kab/kota: Moskow

  • Macron Akan Bertemu Pemimpin Jerman-Inggris di London Bahas Situasi Ukraina

    Macron Akan Bertemu Pemimpin Jerman-Inggris di London Bahas Situasi Ukraina

    Paris

    Presiden Prancis Emmanuel Macron akan bertemu dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, Perdana Menteri Inggris Keir Starmer, dan Kanselir Jerman Friedrich Merz di London pada hari Senin mendatang. Pertemuan itu membahas negosiasi yang dipimpin Amerika Serikat (AS) terkait situasi Ukraina.

    Dilansir AFP, Minggu (7/12/2025), Macron membuat pengumuman tersebut di X, ketika para pejabat Ukraina dan AS mengadakan perundingan hari ketiga berturut-turut di Miami, AS, untuk membahas rencana mengakhiri perang yang telah berlangsung hampir empat tahun.

    “Saya akan pergi ke London pada hari Senin untuk bertemu dengan Presiden Ukraina, Perdana Menteri Inggris, dan Kanselir Jerman, untuk membahas situasi dan negosiasi yang sedang berlangsung dalam kerangka mediasi AS,” tulis Macron.

    “Kami akan melanjutkan upaya ini dengan Amerika untuk memberikan jaminan keamanan kepada Ukraina, yang tanpanya perdamaian yang kuat dan abadi tidak akan mungkin terwujud,” tambahnya.

    Macron juga mengutuk gelombang serangan Rusia setelah Moskow meluncurkan lebih dari 700 pesawat tak berawak dan rudal pada Sabtu malam ke Ukraina, yang menargetkan fasilitas energi dan kereta api.

    “Kita harus terus menekan Rusia agar memilih perdamaian,” kata Macron.

    (fas/fas)

  • Geger Drone Misterius Terdeteksi di Pangkalan Kapal Selam Nuklir Prancis

    Geger Drone Misterius Terdeteksi di Pangkalan Kapal Selam Nuklir Prancis

    Paris

    Sejumlah drone misterius terdeteksi mengudara di atas pangkalan Prancis, yang menampung kapal selam balistik nuklir dengan pengamanan ketat. Militer Prancis menggunakan alat pengacau sinyal atau jammer untuk melumpuhkan drone-drone misterius tersebut.

    Ini menjadi insiden terbaru dari serangkaian penampakan drone misterius di atas bandara dan lokasi militer serta kawasan industri sensitif yang marak di kawasan Eropa beberapa waktu terakhir.

    Sekitar 3,5 tahun setelah invasi Rusia ke Ukraina, muncul kekhawatiran yang berkembang bahwa gangguan semacam itu bisa menjadi bagian dari taktik perang hyrbrid Moskow melawan Uni Eropa, yang selama ini mendukung Kyiv.

    Asal drone-drone misterius itu belum bisa dipastikan secara jelas. Jaksa Prancis, seperti dilansir AFP, Sabtu (6/12/2025), telah meluncurkan penyelidikan terhadap kemunculan drone misterius tersebut.

    Insiden itu terjadi di area pangkalan kapal selam di Ile Longue, sebuah semenanjung di lepas pantai Brittany, Prancis bagian barat laut, pada Kamis (4/12) malam waktu setempat.

    “Tidak ada hubungan dengan campur tangan asing sejauh ini,” kata jaksa Prancis, Frederic Teillet, yang terlibat penyelidikan.

    Penyelidikan ini, sebut Teillet, harus “mengonfirmasi apakah ini drone atau bukan” dan menentukan “jenis serta jumlah perangkatnya”.

    Disebutkan jaksa Prancis dalam pernyataannya bahwa tidak ada drone yang ditembak jatuh dan tidak ada pilot yang teridentifikasi sejauh ini. “Marinir menembakkan jammer, bukan menggunakan senjata api,” ucapnya.

    Seorang sumber yang memahami penyelidikan kasus ini mengatakan kepada AFP bahwa setidaknya lima drone terdeteksi mengudara di atas pangkalan itu pada Kamis (4/12), sekitar pukul 18.30 GMT.

    Menurut sumber tersebut, operasi anti drone dan pencarian telah diluncurkan, dengan batalion marinir Prancis, yang melindungi pangkalan tersebut, melepaskan beberapa tembakan anti-drone.

    Juru bicara prefektur maritim setempat, Guillaume Le Rasle, mengatakan kepada AFP bahwa “infrastruktur sensitif tidak terancam” akibat insiden itu.

    Pangkalan Ile Longue merupakan “rumah” bagi empat kapal selam rudal balistik Prancis, yakni Le Triomphant, Le Temeraire, Le Vigilant, dan Le Terrible. Setidaknya satu kapal selam itu berada di lautan secara permanen untuk memastikan pencegahan nuklir.

    Pangkalan itu sangat dijaga ketat, dengan sebanyak 120 petugas kepolisian maritim yang berkoordinasi dengan Marinir melindungi kompleks tersebut.

    Menteri Pertahanan Catherine Vautrine mengatakan kepada televisi TF1 bahwa penerbangan apa pun di atas pangkalan militer dilarang di Prancis. Dia memuji respons personel militer yang ada di pangkalan tersebut.

    “Aduan telah diajukan, penyelidikan sedang dilakukan, dan penyelidikan inilah yang akan menentukan apa sebenarnya motif di balik penerbangan di atas area tersebut,” ucap Vautrine.

