kab/kota: Moskow

  • Putin Umumkan ‘Gencatan Senjata Paskah’ Terkait Perang di Ukraina

    Putin Umumkan ‘Gencatan Senjata Paskah’ Terkait Perang di Ukraina

    Jakarta

    Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan gencatan senjata Paskah dalam konflik di Ukraina. Gencatan senjata ini dimulai pada Sabtu malam ini dan berlangsung hingga tengah malam pada hari Minggu.

    Dilansir AFP, Sabtu (19/4/2025), usulan gencatan senjata jangka pendek dari Rusia muncul saat Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mendesak Moskow dan Kyiv untuk menyetujui gencatan senjata, tetapi gagal mendapatkan konsesi besar dari Kremlin.

    “Hari ini mulai pukul 18.00 (15.00 GMT) hingga tengah malam hari Minggu (21.00 GMT hari Minggu), pihak Rusia mengumumkan gencatan senjata Paskah,” kata Putin dalam komentar yang disiarkan televisi, saat bertemu dengan kepala staf Rusia Valery Gerasimov.

    Paskah menjadi hari libur besar bagi umat Kristen, yang dirayakan pada hari Minggu.

    “Saya perintahkan untuk periode ini menghentikan semua aksi militer,” ucap Putin, yang menyebut gencatan senjata berdasarkan alasan kemanusiaan.

    “Kami akan bertindak atas dasar bahwa pihak Ukraina akan mengikuti contoh kami, sementara pasukan kami harus siap untuk melawan kemungkinan pelanggaran gencatan senjata dan provokasi oleh musuh, setiap tindakan agresif,” tambahnya.

    Putin mengklaim bahwa Gerasimov telah mengatakan kepadanya bahwa Ukraina lebih dari 100 kali melanggar perjanjian untuk tidak menyerang infrastruktur energi.

    “Usulan gencatan senjata terbaru akan menunjukkan seberapa tulus kesiapan rezim Kyiv, keinginannya dan kemampuannya untuk mematuhi perjanjian dan berpartisipasi dalam proses perundingan damai,” ujar Putin.

    Upaya sebelumnya untuk mengadakan gencatan senjata untuk Paskah pada bulan April 2022 dan Natal Ortodoks pada bulan Januari 2023 tidak dilaksanakan setelah kedua belah pihak gagal menyetujuinya.

    (fas/whn)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • China Tepis Zelensky soal Pasok Senjata untuk Rusia

    China Tepis Zelensky soal Pasok Senjata untuk Rusia

    Jakarta

    Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengaku mendapat informasi China telah memasok senjata ke Rusia. China langsung menepis kabar tersebut.

    Dirangkum detikcom dilansir kantor berita AFP, Sabtu (19/4/2025), Zelensky tiba-tiba menyampaikan kabar terkait China dan Rusia. Dia mengaku mendapat informasi China telah memasok senjata ke Rusia.

    “Kami akhirnya menerima informasi bahwa China memasok senjata ke Federasi Rusia,” kata Zelensky.

    Zelensky meyakini perwakilan China terlibat dalam produksi sejumlah senjata di wilayah Rusia. Kendati demikian, Zelensky belum membeberkan wilayah mana saja yang produksi senjatanya melibatkan China.

    “Kami yakin bahwa perwakilan China terlibat dalam produksi sejumlah senjata di wilayah Rusia,” imbuhnya.

    China Bantah Pasok Senjata ke Rusia

    Foto: Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Lin Jian (Dok. Reuters).

    Otoritas China membantah klaim Volodymyr Zelensky soal Beijing memasok persenjataan kepada Rusia untuk digunakan dalam perang di Ukraina. Ditegaskan otoritas China bahwa pihaknya tidak pernah memasok senjata mematikan kepada pihak mana pun dalam konflik tersebut.

    Bantahan ini, seperti dilansir AFP, Sabtu (19/4), disampaikan Kementerian Luar Negeri China setelah Zelensky mengklaim dirinya mendapatkan “informasi” soal Beijing memasok senjata untuk Moskow.

    “Pihak China tidak pernah menyediakan senjata mematikan kepada pihak mana pun dalam konflik tersebut, dan secara ketat mengendalikan barang-barang yang memiliki fungsi ganda,” tegas juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Lin Jian, dalam pernyataannya.

    Otoritas Beijing mengatakan “posisinya mengenai masalah Ukraina sangat konsisten dan jelas”.

