Cerita Almitra: Nenek yang Ikut Jakarta Running Festival Bareng Anak dan Cucunya
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Almitra Indira Abidin (74), terlihat sedang duduk santai mengenakan pakaian olahraga biru dan hitam dengan medali di lehernya, Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta Pusat, Sabtu (25/10/2025).
Saat itu, dia tengah sibuk melihat foto-foto yang berhasil diabadikannya selama Almitra mengikuti lari lima kilometer. Riasan wajahnya yang rapi kian mempercantik penampilan Almitra meski telah berlari sejak pukul 05.15 WIB tadi.
“Ini pengalaman lari marathon kedua, yang terakhir itu di Bali tapi tahun 2023,” kata Almitra saat ditemui Kompas.com di lokasi, Sabtu.
Ia bercerita, keinginan lari dengan jarak lima kilometer ini muncul atas ambisinya untuk ikut berlari bersama anak dan cucunya.
Apalagi, sang anak yang sudah menginjak usia 43 tahun ini kerap pergi keliling ke luar kota dan luar negeri untuk mengikuti festival lari.
Menurut dia, hal ini bisa menjadi kebanggaan sendiri saat berhasil mewujudkan lari dengan tiga generasi keluarganya.
“Karena ada kita bertiga jadi mau kasih lihat di keluarga bahwa kita bisa, kan suatu kebanggaan kalau kita bertiga, tiga generasi ikut lari,” ujar Almitra.
Meski sudah tergolong lanjut usia (lansia), hal itu tidak membuat api semangatnya turun untuk latihan sebelum hari perlombaan.
Almitra memerlukan latihan lari sekitar dua kali sebelum lomba pagi tadi, dengan mencoba rute dari rumah di Menteng, Jakarta Pusat, ke arah GBK dan Bundaran HI.
Hasil latihannya menunjukkan Almitra berhasil menempuh jarak 6,4 kilometer dengan kurun waktu kurang lebih satu jam.
“Saya coba lagi latihan yang kedua di GBK itu lari sekitar enam kali puteran dan 6,4 kilometer juga, itu hampir satu jam,” ucap Almitra.
Pagi tadi, Almitra mulai di garis
start
bersama anak dan cucunya yang berusia 12 tahun itu. Pengalaman berharga sekaligus menyenangkan saat Almitra turut ditinggal tepat setelah lomba mulai.
“Ah anak sama cucu saya mah langsung ninggalin saya sendiri, tapi tetap enjoy. Saya lari sendiri akhirnya finish,” kata dia.
Diperkirakan, rekor lari jarak lima kilometer berhasil dilakukan Almitra dengan aman dan selamat. Meski tidak mementingkan perihal kecepatan lari dan waktu, ia memastikan akan tetap rutin ikut festival lari.
“Kalau saya suatu kebanggaan mau kasih lihat ke teman-teman saya kalau sebetulnya walaupun kita umurnya sudah di atas 70 tahun, kalau semangat dan latihan terus pasti bisa,” lanjut dia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
kab/kota: Menteng
-
/data/photo/2025/10/25/68fc57c10cd3f.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
5 Cerita Almitra: Nenek yang Ikut Jakarta Running Festival Bareng Anak dan Cucunya Megapolitan
-

TNI AL berupaya bentuk Yayasan Sail Indonesia 95
“Yayasan ini menjadi wadah untuk mendukung kegiatan maritim nasional, meningkatkan minat bahari masyarakat, serta mempererat sinergi antar unsur maritim baik pemerintah, TNI AL, maupun masyarakat,”
Jakarta (ANTARA) – Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Muhammad Ali berupaya membentuk Yayasan Sail Indonesia 95 dalam rangka memperkuat eksistensi dunia kemaritiman di mata masyarakat.
Upaya pembentukan yayasan itu dilakukan ketika Ali menerima kunjungan Laksda TNI (Purn) Didi Setiadi untuk membahas Yayasan Sail Indonesia 95 di Wisma Elang Laut, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis.
Kepala Dinas Penerangan Angkatan Laut (Kadispenal) Laksamana Pertama TNI Tunggu saat dikonfirmasi Antara menjelaskan, dalam pertemuan itu, para pejabat tinggi AL sempat merumuskan beberapa tujuan utama dari pembentukan Yayasan Sail Indonesia 95.
“Yayasan ini menjadi wadah untuk mendukung kegiatan maritim nasional, meningkatkan minat bahari masyarakat, serta mempererat sinergi antar unsur maritim baik pemerintah, TNI AL, maupun masyarakat,” jelas Tunggul.
Namun demikian, Tunggul belum bisa menjelaskan secara rinci terkait sistem kerja dari yayasan tersebut.
Dia juga belum bisa memastikan kapan yayasan ini rampung dan mulai bekerja.
Dia hanya memastikan kehadiran yayasan ini menjadi pendorong masyarakat untuk aktif berkolaborasi mengembangkan potensi maritim Indonesia.
“Ini mencerminkan komitmen bersama untuk terus membangun dan mengembangkan potensi maritim nasional di bawah naungan Yayasan Sail Indonesia 95,” jelas Tunggul.
Pewarta: Walda Marison
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-

Hasto beberkan peran Bung Karno sebagai pendekar bangsa Islam
Dengan spirit Resolusi Jihad dan dukungan negara-negara Asia Afrika, kalau Bung Karno masih hidup, peristiwa seperti Gaza tidak akan pernah terjadi
Jakarta (ANTARA) – Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto membeberkan fakta sejarah mengenai dampak global dari Resolusi Jihad 1945 dan peran mendalam Presiden Pertama RI Soekarno atau yang akrab disapa Bung Karno, dalam membangun solidaritas dunia Islam.
Tidak lupa Hasto menjelaskan keputusan Konferensi Islam Asia Afrika (KIAA) 1965 yang mengukuhkan Bung Karno sebagai Pendekar Kemerdekaan dan Pahlawan Islam, sebuah gelar yang kerap terlupakan dalam narasi sejarah.
“Dalam perjuangannya melawan Belanda, Bung Karno banyak mengutip ayat-ayat Al-Qur’an yang membangkitkan semangat. Inilah yang ingin kita luruskan dari sejarah: Bung Karno dan Islam,” kata Hasto di Sekolah Partai, Lenteng Agung, Jakarta, Rabu.
Hal itu disampaikan Hasto dalam acara peringatan Hari Santri 2025 bertema Santri Berjuang: Ajaran Bung Karno, Warisan Kemerdekaan dan Kontribusi Generasi Muda di Sekolah Partai Lenteng Agung.
Hasto menceritakan bagaimana konsultasi Bung Karno dengan KH Hasyim Asy’ari tentang hukum membela tanah air yang melahirkan Resolusi Jihad pada 22 Oktober 1945.
Resolusi itu menegaskan bahwa mempertahankan kemerdekaan Indonesia adalah kewajiban agama bagi setiap muslim, dan menjadikan penjajah sebagai musuh agama dan bangsa.
“Hebatnya, Resolusi Jihad ini terdengar juga oleh pendiri Pakistan, Muhammad Ali Jinnah. Dia pun mengeluarkan resolusi serupa, yang mengakibatkan sekitar 600 tentara muslim membelot dari tentara Inggris untuk membela Indonesia yang baru merdeka. Banyak dari mereka yang gugur sebagai syuhada,” ujar Hasto.
Untuk menghormati pengorbanan tersebut, lanjut Hasto, Bung Karno kemudian membangun Masjid Syuhada pada saat Ibu Kota berada setelah ibu kota berada di Yogyakarta.
“Kebetulan sopir Bung Karno pada saat ditangkap Belanda juga bernama Syuhada,” ujarnya.
Peristiwa ini, tegasnya, menunjukkan bagaimana pertemuan antara agama dan nasionalisme melahirkan kekuatan yang mampu menghadapi pemenang Perang Dunia II.
Hasto juga menegaskan bahwa pemahaman keIslaman Bung Karno sangatlah lengkap. Proklamator Republik Indonesia itu berguru pada pemikiran tokoh-tokoh Islam dunia seperti Sayyid Jamaluddin al-Afghani, Arabi Pasha, Mustafa Kamil, dan Muhammad Abduh.
Pemahaman inilah yang mendasari kebijakan luar negeri Bung Karno yang membela bangsa-bangsa tertindas. Pasca Konferensi Asia Afrika (KAA), Bung Karno aktif mendukung perjuangan kemerdekaan negara-negara Islam.
“Bung Karno menyewakan rumah di Jalan Serang, Menteng, Jakarta untuk pejuang-pejuang dari Aljazair, Maroko, Tunisia, dan Sudan. Bahkan, untuk membebaskan Aljazair, Bung Karno menyelundupkan senjata yang seharusnya untuk Irian Barat, karena lebih memprioritaskan pembebasan bangsa-bangsa terjajah,” papar Hasto.
Karena kontribusinya inilah, Bung Karno dianugerahi gelar sebagai “pendekar dan pembebas bangsa Islam”.
Komitmen ini, kata Hasto, menjadi fondasi ideologis dan historis bagi PDIP hingga kini, termasuk dalam sikap tegas menolak kedatangan Israel dan mendukung penuh Palestina.
“Dengan spirit Resolusi Jihad dan dukungan negara-negara Asia Afrika, kalau Bung Karno masih hidup, peristiwa seperti Gaza tidak akan pernah terjadi,” tegasnya.
Hasto juga menyoroti koneksitas spiritual dan politik antara Bung Karno dan putrinya, Megawati Soekarnoputri. Dia mencontohkan, saat menyusun kabinet 2014, Megawati mengingatkan presiden terpilih untuk memahami kesadaran historis ini dan mengembalikan kekuatan ekonomi rakyat, termasuk dari kalangan Muhammadiyah dan NU.
“Semangat inilah yang diteladankan Bung Karno dan dilanjutkan oleh Ibu Megawati. Semangat inilah yang harus kita hidupkan kembali, terutama dalam memaknai perjuangan membangun Indonesia yang berdaulat, berdikari, dan berkepribadian,” tutur Hasto.
Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5137791/original/066385900_1739961433-20250219-Penambahan_Jalur_Transjakarta-ANG_7.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)




