kab/kota: Moskow

  • Iran Beri Peringatkan ke Netanyahu, Ancam Bakal Bumi Hanguskan Israel Pakai Jet Tempur dari Rusia – Halaman all

    Iran Beri Peringatkan ke Netanyahu, Ancam Bakal Bumi Hanguskan Israel Pakai Jet Tempur dari Rusia – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Iran kembali mengeluarkan peringatan kepada Israel. Mereka mengancam akan memusnahkan semua kepentingan Israel di wilayah yang diduduki

    Gertakan ini dilontarkan pejabat tinggi Iran, Ali Shadmani. Ia menggertak PM Israel Benjamin Netanyahu agar tidak bertindak bodoh di tengah memanasnya hubungan Iran dan Israel.

    Peringatan keras Iran kepada Israel tentang konsekuensi “bertindak bodoh” diungkap setelah pemerintah Teheran membeli sejumlah jet tempur Sukhoi Su-35 dari Rusia.

    Pemerintah Iran tak mengungkap berapa banyak jumlah jet yang diborong dari Rusia. Namun dengan pembelian jet tempur ini, Iran mengklaim bahwa kekuatan militer negaranya telah meningkat.

    “Negara kami sekarang memiliki kemampuan yang lebih kuat dan kami siap mengeluarkan ancaman terselubung terhadap Israel,” kata Brigadir Jenderal Ali Shadmani, wakil koordinator Markas Pusat Khatam-ol-Anbia IRGC Iran.

    Ini adalah peringatan terselubung yang memperlihatkan kesiapan Iran untuk menghadapi potensi serangan dari Israel, yang merupakan musuh utama Iran di kawasan Timur Tengah.

    Iran tidak akan tinggal diam jika diserang. Mereka akan mengerahkan semua kemampuan militer sebagai bentuk pencegahan.

    Pembelian jet tempur Rusia oleh Iran menuai sorotan terkait hubungan politik dan militer yang kuat antara kedua negara, setelah mereka menandatangani perjanjian Kemitraan Strategis Komprehensif .

    Meskipun perjanjian tersebut tidak menyebutkan pertukaran senjata, tapi disebutkan bahwa kedua negara akan mengembangkan “kerja sama militer-teknis”.

    Alasan ini yang membuat Iran sesumbar dapat menghanguskan Israel dengan armada tempur kiriman Rusia jika PM Netanyahu nekat “bertindak bodoh” serta mengganggu kedaulatan Iran.

    Sebuah laporan menyebutkan bahwa Iran awalnya memesan 25 jet. Namun sumber kepercayaan Newsweek mengatakan, Iran mengakuisisi jet Rusia sebanyak 50 unit Sukhoi Su-35.

    Nantinya enam jet tempur Sukhoi Su-35 akan mendarat di Teheran dalam waktu dekat.

    Selanjutnya jet-jet ini akan ditempatkan di Pangkalan Udara Hamadan seperti spekulasi sebelumnya.

    “Kehadiran jet tempur Sukhoi Su-35 di Pangkalan Udara Hamadan seiring dengan pembangunan beberapa shelter pesawat yang gencar dilakukan di Pangkalan Angkatan Udara Iran di Hamadan,” tulis Defense Security Asia.

    Sebelum kesepakatan ditekan, negosiasi pembelian jet tempur canggih Rusia telah digelar Iran sejak tahun 2007.

    Namun, sanksi PBB dan keraguan Rusia menghentikan kesepakatan potensial tersebut.

    Akan tetapi pasca ketegangan di Timur tengah memanas, Iran mulai melanjutkan rencana akuisisinya.

    Perkembangan ini memunculkan kekhawatiran mengenai potensi eskalasi ketegangan di Timur Tengah, terutama dengan Israel karena pembelian ini meningkatkan kekuatan militer Iran.

    Sementara bagi Rusia, kesepakatan ini memberikan keuntungan besar, karena penjualan peralatan militer ke Iran membuka pasar baru bagi industri pertahanan Rusia yang sedang berkembang.

    Sukhoi Su-35 merupakan jet tempur generasi terbaru yang akan mengisi kekuatan utama Angkatan Udara Iran.

    Pesawat ini dikembangkan, diuji, dan diperkenalkan oleh Biro Desain Sukhoi, yang berbasis di Moskow, dan diproduksi oleh KNAPPO di Komsomolsk-on-Amur.