    “Kami selalu secara aktif berupaya untuk menghentikan permusuhan dan mengupayakan perundingan damai,” kata Lin.

    China selama ini menggambarkan dirinya sebagai pihak yang netral dalam perang yang berlangsung selama tiga tahun terakhir itu, meskipun ada kritikan dari negara-negara Barat bahwa hubungan dekatnya dengan Rusia telah memberikan dukungan ekonomi dan diplomatik yang penting kepada Moskow.

    Halaman 2 dari 2

    (whn/fas)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • AS-Iran Gelar Putaran Kedua Perundingan Nuklir di Roma

    AS-Iran Gelar Putaran Kedua Perundingan Nuklir di Roma

    Roma

    Amerika Serikat (AS) dan Iran melanjutkan perundingan berisiko tinggi membahas program nuklir Teheran pada Sabtu (19/4) waktu setempat. Putaran kedua antara para pejabat tinggi Washington dan Teheran ini digelar di Roma, Italia, sepekan setelah putaran pertama digambarkan oleh kedua negara sebagai “konstruktif”.

    Laporan televisi pemerintah Iran, seperti dilansir AFP, Sabtu (19/4/2025), menyebut putaran kedua pembicaraan antara pejabat AS dan Iran, yang dimediasi oleh Oman, mulai digelar di Roma pada Sabtu (19/4) sekitar pukul 09.30 GMT.

    Tayangan televisi pemerintah Iran menunjukkan Menteri Luar Negeri (Menlu) Iran Abbas Araghchi tiba di Roma pada Sabtu (19/4) dini hari. Araghchi akan melakukan pertemuan dengan para pejabat tinggi AS, mencakup Utusan Khusus AS untuk Timur Tengah, Steve Witkoff.

    Pertemuan di Roma ini digelar seminggu setelah kedua negara menggelar pembicaraan tidak langsung di Muscat. Itu menjadi pembicaraan pertama pada level tinggi antara AS dan Iran sejak Presiden Donald Trump menarik Washington dari kesepakatan nuklir penting pada tahun 2018.

    Negara-negara Barat, termasuk AS, telah sejak lama menuduh Iran berusaha memperoleh senjata nuklir. Tuduhan semacam itu sudah berulang kali dibantah oleh Teheran, yang bersikeras menegaskan program nuklirnya memiliki tujuan sipil yang damai.

    AS dan Iran tidak memiliki hubungan diplomatik secara resmi sejak tak lama setelah Revolusi Islam Iran tahun 1979 lalu.

    Trump, setelah kembali menjabat pada Januari lalu, menghidupkan kembali kampanye “tekanan maksimum” sanksi terhadap Teheran.

    Dikatakan oleh Trump pada Kamis (17/4) bahwa “saya tidak terburu-buru” untuk menggunakan opsi militer. “Saya pikir Iran ingin berunding,” katanya.

    Sementara Araghchi, pada Jumat (18/4), mengatakan Iran “melihat adanya keseriusan” dari kubu AS selama putaran pertama, tepat mempertanyakan niat mereka.

    “Meskipun kami memiliki keraguan serius tentang niat dan motivasi pihak Amerika, bagaimanapun juga kami akan berpartisipasi dalam negosiasi besok (Sabtu),” ucapnya dalam konferensi pers saat masih berada di Moskow, Rusia.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Zelensky Tuduh China Kirim Senjata, Ini Respons China – Halaman all

    Zelensky Tuduh China Kirim Senjata, Ini Respons China – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Pemerintah China, di bawah kepemimpinan Presiden Xi Jinping, secara tegas membantah tuduhan dari Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky tentang keterlibatannya dalam pengiriman senjata ke Rusia.

    Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Lin Jian, menyatakan bahwa negaranya tidak pernah menyediakan senjata untuk Moskow selama konflik Rusia-Ukraina yang berkepanjangan.

    Dalam keterangan resminya, Lin menjelaskan, “Kami tidak pernah menyediakan senjata mematikan kepada pihak manapun yang berkonflik dan secara ketat mengontrol ekspor barang-barang dengan fungsi ganda.”

    Pernyataan ini menggarisbawahi komitmen China untuk tetap netral dalam permasalahan Ukraina, meskipun Xi Jinping dan Presiden Rusia Vladimir Putin memiliki hubungan yang kuat sebagai sekutu.

