    Respons Kalem Zelensky

    Zelensky kemudian merespons tuduhan Trump itu. Dia menegaskan Ukraina berterima kasih kepada AS, dan khususnya Trump, atas semua upaya yang bertujuan membantu Kyiv.

    “Ukraina berterima kasih kepada Amerika Serikat, kepada setiap hati warga Amerika, dan khususnya kepada Presiden Trump atas bantuan, yang dimulai dengan (rudal) Javelin, yang telah menyelamatkan nyawa warga Ukraina,” ucap Zelensky dalam postingan Telegram setelah Trump melontarkan tuduhannya.

    Zelensky juga menyampaikan rasa terima kasih kepada Eropa dan negara-negara G7 serta G20 atas bantuan mereka, dengan mengatakan bahwa upaya untuk mempertahankan dukungan ini sangatlah penting.

    “Inilah sebabnya kami bekerja dengan sangat hati-hati di setiap poin, setiap langkah menuju perdamaian. Semuanya harus dikerjakan dengan benar agar kita benar-benar dapat mengakhiri perang ini dan mencegah perang terulang kembali,” ujarnya.

    Pada Minggu (23/11) kemarin, para pejabat Ukraina, AS, dan Eropa melakukan pertemuan di Jenewa, Swiss, untuk membahas rencana perdamaian usulan Washington demi mengakhiri perang.

    Pertemuan ini digelar setelah Zelensky sebelumnya menolak rencana perdamaian itu. Dia menyebut rencana itu memberikan “pilihan yang sangat sulit” bagi Ukraina.

    Berdasarkan rencana perdamaian usulan AS tersebut, Ukraina harus menyerahkan sebagian wilayah timurnya kepada Rusia, memangkas jumlah pasukan militernya, dan berjanji untuk tidak pernah bergabung NATO.

    Trump, pada Jumat (21/11), memberikan Zelensky batas waktu hingga 27 November mendatang untuk menyetujui rencana perdamaian itu.

    Halaman 2 dari 2

    (lir/lir)