    Tak seperti jet tempur pada umumnya, Sukhoi Su-35 menggunakan dua mesin turbofan Sturn / UFA AL-31F 117S.

    Untuk kontrolnya jet ini menggunakan kontrol nozzle thrust-vectoring, masing-masing menyuplai daya dorong 86.3 knot atau 142.2 knot dengan afterburn.

    Pesawat Su-35 diklaim dapat terbang dengan kecepatan maksimum 2.390 kilometer per jam.

    Pesawat tempur Sukhoi Su-35 memiliki 12 cantelan untuk membawa senjata yang setiap sayap memiliki empat cantelan yang mampu membawa berbagai jenis rudal

    Diantaranya ada Vympel R-27, rudal jarak jauh Kh-58UShkE, rudal anti-radiasi Kh-31P hingga rudal jarak jauh Kh-59MK dan dapat dipersenjatai dengan berbagai bom berpemandu termasuk bom yang dipandu TV KAB-500Kr.

    Tak hanya itu, Su-35 juga memiliki radar yang dapat mendeteksi pesawat siluman dan low-observable musuh.

    Serta kendaraan udara tak berawak dan rudal dengan penampang radar 0,01 m pada jarak hingga 90 kilometer.

    Dengan kemampuan seperti ini, tak heran pesawat ini jadi langganan sejumlah unit militer dunia.

    (Tribunnews.com/Namira)

  • Putin: Tanpa Campur Tangan AS, Perang Rusia-Ukraina Bisa Berakhir dalam Hitungan Minggu – Halaman all

    Putin: Tanpa Campur Tangan AS, Perang Rusia-Ukraina Bisa Berakhir dalam Hitungan Minggu – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan perang Rusia di Ukraina akan berakhir dalam hitungan minggu jika Amerika Serikat (AS) dan negara-negara Barat tidak ikut campur.

    Menurut Putin, bantuan militer dari AS dan sekutunya di negara-negara Barat membuat perang Ukraina sejak Februari 2022 masih berlangsung hingga saat ini.

    “Mereka tidak bisa bertahan hidup tanpa sponsor Barat. Mereka tidak akan bertahan sebulan jika uang dan amunisi habis,” kata Vladimir Putin dalam wawancara dengan jurnalis VGTRK, Pavel Zarubin, di Moskow pada Selasa (28/1/2025).

    “Semuanya bisa berakhir dalam waktu satu setengah hingga dua bulan. Ukraina praktis tidak memiliki kedaulatan, dalam hal itu,” imbuh presiden Rusia.

    Ia mengatakan jika AS dan negara Barat yang mendukung Ukraina menginginkan perdamaian maka harus mempertimbangkan syarat dari Rusia.

    “Ini sangat mudah dilakukan,” katanya, seperti diberitakan Aawsat.

    Putin menegaskan Ukraina dapat melakukan perundingan dengan Rusia jika Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky membatalkan dekritnya.

    “Kyiv dapat mengisyaratkan kesediaannya untuk berunding dengan membatalkan dekrit yang melarang semua perundingan dengan Rusia,” kata Putin. 

    Menurutnya, tanpa langkah tersebut, setiap perundingan yang diusulkan akan sama tidak sahnya dengan Zelensky yang masa jabatan presidennya berakhir pada 20 Mei tahun lalu.

    Sementara itu Asisten Presiden Rusia, Nikolai Patrushev, mengatakan Barat tertarik untuk memperpanjang perang di Ukraina untuk memastikan aktivitas dan keuntungan dari komplek industri militernya tetap berjalan.

    Surat kabar Ouest France pada Selasa kemarin menerbitkan laporan yang mengindikasikan AS mampu meningkatkan keuntungan dari penjualan senjata pada tahun 2024 berkat perang di Ukraina.

    “Persentase peningkatan keuntungan Amerika dari penjualan tersebut senjata mencapai 29 persen, dan mencapai 318,7 miliar dolar,” bunyi laporan tersebut.

    AS dan pendukung Ukraina lainnya telah menyalurkan lebih dari $200 miliar bantuan ke Ukraina, mulai dari senjata, peralatan, dan amunisi.

