kab/kota: Moskow

  • Rusia Serang NATO, Bawa-Bawa Bom Yugoslavia

    Rusia Serang NATO, Bawa-Bawa Bom Yugoslavia

    Jakarta, CNBC Indonesia – Rusia mengecam keras pernyataan Sekretaris Jenderal NATO Mark Rutte yang menuding Moskow bersekongkol dengan China dan negara lain untuk “merusak aturan global”.

    Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova, menyebut Rutte menerapkan standar ganda dan menantang NATO untuk menjelaskan apa yang dimaksud dengan “aturan global” itu.

    “Apa sebenarnya ‘aturan global’ yang mereka maksud? Mungkin NATO bisa mengunggah daftar lengkapnya di situs resmi mereka,” sindir Zakharova dalam unggahan di kanal Telegram-nya, Kamis (6/11/2025).

    Ia menilai tudingan NATO tidak berdasar, mengingat blok militer Barat itu sendiri memiliki catatan panjang pelanggaran hukum internasional. Zakharova mencontohkan pengeboman Yugoslavia oleh NATO pada 1999 serta invasi Irak pada 2003 yang dipimpin Amerika Serikat dengan “dalih yang dibuat-buat”.

    Zakharova juga menyinggung bahwa tak satupun negara anggota NATO menghentikan kerja sama dengan China, meski Rutte mengkritik Rusia karena hal serupa.

    “Beberapa hari lalu, KTT AS-China baru saja digelar. Saya tidak mendengar Rutte mengkritik Presiden AS Donald Trump untuk itu,” ujarnya.

    Sebelumnya, dalam Forum Industri NATO di Bucharest, Rumania, Rutte mengatakan Rusia “tidak sendirian dalam upayanya melemahkan aturan global.” Ia menuding Moskow bekerja sama dengan China, Korea Utara, Iran, dan negara lain, serta memperkuat kolaborasi industri pertahanan untuk menghadapi konfrontasi jangka panjang.

    Pernyataan itu memperpanjang ketegangan antara Moskow dan aliansi Barat. Bulan lalu, Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov menuding NATO berusaha “memperluas zona tanggung jawabnya jauh melampaui kawasan Euro-Atlantik” untuk membendung Tiongkok dan mengisolasi Rusia.

    Sementara itu, Beijing berulang kali membantah tuduhan Barat yang menyebutnya membantu militer Rusia dalam konflik Ukraina.

     

    (luc/luc)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Rusia Respons Trump Tembak Rudal Antarbenua AS Minuteman III

    Rusia Respons Trump Tembak Rudal Antarbenua AS Minuteman III

    Jakarta, CNBC Indonesia – Rusia buka suara soal manuver Amerika Serikat (AS) terkait uji coba rudal balistik antarbenua (ICBM) Minuteman III. Respon Moskow disampaikan juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov.

    Peskov menyampaikan kepada wartawan bahwa pemberitahuan diberikan AS, sebelum Angkatan Udara menguji rudal berkekuatan lebih dari 300 kiloton TNT itu pada hari Rabu. AS sebelumnya menembakkan Minuteman III di Pangkalan Angkatan Luar Angkasa Vandenberg.

    “AS menginformasikan kepada Rusia mengenai niatnya untuk meluncurkan rudal balistik antarbenua Minuteman III sebelum diuji tembak pada hari Rabu,” ujar Peskov dikutip Russia Today, Kamis (6/11/2025).

    Peskov menjelaskan bahwa komunikasi semacam itu adalah prosedur standar yang diwajibkan oleh peraturan internasional. Rudal Minuteman III termasuk dalam kategori persenjataan strategis yang harus diidentifikasi dan diinformasikan kepada pihak lain sebelum pengujian dilakukan.

    “Kami juga memberi tahu (negara-negara lain) ketika melakukan peluncuran semacam itu,” kata Peskov lagi.

    Ia menyiratkan bahwa meskipun ada retorika yang keras, saluran komunikasi dan protokol militer tingkat tinggi tetap dipertahankan oleh kedua negara adidaya nuklir tersebut.

    Konfirmasi ini muncul hanya beberapa hari setelah Presiden AS Donald Trump memerintahkan persiapan untuk pengujian nuklir penuh dan menuduh Rusia serta China melakukan “ledakan nuklir rahasia”. Trump mengatakan keduanya menguji nuklir sembunyi-sembunyi bahkan di bawah tanah.

    Meski menunjukkan kepatuhan pada protokol, Peskov juga menekankan kemampuan militer Rusia. Menurutnya, Moskow saat ini tidak terlibat dalam perlombaan senjata, tetapi telah secara sistematis mengembangkan senjata strategisnya selama bertahun-tahun sesuai dengan visi jangka panjangnya.

    “Rusia saat ini memiliki triad nuklir paling modern di dunia,” katanya, mengacu pada kemampuan peluncuran nuklir dari darat, laut, dan udara.