    Tonton juga video “Drone Rusia Hantam Kharkiv Ukraina, 32 Orang Luka-luka”

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Harga Minyak Hari Ini 6 Desember Sentuh Level Tertinggi 2 Mingguan

    Harga Minyak Hari Ini 6 Desember Sentuh Level Tertinggi 2 Mingguan

    New York, Beritasatu.com – Harga minyak menguat mendekati 1% dan mencapai level tertinggi dalam dua pekan pada perdagangan Sabtu (6/12/2025). Kenaikan ini dipicu meningkatnya ekspektasi bahwa bank sentral Amerika Serikat (The Fed) akan memangkas suku bunga pekan depan.

    Kontrak Brent naik 49 sen atau 0,8% menjadi US$ 63,75 per barel, sementara West Texas Intermediate (WTI) menguat 41 sen atau 0,7% menjadi US$ 60,08 per barel. Kedua patokan tersebut mencatat penutupan tertinggi sejak 18 November.

    Secara mingguan, Brent naik sekitar 1% dan WTI menguat sekitar 3%, membukukan kenaikan dua pekan beruntun. Investor juga mencerna laporan inflasi AS dan menyesuaikan ekspektasi pemangkasan suku bunga pada pertemuan The Fed 9-10 Desember.

    Belanja konsumen AS meningkat moderat pada September setelah tiga bulan berturut-turut mencatatkan pertumbuhan solid, mengindikasikan momentum ekonomi mulai melemah akibat pasar tenaga kerja yang lesu dan meningkatnya biaya hidup. Pelaku pasar memperkirakan peluang 87% untuk pemangkasan suku bunga 25 basis poin pekan depan berdasarkan CME FedWatch.

    Pada sisi lain, investor turut mencermati perkembangan dari Rusia dan Venezuela untuk menilai potensi kenaikan atau penurunan pasokan minyak dari dua anggota OPEC+ yang dikenai sanksi tersebut. Gagalnya pembicaraan AS di Moskow untuk mencapai terobosan signifikan terkait perang Ukraina menjadi sentimen penguatan harga minyak sepanjang pekan.

    Negara-negara Group of Seven (G7) dan Uni Eropa sedang membahas penggantian batas harga ekspor minyak Rusia dengan larangan penuh layanan maritim guna menekan pendapatan minyak Rusia yang digunakan

  • Serangan Drone Ukraina Picu Kebakaran di Pelabuhan Rusia

    Serangan Drone Ukraina Picu Kebakaran di Pelabuhan Rusia

    Moskow

    Serangan drone Ukraina kembali menghantam sebuah pelabuhan di wilayah Rusia pada Jumat (5/12) waktu setempat. Akibat serangan drone tersebut, kebakaran terjadi di kompleks pelabuhan di tepi Laut Azov.

    Pusat darurat lokal dalam pernyataannya, seperti dilansir Reuters, Jumat (5/12/2025), menyebut kebakaran terjadi di kompleks pelabuhan Temryuk, yang terletak di tepi Laut Azov, Rusia. Disebutkan bahwa kebakaran itu disebabkan oleh serangan drone Ukraina.

    “Terjadi kebakaran… Layanan khusus dan darurat sedang bekerja di lokasi,” kata pusat tanggap darurat setempat dalam pernyataan via Telegram.

    Pelabuhan Temryuk diketahui menangani liquefied petroleum gas (LPG), produk-produk minyak dan petrokimia, serta biji-bijian dan komoditas pangan curah lainnya.

    Tidak diketahui secara jelas apakah ada korban jiwa atau korban luka akibat kebakaran tersebut. Belum diketahui seberapa besar kerusakan yang terjadi di kompleks pelabuhan tersebut.

    Dua sumber sektor industri mengatakan kepada Reuters bahwa kebakaran terjadi di terminal transshipment LPG Maktren-Nafta, yang memuat LPG dari produsen-produsen Rusia dan Kazakhstan untuk ekspor.

    Dalam 10 bulan pertama tahun 2025, menurut para pedagang, terminal tersebut telah menangani sekitar 220.000 ton LPG.

    Kementerian Pertahanan Rusia, dalam pernyataannya, mengatakan bahwa sistem pertahanan udaranya telah mencegat dan menghancurkan 41 drone Ukraina dalam semalam. Salah satu drone itu ditembak jatuh di atas wilayah Krasnodar, yang menjadi lokasi pelabuhan Temryuk berada.

    Belum ada pernyataan resmi Ukraina soal serangan tersebut. Namun beberapa waktu terakhir, Kyiv menargetkan infrastruktur energi Moskow dalam rentetan serangannya, untuk membalas serangan-serangan Rusia.

    Tonton juga video “Progres Perdamaian di Ukraina Masih Gitu-gitu Aja”

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Gempar ‘Dokumen Damaskus’ Ungkap Kekejaman Rezim Assad

    Gempar ‘Dokumen Damaskus’ Ungkap Kekejaman Rezim Assad

    Jakarta

    Setelah kejatuhan diktatur Suriah Bashar al-Assad, muncul bukti baru berupa foto-foto yang menunjukkan kekejian tak manusiawi. Kumpulan data dengan lebih dari 70.000 foto itu diserahkan kepada Norddeutscher Rundfunk (NDR).

    Dokumen tersebut berasal dari seorang kolonel Suriah yang bekerja di Departemen Pengamanan Barang Bukti, Kepolisian Militer Damaskus. Saat pergolakan terjadi setahun yang lalu, dia berhasil membawa dan menyembunyikan hard disk berisi data dari brankas kantornya saat itu.

    Kumpulan data terbesar yang pernah dievaluasi

    Dokumen-dokumen tersebut diteliti bersama dengan jurnalis investigasi dari Westdeutscher Rundfunk (WDR), Süddeutsche Zeitung (SZ), Konsorsium Jurnalis Investigasi Internasional (ICIJ), dan banyak mitra media internasional lainnya. “Damascus Dossier” adalah kumpulan data terbesar yang pernah dievaluasi jurnalis. Beberapa media yang terlibat dalam penelitian ini adalah surat kabar “Le Monde”, “Washington Post”, “El Pais”, “Toronto Star”, dan banyak lainnya.

