kab/kota: Moskow

  • Zelensky Ragu Pertemuan AS-Rusia Bisa Setop Perang Ukraina, Minta Putin Ditekan

    Zelensky Ragu Pertemuan AS-Rusia Bisa Setop Perang Ukraina, Minta Putin Ditekan

    Jakarta

    Utusan Rusia kembali melakukan pembicaraan dengan Amerika Serikat (AS) di Miami untuk membahas terkait mengakhiri perang Ukraina. Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky menyatakan skeptis mengenai pembicaraan antara beberapa negara itu untuk mengakhiri perang di negaranya.

    “Saya tidak yakin ada sesuatu yang baru yang bisa dihasilkan,” kata Zelensky dilansir kantor berita AFP, Minggu (21/12/2025).

    Zelensky meminta AS untuk memberikan lebih banyak tekanan pada Rusia untuk mengakhiri perang. Zelensky juga mengatakan bahwa AS telah mengusulkan negosiasi tatap muka pertama antara Ukraina dan Rusia dalam setengah tahun, tetapi dia skeptis bahwa hal itu akan membantu.

    Zelensky menyebut, hanya Amerika Serikat yang mampu membujuk Rusia untuk mengakhiri perang. Dia meminta Amerika untuk meningkatkan tekanan pada Moskow untuk mewujudkannya.

    “Amerika harus dengan jelas mengatakan jika bukan diplomasi, maka akan ada tekanan penuh… Putin belum merasakan tekanan yang seharusnya ada,” katanya.

    Sebagaimana diketahui, utusan Rusia, Kirill Dmitriev, tiba di Miami di mana tim Ukraina dan Eropa juga telah berkumpul untuk negosiasi. Pertemuan ini dimediasi oleh utusan khusus AS, Steve Witkoff dan menantu Presiden Donald Trump, Jared Kushner.

    Namun, Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio pada hari Jumat berjanji untuk tidak memaksa Ukraina untuk membuat kesepakatan apapun, tanpa persetujuan.

    (wnv/wnv)

  • Putin Tegaskan Rusia Tak Akan Serang Siapa Pun Jika Dihormati

    Putin Tegaskan Rusia Tak Akan Serang Siapa Pun Jika Dihormati

    Moskow

    Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan bola kini berada di tangan Barat dan Ukraina dalam pembicaraan untuk mengakhiri perang. Dalam pesan khusus untuk negara-negara Barat, Putin menegaskan Moskow tidak akan menyerang siapa pun jika diperlakukan dengan hormat.

    Berbicara dalam konferensi pers akhir tahun, seperti dilansir AFP, Sabtu (20/12/2025), Putin mengatakan kepada rakyat Rusia bahwa pihaknya bertekad untuk terus bergerak maju di Ukraina, dengan nada percaya diri.

    Konferensi pers akhir tahun yang digelar pada Jumat (19/12) waktu setempat, merupakan tradisi tahunan yang sudah berlangsung selama 25 tahun pemerintahan Putin. Konferensi pers ini disiarkan televisi Rusia selama 4,5 jam, dengan Putin menjawab berbagai pertanyaan dari pers dan lewat panggilan telepon dari 12 zona waktu berbeda di Rusia.

    Putin yang kini berusia 73 tahun, juga menegaskan kembali bahwa Moskow akan merebut, dengan kekerasan, sisa wilayah Ukraina, yang telah dia tetapkan sebagai bagian wilayah Rusia jika perundingan damai gagal.

    Pemimpin Kremlin ini membantah telah mengulur-ulur pembicaraan membahas penyelesaian konflik, dan membantah telah menolak proposal untuk perdamaian. Putin mengklaim bahwa Moskow menyetujui “beberapa kompromi” dalam proposal tersebut, terutama yang diusulkan Amerika Serikat (AS).

    “Bola sekarang sepenuhnya berada di pihak lawan-lawan Barat kita… di tangan kepala rezim Kyiv dan para pendukungnya dari Eropa,” kata Putin dalam konferensi pers tersebut.

    AS, Ukraina, dan Eropa telah menyempurnakan proposal yang pertama kali kali diajukan oleh Washington bulan lalu, yang oleh banyak pihak dianggap memenuhi sebagian besar tuntutan inti Rusia tentang bagaimana konflik itu harus diakhiri.

    Dalam pesan kepada Barat, Putin mengatakan bahwa Rusia tidak akan menyerang negara-negara lainnya, selama diperlakukan “dengan hormat”. Pernyataan ini menepis kekhawatiran Barat soal Moskow memberikan ancaman keamanan terhadap negara-negara anggota NATO.

    “Anda bertanya: Apakah akan ada operasi militer khusus baru? Tidak akan ada operasi, jika Anda memperlakukan kami dengan hormat, jika Anda memperhatikan kepentingan kami, seperti halnya kami selalu berusaha memperhatikan kepentingan Anda,” tegas Putin, menggunakan istilah yang digunakan Rusia untuk menyebut invasinya terhadap Ukraina.

    Dalam konferensi pers tahunan ini, Putin juga menegaskan dirinya tidak bertanggung jawab atas kematian dalam perang Ukraina, yang selama nyaris empat tahun terakhir telah menewaskan puluhan ribu orang di kedua negara.

    “Kami tidak menganggap diri kami bertanggung jawab atas hilangnya nyawa. Kami tidak memulai perang ini,” ujar Putin, mengulangi narasi yang sering dia sampaikan bahwa Ukraina dan Barat yang harus disalahkan atas konflik yang dimulai dengan serangan Rusia pada Februari 2022.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Harga Minyak Dunia Naik Tipis di Tengah Kekhawatiran Gangguan Pasokan

    Harga Minyak Dunia Naik Tipis di Tengah Kekhawatiran Gangguan Pasokan

    Liputan6.com, Jakarta – Harga minyak dunia bergerak naik tipis pada perdagangan Kamis, seiring pelaku pasar menilai meningkatnya risiko gangguan pasokan global. Sentimen tersebut dipicu oleh potensi sanksi tambahan Amerika Serikat (AS) terhadap Rusia, serta ancaman pasokan akibat pemblokiran kapal tanker minyak Venezuela.