    Meski demikian, Presiden Rusia Vladimir Putin sendiri telah mengklarifikasi bahwa Rusia hanya akan melanjutkan pengujian nuklir skala penuh sebagai tindakan pembalasan jika AS terlebih dahulu melanggar Perjanjian Pelarangan Uji Coba Nuklir Komprehensif (CTBT). AS telah menerapkan moratorium uji coba nuklir eksplosif sejak tahun 1992.

    Sebelumnya, peluncuran Minuteman III, yang diberi nama GT 254 ini diprakarsai oleh Sistem Kendali Peluncuran Lintas Udara (Airborne Launch Control System). Ini merujuk ke sebuah sistem komando dan kendali cadangan untuk pasukan ICBM berbasis darat, dari pesawat E-6B Angkatan Laut AS untuk menguji efektivitas dan ketersediaan sistem secara berkelanjutan.

    Letnan Kolonel Angkatan Udara AS Karrie Wray, komandan Skuadron Uji Terbang ke-576, menggambarkan GT 254 sebagai “penilaian komprehensif”, yang memastikan keandalan dan akurasi sistem senjata ICBM secara berkelanjutan dengan mengumpulkan data “berharga”. Uji coba ini dilakukan seiring AS memodernisasi pasukan ICBM-nya dengan mengganti rudal Minuteman III, yang telah beroperasi sejak tahun 1970.

    (tps/tps)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Pertempuran Brutal Pecah di Ukraina, Pasukan Putin Serbu Kota Kunci

    Pertempuran Brutal Pecah di Ukraina, Pasukan Putin Serbu Kota Kunci

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pertempuran sengit kembali pecah di timur Ukraina. Pasukan Rusia dan Ukraina dilaporkan terkunci dalam pertempuran berdarah di reruntuhan Kota Pokrovsk, wilayah strategis di Donetsk yang kini menjadi kunci kendali jalur logistik dan militer di kawasan Donbas.

    Rusia mengklaim pada Rabu bahwa pasukannya terus bergerak maju di bagian utara Pokrovsk dalam upaya menguasai sepenuhnya kota tersebut. Kementerian Pertahanan Rusia menyebut dua kelompok penyerang telah menghancurkan pasukan Ukraina yang terkepung di sejumlah distrik kota.

    “Pasukan kami melanjutkan serangan ke utara dan membersihkan permukiman dari tentara Ukraina di sisi tenggara Pokrovsk,” kata Kementerian Pertahanan Rusia dalam pernyataannya, seperti dikutip Reuters, Kamis (6/11/2025).

    Namun, militer Ukraina membantah klaim bahwa mereka dikepung di Pokrovsk. Staf Umum Angkatan Bersenjata Ukraina mengatakan pihaknya masih menahan garis pertahanan dan terus memblokir pergerakan pasukan Rusia.

    “Langkah-langkah sedang diambil untuk memblokir musuh, yang berusaha menyusup dan berkumpul di kota Pokrovsk,” kata militer Ukraina dalam keterangan resminya. “Langkah-langkah penanggulangan aktif sedang diambil terhadap upaya kelompok infanteri musuh untuk mendapatkan pijakan.”

    Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menegaskan bahwa pasukannya masih bertahan di sekitar Pokrovsk. Ia mengklaim hingga 300 tentara Rusia di kota itu gagal membuat kemajuan berarti dalam 24 jam terakhir.

    “Wilayah sekitar Pokrovsk masih dalam tekanan berat, tapi garis pertahanan kami tetap bertahan,” ujar Zelensky dalam pidato hariannya.

    Sebaliknya, Moskow menuding Zelensky sengaja menutupi situasi sebenarnya di medan tempur. “Unit-unit Ukraina kini terjebak dalam ‘kuali’ dan posisi mereka memburuk dengan cepat,” kata Kementerian Pertahanan Rusia, menyebut satu-satunya pilihan bagi pasukan Kyiv adalah menyerah.

    Reuters melaporkan tidak dapat memverifikasi klaim dari kedua belah pihak secara independen karena keterbatasan akses ke wilayah pertempuran.

    Rusia memandang Pokrovsk sebagai pintu gerbang menuju dua kota besar terakhir yang masih dikuasai Ukraina di Donetsk, yaitu Kramatorsk dan Sloviansk. Jika berhasil merebutnya, Moskow akan mendapatkan keuntungan teritorial terbesar sejak menguasai kota Avdiivka pada awal 2024.

    Berbeda dengan serangan frontal di kota-kota lain, Rusia kini menerapkan taktik “penjepit” untuk mengepung pasukan Ukraina di Pokrovsk dan Kupiansk. Unit-unit kecil dan drone digunakan untuk memutus rantai logistik Ukraina serta menebar kekacauan di belakang garis pertahanan.

    Pokrovsk, yang dulunya berpenduduk sekitar 60 ribu jiwa, kini berubah menjadi kota mati. Sebagian besar warga telah dievakuasi, seluruh anak-anak telah dipindahkan, dan hanya segelintir warga sipil yang bertahan di antara reruntuhan bangunan.