    Apa Posisi China Terkait Konflik Ukraina?

    China menegaskan bahwa posisinya mengenai isu Ukraina adalah “netral, konsisten, dan jelas.”

    Lin Jian juga menambahkan, “Tiongkok secara aktif berkomitmen untuk mendorong gencatan senjata dan mengakhiri konflik serta mendorong perundingan damai.”

    Hal ini menunjukkan upaya China untuk berperan sebagai mediator di tengah ketegangan yang terus berlangsung.

    Mengapa Zelensky Menuduh China?

    Presiden Zelensky sebelumnya mengeklaim bahwa intelijen Ukraina telah menemukan bukti bahwa China memasok senjata kepada Rusia.

    Dalam konferensi pers di Kyiv pada 17 April 2025, Zelensky menyampaikan, “Kami akhirnya menerima informasi bahwa China memasok senjata ke Federasi Rusia.”

    Meskipun tidak memberikan detail lebih lanjut, ia menekankan bahwa Ukraina siap untuk membicarakan hal ini secara mendalam.

    Klaim tersebut muncul setelah militer Ukraina menangkap dua warga negara China yang diduga bertempur bersama pasukan Rusia di Donetsk.

    Apa Reaksi Dari Pihak Ukraina?

    Meski pemerintah China telah menanggapi tuduhan dengan keras, seorang pejabat senior Ukraina, yang identitasnya dirahasiakan, mengatakan kepada AFP bahwa tentara China yang ditangkap kemungkinan adalah sukarelawan yang bergabung dengan pasukan Rusia untuk keuntungan finansial.

    Ini menunjukkan bahwa mereka mungkin bukan tentara yang dikirim langsung oleh Beijing.

    Sebagai respons terhadap situasi ini, Departemen Luar Negeri AS menggarisbawahi bahwa penangkapan dua warga negara China tersebut menunjukkan tingkat dukungan Beijing terhadap Moskow.

    Selain itu, Ukraina juga memutuskan untuk menjatuhkan sanksi kepada tiga perusahaan China, melarang mereka untuk beroperasi di Ukraina dan membekukan aset mereka.

    Bagaimana Dampak Terhadap Hubungan China dan Ukraina?

    Langkah sanksi tersebut menambah kompleksitas situasi, mengingat China selama ini mempertahankan posisi netral sambil memberikan dukungan ekonomi kepada Rusia.

    Dengan demikian, perkembangan terbaru ini tidak hanya mempengaruhi hubungan antara Ukraina dan China, tetapi juga menambah ketegangan dalam hubungan internasional yang lebih luas terkait konflik Rusia-Ukraina.

    Sebagai kesimpulan, meskipun terdapat tuduhan serius dari pihak Ukraina terhadap China, pemerintah Beijing tetap teguh dengan penolakannya dan menegaskan komitmennya untuk menjaga posisi netral dalam konflik ini.

    Pertanyaannya sekarang adalah, bagaimana situasi ini akan berkembang di masa depan dan apakah peran China sebagai mediator bisa terealisasi dengan baik?

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • AS Pertimbangkan Pengakuan Krimea Milik Rusia untuk Perdamaian Ukraina – Halaman all

    AS Pertimbangkan Pengakuan Krimea Milik Rusia untuk Perdamaian Ukraina – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Dalam situasi yang kian mendesak terkait konflik Ukraina, laporan terbaru mengindikasikan bahwa Amerika Serikat mungkin akan mengakui Krimea sebagai bagian dari Rusia.

    Keputusan ini dikaitkan dengan upaya pencapaian kesepakatan damai yang lebih luas antara Moskow dan Kyiv.

    Apa Latar Belakang Pengakuan Krimea?

    Menurut laporan Bloomberg News, yang mengutip sumber-sumber dekat dengan proses negosiasi, langkah ini mencerminkan keinginan kuat dari Presiden Donald Trump untuk mempercepat tercapainya gencatan senjata di Ukraina.

    Meskipun demikian, keputusan akhir mengenai pengakuan tersebut belum diambil, dan Gedung Putih serta Departemen Luar Negeri AS menolak memberikan komentar lebih lanjut saat diminta tanggapan.

    Krimea telah dianeksasi oleh Rusia pada tahun 2014 melalui referendum yang kontroversial di bawah pendudukan militer.