    Mengutip CNBC, Jumat (19/12/2025), harga minyak mentah Brent naik 14 sen atau 0,23 persen dan ditutup di level USD 59,82 per barel. Sementara itu, minyak mentah AS jenis West Texas Intermediate (WTI) menguat 21 sen atau 0,38 persen ke posisi USD 56,15 per barel.

    Senior Vice President of Trading BOK Financial, Dennis Kissler, mengatakan kontrak berjangka minyak mentah mulai mencari pijakan dari situasi di Venezuela.

    “Kontrak minyak mentah mencoba mendapatkan dukungan dari pemblokiran ekspor minyak Venezuela. Jika kondisi ini berlanjut, produksi di wilayah tersebut kemungkinan akan terhenti karena tidak ada tujuan pengiriman,” ujarnya.

    Sebelumnya, dilaporkan AS tengah menyiapkan sanksi baru terhadap sektor energi Rusia jika Moskow tidak menyepakati perjanjian damai dengan Ukraina.

    Namun, seorang pejabat Gedung Putih mengatakan bahwa Presiden Donald Trump belum mengambil keputusan terkait sanksi tambahan terhadap Rusia.

     

     

  • Keamanan Digital Indonesia: Retak di Hulu, Bocor di Hilir

    Keamanan Digital Indonesia: Retak di Hulu, Bocor di Hilir

    Keamanan Digital Indonesia: Retak di Hulu, Bocor di Hilir
    Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.
    Artikel ini adalah kolom, seluruh isi dan opini merupakan pandangan pribadi penulis dan bukan cerminan sikap redaksi.
    BERMULA
    dari seringnya nomor telepon Whatsapp dibajak orang-orang yang tidak bertanggung jawab, kemudian oleh mereka digunakan untuk melakukan penipuan seolah-olah berinteraksi dengan nomor kontak yang ada di ponsel, saya tergerak menulis artikel ini.
    Bukan semata-mata curhat pribadi, tetapi ada persoalan besar mengenai mudahnya data pribadi penduduk Indonesia, termasuk saya di dalamnya, dibajak oleh peretas. Mungkin juga pengalaman pribadi ini pernah dialami oleh para pembaca.
    Dengan tulisan ini, niatan saya adalah berbagi pengetahuan dan pengalaman, jangan sampai pembajakan nomor telepon dan mungkin juga akun-akun penting lainnya terjadi pada para pembaca dan menjadi bencana digital.
    Jujur, saya agak trauma tatkala nomor telepon atau akun media sosial kena bajak orang lain dengan tujuan busuk, yakni penipuan digital.
    Tahun 2010, saat berkunjung ke markas Kaspersky di Moskow, Rusia, saya melihat paparan sekaligus demo bagaimana para peretas di kawasan Rusia dan negara-negara dekatnya seperti Estonia dan Ukraina, menjebol akun bank hanya menggunakan ponsel di telapak tangan.
    Kaspersky sebagai produsen software antivirus terkemuka saat itu memperkenalkan antivirus khusus untuk ponsel.
    Dalam demo itu diperlihatkan, bagaimana seorang peretas muda dengan mudah mencuri password akun bank seseorang hanya dalam hitungan menit. Padahal kata sandi yang diretas terdiri dari 13 karakter; gabungan angka, huruf dan lambang yang ada di keyboard ponsel atau laptop.
    Dari sinilah saya “parno” seandainya tiba-tiba nomor Whatsapp saya diretas. Ini pastilah aksi sindikat terorganisir, pastilah ada orang berlatar IT atau seseorang yang punya bisnis menjual nomor-nomor Whatsapp ke sembarang orang.
    Keamanan ponsel dari pabrikan itu dianggap biang dari penyerapan -kalau tidak mau disebut perampokan- data pribadi para penggunanya.
    Dengan banyaknya aplikasi, seorang pengguna bisa dengan sukarela menyerahkan nomor KTP, nomor ponsel, alamat email beserta password-nya, lokasi di mana pengguna berada, rekening bank dan data-data sensitif lainnya.
    Kembali kepada persoalan mengapa akun media sosial dan nomor Whatsapp demikian sering kena retas? Itulah yang membuat saya coba menesuri akar persoalannya, syukur-syukur bisa menjawab ketidakpahaman saya.
    Tentu saya paham bahwa pemerintah Indonesia telah berupaya melindungi warganya di ranah digital melalui beberapa kebijakan dan institusi, utamanya Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP), yang mulai berlaku sejak 2022 dan mengatur hak subjek data, kewajiban pengendali data, serta sanksi atas pelanggaran.
    Di sisi lain, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) bertugas mengawasi keamanan siber nasional, sementara Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) sering memblokir situs pinjaman online (pinjol) ilegal dan judi online (judol).
    Ada juga strategi nasional keamanan siber untuk mencegah serangan dari dalam maupun dari luar.
    Namun, secara realistis, perlindungan ini belum benar-benar efektif menjaga kerahasiaan data digital penduduk Indonesia. Buktinya Whatsapp saya sering coba dibajak.
    Implementasi UU PDP masih lambat, kesadaran dan penegakan hukum rendah, serta insiden kebocoran data terus meningkat.
    BSSN mencatat ratusan serangan siber setiap tahun, dan Indonesia sering masuk peringkat atas negara dengan kebocoran data terbanyak secara global. Saya termasuk salah satu “korban” di dalamnya tentu saja.
    Contoh kasus kebocoran data yang merugikan rakyat yang masuk kategori kasus besar dalam kurun waktu 2023-2025, menunjukkan kerentanan sistem itu sendiri.
    Kebocoran data Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2024, misalnya, di mana peretas berhasil membobol ratusan juta data pribadi dari berbagai instansi pemerintah, termasuk data ASN dan layanan publik. Perlindungan yang jauh dari maksimal.
    Kemudian Data Dukcapil dan NPWP (2023-2024) di mana peretas seperti Bjorka membocorkan jutaan data kependudukan dan pajak untuk kemudian dijual di forum gelap.
    Bank Syariah Indonesia dan BPJS Kesehatan juga tidak luput dari serangan peretas di mana jutaan data nasabah dan pasien bocor, menyebabkan risiko penipuan identitas dan kerugian finansial. Mengerikan.
    KPU dan PLN Mobile jelas berisi data pemilih dan pelanggan listrik, juga bocor dengan total ratusan juta rekaman pada 2023-2025.
    Kasus-kasus ini jelas merugikan rakyat karena data pribadi (NIK, nomor HP, alamat) digunakan untuk penipuan, pinjol ilegal, atau pencurian identitas, menyebabkan kerugian materiil dan psikologis.
    Pertanyaan yang menggantung pada benak saya, mengapa momor telepon (Whatsapp) sering dibajak? Boleh jadi nomor telepon, terutama yang terkait Whatsapp, karena banyaknya layanan digital (bank, email, media sosial) menggunakan verifikasi SMS/OTP (One Time Password).
    Indonesia merupakan salah satu pengguna Whatsapp terbanyak di dunia, sehingga menjadi target empuk sasaran penipuan digital. Diperkirakan mencapai lebih dari 112 juta pengguna pada tahun 2025, menempatkan Indonesia di peringkat ketiga dunia setelah India dan Brasil.
