kab/kota: Moskow

  • Rusia Tanggapi Santai Sanksi AS terhadap 2 Raksasa Minyaknya

    Rusia Tanggapi Santai Sanksi AS terhadap 2 Raksasa Minyaknya

    Jakarta

    Pemerintah Rusia menanggapi santai sanksi-sanksi baru yang dijatuhkan pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump terhadap dua raksasa minyak Rusia. Ditegaskan bahwa Rusia kebal terhadap sanksi yang dijatuhkan akibat serangan berkelanjutannya terhadap Ukraina tersebut.

    Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova, bahkan mengingatkan Amerika Serikat untuk tidak mengikuti contoh pemerintahan sebelumnya yang menantang Moskow dengan sanksi-sanksi. Dia menekankan bahwa hal itu akan berakhir dengan “kegagalan.”

    “Negara kita telah mengembangkan kekebalan yang kuat terhadap pembatasan Barat dan akan terus dengan percaya diri mengembangkan potensi ekonominya, termasuk potensi energinya,” kata Zakharova, dalam sebuah briefing mingguan, dilansir kantor berita AFP, Kamis (23/10/2025).

    Trump menjatuhkan sanksi terhadap dua perusahaan minyak terbesar Rusia pada hari Rabu (22/10) waktu setempat. Trump mengeluh bahwa pembicaraannya dengan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk mengakhiri perang Ukraina “tidak membuahkan hasil.”

    Uni Eropa juga mengumumkan rangkaian sanksi baru untuk menekan Rusia agar mengakhiri invasi tanpa henti selama tiga setengah tahun terhadap Ukraina, negara tetangganya, yang bersekutu dengan Washington.

    Trump sebelumnya telah menunda penerapan sanksi terhadap Rusia selama berbulan-bulan. Namun, kesabarannya habis setelah rencana pertemuan dengan Putin di Budapest gagal.

    “Setiap kali saya berbicara dengan Vladimir, percakapan saya lancar, dan setelah itu tidak ada kelanjutannya,” kata Trump menanggapi pertanyaan dari wartawan di Ruang Oval, Gedung Putih pada Rabu (22/10) waktu setempat.

    Sanksi AS tersebut merupakan peningkatan besar dalam tindakan AS terhadap Rusia dan mencerminkan rasa frustrasi Trump yang semakin besar karena tidak dapat membujuk Putin untuk mengakhiri konflik.

    Sanksi tersebut mencakup pembekuan semua aset perusahaan minyak Rosneft dan Lukoil di Amerika Serikat, sekaligus melarang semua perusahaan AS berbisnis dengan kedua raksasa minyak Rusia tersebut.

    “Mengingat penolakan Presiden Putin untuk mengakhiri perang yang tidak masuk akal ini, Departemen Keuangan memberikan sanksi kepada dua perusahaan minyak terbesar Rusia yang mendanai mesin perang Kremlin,” kata Menteri Keuangan AS Scott Bessent dalam sebuah pernyataan.

    Bessent mengatakan bahwa sanksi tersebut merupakan “salah satu sanksi terbesar yang telah kami terapkan terhadap Federasi Rusia.”

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Trump Ngeluh Bicara dengan Putin Soal Ukraina: Tak Ada Kelanjutannya

    Trump Ngeluh Bicara dengan Putin Soal Ukraina: Tak Ada Kelanjutannya

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengeluhkan pembicaraannya dengan Presiden Rusia Vladimir Putin tentang mengakhiri perang Ukraina. Trump mengatakan bahwa percakapannya dengan pemimpin Rusia itu tidak membuahkan hasil.

    “Setiap kali saya berbicara dengan Vladimir, percakapan saya lancar, tapi setelah itu tidak ada kelanjutannya,” kata Trump kepada para wartawan di Gedung Putih pada Rabu (22/10) waktu setempat, dilansir kantor berita AFP, Kamis (23/10/2025).

    Hal ini disampaikan Trump saat mengumumkan sanksi-sanksi terhadap dua perusahaan minyak terbesar Rusia terkait perang di Ukraina.

    Trump sebelumnya telah menunda penerapan sanksi terhadap Rusia selama berbulan-bulan. Namun, kesabarannya habis setelah rencana pertemuan dengan Putin di Budapest gagal.

    Sanksi AS tersebut merupakan peningkatan besar dalam tindakan AS terhadap Rusia dan mencerminkan rasa frustrasi Trump yang semakin besar karena tidak dapat membujuk Putin untuk mengakhiri konflik.

    Sanksi tersebut mencakup pembekuan semua aset perusahaan minyak Rosneft dan Lukoil di Amerika Serikat, sekaligus melarang semua perusahaan AS berbisnis dengan kedua raksasa minyak Rusia tersebut.

    “Mengingat penolakan Presiden Putin untuk mengakhiri perang yang tidak masuk akal ini, Departemen Keuangan memberikan sanksi kepada dua perusahaan minyak terbesar Rusia yang mendanai mesin perang Kremlin,” kata Menteri Keuangan AS Scott Bessent dalam sebuah pernyataan.

    Menkeu AS itu mengatakan bahwa sanksi tersebut merupakan “salah satu sanksi terbesar yang telah kami terapkan terhadap Federasi Rusia.”

    Secara terpisah, Uni Eropa setuju untuk memberlakukan langkah-langkah baru yang bertujuan untuk menekan pendapatan minyak dan gas Moskow selama perang, kata seorang juru bicara kepresidenan Denmark.

    Paket sanksi tersebut — yang ke-19 dari Uni Eropa sejak invasi Rusia ke Ukraina pada tahun 2022 — bertujuan untuk terus menekan Rusia di tengah upaya perdamaian Trump dan eskalasi serangan Rusia.