    Selain di Donbas, pasukan Rusia juga mencatat kemajuan bertahap di wilayah Kharkiv dan Dnipropetrovsk. Menurut data terkini, Rusia kini menguasai sekitar 19% wilayah Ukraina, atau sekitar 116 ribu kilometer persegi, naik satu poin persentase dibanding dua tahun lalu.

     

    (luc/luc)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Dengan Kapal Selam Nuklir, Korsel Masuki Era Perlombaan Senjata

    Dengan Kapal Selam Nuklir, Korsel Masuki Era Perlombaan Senjata

    Jakarta

    Presiden Donald Trump yang ingin memulai babak baru aliansinya dengan Asia Timur, mendukung gagasan Korea Selatan untuk membangun dan mengoperasikan kapal selam bertenaga nuklir. Dia menambahkan bahwa kapal pertama akan dibuat di AS.

    “Korea Selatan akan membangun Kapal Selam Bertenaga Nuklirnya di Philadelphia,” tulis Trump di platform Truth Social miliknya.

    Seoul menyambut gembira keputusan ini. Menteri Pertahanan Korea Selatan Ahn Gyu-back mengatakan dalam pertemuan parlemen yang digelar bersamaan dengan pengumuman Trump itu bahwa kapal selam bertenaga nuklir akan berdampak signifikan memperkuat militer Korsel.

    Saat ini, Korea Selatan mengoperasikan kapal selam konvensional bertenaga hibrid – diesel dan listrik. Namun menurut Ahn, kapal selam bertenaga nuklir akan menawarkan kecepatan dan daya jelajah yang lebih baik untuk menandingi kemampuan kapal selam tempur nuklir Korea Utara.

    Meskipun Pyongyang belum memberikan komentar resmi, para analis mengatakan bahwa rezim Kim Jong Un hampir pasti akan bereaksi dengan marah dan kemungkinan besar mengumumkan langkah balasan terhadap keputusan Korea Selatan.

    Korea Selatan memasuki era perlombaan senjata

    Para ahli memperingatkan bahwa Korea Utara dan Selatan kini dengan cepat meningkatkan perlombaan senjata, sementara negara-negara lain di Asia Timur Laut lainnya terpantau turut menambah anggaran pertahanan mereka.

    “Tidak diragukan lagi, kita sudah berada dalam era perlombaan senjata,” kata Andrei Lankov, profesor sejarah dan hubungan internasional di Universitas Kookmin, Seoul.

    “Trump tampaknya tidak henti mengatakan bahwa ia sudah jemu dengan sekutu-sekutu parasitnya, yaitu Korea Selatan dan Jepang. Ia bisa mengumumkan bahwa AS akan hengkang dari sekutunya kapan saja,” tambah Lankov.

    Bagi kedua negara, lanjut Lankov, hal itu akan menjadi ancaman. Terutama Korsel yang berbatasan langsung dengan musuh bersenjata nuklir yang berulang kali menyerangnya di masa lalu.

    “Sehingga sangat wajar jika Seoul meningkatkan kemampuan militernya secara drastis dan mungkin juga mengembangkan senjata nuklir,” tambahnya.

    Lankov juga menyoroti faktor kedua yakni perkembangan militer Korea Utara yang sangat cepat selama satu dekade terakhir, termasuk keberhasilan mengembangkan rudal balistik antarbenua dengan bahan bakar padat dan memperluas arsenal hulu ledak nuklirnya.

    Kemajuan militer tersebut didukung oleh Rusia. Moskow diperkirakan telah memasok Pyongyang dengan reaktor miniatur untuk mengoperasikan kapal selam bertenaga nuklir.

    Faktor ketiga yang tak terhindarkan, menurut Lankov, adalah Cina yang berupaya menguatkan kekuatan militernya dan melengkapinya dengan sistem persenjataan yang paling mutakhir.

    Pyongyang unjuk kekuatan jelang kunjungan Trump

    “Cina ingin menegaskan perannya di Asia Timur sebagai pusat kekuatan utama yang tidak dapat ditantang siapa pun,” kata Lankov.

    Sementara itu, menurut Lankov, AS tampak semakin ingin mengurangi keterlibatannya di kawasan meski beberapa pasukan AS masih bertahan di Semenanjung Korea.

    Ancaman terhadap Korea Selatan semakin serius karena aliansi Pyongyang yang semakin erat dengan Rusia serta kekerabatan lamanya dengan Cina. Aliansi tersebut memungkinkan Pyongyang bertindak lebih agresif.

    Bahkan rezim Korea Utara menguji rudal hipersonik seminggu sebelum kedatangan Trump di Korea Selatan jelang forum APEC pada 1 November lalu serta menembakkan sejumlah rudal jelajah sesaat sebelum kedatangan Trump.

    Pyongyang juga meluncurkan rudal dan artileri pada Senin (3/11) saat Menteri Pertahanan AS Pete Hegseth mengunjungi Zona Demiliterisasi (DMZ).

    Taipei dan Tokyo meningkatkan anggaran Pertahanan

    Masih di kawasan, Cina sedang melakukan uji kapal induk ketiganya, Fujian, dan semakin sering menguji pertahanan udara dan laut negara tetangganya. Jepang di sekitar Kepulauan Okinawa serta Filipina di Laut Cina Selatan.