    Dari literatur yang saya susuri, saya paham bagaimana cara utama pembajakan, yakni dengan cara yang disebut SIM Swapping, yakni kejahatan siber di mana pelaku menipu operator seluler untuk mentransfer nomor ponsel korban ke kartu SIM mereka, sehingga pelaku bisa menerima SMS dan panggilan korban, termasuk kode OTP untuk membajak akun bank, e-wallet dan media sosial, lalu menguras dana atau mencuri data.
    Bagaimana cara kerjanya? Penjahat siber mengumpulkan data pribadi korban (via phishing atau kebocoran data), lalu menghubungi operator seluler dengan berpura-pura sebagai korban untuk memindahkan nomor ke SIM baru mereka.
    Mereka lalu menerima OTP dan mengambil alih Whatsapp/akun bank sebagaimana telah saya jelaskan tadi.
    Phishing
    dan
    social engineering
    juga sering dilakukan, yakni mengirim
    link
    (tautan) palsu atau menipu korban dengan memberikan kode verifikasi Whatsapp, atau menggunakan data bocor untuk reset akun email/media sosial.
    Banyak cara lainnya, termasuk serangan
    malware
    sebagaimana yang saya lihat di Moskow, Rusia itu.
    Tatkala ponsel Whatsapp saya digunakan oleh orang yang tidak bertanggung jawab dengan maksud melakukan penipuan, jelas saya dirugikan.
    Setidak-tidaknya kredibilitas saya jatuh karena dalam aksi penipuannya para pembajak bisa berpura-pura meminjam uang atau menawarkan produk tertentu, biasanya lelang fiktif.
    Memang saya tidak kehilangan akses akun Whatsapp, email atau media sosial, tetapi penjahat tentu telah berkirim pesan ke “circle” saya dengan maksud menipu teman atau keluarga. Paling sering modus pinjam uang itu tadi, misalnya.
    Mungkin orang lain yang lebih sial dari saya telah kehilangan akses terhadap ponselnya sendiri di mana aplikasi Whatsapp ada di ponsel tersebut.
    Padahal, di dalamnya ada aplikas bank dan boleh jadi akses rekening bank seperti transfer ilegal dapat mengakibatkan kerugian jutaan bahkan miliaran rupiah.
    Penyebaran data pribadi yang dilakukan oleh seseorang juga dapat digunakan untuk teror, pinjol ilegal, atau pencemaran nama baik.
    Apa dampak dari nomor Whatsapp yang dibajak orang berkali-kali? Jelas akan waswas dan traumatis, apalagi “parno” yang tidak hilang begitu saja setelah melihat bagaimana anak-anak remaja di Rusia sedemikian gampangnya membobol akun bank dengan
    password
    rumit sekalipun.
    Tambahan lagi dampak psikologis berupa stres dan kehilangan privasi. Di berbagai tempat, banyak kasus bunuh diri akibat teror melalui
    peretasan
    akun aplikasi percakapan maupun akun media sosial.
    Pemerintah Indonesia aktif memblokir ribuan situs judol dan pinjol ilegal, serta ada Satgas Pemberantasan Judi Online.
    Namun, regulasi itu masih longgar dibanding Eropa, yang menerapkan GDPR (General Data Protection Regulation) yang sangat ketat soal data dan batasan usia untuk media sosial/ponsel. Misalnya, anak di bawah 13-16 tahun dilarang memakai platform tertentu tanpa izin orangtua.
    Di Indonesia, anak muda sangat rentan, mereka banyak terjebak pinjol ilegal (bunga mencekik, teror penagihan) dan judol (kecanduan cepat).
    Dampaknya tentu parah, yakni kerugian finansial, utang menumpuk, depresi, gangguan mental, hingga bunuh diri.
    Laporan menunjukkan korban pinjol/judol didominasi usia 19-35 tahun, sering dari kalangan mahasiswa atau pekerja muda.
    Dari penelusuran ini timbul pertanyaan pada diri saya, apakah penipuan digital ini terorganisir dan justru melibatkan aparat yang paham seluk-beluk data penduduk?
    Bukan saya berburuk sangka, tetapi memang banyak penipuan digital (terutama judol dan scam investasi) karakteristiknya menurut para pemerhati siber bersifat terorganisir, sering melibatkan sindikat internasional (WNA China , Rusia dan Ukraina di Indonesia atau WNI dipaksa menjadi bagian dari kriminalitas ilegal digital di Kamboja dan Myanmar).
    Ini seperti “bisnis” dengan
    call center, script
    penipuan, dan target korban massal.
    Soal keterlibatan aparat, ada dugaan oknum aparat penegak hukum terlibat di beberapa kasus lokal, misalnya “kebal hukum” karena kuatnya
    backing
    , tetapi ini bukan bukti sistematis atau melibatkan institusi secara keseluruhan.
    Kebanyakan kasus yang terungkap justru ditangani aparat, seperti penggerebekan sindikat WNA. Rumor ini sering beredar di media sosial, tetapi sumber kredibel lebih menunjuk ke korupsi oknum secara individu ketimbang konspirasi besar institusi.
    Atas semua fakta dan kejadian itu, secara pribadi saya berpendapat bahwa pemerintah Indonesia belum cukup serius dan efektif dalam melindungi rakyat di ranah digital, meski ada kemajuan seperti UU PDP tadi.
    Bukti nyata adalah kebocoran data masih saja terus terjadi, bahkan setelah regulasi baru diberlakukan dan hal itu menunjukkan
    enforcement
    masih lemah, tata kelola buruk, dan kurangnya investasi di keamanan siber di sini.
    Sementara semua layanan (e-KTP, bank, pemilu) sudah beralih online, rakyat dibiarkan “terpapar” tanpa perlindungan memadai. Ini ibaratnya seperti membangun pasar digital besar tanpa pagar dan personel keamanan yang kuat.
    Bandingkan dengan Eropa dan Singapura di mana mereka sangat peduli terhadap generasi mudanya dengan pemberlakuan ketat batas usia dan sanksi berat bagi perusahaan yang melanggar privasi.
    Sementara di sini, anak muda justru “terpenjara” pinjol/judol hanya karena edukasi literasi digital yang tidak serius, bahkan masih minim, regulasi yang masih longgar, dan blokir situs mudah diakali VPN (Virtual Private Network).
    Penipuan terorganisir memang seperti bisnis haram yang menguntungkan segelintir orang, dan dugaan oknum aparat terlibat semakin memperburuk kepercayaan publik. Bagi saya, ini mencerminkan masalah korupsi struktural yang lebih dalam lagi.
    Solusi yang saya usulkan adalah perlunya penegakan hukum super tegas (sanksi berat bagi pengelola data ceroboh), edukasi masif sejak di sekolah, batasan usia untuk platform berisiko, dan kolaborasi internasional melawan sindikat digital terorganisir.
    Tanpa itu, rakyat akan terus menjadi korban di “pasar digital” yang tak terkendali ini.
    Pemerintah harus bertindak lebih proaktif, bukan reaktif setelah kejadian demi kejadian. Jangan juga seolah menjadi korban seperti yang saya alami dan kesannya putus asa dengan terus menerusnya bertambah korban dari waktu ke waktu.
    Karena
    keamanan digital
    bukan sekadar pilihan, tapi keharusan bagi negara untuk melindungi rakyatnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Uni Eropa Bahas Penggunaan Aset Rusia untuk Danai Ukraina