    Sanksi tersebut dijatuhkan beberapa jam setelah serangan terbaru Rusia semalam di Ukraina menewaskan tujuh orang, termasuk dua anak, dan menghancurkan sebuah taman kanak-kanak.

    Usai pengumuman sanksi, Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio menegaskan bahwa Amerika Serikat masih tetap ingin bertemu Rusia.

    “Kami masih ingin bertemu dengan Rusia,” kata Rubio kepada wartawan. “Kami akan selalu tertarik untuk terlibat jika ada peluang untuk mencapai perdamaian,” imbuhnya.

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Makin Panas! Trump Jatuhkan Sanksi ke 2 Raksasa Minyak Rusia

    Makin Panas! Trump Jatuhkan Sanksi ke 2 Raksasa Minyak Rusia

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat Donald Trump menjatuhkan sanksi terhadap dua perusahaan minyak terbesar Rusia pada hari Rabu (22/10) waktu setempat. Trump mengeluh bahwa pembicaraannya dengan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk mengakhiri perang Ukraina “tidak membuahkan hasil.”

    Uni Eropa juga mengumumkan rangkaian sanksi baru untuk menekan Rusia agar mengakhiri invasi tanpa henti selama tiga setengah tahun terhadap Ukraina, negara tetangganya, yang bersekutu dengan Washington.

    Dilansir kantor berita AFP, Kamis (23/10/2025), Trump sebelumnya telah menunda penerapan sanksi terhadap Rusia selama berbulan-bulan. Namun, kesabarannya habis setelah rencana pertemuan dengan Putin di Budapest gagal.

    “Setiap kali saya berbicara dengan Vladimir, percakapan saya lancar, dan setelah itu tidak ada kelanjutannya,” kata Trump menanggapi pertanyaan dari seorang jurnalis AFP di Ruang Oval, Gedung Putih.

    Namun Trump menambahkan bahwa ia berharap “sanksi berat” terhadap dua raksasa minyak Rusia, Rosneft dan Lukoil tersebut, hanya akan berlangsung singkat. “Kami berharap perang akan berakhir,” ujarnya di samping Sekretaris Jenderal NATO Mark Rutte.

    Berbicara kepada wartawan setelah pertemuan tersebut, Rutte, yang sering dijuluki “si pembisik Trump”, mengatakan ia yakin bahwa “dengan tekanan yang berkelanjutan, kami akan dapat mengajak Putin ke meja perundingan untuk menyetujui gencatan senjata, dan kemudian perundingan lainnya setelahnya.”

    Sanksi AS tersebut merupakan peningkatan besar dalam tindakan AS terhadap Rusia dan mencerminkan rasa frustrasi Trump yang semakin besar karena tidak dapat membujuk Putin untuk mengakhiri konflik.

    Sanksi tersebut mencakup pembekuan semua aset Rosneft dan Lukoil di Amerika Serikat, sekaligus melarang semua perusahaan AS berbisnis dengan kedua raksasa minyak Rusia tersebut.

    “Mengingat penolakan Presiden Putin untuk mengakhiri perang yang tidak masuk akal ini, Departemen Keuangan memberikan sanksi kepada dua perusahaan minyak terbesar Rusia yang mendanai mesin perang Kremlin,” kata Menteri Keuangan AS Scott Bessent dalam sebuah pernyataan.

    Bessent mengatakan bahwa sanksi tersebut merupakan “salah satu sanksi terbesar yang telah kami terapkan terhadap Federasi Rusia.”

    Secara terpisah, Uni Eropa setuju untuk memberlakukan langkah-langkah baru yang bertujuan untuk menekan pendapatan minyak dan gas Moskow selama perang, kata seorang juru bicara kepresidenan Denmark.

    Paket sanksi tersebut — yang ke-19 dari Uni Eropa sejak invasi Rusia ke Ukraina pada tahun 2022 — bertujuan untuk terus menekan Rusia di tengah upaya perdamaian Trump dan eskalasi serangan Rusia.

    Sanksi tersebut dijatuhkan beberapa jam setelah serangan terbaru Rusia semalam di Ukraina menewaskan tujuh orang, termasuk dua anak, dan menghancurkan sebuah taman kanak-kanak.

    Simak juga Video Trump Batal Bertemu Putin: Saya Tak Ingin Buang-buang Waktu

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Kopi Darat Trump-Putin Ambyar, Rusia Latihan Nuklir-AS Bom Sanksi

    Kopi Darat Trump-Putin Ambyar, Rusia Latihan Nuklir-AS Bom Sanksi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah Rusia pimpinan Presiden Vladimir Putin menggelar latihan nuklir besar-besaran, Rabu. Hal ini menyusul pengumuman tertundanya pertemuan antara Putin dan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.

    Uji coba nuklir strategis ini mencakup peluncuran rudal balistik antarbenua “Yars” berbasis darat dari kosmodrom serta peluncuran rudal balistik “Sineva” dari kapal selam nuklir di Laut Barents. Ada pula peluncuran rudal jelajah berkemampuan nuklir dari pembom strategis.

    “Latihan tersebut menguji tingkat kesiapan komando militer dan keterampilan praktis personel operasional dalam mengatur kendali pasukan bawahan,” kata Kremlin dalam sebuah pernyataan, dikutip dari Reuters, Kamis (23/10/2025).

    Rusia secara rutin melakukan latihan pasukan nuklirnya untuk mengingatkan musuh bahwa mereka memiliki gudang senjata nuklir terbesar di dunia di tengah meningkatnya ketegangan Timur-Barat. Latihan kekuatan nuklir Rusia ini berlangsung ketika NATO sendiri sedang menggelar latihan nuklir tahunan bernama Steadfast Noon yang dipandu oleh Belgia dan Belanda, melibatkan jet tempur F-35A dan pembom B-52 di antara 60 pesawat dari 13 negara.

    Sementara itu, gelaran ini dibuat saat pertemuan Putin dan Trump diputuskan untuk “ambyar”. Presiden Trump, yang membatalkan pertemuan yang direncanakan di Budapest itu, mengatakan masih ada yang belum siap terkait materi pertemuan itu.

    “Saya membatalkan pertemuan yang diantisipasi dengan Putin karena saya merasa kami tidak akan mencapai tempat yang harus kami capai.” Trump berharap sanksi tersebut.

    AS Jatuhkan Sanksi 

    Pembatalan pertemuan antara kedua pemimpin oleh Trump dilakukan menyusul tekanan yang meningkat agar Washington menjatuhkan hukuman yang lebih keras kepada Moskow atas keberlanjutan perang di Ukraina. Hal ini akhirnya juga bermuara pada keputusan AS untuk menjatuhkan sanksi terhadap dua perusahaan minyak terbesar Rusia, Rosneft dan Lukoil, beserta hampir tiga lusun anak perusahaan mereka.

    Trump beralasan ia “merasa saatnya telah tiba” untuk menjatuhkan sanksi tersebut, meskipun ia mengakui telah “menunggu waktu yang lama” untuk memberlakukannya. Sanksi ini diluncurkan seiring dengan seruan AS agar Moskow menyetujui gencatan senjata segera di Ukraina.

    Menteri Keuangan AS Scott Bessent menyatakan bahwa ini adalah waktunya untuk menghentikan pembunuhan dan gencatan senjata segera. Bessent menambahkan dua perusahaan itu merupakan instrumen penting yang membiayai perang Rusia di Ukraina.

    “Mengingat penolakan Presiden Putin untuk mengakhiri perang tak berarti ini, Departemen Keuangan memberikan sanksi kepada dua perusahaan minyak terbesar Rusia yang mendanai mesin perang Kremlin,” katanya dimuat CNN International.

    Analis Eddie Fishman dari Atlantic Council memperingatkan bahwa sanksi primer terhadap Rosneft dan Lukoil hanyalah permulaan. Ia menyebut adanya peluang sanksi baru dalam kasus ini, khususnya bagi para trader di negara ketiga.

    “Intinya kemudian adalah apakah ada ancaman sanksi sekunder terhadap bank, kilang minyak, dan trader di negara pihak ketiga yang berurusan dengan Rosneft dan Lukoil,” kata Fishman.

    (tps/tps)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Harga Minyak Dunia Melonjak 5% Usai AS Sanksi Dua Raksasa Energi Rusia – Page 3

    Harga Minyak Dunia Melonjak 5% Usai AS Sanksi Dua Raksasa Energi Rusia – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Harga minyak dunia melonjak tajam pada Rabu malam waktu AS (23/10/2025), setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menjatuhkan sanksi tambahan terhadap dua perusahaan minyak terbesar Rusia, yakni Rosneft dan Lukoil.

    Langkah ini diambil karena Washington menilai Moskow tidak menunjukkan komitmen serius untuk mengakhiri konflik bersenjata di Ukraina.

    Dikutip dari CNBC, Kamis (23/10/2025), harga minyak mentah Brent, sebagai acuan global, naik USD 3,03 atau 4,94% menjadi USD 64,35 per barel. Sementara harga minyak mentah AS (WTI) menguat USD 1,40 atau 2,39% menjadi USD 59,90 per barel.

    Sebelumnya, dalam sesi perdagangan reguler, Brent telah naik 2% ke USD 62,59 per barel, sedangkan WTI menguat 2,2% ke USD 58,50 per barel.

    “Sekarang saatnya menghentikan pertumpahan darah dan memulai gencatan senjata segera,” kata Menteri Keuangan AS Scott Bessent saat mengumumkan sanksi tersebut.

     

  • Ambyar Rencana Perjumpaan Trump dan Putin

    Ambyar Rencana Perjumpaan Trump dan Putin

    Jakarta

    Rencana pertemuan Presiden Amerika Serikat Donald Trump dengan Presiden Rusia Vladimir Putin kemungkinan besar batal. Trump tak ingin pertemuan yang sia-sia dengan Putin.

    Trump dan Putin sudah sejak beberapa minggu kemarin disebut-sebut akan melakukan pertemuan. Wacana pertemuan itu mencuat setelah percakapan telepon kedua pemimpin, yang diklaim Kremlin, berlangsung ‘sangat jujur dan penuh kepercayaan’.

    Pembicaraan telepon itu dilakukan di tengah upaya diplomatik dalam penyelesaian perdamaian untuk perang Ukraina, yang mereda selama dua bulan terakhir, setelah pertemuan puncak antara Putin-Trump di Alaska pada 15 Agustus lalu gagal membuahkan hasil yang substansial.

    “Telah disepakati bahwa perwakilan kedua negara akan segera mulai menyelenggarakan pertemuan puncak yang dapat digelar, misalnya, di Budapest,” kata ajudan utama Putin, Yuri Ushakov, saat berbicara kepada wartawan, seperti dilansir AFP, Jumat (17/10).

    Ushakov juga mengatakan lokasi Budapest, ibu kota Hungaria, diusulkan oleh Trump, dan ‘segera’ didukung oleh Putin.

    “Itu adalah percakapan yang sangat substantif, dan pada saat yang sama, sangat jujur dan penuh kepercayaan,” sebutnya, sembari menambahkan bahwa percakapan telepon selama 2,5 jam itu merupakan inisiatif Rusia.

    Percakapan telepon antara Putin dan Trump itu dilakukan saat Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky sedang dalam perjalanan ke Washington DC membahas sejumlah isu, termasuk salah satunya potensi pasokan rudal jarak jauh Tomahawk AS dengan Trump.

    “Vladimir Putin menegaskan kembali pernyataannya bahwa rudal Tomahawk tidak akan mengubah situasi di medan perang, tetapi akan secara signifikan merusak hubungan antara kedua negara kita. Belum lagi prospek penyelesaian damai,” ucap Ushakov.

    Menurut Kremlin, Trump mengatakan akan mempertimbangkan apa yang dikatakan Putin kepadanya sebelum bertemu Zelensky pada Jumat (16/10) waktu AS.

    Presiden Prancis Minta Dilibatkan

    Presiden Prancis Emmanuel Macron menyambut baik rencana pertemuan Trump dan Putin. Pada saat itu, Macron meminta Ukraina dan Eropa dilibatkan dalam pertemuan tersebut.

    “Sejak mereka membahas nasib Ukraina, Ukraina harus dilibatkan,” kata Macron kepada wartawan setelah pertemuan puncak para pemimpin Uni Eropa selatan di Slovenia dilansir AFP, Senin (20/10).

    Macron mengatakan Eropa harus dilibatkan saat perang berdampak pada keamanan Eropa.

    “Sejak mereka membahas dampaknya terhadap keamanan Eropa, Eropa harus dilibatkan,” kata Macron.

    Rencana Pertemuan Ambyar

    Trump mengatakan kemungkinan akan pertemuan yang sia-sia membuatnya menunda menggelar pertemuan dengan Putin. Trump mengatakan tak ingin membuang-buang waktu.

    “Saya tidak ingin pertemuan yang sia-sia,” kata Trump kepada wartawan di Gedung Putih, AS, ketika ditanya mengapa pertemuan itu dibatalkan, seperti dilansir AFP, Rabu (22/10/2025).

    “Saya tidak ingin membuang-buang waktu, jadi saya akan lihat saja nanti,” imbuhnya.

    Dilansir Al Jazeera, para pejabat dari Rusia dan AS juga memberikan sinyal pertemuan Putin dan Trump tidak akan terjadi dalam waktu dekat.

    “Tidak ada rencana bagi Presiden Trump untuk bertemu dengan Presiden Putin dalam waktu dekat,” ujar seorang pejabat senior Gedung Putih kepada Al Jazeera.

    Moskow juga membantah bahwa pertemuan itu akan segera terjadi. Moskow mengatakan bahwa persiapan bisa memakan waktu.

    “Tidak ada kerangka waktu pasti yang ditetapkan di sini,” kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov.

    “Persiapan diperlukan, persiapan yang serius,” imbuhnya.

    Harapan untuk pertemuan puncak jangka pendek antara Putin dan Trump telah meredup dalam beberapa hari terakhir. Laporan menunjukkan bahwa penundaan ini disebabkan oleh perbedaan pandangan tentang kondisi yang diperlukan untuk mengakhiri konflik di Ukraina.

    Selama akhir pekan, Rusia mengirimkan komunike tertutup kepada AS yang menuntut kendali atas seluruh wilayah Donbas di Ukraina, menurut para pejabat yang berbicara kepada kantor berita Reuters dengan syarat anonim.

    Tuntutan tersebut bertentangan dengan keinginan yang diutarakan Trump pada hari Minggu untuk membekukan garis pertempuran di tempatnya saat ini.

    Kemudian, pada hari Senin, Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov dan mitranya dari AS, Marco Rubio, melakukan panggilan telepon menjelang pertemuan persiapan tatap muka yang direncanakan. Namun, Gedung Putih mengonfirmasi pada hari Selasa bahwa pertemuan tersebut juga tidak akan berlangsung.

    “Menteri Rubio dan Menteri Lavrov telah melakukan panggilan telepon yang produktif. Oleh karena itu, pertemuan tatap muka tambahan antara Menteri dan Menteri Luar Negeri tidak diperlukan,” kata seorang pejabat Gedung Putih kepada Al Jazeera dalam sebuah pernyataan.

    Halaman 2 dari 2

    (idn/idn)

  • Rusia Terus Gempur Ibu Kota Ukraina, 6 Orang Tewas-Listrik Padam

    Rusia Terus Gempur Ibu Kota Ukraina, 6 Orang Tewas-Listrik Padam

    Kyiv

    Rentetan serangan udara Rusia kembali menghantam area di dalam dan di sekitar Kyiv, ibu kota Ukraina. Sedikitnya enam orang tewas akibat serangan yang memicu pemadaman listrik di seluruh wilayah Ukraina tersebut.

    Serangan terbaru Moskow ini terjadi sehari setelah upaya penyelesaian perang, yang berlangsung hampir empat tahun terakhir, kembali menemui hambatan, dengan rencana pertemuan antara Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dibatalkan.

    “Malam ini membuktikan bahwa Rusia tidak merasa cukup tertekan untuk memperpanjang perang,” kata Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dalam pernyataan via media sosial menyusul serangan terbaru Moskow, seperti dilansir AFP, Rabu (22/10/2025).

    “Hingga saat ini, sedikitnya 17 orang luka-luka. Sangat disayangkan, enam orang tewas, dengan dua di antaranya masih anak-anak,” sebut Zelensky dalam pernyataan pada Rabu (22/10).

    Sejumlah jurnalis AFP yang ada di Kyiv melaporkan mereka mendengar beberapa ledakan pada malam hari dan melihat kepulan asap menjulang di langit ibu kota Ukraina tersebut.

    Menurut Kementerian Energi Ukraina, serangan-serangan Rusia juga menargetkan infrastruktur energi Ukraina, yang menyebabkan ribuan orang kehilangan akses terhadap pemanas ruangan dan aliran listrik di seluruh wilayah negara tersebut selama musim dingin.