    Beijing juga memiliki ambisi jangka panjang untuk mengambil alih Taiwan, yang dianggapnya sebagai bagian dari provinsinya yang memisahkan diri. Taipei kini meningkatkan anggaran pertahanan, termasuk pembelian 66 jet tempur F-16V dan bom luncur dari AS.

    Jepang mulai secara signifikan membangun sistem pertahanannya, mengucurkan investasi besar pada pertahanan laut dan udara dengan rudal baru yang canggih, pasukan kapal selam yang lebih besar, serta drone laut dan udara.

    Perdana Menteri Jepang Sanae Takaichi mengatakan kepada Trump dalam pertemuan mereka di Tokyo akhir Oktober lalu bahwa Jepang akan meningkatkan pengeluaran pertahanan dari 1% menjadi 2% dari PDB pada awal tahun fiskal berikutnya (1 April).

    Jepang juga menandatangani kesepakatan untuk memasok Australia dengan 11 fregat kelas Mogami dan tengah bernegosiasi dengan Selandia Baru untuk kesepakatan serupa.

    Selain itu, Tokyo juga sepakat untuk memberikan Filipina pesawat patroli pantai dan sistem radar canggih guna membantu Manila memantau kapal-kapal Cina di Laut Cina Selatan.

    Masa damai di Asia Timur mulai berakhir

    Dan Pinkston, profesor hubungan internasional di kampus Seoul Universitas Troy, mengatakan bahwa negara-negara Asia telah menikmati masa damai selama beberapa dekade, namun masa-masa mungkin akan perlahan berakhir.

    Pinkston menjelaskan kepada DW bahwa banyak negara Asia Timur kini memiliki kekuatan ekonomi yang cukup untuk meningkatkan kekuatan militer mereka.

    Ia juga memperingatkan bahwa pembelian kapal selam bertenaga nuklir dapat menjadi langkah awal bagi Korsel untuk memperoleh senjata nuklir, meskipun Seoul secara resmi mendukung Traktat Non-Proliferasi Nuklir (NPT).

    “Kita tidak pernah bisa menduga detail kesepakatan yang dibuat Trump atau apa yang akan dia usulkan selanjutnya,” kata Pinkston, menyinggung dukungan mendadak presiden AS terhadap rencana kapal selam bertenaga nuklir Korsel.

    “Namun apakah berarti Korsel akan bergerak sendirian?” tanyanya.

    Menurut Pinkston, Korea Selatan berencana membeli uranium yang diperkaya dari AS untuk reaktor kapal selam bertenaga nuklir. Korsel juga sudah memiliki fasilitas dan teknologi nuklir sendiri, sehingga bisa saja ia memperkaya bahan bakar nuklirnya. Langkah berikutnya, Korsel bisa mengembangkan senjata nuklirnya sendiri, katanya.

    “Jika kapal-kapal selam itu dirancang untuk membawa rudal dengan hulu ledak konvensional, maka itu tidak terlalu jauh dari rencana perancangan hulu ledak nuklir yang menurut Seoul penting bagi keamanan nasionalnya. Korsel semakin mendekat ke rencana tersebut,” pungkas Pinkston.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Sorta Caroline

    Editor: Rizky Nugraha

    Tonton juga Video: Cekcok Dengan Eks Presiden Rusia, Trump Kirim 2 Kapal Selam Nuklir

    (ita/ita)

  • Putin Perintahkan Pejabat Rusia Susun Proposal Uji Coba Senjata Nuklir!

    Putin Perintahkan Pejabat Rusia Susun Proposal Uji Coba Senjata Nuklir!

    Jakarta

    Presiden Rusia Vladimir Putin memerintahkan para pejabat tingginya untuk menyusun proposal uji coba senjata nuklir, sesuatu yang belum pernah dilakukan Moskow sejak tumbangnya Uni Soviet pada tahun 1991.

    Menteri Pertahanan Rusia Andrei Belousov mengatakan kepada Putin bahwa pernyataan dan tindakan Amerika Serikat baru-baru ini, menunjukkan bahwa “disarankan untuk segera mempersiapkan uji coba nuklir skala penuh”.

    Dilansir kantor berita Reuters dan Al Arabiya, Kamis (6/11/2025), Belousov mengatakan bahwa lokasi uji coba Arktik Rusia di Novaya Zemlya dapat menjadi tuan rumah uji coba nuklir semacam itu dalam waktu dekat.

    Putin berkata: “Saya menginstruksikan Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pertahanan… badan-badan khusus, dan lembaga-lembaga sipil terkait untuk melakukan segala yang mungkin guna mengumpulkan informasi tambahan mengenai masalah ini, menganalisisnya di Dewan Keamanan, dan membuat proposal yang disepakati mengenai kemungkinan dimulainya persiapan uji coba senjata nuklir.”