    Uni Eropa Bahas Penggunaan Aset Rusia untuk Danai Ukraina

    Jakarta

    Dalam pertemuan para pemimpin Uni Eropa di Brussels pekan ini, Blok Biru bersiap mengambil langkah yang belum pernah dilakukan sebelumnya, sebuah keputusan yang dinilai berisiko menciptakan preseden berbahaya dan berpotensi menggerus kepercayaan di antara 27 negara anggotanya.

    Dalam pertemuan yang dimulai pada Kamis (18/12) tersebut, banyak pemimpin akan mendesak agar puluhan miliar euro aset Rusia yang dibekukan di Eropa, digunakan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dan militer Ukraina selama dua tahun ke depan.

    Seperti yang diketahui, Ukraina berada di ambang kebangkrutan. International Monetary Fund (IMF) memperkirakan Ukraina membutuhkan 137 miliar euro (sekitar Rp2.670 triliun) pada tahun 2026 dan 2027. Dana itu harus tersedia paling lambat musim semi tahun 2026. UE telah berkomitmen untuk menyediakan pendanaan tersebut, dengan cara apa pun.

    Risiko hukum hingga ekonomi

    Komisi Eropa mengusulkan agar sebagian aset Rusia yang dibekukan senilai 210 miliar euro (sekitar Rp4.100 triliun) itu digunakan sebagai jaminan “pinjaman reparasi” senilai 90 miliar euro (sekitar Rp1.760 triliun) untuk Ukraina. Inggris, Kanada, dan Norwegia disebut akan menutupi kekurangannya.

    Namun, rencana ini menuai kontroversi. Komisi Eropa menegaskan dasar hukum dan argumentasinya kuat. Sebaliknya, Bank Sentral Eropa memperingatkan bahwa kepercayaan internasional terhadap mata uang euro dapat terganggu jika UE dianggap menyita aset tersebut.

    Sekitar 185 miliar euro (sekitar Rp3.610 triliun) aset Rusia saat ini dibekukan di Euroclear, penyedia jasa keuangan yang berbasis di Brussels. Belgia khawatir akan potensi pembalasan Rusia, baik melalui jalur hukum maupun cara lain yang lebih berbahaya.

    Euroclear sendiri cemas terhadap reputasinya. Perusahaan itu menilai gagasan Komisi Eropa rapuh secara hukum dan khawatir investor internasional akan menjauh jika aset Rusia dialihkan menjadi instrumen utang UE, seperti yang diusulkan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen.

    Merz desak UE gunakan aset Rusia untuk tekan Putin

    Kanselir Jerman Friedrich Merz mendesak UE untuk menggunakan aset Rusia yang dibekukan guna membantu Ukraina, “meningkatkan tekanan terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin”, serta “mengirimkan sinyal tegas ke Moskow.”

    “Isu ini menyangkut keamanan dan kedaulatan Eropa,” kata Friedrich Merz di parlemen Jerman, Bundestag, Rabu (17/12). Dia menegaskan Putin harus diyakinkan bahwa kelanjutan invasi ke Ukraina adalah “tindakan sia-sia” dan Rusia perlu masuk ke dalam “perundingan serius.”

    “Kami berniat menggunakan aset Rusia untuk membiayai Angkatan Bersenjata Ukraina setidaknya selama dua tahun ke depan. Langkah ini bukan untuk memperpanjang perang, melainkan untuk mengakhirinya secepat mungkin,” cuitan Merz di platform X.

    Tidak semua negara UE sepakat

    Komisi Eropa menghadapi hambatan internal. Hungaria dan Slovakia, yang dikenal lebih dekat dengan Rusia, telah menyatakan akan menentang rencana tersebut.

    Perdana Menteri Hungaria Viktor Orban mengatakan penggunaan aset Rusia akan “menempatkan Belgia dalam bahaya serius.” Orban menilai langkah itu bertentangan dengan hukum internasional dan mengutip peringatan Putin bahwa Rusia akan merespons dengan segala cara hukum yang tersedia.

