kab/kota: Moskow

  • Langka, Pejabat Iran Tuduh Rusia Bocorkan Posisi Pertahanan Udara ke Israel

    Langka, Pejabat Iran Tuduh Rusia Bocorkan Posisi Pertahanan Udara ke Israel

    Teheran

    Seorang pejabat tinggi Iran melontarkan tuduhan yang belum pernah disampaikan sebelumnya terhadap Rusia, sekutu negara Syiah tersebut. Sang pejabat Teheran itu menuduh Moskow telah memberikan informasi intelijen kepada Israel soal posisi pertahanan udara Iran ketika perang berkecamuk pada Juni lalu.

    Tuduhan langka ini, seperti dilansir Al Arabiya, Selasa (26/8/2025), dilontarkan oleh Mohammad Sadr yang merupakan salah satu anggota Majelis Penegasan Kebijaksanaan Iran — badan penasihat dan penyelesaian konflik yang para anggotanya ditunjuk oleh pemimpin tertinggi Iran.

    “Rusia memberikan informasi kepada Israel tentang situs-situs pertahanan udara Iran,” kata Sadr dalam pernyataan pers yang dirilis pada Minggu (24/8) malam waktu setempat. Dia tidak memberikan bukti lebih lanjut untuk mendukung tuduhannya tersebut.

    Sadr, dalam pernyataannya, mengecam aliansi yang selama ini terjalin antara Iran dan Rusia.

    “Perang ini membuktikan bahwa aliansi strategis dengan Moskow tidak ada gunanya,” sebutnya, merujuk pada perang selama 12 hari yang berlangsung antara Iran dan Israel pada Juni lalu.

    Tidak hanya itu, Sadr juga melontarkan tuduhan bahwa Israel telah membunuh mantan Presiden Ebrahim Raisi, yang tewas dalam kecelakaan helikopter bersama beberapa pejabat Teheran lainnya pada Mei 2024 lalu.

    “Sejak awal saya mengatakan ini adalah pembunuhan… yang dilakukan oleh Israel,” cetus Sadr.

    Pertengahan Juni lalu, Israel melancarkan rentetan pengeboman terhadap fasilitas nuklir dan militer, serta kawasan permukiman, di berbagai wilayah Iran.

    Lebih dari 1.000 orang tewas akibat rentetan serangan militer Tel Aviv dalam perang tersebut. Para komandan senior dan ilmuwan nuklir Iran termasuk di antara korban tewas.

    Iran membalas dengan melancarkan rentetan serangan rudal dan drone, yang menewaskan puluhan orang di wilayah Israel.

    Amerika Serikat (AS), sekutu Israel, sempat bergabung dalam perang itu dengan turut mengebom situs-situs nuklir Iran. Namun setelah itu, Washington melakukan mediasi dan mengumumkan penghentian pertempuran antara kedua negara yang bermusuhan itu pada 24 Juni lalu.

    Ketika perang Iran-Israel berlangsung, Rusia membatasi diri untuk mengutuk serangan-serangan Tel Aviv terhadap sekutunya, Teheran. Moskow, menurut pengamat Iran yang dikutip Al Arabiya, juga tidak mengambil tindakan militer apa pun atau memberikan tekanan diplomatik untuk mendukung sekutunya.

    Padahal pada 17 Januari lalu, Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Iran Masoud Pezeshkian menandatangani perjanjian kemitraan strategis antara kedua negara di Moskow.

    Kedua negara, menurut laporan AFP pada saat itu, menekan perjanjian tersebut untuk memperkuat hubungan mereka, terutama di bidang “kerja sama militer”. Namun kesepakatan itu tidak mencapai level pakta pertahanan bersama seperti yang ditandatangani Moskow dengan Korea Utara (Korut).

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/zap)

  • Terkuak! Presiden AS Ucap Janji ke Putin Rusia Bisa Jadi Anggota NATO

    Terkuak! Presiden AS Ucap Janji ke Putin Rusia Bisa Jadi Anggota NATO

    Jakarta, CNBC Indonesia – Amerika Serikat (AS) pernah menjanjikan keanggotaan aliansi pertahanan NATO kepada Rusia. Hal ini terungkap dari sebuah dokumen lembaga penelitian independen di Universitas George Washington, Arsip Keamanan Nasional, yang dirilis Kamis (21/8/2025).

    Dalam dokumen itu, Mantan Presiden AS Bill Clinton berjanji kepada Presiden Rusia Vladimir Putin dalam pertemuan antara kedua pemimpin di Kremlin, 4 Juni 2000, bahwa ia akan mempertimbangkan keanggotaan Rusia di NATO. Clinton juga mengeklaim bahwa perluasan blok militer tersebut tidak akan mengancam Moskow.

    “Sejak awal proses perluasan NATO, saya tahu bahwa hal itu dapat menjadi masalah bagi Rusia. Saya peka terhadap hal ini, dan saya ingin dipahami bahwa perluasan NATO tidak mengancam Rusia dengan cara apapun,” kata Clinton.

    Ia menambahkan bahwa ia memahami bahwa pertimbangan domestik di Rusia menghalangi hal ini, tetapi seiring waktu, negara tersebut harus menjadi bagian dari setiap organisasi yang menyatukan dunia yang beradab. Menurut dokumen tersebut, Putin mengatakan ia “mendukung” gagasan tersebut.

