kab/kota: Moskow

  • Trump Siap Gandeng Erdogan Akhiri Konflik Ukraina dan Rusia

    Trump Siap Gandeng Erdogan Akhiri Konflik Ukraina dan Rusia

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengatakan siap bekerja sama dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan untuk mengakhiri perang Rusia dan Ukraina. Kedua pemimpin itu sempat berbincang melalui sambungan telepon.

    Trump melalui jejaring sosial Truth Social miliknya mengatakan bahwa Erdogan juga telah mengundangnya untuk mengunjungi Turki. Undangan balasan agar pemimpin Turki itu ke Washington juga disiapkan.

    “Saya berharap dapat bekerja sama dengan Presiden Erdogan untuk mengakhiri perang yang konyol namun mematikan antara Rusia dan Ukraina — Sekarang!,” tulis Trump dilansir AFP, Selasa (6/5/2025).

    Trump, yang berjanji untuk mengakhiri perang Ukraina dalam waktu 24 jam setelah memulai masa jabatan keduanya pada bulan Januari, telah mendesak Kyiv dan Moskow untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata.

    Turki, anggota NATO, telah berupaya untuk menjaga hubungan baik dengan kedua tetangganya di Laut Hitam tersebut sejak invasi Rusia dan telah dua kali menjadi tuan rumah pembicaraan yang bertujuan untuk mengakhiri perang.

    Kedua pemimpin tersebut juga membahas tentang Suriah hingga Gaza. Trump menyebut percakapan teleponnay dengan Erdogan sebagai hal produktif.

    Trump mengatakan bahwa ia dan Erdogan memiliki hubungan yang sangat baik selama masa jabatan pertamanya sebagai presiden AS dari tahun 2017 hingga 2021.

    Washington mengatakan bahwa normalisasi atau pencabutan sanksi apa pun setelah penggulingan Bashar al-Assad pada bulan Desember akan bergantung pada kemajuan yang dapat diverifikasi oleh otoritas baru Suriah mengenai prioritas termasuk tindakan melawan “teror.”

    Erdogan juga berterima kasih kepada Trump atas “pendekatannya untuk mengakhiri perang,” dengan pernyataan yang menyebutkan Ukraina, Gaza, dan negosiasi tentang Iran.

    Ia mengangkat isu Jalur Gaza yang dilanda perang. Erdogan memberi tahu Trump bahwa bantuan kemanusiaan harus “dikirim ke Gaza tanpa gangguan.”

    (ygs/ygs)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Tentara Bayaran Inggris yang Bertempur untuk Ukraina Pilih Tewas Ketimbang Tertangkap Rusia – Halaman all

    Tentara Bayaran Inggris yang Bertempur untuk Ukraina Pilih Tewas Ketimbang Tertangkap Rusia – Halaman all

    Tentara Bayaran Inggris yang Bertempur Bela Ukraina Lebih Pilih Tewas Ketimbang Tertangkap Rusia

    TRIBUNNEWS.COM – Seorang tentara bayaran asal Inggris yang bertempur di Ukraina memberi pengakuan kalau personel Angkatan Bersenjata Rusia memiliki reputasi yang sangat brutal.

    Saking brutalnya pasukan Rusia, sampai-sampai unit tentara bayaran itu setuju untuk tidak pernah ditangkap hidup-hidup.

    Pasukan Rusia adalah “orang-orang yang sangat berbahaya, seringkali fanatik atau putus asa yang akan menyiksa dan membunuh Anda jika mereka menangkap Anda,” kata Macer Gifford.

    Gifford dilansir BI, memiliki nama asli Harry Rowe yang sebelumnya berprofesi sebagai  pedagang di Inggris.

    Gifford, yang sebelumnya menjadi sukarelawan untuk bertempur di Suriah, disebutkan bertempur di lokasi-lokasi penting di Ukraina, termasuk di Kherson dan Lyman.

    Dalam lansira BI, mantan tentara bayaran ini berbicara tentang realitas perang melawan Rusia, dan keputusan sulit yang harus diambil unitnya.

    Tentara Rusia di garis depan (TASS)

    Aksi-Aksi Brutal, Diminta Gali Lubang Kubur Sendiri Lalu Ditembak

    Ulasan BI itu menggambarkan, laporan tindak penyiksaan oleh personel dari kedua kubu sebenarnya bermunculan.

    Namun, menurut penyelidikan PBB tahun lalu, laporan adanya penyiksaan oleh tentara Ukraina terhadap personel Rusia yang tertangkap “berhenti ketika para tahanan tiba di tempat penahanan resmi”. 