    “Setiap sengketa hukum pasti akan kalah dan pada akhirnya seseorang harus mengganti aset yang disita,” Perdana Menteri Hungaria Viktor Orban.

    Perdana Menteri Italia Giorgia Meloni juga mengingatkan bahwa situasi hukumnya “cukup pelik.” Meski Italia sepakat bahwa Rusia harus bertanggung jawab atas rekonstruksi negara yang diserangnya, Meloni menekankan perlunya dasar hukum yang benar-benar kuat.

    “Jika fondasi hukumnya rapuh, kita justru memberi Rusia kemenangan nyata pertamanya sejak konflik ini dimulai,” kata Meloni di parlemen Italia.

    Rencana B, tapi tidak memungkinkan

    Komisi Eropa, cabang eksekutif yang kuat dari Uni Eropa, telah mengusulkan opsi kedua. Komisi itu dapat mencoba mengumpulkan dana di pasar internasional, mirip dengan cara mereka mendanai uang pemulihan ekonomi besar-besaran setelah awal pandemi Covid-19.

    Belgia lebih memilih opsi ini. Namun, rencana B memerlukan persetujuan dari semua 27 pemimpin untuk dapat diterapkan dan Hungaria menolak untuk mendanai Ukraina. Perdana Menteri Hungaria Viktor Orbán melihat dirinya sebagai penengah perdamaian.

    Di sisi lain, rencana A, pinjaman ganti rugi, hanya memerlukan mayoritas sekitar dua pertiga negara anggota untuk disetujui. Hungaria tidak dapat memveto sendirian. Slovakia mungkin menolak. Belgia, Bulgaria, Italia, dan Malta masih perlu diyakinkan.

    Bahkan, jika enam negara tersebut menolak skema pinjaman untuk Ukraina, yang hanya akan dilunasi jika Rusia menghentikan perang dan membayar ratusan miliar euro sebagai ganti rugi, tapi tetap saja tidak cukup kuat untuk menggagalkan keputusan tersebut.

    Ketika mengabaikan posisi Belgia, yang punya kepentingan besar dan kekhawatiran mendalam soal skema ini, justru berisiko merusak proyek Eropa secara keseluruhan. Langkah tersebut justru dapat mengikis kepercayaan antarnegara anggota dan menyulitkan pembentukan suara mayoritas dalam pengambilan keputusan penting di masa depan.

    “Ini pendekatan yang benar-benar baru. Semua orang memiliki pertanyaan,” kata seorang diplomat senior UE yang terlibat dalam negosiasi, yang berlanjut hingga Rabu (17/12). “Kita berbicara soal penggunaan keuangan publik. Parlemen mungkin perlu ikut campur. Ini tidak mudah.”

    Diplomat tersebut ditunjuk untuk memberi pengarahan kepada jurnalis tentang perkembangan terbaru dengan syarat namanya tidak disebutkan.

    Zelenskyy desak UE kirim sinyal keras ke Rusia

    Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mendesak para sekutunya untuk menunjukkan kepada Rusia bahwa perang melawan Ukraina tidak akan “membuahkan hasil.”

    “Hasil pertemuan ini (bagi Eropa) harus membuat Rusia merasa bahwa keinginannya untuk terus berperang tahun depan adalah sia-sia, karena Ukraina akan terus mendapat dukungan,” ujar Zelenskyy.

    Rusia, tambah Zelenskyy, saat ini justru bersiap untuk melanjutkan perang tahun depan, alih-alih menunjukkan niat mengakhiri konflik, seperti yang diklaim Amerika Serikat.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Alfi Anadri

    Editor: Muhammad Hanafi

    (ita/ita)

  • Memanas! Giliran Drone Ukraina Tewaskan 3 Orang di Rusia

    Memanas! Giliran Drone Ukraina Tewaskan 3 Orang di Rusia

    Jakarta

    Serangan drone Ukraina menewaskan tiga orang di wilayah Rostov, Rusia. Serangan ini terjadi pada Kamis (17/12) malam waktu setempat seiring konflik kedua negara terus berlanjut, meskipun ada upaya Amerika Serikat untuk menghentikan pertempuran.

    Sebuah serangan drone menyebabkan kebakaran di kapal kargo di pelabuhan ibu kota Rostov, menewaskan dua awak kapal dan melukai tiga orang lainnya, kata Plt gubernur wilayah Rostov, Yuri Sliusar via Telegram. Api kemudian berhasil dipadamkan.

    Seorang warga sipil juga tewas dan enam orang lainnya terluka di kota Bataysk, dekat fasilitas pelabuhan, katanya.

    “Komisi kota akan mendokumentasikan semua konsekuensi dari serangan tersebut,” ujar Sliusar, dilansir kantor berita AFP, Kamis (18/12/2025).

    Ukraina telah meningkatkan serangan drone setiap malam jauh ke dalam wilayah Rusia, menargetkan infrastruktur energi yang diandalkan Moskow untuk mendanai serangannya ke Ukraina.

    Pejabat-pejabat Rusia mengatakan puluhan drone dicegat setiap malam.

    Sementara itu, militer Rusia meluncurkan serangan Udara ke kota Zaporizhzhia, Ukraina. Total ada 32 orang dilaporkan terluka akibat serangan tersebut. Dilansir AFP, Kamis (18/12/2025), serangan dari Rusia itu terjadi pada Rabu (17/12) waktu setempat. Kepala administrasi militer regional Ukraina, Ivan Fedorov, mengatakan semua korban berasal dari penduduk kota.

    Layanan penyelamatan sebelumnya mengatakan bahwa lima anak termasuk di antara korban dalam jumlah sementara 30 orang, setelah serangan terhadap sebuah blok apartemen, sebuah rumah, dan sebuah lembaga pendidikan.

    Dalam beberapa pekan terakhir, Kyiv mengklaim serangan drone angkatan laut terhadap kapal tanker Rusia di Laut Hitam dan serangan terhadap pelabuhan-pelabuhan Rusia, termasuk Novorossiysk, di mana terminal minyak utama terpaksa menghentikan operasinya pada akhir November.

    Moskow merespons dengan gempuran rutin terhadap kota pelabuhan Odesa di Ukraina, yang menghantam kapal-kapal pengangkut, termasuk kapal-kapal Turki-dalam beberapa hari terakhir.