    Rusia telah menunjuk dukungan ini sebagai upaya menjadikan Barat secara de facto terlibat dalam perang, yang secara resmi dibantah oleh Washington dan Brussels.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

    Berita lain terkait Konflik Rusia VS Ukraina

  • Uni Eropa Bakal Kenakan Tarif untuk Produk Pertanian dari Rusia dan Belarusia

    Uni Eropa Bakal Kenakan Tarif untuk Produk Pertanian dari Rusia dan Belarusia

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Eropa atau European Commission mengusulkan pengenaan tarif pada lebih banyak produk pertanian dan pupuk berbasis nitrogen tertentu dari Rusia dan Belarusia. Langkah ini ditempuh untuk mencegah potensi gangguan ketahanan pangan Uni Eropa akibat ketergantungan pasokan dari kedua negara tersebut.

    Mengutip Reuters pada Rabu (29/1/2025), lembaga eksekutif Uni Eropa itu telah menaikkan tarif pada impor biji-bijian dari kedua negara pada tahun lalu. 

    Tarif baru tersebut akan menyasar 15% impor pertanian dari Rusia yang pada 2023 tidak dikenakan kenaikan bea.

    Komisi Eropa menuturkan, tarif untuk pupuk berbasis nitrogen tertentu akan mendukung produksi dalam negeri dan memungkinkan diversifikasi pasokan dari tempat lain.

    Dalam sebuah pernyataan, Komisi Eropa mengatakan, mereka ingin menekan pendapatan ekspor Rusia dan kemampuan Moskow untuk berperang melawan Ukraina serta mengurangi ketergantungan pada impor dari kedua negara.

    “Impor semacam itu, khususnya pupuk, membuat UE rentan terhadap potensi tindakan pemaksaan oleh Rusia dan dengan demikian menimbulkan risiko bagi ketahanan pangan UE,” jelas Komisi Eropa.

    Kenaikan tarif pupuk ini akan mencakup langkah-langkah mitigasi jika petani Uni Eropa mengalami kenaikan harga yang substansial.

    Selain itu, Komisi Eropa menuturkan keputusan ini tidak akan memengaruhi transit ekspor pertanian dan pupuk Rusia ke negara-negara pihak ketiga.

    Uni Eropa sebelumnya menghindari penerapan sanksi terhadap produk pertanian dan pupuk Rusia agar tidak mengganggu pasokan global, khususnya ke negara-negara berkembang.

    Proposal Komisi akan mulai berlaku setelah persetujuan yang diharapkan oleh pemerintah Uni Eropa dan Parlemen Eropa. Tahun lalu, tarif baru tersebut membutuhkan waktu sekitar dua bulan untuk mulai berlaku.

  • Jam Kiamat 89 Detik Menuju Tengah Malam, Bumi di Ambang Kehancuran

    Jam Kiamat 89 Detik Menuju Tengah Malam, Bumi di Ambang Kehancuran

    Daftar Isi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Para ilmuwan internasional yang tergabung dalam Bulletin of the Atomic Scientists kembali memperingatkan bahwa dunia berada dalam ancaman besar. Panel tersebut telah menggeser Jam Kiamat (Doomsday Clock) lebih dekat ke tengah malam dibandingkan sebelumnya, sebagai simbol meningkatnya risiko bencana global yang dapat mengancam kelangsungan hidup umat manusia.

    Jarum Jam Kiamat diatur pada 89 detik sebelum tengah malam, lebih dekat satu detik dibandingkan tahun lalu. Keputusan ini mencerminkan meningkatnya risiko nuklir akibat invasi Rusia ke Ukraina, ketegangan di Timur Tengah dan Asia, serta penggunaan kecerdasan buatan (AI) dalam dunia militer. Selain itu, krisis iklim yang semakin parah juga menjadi faktor utama yang mendorong keputusan ini.

    Menurut Daniel Holz, ketua dewan sains dan keamanan Bulletin of the Atomic Scientists, ancaman nuklir tetap menjadi faktor utama dalam keputusan tahun ini.

    “Faktor-faktor yang memengaruhi keputusan tahun ini-risiko nuklir, perubahan iklim, penyalahgunaan teknologi biologi, dan berbagai kemajuan teknologi lainnya seperti kecerdasan buatan-sebenarnya bukan hal baru. Namun, kita telah melihat bahwa upaya untuk mengatasinya masih belum cukup, bahkan dalam banyak kasus justru semakin memburuk,” kata Holz, dilansir Reuters, Rabu (29/1/2025).