    “Tidak demikian halnya dengan Rusia. Investigasi tersebut menyatakan bahwa ada “penyiksaan dan perlakuan buruk yang meluas dan sistematis” terhadap tawanan perang di seluruh sistem penahanan Rusia,” kata laporan itu.

    Aksi-aksi brutal itu termasuk pemukulan, sengatan listrik, kekerasan seksual, pencekikan, perampasan tidur, dan eksekusi pura-pura, katanya.

    “Terjadi pula pembunuhan, satu di antara yang terkenal adalah tentara Ukraina Oleksandr Matsievsky. Dia dipaksa menggali kuburnya sendiri sebelum ditembak di tahanan,” BBC melaporkan .

    “Rusia telah melakukan segala macam kejahatan yang dapat Anda bayangkan,” kata Gifford.

    Itulah sebabnya unitnya mengadakan perjanjian — bahkan mengeluarkan satu anggota yang mencoba menyerah saat baku tembak, katanya.

    Ada kesepakatan bahwa “tidak seorang pun di unit itu boleh ditangkap hidup-hidup,” katanya.

    Mengakui bahwa semua perang bersifat kekerasan, Gifford mengatakan ia tetap “benar-benar terkejut” dengan apa yang ia lihat dalam pertempuran melawan Rusia.

    Rusia Belajar dari ISIS

    Gifford yakin bahwa pasukan Rusia mempelajari banyak taktik brutal mereka di Suriah.

    Seperti diketahui, Presiden Rusia Vladimir Putin memberikan dukungan militer kepada presiden Suriah saat itu, Bashar Assad, mulai tahun 2015, dengan memasok peralatan militer dan serangan udara untuk memukul mundur kelompok pemberontak, termasuk ISIS.

    Namun, kelompok itulah yang tampaknya telah memberikan model bagi pasukan Rusia di Ukraina, kata Gifford.

    “Tingkat dan cakupan” kebiadaban Rusia terhadap warga sipil, katanya, mengingatkannya “pada taktik yang sama yang digunakan ISIS.”

    Gifford mengenang bagaimana, selama ia bertempur di Suriah, ia menemukan sangkar, alat penyiksaan, dan kasur dengan rantai di sampingnya untuk menahan tawanan wanita di wilayah yang dikuasai ISIS.

    “Saya pikir ISIS adalah kelompok pinggiran, bahwa mereka adalah kelompok yang unik,” katanya, tetapi menurutnya, “banyak praktik brutal mereka telah diadopsi oleh Rusia — terutama, saya kira, karena mereka sangat efektif di Suriah,” tambahnya.

    Rusia berhasil menghancurkan sebagian besar pasukan dan peralatan Ukraina yang memasuki wilayah Kursk, menurut klaim Komandan Pasukan Khusus Rusia, Akhmat Alaudinov. Situasi di wilayah Kursk telah terkendali. (Sputnik)

    Mesin Perang Rusia

    Gifford menggambarkan mesin perang Rusia sebagai “sangat besar dan sangat berbahaya.”

    Namun, meski Rusia memimpin dalam hal skala jumah — di mana pasukan tumbuh hingga mencapai 1,5 juta tentara aktif — pasukan Moskow telah “dihancurkan” di Ukraina, katanya.

     Pendekatan Rusia terhadap perang adalah tentang skala dan serangan “meat grinder” yang mana jumlah korban yang sangat besar ditoleransi, kata Gifford.

    “Perbedaan yang nyata” antara kedua negara itu bermuara pada “cara mereka menghargai kehidupan,” tambahnya.

    “Ukraina berjuang untuk hidup mereka. Rusia hanya berjuang untuk mendapatkan lebih banyak wilayah, dan itulah perbedaannya.”

    Namun Gifford menekankan bahwa sekutu Ukraina perlu berhenti melihat perang sebagai “konflik di pinggiran Eropa,” dan bagi Putin hal ini berarti lebih dari itu.

    Baginya, ini adalah “perang pemusnahan,” kata Gifford. Ini adalah “perang untuk mengakhiri semua perang di mata Vladimir Putin.”

    “Rusia secara rutin membantah tuduhan kejahatan perang. Kementerian Pertahanan Rusia tidak menanggapi permintaan komentar,” tulis disclaimer laporan BI tersebut.