    Serangan-serangan tersebut mendorong pemerintah Turki untuk memperingatkan pekan lalu, bahwa serangan di Laut Hitam merupakan “eskalasi yang mengkhawatirkan”.

    Upaya diplomatik untuk mengakhiri konflik telah meningkat dalam beberapa pekan terakhir, setelah publikasi rencana perdamaian AS, tetapi belum menghasilkan gencatan senjata.

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Respons Putin, Zelensky Tuduh Rusia Akan Jadikan 2026 Sebagai Tahun Perang

    Respons Putin, Zelensky Tuduh Rusia Akan Jadikan 2026 Sebagai Tahun Perang

    Kyiv

    Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky merespons Presiden Rusia Vladimir Putin yang meyakini bahwa Moskow akan mencapai tujuannya dalam operasi militer di Ukraina. Zelensky menuding Rusia akan menjadikan tahun 2026 sebagai tahun perang.

    “Hari ini, kita mendengar sinyal lain dari Moskow bahwa mereka sedang bersiap untuk menjadikan tahun depan sebagai tahun perang,” kata Zelensky dalam pidatonya, dilansir AFP, Kamis (18/12/2025).

    Pernyataan itu merupakan reaksi Zelensky terhadap Putin, yang mengatakan Rusia akan mencapai tujuannya dalam serangan di Ukraina, termasuk merebut wilayah Ukraina yang diklaimnya sebagai milik Rusia.

    “Tujuan operasi militer khusus pasti akan tercapai,” kata Putin dalam pertemuan dengan para pejabat kementerian pertahanan di Moskow.

    “Kami lebih suka melakukan ini dan menghilangkan akar penyebab konflik melalui diplomasi,” sambungnya seraya berjanji untuk merebut tanah Ukraina yang diklaim Rusia telah dianeksasi dengan cara militer jika negara lawan dan para pendukung asingnya menolak untuk terlibat dalam diskusi substantif.

    Komentar kerasnya muncul ketika Ukraina memuji “kemajuan” yang telah dicapai mengenai masalah jaminan keamanan masa depan untuk Kyiv, setelah dua hari pembicaraan dengan utusan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump di Berlin, Jerman.

    Usulan awal Washington-yang disusun tanpa masukan dari sekutu Eropa Ukraina-akan membuat Kyiv menarik diri dari wilayah Donetsk timur dan Amerika Serikat secara de facto mengakui wilayah Donetsk, Krimea, dan Lugansk sebagai wilayah Rusia.

    Sebelumnya pada hari Rabu, Kremlin mengatakan Rusia sedang menunggu informasi dari AS tentang hasil pembicaraan di Berlin.

    “Kami berharap, segera setelah mereka siap, rekan-rekan Amerika kami akan memberi tahu kami tentang hasil kerja mereka dengan Ukraina dan Eropa,” kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov kepada wartawan.

    Pada September 2022, Rusia mengklaim telah secara resmi mencaplok wilayah Zaporizhzhia, Donetsk, Lugansk, dan Kherson, meskipun mereka tidak memiliki kendali militer penuh atas semuanya.

    Zelensky diperkirakan akan menghadiri KTT di Brussels pada Kamis ini untuk melobi para pemimpin Uni Eropa agar mengadopsi rencana untuk menggunakan aset Rusia yang dibekukan untuk mendukung pertahanan Ukraina.

    Zelensky mengatakan dalam pidatonya bahwa sinyal agresif Putin bukan hanya untuk Ukraina.

    “Penting bagi mitra kami untuk melihat ini, dan penting juga agar mereka tidak hanya melihatnya tetapi juga merespons, termasuk mitra kami di Amerika Serikat, yang sering mengatakan bahwa Rusia konon ingin mengakhiri perang,” katanya, seraya menuduh Moskow mencoba merusak diplomasi.

    (fas/fas)

  • Putin Yakin Operasi Militer Rusia di Ukraina Pasti Tercapai

    Putin Yakin Operasi Militer Rusia di Ukraina Pasti Tercapai

    Moscow

    Presiden Rusia Vladimir Putin meyakini bahwa Moskow pasti akan mencapai tujuannya dalam serangan di Ukraina, termasuk merebut wilayah yang diklaimnya sebagai milik Rusia. Di sisi lain, dorongan agar perang Rusia-Ukraina segera diakhiri lewat serangkaian diplomasi internasional.

    “Tujuan operasi militer khusus pasti akan tercapai,” kata Putin dalam pertemuan dengan para pejabat kementerian pertahanan di Moskow, dilansir AFP, Rabu (17/12/2025).

    “Kami lebih suka melakukan ini dan menghilangkan akar penyebab konflik melalui diplomasi,” sambungnya seraya berjanji untuk merebut tanah Ukraina yang diklaim Rusia telah dianeksasi dengan cara militer jika negara lawan dan para pendukung asingnya menolak untuk terlibat dalam diskusi substantif.

    Komentar kerasnya muncul ketika Ukraina memuji “kemajuan” yang telah dicapai mengenai masalah jaminan keamanan masa depan untuk Kyiv, setelah dua hari pembicaraan dengan utusan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump di Berlin, Jerman.

    Namun, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menyebut masih ada perbedaan pendapat mengenai wilayah mana yang harus diserahkan Ukraina kepada Rusia.

    Usulan awal Washington-yang disusun tanpa masukan dari sekutu Eropa Ukraina-akan membuat Kyiv menarik diri dari wilayah Donetsk timur dan Amerika Serikat secara de facto mengakui wilayah Donetsk, Krimea, dan Lugansk sebagai wilayah Rusia.

    “Kami berharap, segera setelah mereka siap, rekan-rekan Amerika kami akan memberi tahu kami tentang hasil kerja mereka dengan Ukraina dan Eropa,” kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov kepada wartawan.

    Pada September 2022, Rusia mengklaim telah secara resmi mencaplok wilayah Zaporizhzhia, Donetsk, Lugansk, dan Kherson, meskipun mereka tidak memiliki kendali militer penuh atas semuanya.

