kab/kota: Mataram

  • Penjaga Homestay: Perempuan yang Dibawa Agus Buntung ke Luar dari Kamar Tak Ada yang Menangis – Halaman all

    Penjaga Homestay: Perempuan yang Dibawa Agus Buntung ke Luar dari Kamar Tak Ada yang Menangis – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Salah satu saksi mata kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan Wayan Agus Suartama (21) alias Agus Buntung adalah penjaga homestay.

    Seperti diketahui Agus Buntung diduga kerap membawa perempuan korbannya ke homestay di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB).

    Penjaga sebuah homestay bernama I Wayan Kartika mengungkap kebiasaaN Agus Buntung.

    Pria disabilitas kini telah jadi tersangka itu pelecehan seksual itu kerap menyewa sebuah kamar homestay yang diduga menjadi lokasi pelecehan sejumlah korban.

    Wayan mengatakan dalam sepekan, Agus bisa ‘membawa’ tiga hingga lima perempuan berbeda ke tempatnya.

    Bahkan, Agus disebutnya selalu menyewa kamar tertentu yang terletak di sudut homestay. 

     “Selalu nomor enam, tidak pernah pindah-pindah, itu letaknya di pojokan,” kata Wayan sambil menujuk lokasi kamar tersebut.

    Belum diketahui alasan Agus selalu menyewa kamar nomor 6 tersebut.

    Mengutip Wartakotalive, kamar tersebut dilengkapi fasilitas satu buah kasur dan satu unit kipas angin kecil. 

    Ukurannya pun tidak terlalu luas, berkisar 3×3 meter dengan toilet kecil di dalamnya.

    Wayan juga mengatakan, usai menyewa kamar tersebut, perempuan yang dibawa Agus tidak pernah menunjukkan gelagat aneh seperti menangis atau lari keluar kamar.

    “Biasa saja, tidak ada yang aneh,” kata Wayan.

    Dirreskrimum Polda NTB Kombes Pol Syarif Hidayat mengatakan, saat melakukan rekonstruksi di dalam kamar nomor 6 tersebut, terdapat dua keterangan yang berbeda dari pelaku dan korban.

    Menurut pelaku, saat berada di dalam kamar, korban lebih aktif saat melakukan hubungan. Sementara versi korban, pelaku lebih aktif saat berada di dalam kamar.

    “Perkembangan perbuatan yang dilakukan tersangka di lapangan akan kami akomodir,” kata Syarif.

    Syarif mengakui, dalam menangani kasus ini, pihaknya sangat berhati-hati. Pasalnya, kasus ini melibatkan dua kelompok rentan, yakni kelompok rentan perempuan sebagai korban dan kelompok rentan disabilitas sebagai tersangka.

    Rekonstruksi Perkara

    Polda Nusa Tenggara Barat (NTB) baru saja menggelar rekonstruksi kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan I Wayan Agus Suartama (21) alias Agus Buntung, Rabu (11/12/2024).

    Agus Buntung pun telah menjalani puluhan reka adegan dalam rekonstruksi.

    Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda NTB Kombes Pol. Syarif Hidayat menjelaskan, dari rekonstruksi versi tersangka ini berlangsung di tiga lokasi berbeda.

    Yakni di Taman Udayana, Islamic Center dan homestay.

    Agus Buntung total menjalani rekonstruksi sebanyak 49 reka adegan.

    Kombes Syarif Hidayat juga mengatakan terdapat fakta baru dalam rekonstruksi kasus dugaan pelecehan ini. 

    “Jelas pasti ada (fakta baru), karena dari yang kita skenariokan 28 adegan menjadi 49 adegan,” kata Syarif, mengutip TribunLombok.com.

    Dirinya mengatakan semua fakta-fakta baru yang terungkap dalam proses rekonstruksi akan menjadi pertimbangan jaksa penuntut umum dalam persidangan nantinya.

    Rekonstruksi dilakukan untuk memenuhi petunjuk jaksa peneliti Kejaksaan Tinggi NTB dalam rangka melengkapi bukti-bukti.

    Rekonstruksi digelar di sejumlah titik, di antaranya Taman Udayana, Islamic Center, dan sebuah homestay.

    Kuasa hukum Agus, Ainuddin berharap, rekonstruksi itu bisa membuat kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan kliennya menjadi terang benderang dan semua peristiwa yang dianggap janggal bisa terungkap.

    Kelihaian Agus Buntung?

     Hingga saat ini, Komisi Disabilitas Daerah (KDD) NTB mencatat ada 15 orang yang mengadu menjadi korban pelecehan yang dilakukan tersangka.

    Ketua KDD NTB, Joko Jumadi para korban dari kalangan mahasiswi dan bebrapa masih pelajar.

    Joko menjelaskan, Agus menggunakan modus yang sama untuk mendekati korban, yaitu mendekati para korban yang duduk sendiri di Taman Udayana dan Taman Sangkareang Kota Mataram.

    “Agu melakukan profiling terhadap korban, yang sedang duduk sendiri di taman, dengan asumsi ketika dia duduk sendiri dia sedang galau sedang ada masalah,di situlah kemudian Agus masuk,”terang Joko.