     

     

    (oln/BI/*)
     
     
     
     
     
     

     

  • Kremlin Sebut Pertemuan Trump-Putin Memang Perlu, tapi Harus Dipersiapkan dengan Baik – Halaman all

    Kremlin Sebut Pertemuan Trump-Putin Memang Perlu, tapi Harus Dipersiapkan dengan Baik – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kremlin menjelaskan tentang kemungkinan pertemuan antara Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin di Arab Saudi.

    Kremlin mengatakan, pertemuan itu perlu tetapi Putin tidak merencanakan perjalanan ke Timur Tengah pada pertengahan Mei 2025.

    Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, yang ditanya oleh wartawan tentang komentar Trump bahwa ia mungkin mempertimbangkan untuk bertemu dengan Putin selama perjalanan ke Arab Saudi bulan ini, mengatakan bahwa kepala Kremlin tidak memiliki jadwal perjalanan ke sana.

    Meski begitu, menurutnya pertemuan seperti itu jelas menjadi pembicaraan semua orang.

    “Dan dalam banyak hal kami pikir itu tentu perlu,” kata Peskov, Senin (5/5/2025), dilansir Al Arabiya.

    “Itu harus dipersiapkan dengan baik dan itu membutuhkan upaya di berbagai tingkat ahli, termasuk kontak berkelanjutan antara Moskow dan Washington,” paparnya.

    “Tetapi sejauh ini tidak ada hal spesifik tentang ini,” tegas Peskov.

    Perjalanan Trump ke Timur Tengah

    Trump akan melakukan perjalanan ke Arab Saudi, Qatar, dan Uni Emirat Arab (UEA) akhir bulan ini untuk mengambil bagian dalam pertemuan puncak dengan para pemimpin Teluk, Axios melaporkan.

    Putin belum pernah bertemu dengan Presiden AS yang sedang menjabat itu, sejak ia mengadakan pertemuan puncak di Jenewa pada Juni 2021 dengan pendahulu Trump, Joe Biden.

    Putin dan Trump telah berbicara melalui telepon beberapa kali tahun ini saat pemimpin AS tersebut berupaya menengahi berakhirnya perang.

    Sebelumnya, Trump, yang berjanji untuk segera merundingkan akhir perang di Ukraina tak lama setelah ia kembali menjabat.

    Trump mengatakan pada akhir pekan bahwa ia dan para penasihatnya telah melakukan “diskusi yang sangat baik” tentang Rusia dan Ukraina dalam beberapa hari terakhir.

    Gencatan Senjata

    Dikutip dari AP News, Rusia dan Ukraina tetap berselisih pendapat mengenai proposal gencatan senjata yang saling bersaing.

    Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan gencatan senjata mungkin dilakukan “bahkan mulai hari ini” jika Moskow serius ingin mengakhiri perang.

    Berbicara pada Minggu (4/5/2025) pada konferensi pers bersama Presiden Ceko Petr Pavel, Zelensky mencatat bahwa Rusia telah mengabaikan proposal AS untuk gencatan senjata penuh selama 54 hari dan berterima kasih kepada Republik Ceko karena mendukung seruan Ukraina untuk gencatan senjata selama 30 hari.

    “Putin sangat ingin memamerkan tank-tanknya di parade (Hari Kemenangan)” kata Zelensky.

    “Tetapi ia harus berpikir untuk mengakhiri perangnya,” lanjutnya.

    Zelensky kembali menyatakan skeptisisme mendalamnya atas usulan Rusia untuk melakukan gencatan senjata selama 72 jam di Ukraina guna menandai Hari Kemenangan dalam Perang Dunia II, dengan mengatakan bahwa Moskow terus melancarkan ratusan serangan meskipun secara terbuka mengisyaratkan minatnya pada gencatan senjata sebagian.

    “Bahkan selama Paskah, meskipun ada janji — termasuk kepada Amerika Serikat — Rusia melakukan lebih dari seratus serangan,” kata Zelensky, merujuk pada serangan Rusia selama gencatan senjata Paskah selama 30 jam yang dideklarasikan secara sepihak oleh Putin.

    Zelensky telah berulang kali menyerukan jeda permusuhan yang lebih substansial selama 30 hari, seperti yang awalnya diusulkan AS.

    Kremlin mengatakan gencatan senjata Hari Kemenangan didasarkan pada alasan kemanusiaan dan akan berlangsung dari awal 8 Mei dan berlangsung hingga akhir 10 Mei untuk menandai kekalahan Moskow atas Nazi Jerman pada tahun 1945 — hari libur sekuler terbesar Rusia.

    Zelensky berterima kasih kepada Pavel atas dukungan militer negaranya dan mengatakan Ukraina berharap untuk menerima 1,8 juta peluru artileri pada tahun 2025 sebagai bagian dari inisiatif yang dipimpin Ceko untuk memasok bantuan militer ke Kyiv.

    Inisiatif tersebut, yang diluncurkan pada tahun 2024 dan didukung oleh sekutu NATO, memasok Ukraina dengan 1,5 juta peluru artileri tahun lalu.

    Zelensky juga mengatakan bahwa ia telah berdiskusi dengan Pavel mengenai “langkah selanjutnya dalam pengembangan koalisi penerbangan kami”, yaitu pembentukan sekolah pelatihan F-16.

    Ia mengatakan bahwa pangkalan semacam itu tidak dapat dibuka di Ukraina karena serangan Rusia.

    (Tribunnews.com/Nuryanti)

    Berita lain terkait Konflik Rusia Vs Ukraina

  • Tegang! Rusia Halau Serangan Drone yang Mengarah ke Moskow

    Tegang! Rusia Halau Serangan Drone yang Mengarah ke Moskow

    Moskow

    Otoritas Rusia mengklaim pasukan pertahanannya telah menghalau serangan empat drone yang mengudara menuju ke Moskow, ibu kota Rusia. Serangan drone ini terjadi beberapa hari sebelum para pemimpin asing berkumpul untuk menyaksikan parade militer di Lapangan Merah di ibu kota Rusia tersebut.

    Wali Kota Moskow, Sergei Sobyanin, dalam pernyataan via Telegram seperti dilansir AFP, Senin (5/5/2025), mengatakan bahwa pasukan pertahanan yang ada di distrik Podolsk berhasil “menangkis serangan empat drone yang mengudara menuju ke Moskow”.

    Sobyanin menyebut tidak ada laporan awal tentang kerusakan atau korban di lokasi jatuhnya puing-puing drone tersebut. Dia menambahkan spesialis layanan darurat sedang bekerja di lokasi kejadian.

    Rusia akan menggelar parade militer di area Lapangan Merah yang ada di Moskow pada 9 Mei mendatang, sebagai bagian dari peringatan kemenangan Uni Soviet atas Nazi saat Perang Dunia II silam. Presiden Vladimir Putin akan memberikan pidato saat parade militer itu.

    Para pemimpin asing yang diharapkan hadir langsung ke Moskow untuk menyaksikan parade militer itu termasuk Presiden China Xi Jinping dan Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva.

    Perang yang berkecamuk di Ukraina sering kali terasa jauh di ibu kota Rusia, di mana kehidupan sipil terus berlanjut saat militer Moskow bergerak maju dan menyerang kota-kota di wilayah Ukraina.

    Belum ada klaim dari militer atau pemerintah Ukraina terkait laporan Rusia menangkis serangan empat drone tersebut.

    Namun diketahui bahwa militer Kyiv sebelumnya telah menargetkan Moskow dalam sejumlah serangan, tetapi serangan mematikan dengan target sejauh itu dari garis depan pertemuan tergolong jarang terjadi.

    Pada Maret lalu, Kementerian Pertahanan Rusia melaporkan pasukannya telah menembak jatuh sedikitnya 337 pesawat tanpa awak dalam serangan “besar-besaran” di berbagai wilayahnya, termasuk 91 drone yang dijatuhkan di sekitar area ibu kota Moskow.

    Lihat Video ‘Mencekam! Suasana Usai Drone Rusia Serang Permukiman di Ukraina’:

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Putin Harap Senjata Nuklir Tak Perlu Digunakan dalam Perang di Ukraina

    Putin Harap Senjata Nuklir Tak Perlu Digunakan dalam Perang di Ukraina

    Jakarta

    Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan bahwa Rusia memiliki kekuatan dan sumber daya yang cukup untuk menyelesaikan perang di Ukraina, meskipun ia berharap tidak perlu menggunakan senjata nuklir.

    Putin mengerahkan ribuan tentara Rusia ke Ukraina pada bulan Februari 2022, yang memicu konflik darat terbesar di Eropa sejak Perang Dunia Kedua, dan konfrontasi terbesar antara Moskow dan Barat sejak Perang Dingin.

    Ratusan ribu tentara telah tewas atau terluka dalam perang itu. Presiden Amerika Serikat Donald Trump telah berulang kali mengatakan bahwa ia ingin mengakhiri “pertumpahan darah” tersebut.

    Dalam sebuah film di televisi pemerintah tentang seperempat abad Putin sebagai pemimpin tertinggi Rusia yang berjudul “Rusia, Kremlin, Putin, 25 tahun,” Putin ditanya oleh seorang reporter tentang risiko eskalasi nuklir dari perang Ukraina.

    “Mereka ingin memprovokasi kita sehingga kita melakukan kesalahan,” kata Putin, dilansir Reuters dan Al Arabiya, Senin (5/5/2025).

    “Tidak perlu menggunakan senjata tersebut … dan saya harap itu tidak akan diperlukan,” imbuh Putin.

    Presiden Amerika Serikat Donald Trump telah berulang kali mengatakan bahwa ia ingin mengakhiri “pertumpahan darah” akibat perang Rusia dan Ukraina. Trump telah memberi isyarat selama berminggu-minggu bahwa ia frustrasi dengan kegagalan Moskow dan Kyiv untuk mencapai kesepakatan guna mengakhiri perang.

    Sebelumnya, mantan Direktur CIA William Burns mengatakan pada akhir tahun 2022, bahwa ada risiko nyata Rusia dapat menggunakan senjata nuklir terhadap Ukraina. Pernyataan ini telah dibantah oleh Moskow.

    Putin, mantan letnan kolonel KGB yang diangkat menjadi presiden pada tahun 1999 oleh Boris Yeltsin yang sedang sakit, adalah pemimpin Kremlin yang menjabat paling lama sejak Josef Stalin, yang memerintah selama 29 tahun hingga kematiannya pada tahun 1953.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • NATO Pecah! Negara Ini Ngotot Jadi ‘Tamu Agung’ Rusia, Semprot Ukraina

    NATO Pecah! Negara Ini Ngotot Jadi ‘Tamu Agung’ Rusia, Semprot Ukraina

    Jakarta, CNBC Indonesia – Perdana Menteri (PM) Slovakia Robert Fico menegaskan akan menghadiri Parade Hari Kemenangan di Moskow, Rusia, 9 Mei mendatang. Hal ini tetap dilakukannya meski aliansi yang diikuti Bratislava, NATO dan Uni Eropa, memiliki sikap yang bertentangan dengan Kremlin pasca perang Ukraina.

    Dalam pernyataannya, Minggu (4/5/2025), Fico mengklaim bahwa pihaknya datang ke Rusia karena ia ingin memperingati 80 tahun berakhirnya Perang Dunia Kedua. Secara khusus, menurutnya, Rusia punya kontribusi terbesar bagi kemenangan atas fasisme sehingga kunjungan ini tidak dapat dikritik secara tegas dan keras.

    “Dan jika seseorang tidak ingin mengucapkan selamat atas berakhirnya Perang Dunia Kedua, maka setidaknya diam saja,” kata kepala pemerintahan Slovakia itu.

    Fico juga menjawab pernyataan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky yang tidak mau bertanggung jawab atas keselamatan acara parade itu di wilayah Rusia. Fico, salah satu pemimpin Uni Eropa yang paling bersahabat dengan Rusia, menyebut pernyataan Presiden Ukraina sebagai ancaman bagi kepala negara dan pemerintahan.

    “Ini bukan cara yang tepat. Saya menolak ancaman semacam itu atas dasar keamanan,” pungkasnya.

    “Jika Tuan Zelensky berpikir bahwa luapan amarahnya akan menghalangi delegasi asing untuk hadir, dia sangat keliru.”

    Ketegangan Diplomatik

    Acara tersebut telah memicu ketegangan diplomatik baru karena perang di Ukraina terus berlanjut. Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Kaja Kallas, mendesak para pemimpin Eropa bulan lalu untuk tidak menghadiri acara di Moskow.

    Bulan lalu, Fico juga menegur Kallas atas pernyataannya, dengan mengatakan bahwa ia merupakan kepala negara yang sah sehingga dapat mengambil keputusan sendiri tanpa dikte dari pihak-pihak lain.

    “Saya ingin memberi tahu Anda bahwa saya adalah perdana menteri Slovakia yang sah, negara berdaulat. Tidak seorang pun dapat memerintahkan saya ke mana harus pergi atau tidak pergi,” ungkapnya saat itu.

    Ini bukan pertama kalinya PM Slowakia mengunjungi Kremlin untuk menunjukkan niat baik diplomatik. Tahun lalu, Fico mengejutkan politisi Eropa dengan pergi ke Rusia untuk bertemu langsung dengan Presiden Vladimir Putin, yang membahas potensi kesepakatan gas.