    Sejak saat itu, sebagian besar negara di dunia masih menolak mengakui wilayah tersebut sebagai bagian dari Rusia, karena dianggap sebagai tindakan aneksasi ilegal yang melanggar hukum internasional.

    Mengapa Presiden Zelensky Menentang Pengakuan Ini?

    Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, menunjukkan penolakan yang keras terhadap kemungkinan pengakuan tersebut.

    Dalam pernyataan yang dikutip oleh Bloomberg, ia menegaskan bahwa negaranya tidak akan menyerahkan “satu inci pun” dari wilayahnya kepada Moskow. “Saya tegaskan, wilayah Ukraina adalah milik rakyat Ukraina. Kami tidak akan membahas apa pun sebelum ada gencatan senjata,” kata Zelensky di Kyiv.

    Apa Isi Proposal Damai dari AS?

    Laporan menunjukkan bahwa AS telah menyodorkan proposal damai kepada sekutunya dalam pertemuan di Paris.

    Proposal ini mencakup gambaran tentang penghentian pertempuran dan pelonggaran sanksi terhadap Rusia jika gencatan senjata dapat ditegakkan secara konsisten.

    Di dalam rancangan itu, garis depan konflik akan dibekukan, dan wilayah Ukraina yang saat ini dikuasai Rusia akan tetap dalam kontrol Moskow.

    Isu keanggotaan Ukraina di NATO juga tidak akan dibahas dalam tahap ini.

    Pertemuan di Paris melibatkan tokoh-tokoh penting, seperti Presiden Prancis Emmanuel Macron, utusan AS Steve Witkoff, serta pejabat dari Jerman, Inggris, dan Ukraina.

    Pertemuan lanjutan direncanakan akan diadakan di London untuk memperdalam pembahasan mengenai rencana damai ini.

    Apa Tantangan dalam Proposal Damai Ini?

    Salah satu tantangan utama dalam proposal ini adalah kebutuhan akan jaminan keamanan untuk Ukraina agar kesepakatan damai bisa bertahan.

    Senator Marco Rubio menyebutkan bahwa jaminan tersebut merupakan tuntutan yang masuk akal dari pihak Kyiv.

    Negosiasi juga membahas rencana pengawasan gencatan senjata dan kemungkinan pengerahan pasukan penjaga perdamaian.

    Di tengah itu, Rusia terus melancarkan serangan, termasuk pengeboman di kota Sumy, yang mengakibatkan 35 orang tewas.

    Usulan damai ini merupakan ujian bagi solidaritas negara-negara sekutu Barat, terutama mengenai pencabutan sanksi terhadap Rusia yang memerlukan persetujuan bulat dari negara-negara Uni Eropa.

    Apa Reaksi Terhadap Usulan Pengakuan Ini?

    Dalam wawancara dengan Fox News, Witkoff menyatakan bahwa inti dari kesepakatan melibatkan lima wilayah, meskipun tidak menjelaskan lebih lanjut.

    Rusia tetap menuntut pengakuan atas semua wilayah yang telah direbut sejak 2014, termasuk Krimea, Donetsk, Luhansk, Zaporizhzhia, dan Kherson.

    Zelensky menanggapi pernyataan tersebut dengan tegas, menyatakan bahwa Witkoff tampaknya mengadopsi strategi Rusia dan menegaskan bahwa Trump tidak memiliki mandat untuk membicarakan wilayah Ukraina.

    Dengan situasi yang terus berkembang, ketegangan antara Ukraina dan Rusia semakin kompleks, dan banyak pihak berharap bahwa diplomasi dapat menghasilkan solusi yang damai tanpa mengorbankan integritas wilayah Ukraina.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Trump Bakal Lepas Tangan Mediasi Perang Rusia-Ukraina Jika Tak Ada Kemajuan

    Trump Bakal Lepas Tangan Mediasi Perang Rusia-Ukraina Jika Tak Ada Kemajuan

    JAKARTA — Amerika Serikat akan meninggalkan upaya untuk menengahi kesepakatan damai Rusia-Ukraina kecuali ada tanda-tanda kemajuan yang jelas dalam waktu dekat.

    “Kami ingin menyelesaikannya dengan cepat,” kata Presiden AS Donald Trump kepada wartawan di Gedung Putih dilansir Reuters, Sabtu, 19 April.

    “Sekarang jika karena suatu alasan salah satu dari kedua pihak mempersulitnya, kami akan berkata, ‘kalian bodoh, kalian tolol, kalian orang-orang jahat, dan kami akan bersikap lunak. Namun, mudah-mudahan kami tidak perlu melakukan itu,” tegas Trump.