    Agus mendekati korban dengan menunjukkan kondisinya yang disabilitas, yang membuat para korban merasa iba.

    Pelaku terus menunjukkan bahwa ia tidak bisa apa-apa, beraktivitas susah, banyak direndahkan.

    “Akhirnya korban merasa iba dan korban menaruh kepercayaan pada si Agus,”cerita Joko.

    Korban yang mulai iba dan percaya, kemudian dimanfaatkan oleh pelaku untuk menggali informasi para korban hingga ke hal-hal yang bersifat privasi dan sensitif.

    Korban mulai terpancing dan menceritkan hal-hal yang tidak semestinya diceritakan. Cerita inilah yang menjadi senjata Agus untuk mengancam para korbannya.

    Agus mengancam akan menceritakan aib-aib para korban ke orang tua dan orang-orang terdekat korban.

    Korban nerasa terintimidasi dan menuruti keinginan Agus, hingga terjadi pelecehan seksual di satu homestay.

     

     

     

  • Rekonstruksi Kasus Agus Buntung Picu Kegeraman dan Rasa Penasaran Warga

    Rekonstruksi Kasus Agus Buntung Picu Kegeraman dan Rasa Penasaran Warga

    Mataram, Beritasatu.com – Kasus dugaan pelecehan seksual yang melibatkan seorang pemuda penyandang disabilitas Iwas atau Agus Buntung, menarik perhatian publik. Peristiwa ini bukan hanya ramai dibicarakan di media sosial, tetapi juga memicu rasa penasaran di kalangan masyarakat setempat, terutama saat rekonstruksi kasus digelar oleh Polda NTB pada Rabu (11/12/2024).

    Rekonstruksi kasus tersebut berlangsung di beberapa lokasi, termasuk Taman Udayana dan sebuah homestay di kawasan Mataram. Momen tersebut menarik perhatian warga sekitar, pengendara yang melintas, hingga para pelajar.

    Banyak dari mereka yang penasaran dengan sosok Agus Buntung. Masyarakat dibuat penasaran karena merasa heran seorang penyandang disabilitas bisa berbuat asusila.

    Sejumlah warga mendekati lokasi rekonstruksi, bahkan ada yang mengabadikan kejadian tersebut dengan ponsel mereka. Salah seorang warga, Heny mengungkapkan rasa geramnya terhadap tindakan Agus.

    “Kami melihat berita ini lewat ponsel dan langsung marah, karena dia melecehkan perempuan. Sebelumnya, kami kasihan melihatnya, tetapi setelah tahu perbuatannya, kami meminta agar dia dihukum setimpal,” ujar Heny.

    Agus dikenal sebagai sosok yang sering terlihat di kawasan Taman Udayana dan sekitarnya. Ia menggunakan motor modifikasi untuk beraktivitas sehari-hari. Beberapa warga mengaku sering melihatnya berjalan bersama pacarnya atau saat pulang dari tempat ibadah.

    “Saya sering melihat dia. Awalnya, tidak menyangka dia bisa melakukan hal seperti itu, apalagi dengan kondisi disabilitas,” tambah Heny.

    Namun, setelah kasus ini mencuat, banyak warga yang mulai mempertanyakan bagaimana Agus bisa melakukan perbuatannya. Heny bahkan mengungkapkan adiknya pernah dirayu oleh Agus di Taman Udayana, tetapi berhasil menghindar.

    “Adik saya pernah dirayu olehnya. Agus sempat mengedipkan mata sambil menggunakan motor. Beruntung adik saya bisa lolos,” jelas Heny.

    Kasus ini memicu berbagai reaksi dari masyarakat. Di satu sisi, banyak yang terkejut dan tidak percaya bahwa seseorang dengan keterbatasan fisik seperti Agus mampu melakukan tindakan pelecehan seksual. Di sisi lain, sebagian besar warga merasa geram dan mendesak aparat penegak hukum untuk memberikan hukuman yang setimpal.

    “Kami, para wanita, merasa prihatin. Kalau bisa, pelaku dihukum seadil-adilnya agar menjadi pelajaran bagi semua orang,” tegas Heny ikut geram dengan perbuatan Agus Buntung.

  • Beda Keterangan, Agus Buntung Sebut Korban yang Lebih Aktif saat di Dalam Kamar Homestay – Halaman all

    Beda Keterangan, Agus Buntung Sebut Korban yang Lebih Aktif saat di Dalam Kamar Homestay – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Terdapat fakta baru dalam rekonstruksi kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh IWAS alias Agus Buntung.

    Adapun, rekonstruksi itu dilakukan hari ini, Rabu (11/12/2024), dan digelar di tiga tempat berbeda, termasuk di Nang’s Homestay.

    Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTB, Kombes Syarif Hidayat, mengatakan ada keterangan berbeda antara Agus Buntung sebagai tersangka dan korbannya.
     
    Hal ini diketahui saat rekonstruksi di Nang’s Homestay, tempat Agus Buntung membawa korbannya.
     
    Agus Buntung menyampaikan ketika di kamar homestay tersebut, korban yang lebih aktif.
     
    Sementara dari pihak korban, dia menyebutkan Agus Buntung lah yang lebih aktif saat mereka berada di dalam kamar homestay itu.
     