    (tps/tps)

  • Xi Jinping Akan Bertemu Putin di Rusia 7 Mei

    Xi Jinping Akan Bertemu Putin di Rusia 7 Mei

    Jakarta

    Presiden China Xi Jinping bakal mengunjungi Rusia pada 7-10 Mei. Xi Jinping disebut akan bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin dalam peringatan kemenangan Sekutu melawan Nazi Jerman.

    Dilansir kantor berita AFP, Senin (5/4/2025), berdasarkan keterangan resmi pemerintah Rusia, kunjungan tersebut bertepatan dengan meningkatnya ketegangan antara Beijing dan Washington atas tarif perdagangan AS yang berayun-ayun dan perintah Putin untuk gencatan senjata tiga hari di Ukraina, bertepatan dengan Hari Kemenangan Rusia dalam Perang Dunia II pada 9 Mei.

    Moskow dan Beijing mendeklarasikan “kemitraan tanpa batas” beberapa minggu sebelum Putin mengumumkan serangannya ke Ukraina pada Februari 2022 lalu. Kedua negara tersebut juga telah memperluas hubungan perdagangan dan militer mereka dalam aliansi yang telah membuat khawatir Barat.

    Kantor presiden Rusia mengatakan Xi akan mengadakan pembicaraan bilateral dengan Putin. Disebutkan, pembicaraan pertemuan itu membahas pengembangan kemitraan dan hubungan strategis dan mengenai “isu-isu dalam agenda internasional dan regional.

    “Pemerintah dan menteri… diharapkan menandatangani serangkaian dokumen bilateral,” tambahnya.

    Dalam wawancara dengan televisi pemerintah yang ditayangkan pada hari Minggu, Putin mengatakan kepentingan Rusia dan Tiongkok selaras.

    Putin telah memerintahkan penghentian sementara pertempuran di negara tetangga Ukraina mulai tanggal 8 hingga 10 Mei. Langkah ini dinilai oleh Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky sebagai sandiwara.

    (fca/fca)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Perang Rusia-Ukraina Hari ke-1.166, Moskow: Gencatan Senjata 3 Hari adalah Tes untuk Ukraina – Halaman all

    Perang Rusia-Ukraina Hari ke-1.166, Moskow: Gencatan Senjata 3 Hari adalah Tes untuk Ukraina – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Berikut perkembangan terkini perang Rusia dan Ukraina hari ke-1.166 pada Minggu (4/5/2025).

    Serangan pesawat nirawak Rusia pada malam hari di Kyiv, merusak beberapa bangunan tempat tinggal dan membakar mobil-mobil di seluruh kota, menurut laporan militer Ukraina, Minggu. 

    Puing-puing yang jatuh dari pesawat nirawak yang hancur memicu kebakaran di bangunan-bangunan tempat tinggal di distrik Obolonskyi dan Sviatoshynskyi di Kyiv.

    Wali Kota Kyiv, Vitali Klitschko, mengatakan petugas medis dipanggil ke distrik Sviatoshynskyi setelah serangan tersebut.

    Kyiv, wilayah sekitarnya, dan separuh timur Ukraina berada di bawah peringatan serangan udara selama sekitar satu jam, dimulai segera setelah tengah malam pada Minggu waktu setempat.

    Sehari sebelumnya pada Sabtu (3/5/2025), penembakan Rusia menewaskan dua orang di wilayah Donetsk, Ukraina timur.

    Sementara itu, serangan pesawat nirawak di kota Kherson, Ukraina selatan, menewaskan satu orang lainnya.

    Di wilayah tengah Cherkasy, serangan pesawat nirawak Rusia pada Sabtu malam memicu beberapa kebakaran, menurut laporan gubernur setempat, Ihor Taburets.

    Ukraina Hancurkan Jet Tempur SU-30 Rusia

    Ukraina telah menghancurkan jet tempur Su-30 Rusia menggunakan rudal yang ditembakkan dari pesawat tak berawak laut, menurut badan intelijen militer Ukraina (GUR).

    Militer Ukraina mengklaim itu sebagai peristiwa pertama di dunia ketika pesawat tak berawak maritim berhasil menjatuhkan pesawat tempur.

    Pernyataan GUR di media sosial pada Sabtu, mengatakan pesawat tempur Rusia ditembak jatuh oleh unit intelijen militer yang disebut Grup 13 pada Jumat (2/5/2025), di atas perairan dekat Novorossiisk, kota pelabuhan utama Rusia di Laut Hitam.

    Kementerian pertahanan Rusia tidak mengomentari klaim Ukraina.

    Namun, tak lama setelah berita tersebut, seorang blogger Rusia yang berwenang yang diyakini dekat dengan kementerian tersebut mengatakan jet itu telah ditembak jatuh.

    “Pilot keluar dan dijemput oleh pelaut sipil,” kata blogger itu, yang menggunakan nama Rybar, di Telegram.

    Sementara itu, Wali Kota Novorossiisk mengumumkan keadaan darurat pada Sabtu (3/5/2025), setelah otoritas setempat mengatakan serangan pesawat tak berawak Ukraina telah merusak terminal gandum dan beberapa bangunan tempat tinggal, melukai lima orang.

    Zelensky Tolak Gencatan Senjata 3 Hari

    Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, telah menolak gencatan senjata tiga hari yang diperintahkan oleh Presiden Rusia, Vladimir Putin.

    Zelensky menganggapnya sebagai sandiwara, lalu menegaskan Ukraina siap untuk gencatan senjata penuh.

    “Ini lebih merupakan pertunjukan sandiwara di pihaknya, karena dalam dua atau tiga hari tidak mungkin untuk mengembangkan rencana untuk langkah selanjutnya untuk mengakhiri perang,” kata presiden Ukraina pada Jumat, dalam sambutan yang dirahasiakan hingga Sabtu, seperti diberitakan The Guardian.

    Moskow: Gencatan Senjata 3 Hari adalah Tes untuk Ukraina

    Putin sebelumnya menetapkan gencatan senjata 3 hari pada 8-10 Mei 2025.

    Moskow mengklaim gencatan senjata ditujukan untuk menguji kesiapan Ukraina untuk perdamaian jangka panjang.

    Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia, Dmitry Medvedev, mengatakan tidak seorang pun dapat menjamin Ukraina akan bertahan hidup hingga 10 Mei jika Ukraina menyerang Moskow selama perayaan Hari Kemenangan pada 9 Mei. 

    Sebelumnya, Zelensky mengatakan Ukraina tidak akan bermain-main untuk menciptakan suasana yang menyenangkan untuk memungkinkan Putin keluar dari isolasi pada tanggal 9 Mei.

    Ia juga memperingatkan para pemimpin negara yang akan menghadiri acara tersebut bahwa Ukraina tidak dapat menjamin keselamatan mereka karena Rusia dan Ukraina sedang berperang.

    Kremlin telah menolak seruan oleh Ukraina dan Amerika Serikat untuk gencatan senjata tanpa syarat selama 30 hari.

    Menlu Hongaria Kecam Pernyataan Zelensky

    Menteri Luar Negeri Hongaria, Peter Szijjarto, menepis pernyataan yang dibuat oleh Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky.

    Zelensky sebelumnya mengatakan Perdana Menteri Hongaria, Viktor Orban, menghalangi aksesi Ukraina ke Uni Eropa.

    Peter Szijjarto mengecam Zelensky dengan mengatakan Ukraina seharusnya dapat menempatkan diri dan menghargai posisi Hongaria atas haknya di Uni Eropa.

    “Zelensky harus menerima kenyataan bahwa warga Hongaria memiliki hak penuh untuk menyatakan pendapat mereka mengenai aksesi cepat Ukraina ke UE,” katanya.

    “Faktanya tetap, Ukraina ingin bergabung dengan asosiasi yang menjadi anggota kami, dan bukan sebaliknya… Oleh karena itu, Kyiv harus memilih nada yang tepat,” imbuhnya, seperti diberitakan Pravda.

    Kepemimpinan Ukraina dan Komisi Eropa memiliki rencana ambisius untuk mempercepat negosiasi aksesi pada tahun 2025, tetapi veto Hongaria telah mencegah mereka untuk melanjutkannya.

    Pada 29 April 2025, Ukraina dan Hongaria sepakat untuk mengadakan konsultasi rutin di Budapest guna membuka blokir negosiasi aksesi.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

    Berita lain terkait Konflik Rusia VS Ukraina

  • Tekan Putin, AS Buat Sanksi Ekonomi Baru untuk Rusia – Halaman all

    Tekan Putin, AS Buat Sanksi Ekonomi Baru untuk Rusia – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Pemerintah Amerika Serikat (AS) sedang mempersiapkan paket sanksi ekonomi baru yang akan dikenakan terhadap Rusia.

    Sanksi ini ditujukan untuk meningkatkan tekanan pada Presiden Rusia Vladimir Putin agar setuju dengan gencatan senjata di Ukraina.

    Sanksi yang sedang disusun akan menyasar sektor perbankan dan energi Rusia, termasuk raksasa energi Gazprom.

    Menurut sejumlah pejabat AS dan sumber tepercaya, sanksi ini juga akan mencakup beberapa entitas besar lainnya yang beroperasi di sektor sumber daya alam dan perbankan.

    Namun, hingga saat ini, belum ada kepastian apakah Presiden AS Donald Trump akan memberikan persetujuan akhir terhadap paket sanksi tersebut.

    “Keputusan sanksi ini menunggu persetujuan Trump,” ungkap salah satu pejabat AS.

    Upaya Diplomatik yang Gagal

    Juru Bicara Dewan Keamanan Nasional AS, James Hewitt, menolak untuk memberikan komentar lebih lanjut mengenai negosiasi gencatan senjata di Ukraina.

    “Sejak awal, presiden telah jelas soal komitmennya untuk mencapai gencatan senjata yang menyeluruh,” ujarnya.

    Sementara itu, Departemen Luar Negeri AS mengumumkan perubahan signifikan dalam pendekatan mereka terhadap konflik di Ukraina.

    Mereka akan mengurangi peran sebagai mediator dan menyerahkan tanggung jawab utama kepada Kyiv dan Moskow untuk menemukan solusi konkret.

    “Kami tidak akan terus menerus terbang ke seluruh dunia untuk memediasi pertemuan. Sekarang adalah saatnya kedua belah pihak mengajukan ide nyata soal bagaimana konflik ini akan berakhir,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri, Tammy Bruce.

    Pengumuman sanksi baru ini muncul setelah berbulan-bulan upaya diplomatik AS yang tidak membuahkan hasil.

    Menteri Luar Negeri Marco Rubio sebelumnya mengingatkan bahwa Washington mungkin akan melanjutkan upaya gencatan senjata jika tidak ada kemajuan dalam waktu dekat.

    Awal tahun ini, pemerintahan Trump telah meningkatkan diplomasi dengan menawarkan proposal gencatan senjata selama 30 hari, termasuk penghentian serangan terhadap infrastruktur energi sipil.

    Namun, hingga saat ini, Rusia masih menunda atau menolak semua usulan perdamaian, sementara intensitas serangan mereka di Ukraina justru meningkat.

    Dengan langkah sanksi baru ini, AS berharap dapat memberikan sinyal tegas bahwa mereka serius dalam mendesak penyelesaian konflik yang telah berlangsung selama bertahun-tahun.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Eropa Sanksi Bank dan Lembaga Keuangan Rusia, Akses Perdagangan Dibatasi – Page 3

    Eropa Sanksi Bank dan Lembaga Keuangan Rusia, Akses Perdagangan Dibatasi – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Uni Eropa memutuskan untuk menjatuhkan serangkaian sanksi baru terhadap Rusia, yang akan mulai berlaku pekan depan dalam momentum tahun ketiga pecahnya konflik Rusia-Ukraina.

    Mengutip Associated Press, Sabtu (3/5/2025) seorang pejabat tinggi dan diplomat Uni Eropa mengonfirmasi bahwa blok tersebut menyetuji paket tindakan ke-16 termasuk larangan perjalanan, pembekuan aset, dan pembatasan perdagangan terhadap Rusia.

    Sanksi terbaru Eropa terhadap Rusia juga mencakup pembatasan terhadap 13 bank dan 3 lembaga keuangan asal negara tersebut.

    Di antara sanksi terbaru adalah pembatasan armada pengangkutan minyak dan gas, serta armada yang diduga membawa gandum curian asal Ukraina.

    Sekitar 70 kapal yang diyakini sebagai bagian dari armada bayangan akan ditambahkan ke lebih dari 50 kapal yang sudah terdaftar.

    Hampir 50 pejabat Rusia menjadi sasaran sanksi, bergabung dengan daftar yang sudah mencakup Presiden Vladimir Putin, beberapa rekannya, dan sejumlah anggota parlemen, sementara puluhan entitas lainnya.

    Selain itu, sanksi tersebut juga akan memberlakukan pembatasan penggunaan 11 pelabuhan dan bandara di Rusia yang dianggap Eropa digunakan untuk membantu Moskow menghindari pembatasan harga minyak dan tindakan lain yang telah diberlakukan oleh blok tersebut.

    Adapun sanksi berupa larangan perdagangan terhadap beberapa produk kimia dan aluminium Rusia.

    Namun, keputusan sanksi baru ke Rusia masih belum sepenuhnya diselesaikan hingga menteri luar negeri Uni Eropa mengeluarkan persetujuan pada hari Senin besok (5/5/2025), yang memungkinkannya untuk mulai berlaku.