    Lihat juga Video ‘Trump Ungkap Alasan Kesepakatan Damai di Ukraina Gagal Terus’:

    (fas/isa)

  • Kisah Assad Hidup Mewah di Rusia Usai Kabur dari Suriah

    Kisah Assad Hidup Mewah di Rusia Usai Kabur dari Suriah

    Moskow

    Mantan Presiden Suriah Bashar al-Assad dan keluarganya kini hidup tenang dalam kemewahan di Moskow, Rusia. Assad, yang berkuasa sekitar 24 tahun di Suriah, kini kembali ke profesi lama sebagai dokter mata.

    Kehidupan Assad dan keluarganya setelah kabur dari Suriah itu, seperti dilansir Al-Arabiya, Selasa (16/12/2025), dilaporkan oleh media terkemuka Inggris, The Guardian, yang mengutip sumber-sumber dekat keluarga Assad. Assad telah menjalani pelatihan sebagai dokter mata di London, Inggris, sebelum mengambil alih peran ayahnya sebagai Presiden Suriah sejak tahun 2000.

    Dia dan keluarganya melarikan diri dari Suriah pada awal Desember 2024 lalu. Saat itu, pasukan oposisi bergerak maju ke Damaskus dari berbagai arah.

    Menurut laporan The Guardian, Assad dikawal oleh pasukan Rusia ke pangkalan udara Khmeimim di pantai Suriah dan diterbangkan ke luar negeri. Selama menjabat, Assad memang dekat dengan Rusia.

    Mengutip sumber yang dekat dengan keluarga mantan pemimpin Suriah itu, The Guardian menyebut Assad melanjutkan studi kedokteran selama berada dalam pengasingan. Assad juga disebut sedang mempelajari bahasa Rusia.

    “Dia sedang mempelajari bahasa Rusia dan kembali mengasah kemampuan oftalmologinya. Itu adalah hobinya, dia jelas tidak membutuhkan uang. Bahkan sebelum perang di Suriah dimulai, dia secara teratur mempraktikkan oftalmologinya di Damaskus,” sebut sumber tersebut.

    Keluarga Assad diyakini tinggal di Rublyovka, distrik elite di sebelah barat Moskow yang menjadi tempat tinggal para tokoh politik senior dan pengusaha kaya. Menurut laporan The Guardian, sebagian besar kekayaan keluarga Assad telah dipindahkan ke Rusia setelah sanksi-sanksi Barat diberlakukan pada tahun 2011 menyusul penindakan keras Assad terhadap unjuk rasa antipemerintah saat itu.

    Meskipun memiliki keamanan finansial, Assad dan keluarganya dilaporkan sebagian besar terisolasi dan berada di bawah pengawasan ketat otoritas Rusia.

    “Kehidupannya sangat tenang. Dia hampir tidak memiliki kontak dengan dunia luar,” tutur seorang teman keluarga Assad.

    Laporan The Guardian juga menyebut Assad dicegah untuk berkomunikasi dengan para mantan pejabat senior rezimnya. Assad diyakini hanya berhubungan dengan segelintir mantan ajudan istana kepresidenannya, termasuk Mansour Azzam dan Yassar Ibrahim.

    Seorang sumber yang dekat dengan Kremlin mengatakan Assad tidak lagi relevan secara politik bagi kepemimpinan Rusia. Presiden Rusia Vladimir Putin disebut tak peduli dengan tokoh yang telah kehilangan kekuasaan.

    “Putin memiliki sedikit kesabaran terhadap para pemimpin yang kehilangan kendali atas kekuasaan, dan Assad tidak lagi dipandang sebagai tokoh berpengaruh atau bahkan tamu yang menarik untuk diundang makan malam,” sebut sumber tersebut.

    Kondisi Suriah Setahun Setelah Assad Tumbang

    Dilansir DW, 8 Desember 2025 menandakan genap setahun sejak rezim Assad tumbang. Kekuasaan dinasi Alawi itu tumbang setelah selama lebih dari 50 tahun menguasai Suriah.

    Dinasti Alawi berkuasa dimulai oleh Hafez al-Assad sejak 1971 dan dilanjutkan putranya, Bashar, pada tahun 2000. Kekuasaan lalim dinasti Assad berakhir perlahan, dimulai dari gerakan Musim Semi Arab pada 2011 yang kemudian berkembang menjadi perang saudara brutal hampir 14 tahun.

    Kejatuhan Assad terjadi pada 8 Desember 2024 melalui serangan kilat kelompok milisi oposisi Hayat Tahrir al-Sham (HTS), yang nyaris tanpa perlawanan berarti. Assad dikabarkan melarikan diri ke Moskow melalui pangkalan militer Rusia.

    Pada Januari 2025, pemimpin HTS Ahmad al-Sharaa, yang sempat menghuni daftar teror Amerika Serikat, ditunjuk sebagai presiden sementara Suriah. Setahun berlalu, berbagai perubahan terjadi, tetapi tantangan besar masih membayangi seisi negeri.

    Saat ini, tidak ada lagi serangan udara militer Rusia atau pengeboman terhadap fasilitas kesehatan, yang dulu menjadi simbol kekejaman pasukan pemerintah Assad. Namun, laporan Dewan Keamanan PBB pada November menyebut Suriah masih menghadapi ‘lanskap keamanan yang terfragmentasi’.

    Ibu kota Damaskus dikabarkan relatif tenang dan tingkat kekerasan dilaporkan menurun tajam dan mencapai titik terendah pada pertengahan November. Meski demikian, bentrokan masih terjadi antara pasukan pemerintah yang baru dan kelompok lain di berbagai wilayah, termasuk kelompok Kurdi dan Druze.

    Sisa-sisa pendukung Assad juga masih beroperasi secara sembunyi-sembunyi, sementara kelompok ekstremis Negara Islam (ISIS) memanfaatkan celah keamanan untuk memperluas jejaringnya. Badan Suaka Uni Eropa mencatat, otoritas baru Suriah belum sepenuhnya menguasai seluruh wilayah negeri. Insiden pelanggaran hukum, kriminalitas, dan aksi balas dendam masih sering dilaporkan.

    Suriah juga menggelar pemilu parlemen yang relatif lebih bebas awal tahun ini, meskipun belum dilakukan secara langsung dan masih melalui mekanisme majelis pemilih. Al-Sharaa akan tetap menjabat presiden sementara hingga konstitusi baru disahkan.