    Rusia masih menjadi perhatian utama setelah invasi ke Ukraina yang dimulai pada 2022. Perang tersebut menjadi konflik paling mematikan di Eropa sejak Perang Dunia II dan menimbulkan risiko penggunaan senjata nuklir.

    “Perang di Ukraina tetap menjadi sumber risiko nuklir yang besar. Konflik ini bisa meningkat menjadi perang nuklir kapan saja, baik karena keputusan yang gegabah maupun karena kesalahan perhitungan,” tambah Holz.

    Kekhawatiran ini makin meningkat setelah Presiden Rusia Vladimir Putin pada November 2023 mengumumkan kebijakan baru yang menurunkan ambang batas penggunaan senjata nuklir. Doktrin baru ini memberi Putin lebih banyak alasan untuk menggunakan arsenal nuklir terbesar di dunia sebagai tanggapan terhadap serangan konvensional dari Barat.

    Selain itu, Rusia juga menolak negosiasi perjanjian baru dengan Amerika Serikat untuk menggantikan New Strategic Arms Reduction Treaty (New START) yang akan berakhir pada 2026. Moskow menuntut agar perjanjian semacam itu diperluas untuk mencakup negara-negara lain.

    Ketegangan di Timur Tengah dan Asia Timur

    Selain konflik Rusia-Ukraina, ketegangan di Timur Tengah juga makin mengkhawatirkan. Perang antara Israel dan Hamas di Gaza, serta ketegangan yang melibatkan Iran dan negara-negara lain di kawasan itu, berpotensi memicu eskalasi lebih lanjut.

    “Kami memantau dengan cermat dan berharap gencatan senjata di Gaza akan bertahan. Namun, ketegangan di Timur Tengah, termasuk dengan Iran, masih sangat berbahaya dan tidak stabil,” kata Holz.

    Di Asia, China makin meningkatkan tekanan militer terhadap Taiwan dengan mengerahkan kapal perang dan pesawat tempur di sekitar pulau yang diklaimnya sebagai bagian dari wilayahnya. Sementara itu, Korea Utara terus melakukan uji coba rudal balistik yang dapat membawa hulu ledak nuklir, yang semakin meningkatkan ketegangan di kawasan.

    “Ada banyak titik panas potensial di dunia, termasuk Taiwan dan Korea Utara. Jika salah satu dari konflik ini meletus, negara-negara berkekuatan nuklir bisa terlibat, yang akan membawa dampak tak terduga dan sangat menghancurkan,” kata Holz.

    Krisis Iklim yang Kian Memburuk

    Selain risiko geopolitik, krisis iklim juga menjadi faktor utama yang mendorong semakin dekatnya Jam Kiamat ke tengah malam. Menurut data dari Organisasi Meteorologi Dunia PBB, 2024 mencatatkan rekor sebagai tahun terpanas dalam sejarah,

    “Selama 10 tahun terakhir, dunia mengalami dekade terpanas dalam sejarah. Meskipun ada peningkatan dalam penggunaan energi angin dan surya, langkah-langkah global masih belum cukup untuk mencegah dampak terburuk dari perubahan iklim,” jelas Holz.

    Para ilmuwan memperingatkan bahwa jika dunia gagal mengendalikan pemanasan global, bencana seperti gelombang panas ekstrem, kekeringan, banjir, kebakaran hutan, dan naiknya permukaan air laut akan semakin sering terjadi dan memperparah ketidakstabilan global.

    Panel ilmuwan juga menyoroti risiko dari kecerdasan buatan (AI) dalam dunia militer, yang makin berkembang pesat tanpa regulasi yang jelas. Kemajuan AI dalam sistem persenjataan dapat meningkatkan potensi perang otomatis, di mana keputusan untuk menyerang atau bertahan bisa diambil tanpa intervensi manusia, menimbulkan risiko eskalasi yang tidak terkendali.

    Peringatan Keras untuk Pemimpin Dunia

    Dengan hanya 89 detik tersisa sebelum tengah malam, para ilmuwan meminta para pemimpin dunia untuk bertindak lebih tegas dalam menangani ancaman-ancaman global ini.

    “Mengatur Jam Kiamat pada 89 detik sebelum tengah malam adalah peringatan bagi seluruh pemimpin dunia,” tegas Holz.

    Meskipun peringatan ini telah disampaikan setiap tahun, dunia masih belum menunjukkan kemajuan signifikan dalam mengurangi risiko bencana nuklir, krisis iklim, maupun tantangan teknologi baru seperti AI. Jika langkah nyata tidak segera diambil, dunia bisa makin mendekati titik kehancuran yang tidak dapat dibalikkan.