    Tahun lalu, dalam sebuah wawancara dengan jurnalis Amerika Tucker Carlson, Putin mengatakan ia telah membahas hal tersebut dengan Clinton.

    “Meskipun Clinton awalnya setuju, ia kemudian menolak gagasan tersebut setelah berbicara dengan timnya. Seandainya Clinton setuju, hal itu akan mengarah pada periode baru pemulihan hubungan antara Moskow dan blok militer,” tambah Putin.

    NATO telah berkembang enam kali lipat sejak percakapan kedua pemimpin pada tahun 2000, dengan penambahan 12 negara lagi selama periode tersebut. Dalam wawancara dengan Carlson, Putin mengatakan ada kekhawatiran besar dari Moskow melihat hal ini.

    “Setelah gelombang demi gelombang ekspansi… kami terus-menerus diberi tahu: ‘Anda tidak perlu takut akan hal ini, ini tidak mengancam Anda’,” ungkap Putin. “Namun mereka mengabaikan kekhawatiran kami begitu saja, menolak untuk mengakui atau bahkan mempertimbangkan posisi kami.”

    “Kami lebih tahu daripada siapapun apa yang mengancam kami dan apa yang tidak,” katanya.

    Moskow telah menyebut ambisi Ukriana untuk bergabung dengan NATO sebagai salah satu penyebab utama konflik saat ini antara dua tetangga mantan Uni Soviet itu. Kremlin menyatakan perang ini dipandangnya sebagai perang proksi yang diatur oleh blok militer tersebut melawan Rusia.

    (tps/luc)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Usai Temui Trump, Putin Diam-diam Kunjungi Pusat Nuklir di Sarov, Ada Apa?

    Usai Temui Trump, Putin Diam-diam Kunjungi Pusat Nuklir di Sarov, Ada Apa?

    GELORA.CO –  Presiden Rusia Vladimir Putin diam-diam mengunjungi Pusat Nuklir Federal Rusia pada Jumat, 22 Agustus 2025.

    Melansir The Kyiv Independent, kunjungan tersebut dilakukan Putin sehari setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengatakan Ukraina “tidak memiliki peluang untuk menang” jika tak diizinkan menyerang Rusia.

    Pernyataan Trump itu merupakan kritikan atas perintah Presiden AS sebelumnya, Joe Biden, yang membatasi pergerakan militer Kiev atas Rusia.

    Adapun aktivitas Putin di Sarov mendapat sorotan serius media internasional. Demikian laporan kantor berita pemerintahan Rusia, RIA Novosti.

    Saat tiba, Putin disambut oleh perwakilan dari fasilitas penelitian senjata nuklir utama negara itu.

    Selama di sana, Putin terpantau didampingi oleh Jenderal Tertinggi Rusia, Valery Gerasimov, Wakil Perdana Menteri Rusia Denis Manturov, Kepala Rosatom Alexey Likhachev, Wakil Kepala Staf Sergei Kiriyenko dan Gubernur Nizhny Novgorod Gleb Nikitin.

    RIA Novosti mengklaim, kunjungin Putin melibatkan pertemuan dengan seluruh pegawai industri nuklir dan meletakkan bunga di Monumen untuk kepala perancang bom atom pertama Soviet.

    Sarov diketahui merupakan kota tertutup di Oblast Nizhny Vovgorod, Rusia.

    Kawasan ini juga menjadi rumah bagi Pusat Nuklir Rusia dan Museum Bom Atom Soviet.

    Tak bisa seorang pun masuk ke kota ini karena aksesnya sangat dibatasi. Bahkan untuk warga Rusia sekalipun.

    Kota ini dikelilingi pagar dan dijaga ketat oleh Militer Moskow.

    Pusat Nuklir Rusia ini juga dikenal sebagai Institut Penelitian Ilmiah Fisika Eksperimental Seluruh Rusia (VNIIEF).

    Di sanalah pusatnya keputusan-keputusan penting terkait pengembangan, produksi penyimpanan dan penggunaan senjata nuklir Rusia.

    Kemudian pusat ini dikelola oleh perusahaan energi nuklir negara, Rosatom.

    Akankah Rusia dan Ukraina Berdamai?

    RIA Novosti menyebut kunjungan ini dilakukan oleh Putin seminggu pasca-pertemuan Putin dan Trump terjadi untuk pertama kali sejak invasi besar-besaran Rusia ke Ukraina.

    Pertemuan itu dilakukan di lokasi nan jauh di sana, ya, Anchorage, Alaska pada 15 Agustus 2025 lalu.

    Usai pertemuan itu Trump pun mengumumkan serangkaian rencana perundungan damai tingkat tinggi antara Rusia dan Ukraina.

    Tak lama beberapa hari KTT Alaska, Trump menyambut Presiden Kiev, Volodymyr Zelensky dan beberapa pemimpin tertinggi eropa di Gedung Putih, AS.

    Trump menyebut langkah selanjutnya adalah mempertemukan Putin dengan Zelensky untuk upaya perdamaian kedua negara.

    Pada 21 Agustus, Trump sempat mengklaim upaya perdamaian ini akan terlihat jelas dalam dua pekan, apakah Rusia serius ingin berdamai.