    Tidak ada negara selain Korea Utara – yang terakhir dilakukan pada tahun 2017 – yang telah melakukan uji coba ledakan senjata nuklir di abad ke-21. Para analis keamanan mengatakan dimulainya kembali uji coba akan menimbulkan ketidakstabilan di tengah ketegangan geopolitik yang akut.

    Jika ada satu negara yang melakukan uji coba semacam itu, para analis mengatakan negara lain kemungkinan akan mengikutinya.

    Amerika Serikat terakhir kali menguji coba senjata nuklir pada tahun 1992, China dan Prancis pada tahun 1996, dan Uni Soviet pada tahun 1990. Rusia pasca-Soviet, yang mewarisi persenjataan nuklir Soviet, tidak pernah melakukannya.

    Sebelumnya, Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengatakan dalam sebuah pengumuman mengejutkan minggu lalu: “Karena negara-negara lain sedang menguji program ini, saya telah menginstruksikan Departemen Perang untuk mulai menguji Senjata Nuklir kita secara setara. Proses itu akan segera dimulai.”

    Trump belum mengklarifikasi apakah yang ia maksud adalah uji coba bahan peledak nuklir, yang akan dilakukan oleh Badan Keamanan Nuklir Nasional, atau uji terbang rudal berkemampuan nuklir.

    Bulan lalu, Rusia menguji coba rudal jelajah Burevestnik terbarunya, yang bertenaga nuklir dan dirancang untuk membawa hulu ledak nuklir. Rusia juga menguji coba supertorpedo Poseidon bertenaga nuklir.

    Lihat juga Video: Usai Batal Bertemu Trump, Putin Pantau Militernya Latihan Nuklir

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Perluasan Uni Eropa, Montenegro ‘Si Paling Siap’ Bergabung

    Perluasan Uni Eropa, Montenegro ‘Si Paling Siap’ Bergabung

    Jakarta

    Laporan tahunan dari Brussels itu menjadi semacam rapor bagi negara-negara kandidat yang tengah menapaki jalan menuju keanggotaan penuh Uni Eropa.

    Saat ini terdapat sepuluh negara yang tengah berupaya masuk ke blok tersebut: Ukraina, Moldova, Albania, Bosnia-Herzegovina, Makedonia Utara, Kosovo, Serbia, Montenegro, Georgia, dan Turki.

    “Perluasan Uni Eropa merupakan kepentingan terbaik bagi kita,” tandas Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Kaja Kallas, kepada wartawan di Brussels.

    “Proses aksesi tetaplah adil, ketat, dan berbasis pada prestasi. Namun kini, target agar negara-negara baru bergabung dengan Uni Eropa pada 2030 menjadi lebih realistis,” ujarnya.

    Ukraina: Ambisi tinggi, masih butuh reformasi

    Meski masih menghadapi invasi Rusia yang terus berlangsung dan blokade politik dari Hungaria dalam negosiasi aksesi, Komisi Eropa memuji komitmen Kyiv untuk terus melangkah menuju keanggotaan penuh.

    Komisi Eropa juga menyatakan dukungannya terhadap rencana ambisius Ukraina untuk bergabung pada akhir 2028 — meski negara itu baru mengajukan permohonan keanggotaan pada 2022. Namun, laporan tersebut menegaskan bahwa reformasi harus dipercepat dan upaya pemberantasan korupsi diperkuat.

    Laporan itu mencatat adanya “tren negatif baru-baru ini”, termasuk tekanan terhadap lembaga-lembaga antikorupsi dan masyarakat sipil, dan menegaskan bahwa langkah-langkah seperti itu harus segera dibalikkan.

    “Kemajuan berkelanjutan juga diperlukan untuk memperkuat independensi, integritas, profesionalisme, dan efisiensi lembaga peradilan, kejaksaan, serta penegak hukum — juga dalam memerangi kejahatan terorganisir,” demikian isi laporan tersebut.

    Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy kembali meminta Perdana Menteri Hungaria, Viktor Orban, untuk mengakhiri veto terhadap upaya Ukraina bergabung dengan Uni Eropa.

    “Kami sedang berperang demi kelangsungan hidup kami, dan kami berharap perdana menteri Hungaria mendukung kami — setidaknya tidak menghalangi kami,” tandas Zelenskyy dalam acara yang digelar Euronews di Brussels.

    Georgia: Demokrasi yang merosot tajam

    Sementara itu, Komisi Eropa menyebut Georgia hanya negara kandidat ‘di atas kertas’, dengan keprihatinan serius terhadap kondisi demokrasi di sana.

    Walau dukungan publik terhadap keanggotaan Uni Eropa sangat luas, pemerintah Georgia justru semakin mendekat ke Moskow dan menekan kelompok oposisi.

    “Situasi di Georgia memburuk secara tajam, dengan kemunduran demokrasi yang serius,” ujar Komisaris Perluasan Uni Eropa, Marta Kos.

    Partai berkuasa Georgian Dream diketahui membekukan pembicaraan aksesi dengan menuduh Brussels berupaya memicu revolusi di Georgia — tuduhan yang dengan keras dibantah oleh Uni Eropa.

    Pekan lalu, Ketua Parlemen Georgia, yang juga pejabat senior partai berkuasa, bahkan menyatakan bahwa tiga partai oposisi terbesar akan dilarang karena dianggap mengancam “tatanan konstitusional.”

    “Temuan laporan ini, sayangnya, menjadi pukulan berat bagi harapan Georgia untuk bergabung dengan Uni Eropa,” ujar Duta Besar Uni Eropa untuk Georgia, di Tbilisi, Pawel Herczynski, “Georgia tidak berada di jalur untuk menjadi anggota Uni Eropa — tidak pada tahun 2030, dan mungkin juga tidak sesudahnya.”

    Montenegro “si paling siap”

    Dari seluruh negara kandidat, Montenegro dinilai paling siap bergabung dengan Uni Eropa. Negara kecil di kawasan Balkan dengan populasi sekitar 600 ribu jiwa itu telah memulai negosiasi pada 2012, dan menargetkan selesainya pembahasan pada akhir 2026.

    “Kami berharap menjadi anggota baru berikutnya Uni Eropa,” ungkap Wakil Perdana Menteri Montenegro, Filip Ivanovic dalam konferensi Euronews.

    Berbicara mengenai Albania, yang berambisi menuntaskan negosiasi pada 2027, Marta Kos mengatakan kedua negara tersebut menunjukkan kemajuan paling signifikan dalam reformasi sepanjang tahun lalu.

    “Dengan kecepatan dan kualitas reformasi saat ini, kita mungkin dapat menuntaskan pembicaraan aksesi dalam beberapa tahun mendatang,” ujarnya.

    Namun, keanggotaan penuh tetap harus mendapat persetujuan dan ratifikasi dari seluruh negara anggota Uni Eropa.

    “Komisi akan tetap menuntut standar tertinggi dalam reformasi — terutama dalam penegakan hukum, lembaga demokrasi, dan kebebasan fundamental. Tidak akan ada jalan pintas,” tutup Kos.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Ayu Purwaningsih

    Editor: Rizki Nugraha

    (ita/ita)

  • Pesona Supermoon ‘Beaver Moon’ Hiasi Langit Moskow dan Sydney

    Pesona Supermoon ‘Beaver Moon’ Hiasi Langit Moskow dan Sydney

    FotoINET

    Rengga Sancaya – detikInet

    Kamis, 06 Nov 2025 07:45 WIB

    Jakarta – Fenomena supermoon ‘Beaver Moon’ memukau warga di berbagai belahan dunia, termasuk di Moskow, Rusia, dan Sydney, Australia.

  • Putin Respons Rencana “Gila” Trump, Perang Nuklir di Depan Mata

    Putin Respons Rencana “Gila” Trump, Perang Nuklir di Depan Mata

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Rusia Vladimir Putin membuka kemungkinan bagi Moskow untuk kembali melakukan uji coba nuklir jika Amerika Serikat benar-benar memulai kembali program pengujian senjata atom seperti yang diumumkan Presiden Donald Trump pekan lalu.

    Langkah itu, menurut Putin, akan menjadi respons “setara dan sepadan” terhadap kebijakan Washington.

    “Rusia selalu mematuhi dan terus mematuhi kewajibannya di bawah Traktat Pelarangan Uji Coba Nuklir Komprehensif (CTBT), dan kami tidak berencana menyimpang dari komitmen tersebut,” ujar Putin dalam pertemuan Dewan Keamanan Rusia pada Rabu (5/11/2025), dilansir CNN International.

    Namun, ia menegaskan bahwa jika AS atau negara lain yang juga merupakan penandatangan CTBT mulai melakukan uji coba senjata nuklir, “Rusia juga harus mengambil langkah-langkah tanggapan yang tepat dan seimbang.”

    Putin mengatakan dirinya telah meminta kementerian dan lembaga terkait untuk “menyampaikan usulan terkoordinasi mengenai kemungkinan dimulainya pekerjaan persiapan untuk uji coba senjata nuklir.”

    Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov menegaskan bahwa belum ada keputusan final mengenai rencana tersebut.

    “Kami baru sedang mempelajari apakah perlu memulai persiapan atau tidak,” katanya kepada CNN. “Kami masih terikat oleh kewajiban kami dalam larangan total uji coba nuklir.”

    Pernyataan itu datang seminggu setelah Putin mengejutkan dunia dengan mengumumkan bahwa Rusia telah berhasil menguji torpedo bawah laut bertenaga nuklir eksperimental bernama Poseidon, yang menurut analis militer memiliki jangkauan lebih dari 9.600 kilometer.

    Beberapa jam setelah pengumuman itu, Presiden Trump menulis di media sosial bahwa, “karena program pengujian yang dilakukan negara lain, saya telah menginstruksikan Departemen Perang untuk memulai pengujian senjata nuklir kita secara setara. Proses itu akan segera dimulai.”

    Baik Rusia maupun Amerika Serikat belum pernah melakukan uji coba senjata nuklir sejak 1990-an. Keduanya merupakan penandatangan CTBT, perjanjian internasional yang melarang seluruh bentuk ledakan uji coba nuklir untuk tujuan apa pun.

    Menurut lembaga nirlaba Nuclear Threat Initiative (NTI), Rusia terakhir kali melakukan uji coba senjata nuklir pada Oktober 1990 sebelum menerapkan moratorium. Sementara AS belum melakukan uji coba sejak 1992.

    Menteri Pertahanan Rusia Andrey Belousov mengatakan pada pertemuan Dewan Keamanan bahwa bahkan sebelum pengumuman Trump, sudah jelas bahwa AS “secara aktif meningkatkan kemampuan ofensif strategisnya.”

    “Kita harus fokus bukan hanya pada pernyataan para pejabat Amerika, tetapi terutama pada tindakan nyata mereka,” kata Belousov.

    Ia menuding Washington telah keluar dari sejumlah perjanjian pembatasan senjata dan mengembangkan berbagai sistem persenjataan baru.

    Belousov menegaskan bahwa sistem pencegahan nuklir Rusia harus siap menghadapi segala ancaman, dan menambahkan bahwa lokasi uji utama negara itu di Novaya Zemlya “siap untuk setiap kemungkinan uji coba nuklir.”

    Kepala Staf Umum Rusia, Valery Gerasimov, dalam pertemuan yang sama mengatakan bahwa Amerika Serikat belum memberikan penjelasan resmi terkait pernyataan Trump mengenai uji coba nuklir.

    “Hal ini membuat kami tidak memiliki alasan untuk percaya bahwa Amerika Serikat akan menahan diri dari mempersiapkan atau melaksanakan uji coba semacam itu dalam waktu dekat,” ujarnya.

    Gerasimov memperingatkan bahwa mengabaikan tanda-tanda kesiapan AS bisa berakibat fatal bagi keamanan Rusia.

    “Pihak Amerika mungkin terus menghindari memberikan penjelasan resmi, tetapi itu tidak mengubah apa pun, karena jika kita tidak mengambil langkah yang tepat sekarang, kita akan kehilangan waktu dan peluang untuk merespons secara tepat terhadap tindakan AS,” katanya.

    Ia menambahkan bahwa masa persiapan uji coba nuklir bisa berlangsung “dari beberapa bulan hingga beberapa tahun,” yang berarti setiap keputusan perlu diambil dengan cepat agar Rusia tidak tertinggal secara strategis.

     

    (luc/luc)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Tanda Tanya Ribuan Tentara Korut Dikirim ke Rusia

    Tanda Tanya Ribuan Tentara Korut Dikirim ke Rusia

    Jakarta

    Korea Utara (Korut) lagi-lagi mengirim pasukan tentara ke Rusia setelah invasi Moskow ke Ukraina. Pengiriman pasukan tentara Pyongyang ke Moskow ini masih mengandung tanda tanya.

    Korut dilaporkan telah mengirimkan lagi sekitar 5.000 tentaranya ke Rusia sejak September lalu. Pengiriman personel militer Pyongyang itu disebut untuk membantu “rekonstruksi infrastruktur” di Rusia.

    Informasi terbaru soal pengiriman tentara Korut itu, dilansir AFP, Rabu (5/11), diungkapkan oleh seorang anggota parlemen Korea Selatan (Korsel), Lee Seong Kweun, setelah mendapatkan penjelasan dari badan intelijen Seoul (NIS) pada Selasa (4/11) waktu setempat.

    Pemimpin Korut Kim Jong Un disebut menjadi semakin berani dengan perang di Ukraina. Kim dilaporkan mengamankan dukungan penting dari Moskow setelah mengirimkan ribuan tentaranya untuk bertempur bersama pasukan militer Rusia.

    Saat berbicara kepada wartawan, Lee mengatakan bahwa ribuan tentara Korut kembali dikerahkan ke Rusia secara bertahap untuk misi “rekonstruksi infrastruktur”.

    “Sekitar 5.000 tentara konstruksi Korea Utara telah dipindahkan ke Rusia secara bertahap sejak September dan diperkirakan akan dimobilisasi untuk rekonstruksi infrastruktur,” sebutnya.

    Lee menambahkan bahwa “tanda-tanda berkelanjutan untuk pelatihan dan seleksi personel dalam persiapan pengerahan pasukan tambahan telah terdeteksi”.

    Badan intelijen Korsel mengatakan kepada para anggota parlemen, menurut Lee, bahwa sekitar 10.000 tentara Korut diperkirakan saat ini dikerahkan ke dekat perbatasan Rusia-Ukraina.

    2.000 Tentara Korut Tewas dalam Perang Rusia-Ukraina

    Pada September lalu, Badan intelijen Korsel melaporkan sekitar 2.000 tentara Korut diperkirakan tewas setelah dikerahkan untuk membantu Rusia bertempur melawan Ukraina. NIS, dilansir AFP, Selasa (2/9), melaporkan pada April lalu bahwa “jumlah korban perang setidaknya 600 perang”.