    “Ada dua versi kalau menurut korban tersangka yang lebih aktif, kalau menurut tersangka korban yang lebih aktif,” kata Syarif, Rabu, dikutip dari TribunLombok.com.
     
    Sebelumnya, rekonstruksi dilakukan mulai dari Taman Udayana sebagai lokasi pertemuan pertama Agus dengan korban.
     
    Dalam reka adegan itu, Agus Buntung dibonceng oleh korban menuju Nang’s Homestay yang lokasinya tidak jauh dari situ.
     
    Di tengah perjalanan menuju homestay, terjadi kesepakatan antara korban dan pelaku soal pembayaran kamarnya.
     
    Setelah berbincang, akhirnya disepakati korban yang membayar kamar.

    Adegan selanjutnya yakni korban yang melakukan pembayaran ke pemilik homestay. 

    Kemudian Agus dan korban diarahkan menuju kamar nomor 6.

    Usai dari homestay, Agus diantarkan Islamic Center tempat korban ditunggu dua teman lelakinya.

    Di tempat itu pula Agus dan korban berpisah. 

    Sementara itu, penjaga Nang’s Homestay I Wayan Kartika, mengakui Agus Buntung sering membawa perempuan yang berbeda ke tempatnya itu.

    Bahkan, dalam sepekan bisa tiga sampai lima orang yang berbeda-beda.

    Wayan pun mengungkap setiap membawa perempuan, Agus selalu memesan kamar nomor enam.

    “Di pojok itu,” kata Wayan.

    Rekonstruksi yang dilakukan di dalam kamar homestay nomor 6 pun dilakukan secara tertutup.

    Sebagai informasi, saat ini, Agus Buntung masih menjadi tahanan rumah atas kasus pelecehan seksual di Mataram.

    Syarif mengatakan pihaknya belum ada rencana menempatkan Agus Buntung menjadi tahanan rutan. 

    “Sebenarnya, penetapan tahanan rumah ini merupakan bagian dari perhatian kami terhadap hak tersangka karena secara fasilitas tahanan untuk penyandang disabilitas itu kami belum memenuhi, makanya status tahanan rumahnya sudah kami perpanjang dalam masa 40 hari,” jelasnya.

    Berdasarkan informasi dari Komisi Disabilitas Daerah (KDD) Provinsi NTB, jumlah korban Agus bertambah menjadi 15 orang. 

    “Saat ini, fokus kami terkait berkas perkara yang sudah kami limpahkan ke jaksa peneliti, memang ada dua (korban tambahan) yang sudah kami mintai BAI (berita acara investigasi).”

    “Salah satunya memang ada anak. Tetapi, fokus kami dalam pemeriksaan laporan pertama ini ada lima (korban), termasuk korban itu sendiri (pelapor),” kata Syarif.

    Agus Buntung sebagai tersangka dalam kasus ini dikenakan Pasal 6 huruf c Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

    Agus Buntung Minta Damai

    Sebelumnya, Agus Buntung sempat meminta kasus pelecehan seksual diselesaikan secara baik-baik, karena khawatir akan dipenjara.

    Maka dari itu, Agus Buntung meminta damai, meski sudah melecehkan 15 wanita di Mataram.

    “Iya saya hadapi (persidangan). Tapi mudah-mudahan kalau bisa jangan sampai, biar kita selesaikan secara baik-baik, iya (damai),” kata Agus Buntung, dikutip dari TribunnewsBogor.com pada Rabu (11/12/2024).

    Padahal, awalnya, Agus berkoar-koar akan melaporkan pihak tertentu atas tuduhan pencemaran nama baik kini mendadak menciut.

    “Saya juga gak perpanjang kasus pencemaran nama baik, mereka mau ngomong apa semua orang berhak mau ngomong apa, hanya Tuhan yang tahu,” kata Agus Buntung.

    Agus pun berharap, dia bisa tetap menghirup udara bebas meski telah melecehkan 15 wanita.

    “Saya gak nuntut, yang penting saya bisa kerja, jalan-jalan, terpenting bisa kuliah,” kata Agus Buntung.

    Untuk diketahui, kasus Agus Buntung sampai saat ini masih menjadi sorotan publik, karena awalnya dia mendapatkan dukungan dari masyarakat.

    Namun, seiring berjalannya waktu, kelakuan Agus Buntung selama ini semakin terungkap lewat beberapa pihak yang mengenalnya.

    Bahkan, beredar video juga saat Agus Buntung melakukan catcalling terhadap wanita hingga minum-minuman keras.

    Korban Agus Buntung Trauma Berat dan Ajukan Perlindungan LPSK

    Pendamping korban, Ade Latifa Fitri, mengatakan lima dari 15 perempuan korban pelecehan seksual Agus Buntung kini mengalami trauma berat.

    Bahkan, katanya, mereka sampai mengurung diri dan takut bertemu orang.

    Atas dasar itulah, para korban tidak berani muncul sedikitpun.

    “Itu yang membuat para korban trauma sehingga tidak berani muncul sedikitpun,” katanya, Senin, dikutip dari TribunLombok.com.

    Lima korban pun kini mengajukan perlindungan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

    “Kami masih dalam proses pemenuhan dokumen ke LPSK,” ungkap Latifa.

    Dia mengatakan, permohonan perlindungan tersebut dilakukan bukan karena adanya ancaman secara langsung kepada korban.

    Melainkan, untuk memastikan psikologi para korban tidak terganggu akibat pro kontra kasus tersebut.

    “Meskipun tidak ada ancaman namun perlindungan korban harus dijamin,” kata Latifa.

    Sampai saat ini sudah ada tujuh korban yang sudah dilakukan BAP, dua di antaranya merupakan korban di bawah umur, sehingga dilakukan pendampingan dari Lembaga Perlindungan Anak (LPA).

    Sebagian artikel ini telah tayang di TribunnewsBogor.com dengan judul Terungkap Kebiasaan Agus Difabel ke Homestay: Bawa Perempuan Berbeda, Selalu Pesan Kamar di Pojok

    (Tribunnews.com/Rifqah) (TribunnewsBogor.com/Sanjaya Ardhi) (TribunLombok.com/Robby Firmansyah)

  • Rekonstruksi Kasus Pelecehan Seksual, Agus Buntung Peragakan 49 Adegan

    Rekonstruksi Kasus Pelecehan Seksual, Agus Buntung Peragakan 49 Adegan

    Adapun tiga lokasi di Kota Mataram yang menjadi tempat pelaksanaan rekonstruksi, yakni di Taman Udayana dan area pinggiran Islamic Center yang menjadi tempat perkenalan tersangka dengan korban.

    Lokasi ketiga di salah satu tempat penginapan yang menjadi tempat tersangka mengeksekusi korban untuk berbuat persetubuhan.

    “Untuk lokasi homestay (tempat penginapan) itu sendiri, ada dua versi. Versi dari korban, yang lebih aktif ialah tersangka sendiri, baik dari membuka pintu, membuka pakaian korban maupun pakaian pelaku. Sementara itu, dari versi tersangka, itu yang aktif adalah korban,” ucap dia.

    Dalam kegiatan yang berlangsung sekitar 3 jam tersebut turut hadir Wakapolda NTB Brigjen Pol. Ruslan Aspan bersama sejumlah pejabat utama Polda NTB. Hadir pula tim pengawas internal dari Itwasum Mabes Polri.

    Polda NTB dalam giat tersebut ikut menyertakan tim inafis, pihak kejaksaan, lembaga pemerhati perempuan dan anak, serta tersangka IWAS dengan pendampingan tin kuasa hukum.

    Dengan menghadirkan seluruh pihak terkait, Syarif memastikan pihaknya menggelar rekonstruksi ini sesuai dengan prosedur dan koridor yang ada.

     

  • Pemilik Homestay Bantah Terlibat Kasus Agus Buntung

    Pemilik Homestay Bantah Terlibat Kasus Agus Buntung

    Mataram, Beritasatu.com – Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda NTB telah melakukan rekonstruksi atas kasus yang melibatkan Agus Buntung. Rekonstruksi tersebut berlangsung di tiga lokasi, yaitu Taman Udayana, sebuah homestay dan Islamic Center Mataram.

    Rekonstruksi kasus tersebut mengungkap bahwa Agus Buntung, pelaku utama, beberapa kali membawa wanita berbeda ke homestay milik Shita Agustina.

    Berdasarkan pernyataan Shita Agustina, Agus Buntung datang ke penginapan tersebut bersama wanita yang semula diduga adalah pasangannya, tanpa menunjukkan indikasi bahwa tindakan ilegal sedang terjadi.

    “Banyak tempat yang dia datangi, bukan hanya di sini saja. Namun, ketika kejadian (Agus Buntung bersama MA), itu terjadi di sini. Dia datang ke sini dengan wanita yang berbeda-beda,” Ungkap Shita kepada Beritasatu.com, pada Rabu (11/12/2024).

    Lebih lanjut, Shita menyebutkan salah satu wanita yang dibawa Agus terlihat menangis saat berada di area homestay. Namun, Shita menegaskan, tidak ada suara teriakan atau laporan dari pihak wanita tersebut.

    “Saat itu ada yang menangis, yang nyata saya lihat itu pakai almamater biru. Kalau mereka teriak di dalam, saya pasti bisa membantu. Namun, ini tidak ada teriakan,” ungkap Shita.

    Sebagai pemilik homestay, Shita Agustina membantah keras tuduhan bahwa ia bekerja sama dengan Agus dalam aksi kejahatan asusila tersebut.

    “Saya membantah tidak ada istilahnya saya kerja sama dengan Agus. Kalau saya tahu, saya pasti membantu,” tegasnya.

    Shita juga menjelaskan, homestay miliknya pada dasarnya ditujukan untuk keluarga dan ia tidak memiliki kewenangan untuk mencampuri urusan pribadi tamu yang sudah dewasa.

    “Penginapan ini sebenarnya untuk keluarga, dan kami kelola dengan baik. Mereka yang datang adalah orang dewasa, jadi saya tidak bertanya lebih jauh,” jelasnya.

    Ia juga mengungkap bahwa dalam beberapa kunjungan Agus ke homestay, pembayaran dilakukan oleh pihak wanita yang menyertainya. Hal ini semakin menambah kebingungan Shita mengenai peran Agus dalam insiden tersebut.

    Shita Agustina kembali menegaskan, ia tidak mengetahui tindakan ilegal yang dilakukan Agus di penginapannya.

    “Kalau saya tahu, saya pasti membantu. Namun, tidak ada yang melapor dan tidak ada teriakan, jadi saya tidak tahu,” jelasnya.

    Ia juga berharap kejadian yang melibatkan Agus Buntung yang menginap di homestay-nya tidak akan memengaruhi reputasi penginapan miliknya tersebut. Shita juga menegaskan, pihaknya membatah terlibat dan bekerja sama dengan Agus Buntung atas tindakan asusilanya tersebut.

  • Agus Buntung Peragakan 49 Adegan Kasus Pelecehan Seksual, Ada Unsur Suka Sama Suka

    Agus Buntung Peragakan 49 Adegan Kasus Pelecehan Seksual, Ada Unsur Suka Sama Suka

    Mataram, Beritasatu.com – Tersangka Agus Buntung memperagakan 49 adegan dalam rekonstruksi kasus pelecehan seksual di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB). Reka ulang kasus yang terjadi pada 7 Oktober 2024 itu berlangsung di tiga lokasi, yakni Taman Udayana, homestay, dan Islamic Center Mataram.

    Direktur Ditreskrimum Polda NTB Kombes Pol Syarif Hidayat mengatakan, rekonstruksi kasus Agus Buntung awalnya dirancang 28 adegan berdasarkan berita acara pemeriksaan (BAP). Namun, dalam pelaksanaannya adegan berkembang menjadi 49 karena adanya informasi baru dari tersangka dan korban.

    “Perkembangan di lapangan menunjukkan perbuatan yang dilakukan oleh tersangka meluas. Kami mengakomodasi semua keterangan yang diberikan untuk menjadi bahan pertimbangan di persidangan,” kata Syarif Hidayat, Rabu (11/12/2024).

    Reka ulang kasus Agus Buntung bertujuan untuk memastikan semua fakta terungkap dengan jelas, baik untuk kepentingan korban maupun tersangka.

    Dalam rekonstruksi terungkap, Taman Udayana menjadi lokasi awal kejadian yang menjadi titik pertemuan antara tersangka Agus Buntung dan korban pelecehan seksual.

    Kemudian homestay menjadi tempat berlangsungnya sejumlah adegan krusial yang menjadi inti kasus Agus Buntung.

    Selanjutnya Islamic Center sebagai lokasi penutup yang memperkuat kronologi peristiwa berdasarkan keterangan korban dan tersangka.

    Proses rekonstruksi di tiga lokasi ini menjadi kunci untuk memverifikasi kebenaran dan perbedaan keterangan yang disampaikan oleh kedua belah pihak.

    Ainuddin, kuasa hukum tersangka Agus mengatakan, reka ulang tersebut memberikan gambaran yang lebih jelas terkait peristiwa yang terjadi. Menurutnya, dalam rekontruksi kasus terungkap ada unsur suka sama suka antara korban dengan kliennya.

    “Dari 49 adegan yang diperagakan, kami melihat ada keterlibatan aktif dari korban. Hal ini menjadi bahan pembelaan kami bahwa kasus ini lebih kepada kesepakatan suka sama suka, bukan paksaan,” ujar Ainuddin.

    Ia juga menegaskan bahwa hak-hak tersangka sebagai kelompok rentan disabilitas telah diakomodasi dengan baik selama proses hukum berlangsung.

    Kuasa hukum menyoroti isu utama bahwa kasus Agus Buntung terjadi karena adanya konflik setelah peristiwa utama, yakni tuntutan uang yang tidak dipenuhi.

    “Menurut kami, tidak ada paksaan dalam kejadian ini. Namun, saat ada permintaan uang yang tidak diberikan, hal tersebut memicu laporan yang berkembang menjadi kasus pidana,” tambah Ainuddin.

    Selain itu, ia mengklarifikasi tentang adanya 15 korban yang diberitakan terkait dengan kasus ini.

    “Dalam perkara ini, kami hanya menghadapi satu laporan polisi yang jelas siapa pelapor dan korban. Adapun 15 korban lainnya hanyalah isu yang berkembang tanpa bukti konkret,” lanjutnya.

    Ainuddin menegaskan kliennya Agus Buntung sangat kooperatif.

    “Agus sangat terbuka kepada kami, sehingga kami memiliki ruang untuk melakukan pembelaan. Kami akan memastikan pembelaan yang kami lakukan berdasarkan analisis dan persepsi yang kuat,” tegasnya.

    Kombes Syarif Hidayat mengatakan, rekonstruksi kasus Agus Buntung akan dijadikan bahan pertimbangan untuk persidangan terkait kasus pelecehan seksual.

  • Kuasa Hukum Tetap Yakin Agus Tak Lakukan Pelecehan, Korban Lapor karena Uang Kamar Tak Kembali

    Kuasa Hukum Tetap Yakin Agus Tak Lakukan Pelecehan, Korban Lapor karena Uang Kamar Tak Kembali

    GELORA.CO  – Tersangka kasus dugaan pelecehan I Wayan Agus Suartama (22) alias Agus Buntung bekal menjalani rekonstruksi di tiga tempat hari ini, Rabu (11/12/2024). 

    Adapun lokasinya antara lain Taman Udayana, Islamic Center dan Nang’s Homestay.

    Agus diduga telah melecehkan 15 orang, tiga di antaranya adalah anak di bawah umur.

    Meski sudah menjadi tersangka, Agus tetap berkilah bahwa dirinya tidak bersalah. 

    Berdasarkan pengakuan Agus dalam pemeriksaan di Polda NTB, tersangka dan korban ada kesepakatan untuk melakukan hubungan seksual.

    “Jadi Agus merasa tidak pernah memaksa, apalagi korban ini mengaku bahwa dialah yang membonceng Agus menuju ke homestay dan membayar kamar,” kata Aminuddin, kuasa hukum Agus, Selasa (10/12/2024) dikutip dari Tribun Lombok.

    Menurut Aminuddin, alasan korban melapor karena pada saat itu, uang yang digunakan untuk membayar kamar tak dikembalikan Agus.

    Diketahui, Agus saat itu mengaku tidak memiliki uang, sehingga ada perjanjian tersangka akan menggantikan uang korban.

    “Lalu, karena uang untuk membayar kamar itu tidak dikembalikan Agus, maka Agus dilaporkan,” ujarnya. 

    “Sebelum diantar ke kampus di depan ada adegan mesum oleh orang lain, si perempuan mengatakan bagusnya adegan yang tadi,” kata Aminudin. 

    Demi membuktikan dalihnya itu, Agus kini menggaet 18 pengacara sekaligus. 

    Aminuddin juga menyatakan, dirinya bersama 17 anggota tim kuasa hukum siap membela Agus.

    Sejauh ini, pihaknya telah menyiapkan upaya pembelaan, termasuk bukti-bukti kuat untuk mendukung pembelaan tersebut.

    Sebelumnya, Agus bercerita, mulanya ia meminta bantuan seorang perempuan untuk diantarkan ke kampus, namun Agus diturunkan di homestay.

    “Saya ceritain setelah saya sampai home stay itu, dia yang bayar, dia yang buka pintu, terus tiba-tiba dia yang bukain baju dan celana saya,” kata Agus, Minggu (1/12/2024). 

    Pria yang tak memiliki kedua tangan itu tak berdaya dan datang lagi seorang perempuan ke kamar.

    “Tapi yang membuat saya tahu kasus ini jebakan pas dia nelpon seseorang, di situ saya nggak berani mau ngomong apa. Saya merasa ini jebakan, karena ini ke sana kemari saya dituduh,” bebernya.

    Agus mengaku, tak dapat melakukan aktivitas seperti manusia normal namun dituding melakukan kekerasan seksual.

    “Coba dipikirkan bagaimana saya melakukan kekerasan seksual sedangkan bapak ibu lihat sendiri (nggak punya tangan), didorong aja saya, atau jangan diantar saya, atau ditinggal aja saya,” ungkapnya.

    Meski perempuan tersebut tak mengancamnya, Agus tak berani berteriak dan melakukan perlawanan.

    “Nggak ada diancam sama perempuan secara fisik, saya diam saja selama di dalam homestay, saya takut buat teriak karena sudah telanjang, saya yang malu kalau saya teriak,” pungkasnya.

    Kronologi Versi Korban 

    Dir Reskrimum Polda NTB, Kombes Pol Syarif Hidayat, mengatakan mahasiswi yang mengaku menjadi korban rudapaksa tak mengenal Agus.

    Mereka tak sengaja bertemu di Teras Udayana, Mataram pada  7 Oktober 2024 lalu.

    Awalnya, Agus mengajak korban mengobrol dan tak sengaja melihat aksi mesum di taman.

    Korban kemudian menangis dan membongkar aibnya pernah berbuat asusila dengan lawan jenis.

    “Pelaku menyampaikan kepada korban, kamu (korban) berdosa, kamu harus disucikan, kamu harus mandi kalau tidak aibmu akan saya bongkar dan sampaikan kepada orang tuamu,” tuturnya, Senin (2/12/2024).

    Dalam keadaan terancam, korban mengiyakan ajakan Agus pergi ke sebuah homestay di Mataram.

    “Sampai kamar korban tetap menolak, lagi lagi pelaku mengancam akan membuka aib korban,” lanjutnya.

    Meski tak memiliki kedua tangan, Agus merudapaksa korban yang merasa tertekan

  • Rekonstruksi Kasus Agus Buntung, Terungkap Kronologi Pelecehan di Taman Udayana

    Rekonstruksi Kasus Agus Buntung, Terungkap Kronologi Pelecehan di Taman Udayana

    Mataram, Beritasatu.com – Rekonstruksi kasus dugaan kekerasan seksual yang melibatkan seorang pemuda disabilitas berinisial IWAS alias Agus Buntung, asal Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), berlangsung di Taman Udayana, Selasa (11/12/2024). Proses ini mendapat pengawalan ketat dari pihak kepolisian dan menarik perhatian masyarakat setempat.

    Rekonstruksi ini turut dihadiri oleh sejumlah pihak berwenang, termasuk Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Kejaksaan Tinggi NTB, Wakapolda NTB, serta penyidik dari Direktorat Kriminal Umum Polda NTB. IWAS juga didampingi oleh ibunya serta tim pengacaranya yang dipimpin Ainuddin.

    Proses rekonstruksi Agus Buntung bertujuan untuk memperagakan kembali rangkaian peristiwa yang terjadi, sekaligus mengonfirmasi kecocokan dengan bukti-bukti yang telah dikumpulkan selama penyelidikan.

    Dalam proses rekonstruksi kasus Agus Buntung, IWAS menolak menggunakan penutup wajah atau gazebo yang biasanya digunakan untuk melindungi privasi tersangka. Alasannya, penutup tersebut mengganggu penglihatan dan pernapasannya. Setelah diskusi antara kuasa hukum, polisi, dan pihak terkait, permintaan IWAS dikabulkan.

    Ainuddin, kuasa hukum IWAS, menjelaskan bahwa kondisi kesehatan dan kenyamanan kliennya menjadi prioritas. Proses ini juga diawasi langsung oleh Kompolnas untuk memastikan rekonstruksi berjalan sesuai dengan prosedur hukum.

    Rekonstruksi dimulai di Taman Udayana, lokasi awal pertemuan Agus Buntung dengan korban. Agus memperagakan adegan bagaimana ia tiba di taman dan menghampiri korban. Selanjutnya, ia memperagakan percakapan singkat yang terjadi sebelum keduanya menuju sebuah homestay yang berjarak sekitar 10 menit dari taman tersebut.

    Di homestay, rekonstruksi menunjukkan keduanya memasuki kamar. Adegan ini menjadi salah satu fokus utama dalam kasus ini karena tempat tersebut diduga menjadi lokasi terjadinya kekerasan seksual.

    Setelah meninggalkan homestay, rekonstruksi berlanjut ke Islamic Center, yang menjadi lokasi terakhir dalam rangkaian kejadian.

    Proses rekonstruksi menarik perhatian banyak warga, termasuk pelajar dan masyarakat yang berada di sekitar Taman Udayana. Beberapa warga melontarkan komentar emosional terhadap IWAS, yang sempat memicu ketegangan. Namun, situasi berhasil dikendalikan oleh aparat kepolisian.

    Penyidik akan mengevaluasi hasil rekonstruksi kasus Agus Buntung untuk melengkapi berkas perkara sebelum diserahkan ke Kejaksaan Tinggi NTB. Kejaksaan akan menentukan apakah berkas tersebut sudah lengkap atau memerlukan tambahan bukti sebelum dilanjutkan ke pengadilan.

    Polda NTB memastikan seluruh proses hukum kasus Agus Buntung dilakukan secara transparan dan profesional, sesuai dengan prosedur yang berlaku.

  • Kuasa Hukum Tetap Yakin Agus Tak Lakukan Pelecehan, Korban Lapor karena Uang Kamar Tak Kembali – Halaman all

    Kuasa Hukum Tetap Yakin Agus Tak Lakukan Pelecehan, Korban Lapor karena Uang Kamar Tak Kembali – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Tersangka kasus dugaan pelecehan I Wayan Agus Suartama (22) alias Agus Buntung bekal menjalani rekonstruksi di tiga tempat hari ini, Rabu (11/12/2024). 

    Adapun lokasinya antara lain Taman Udayana, Islamic Center dan Nang’s Homestay.

    Agus diduga telah melecehkan 15 orang, tiga di antaranya adalah anak di bawah umur.

    Meski sudah menjadi tersangka, Agus tetap berkilah bahwa dirinya tidak bersalah. 

    Berdasarkan pengakuan Agus dalam pemeriksaan di Polda NTB, tersangka dan korban ada kesepakatan untuk melakukan hubungan seksual.

    “Jadi Agus merasa tidak pernah memaksa, apalagi korban ini mengaku bahwa dialah yang membonceng Agus menuju ke homestay dan membayar kamar,” kata Aminuddin, kuasa hukum Agus, Selasa (10/12/2024) dikutip dari Tribun Lombok.

    Menurut Aminuddin, alasan korban melapor karena pada saat itu, uang yang digunakan untuk membayar kamar tak dikembalikan Agus.

    Diketahui, Agus saat itu mengaku tidak memiliki uang, sehingga ada perjanjian tersangka akan menggantikan uang korban.

    “Lalu, karena uang untuk membayar kamar itu tidak dikembalikan Agus, maka Agus dilaporkan,” ujarnya. 

    “Sebelum diantar ke kampus di depan ada adegan mesum oleh orang lain, si perempuan mengatakan bagusnya adegan yang tadi,” kata Aminudin. 

    Demi membuktikan dalihnya itu, Agus kini menggaet 18 pengacara sekaligus. 

    Aminuddin juga menyatakan, dirinya bersama 17 anggota tim kuasa hukum siap membela Agus.

    Sejauh ini, pihaknya telah menyiapkan upaya pembelaan, termasuk bukti-bukti kuat untuk mendukung pembelaan tersebut.

    Sebelumnya, Agus bercerita, mulanya ia meminta bantuan seorang perempuan untuk diantarkan ke kampus, namun Agus diturunkan di homestay.

    “Saya ceritain setelah saya sampai home stay itu, dia yang bayar, dia yang buka pintu, terus tiba-tiba dia yang bukain baju dan celana saya,” kata Agus, Minggu (1/12/2024). 

    Pria yang tak memiliki kedua tangan itu tak berdaya dan datang lagi seorang perempuan ke kamar.

    “Tapi yang membuat saya tahu kasus ini jebakan pas dia nelpon seseorang, di situ saya nggak berani mau ngomong apa. Saya merasa ini jebakan, karena ini ke sana kemari saya dituduh,” bebernya.

    Agus mengaku, tak dapat melakukan aktivitas seperti manusia normal namun dituding melakukan kekerasan seksual.

    “Coba dipikirkan bagaimana saya melakukan kekerasan seksual sedangkan bapak ibu lihat sendiri (nggak punya tangan), didorong aja saya, atau jangan diantar saya, atau ditinggal aja saya,” ungkapnya.

    Meski perempuan tersebut tak mengancamnya, Agus tak berani berteriak dan melakukan perlawanan.

    “Nggak ada diancam sama perempuan secara fisik, saya diam saja selama di dalam homestay, saya takut buat teriak karena sudah telanjang, saya yang malu kalau saya teriak,” pungkasnya.

    Kronologi Versi Korban 

    Dir Reskrimum Polda NTB, Kombes Pol Syarif Hidayat, mengatakan mahasiswi yang mengaku menjadi korban rudapaksa tak mengenal Agus.

    Mereka tak sengaja bertemu di Teras Udayana, Mataram pada  7 Oktober 2024 lalu.

    Awalnya, Agus mengajak korban mengobrol dan tak sengaja melihat aksi mesum di taman.

    Korban kemudian menangis dan membongkar aibnya pernah berbuat asusila dengan lawan jenis.

    “Pelaku menyampaikan kepada korban, kamu (korban) berdosa, kamu harus disucikan, kamu harus mandi kalau tidak aibmu akan saya bongkar dan sampaikan kepada orang tuamu,” tuturnya, Senin (2/12/2024).

    Dalam keadaan terancam, korban mengiyakan ajakan Agus pergi ke sebuah homestay di Mataram.

    “Sampai kamar korban tetap menolak, lagi lagi pelaku mengancam akan membuka aib korban,” lanjutnya.

    Meski tak memiliki kedua tangan, Agus merudapaksa korban yang merasa tertekan.

    Sebagian artikel ini telah tayang di TribunLombok.com dengan judul BREAKING NEWS Rekonstruksi Kasus Pelecehan Seksual Agus Difabel Digelar Hari Ini di 3 Tempat, 

    (Tribunnews.com/Milani) (TribunLombok.com/Robby Firmansyah) 

  • Mantan Kadisbud Kota Denpasar Jadi Tersangka Kasus Korupsi Alat Persembahyangan Rp1 Miliar

    Mantan Kadisbud Kota Denpasar Jadi Tersangka Kasus Korupsi Alat Persembahyangan Rp1 Miliar

    ERA.id – Kejaksaan Negeri Denpasar, Bali, menetapkan mantan Kepala Dinas Kebudayaan (Kadisbud) Kota Denpasar I Gusti Ngurah Bagus Mataram (55) sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dana hibah.

    Kepala Kejari Denpasar Agus Setiadi mengatakan bahwa penetapan IBM sebagai tersangka pada hari Selasa (11/12/2024).

    “Yang bersangkutan kami panggil, lalu ditetapkan sebagai tersangka setelah pemeriksaan sebagai saksi,” kata Agus di Denpasar.

    IMB berstatus sebagai residivis kasus penggelapan dana pengadaan aci-aci dan alat persembahyangan senilai Rp1 miliar. Dia divonis 3 tahun penjara dalam kasus tersebut pada bulan Februari 2022.

    Kali ini terlibat kasus dugaan korupsi dana hibah dari Pemerintah Kota Denpasar kepada Federasi Olahraga Rekreasi Masyarakat Indonesia (FORMI) Denpasar.

    Agus menjelaskan bahwa IBM ketika menjabat Ketua FORMI Denpasar 2010—2020 sekaligus Kadisbud Denpasar saat itu memerintahkan untuk melakukan markup harga belanja. Selain itu, yang bersangkutan menggunakan uang hibah untuk kepentingan pribadi.

    Ia menyebutkan total dana hibah tersebut mencapai Rp2,4 miliar. Namun, pihaknya masih melakukan penghitungan terkait dengan jumlah pasti kerugian negara yang disebabkan oleh perbuatan IBM.

    “Terhadap tersangka sekarang dilakukan penahanan oleh jaksa penyidik selama 20 hari ke depan di Lapas Kerobokan Bali, statusnya sebagai tahanan penyidikan,” katanya.

    Penyidik Kejari Denpasar hingga kini masih mendalami modus lain dari tersangka, apakah ada atau tidak keterlibatan orang lain dalam perkara ini.

    Atas perbuatannya, IBM dikenai persangkaan primer Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 ayat (1), (2), dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

    Selain itu, subsider Pasal 3 jo. Pasal 18 ayat (1), (2), dan ayat (3) UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

    ​​​​​​​