    Trump juga menyalahkan Biden dalam masalah ini karena dinilai telah melemahkan posisi Ukraina untuk melawan Rusia.

    “Sangat sulit, bahkan mustahil, untuk memenangkan perang tanpa menyerang negara penjajah. Ibarat tim olahraga hebat yang pertahanannya fanstastis, tetapi tidak diizinkan bermain menyerang,” tulis Trump di Truth Social.

    “Tidak ada peluang untuk menang (bagi Ukraina)! Begitu pula dengan Ukraina dan Rusia. Biden yang korup dan sangat tidak kompeten tidak membiarkan Ukraina berperang, hanya bertahan. Bagaimana hasilnya? Masa depan yang menarik!” tambahnya.

    Hanya saja, Kremlin sejak pertemuan itu menunjukkan minimnya minat terhadap proses perdamaian dengan Ukraina.

    Pada Jumat, 22 Agustus 2025, Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mengatakan tidak ada pertemuan yang direncanakan antara Putin dan Zelensky.

    Bertepatan dengan pernyataan itu, Rusia tak berhenti melancarkan serangan udara berskala besar terhadap Ukraina.

    Rusia bahkan menolak gencatan senjata selama negosiasi perdamaian berlangsung.

  • AS Cuan Usai Beli Murah Alaska dari Rusia, Emas-Minyak Berhamburan

    AS Cuan Usai Beli Murah Alaska dari Rusia, Emas-Minyak Berhamburan

    Daftar Isi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Amerika Serikat Donald Trump telah bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di Anchorage, Alaska. Pertemuan itu membahas sejumlah isu khususnya upaya menghentikan perang di Ukraina.

    Pertemuan penting ini diadakan di Pangkalan Gabungan Elmendorf-Richardson, sebuah pangkalan militer Amerika Serikat yang terletak di sisi utara kota terpadat Alaska. Dengan luas mencapai 64.000 hektare, Elmendorf-Richardson merupakan pangkalan militer terbesar di Alaska sekaligus menjadi lokasi strategis bagi AS dalam latihan dan kesiapan militer di kawasan Arktik.

    Saat mengunjungi pangkalan tersebut pada masa jabatan pertamanya pada tahun 2019, Trump menyebut pasukan di sana sebagai “garis pertahanan pertama Amerika” yang bertugas di perbatasan negara terakhir.

    Namun, kondisi itu tidak selalu demikian. Alaska sendiri baru menjadi bagian dari Amerika Serikat setelah dibeli dari Rusia pada tahun 1867. Jarak kedua negara pun sangat dekat, hanya sekitar 90 km di titik tersempit Selat Bering.

    Dalam konferensi pers pada 9 Agustus lalu, Asisten Presiden Rusia Yuri Ushakov menekankan kedekatan lokasi geografis tersebut.

    “Tampaknya cukup logis bagi delegasi kami untuk terbang di atas Selat Bering dan untuk pertemuan puncak penting para pemimpin kedua negara yang akan diadakan di Alaska,” kata Ushakov, melansir Al-Jazeera, dikutip Minggu (24/8/2025).

    Kapan Rusia Menguasai Alaska?

    Ketertarikan Rusia terhadap Alaska dimulai sejak Tsar Peter yang Agung mengutus navigator Denmark, Vitus Bering, pada 1725 untuk menjelajahi wilayah pesisir Alaska. Saat itu, Alaska dipandang menjanjikan karena kaya sumber daya alam, terutama bulu berang-berang laut yang bernilai tinggi, sementara penduduknya relatif sedikit.

    Pada 1799, Kaisar Paul I memberikan hak monopoli kepada “Perusahaan Rusia-Amerika” untuk mengelola Alaska. Perusahaan ini kemudian membangun permukiman, termasuk Sitka, yang dijadikan ibu kota kolonial setelah Rusia menaklukkan suku Tlingit pada 1804.

    Namun, penguasaan Rusia di Alaska tidak berjalan mulus. Jarak yang jauh dari St. Petersburg, iklim ekstrem, keterbatasan pasokan, serta meningkatnya persaingan dengan penjelajah Amerika membuat ambisi Rusia sulit terwujud. Pada awal abad ke-19, ketika Amerika terus berekspansi ke arah barat, persaingan dengan pedagang Rusia semakin nyata. Lemahnya sumber daya membuat Rusia tidak mampu mendirikan permukiman besar ataupun mempertahankan kehadiran militer di pesisir Pasifik.

    Mengapa Rusia Menjual Alaska?

    Situasi semakin berubah setelah Perang Krimea (1853-1856). Perang ini pecah ketika Rusia menginvasi wilayah Moldavia dan Wallachia milik Turki. Inggris dan Prancis, khawatir terhadap ekspansi Rusia, bergabung dengan Kesultanan Utsmaniyah untuk melawan Rusia. Pertempuran besar berlangsung di Semenanjung Krimea, pusat posisi Rusia di Laut Hitam.

    Setelah tiga tahun, Rusia kalah telak. Perang ini membuat Rusia menghabiskan dana besar, setara dengan 160 juta pound sterling. Kekalahan tersebut memaksa Moskow mengevaluasi ulang prioritas kolonialnya. Pada saat yang sama, perburuan berlebihan membuat Alaska tidak lagi menguntungkan, sementara kedekatannya dengan Kanada yang dikuasai Inggris justru menjadi beban geopolitik.

    Memasuki 1860-an, Tsar Alexander II memutuskan menjual Alaska untuk mendapatkan dana segar sekaligus mencegah kemungkinan jatuhnya wilayah itu ke tangan Inggris. Amerika Serikat, yang saat itu tengah gencar berekspansi, muncul sebagai pembeli yang bersedia.

    Bagaimana Amerika Membelinya?

    Setelah Perang Saudara AS berakhir pada 1865, Menteri Luar Negeri AS William Seward menerima tawaran Rusia. Pada 30 Maret 1867, AS resmi membeli Alaska seharga US$ 7,2 juta. Dengan harga kurang dari dua sen per acre, Washington memperoleh wilayah seluas hampir 1,5 juta km² yang memberikan akses langsung ke utara Samudra Pasifik.

    Namun, pembelian ini awalnya mendapat kritik keras. Banyak pihak menganggap Alaska tidak bernilai, hanya “gurun es” tak berguna. Media bahkan menyebut transaksi itu sebagai “Kebodohan Seward” atau “Kotak Es Seward”. Seperti ditulis New York Daily Tribune pada April 1867: “Kita hanya mendapatkan kepemilikan nominal atas gurun salju yang tak tertembus, hamparan hutan kerdil yang luas… kita mendapatkan Sitka dan Kepulauan Prince of Wales. Sisanya adalah wilayah terlantar.”

    Pandangan itu berubah drastis setelah ditemukannya emas pada 1896, yang memicu Demam Emas Klondike. Sejak itu, nilai strategis Alaska semakin diakui, hingga akhirnya resmi menjadi negara bagian AS pada Januari 1959.

    Bagaimana Ekonomi Alaska Berkembang?

    Pada awal abad ke-20, ekonomi Alaska mulai beragam. Penangkapan ikan, khususnya salmon dan halibut, menjadi industri besar. Penambangan tembaga juga berkembang pesat, terutama di Kennecott.

    Saat Perang Dunia II, pembangunan pangkalan militer membawa infrastruktur baru dan peningkatan populasi. Namun, titik balik terbesar terjadi pada 1968, ketika cadangan minyak raksasa ditemukan di Teluk Prudhoe, pesisir Arktik. Pendapatan minyak kemudian menjadi pilar utama ekonomi Alaska, membiayai layanan publik sekaligus membentuk Dana Permanen Alaska.

    Dana ini mengelola investasi dari minyak dalam bentuk saham, obligasi, dan aset lainnya, lalu membagikan dividen tahunan kepada warga. Sistem ini membuat Alaska tidak memberlakukan pajak penghasilan maupun pajak penjualan negara bagian, sesuatu yang jarang ada di AS.

    Belakangan, pariwisata juga tumbuh pesat, menarik jutaan pengunjung ke taman nasional dan gletser. Kini, Alaska telah bertransformasi dari “pembelian yang diremehkan” menjadi negara bagian kaya sumber daya, dengan ekonomi yang bertumpu pada minyak, perikanan, dan pariwisata.

    (wur)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Kala Trump Berharap Masuk Surga

    Kala Trump Berharap Masuk Surga

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump ternyata punya keinginan yang dia harap terwujud. Harapannya adalah masuk surga.

    Bukan tanpa sebab, harapan ini muncul karena Trump ingin membantu Ukraina dan Rusia mengakhiri perang. Menurutnya, dengan membantu kedua negara itu akan meningkatkan peluangnya untuk masuk surga.

    Dalam penampilannya di acara “Fox & Friends” di Fox News pada 19 Agustus, Trump berbicara tentang panggilan teleponnya dengan Presiden Rusia Vladimir Putin setelah pertemuan dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dan para pemimpin Eropa lainnya di Gedung Putih, sehari sebelumnya.

    “Saya ingin mengakhiri itu (perang). Anda tahu, kita tidak kehilangan nyawa warga Amerika … kita kehilangan sebagian besar tentara Rusia dan Ukraina,” kata Trump, dilansir media USA Today, Sabtu (23/8/2025).

    Di momen ini, Trump bicara tentang surga. Dia mengatakan jika suatu saat dia masuk surga maka alasannya adalah karena dia membantu Ukraina dan Rusia mengakhiri perang.

    “Saya ingin mencoba dan masuk surga jika memungkinkan. Saya dengar saya tidak baik-baik saja. Saya benar-benar berada di posisi terbawah. Tetapi jika saya bisa masuk surga, ini akan menjadi salah satu alasannya,” tuturnya.

    Trump Merasa Diselamatkan Tuhan

    Trump kemudian melanjutkan pembicaraan tentang nyawanya yang telah diselamatkan Tuhan. Trump mengatakan dia “diselamatkan oleh Tuhan untuk membuat Amerika hebat kembali”.

    Pernyataan Trump ini merujuk ke peristiwa percobaan pembunuhan dirinya pada Juli 2024, ketika sebuah peluru menyerempet telinganya.

    Pada jumpa pers Gedung Putih di hari yang sama, Sekretaris Pers Gedung Putih, Karoline Leavitt ditanya apakah Trump bercanda dalam komentarnya tersebut, atau apakah ada motivasi spiritual di balik upaya perdamaiannya itu.

    “Saya pikir presiden serius,” kata Leavitt. “Saya pikir presiden ingin masuk surga, seperti yang saya harap kita semua di ruangan ini juga,” imbuhnya.

    Putin Segera Bertemu Zelensky

    Untuk diketahui, Trump sudah bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky. Setelah Trump bertemu dua pemimpin negara itu, kemudian muncul rencana pertemuan Putin dengan Zelensky.

    Pertemuan yang juga akan dihadiri Trump itu tujuannya untuk mengakhiri perang. Namun, hingga saat ini belum diketahui di mana Putin dan Zelensky akan bertemu.

    Dilansir kantor berita CNN, Rabu (20/8), tiga pejabat Gedung Putih kepada CNN mengatakan sejumlah lokasi tengah dipertimbangkan untuk pertemuan Zelensky dan Putin. Masih dari sumber pejabat di Gedung Putih, sejumlah lokasi tengah dipertimbangkan untuk menjadi tempat pertemuan Putin dan Zelensky.

    Lokasi itu di antaranya adalah Budapest dan Swiss. Seorang pejabat mengatakan bahwa Trump sendiri telah membahas kemungkinan Budapest dalam percakapan telepon baru-baru ini dengan Perdana Menteri Hongaria Viktor Orban.

    Pejabat itu mengatakan bahwa perencanaan seputar pertemuan tersebut telah ditunda kemarin setelah Trump mengumumkan bahwa akan ada pertemuan pertama hanya dengan Putin dan Zelensky.

    Sementara itu, Sekretaris Pers Gedung Putih, Karoline Leavitt, enggan menjawab perihal lokasi pertemuan Putin dan Zelensky. Dia hanya menyebut AS akan membantu mewujudkan pertemuan Putin dan Zelensky.

    “Kedua pemimpin telah menyatakan kesediaan untuk duduk bersama, sehingga tim keamanan nasional kami akan membantu kedua negara mewujudkannya,” ujar Leavitt kepada wartawan di pengarahan Gedung Putih.

    Zelensky Siap Bertemu Putin

    Zelensky sendiri sudah menyatakan dirinya bersedia bertemu langsung dengan Putin untuk mengakhiri perang.

    Berbicara kepada wartawan setelah pembicaraan dengan Presiden AS Donald Trump dan beberapa pemimpin Eropa di Gedung Putih pada Senin (18/8) waktu setempat, Zelensky mengatakan ia siap untuk pertemuan tatap muka pertamanya dengan Putin sejak invasi Moskow hampir tiga setengah tahun yang lalu.

    “Saya mengonfirmasi — dan semua pemimpin Eropa mendukung saya — bahwa kami siap untuk pertemuan bilateral dengan Putin,” kata Zelensky setelah pertemuan tersebut, dilansir kantor berita AFP, Selasa (19/8).

    Tuntutan Putin ke Ukraina

    Untuk mewujudkan perdamaian itu Putin memiliki sejumlah tuntutan untuk Zelensky menjelang rencana pertemuan keduanya untuk mengakhiri perang. Ada tiga tuntutan Putin.

    Putin, menurut ketiga sumber itu, menuntut Ukraina menyerahkan seluruh wilayah Donbas timur, meninggalkan ambisi bergabung aliansi NATO, tetap netral dan menjauhkan pasukan Barat dari wilayahnya.

    Dalam laporan paling detail mengenai tuntutan Putin yang disampaikan oleh pihak Rusia, Reuters menguraikan garis besar apa yang ingin dilihat Kremlin dalam kemungkinan kesepakatan damai untuk mengakhiri perang.

    Intinya, menurut sumber Rusia yang berbicara kepada Reuters, Putin telah berkompromi dengan tuntutan teritorial yang pernah diajukan pada Juni 2024, yang mengharuskan Kyiv menyerahkan empat provinsi yang diklaim Moskow sebagai bagian dari Rusia: Donetsk dan Luhansk di wilayah timur — yang membentuk Donbas — ditambah Kherson dan Zaporishzhia di wilayah selatan.

    Ukraina sebelumnya menolak tuntutan itu yang dianggap sama saja dengan menyerah.

    Dalam proposal terbarunya, menurut tiga sumber tersebut, Putin tetap pada tuntutan agar Ukraina sepenuhnya menarik diri dari wilayah Donbas yang masih dikuasainya. Sebagai imbalannya, imbuh sumber itu, Moskow akan menghentikan garis depan yang saat ini ada di Zaporizhzhia dan Kherson.

    Rusia, menurut ketiga sumber itu, juga bersedia menyerahkan sebagian kecil wilayah Kharkiv, Sumy, dan Dnipropetrovsk di Ukraina yang dikuasainya sebagai bagian dari kemungkinan kesepakatan.

    Soal rencana Ukraina bergabung NATO, menurut sumber-sumber tersebut, Putin berpegang pada tuntutan sebelumnya agar Kyiv meninggalkan ambisi tersebut. Putin juga menuntut NATO memberikan janji yang mengikat secara hukum bahwa mereka tidak akan memperluas aliansi lebih jauh ke timur Eropa.

    Selain itu, sebut ketiga sumber itu, Putin juga meminta pembatasan jumlah tentara Ukraina dan adanya kesepakatan soal tidak akan ada pasukan Barat yang dikerahkan ke Ukraina sebagai bagian dari pasukan penjaga perdamaian. Otoritas Ukraina maupun Zelensky belum memberikan tanggapan langsung atas proposal tersebut.

    Lihat juga Video Trump Sesumbar: Jika Tak Ada Saya, Semua Sandera Gaza Sudah Mati

    Halaman 2 dari 5

    (zap/isa)

  • Hubungan Memanas, AS dan India Tetap Lanjutkan Negosiasi Dagang

    Hubungan Memanas, AS dan India Tetap Lanjutkan Negosiasi Dagang

    Bisnis.com, JAKARTA — Amerika Serikat (AS) dan India tetap melanjutkan pembicaraan dagang meski hubungan keduanya memanas akibat tarif impor dan ancaman sanksi Washington ke New Delhi terkait pembelian minyak Rusia.

    “Negosiasi masih berlangsung dan hubungan tidak terputus,” ujar Menteri Luar Negeri India Subrahmanyam Jaishankar dalam sebuah acara media di New Delhi dikutip dari Bloomberg, Sabtu (23/8/2025).

    Pernyataan Jaishankar memberi sinyal bahwa kedua negara masih mencari jalan keluar sebelum tarif resmi diberlakukan. Jaishankar menyebut, penerapan tarif untuk isu perdagangan adalah hal baru. Dia mengatakan pihaknya belum pernah melihat Presiden AS yang menjalankan kebijakan luar negeri secara terbuka seperti saat ini.

    Jaishankar juga membela keputusan India membeli minyak mentah diskon dari Rusia. Dia mengemukakan bahwa sejak Presiden AS Donald Trump mulai menjabat pada Januari lalu, New Delhi tidak pernah membicarakan soal pembelian energi dengan Washington.

    Dalam kesempatan yang sama, Menteri Perdagangan India Piyush Goyal menambahkan bahwa India mendekati hubungan dagang dengan AS dengan pikiran terbuka dan sudut pandang positif.

    Terkait Quadrilateral Security Dialogue (Quad), aliansi demokrasi yang beranggotakan AS, Jepang, Australia, dan India untuk membendung pengaruh China di Indo-Pasifik, Jaishankar menuturkan bahwa komunikasi tetap berjalan, meski keputusan aksi lanjutan belum ditetapkan. India dijadwalkan menjadi tuan rumah KTT Quad tahun ini dengan menghadirkan Presiden Trump.

    Pembicaraan dagang kedua negara sebelumnya menemui jalan buntu setelah beberapa kali perundingan dalam beberapa bulan terakhir. Trump bahkan mengancam akan melipatgandakan tarif ekspor India hingga 50% pekan depan sebagai bentuk tekanan atas pembelian minyak Rusia oleh New Delhi. Ancaman tarif baru itu jauh lebih tinggi dibandingkan negara-negara kawasan.

    India dan Rusia menargetkan peningkatan perdagangan tahunan hingga US$100 miliar dalam lima tahun, dengan memangkas hambatan tarif di tengah ketegangan kedua negara dengan Amerika Serikat. 

    Dalam kunjungannya ke Moskow, Jaishankar mengatakan kedua negara perlu menghapus hambatan dagang serta mengurangi batasan nontarif guna mencapai target tersebut.  

    Tanpa menyebut langsung AS dan kebijakan dagangnya, Jaishankar menegaskan dalam forum bisnis India-Rusia di Moskow bahwa ketidakpastian global yang kian meningkat menekankan pentingnya memiliki mitra yang andal dan stabil. 

    “Kita semua sadar bahwa pertemuan ini berlangsung di tengah situasi geopolitik yang kompleks. Para pemimpin kita tetap menjalin komunikasi erat dan rutin,” ujarnya.

  • Terungkap! Kim Jong Un Punya Pangkalan Rudal Rahasia Dekat China

    Terungkap! Kim Jong Un Punya Pangkalan Rudal Rahasia Dekat China

    Jakarta, CNBC Indonesia – Korea Utara diduga memiliki pangkalan militer rahasia yang berpotensi menampung rudal balistik antarbenua (ICBM) berkemampuan nuklir. Temuan ini dipublikasikan oleh Center for Strategic and International Studies (CSIS), lembaga think tank berbasis di Washington.

    Dalam laporan yang dirilis Rabu (21/8/2025), CSIS menyebut pangkalan bernama Sinpung-dong itu berlokasi di Provinsi Pyongan Utara, sekitar 27 km dari perbatasan China. Fasilitas tersebut diyakini mampu menampung enam hingga sembilan ICBM beserta peluncurnya.

    “Senjata ini menimbulkan potensi ancaman nuklir bagi Asia Timur dan daratan Amerika Serikat,” tulis CSIS, seperti dikutip The Guardian pada Jumat (22/8/2025).

    Laporan itu menyebut pangkalan Sinpung-dong adalah konfirmasi mendalam pertama dari sumber terbuka terkait fasilitas rahasia tersebut. Sinpung-dong disebut sebagai salah satu dari 15 hingga 20 pangkalan rudal, fasilitas pemeliharaan, dan penyimpanan hulu ledak yang tidak pernah dideklarasikan Pyongyang.