    Pernyataan Trump tersebut menyusul komentar Menteri Luar Negeri AS Marco yang mengatakan kedua pihak hanya punya waktu beberapa hari untuk menunjukkan kemajuan atau Washington akan menyerah.

    “Kami tidak akan melanjutkan usaha ini selama berminggu-minggu dan berbulan-bulan. Jadi, kami perlu segera menentukan sekarang, dan saya berbicara tentang hitungan hari, apakah ini dapat dilakukan dalam beberapa minggu ke depan,” kata Rubio di Paris setelah bertemu dengan para pemimpin Eropa dan Ukraina.

    “Jika tidak memungkinkan, jika kita begitu jauh sehingga ini tidak akan terjadi, maka saya pikir presiden mungkin sudah pada titik di mana ia akan berkata, ‘baiklah, kita sudah selesai’,” sambung Menlu AS.

    Sementara Trump, ketika ditanya, menolak untuk menetapkan batas waktu tertentu untuk berapa lama ia bersedia menunggu.

    “Marco benar mengatakan kami ingin melihatnya berakhir,” kata Trump.

    Ketika ditanya apakah Presiden Rusia Vladimir Putin menunda-nunda, Trump menjawab: “Saya harap tidak.”

    Selama beberapa minggu terakhir, pejabat Trump secara pribadi mengakui bahwa peluang tercapainya kesepakatan damai yang cepat di Ukraina semakin sulit diraih.

    Pernyataan Rubio, kata tiga diplomat Eropa, mencerminkan meningkatnya rasa frustrasi di Gedung Putih atas keengganan Rusia untuk mengakhiri perang.

    Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan beberapa kemajuan dalam penyelesaian damai telah dicapai tetapi kontak dengan Washington sulit dilakukan.

    Ia mengatakan Rusia berusaha keras untuk menyelesaikan konflik sambil memastikan kepentingannya sendiri. Moskow tetap terbuka untuk berdialog dengan Amerika Serikat.

    Pejabat AS juga merasa frustrasi dengan pernyataan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyyy minggu ini, utusan khusus Trump, Steve Witkoff, “menyebarkan narasi Rusia,” dan mengatakan hal itu tidak membantu proses tersebut, kata seorang pejabat AS.

  • China Bantah Tuduhan Zelensky, Tegaskan Tak Pernah Kirim Senjata Tempur ke Rusia – Halaman all

    China Bantah Tuduhan Zelensky, Tegaskan Tak Pernah Kirim Senjata Tempur ke Rusia – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Pemerintah China di bawah pimpinan Xi Jinping menegaskan bahwa negaranya tidak pernah menyediakan senjata untuk Moskow selama perang Rusia-Ukraina yang sedang berlangsung.

    Pernyataan itu diungkap langsung oleh Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Lin Jian menanggapi tudingan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky soal Beijing memasok persenjataan kepada

    “Kami tidak pernah menyediakan senjata mematikan kepada pihak manapun yang berkonflik, dan secara ketat mengontrol ekspor barang-barang dengan fungsi ganda,” ujar Lin Jian, dikutip dari The Guardian.

    Dalam kesempatan itu Otoritas Beijing juga menegaskan “posisinya mengenai masalah Ukraina sangat netral, konsisten dan jelas”.

    Meskipun pemimpinnya, Xi Jinping, dan Presiden Rusia Vladimir Putin, adalah sekutu publik, dengan kemitraan “tanpa batas” antara negara mereka.

    “Posisi Tiongkok terkait isu Ukraina selalu jelas. Tiongkok secara aktif berkomitmen untuk mendorong gencatan senjata dan mengakhiri konflik, serta mendorong perundingan damai,” tegas Lin

    Ukraina Klaim Punya Bukti China Pasok Senjata ke Rusia

    Sebelumnya, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengatakan bahwa intelijen Ukraina telah menerima informasi bahwa “China memasok senjata ke Federasi Rusia.”

    Pernyataan itu diungkap Zelensky, dalam konferensi pers di Kyiv pada Kamis (17/4/2025).

    Zelensky mengatakan dirinya mendapatkan “informasi” soal aktivitas China memasok senjata kepada Rusia.