    (luc/luc)

  • Kelanjutan Hubungan Trump dan Kim Jong Un di Periode Terbaru

    Kelanjutan Hubungan Trump dan Kim Jong Un di Periode Terbaru

    Jakarta

    Donald Trump memiliki hubungan dengan Pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong Un pada periode pertama menjadi Presiden Amerika Serikat (AS) pada 2017 hingga 2021. Pada periode keduanya kali ini, Trump mengatakan akan kembali menghubungi Kim Jong Un.

    Diketahui, Trump memiliki hubungan diplomatik yang tergolong langka dengan Kim Jong Un yang sangat tertutup. Trump tidak hanya bertemu langsung dengan Kim Jong Un, tapi juga menyebut mereka berdua telah “jatuh cinta”.

    Trump menyebut Kim Jong Un, yang telah ditemuinya sebanyak tiga kali, sebagai “sosok yang pintar”.

    Menteri Luar Negeri (Menlu) baru AS, Marco Rubio mengakui, dalam sidang konfirmasi penunjukannya, bahwa upaya tersebut tidak menghasilkan kesepakatan jangka panjang untuk mengakhiri program nuklir Korut.

    Ketika ditanya dalam wawancara dengan Fox News soal rencananya untuk Kim Jong Un dan apakah dia akan “menghubungi” pemimpin Korut tersebut, seperti dilansir AFP, Jumat (24/1/2025), Trump mengiyakan.

    “Saya akan melakukannya, iya. Dia menyukai saya,” jawab Trump dalam wawancara tersebut.

    Namun Trump tidak menyebutkan lebih spesifik soal kapan komunikasi dengan pemimpin Korut itu akan dilakukan, dan apa yang akan dibahas keduanya.

    Pernyataan terbaru Trump soal Kim Jong Un ini disampaikan setelah Korut mengatakan negaranya sedang mengupayakan senjata nuklir untuk menangkal ancaman dari AS dan sekutunya, Korea Selatan (Korsel).

    Pyongyang dan Seoul secara teknis masih berperang sejak tahun 1950-1953 silam, yang berakhir dengan gencatan senjata, bukan perjanjian damai.

    Hubungan Trump dan Kim Jong Un

    Donald Trum dan Kim Jong Un (Foto: REUTERS/Kevin Lamarque)

    Trump dan Kim Jong Un memiliki hubungan yang sangat kuat selama masa jabatan pertama Trump. Dalam pernyataannya baru-baru ini, Trump menggambarkan hubungan antara dirinya dan Kim Jong Un sebagai “sangat, sangat baik” dan dia menyebut pemimpin Korut itu sebagai “sosok yang pintar”.

    Selama masa jabatan pertamanya, Trump bertemu Kim Jong Un dalam tiga kesempatan terpisah antara tahun 2018 dan tahun 2019.

    Namun setelah Trump meninggalkan Gedung Putih, rezim Kim Jong Un melakukan rentetan uji coba senjata dan peluncuran rudal, bahkan memamerkan program nuklirnya.

    AS dan negara-negara lainnya memperingatkan bahwa program nuklir Korut mengganggu stabilitas, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mengeluarkan beberapa resolusi yang melarang upaya-upaya Pyongyang terkait program tersebut.

    Trump Ingin Kesepakatan dengan Sekutu Korut

    Dalam wawancara dengan Fox News, Trump mengenang upayanya mewujudkan kesepakatan dengan sekutu Korut, seperti Rusia dan China, pada akhir masa jabatan pertamanya. Upaya tahun 2019 itu akan menetapkan batasan baru bagi senjata nuklir Moskow yang tidak diregulasi dan membujuk Beijing bergabung dengan pakta pengendalian senjata.

    “Saya hampir mencapai kesepakatan. Saya akan mencapai kesepakatan dengan (Presiden Vladimir) Putin mengenai denuklirisasi… Tapi kita mengalami pemilu yang buruk yang mengganggu kita,” ucapnya, merujuk pada kekalahannya dari mantan Presiden Joe Biden dalam pemilu tahun 2020.