    Menurut CSIS, fasilitas itu tidak pernah masuk dalam agenda negosiasi denuklirisasi antara AS dan Korea Utara. “Peluncur dan rudal dapat meninggalkan pangkalan ini saat krisis atau perang, lalu melakukan peluncuran yang sulit dideteksi dari wilayah lain,” kata para peneliti.

    Pengungkapan ini datang di tengah meningkatnya ambisi nuklir Pyongyang. Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un sebelumnya menyerukan “ekspansi cepat” kemampuan nuklir negara itu, terutama setelah kegagalan KTT dengan Presiden AS Donald Trump di Hanoi pada 2019.

    Sejak pertemuan tersebut, Korea Utara menegaskan tidak akan menyerahkan senjata nuklirnya dan bahkan menyebut statusnya sebagai negara nuklir “tidak dapat diubah”.

    Situasi diperumit dengan semakin eratnya hubungan Korut dan Rusia pasca-invasi ke Ukraina. Badan intelijen Korea Selatan melaporkan Pyongyang mengirim lebih dari 10.000 tentara serta persenjataan ke Rusia pada 2024. Sebagai imbalan, Moskow disebut memberi dukungan teknologi satelit dan antariksa canggih.

    “Peluncur satelit dan ICBM memiliki sebagian besar teknologi dasar yang sama,” tulis CSIS, menegaskan bahwa kolaborasi ini berpotensi memperkuat kemampuan militer Korea Utara di level strategis.

     

    (luc/luc)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Rusia Wajibkan Warga Pasang Aplikasi Lokal MAX Usai Whatsapp Tolak Kooperatif

    Rusia Wajibkan Warga Pasang Aplikasi Lokal MAX Usai Whatsapp Tolak Kooperatif

    Bisnis.com, JAKARTA— Pemerintah Rusia mewajibkan semua warganya untuk mengunduh aplikasi perpesanan buatan lokal MAX di seluruh smartphone dan tablet mulai bulan depan. 

    Melansir laman Reuters pada Jumat (22/8/2025) MAX merupakan aplikasi perpesanan buatan perusahaan teknologi milik negara, VK yang juga mengembangkan VK Messenger. 

    Selain MAX, pemerintah juga mewajibkan toko aplikasi domestik, RuStore, yang selama ini otomatis tersedia di perangkat Android, untuk dipasang pada perangkat Apple mulai 1 September. 

    Sementara itu, aplikasi televisi berbahasa Rusia LIME HD TV, yang memungkinkan pengguna menonton saluran televisi negara secara gratis, akan diwajibkan terpasang di seluruh smart TV mulai 1 Januari tahun depan.

    Langkah ini merupakan bagian dari upaya Moskow memperkuat kontrol terhadap ruang internet, seiring ketegangan dengan Barat akibat perang di Ukraina. 

    Pemerintah menuding platform asing seperti WhatsApp dan Telegram tidak kooperatif dalam berbagi data untuk membantu aparat hukum mengatasi kasus penipuan dan terorisme.

    Awal bulan ini, Rusia bahkan mulai membatasi sebagian layanan panggilan di WhatsApp, yang dimiliki oleh Meta Platforms, serta di Telegram. 

    WhatsApp yang pada Juli memiliki jangkauan 97,3 juta pengguna di Rusia, menuding kebijakan Moskow sebagai upaya membatasi akses warga terhadap komunikasi yang aman. Telegram, dengan jangkauan 90,8 juta pengguna, menegaskan tetap berkomitmen memerangi penggunaan berbahaya di platformnya.

    Menurut data Mediascope, aplikasi perpesanan terpopuler ketiga di Rusia pada Juli adalah VK Messenger dengan 17,9 juta pengguna. 

    Adapun MAX sendiri baru-baru ini mengumumkan telah diunduh oleh 18 juta pengguna, meski beberapa fiturnya masih dalam tahap uji coba. Kementerian Dalam Negeri Rusia menyatakan MAX lebih aman dibanding aplikasi asing. Namun, otoritas juga mengungkap mereka telah menangkap seorang tersangka dalam kasus penipuan pertama yang menggunakan aplikasi baru tersebut.

  • Pemerintah Luncurkan Aplikasi Pengganti WhatsApp, Warga Wajib Pakai

    Pemerintah Luncurkan Aplikasi Pengganti WhatsApp, Warga Wajib Pakai

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah Rusia mewajibkan aplikasi pesan instan MAX, yang digadang-gadang sebagai pengganti WhatsApp, terpasang secara otomatis di seluruh ponsel dan tablet mulai 1 September 2025.

    MAX merupakan aplikasi buatan perusahaan teknologi milik negara VK, yang juga mengembangkan VK Messenger. Aplikasi ini akan terintegrasi dengan layanan pemerintah dan masuk daftar aplikasi wajib terpasang di semua perangkat yang dijual di Rusia.

    Langkah ini diambil Moskow sebagai bagian dari upaya memperketat kendali atas ruang internet, di tengah ketegangan dengan Barat terkait perang Ukraina.