    Zelensky tidak menjelaskan lebih lanjut soal klaimnya tersebut, dan hanya mengatakan bahwa Ukraina “siap” untuk membicarakannya secara detail.

    “Kami akhirnya menerima informasi bahwa China memasok senjata ke Federasi Rusia,” kata Zelensky kepada wartawan. “Kami meyakini bahwa perwakilan China terlibat dalam produksi sejumlah senjata di wilayah Rusia,” kata Zelensky.

    Klaim tersebut muncul hanya sehari setelah Zelensky mengatakan bahwa militer Ukraina telah menangkap dua tentara asal China di kawasan timur Donetsk.

    “Militer kami menangkap dua warga negara China yang bertempur bersama pasukan Rusia. Ini terjadi di wilayah Ukraina di wilayah Donetsk,” kata Zelensky dalam pernyataan via media sosial X.

    “Kami memiliki dokumen para tahanan ini, kartu bank, dan data pribadi,” tambahnya lagi menunjukkan sebuah unggahan di media sosial yang menyertakan video salah satu tahanan China yang diduga.

    Kendati pemerintah China telah menepis tuduhan terkait perekrutan Moskow terhadap 155 warga negaranya.

    Namun seorang pejabat senior Kyiv yang disembunyikan identitasnya mengatakan kepada AFP bahwa para tentara China yang ditangkap pasukan Ukraina kemungkinan warga negara China yang dibujuk untuk menandatangani kontrak dengan militer Rusia, bukan yang dikirim langsung oleh Beijing.

    Pejabat Kiev itu menilai tentara China itu bergabung dengan pasukan Rusia demi keuntungan finansial.

    Sementara Departemen Luar Negeri AS menyebut penangkapan dua warga negara China itu menunjukkan tingkat dukungan Beijing terhadap Moskow.

    Ukraina pada hari Jumat menjatuhkan sanksi kepada tiga perusahaan China, melarang mereka berbisnis di Ukraina dan membekukan aset mereka di negara tersebut. Ukraina tidak memberikan rincian mengapa mereka dimasukkan ke dalam daftar sanksi.

    Hal tersebut menambah kompleksitas situasi, mengingat China selama ini mempertahankan posisi netral sambil memberikan dukungan ekonomi kepada Rusia.

    Imbas isu ini Ukraina pada hari Jumat menjatuhkan sanksi kepada tiga perusahaan China, melarang mereka berbisnis di Ukraina dan membekukan aset mereka di negara tersebut.

    (Tribunnews.com / Namira)

  • Trump Angkat Kaki dari Perundingan Rusia-Ukraina, Muak Negosiasi Damai Tak Temukan Titik Terang – Halaman all

    Trump Angkat Kaki dari Perundingan Rusia-Ukraina, Muak Negosiasi Damai Tak Temukan Titik Terang – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyatakan, Washington akan menghentikan upaya mediasi perdamaian antara Rusia dan Ukraina.

    Dalam keterangan resmi yang dilansir The Guardian, Trump mengungkap rencana untuk menghentikan upaya mediasi perdamaian antara Rusia dan Ukraina jika tidak ada kemajuan nyata dalam waktu dekat.

    Adapun ancaman itu dilontarkan Trump dan Menteri Luar Negeri Marco Rubio saat menggelar pertemuan pers di Gedung Putih pada Jumat (18/4/2025).

    Keduanya menyampaikan rasa frustasinya terhadap lambatnya proses negosiasi perdamaian Rusia-Ukraina.

    “Kami ingin ini selesai secepat mungkin,” tegas Trump.

    “Jika karena suatu alasan salah satu dari kedua pihak membuatnya sangat sulit, kami akan mengatakan Anda bodoh, Anda tolol, Anda orang-orang yang mengerikan,” imbuh Trump

    Sikap ini mencerminkan ketidakpuasan Trump terhadap kurangnya kemajuan dalam perundingan.

    Sebelumnya, ia telah menargetkan perayaan Paskah sebagai tenggat waktu untuk mencapai kesepakatan damai dan telah menunjuk utusannya, Steve Witkoff, untuk memimpin negosiasi.

    Namun, ketegangan meningkat setelah Presiden Rusia Vladimir Putin menolak untuk berkomitmen pada pembicaraan atau mempertahankan konsesi kecil, seperti penghentian serangan terhadap infrastruktur energi Ukraina. ​

    Trump juga menunjukkan ketidaksenangannya terhadap Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, bahkan menyalahkannya atas berlanjutnya perang.