    “Namun, berdasarkan penilaian terbaru, kini diperkirakan jumlahnya sekitar 2.000 tentara,” kata anggota parlemen Korsel, Lee Seong Kweun, saat berbicara kepada wartawan setelah mendapatkan pengarahan intelijen terbaru dari NIS.

    Badan-badan intelijen Korsel dan Barat mengatakan bahwa Korut mengirimkan lebih dari 10.000 tentaranya ke wilayah Rusia pada tahun 2024, terutama ke wilayah Kursk. Pyongyang juga diduga telah mengirimkan peluru artileri, rudal, dan sistem roket jarak jauh.

    Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un bertemu dengan keluarga tentara yang berpartisipasi dalam operasi militer di luar negeri, di Pyongyang, Korea Utara, dalam gambar yang dirilis oleh Kantor Berita Pusat Korea pada 30 Agustus 2025. (Reuters)

    Lee mengatakan bahwa NIS meyakini Korut berencana untuk mengerahkan 6.000 tentara dan teknisi tambahan ke Rusia, dengan sekitar 1.000 personel di antaranya telah tiba.

    “Diperkirakan dari rencana pengerahan ketiga 6.000 tentara baru-baru ini, sekitar 1.000 teknisi tempur telah tiba di Rusia,” ungkapnya pada September lalu.

    Halaman 2 dari 2

    (rfs/ygs)

  • Rusia Kepung Kota Pokrovsk, Serukan Pasukan Ukraina Menyerah!

    Rusia Kepung Kota Pokrovsk, Serukan Pasukan Ukraina Menyerah!

    Moskow

    Rusia mengklaim pasukannya telah mengepung kota Pokrovsk dan Kupiansk di wilayah Ukraina saat invasi militer terus berlanjut. Moskow menyerukan pasukan Ukraina yang ada di kedua kota itu untuk menyerahkan diri, karena jika tidak, mereka tidak akan mampu menyelamatkan diri.

    Pasukan militer Rusia, seperti dilansir Reuters, Rabu (5/11/2025), telah berupaya merebut kota Pokrovsk, yang dijuluki “gerbang ke Donetsk”, sejak tahun 2024 lalu.

    Hal itu menjadi bagian dari upaya Moskow untuk merebut seluruh wilayah Donbas, yang sekitar 10 persennya — atau sekitar 5.000 kilometer persegi — masih dikuasai oleh pasukan Ukraina.

    Berbeda dengan serangan frontal yang dilancarkan terhadap kota-kota lainnya di Ukraina, pasukan Rusia mengerahkan taktik “pincer movement” untuk dapat mengepung pasukan Kyiv yang ada di Pokrovsk dan Kupiansk.

    Taktik “pincer movement” merupakan taktik militer yang melibatkan serangan terhadap dua sisi berbeda dari posisi musuh, namun secara bersamaan, dengan tujuan mengepung dan mengurung mereka.

    Sementara itu, unit-unit kecil yang sangat mobile dan drone dikerahkan untuk mengganggu pasokan logistik, serta menebar kekacauan di belakangan garis posisi pasukan Ukraina.

    Taktik yang dikerahkan pasukan Rusia di kedua lokasi tersebut menciptakan apa yang disebut oleh para blogger militer Moskow sebagai “zona abu-abu ambiguitas”, di mana tidak ada kubu yang memiliki kendali penuh, tetapi sangat sulit bagi Ukraina untuk mempertahankan posisinya.

    Peta medan perang memperlihatkan bahwa pasukan Rusia hanya beberapa kilometer jauhnya dari pengepungan sepenuhnya atas kota Povrosvsk, yang oleh Moskow disebut sebagai Krasnoarmeysk.

    Peta itu juga menunjukkan pasukan Rusia menguasai sebagian besar wilayah Kupiansk dan sedang bergerak maju di ruas jalan utama menuju ke kota tersebut.

    Kementerian Pertahanan Rusia secara langsung membantah pernyataan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky pada Senin (3/11) bahwa pasukan Kyiv sedang berusaha membersihkan apa yang disebutnya hanya “60 tentara Rusia” di Kupiansk.

    Dikatakan oleh Kementerian Pertahanan Rusia bahwa unit-unit militer Ukraina terjebak dalam apa yang digambarkannya sebagai “kuali” dan posisi mereka memburuk dengan cepat, sementara pasukan Moskow terus bergerak maju.

    “Tidak menyisakan kesempatan bagi tentara Ukraina untuk menyelamatkan diri selain dengan menyerahkan diri secara sukarela,” kata Kementerian Pertahanan Rusia dalam pernyataannya.

    Militer Rusia mengklaim pasukannya kini menguasai lebih dari 19 persen wilayah Ukraina, atau sekitar 116.000 kilometer persegi. Namun peta pro-Kyiv menunjukkan bahwa pasukan Moskow baru merebut lebih dari 3.400 kilometer pergi wilayah Ukraina sepanjang tahun ini.

    Lihat juga Video Kyiv Gelap Gulita Setelah Rusia Hancurkan Fasilitas Energi Ukraina

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)