    Media pemerintah membantah tuduhan bahwa MAX adalah aplikasi mata-mata. Menurut mereka, MAX bahkan memiliki izin akses data lebih sedikit dibanding WhatsApp dan Telegram. Meski begitu, pengkritik Kremlin menilai aplikasi ini bisa digunakan untuk melacak pengguna.

    Selain MAX, pemerintah Rusia juga mewajibkan toko aplikasi domestik RuStore untuk dipasang di seluruh perangkat, termasuk iPhone. Kebijakan ini berlaku mulai 1 September, demikian dikutip dari Reuters, Jumat (22/8/2025).

    Sementara itu, aplikasi televisi LIME HD TV yang menayangkan saluran TV pemerintah secara gratis akan diwajibkan terpasang di semua smart TV mulai 1 Januari 2026.

    Foto: Kolase Aplikasi MAX. (Dok. Google)
    Kolase Aplikasi MAX. (Dok. Google)

    Kebijakan ini menyusul keputusan Rusia membatasi sebagian panggilan di WhatsApp dan Telegram. Kedua platform asing itu dituduh tidak membagikan informasi kepada aparat penegak hukum dalam kasus penipuan dan terorisme.

    WhatsApp, dengan jangkauan 97,3 juta pengguna di Rusia pada Juli lalu, menuding Moskow berusaha menghalangi akses masyarakat terhadap komunikasi aman. Sementara Telegram, yang memiliki 90,8 juta pengguna, menyatakan aktif memerangi penyalahgunaan di platformnya.

    Aplikasi MAX sendiri mengklaim telah diunduh oleh 18 juta pengguna, meski sejumlah fiturnya masih dalam tahap uji coba. Kementerian Dalam Negeri Rusia juga menyebut MAX lebih aman dibanding aplikasi asing. Namun, pekan lalu, aparat telah menangkap tersangka pertama dalam kasus penipuan menggunakan aplikasi tersebut.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Serahkan Donbas-Lupakan Ambisi Gabung NATO!

    Serahkan Donbas-Lupakan Ambisi Gabung NATO!

    Moskow

    Presiden Rusia Vladimir Putin disebut memiliki sejumlah tuntutan untuk Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menjelang prospek pertemuan keduanya untuk mengakhiri perang yang berkecamuk lebih dari tiga tahun terakhir.

    Tuntutan Putin itu, seperti dilansir Reuters, Jumat (22/8/2025), dibeberkan oleh tiga sumber yang memahami pemikiran level tinggi Kremlin.

    Putin, menurut ketiga sumber itu, menuntut Ukraina menyerahkan seluruh wilayah Donbas timur, meninggalkan ambisi bergabung aliansi NATO, tetap netral dan menjauhkan pasukan Barat dari wilayahnya.

    Pertemuan tertutup selama tiga jam antara Putin dan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump di Alaska pada 15 Agustus lalu, menurut sumber anonim yang dikutip Reuters, membahas seperti apa kompromi Rusia mengenai Ukraina.

    Putin, dalam konferensi pers bersama Trump, mengatakan pertemuan itu diharapkan akan membuka jalan menuju perdamaian di Ukraina. Namun kedua pemimpin tidak memberikan rincian spesifik tentang apa yang mereka bahas.

    Dalam laporan paling detail mengenai tuntutan Putin yang disampaikan oleh pihak Rusia, Reuters menguraikan garis besar apa yang ingin dilihat Kremlin dalam kemungkinan kesepakatan damai untuk mengakhiri perang.

    Intinya, menurut sumber Rusia yang berbicara kepada Reuters, Putin telah berkompromi dengan tuntutan teritorial yang pernah diajukan pada Juni 2024, yang mengharuskan Kyiv menyerahkan empat provinsi yang diklaim Moskow sebagai bagian dari Rusia: Donetsk dan Luhansk di wilayah timur — yang membentuk Donbas — ditambah Kherson dan Zaporishzhia di wilayah selatan.

    Ukraina sebelumnya menolak tuntutan itu yang dianggap sama saja dengan menyerah.

    Dalam proposal terbarunya, menurut tiga sumber tersebut, Putin tetap pada tuntutan agar Ukraina sepenuhnya menarik diri dari wilayah Donbas yang masih dikuasainya. Sebagai imbalannya, imbuh sumber itu, Moskow akan menghentikan garis depan yang saat ini ada di Zaporizhzhia dan Kherson.

    Rusia, menurut ketiga sumber itu, juga bersedia menyerahkan sebagian kecil wilayah Kharkiv, Sumy, dan Dnipropetrovsk di Ukraina yang dikuasainya sebagai bagian dari kemungkinan kesepakatan.

    Soal rencana Ukraina bergabung NATO, menurut sumber-sumber tersebut, Putin berpegang pada tuntutan sebelumnya agar Kyiv meninggalkan ambisi tersebut. Putin juga menuntut NATO memberikan janji yang mengikat secara hukum bahwa mereka tidak akan memperluas aliansi lebih jauh ke timur Eropa.

    Selain itu, sebut ketiga sumber itu, Putin juga meminta pembatasan jumlah tentara Ukraina dan adanya kesepakatan soal tidak akan ada pasukan Barat yang dikerahkan ke Ukraina sebagai bagian dari pasukan penjaga perdamaian.

    Otoritas Ukraina maupun Zelensky belum memberikan tanggapan langsung atas proposal tersebut.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)