    Menyusul komentar Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, yang menuduh utusan khusus Trump, Steve Witkoff, menyebarkan narasi pro-Rusia. 

    Alasan tersebut yang mendorong AS murka hingga mengancam untuk menarik diri dari proses perdamaian jika tidak ada kemajuan yang jelas.

    “Kita perlu mencari tahu di sini, sekarang, dalam hitungan hari, apakah ini dapat dilakukan dalam jangka pendek, karena jika tidak, maka saya pikir kita akan terus maju,” ujar Rubio.

    Progres Perundingan Rusia-Ukraina

    Sebagai informasi Rusia dan AS telah terlibat dalam negosiasi sejak Trump menjabat pada bulan Januari.

    Kedua negara telah mengadakan beberapa putaran pembicaraan tingkat tinggi, Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, mengklaim bahwa beberapa kemajuan telah dicapai namun mengakui bahwa komunikasi dengan Washington tetap sulit.

    Kendati demikian ia menegaskan Rusia tetap terbuka untuk berdialog selama kepentingannya terjamin.

    Rusia juga mendesak Ukraina agar pihaknya mencegah masuk kehadiran NATO dan menuntut agar Kiev mengakui perbatasan baru Rusia.

    Akan tetapi Ukraina menilai semua tuntutan ini seperti dipaksa menyerah, bukan berdamai.

    Bagi Ukraina, menyerahkan wilayah ke Rusia berarti mengkhianati rakyatnya dan melemahkan kedaulatannya.

    Karena kompleksitas konflik ini menyentuh banyak lapisan, alhasil perundingan damai rusia dan ukraina sulit tercapai.

    Resiko jika AS mundur dari Perundingan Rusia-Ukraina

    Meski rencana Trump mundur dari perundingan hanyalah sebuah gertakan belaka.

    Akan tetapi jika AS memutuskan untuk mundur, prospek kesepakatan damai diprediksi akan melemah drastis.

    Ini karena belum ada negara lain yang memiliki pengaruh sekuat Washington atas Moskow dan Kyiv.

    Imbasnya Rusia mungkin akan meningkatkan serangan militernya, merasa memiliki ruang lebih luas untuk bertindak.

    Sementara Ukraina yang sangat bergantung pada dukungan militer dan intelijen dari AS, akan kehilangan daya tahan dalam jangka panjang.

    Selain itu dampak lain jika AS mundur dari perundingan, akan membuat negara sekutu mempertanyakan komitmen jangka panjang Washington terhadap aliansinya.

    Ini bisa dimanfaatkan oleh Tiongkok dan Rusia untuk membangun pengaruh di berbagai kawasan dunia, terutama Timur Tengah, Afrika, dan Asia Tenggara.

    (Tribunnews.com / Namira)

  • Bantah Zelensky, China Tegaskan Tak Pernah Pasok Senjata untuk Rusia

    Bantah Zelensky, China Tegaskan Tak Pernah Pasok Senjata untuk Rusia

    Beijing

    Otoritas China membantah klaim Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky soal Beijing memasok persenjataan kepada Rusia untuk digunakan dalam perang di Ukraina. Ditegaskan otoritas China bahwa pihaknya tidak pernah memasok senjata mematikan kepada pihak mana pun dalam konflik tersebut.

    Bantahan ini, seperti dilansir AFP, Sabtu (19/4/2025), disampaikan Kementerian Luar Negeri China setelah Zelensky mengklaim dirinya mendapatkan “informasi” soal Beijing memasok senjata untuk Moskow.

    “Pihak China tidak pernah menyediakan senjata mematikan kepada pihak mana pun dalam konflik tersebut, dan secara ketat mengendalikan barang-barang yang memiliki fungsi ganda,” tegas juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Lin Jian, dalam pernyataannya.

    Otoritas Beijing mengatakan “posisinya mengenai masalah Ukraina sangat konsisten dan jelas”.

    “Kami selalu secara aktif berupaya untuk menghentikan permusuhan dan mengupayakan perundingan damai,” kata Lin.

    China selama ini menggambarkan dirinya sebagai pihak yang netral dalam perang yang berlangsung selama tiga tahun terakhir itu, meskipun ada kritikan dari negara-negara Barat bahwa hubungan dekatnya dengan Rusia telah memberikan dukungan ekonomi dan diplomatik yang penting kepada Moskow.