    Halaman 2 dari 2

    (aik/lir)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Putin Ngaku Siap Negosiasi Masalah Ukraina, Puji-puji Trump

    Putin Ngaku Siap Negosiasi Masalah Ukraina, Puji-puji Trump

    Moskow

    Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan bahwa ia siap untuk berunding dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump tentang konflik Ukraina. Putin menekankan tentang keinginannya itu.

    “Mengenai masalah negosiasi… kami selalu mengatakan, dan saya ingin menekankan hal ini sekali lagi, bahwa kami siap untuk negosiasi ini mengenai masalah Ukraina,” kata Putin kepada seorang reporter dari TV pemerintah Rusia.

    Putin mengatakan invasi Rusia ke Ukraina pada tahun 2022 mungkin tidak akan terjadi jika Trump menjadi presiden pada saat itu. Dia juga menyinggung kekalahan Trump melawan Joe Biden pada Pilpres AS tahun 2020.

    “Saya tidak bisa tidak setuju dengannya bahwa jika dia menjadi presiden — jika kemenangannya tidak dicuri pada tahun 2020 — maka mungkin tidak akan ada krisis di Ukraina yang muncul pada tahun 2022,” kata Putin.

    Dalam wawancara itu, Putin juga memuji Trump sebagai sosok yang pragmatis dan pintar. Putin mengaku tidak percaya Presiden AS yang baru dilantik di periode kedua itu akan memaksa harga minyak global turun dalam upaya untuk merusak Moskow.

    “Dia bukan hanya orang yang cerdas, tetapi juga orang yang pragmatis,” tutur Putin.

    “Saya sulit membayangkan akan ada keputusan yang diambil yang merugikan perekonomian Amerika,” jelasnya.

    (lir/lir)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Putin Siap Berdialog dengan Trump, Tunggu Sinyal Gedung Putih

    Putin Siap Berdialog dengan Trump, Tunggu Sinyal Gedung Putih

    Moskow

    Kremlin atau kantor kepresidenan Rusia mengatakan Presiden Vladimir Putin siap untuk berdialog dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Kremlin menyebut Moskow menunggu “sinyal” dari Washington soal dialog kedua kepala negara tersebut.

    “Putin sudah siap. Kami menunggu sinyal (dari AS),” ucap juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, saat berbicara kepada wartawan seperti dilansir AFP, Jumat (24/1/2025).

    Baik Trump maupun Putin sama-sama mengatakan bahwa mereka siap bertemu untuk melakukan pembicaraan mengenai Ukraina.

    Trump sebelumnya mengancam Rusia dengan sanksi ekonomi yang lebih keras jika Moskow tidak setuju untuk mengakhiri konflik dengan Kyiv.

    Dalam pernyataannya, Peskov mengatakan dirinya tidak dapat berkomentar lebih jauh mengenai pertemuan kedua pemimpin. Dia mengatakan bahwa untuk memprediksi masa depan itu sulit seperti “membaca ampas kopi” — merujuk pada metode meramal masa depan.

    Namun lebih lanjut, Peskov menolak klaim yang dilontarkan Trump bahwa konflik di Ukraina dapat diakhiri dengan menurunkan harga minyak Rusia.

    “Konflik ini tidak bergantung pada harga minyak,” tegas Peskov.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Dituduh Jadi Mata-mata AS, Pria Rusia Dihukum 17 Tahun Bui

    Dituduh Jadi Mata-mata AS, Pria Rusia Dihukum 17 Tahun Bui

    Moskow

    Seorang pria Rusia diadili atas tuduhan menjadi mata-mata Amerika Serikat (AS) dan dijatuhi hukuman 17 tahun penjara oleh pengadilan setempat. Pria Rusia ini dituduh berupaya menyampaikan informasi rahasia Moskow kepada Washington.

    Seperti dilansir AFP, Jumat (24/1/2025), pria Rusia bernama Dmitry Shatresov ini ditangkap pada Januari 2024 oleh otoritas Moskow.

    Shatresov, menurut kantor berita RIA, telah “secara ilegal memperoleh” rahasia negara dan “bermaksud untuk menyerahkannya ke perwakilan intelijen Amerika” sebelum dia ditangkap oleh aparat penegak hukum.

    Dalam persidangan pada Rabu (22/1) waktu setempat, menurut otoritas pengadilan Moskow, Shatresov dinyatakan bersalah atas dakwaan “pengkhianatan tingkat tinggi” dan dijatuhi hukuman 17 tahun penjara oleh pengadilan.