    “Akibat serangan rudal dan drone besar-besaran terhadap infrastruktur energi, pemadaman listrik darurat telah diberlakukan di sebagian besar wilayah Ukraina,” demikian pernyataan Kementerian Energi Ukraina.

    Dalam pernyataan terpisah, Rusia mengatakan pasukannya telah mencegat 33 drone Ukraina semalam, tanpa melaporkan adanya kerusakan substansial akibat serangan drone tersebut.

    Serangan terbaru Rusia terhadap Ukraina itu terjadi setelah rencana pertemuan yang dijadwalkan antara Putin dan Trump dibatalkan.

    Trump sebelumnya mengatakan dirinya akan bertemu Putin untuk perundingan damai di Budapest, ibu kota Hungaria, dalam waktu dua minggu setelah melakukan percakapan telepon yang produktif untuk mengakhiri perang Ukraina.

    Namun, pada Selasa (20/10), dia mengurungkan rencana pertemuan tersebut, dengan mengatakan dirinya tidak menginginkan pertemuan yang “sia-sia”. Trump hingga kini belum menjelaskan alasannya membatalkan pertemuan tersebut.

    Lihat juga Video ‘Trump Batal Bertemu Putin: Saya Tak Ingin Buang-buang Waktu’:

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Kelas Pemberontakan Kaum Buruh dengan Semaun Sang Pengajar

    Kelas Pemberontakan Kaum Buruh dengan Semaun Sang Pengajar

    JAKARTA – Namanya mungkin sering diabaikan oleh beberapa orang karena ideologi yang dia anut. Tapi, perannya dalam kemerdekaan, terutama bagi kaum buruh, tak bisa diremehkan. Ia adalah Semaun, tokoh revolusioner kelahiran Mojokerto pada 1899. Lahir dari keluarga dengan perekonomian pas-pasan membuat Semaun hanya dapat mengeyam pendidikan di Tweede Klas, sekolah untuk pribumi.

    Sejak kecil, Semaun dikenal anak yang cerdas. Berbekal ijazah sekolah dasar itu, Semaun diterima berkerja di Staats Spoor Maatschapi (Perusahaan Kereta Api Negara) pada usia 13 tahun. Walaupun disibukkan dengan pekerjaan, keinginan belajarnya tak pernah padam. Setiap sore hari ia menyempatkan diri untuk belajar bahasa Belanda di Hollandsch Inlandsce School (HIS).

    Dengan kedudukan dirinya sebagai pegawai kereta api, sebenarnya saat itu dirinya sudah cukup mapan dan terjamin kehidupannya. Tapi, karena semakin banyak penderitaan rakyat yang ia lihat kala itu, Semaun tergerak untuk melakukan gerakan pembebasan. Semaun pun melepas pekerjaannya dari perusahaan kereta api untuk ikut dalam gerakan nasional.

    Semaun masuk ke organisasi Sarekat Islam (SI) pada usia yang masih belia, 15 tahun. Di SI, Semaun menduduki posisi Sekertaris Sarekat Islam cabang Surabaya. Masuknya Semaun dalam gerakan SI mempertemukan dirinya dengan Henk Sneevliet. Menurut Soewarsono, sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), pertemuan Semaun dengan Sneevliet terjadi di Surabaya tahun 1915.

    Pertemuan dengan Sneevliet mendorongnya memasuki VSTP dan ISDV. “Suatu pertemuan yang melahirkan rasa kagumnya terhadap ketulusan dan sikap manusiawi Sneevliet. Dan karena itu, (Semaun) menerima tawaran Sneevliet agar Semaun memasuki VSTP dan ISDV afdeeling Surabaya,” tulis Soewarsono dalam Berbareng Bergerak, Sepenggal Riwayat dan Pemikiran Semaun.

    Semaun juga tertarik karena menurutnya VSTP dan ISDV bersimpati pada perjuangan Bangsa Indonesia melawan penjajahan. Dalam kongres yang kemudian diadakan, Semaun terpilih sebagai Wakil Ketua VSTP dan ISDV. Sejak itu lah dirinya memilih fokus dalam organisasi tersebut dan melepaskan kariernya sebagai pegawai kereta api, lalu pindah ke Semarang. 

    Kepiawaian Semaun dalam berorganisasi juga terlihat di SI. Dalam Kongres SI Semarang tahun 1917, ia terpilih menjadi ketua SI Semarang. Usianya saat itu 18 tahun. Di bawah pimpinannya, SI Semarang berkembang pesat. Anggota SI bertambah hingga puluhan ribu orang, dari semula 1.700 anggota pada 1916 menjadi 20.000 orang pada 1917. SI juga tersebar sampai ke desa-desa.

    Pada 1918, SI cabang Semarang memutuskan rapat terbuka di lapangan dekat Stasiun Tawang. Tujuannya agar putusan tersebut dapat didengar masyarakat luas. Para anggota SI pun pergi menuju lapangan luas untuk memperluas jaringan mereka. Sebagai pembeda, anggota SI diwajibkan memakai Caping yang biasa digunakan para petani.

    Diluar dugaan. Aksi tersebut berubah menjadi demonstrasi yang unik. Aksi tersebut diikuti pula oleh masyarakat umum yang awalnya hanya sebagai penonton. Lalu lintas hampir lumpuh akibat aksi tersebut, sehingga membuat repot polisi-polisi kolonial di Semarang. Teriakan semangat juga digelorakan sepanjang aksi. Para demonstran meneriakkan ragam semboyan seperti “Hidup SI”, “Hidup Sosial Demokrat”, “Hidup Semaun.”

    Semaun yang semakin “kiri”

    Peristiwa tersebut semakin mempopulerkan nama Semaun di kalangan rakyat. Pada tahun 1919, saat menginjak usia 20 tahun, Semaun terpilih sebagai anggota pimpinan pusat SI merangkap Ketua cabang SI Semarang. Semaun juga aktif menulis di media massa. Bahkan, akibat tulisannya, Semaun sempat dipenjara di Yogyakarta dari Juli sampai November 1919. Di dalam penjara, ia menyibukkan diri dengan menulis novel berjudul Hikayat Kadirun dan buku berjudul Penuntun Kaum Buruh.

    Lewat Penuntun Kaum Buruh, Semaun menuangkan gagasan agar buruh bergerak dengan menceritakan kondisi Hindia Belanda kala belum ada ketimpangan, “Ketika di Indonesia belum ada sepur atau trem (kereta api), maka keadaan negeri ini sunyi, sepi, tentram, dan damai. Begitu juga penduduknya (rakyatnya) yang hidup, berpikir, berbudi, serta bekerja dengan sabar dan damai. Hampir semua rakyat Indonesia mempunyai sebidang tanah yang memberikan peng­hasilan dan penghidupan baginya.” tulis Semaun dalam bukunya.

    Keluar dari kurungan penjara, Semaun kembali ke Semarang. Sikapnya pada pemerintah Hindia Belanda makin radikal. Semaun benar-benar menerapkan ajaran Sneevliet. Ia berkembang jadi propagandis sosialisme yang keras. Sisi itu juga membawa perubahan pada SI yang semula lunak pada Hindia Belanda. Corak kiri, lama kelamaan makin kentara dalam SI. Kuatnya pengaruh Semaun membuat pimpinan SI lainnya kepayahan mengimbangi sikap kiri organisasi.

    Bahkan, orang-orang kaya raya seperti Niti Semito, raja rokok kretek dari Kudus atau Haji Busro dari Semarang ikut mendukung SI ala Semaun. Banyak aksi-aksi mogok buruh yang didukung pengusaha lokal tersebut. H.O.S Tjokroaminoto merespons pergerakan Semaun dengan menulis buku berjudul Islam dan Sosialisme. Buku itu menjelaskan bahwa sosialisme ada dalam ajaran Islam.

    Kekhawatiran pun muncul. Pimpinan SI pusat yang menginginkan azas Islam dalam SI mulai melihat Semaun sebagai bahaya. SI ala Semaun dianggap melenceng karena terlalu kiri. Kekhawatiran itu semakin meruncing saat Semaun mendirikan Perserikatan Komunis Hindia (PKH) pada 23 Mei 1920, ketika pimpinan SI, H.O.S Tjokroaminoto dihadapkan dengan tuduhan korupsi –walaupun kemudian tak terbukti.

    Saat itu, pemimpin Central Sarekat Islam yaitu Agus Salim dan Soerjopranoto berusaha mendepak kaum komunis yang dinilai tidak sesuai dengan nilai keislaman. SI cabang Semarang di bawah pimpinan Semaun menjadi sasaran penertiban ini. Dikutip dari laman Historia, pertemuan pimpinan CSI digelar di Yogyakarta pada 30 September 1920 tanpa dihadiri ketua SI, H.O.S Tjokroaminoto yang harus menghadiri persidangan. Semaun pun tak hadir karena menghadiri Kongres Komunis Internasional di Moskow, Rusia.

    Selain membersihkan anasir Komunis di tubuh SI, rapat itu juga menghasilkan keputusan pemindahan SI pusat dari Surabaya ke Yogyakarta. Pada 24 Mei 1922, Semaun kembali dari Moskow ke Tanah Air, ia memualai kembali pergerakan di kalangan buruh. Puncak dari rangkaian aksi mogok tersebut terjadi pada Februari 1923. Aksi tersebut muncul akibat pemerintah Hindia Belanda melakukan penurunan gaji buruh. Aksi mogok para buruh kereta api yang tergabung dalam VSTP pun terjadi. Aksi mogok itu meledak di beberapa kota. 

    Tak hanya buruh kereta api. Polisi kolonial dari kalangan pribumi juga ikut melakukan aksi mogok. Dikutip dari surat kabar Kaoem Moeda edisi 2 Februari 1923 yang mengabarkan banyaknya polisi-polisi pribumi berpangkat rendah melakukan aksi mogok demi menuntut tunjangan mereka. Tindakan mogok massal diberbagai kota ini membuat pemerintah Hindia Belanda geram.

    Dalam pengasingan

    Imbasnya, pada 8 Mei 1923, Semaun ditangkap di rumahnya di Semarang. Mirisnya, penangkapan Semaun bertepatan dengan kelahiran putra keduanya, Axioma. Anak pertama Semaun diberi nama Logika Sudibyo. Setelah mengetahui Semaun tertangkap, mogok besar-besaran terjadi di seluruh pulau Jawa. Penangkapan Semaun diikuti pula dengan keputusan pemerintah Hindia Belanda membuangnya ke Timor. Tapi, keputusan berubah lebih berat. Semaun harus dibuang keluar dari wilayah Hindia Belanda.

    Semaun pun diasingkan ke Amsterdam pada September 1923. Namun, pengasingan ini malah menjadi semacam kekuatan bagi kaum kiri di Tanah Air karena Semaun diangkat menjadi perwakilan partai komunis di Eropa. Beberapa tahun kemudian, Semaun pindah ke Moskow. Oleh pemerintah Uni Soviet, Semaun dipercaya menjadi Ketua Badan Pembangunan Nasional wilayah Turkmenistan. Pada masa-masa awal kemerdekaan, dari Moskow, ia ikut mendukung pergerakan kemerdekaan Indonesia. 

    Semaun juga memulai siaran radio berbahasa Indonesia di sana. Ia bahkan mengajar bahasa Indonesia untuk sekolah-sekolah di Soviet. Semaun juga menikah dengan seorang wanita Soviet bernama Valentina Iwanowa. Mereka dianugerahi dua orang anak. Yang pertama, laki-laki bernama Rono Semaun. Sementara, yang kedua ada;ah wanita bernama Elena Semaun.

    Setelah Indonesia merdeka, hasrat Semaun untuk pulang ke Tanah Air membuncah. Namun, rencana kepulangannya sempat terhenti karena pemerintah Soviet takut Semaun membuka berbagai informasi penting yang membahayakan keamanan intelijen Soviet. 

    “Semaun meminta bantuan Sukarno ketika berkunjung kali pertama ke Moskow pada Agustus-September 1956. Sukarno lalu meneruskan permintaannya kepada Marsekal Barsilov, pemimpin tertinggi Partai Komunis Uni Soviet. Akhirnya, Semaun bisa pulang ke Indonesia pada 1957,” ditulis Bonni Triyana, sejarawan, dalam artikel Historia.

    Terus mengajar

    Sepulangnya ke Tanah Air, Semaun sempat mengajar mata kuliah ekonomi di Universitas Padjadjaran sejak 1961. Semaun juga mendapat gelar doktor honoris causa dari kampus tersebut. Di Unpad, Semaun mengajar hingga akhir hayatnya pada 7 April 1971. 

    Sepak terjang Semaun sejak era kolonialisme Belanda agak sulit dipahami dan diterima beberapa kalangan. Meski menentang keras pemerintah Hindia Belanda, pandangan negatif terhadap Semaun selalu muncul akibat label komunis yang melekat pada dirinya. 

    Dalam wacana sejarah resmi yang berkembang di Indonesia, siapapun yang anti terhadap kolonial Belanda, melawan dan memberontak terhadap Belanda, apa pun motifnya, akan dinobatkan sebagai Pahlawan. Di sini, sangat sulit untuk menjadikan tokoh Komunis di masa Hindia Belanda sebagai pahlawan karena narasi yang dibangun selama ini PKI adalah pengkhianat.

    Akan tetapi menyamaratakan apa yang dilakukan Semaun dan PKI pada masa Hindia Belanda dengan apa yang dilakukan PKI pada pasca kemerdekaan seperti 1948 dan 1965 merupakan anakronisme sejarah.

  • Upaya Diplomatik Intensif Sedang Dilakukan untuk Mempersiapkan Pertemuan Putin-Trump

    Upaya Diplomatik Intensif Sedang Dilakukan untuk Mempersiapkan Pertemuan Putin-Trump

    JAKARTA – Para diplomat Moskow sedang melakukan pekerjaan yang “sangat menyeluruh dan sungguh-sungguh serius” untuk mempersiapkan pertemuan antara Presiden Vladimir Putin dan mitranya dari Amerika Serikat Donald Trump, ujar Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Maria Zakharova.

    “Kontak (antara Presiden Putin dan Presiden Trump) telah terjadi dan telah dikomentari oleh administrasi kepresidenan. (Ajudan Kremlin, Yury) Ushakov memberikan informasi detail mengenai hal tersebut,” jelas Zakharova dalam sebuah wawancara dengan TASS, seperti dikutip 20 Oktober.

    “Menindaklanjuti kontak-kontak ini, para diplomat tinggi Rusia dan Hongaria mengadakan pembicaraan untuk mempersiapkan acara tersebut,” lanjutnya.

    “Pekerjaan juga sedang dilakukan melalui jalur diplomatik (di berbagai tingkat). Ini adalah ringkasan singkat dari pekerjaan yang sangat menyeluruh dan sungguh-sungguh serius yang saat ini sedang dilakukan oleh para diplomat Rusia dan mereka yang dipercaya untuk mempersiapkan kunjungan ini, pertemuan ini,” tandas diplomat tersebut.

    Setelah percakapan telepon dengan Presiden Putin pada 16 Oktober, Presiden Trump mengumumkan mereka telah sepakat untuk segera bertemu di Budapest.

    Ushakov mengatakan Moskow dan Washington tidak akan menunda memulai persiapan untuk pertemuan baru antara para pemimpin kedua negara, yang kemungkinan akan diselenggarakan di ibu kota Hongaria.

    Perdana Menteri Hongaria Viktor Orban memerintahkan pembentukan panitia penyelenggara untuk mempersiapkan KTT tersebut, menjelaskan pekerjaan ini dimulai pada Kamis malam pekan lalu.

  • Trump Usulkan Pembagian Donbas untuk Akhiri Invasi Rusia di Ukraina

    Trump Usulkan Pembagian Donbas untuk Akhiri Invasi Rusia di Ukraina

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada Minggu (19/10) mengatakan bahwa Ukraina dan Rusia seharusnya menghentikan pertempuran di garis depan dan mulai bernegosiasi untuk mengakhiri perang, meski artinya harus melepas wilayah timur Donbas yang saat ini berada di bawah pendudukan Moskow.

    “Kami berpikir bahwa yang seharusnya mereka lakukan adalah menghentikan perang di garis tempat mereka berada, garis terdepan, pulang, berhentilah membunuh orang, dan selesai,” kata Trump kepada wartawan di atas pesawat kepresidenan Air Force One dalam perjalanan dari Florida ke Washington.

    Trump menambahkan bahwa sekitar “78 persen wilayah tersebut telah diambil oleh Rusia,” dan bahwa sisanya “sangat sulit untuk dinegosiasikan.” Ia menegaskan, “Biarkan saja seperti sekarang. Wilayah ini toh sudah terpecah. Mereka bisa bernegosiasi lagi di kemudian hari.”

    Pernyataan itu muncul dua hari setelah pertemuannya dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky di Gedung Putih pada Jumat (17/10). Ketika ditanya apakah ia meminta Zelensky menyerahkan Donbas kepada Rusia, Trump membantah. “Tidak. Kami tidak pernah membicarakannya,” ujarnya.

    Trump diduga desak Zelensky serahkan Donbas

    Namun, Financial Times, mengutip sumber anonim, melaporkan bahwa Trump diduga mendesak Zelensky untuk menyerahkan seluruh wilayah Donbas sebagai bagian dari usulan penghentian perang, langkah yang akan memberikan keuntungan strategis besar bagi Presiden Rusia Vladimir Putin.

    Sebelumnya, wilayah industri Donbas, yang mencakup Donetsk dan Luhansk, menjadi salah satu wilayah paling diperebutkan dalam konflik Rusia-Ukraina karena kaya akan sumber daya alam dan pusat industri berat Ukraina. Wilayah ini memiliki cadangan batu bara, bijih besi, serta infrastruktur pabrik besar yang menjadi tulang punggung ekonomi Ukraina timur, sehingga pendudukan Donbas menjamin kendali terhadap sumber daya strategis.

    Zelensky siap hadiri pertemuan puncak di Budapest

    Presiden Zelensky pada Senin pagi (20/10) mengatakan bahwa ia siap bergabung dengan Trump dan Putin dalam pertemuan puncak yang direncanakan di Budapest, Hungaria, jika mendapat undangan resmi.

    “Jika saya diundang ke Budapest, baik dalam format pertemuan bersama atau diplomasi shuttle, kami akan setuju,” kata Zelensky kepada wartawan di Kyiv.

    Trump dan Putin sebelumnya menyatakan bahwa mereka akan bertemu di ibu kota Hungaria dalam beberapa minggu mendatang. Pertemuan tersebut diharapkan menjadi bagian dari upaya baru Trump untuk menengahi kesepakatan damai guna mengakhiri perang Rusia, Ukraina yang telah berlangsung sejak Februari 2022.

    Zelensky kembali ke negaranya pada Minggu malam (19/10), setelah melakukan kunjungan tiga hari ke Washington. Setibanya di Kyiv, ia menegaskan bahwa Ukraina “tidak akan pernah memberikan imbalan apa pun kepada teroris atas kejahatan mereka.”

    “Kami mengandalkan mitra kami untuk menjunjung tinggi posisi ini,” tulis Zelensky di media sosial, merujuk pada koalisi sukarela 33 negara untuk keamanan Ukraina, yang mencakup Inggris, Prancis dan Jerman. Ia mendesak negara sekutu untuk “tidak menuruti atau berusaha menenangkan Rusia” dan menyerukan “langkah-langkah tegas” dari Eropa serta Amerika Serikat.

    Zelensky pulang dengan tangan kosong?

    Zelensky bertolak ke Washington pada Jumat (17/10) untuk bertemu dengan Presiden AS Donald Trump. Kunjungan ini dilakukan setelah lobi selama berminggu-minggu dari Ukraina untuk memperoleh pasokan rudal jarak jauh Tomahawk dari Washington. Namun, pertemuan tersebut tidak membuahkan hasil, karena Trump ingin lebih fokus mencari solusi kebuntuan di Ukraina melalui “terobosan diplomatik baru,” yang diyakini terinspirasi dari kesepakatan damai Gaza sepekan sebelumnya.

    Setelah pertemuan tersebut, Trump menulis di media sosial bahwa pembicaraannya dengan Zelenskyy “sangat menarik dan bersahabat,” namun ia menambahkan, “Saya mengatakan kepadanya, seperti yang juga saya sarankan dengan tegas kepada Presiden Putin, bahwa sudah waktunya untuk menghentikan pembunuhan, dan membuat PERJANJIAN!”

    Sebelumnya, Trump telah memperingatkan Rusia bahwa AS mungkin akan mengirimkan misil Tomahawk ke Ukraina jika konflik tidak segera diselesaikan. Namun, dalam pertemuan itu, ia tidak memberikan jaminan pengiriman senjata dan justru mengusulkan agar Ukraina dan Rusia menghentikan pertempuran di garis depan saat ini, lalu menyelesaikan perselisihan teritorial kemudian, pendekatan yang tidak disambut baik oleh Ukraina.

    Sementara itu, serangan udara Rusia terus menargetkan infrastruktur energi Ukraina, termasuk rumah sakit di Kharkiv yang terpaksa mengevakuasi pasien akibat serangan tersebut. Zelenskyy menekankan kebutuhan mendesak akan sistem pertahanan udara tambahan dari AS dan sekutunya untuk melindungi warga sipil dan infrastruktur penting.

    Meskipun ada penurunan signifikan dalam bantuan militer dari AS pada Juli dan Agustus, hingga kini belum ada langkah konkret untuk memenuhi permintaan Ukraina. Secara keseluruhan, meskipun ada upaya diplomatik antara AS dan Ukraina, hasilnya terbatas, sementara kekhawatiran Ukraina mengenai kurangnya dukungan militer signifikan dari AS terus berlanjut.

    Rusia kembali melancarkan serangan terhadap pasokan energi Ukraina pada Jumat malam hingga Sabtu, menyusul pembicaraan di Washington yang bertujuan mengakhiri perang, menegaskan bahwa konflik masih jauh dari selesai.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Rahka Susanto

    Editor: Rizki Nugraha

    Tonton juga video “Israel Serang Gaza, Trump Sebut Gencatan Senjata Masih Berlaku” di sini:

    (ita/ita)