    Penyusunan konstitusi tengah berlangsung disertai dialog nasional. Namun, perbedaan pandangan antara pemerintah sementara dan berbagai kelompok masyarakat masih tajam.

    Kondisi itu dikhawatirkan akan membuat konsolidasi kekuasaan berpusat di tangan al-Sharaa. Analis menilai masih terlalu dini membicarakan demokrasi di negeri yang masih dipenuhi konflik tersebut.

    Meski demikian, kemunculan institusi-institusi baru dipandang sebagai langkah awal bagi Suriah untuk kembali ke arena politik elektoral, dengan risiko masa depan yang masih terbuka antara demokratisasi atau kembalinya otoritarianisme. Perubahan paling mencolok terlihat dalam diplomasi luar negeri.

    Kantor-kantor perwakilan di seluruh dunia kembali dibuka, dan pejabat tinggi kembali aktif melakukan kunjungan internasional. Al-Sharaa, yang sebelumnya masuk daftar sanksi dan pernah diburu dengan hadiah jutaan dolar, kini bebas berpidato di depan Majelis Umum PBB dan menjadi pemimpin Suriah pertama yang mengunjungi Gedung Putih sejak 1946.

    Suriah juga menjalin komunikasi dengan seluruh anggota tetap Dewan Keamanan PBB, termasuk Rusia dan China. Namun, operasi militer Israel di wilayah Suriah masih menjadi sumber ketegangan utama yang menurut PBB mengancam transisi politik dan keamanan rapuh negara tersebut.

    Sekitar 2,9 juta warga Suriah yang sempat kabur saat perang sipil juga tercatat telah kembali. Akan tetapi, kebanyakan pengungsi itu akan menemui kehancuran di kampung halaman mereka. Hampir semua permukiman penduduk mengalami kerusakan infrastruktur, dengan sekolah dan rumah sakit yang tak berfungsi, atau maraknya sengketa kepemilikan lahan.

    Lebih dari separuh jaringan air dan sebagian besar jaringan listrik nasional rusak atau tidak beroperasi. Biaya rekonstruksi diperkirakan mencapai 250-400 miliar dolar AS. Meski ada tanda-tanda pemulihan, seperti renovasi ratusan sekolah dan penambahan aliran listrik di beberapa wilayah, dampaknya belum merata.

    Secara ekonomi, sekitar seperempat warga Suriah masih hidup dalam kemiskinan ekstrem. Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi sekitar 1 persen pada 2025 ditopang pencabutan sanksi era Assad dan investasi dari negara-negara Teluk. Namun, dampak nyata bagi kehidupan sehari-hari warga dinilai masih belum terasa.

    Lihat juga Video ‘Presiden Suriah Serukan Perdamaian di Tengah Bentrokan Maut’:

    Halaman 2 dari 5

    (haf/haf)

  • Perubahan Sikap Ukraina Mengenai Keanggotaan NATO Tidak akan Mengubah Perundingan Damai

    Perubahan Sikap Ukraina Mengenai Keanggotaan NATO Tidak akan Mengubah Perundingan Damai

    JAKARTA – Tawaran Ukraina untuk mengurungkan niatnya bergabung dengan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) kemungkinan besar tidak akan secara signifikan mengubah jalannya perundingan perdamaian, kata dua ahli keamanan pada Hari Minggu.

    Selama negosiasi dengan utusan Amerika Serikat mengenai potensi kesepakatan perdamaian Ukraina-Rusia, Presiden Volodymyr Zelensky pada Hari Minggu menawarkan untuk membatalkan aspirasi Ukraina untuk bergabung dengan NATO.

    Presiden Zelensky mengatakan, jaminan keamanan dari Amerika Serikat, Eropa dan negara lain sebagai pengganti bergabung dengan NATO adalah kompromi dari Ukraina.

    “Ini sama sekali tidak mengubah keadaan,” kata Justin Logan, direktur studi pertahanan dan kebijakan luar negeri di Cato Institute, melansir Reuters (15/12).

    “Ini adalah upaya untuk terlihat masuk akal,” tandasnya.

    Keanggotaan NATO bagi Ukraina sudah lama tidak realistis, kata Logan dan Andrew Michta, seorang profesor studi strategis di Universitas Florida.

    Michta menyebut penerimaan Ukraina ke NATO sebagai “bukan masalah” pada saat ini.

    Namun, Logan mengatakan ada cara lain bagi negara-negara untuk mencoba memastikan keamanan Ukraina.

    Presiden AS Donald Trump, sebagai tanggapan atas tawaran Presiden Zelensky, mungkin akan berkomitmen pada hal-hal yang sama seperti yang telah dilakukan Amerika Serikat untuk mendukung Ukraina, seperti mengirimkan senjata dan menjatuhkan sanksi kepada Rusia, kata Logan.

    Tidak semua orang menolak tawaran Presiden Zelensky.

    Brett Bruen, mantan penasihat kebijakan luar negeri di Pemerintahan Barack Obama dan sekarang kepala konsultan Global Situation Room, menyebut konsesi Ukraina “signifikan dan substantif.”

    “Ini adalah cara bagi Zelensky untuk membandingkan kesediaan Ukraina untuk konsesi signifikan demi perdamaian pada saat Moskow kekurangan konsesi signifikan,” kata Bruen.

    “Pertanyaannya adalah, apa yang didapatkan Zelensky sebagai imbalan atas mundurnya janji yang cukup kuat kepada rakyat Ukraina?” tanyanya.

    Bruen berspekulasi, Presiden Trump mungkin telah berjanji untuk berpatroli di langit Ukraina atau menanggapi pelanggaran wilayah udara oleh pesawat. Amerika Serikat juga dapat meningkatkan pasokan bantuan militer jika Rusia kembali melancarkan serangan militer skala besar, katanya.

    “Ukraina harus berhati-hati dengan janji-janji Trump, tetapi mereka membutuhkan lebih dari sekadar kata-kata,” katanya.

    “Mereka membutuhkan tindakan, beberapa elemen, yang akan memastikan Trump tidak dapat dengan mudah lolos dari situasi ini,” tandasnya.