    Seperti dilaporkan oleh NDR, dokumen ini mendokumentasikan pelanggaran berat hak asasi manusia di penjara-penjara Suriah di bawah pemerintahan Assad. Gambar-gambar tersebut menunjukkan nasib 10.212 tahanan Suriah yang tewas, sebagian besar pria, tetapi juga wanita, anak di bawah umur, dan setidaknya satu bayi.

    Selain foto-foto tahanan yang tewas, dokumen rahasia, daftar anggota militer, dan surat kematian tahanan juga ada dalam kumpulan dokumen tersebut.

    Tanda kekurangan gizi dan kekerasan

    Dalam laporannya NDR menyebut data tersebut mengungkapkan bagaimana warga sipil Suriah dimata-matai, dipenjara, dan disiksa hingga kehilangan nyawa sebelum Assad digulingkan pada Desember 2024. Sebagian besar mayat dalam foto-foto tersebut menunjukkan tanda kurang gizi, banyak di antaranya korban kurus kering. Selain itu, terdapat juga bukti kekerasan parah yang dialami para korban. Para ahli yang diwawancarai NDR menginterpretasikan hal tersebut sebagai akibat dari penyiksaan sistematis.

    Penelitian menunjukkan bahwa rumah sakit militer punya peran signifikan melakukan penindasan di Suriah. Dokter dari Rumah Sakit Militer Harasta di Damaskus menandatangani surat kematian tahanan dan hanya mencatatkan kejadian terminal seperti “henti jantung” tanpa penyebab kematian yang sebenarnya.

    Penyelidikan dilakukan Kejaksaan Agung Jerman

    Foto-foto dari Suriah ini penting bagi penyidik Jerman. Sejalan dengan prinsip hukum internasional, penjahat perang dapat dituntut di Jerman atas kejahatan yang dilakukan di Suriah.

    Data tersebut dapat diakses Jaksa Agung Federal, yang akan melakukan pemeriksaan dan evaluasi. Jaksa Agung Federal saat ini melakukan puluhan penyelidikan dan telah memeriksa lebih dari 2000 saksi untuk penyelidikan struktur organisasi kriminal.

    “Foto-foto yang kami miliki tentang Suriah melengkapi kesaksian individu-individu,” kata Jaksa Agung Federal Jens Rommel kepada tim investigasi gabungan NDR, WDR, dan SZ. “Foto-foto tersebut memperlihatkan dengan jelas apa yang telah dialami oleh individu-individu tersebut, apa yang mereka alami kini dapat diobjektifkan,” ujar Rommel.

    Bashar al-Assad memerintah Suriah selama hampir seperempat abad. Pada 8 Desember 2024, Assad digulingkan pejuang milisi Islamis HTS dan sekutunya. Assad yang kini berada di bawah suaka Moskow, dituduh melakukan pelanggaran hak asasi manusia berat serta kejahatan perang termasuk melakukan penyiksaan dan pembunuhan terhadap oposisinya dan juga penggunaan gas beracun dalam perang saudara.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Jerman

    Diadaptasi oleh Sorta Caroline

    Editor: Rizki Nugraha


    (ita/ita)

  • Putin Tegaskan Akan Ambil Alih Seluruh Donbas Ukraina!

    Putin Tegaskan Akan Ambil Alih Seluruh Donbas Ukraina!

    Jakarta

    Presiden Rusia Vladimir Putin menegaskan bahwa Rusia akan mengambil kendali penuh atas wilayah Donbas, Ukraina dengan paksa, kecuali pasukan Ukraina mundur.

    Putin mengerahkan pasukan Rusia ke Ukraina pada Februari 2022 setelah delapan tahun pertempuran antara para separatis yang didukung Rusia dan pasukan Ukraina di Donbas, yang terdiri dari wilayah Donetsk dan Luhansk.

    “Kami bebaskan wilayah-wilayah ini dengan kekuatan senjata, atau pasukan Ukraina meninggalkan wilayah-wilayah ini,” kata Putin kepada media India Today, Kamis (4/12) menjelang kunjungannya ke New Delhi, India, dilansir Al Arabiya, Kamis (4/12/2025).

    Sebelumnya, pemerintah Ukraina mengatakan tidak ingin menghadiahkan Rusia wilayahnya sendiri yang gagal dimenangkan Moskow di medan perang tersebut. Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan Moskow tidak seharusnya diberi imbalan atas perang yang telah dimulainya.

    Rusia saat ini menguasai 19,2 persen wilayah Ukraina, termasuk Krimea, yang dianeksasinya pada tahun 2014, seluruh Luhansk, lebih dari 80 persen wilayah Donetsk, sekitar 75 persen wilayah Kherson dan Zaporizhzhia, serta sebagian kecil wilayah Kharkiv, Sumy, Mykolaiv, dan Dnipropetrovsk.

    Sekitar 5.000 km persegi (1.900 mil persegi) wilayah Donetsk masih berada di bawah kendali Ukraina.

    Putin menerima kunjungan utusan AS, Steve Witkoff dan Jared Kushner di Kremlin pada hari Selasa lalu, dan mengatakan bahwa Rusia telah menerima beberapa proposal AS terkait Ukraina, dan bahwa perundingan harus dilanjutkan.

    Tonton juga video “Progres Perdamaian di Ukraina Masih Gitu-gitu Aja”

    (ita/ita)

  • Membaca Sinyal Kunjungan Putin ke India di Tengah Tekanan AS

    Membaca Sinyal Kunjungan Putin ke India di Tengah Tekanan AS

    Jakarta

    Presiden Rusia Vladimir Putin dijadwalkan tiba di India pada Kamis (04/12) untuk kunjungan selama dua hari. Hal ini menjadi sebuah sinyal kemitraan antara Moskow dan New Delhi, yang telah bertahan selama hampir delapan dekade di tengah gejolak geopolitik.

    Kunjungan Putin itu merupakan undangan dari Perdana Menteri India Narendra Modi, untuk menghadiri KTT tahunan India–Rusia ke-23 di ibu kota India. Ini merupakan kunjungan pertama Putin ke India sejak Rusia melancarkan invasi penuh ke Ukraina pada 2022.

    Kedua negara telah menyatakan keinginan untuk memperkuat “kemitraan strategis khusus dan istimewa”, istilah resmi hubungan India–Rusia yang diadopsi pada 2010, serta “bertukar pandangan mengenai isu-isu regional dan global yang menjadi kepentingan bersama,” demikian laporan Kementerian Luar Negeri India.

    Menjelang kunjungan tersebut, Juru Bicara Kremlin sekaligus Kepala Staf Putin, Dmitry Peskov, menegaskan pentingnya mempertahankan hubungan dan perdagangan bilateral Rusia–India. Komentar itu muncul ketika India menghadapi tarif dari Amerika Serikat atas pembelian minyak Moskow, di saat Rusia juga terus berupaya mengatasi semakin banyaknya sanksi Barat terkait perang di Ukraina.

    “Kita harus mengamankan perdagangan kita dari tekanan luar negeri,” ujar Peskov kepada wartawan. Dia menambahkan, pembahasan mengenai mekanisme pembayaran alternatif untuk menghindari sanksi juga sedang berlangsung.

    Agenda lain dalam kunjungan ini adalah perpindahan tenaga kerja, seiring semakin banyak warga India yang mencari pekerjaan di Rusia. Peskov juga menyinggung kerja sama pertahanan, termasuk penjualan sistem pertahanan udara S-400, jet tempur Sukhoi-57, dan reaktor nuklir modular kecil.

    India masih menjadi konsumen terbesar bagi Rusia dalam hal pembelian senjata. Selain itu, Rusia kini memasok lebih dari 35% impor minyak mentah India, jumlah ini jauh meningkat dari sekitar 2% sebelum perang Ukraina.

    Tarif AS dorong India dekati Rusia

    Meski ada tekanan Barat, sejumlah pakar dan diplomat yang dihubungi DW mengatakan hubungan India-Rusia tetap bertahan, termasuk ketika Presiden AS Donald Trump memberlakukan tarif terhadap India.

    “Kunjungan Putin mengirim pesan jelas ke blok Barat bahwa Rusia tidak terisolasi dalam urusan global,” ujar Rajan Kumar dari Centre of Russian Studies, Universitas Jawaharlal Nehru.

    Menurut Kumar, India melihat Rusia sebagai mitra strategis untuk menjaga keseimbangan hubungan dengan Barat dan Cina.

    “Kebijakan Trump menciptakan defisit kepercayaan dengan AS dan meningkatkan arti penting Rusia. Mengisolasi Rusia berarti mendorongnya semakin dekat ke Cina, sesuatu yang tidak diinginkan India,” katanya.

    Di sisi lain, meski Rusia menjaga hubungan kuat dengan Cina, Moskow juga waspada terhadap meningkatnya pengaruh geopolitik Beijing. Karena itu, Rusia mendorong keterlibatan lebih besar India dalam geopolitik Eurasia melalui forum multilateral seperti SCO dan BRICS.

    Tidak seperti negara-negara Barat, Rusia juga tidak mengkritik isu dalam negeri India atau memaksakan syarat dalam kerja sama bilateral.

    “Kunjungan Putin memperkuat kemitraan ‘khusus dan istimewa’ yang dibangun atas keselarasan kepentingan, kepercayaan historis, dan kalkulasi geopolitik bersama,” kata Kumar.

    Alasan kedekatan Rusia dan India

    Hubungan kedua negara berakar sejak kemerdekaan India pada 1947. Rusia (saat itu Uni Soviet) membangun citra positif dengan mendukung industrialisasi India dan memberikan dukungan diplomatik dalam sengketa Kashmir.

    Pada 1971, Moskow secara terbuka mendukung India dalam perang dengan Pakistan, sementara AS dan Cina berada di pihak Islamabad. India kemudian mulai membeli senjata buatan Soviet dalam jumlah besar dan memproduksi beberapa di antaranya secara lokal, termasuk tank T-72.

    Hubungan pertahanan itu tetap bertahan setelah Perang Dingin. Pada 1990-an, ketika Rusia membutuhkan dana, Moskow tetap membantu India memproduksi rudal dan jet tempur rancangan Rusia serta mengembangkan kapal selam bertenaga nuklir kelas Arihant.

    Pada 2002, kedua negara menandatangani perjanjian eksplorasi luar angkasa. Sejak Modi mulai menjabat pada 2014, kerja sama diperluas ke energi nuklir dan penjualan uranium.

    Ketika perang Ukraina memicu gejolak global pada 2022, India berhati-hati agar tidak memusuhi Rusia maupun Barat, termasuk ketika menyerukan penghentian perang tanpa mengecam langsung invasi Rusia.

    “Sebagai mitra lama, India dan Rusia telah membangun modal kepercayaan yang besar dan hal itu kini sangat berguna ketika keduanya menghadapi tantangan geopolitik dari AS maupun Cina,” kata D Bala Venkatesh Varma, mantan duta besar India untuk Rusia. Dia menambahkan bahwa hubungan kedua negara tetap kuat.

    “KTT ini dapat diperkirakan menjadi momen bagi kedua pemimpin untuk menginvestasikan kembali komitmen dalam kemitraan strategis bilateral,” tambahnya.

    Rusia dan India ingin ‘otonomi strategis’

    Menurut Harsh Pant dari lembaga kajian ORF di New Delhi, “AS mungkin mendorong India untuk mengurangi hubungan dengan Moskow, tetapi India menilai kerja sama pertahanan dan energi dengan Rusia terlalu berharga untuk dikorbankan.”

    Dia menggambarkan sikap diplomasi Washington sebagai hal yang tidak bisa diprediksi, sehingga dapat mendorong India mempertimbangkan secara hati-hati dalam memilih kemitraan.

    “Keseimbangan ini memungkinkan India mempertahankan hubungan kuat dengan Rusia sambil tetap mengelola kemitraan strategis dengan AS,” kata Pant.

    Dengan tujuan mencapai “otonomi strategis”, hubungan India-Rusia dianggap telah berakar jauh lebih dalam dibanding tekanan sesaat dari pemerintahan Trump.

    Kunjungan dua hari yang penuh sinyal politik

    Menurut mantan Menteri Luar Negeri India sekaligus mantan duta besar untuk Rusia, Kanwal Sibal, kunjungan Putin menunjukkan prioritas kebijakan luar negeri India di tengah pergeseran kekuatan global.

    “Momen kunjungan Putin ke Delhi menegaskan pendekatan dasar India sebagai kemitraan strategis, bukan permainan zero-sum,” kata Sibal.

    Dia menambahkan, “AS tidak bisa mendikte kebijakan luar negeri India. Kita harus mengakomodasi sekaligus menolak tekanan jika perlu.”

    Pendapat Sibal terlihat dalam strategi seimbang New Delhi. India sedang menegosiasikan kesepakatan dagang dengan AS untuk menurunkan tarif, menyikapi kekhawatiran Washington soal defisit perdagangan, dan memproses kesepakatan penting senilai US$1 miliar (sekitar Rp15,4 triliun) antara GE Aerospace (AS) dan Hindustan Aeronautics Limited (HAL) untuk memasok mesin jet bagi pesawat tempur Tejas, sementara pada saat yang sama menyambut Vladimir Putin sebagai tamu kehormatan.

    Menurut Sibal, kerja sama pertahanan dengan Washington terus berlanjut, “tetapi hal ini tidak mengurangi pentingnya strategis Rusia.”

    “India mengakomodasi kemitraan Amerika Serikat di mana hal itu menguntungkan, sambil menahan tekanan untuk meninggalkan Moskow. Kunjungan Putin menunjukkan bahwa kebijakan luar negeri India beroperasi berdasarkan syaratnya sendiri, bukan preferensi Washington,” pungkasnya.

    Artikel ini pertama kali terbit dalan bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh: Fika Ramadhani

    Editor: Muhammad Hanafi

    (ita/ita)

  • AS dan Rusia Belum Menemukan Kompromi Terkait Wilayah Ukraina yang Diduduki

    AS dan Rusia Belum Menemukan Kompromi Terkait Wilayah Ukraina yang Diduduki

    JAKARTA – Perundingan Rusia dan Amerika Serikat terkait dengan upaya untuk mengakhiri perang di Ukraina pada Hari Selasa gagal menghasilkan terobosan, utamanya belum ada kompromi mengenai wilayah yang diduduki.

    Presiden Rusia Vladimir Putin menerima Utusan Khusus AS Steve Witkoff dan menantu Presiden Donald Trump Jared Kushner di Kremlin, setelah sebelumnya mengisyaratkan pasukannya siap untuk terus berjuang mencapai tujuan awal perang Rusia.

    Pertemuan ini merupakan momen krusial bagi Ukraina dalam apa yang bisa menjadi minggu yang menegangkan setelah berhari-hari diplomasi yang menegangkan. Inti dari pertemuan ini adalah rencana AS untuk mewujudkan perdamaian, yang sejak itu telah direvisi di bawah tekanan dari Kyiv dan para pendukungnya di Eropa.

    Mengenai wilayah Ukraina yang diduduki, “sejauh ini kami belum menemukan kompromi, tetapi beberapa solusi Amerika dapat didiskusikan,” kata Ajudan Presiden Rusia Yuri Ushakov setelah pertemuan di Kremlin, melansir Al Arabiya dari AFP (3/12).

    “Beberapa formulasi yang diusulkan tidak sesuai dengan kami, dan pekerjaan akan terus berlanjut,” tambahnya.

    Presiden Putin saat menerima Jared Kushner dan Steve Witkoff di Kremlin. (Kristina Kormilitsyna/Rossiya Segodnya via Kremlin)

    Kushner dan Witkoff menyampaikan kepada Putin versi baru rencana AS, yang telah digodok setelah versi awal menimbulkan kekhawatiran di Kyiv dan di tempat lain di Eropa bahwa rencana tersebut memberikan terlalu banyak konsesi kepada Moskow.

    Ushakov mengatakan rencana awal AS dipecah menjadi empat bagian, yang dibahas dalam pertemuan lima jam di Kremlin.

    “Ada beberapa poin yang bisa kami sepakati,” jelasnya, tetapi “presiden tidak menyembunyikan sikap kritis, bahkan negatif, kami terhadap sejumlah proposal.”

    Namun, perundingan di Moskow “bermanfaat,” kata Ushakov, dengan posisi Rusia dan AS tidak semakin jauh setelahnya.

    Sebelumnya, Presiden Putin telah menuntut agar Kyiv menyerahkan wilayah yang diklaim Moskow sebagai miliknya. Kremlin juga menolak pasukan Eropa mana pun di Ukraina untuk memantau gencatan senjata.

    Jared Kushner dan Steve Witkoff di Kremlin. (Kristina Kormilitsyna/Rossiya Segodnya via Kremlin)

    Sementara itu, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan pada Hari Senin, rencana apa pun harus mengakhiri perang untuk selamanya, dan tidak hanya mengarah pada jeda pertempuran yang dimulai dengan serangan Moskow pada Februari 2022.

    Ia juga mengatakan dalam sebuah unggahan di media sosial, “tidak akan ada solusi sederhana.”

    “Yang penting adalah semuanya adil dan transparan. Tidak ada permainan yang dimainkan di belakang Ukraina. Tidak ada yang diputuskan tanpa Ukraina, tentang kami, tentang masa depan kami,” katanya.

    Dalam unggahan media sosialnya Ia mengatakan “pertanyaan yang paling sulit adalah tentang wilayah, tentang aset (Rusia) yang dibekukan Dan tentang jaminan keamanan.”

    CaptJared Kushner dan Steve Witkoff di Kremlin. (Kristina Kormilitsyna/Rossiya Segodnya via Kremlin)

    Terpisah, Presiden Trump sebelumnya mengatakan kemajuan dalam mengakhiri perang yang telah berlangsung hampir empat tahun tidak akan mudah.

    “Rakyat kami sedang berada di Rusia saat ini untuk melihat apakah kami dapat menyelesaikannya,” ujarnya dalam rapat kabinet di Gedung Putih.

    “Ini bukan situasi yang mudah, percayalah. Benar-benar kacau,” tandasnya.

    Namun dalam wawancara yang disiarkan Selasa malam di Fox News, Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio mengatakan perundingan dengan Rusia “telah mencapai beberapa kemajuan” untuk mengakhiri perang dengan Ukraina.

    Diketahui, rencana perdamaian awal AS yang berisi 28 poin yang diungkapkan bulan lalu sangat sesuai dengan tuntutan Moskow, memicu tuduhan Rusia terlibat dalam penyusunannya, yang dibantah oleh Washington.

    Itu menimbulkan kekhawatiran Eropa, Washington dan Moskow dapat mencapai kesepakatan yang tidak terduga atau memaksa Ukraina untuk memberikan konsesi yang tidak adil.

    Presiden Putin belakangan menilai Eropa menyabotase kesepakatan mengenai konflik tersebut dan mengirimkan pesan jelas dengan mengatakan: “Kami tidak berencana untuk berperang dengan Eropa, tetapi jika Eropa menginginkannya dan memulainya, kami siap sekarang juga.”

    Witkoff sendiri telah bertemu dengan Presiden Putin beberapa kali. Tetapi, media AS melaporkan ini pertama kalinya Kushner bergabung dalam perundingan dengan Moskow.

  • Negosiasi 5 Jam, AS-Rusia Gagal Berkompromi Soal Wilayah Ukraina

    Negosiasi 5 Jam, AS-Rusia Gagal Berkompromi Soal Wilayah Ukraina

    Jakarta

    Presiden Rusia Vladimir Putin bertemu menantu Presiden AS Donald Trump, Jared Kushner, serta utusan khusus AS Steve Witkoff di Kremlin, setelah sebelumnya memberi sinyal bahwa pasukannya siap terus bertempur demi mencapai tujuan awal perang Rusia.

    Pertemuan tersebut adalah momen krusial bagi Ukraina dalam minggu yang diperkirakan penuh ketegangan, setelah beberapa hari diplomasi intensif. Inti dari pertemuan ini adalah rencana perdamaian AS, yang kemudian direvisi di bawah tekanan dari Kyiv dan para pendukungnya di Eropa.

    Mengenai wilayah Ukraina yang diduduki, “sejauh ini kami belum menemukan kompromi, tetapi beberapa solusi Amerika dapat dibahas,” ujar penasihat utama kepresidenan Rusia, Yuri Ushakov, setelah pertemuan di Moskow. “Beberapa rumusan yang diajukan tidak sesuai bagi kami, dan pekerjaan akan terus berlanjut,” tambahnya.

    Trump mengatakan bahwa kemajuan dalam mengakhiri perang yang hampir berlangsung empat tahun itu tidak akan mudah. “Perwakilan kami sedang berada di Rusia saat ini untuk melihat apakah kita bisa menyelesaikannya,” paparnya dalam rapat kabinet di Gedung Putih. “Situasi yang tidak mudah, biar saya katakan. Benar-benar berantakan.”

    Dalam wawancara yang disiarkan Selasa (03/12) malam di Fox News, Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio mengatakan pembicaraan dengan Rusia “telah menghasilkan beberapa kemajuan” untuk mengakhiri perang dengan Ukraina. Tidak jelas kapan tepatnya wawancara itu direkam.

    Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan pada hari Senin (01/12) bahwa setiap rencana harus mengakhiri perang secara permanen, dan bukan hanya menghasilkan jeda dalam pertempuran yang dimulai dengan ofensif oleh Moskow pada Februari 2022.

    Ia juga mengatakan dalam sebuah unggahan di media sosial bahwa “tidak akan ada solusi yang mudah.”

    Moskow menolak rencana yang telah diubah

    Kushner dan Witkoff akan menyerahkan versi baru rencana AS tersebut kepada Putin, yang telah dirumuskan ulang setelah versi awalnya memicu kekhawatiran di Kyiv dan Eropa bahwa rencana itu terlalu banyak memberi konsesi kepada Moskow.

    Ushakov mengatakan rencana awal AS terdiri dari empat bagian, yang dibahas selama pertemuan lima jam di Kremlin. “Ada beberapa poin yang bisa kami sepakati,” kata penasihat diplomatik utama Putin itu. Namun “presiden tidak menyembunyikan sikap kami yang kritis, bahkan negatif, terhadap sejumlah usulan.”

    Putin telah menuntut agar Kyiv menyerahkan wilayah yang diklaim Moskow sebagai miliknya. Kremlin juga menolak kehadiran pasukan Eropa di Ukraina untuk memantau gencatan senjata.

    Dalam unggahan di media sosialnya, Zelensky mengatakan “pertanyaan paling sulit berkaitan dengan wilayah, aset (Rusia) yang dibekukan dan jaminan keamanan.”

    Meski demikian, pembicaraan di Moskow “bermanfaat”, papar Ushakov, dan posisi Rusia dan AS tidak menjadi semakin berjauhan setelahnya.

    Tekanan Rusia

    Putin tampak mengirim pesan keras sesaat sebelum pembicaraan AS dimulai. Ia mengatakan bahwa Pokrovsk —benteng Ukraina Timur yang disebut pasukan Rusia baru-baru ini berhasil direbut — adalah “titik pijakan yang baik untuk menyelesaikan semua tugas yang ditetapkan pada awal operasi militer khusus,” – menggunakan istilah yang dipakai Kremlin untuk perang tersebut.

    Selain Pokrovsk, Kyiv berada di bawah tekanan di banyak front. Pasukan Rusia bergerak cepat pada November di Ukraina timur, dan Kyiv diguncang skandal korupsi yang berujung pada pengunduran diri negosiator utamanya — tangan kanan Zelensky.

    Moskow juga meningkatkan serangan drone dan rudal ke Ukraina dalam beberapa pekan terakhir, yang menyebabkan ratusan ribu orang hidup tanpa listrik dan pemanas. Zelensky menuding Kremlin berusaha “menghancurkan” negaranya.

    Di sisi lain, pemimpin Rusia menuduh Eropa mensabotase kesepakatan mengenai konflik tersebut dan mengirim pesan suram, dengan mengatakan: “Kami tidak berencana berperang dengan Eropa, tetapi jika Eropa menginginkannya dan memulai, kami siap saat ini juga.”

    Zelensky mengatakan ia berharap dapat membahas isu-isu kunci dengan presiden AS dan menyiratkan bahwa motivasi sebenarnya Moskow untuk pembicaraan dengan AS adalah guna melonggarkan sanksi Barat.

    Kehadiran Kushner

    Eropa khawatir Washington dan Moskow dapat mencapai kesepakatan tanpa melibatkan mereka atau memaksa Ukraina membuat konsesi yang tidak adil.

    Rencana awal AS yang terdiri dari 28 poin dan diungkap bulan lalu begitu dekat dengan tuntutan Moskow sehingga memicu tuduhan bahwa Rusia terlibat dalam penyusunannya, sesuatu yang dibantah Washington.

    Bloomberg melaporkan bulan lalu mengenai rekaman audio yang menunjukkan bahwa Witkoff membantu melatih pejabat Rusia tentang bagaimana Putin sebaiknya berbicara kepada Trump.

    Witkoff telah beberapa kali bertemu Putin, tetapi media AS melaporkan bahwa ini adalah pertama kalinya Kushner — yang juga membantu menengahi gencatan senjata antara Israel dan Hamasdi Gaza awal tahun ini — ikut dalam pembicaraan dengan Putin.

    *Editor: Rizki Nugraha

    Tonton juga video “Progres Perdamaian di Ukraina Masih Gitu-gitu Aja”

    (ita/ita)

  • Dilema Penduduk Donbass Antara Hidup di Bawah Rusia atau Mengungsi

    Dilema Penduduk Donbass Antara Hidup di Bawah Rusia atau Mengungsi

    Jakarta

    Menurut rencana 28 butir Amerika Serikat untuk mengakhiri perang Ukraina, Kyiv diminta menyerahkan wilayah Donetsk dan Luhansk, termasuk wilayah yang tidak diduduki Rusia, demi membentuk “zona demiliterisasi”, yang pada akhirnya kemungkinan besar akan dikendalikan Rusiasecara de facto. Setelah kritik keras dari Kyiv dan sejumlah negara Eropa, rencana itu kini dikabarkan bakal direvisi.

    Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan beberapa “isu sensitif” harus dibicarakan secara langsung dengan Presiden AS Donald Trump. Zona demiliterisasi termasuk ke dalam agenda, menurut berbagai sumber.

    Di wilayah Donetsk, Ukraina masih menguasai sekitar seperempat bagian, tempat sekitar 200 ribu warga bertahan meski serangan artileri Rusia rutin terjadi.

    Lonjakan evakuasi

    Di antara warga Donbass sendiri, “rencana perdamaian” dengan Rusia belum banyak didiskusikan, kata Anastasia Machnyk, dari hotline proyek bantuan Jalan Kehidupan. Namun pekan lalu, permintaan evakuasi dari kota Kramatorsk dan Sloviansk meningkat.

    Yang menghubungi biasanya keluarga dengan anak dan warga rentan yang bertahan sampai detik terakhir, berharap situasi membaik. Selama ini, kehidupan di wilayah itu relatif lebih tenang – setidaknya dibandingkan daerah yang lebih dekat garis depan, ujar Machnyk kepada DW.

    “Tapi mereka melihat harapan itu tak terpenuhi. Mungkin mereka juga terpengaruh kabar terakhir.”

    Mengapa warga Donbass sekarang mengungsi?

    Dari percakapan sehari-hari, Machnyk menangkap betapa warga sulit membayangkan pemerintah Ukraina begitu saja menyerahkan daerah yang masih dihuni banyak orang. “Mereka berpikir, selama masih banyak warga di sana, mereka tidak akan ditinggalkan. Meski begitu tetap ada rasa tidak percaya terhadap pemerintah.”

    Oleksij K. (nama disamarkan), salah satu pendiri organisasi evakuasi, menyampaikan pengamatan serupa. Warga di bagian Donetsk yang relatif lebih aman pergi karena takut menghadapi pendudukan Rusia. “Ada yang bersiap pergi karena khawatir suatu hari pemerintah bilang, ‘Kalian punya dua hari sebelum wilayah ini jatuh ke Rusia.’”

    Bagi warga yang tinggal betul-betul dekat garis depan – seperti di Kostyantynivka atau Pokrovsk – berita politik belakangan ini justru kurang berpengaruh. Mereka pergi karena rumah hancur dan rantai pasokan terputus akibat serangan: tak ada listrik, tak ada bahan pangan, tak ada komunikasi. “Mereka yang takut pendudukan Rusia sudah lebih dulu kabur,” ujar Oleksij. “Yang tersisa kebanyakan orang putus asa yang tak tahu harus ke mana, dan para pensiunan yang takut penjarahan. Mereka bertahan selama rumah mereka masih utuh.” Ada juga mereka yang tidak berprinsip dan mengaku “tidak mau terlibat urusan politik”. Lebih lanjut, ada segmen penentang perang yang menganggap gencatan senjata akan menguntungkan karena mereka tidak akan direkrut menjadi tentara, demikian menurut Oleksiy K.

    Pengusaha: “Pindah, bukan ekspansi”

    Di antara yang masih bertahan adalah Maksym Lysenko, pendiri sebuah merek pakaian. Dia bahkan membuka showroom dan kafe di Kramatorsk pada Juni lalu. Namun situasi di Donetsk dan dinamika internasional membuatnya kini mempertimbangkan pindah ke Kyiv. “Saat membuka usaha, kami sedikit takut, tapi berharap semuanya baik-baik saja.”

    Front kemudian bergerak mendekat. “Sekarang kami lebih berpikir soal pindah ketimbang ekspansi,” katanya. Meski begitu keputusan final belum diambil. Setelah penurunan tajam akibat terputusnya jalur kereta ke Kramatorsk, penjualan mulai naik lagi dalam dua pekan terakhir—meski belum kembali ke level sebelumnya.

    “Segala kemungkinan terbuka”

    Menurut survei Kyiv International Institute for Sociology (KIIS) pada akhir September dan awal Oktober, 71 persen warga Ukraina menolak melepaskan wilayah yang masih dikuasai Kyiv kepada Rusia. Di wilayah timur, penolakannya hanya 47 persen. Sebanyak 24 persen bersedia menerima kehilangan wilayah demi perdamaian, sementara 29 persen masih ragu.

    Lysenko menilai gagasan menyerahkan Donbass kepada Rusia sebagai hal yang “absurd dan tak terbayangkan”. Namun ia tak menutup kemungkinan itu bisa terjadi. “Melihat realitas dunia dan siapa yang berkuasa di AS, saya menganggap semuanya mungkin. Saat Rusia mulai menghujani Ukraina dengan serangan pada 2014, saya pikir dunia akan menekan Rusia. Yang terjadi justru sebaliknya.”

    Menurutnya, menyerahkan seluruh Donbass tak akan membawa kedamaian, melainkan memberi ruang bagi Moskow untuk menyusun ulang kekuatan, melewati pertahanan Ukraina di Donetsk, dan terus maju. Itu, kata Lysenko, akan menjadi “kekalahan bagi seluruh dunia”.

    “Kita menyelamatkan Kyiv, kedaulatan, dan kebebasan kita. Tapi kita kehilangan banyak wilayah karena kelambanan komunitas internasional,” keluhnya. “Alih-alih menekan agresor, justru yang lemah ditekan. Dunia menyaksikan absurditas ini tanpa berbuat apa-apa. Pelaku kekerasan dihadiahi hanya karena ia lebih kuat.”

    Pengungsi internal: “Taruhannya nyawa”

    Kateryna Kowal dari Druzhkivka – dekat garis depan – kini tinggal di sebuah penampungan dekat Kyiv bersama keluarganya. Dia menyebut rencana menyerahkan seluruh Donetsk sebagai gagasan “benar-benar absurd”. “Ini bukan tanah kosong, tapi nyawa manusia. Bagaimana mungkin menyerahkan seluruh kota beserta warganya?” Mereka bukan simpatisan Rusia, katanya. “Mereka bertahan di rumah karena tak punya uang pindah dan takut terlantar. Warga yang lebih tua terutama, tak punya peluang membangun hidup baru.”

    Bagi Kowal, skenario itu sama saja dengan kapitulasi Ukraina. Dia juga tak percaya Rusia akan berhenti di Donbass. Ancaman terhadap Kharkiv dan Dnipropetrovsk akan meningkat. Namun dia tak menampik kemungkinan Amerika Serikat dapat menekan Ukraina yang bergantung pada bantuannya. Meski begitu, langkah seperti itu sangat sulit diterima publik, katanya. “Semua pengungsi internal ingin pulang, bahkan jika rumah mereka hancur. Yang mereka cari bukan hanya empat dinding, tapi rasa ‘pulang’, makam keluarga… Bila di sana masih ada pemerintah Ukraina dan kedamaian, kami akan kembali. Di sanalah rumah kami.”

    Diadaptasi dari bahasa Ukraina oleh Markian Ostaptschuk
    Disadur oleh Rizki Nugraha
    Editor: Yuniman Farid


    (ita/ita)