    Zelensky, dalam konferensi pers di Kyiv pada Kamis (17/4), mengatakan dirinya mendapatkan “informasi” soal aktivitas China memasok senjata kepada Rusia.

    Zelensky tidak menjelaskan lebih lanjut soal klaimnya tersebut, dan hanya mengatakan bahwa Ukraina “siap” untuk membicarakannya secara detail.

    Pernyataan Zelensky tersebut semakin menambah ketegangan antara Kyiv dan Beijing terkait dukungan China kepada Rusia. Pekan lalu, Zelensky mengatakan bahwa Ukraina mengetahui setidaknya ada 155 warga negara China yang dikerahkan untuk membantu invasi Moskow terhadap Kyiv.

    Hal itu disampaikan sehari setelah dia mengumumkan bahwa pasukan Ukraina telah menangkap dua warga negara China, yang disebutnya sebagai tentara, yang ikut dalam pertempuran bersama pasukan Rusia melawan militer Ukraina di Donetsk bagian timur.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Abbas Araghchi: Kesepakatan Nuklir Masih Mungkin Tercapai Jika AS Mengajukan Tuntutan yang Realistis – Halaman all

    Abbas Araghchi: Kesepakatan Nuklir Masih Mungkin Tercapai Jika AS Mengajukan Tuntutan yang Realistis – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, menegaskan bahwa kesepakatan nuklir dengan Amerika Serikat masih mungkin tercapai, asalkan Washington tidak mengajukan tuntutan yang dianggap tidak realistis.

    Pernyataan ini disampaikan oleh Araghchi dalam konferensi pers bersama Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, di Moskow pada tanggal 18 April 2025, sehari sebelum perundingan nuklir putaran kedua antara Iran dan AS.

    Dalam konferensi pers tersebut, Araghchi mengungkapkan keyakinannya bahwa kesepakatan dapat dicapai jika pihak Amerika menunjukkan niat serius dan tidak mengajukan tuntutan yang dianggap tidak masuk akal.

    Ia juga menekankan bahwa perundingan hanya akan membahas isu nuklir, dan tidak akan mencakup topik-topik lain.

    “Kami hanya akan berunding mengenai isu nuklir. Topik-topik lain tidak akan dimasukkan dalam perundingan ini,” ujarnya.

    Araghchi menyebutkan bahwa ancaman dari AS menjadi alasan diadakannya pembicaraan tidak langsung antara kedua negara.

    Meski terdapat keraguan terhadap niat AS, dia memastikan bahwa jalur diplomasi tetap terbuka.

    “Pembicaraan tidak langsung ini tidaklah rumit dan dapat mengarah pada kesepakatan,” tambahnya.

    Dalam putaran pertama perundingan yang berlangsung di Muscat, Oman pada 12 April 2025, Araghchi dan Steve Witkoff, utusan khusus Presiden AS untuk urusan Timur Tengah, memimpin delegasi masing-masing.

    Kedua pihak menggambarkan perundingan tersebut sebagai positif dan konstruktif.

    Pada saat bersamaan, Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Seyyed Ali Khamenei, menyatakan bahwa pembicaraan tidak langsung antara Iran dan AS di Oman telah berjalan baik pada tahap awal, meski Iran tetap skeptis terhadap niat AS.

    Sikap Amerika Terhadap Negosiasi

    Setelah menarik diri dari kesepakatan nuklir sebelumnya pada masa jabatan pertamanya, Presiden AS Donald Trump menunjukkan ketertarikan untuk membangun kesepakatan baru ketika kembali menjabat pada Januari.

    Pada 12 Maret, ia mengirimkan surat kepada pimpinan Iran untuk mengajak negosiasi dan mengancam akan melakukan aksi militer jika Iran menolak.

    Meskipun Iran menolak negosiasi langsung di bawah tekanan, mereka tetap terbuka untuk pembicaraan tidak langsung.

    Peran Rusia

    Sementara itu, Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, mengungkapkan kesiapannya untuk memainkan peran mediator dalam proses negosiasi antara Iran dan AS.

    “Kami siap membantu menjadi mediator atau memainkan peran apa pun yang dari sudut pandang Iran berguna dan dapat diterima oleh Amerika Serikat,” ujar Lavrov.

    Lavrov menekankan pentingnya perundingan khusus mengenai isu nuklir untuk mencapai kesepakatan.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).