    Dia akan menjalani masa hukumannya di penjara dengan keamanan tinggi di negara tersebut.

    Rusia tanpa henti memburu orang-orang yang dituduh melakukan spionase dan pengkhianatan sejak negara itu melancarkan invasi skala besar ke Ukraina pada Februari 2022 lalu.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Kelanjutan Hubungan Trump dan Kim Jong Un di Periode Terbaru

    Trump Bilang Akan Kontak Kim Jong Un Lagi, Bahas Apa?

    Pyongyang dan Seoul secara teknis masih berperang sejak tahun 1950-1953 silam, yang berakhir dengan gencatan senjata, bukan perjanjian damai.

    Trump dan Kim Jong Un memiliki hubungan yang sangat kuat selama masa jabatan pertama Trump. Dalam pernyataannya baru-baru ini, Trump menggambarkan hubungan antara dirinya dan Kim Jong Un sebagai “sangat, sangat baik” dan dia menyebut pemimpin Korut itu sebagai “sosok yang pintar”.

    Selama masa jabatan pertamanya, Trump bertemu Kim Jong Un dalam tiga kesempatan terpisah antara tahun 2018 dan tahun 2019.

    Namun setelah Trump meninggalkan Gedung Putih, rezim Kim Jong Un melakukan rentetan uji coba senjata dan peluncuran rudal, bahkan memamerkan program nuklirnya.

    AS dan negara-negara lainnya memperingatkan bahwa program nuklir Korut mengganggu stabilitas, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mengeluarkan beberapa resolusi yang melarang upaya-upaya Pyongyang terkait program tersebut.

    Dalam wawancara dengan Fox News, Trump mengenang upayanya mewujudkan kesepakatan dengan sekutu Korut, seperti Rusia dan China, pada akhir masa jabatan pertamanya. Upaya tahun 2019 itu akan menetapkan batasan baru bagi senjata nuklir Moskow yang tidak diregulasi dan membujuk Beijing bergabung dengan pakta pengendalian senjata.

    “Saya hampir mencapai kesepakatan. Saya akan mencapai kesepakatan dengan (Presiden Vladimir) Putin mengenai denuklirisasi… Tapi kita mengalami pemilu yang buruk yang mengganggu kita,” ucapnya, merujuk pada kekalahannya dari mantan Presiden Joe Biden dalam pemilu tahun 2020.

    (nvc/idh)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Trump Ancam Tambah Sanksi Terkait Perang Ukraina, Rusia Bilang Begini

    Trump Ancam Tambah Sanksi Terkait Perang Ukraina, Rusia Bilang Begini

    Moskow

    Ancaman Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk menerapkan sanksi baru ditanggapi santai oleh Rusia. Kremlin atau kantor kepresidenan Rusia menyebut ancaman seperti itu dari Trump sebagai hal yang biasa.

    Pernyataan ini disampaikan oleh juru bicara Kremlin Dmitry Peskov, seperti dilansir kantor berita TASS, Jumat (24/1/2025), setelah Trump sebelumnya mengancam akan memberlakukan sanksi-sanksi baru dan tarif terhadap ekspor Rusia jika perang di Ukraina tidak diakhiri dalam waktu dekat.

    “Kami tidak melihat adanya unsur baru di sini. Anda mengetahui bahwa Trump, pada masa jabatan pertamanya, adalah Presiden AS yang terlalu sering menggunakan metode sanksi,” ujar Peskov.

    Peskov, dalam pernyataannya, menyebut Trump gemar menggunakan sanksi sebagai alat dalam memberikan tekanan.

    “Dia menyukai alat-alat semacam itu (tekanan sanksi), setidaknya dia menyukainya selama masa jabatan pertama kepresidenannya,” sebutnya.

    Trump sebelumnya mengatakan dirinya akan menerapkan sanksi baru dan tarif terhadap ekspor Rusia jika Presiden Vladimir Putin menolak untuk berunding dan membuat kesepakatan untuk mengakhiri perang yang berkecamuk selama hampir tiga tahun terakhir.

    “Jika kita tidak membuat ‘kesepakatan’, dan dalam waktu dekat, saya tidak memiliki pilihan lain selain menerapkan Pajak, Tarif, dan Sanksi tingkat tinggi terhadap apa pun yang dijual oleh Rusia kepada Amerika Serikat, dan berbagai negara lainnya yang berpartisipasi,” kata Trump seperti dilansir Reuters.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu