kab/kota: Moskow

  • Kian Mesra, Kapal Perang Rusia-China Patroli Bareng di Asia Pasifik

    Kian Mesra, Kapal Perang Rusia-China Patroli Bareng di Asia Pasifik

    Moskow

    Kapal-kapal perang dari Angkatan Laut Rusia dan China melakukan patroli gabungan di perairan kawasan Asia-Pasifik, menyusul latihan militer terbaru kedua negara yang digelar di perairan Laut Jepang baru-baru ini.

    “Para awak Angkatan Laut Rusia dan Angkatan Laut PLA (Tentara Pembebasan Rakyat) China akan membentuk satuan tugas baru untuk melaksanakan misi patroli gabungan di kawasan Asia-Pasifik,” demikian pernyataan layanan pers Armada Pasifik Rusia, seperti dikutip Interfax dan dilansir Reuters, Rabu (6/8/2025).

    Patroli gabungan itu akan dilakukan setelah Angkatan Laut kedua negara menggelar latihan militer bersama di Laut Jepang pada 1-5 Agustus lalu. Latihan bersama itu mencakup latihan penembakan artileri, latihan misi anti-kapal selam dan pertahanan udara, serta peningkatan operasi pencarian dan penyelamat di laut.

    Selama fase akhir latihan bersama itu, kapal anti-kapal selam milik Rusia, Laksamana Tributs, dan kapal korvet Gromky, bersama dengan kapal-kapal penghancur China, Shaoxing dan Urumqi, melakukan latihan tembak langsung dan para awak berlatih mencari dan melumpuhkan kapal selam tiruan musuh.

    Armada Pasifik Rusia sebelumnya mengatakan bahwa latihan bersama itu bersifat defensif dan tidak menargetkan negara-negara manapun.

    Rusia dan China selama ini menggelar latihan rutin untuk melatih koordinasi antara angkatan bersenjata mereka dan mengirimkan sinyal pencegahan kepada musuh-musuh.

    Kedua negara telah menandatangani kemitraan strategis “tanpa batas” sesaat sebelum Rusia melancarkan invasi militer besar-besaran terhadap Ukraina, negara tetangganya, pada tahun 2022 lalu.

    Hubungan antara Rusia dan China kini semakin mesra. Pada Mei lalu, Presiden Xi Jinping melakukan kunjungan ke Moskow dan melakukan pertemuan secara langsung dengan Presiden Vladimir Putin di Kremlin.

    Xi pada saat itu mengatakan kepada Putin bahwa kedua negara harus menjadi “sahabat baja” dalam melawan pengaruh Amerika Serikat (AS). Kedua pemimpin berjanji untuk meningkatkan kerja sama ke level yang baru dan “secara tegas” melawan pengaruh AS.

    Xi dan Putin, dalam pernyataan bersama yang dirilis usai pertemuan di Kremlin, mengatakan akan memperdalam hubungan di semua bidang, termasuk hubungan militer, dan “memperkuat koordinasi untuk secara tegas melawan tindakan Washington yang melakukan ‘dual containment’ terhadap Rusia dan China”.

    Tonton juga Video: Momen Pasukan Rusia-China-Iran Latihan Militer Gabungan di Teluk Oman

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Putin Diyakini Tak akan Tunduk Ultimatum Trump

    Putin Diyakini Tak akan Tunduk Ultimatum Trump

    JAKARTA – Presiden Rusia Vladimir Putin kemungkinan besar tidak akan tunduk pada ultimatum sanksi yang akan berakhir Jumat ini dari Presiden AS Donald Trump.

    Putin tetap mempertahankan tujuan untuk merebut empat wilayah Ukraina secara keseluruhan, sumber yang dekat dengan Kremlin mengatakan kepada Reuters.

    Trump mengancam akan menjatuhkan sanksi baru kepada Rusia dan mengenakan tarif 100% kepada negara-negara pembeli minyaknya—yang terbesar di antaranya adalah China dan India—kecuali Putin menyetujui gencatan senjata dalam perang Rusia di Ukraina.

    Tekad Putin untuk terus maju didorong oleh keyakinannya Rusia sedang menang dan skeptisisme bahwa sanksi AS lainnya akan berdampak besar setelah gelombang sanksi ekonomi berturut-turut selama 3,5 tahun perang, menurut tiga sumber yang mengetahui diskusi di Kremlin.

    Pemimpin Rusia itu tidak ingin membuat Trump marah. Putin menyadari dia mungkin menyia-nyiakan kesempatan untuk memperbaiki hubungan dengan Washington dan Barat, tetapi tujuan perangnya lebih diutamakan, kata dua sumber tersebut.

    Tujuan Putin adalah untuk sepenuhnya merebut wilayah Ukraina Donetsk, Luhansk, Zaporizhzhia, dan Kherson, yang diklaim Rusia sebagai miliknya, dan kemudian membicarakan perjanjian damai, kata salah satu sumber.

    “Jika Putin mampu sepenuhnya menduduki keempat wilayah yang diklaimnya untuk Rusia, ia dapat mengklaim bahwa perangnya di Ukraina telah mencapai tujuannya,” kata James Rodgers, penulis buku yang akan segera terbit, “The Return of Russia”.

    Proses perundingan saat ini, di mana negosiator Rusia dan Ukraina telah bertemu tiga kali sejak Mei, merupakan upaya Moskow untuk meyakinkan Trump bahwa Putin tidak menolak perdamaian, kata sumber pertama, seraya menyebut perundingan tersebut tidak memiliki substansi nyata selain diskusi tentang pertukaran kemanusiaan.

    Rusia menyatakan keseriusannya untuk menyepakati perdamaian jangka panjang dalam perundingan tersebut, tetapi prosesnya rumit karena sikap kedua belah pihak sangat berbeda.

    Putin pekan lalu menggambarkan perundingan tersebut sebagai hal yang positif.

    Tuntutan yang dinyatakan Moskow mencakup penarikan penuh Ukraina dari keempat wilayah tersebut dan penerimaan status netral oleh Kyiv serta pembatasan jumlah militernya – tuntutan yang ditolak oleh Ukraina.

    Sebagai tanda mungkin masih ada peluang untuk mencapai kesepakatan sebelum batas waktu, utusan khusus Trump, Steve Witkoff, diperkirakan akan mengunjungi Rusia minggu ini, menyusul meningkatnya retorika antara Trump dan Moskow mengenai risiko perang nuklir.

    “Presiden Trump ingin menghentikan pembunuhan, itulah sebabnya ia menjual senjata buatan Amerika kepada anggota NATO dan mengancam Putin dengan tarif dan sanksi yang ketat jika ia tidak menyetujui gencatan senjata,” ujar juru bicara Gedung Putih, Anna Kelly, menanggapi permintaan komentar.

    Trump yang sebelumnya memuji Putin dan menawarkan prospek kesepakatan bisnis yang menguntungkan antara kedua negara, belakangan ini menunjukkan ketidaksabaran yang semakin meningkat terhadap presiden Rusia.

    Trump mengeluhkan apa yang disebutnya “omong kosong” Putin dan menyebut pemboman tanpa henti Rusia di Kyiv dan kota-kota Ukraina lainnya sebagai “menjijikkan”.

  • Rusia Akhirnya Lepaskan “Pengaman” Nuklir, Langsung Tunjuk AS-Eropa

    Rusia Akhirnya Lepaskan “Pengaman” Nuklir, Langsung Tunjuk AS-Eropa

    Jakarta, CNBC Indonesia – Rusia menyatakan pada hari Senin bahwa mereka tidak lagi terikat oleh moratorium yang diberlakukan sendiri atas pengerahan rudal nuklir jarak menengah berbasis darat. Hal ini terjadi saat Moskow bersitegang dengan Amerika Serikat (AS) dan Eropa lantaran perang di Ukraina.

    Dalam sebuah keterangan resmi, Kementerian Luar Negeri Rusia menyebut rencana ini dilakukan karena manuver Amerika Serikat (AS) dan NATO untuk menempatkan senjata serupa di Eropa dan Asia-Pasifik. Mereka menyebut Washington juga ikut melanggar hal ini sehingga tidak ada dasar Rusia juga menaatinya.

    “Pengerahan tersebut, termasuk aktivitas rudal AS baru-baru ini di Denmark, Filipina, dan Australia, menimbulkan ‘ancaman langsung’ terhadap keamanan Rusia. Kami akan mengambil langkah-langkah ‘teknis-militer’ sebagai tanggapan untuk memulihkan apa yang disebutnya keseimbangan strategis,” tuturnya, dilansir Newsweek, Selasa (5/8/2025).

    “Secara spesifik, sejak 2023, kami telah mencatat preseden transfer sistem Amerika yang mampu meluncurkan rudal jarak menengah berbasis darat ke negara-negara NATO Eropa untuk ‘menguji’ senjata-senjata ini selama latihan yang memiliki fokus anti-Rusia yang jelas.”

    Senin malam, mantan Presiden Rusia Dmitry Medvedev menyalahkan negara-negara NATO atas pencabutan moratorium rudal nuklir jarak pendek dan menengah dan mengatakan Moskow akan mengambil langkah lebih lanjut sebagai tanggapan.

    “Pernyataan Kementerian Luar Negeri Rusia tentang pencabutan moratorium pengerahan rudal jarak menengah dan pendek merupakan akibat dari kebijakan anti-Rusia negara-negara NATO,” tulis Medvedev dalam bahasa Inggris di X. “Ini adalah kenyataan baru yang harus dihadapi oleh semua lawan kita. Nantikan langkah-langkah selanjutnya.”

    Ketegangan antara Washington dan Moskow telah mencapai titik didih dalam beberapa bulan terakhir. Hal ini utamanya terkait dengan upaya pemerintahan Trump untuk merundingkan gencatan senjata dalam perang Rusia melawan negara tetangga Ukraina.

    (tps/luc)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Drone Militer Ukraina Dikorupsi, 6 Orang termasuk Anggota Parlemen Diproses Hukum

    Drone Militer Ukraina Dikorupsi, 6 Orang termasuk Anggota Parlemen Diproses Hukum

    JAKARTA – Di tengah perang dengan Rusia, pengadaan drone dan peralatan pengacau sinyal militer Ukraina rupanya dikorupsi. Enam orang termasuk anggota parlemen dan pejabat pemerintah didakwa atas kasus penggelapan dana.

    Kyiv mengandalkan pasokan drone dan sistem peperangan elektronik yang stabil untuk melawan invasi Moskow dan juga sedang melancarkan tindakan keras terhadap korupsi yang krusial bagi masa depannya di Uni Eropa.

    Otoritas antikorupsi mengatakan pihaknya mengungkap skandal korupsi drone militer Ukraina yang melibatkan legislator, satu pejabat saat ini, satu pejabat yang dipecat, seorang komandan Garda Nasional dan dua pengusaha, yang memberikan suap untuk pembelian dengan harga yang meningkat.

    “Pada periode 2024-2025, sebuah kelompok kriminal terorganisir secara sistematis menyalahgunakan dana yang dialokasikan oleh pemerintah daerah untuk kebutuhan pertahanan,” kata Biro Anti-Korupsi Nasional dalam pernyataan dilansir Reuters, Senin, 4 Agustus.

    Total suap drone militer Ukraina mencapai sekitar 30% dari nilai kontrak.

    Kontrak drone tersebut bernilai $240.000 dengan inflasi sekitar $80.000, kata biro tersebut.

    Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy  memuji proses hukum setelah bertemu dengan para pimpinan badan antikorupsi tersebut.

    Selain anggota parlemen tersebut, mereka yang didakwa pada Senin termasuk mantan gubernur dan kepala pemerintahan daerah, kepala pemerintahan militer kota, komandan Unit Garda Nasional, serta direktur dan pemilik produsen drone.

  • Pelan-pelan Korsel Ajak Korut Baikan

    Pelan-pelan Korsel Ajak Korut Baikan

    Jakarta

    Korea Selatan (Korsel) mengajak Korea Utara (Korut) baikan. Korsel melangkah pelan-pelan demi berbaikan dengan tetangganya itu.

    Dirangkum detikcom, Senin (4/8/2025), Korsel pelan-pelan mengajak baikan Korut dengan mencopot speaker atau pengeras suara propaganda. Di mana pengeras suara itu menyiarkan berita dan musik K-pop, di area perbatasan dengan Korut.

    Kedua Korea secara teknis masih berperang karena Perang Korea tahun 1950-1953 silam diakhiri dengan gencatan senjata, bukan perjanjian damai.

    Militer Korsel dalam pernyataannya, seperti dilansir AFP, menyebut kedua negara telah menghentikan siaran propaganda di area perbatasan, tepatnya di sepanjang zona demiliterisasi setelah terpilihnya Presiden Lee Jae Myung dalam pemilu awal Juni lalu.

    Disebutkan oleh militer Korsel, pada Juni lalu, bahwa Pyongyang telah berhenti menyiarkan suara-suara aneh dan meresahkan di sepanjang perbatasan, yang selama ini menjadi gangguan besar bagi penduduk lokal Korsel, sehari setelah speaker Korsel tidak lagi berfungsi.

    “Mulai hari ini, militer telah mulai mencopot pengeras suara,” ucap juru bicara Kementerian Pertahanan Korsel, Lee Kyung Ho, kepada wartawan pada Senin (4/8) waktu setempat.

    “Ini adalah langkah praktis yang bertujuan untuk membantu meredakan ketegangan dengan Korea Utara, asalkan tindakan tersebut tidak membahayakan kesiapan militer,” imbuhnya.

    Lee mengatakan bahwa semua pengeras suara yang dipasang di sepanjang perbatasan kedua Korea akan dibongkar pada akhir minggu ini. Namun dia tidak mengungkapkan jumlah pasti pengeras suara yang dibongkar.

    Presiden Lee Jae Myung telah memerintahkan militer Korsel untuk menghentikan siaran propaganda di perbatasan dalam upaya untuk “memulihkan kepercayaan”.

    Hubungan antara kedua Korea berada di salah satu titik terendah dalam beberapa tahun terakhir, dengan Seoul mengambil sikap keras terhadap Pyongyang, yang semakin dekat dengan Moskow setelah invasi militer Rusia ke Ukraina.

    Pemerintah Korsel sebelumnya memulai siaran propaganda di perbatasan sejak tahun lalu sebagai tanggapan atas rentetan balon berisi sampah yang diterbangkan ke selatan oleh Korut.

    Namun, Presiden Lee Jae Myung berjanji untuk memperbaiki hubungan dengan Korut dan mengurangi ketegangan di Semenanjung Korea.

    Terlepas dari upaya diplomatik Korsel, Korut menolak untuk berdialog dengan negara tetangganya itu.

    “Jika ROK (Republik Korea-nama resmi Korsel)… berharap dapat membalikkan semua hasil yang telah dicapainya hanya dengan beberapa kata sentimental, tidak ada kesalahan perhitungan yang lebih serius daripada itu,” tegas Kim Yo Jong, adik perempuan pemimpin Korut Kim Jong Un, pekan lalu.

    Presiden Lee Jae Myung mengatakan dirinya akan mengupayakan perundingan dengan Korut tanpa prasyarat, menyusul pembekuan yang mendalam di bawah pendahulunya.

    Halaman 2 dari 3

    (whn/dek)

  • Pelan-pelan Korsel Ajak Korut Baikan

    Ingin Baikan dengan Korut, Korsel Copot Speaker Propaganda di Perbatasan

    Seoul

    Otoritas Korea Selatan (Korsel) mulai mencopot speaker atau pengeras suara propaganda, yang menyiarkan berita dan musik K-pop, di area perbatasan dengan Korea Utara (Korut). Langkah ini menyusul tekad pemerintahan baru Korsel untuk meredakan ketegangan dengan negara tetangganya tersebut.

    Kedua Korea secara teknis masih berperang karena Perang Korea tahun 1950-1953 silam diakhiri dengan gencatan senjata, bukan perjanjian damai.

    Militer Korsel dalam pernyataannya, seperti dilansir AFP, Senin (4/8/2025), menyebut kedua negara telah menghentikan siaran propaganda di area perbatasan, tepatnya di sepanjang zona demiliterisasi setelah terpilihnya Presiden Lee Jae Myung dalam pemilu awal Juni lalu.

    Disebutkan oleh militer Korsel, pada Juni lalu, bahwa Pyongyang telah berhenti menyiarkan suara-suara aneh dan meresahkan di sepanjang perbatasan, yang selama ini menjadi gangguan besar bagi penduduk lokal Korsel, sehari setelah speaker Korsel tidak lagi berfungsi.

    “Mulai hari ini, militer telah mulai mencopot pengeras suara,” ucap juru bicara Kementerian Pertahanan Korsel, Lee Kyung Ho, kepada wartawan pada Senin (4/8) waktu setempat.

    “Ini adalah langkah praktis yang bertujuan untuk membantu meredakan ketegangan dengan Korea Utara, asalkan tindakan tersebut tidak membahayakan kesiapan militer,” imbuhnya.

    Lee mengatakan bahwa semua pengeras suara yang dipasang di sepanjang perbatasan kedua Korea akan dibongkar pada akhir minggu ini. Namun dia tidak mengungkapkan jumlah pasti pengeras suara yang dibongkar.

    Presiden Lee Jae Myung telah memerintahkan militer Korsel untuk menghentikan siaran propaganda di perbatasan dalam upaya untuk “memulihkan kepercayaan”.

    Hubungan antara kedua Korea berada di salah satu titik terendah dalam beberapa tahun terakhir, dengan Seoul mengambil sikap keras terhadap Pyongyang, yang semakin dekat dengan Moskow setelah invasi militer Rusia ke Ukraina.

    Pemerintah Korsel sebelumnya memulai siaran propaganda di perbatasan sejak tahun lalu sebagai tanggapan atas rentetan balon berisi sampah yang diterbangkan ke selatan oleh Korut.

    Namun, Presiden Lee Jae Myung berjanji untuk memperbaiki hubungan dengan Korut dan mengurangi ketegangan di Semenanjung Korea.

    Terlepas dari upaya diplomatik Korsel, Korut menolak untuk berdialog dengan negara tetangganya itu.

    “Jika ROK (Republik Korea-nama resmi Korsel)… berharap dapat membalikkan semua hasil yang telah dicapainya hanya dengan beberapa kata sentimental, tidak ada kesalahan perhitungan yang lebih serius daripada itu,” tegas Kim Yo Jong, adik perempuan pemimpin Korut Kim Jong Un, pekan lalu.

    Presiden Lee Jae Myung mengatakan dirinya akan mengupayakan perundingan dengan Korut tanpa prasyarat, menyusul pembekuan yang mendalam di bawah pendahulunya.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Trump Kirim Utusan ke Rusia Pekan Depan Jelang Berakhirnya Tenggat Waktu

    Trump Kirim Utusan ke Rusia Pekan Depan Jelang Berakhirnya Tenggat Waktu

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengirim utusan khususnya Steve Witkoff ke Rusia minggu depan. Witkoff dikirim ke Rusia menjelang berakhirnya tenggat waktu yang diminta AS agar Rusia mengakhiri perang dengan Ukraina.

    “Saya rasa minggu depan, Rabu atau Kamis,” kata Trump saat ditanya kapan Witkoff ke Rusia seperti dilansir AFP, Senin (4/8/2025).

    Trump mengatakan ada dua kapal selam nuklir yang dikerahkannya. Dua kapal nuklir itu disebut sudah berada di kawasan Rusia.

    Meski begitu, Trump belum mengatakan tentang dua kapal nuklir itu, belum diketahui jelas maksud Trump itu kapal selam bertenaga nuklir atau bersenjata nuklir. Ia juga tidak merinci lokasi penempatan yang tepat, yang dirahasiakan oleh militer AS.

    Kecaman terhadap nuklir ini muncul di tengah tenggat waktu yang ditetapkan Trump pada akhir minggu depan bagi Rusia untuk mengambil langkah-langkah guna mengakhiri perang Ukraina atau menghadapi sanksi baru yang tidak ditentukan.

    Presiden Rusia Vladimir Putin telah bertemu Witkoff beberapa kali di Moskow, sebelum upaya Trump untuk memperbaiki hubungan dengan Kremlin terhenti.

    Tuntutan tersebut termasuk agar Ukraina meninggalkan wilayahnya dan mengakhiri ambisi untuk bergabung dengan NATO.

    Trump Beri Tenggat Waktu 10 Hari

    Sebelumnya, Trump memberikan Putin waktu untuk mengakhiri perang di Ukraina. Ia memastikan akan ada sanksi baru yang lebih berat jika Putin tidak mematuhi.

    Dilansir AFP, Selasa (29/7), Trump menyampaikan ultimatum itu saat bertemu dengan Perdana Menteri Inggris Keir Starmer di Skotlandia. Ia menegaskan akan ada sanksi baru yang lebih berat bagi Putin jika tidak mengindahkan ultimatumnya.

    Trump, yang duduk bersama Starmer di resor golf mewah milik pemimpin AS tersebut di Turnberry, selatan Glasgow, mengatakan ia “sangat kecewa” dengan Putin atas serangan yang terus berlanjut terhadap target sipil Ukraina.

    Ia mengumumkan bahwa ia mengurangi tenggat waktu 50 hari yang sebelumnya ditetapkan pada 14 Juli bagi Putin untuk mengakhiri konflik Ukraina menjadi “sekitar 10 atau 12 hari”, dimulai segera.

    “Tidak ada alasan untuk menunggu,” kata Trump, menambahkan bahwa ia pikir Putin ingin mengakhiri semuanya dengan cepat.

    Trump juga menuding Putin telah membunuh orang. Ia tidak tertarik untuk berbicara lagi dengan Putin.

    “Saya benar-benar merasa ini akan berakhir. Tapi setiap kali saya berpikir ini akan berakhir, dia membunuh orang. Saya tidak begitu tertarik untuk berbicara (dengannya) lagi,” ucap dia.

    (zap/yld)

  • OPEC+ Sepakat Naikkan Produksi Minyak 547.000 Barel per Hari Mulai September

    OPEC+ Sepakat Naikkan Produksi Minyak 547.000 Barel per Hari Mulai September

    Bisnis.com, JAKARTA – Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak dan sekutunya (OPEC+) sepakat untuk menaikkan produksi minyak sebesar 547.000 barel per hari (bph) mulai September 2025.

    Dikutip melalui Reuters pada Minggu (3/8/2025), keputusan ini diambil dalam pertemuan virtual singkat yang dihadiri oleh delapan negara anggota, dan menjadi bagian dari langkah berkelanjutan untuk mengembalikan pangsa pasar, di tengah meningkatnya kekhawatiran atas potensi gangguan pasokan yang berkaitan dengan konflik Rusia.

    Langkah ini sekaligus menjadi pembalikan penuh dan dipercepat dari pemangkasan produksi terbesar OPEC+ sebelumnya, ditambah peningkatan produksi khusus untuk Uni Emirat Arab, yang secara total mencapai sekitar 2,5 juta bph, atau setara dengan 2,4 persen dari permintaan minyak dunia.

    Dalam pernyataan resmi, OPEC+ menyebutkan bahwa kondisi ekonomi global yang sehat dan stok minyak yang rendah menjadi dasar keputusan tersebut.

    Sementara itu, pertemuan dilakukan di tengah tekanan dari Amerika Serikat terhadap India untuk menghentikan pembelian minyak dari Rusia. Langkah ini merupakan bagian dari upaya Washington untuk membawa Moskow ke meja perundingan guna mengakhiri perang di Ukraina. Presiden AS, Donald Trump sebelumnya menyatakan keinginannya agar kesepakatan damai tercapai sebelum 8 Agustus 2025.

    OPEC+, yang mencakup 10 negara produsen non-OPEC termasuk Rusia dan Kazakhstan, telah membatasi produksi selama beberapa tahun untuk menjaga stabilitas harga minyak. Namun tahun ini, mereka mulai membalik arah kebijakan dengan meningkatkan produksi sebagai respons terhadap permintaan global dan tekanan politik dari negara-negara konsumen besar.

    Kenaikan produksi dimulai pada April dengan tambahan 138.000 bph, diikuti lonjakan yang lebih besar pada bulan-bulan berikutnya: 411.000 bph pada Mei, Juni, dan Juli, serta 548.000 bph di Agustus. Dengan tambahan 547.000 bph untuk September, total kenaikan sejak April cukup signifikan.

    Meski produksi terus naik, harga minyak tetap tinggi. Harga Brent crude ditutup mendekati USD 70 per barel pada Jumat lalu, naik dari titik terendah tahun ini di angka USD 58 per barel pada April, didorong oleh kenaikan musiman permintaan energi.

    OPEC+ dijadwalkan menggelar pertemuan lanjutan pada 7 September, di mana mereka kemungkinan akan mempertimbangkan kembali pemangkasan produksi sukarela sekitar 1,65 juta bph, yang masih berlaku hingga akhir 2026. Selain itu, pemangkasan 2 juta bph lainnya juga masih diterapkan di seluruh anggota OPEC+ hingga periode yang sama.

  • China & Rusia Jalani Latihan Militer Gabungan, Sinyal Keras untuk AS

    China & Rusia Jalani Latihan Militer Gabungan, Sinyal Keras untuk AS

    Jakarta, CNBC Indonesia – China dan Rusia memulai latihan marinir gabungan di Laut Jepang. Latihan gabungan angkatan laut kedua negara itu memulai dimulai untuk memperkuat kemitraan dan mengimbangi dominasi AS yang tengah mengutak-atik tatanan global.

    Latihan Gabungan Sea-2025 itu dimulai di perairan dekat pelabuhan Vladivostok Rusia. Kementerian Pertahanan Nasional China dalam sebuah pernyataan pada hari ini, Minggu (3/8/2025) menyebut latihan gabungan ini akan berlangsung selama tiga hari.

    Kedua belah pihak akan mengadakan “operasi penyelamatan kapal selam, operasi anti-kapal selam, pertahanan udara dan anti-rudal gabungan, serta pertempuran maritim”, sebagaimana dilansir Aljazeera.

    China mengirimkan empat kapal marinirnya dalam latihan gabungan itu. Termasuk kapal perusak berpeluru kendali Shaoxing dan Urumqi.

    Setelah latihan tersebut, kedua negara akan melakukan patroli angkatan laut di “perairan Pasifik dan sekitarnya”.

    Pemerintah China dan Rusia telah mempererat hubungan mereka dalam beberapa tahun terakhir. Misalnya, China memberikan bantuan ekonomi kepada Rusia dalam menghadapi sanksi Barat atas invasi Moskow ke Ukraina.

    Lalu, kedua negara juga telah melaksanakan latihan tahunan bersama selama beberapa tahun terakhir, dengan latihan “Laut Bersama” dimulai pada 2012.

    Latihan tahun lalu diadakan di sepanjang pantai selatan China.

    Merespons latihan gabungan di Laut Jepang, dalam laporan tahunannya bulan lalu, Kementerian Pertahanan Jepang memperingatkan bahwa meningkatnya kerja sama militer China dengan Rusia menimbulkan masalah keamanan yang serius.

    Meski begitu, pemerintah Rusia menjawab bahwa “latihan ini bersifat defensif dan tidak ditujukan terhadap negara lain,” sebagaimana rilis Armada Pasifik Angkatan Laut Rusia awal pekan ini, menurut laporan portal berita dan analisis daring Institut Angkatan Laut AS.

    Lalu, pada Jumat lalu, Kementerian Pertahanan Tiongkok mengatakan latihan tahun ini bertujuan untuk “memperdalam kemitraan strategis komprehensif” kedua negara.

    China juga tidak pernah mengecam perang Rusia terhadap Ukraina yang berlangsung lebih dari tiga tahun. Hal ini membuat banyak sekutu Ukraina, termasuk AS, percaya bahwa Beijing telah memberikan dukungan kepada Moskow.

    Para pemimpin Eropa bulan lalu meminta China untuk menggunakan pengaruhnya menekan Rusia agar mengakhiri perang, yang kini memasuki tahun keempat, tetapi tidak ada tanda-tanda bahwa Beijing akan melakukannya.

    Namun, Tiongkok bersikeras bahwa mereka adalah pihak yang netral, secara teratur menyerukan diakhirinya pertempuran. Mereka juga menuduh negara-negara Barat memperpanjang konflik dengan mempersenjatai Ukraina.

    (hsy/hsy)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Trump Ancam Denda, India Bakal Tetap Beli Minyak dari Rusia – Page 3

    Trump Ancam Denda, India Bakal Tetap Beli Minyak dari Rusia – Page 3

    Pada 14 Juli, Trump mengancam akan mengenakan tarif 100 persen kepada negara-negara yang membeli minyak Rusia kecuali Moskow mencapai kesepakatan damai besar dengan Ukraina. Rusia adalah pemasok utama ke India, yang bertanggung jawab atas sekitar 35 persen dari total pasokan India.

    Rusia terus menjadi pemasok minyak utama ke India selama enam bulan pertama 2025, menyumbang sekitar 35 persen dari total pasokan India, diikuti oleh Irak, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab.

    India, importir dan konsumen minyak terbesar ketiga di dunia, menerima sekitar 1,75 juta barel minyak Rusia per hari pada Januari-Juni tahun ini, naik 1 persen dari tahun lalu, menurut data yang diberikan kepada Reuters oleh sejumlah sumber.

    Nayara Energy, salah satu pembeli utama minyak Rusia, baru-baru ini dikenai sanksi oleh Uni Eropa karena kilang tersebut mayoritas sahamnya dimiliki oleh entitas-entitas Rusia, termasuk perusahaan minyak besar Rosneft.

    Bulan lalu, Reuters melaporkan CEO Nayara telah mengundurkan diri setelah sanksi Uni Eropa diberlakukan, dan veteran perusahaan Sergey Denisov telah ditunjuk sebagai CEO.

    Tiga kapal yang memuat produk minyak dari Nayara Energy belum membongkar muatannya, terhambat oleh sanksi baru Uni Eropa terhadap kilang yang didukung Rusia tersebut, Reuters melaporkan akhir bulan lalu.