kab/kota: Mataram

  • Kasus Agus ‘NTB’, Korban yang Mengaku Dilecehkan Terus Bermunculan

    Kasus Agus ‘NTB’, Korban yang Mengaku Dilecehkan Terus Bermunculan

    Mataram, Beritasatu.com – Kasus seorang disabilitas berinisial Agus alias Iwas, asal Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) terus menyita perhatian publik. Hingga kini, korban yagn mengaku dilecehkan terus bermunculan.

    Komite Disabilitas Daerah (KDD) NTB dan Perhimpunan Bantuan Hukum dan Advokasi Masyarakat (PBHAM) NTB, terus mendapat laporan dari warga yang diduga keluargnya menjadi korban Agus, Selasa (3/12/2024).

    Menurut Ketua KDD NTB Joko Jumadi, jumlah korban yang melapor makin bertambah dalam beberapa hari terakhir. Hingga pagi ini, KDD telah menerima dua laporan baru, sehingga total korban yang teridentifikasi mencapai sekitar 10 orang, di luar tiga korban yang saat ini menjalani pemeriksaan di kepolisian.

    “Sistemnya adalah korban melaporkan kepada kami, kemudian tim kami melakukan komunikasi langsung dengan mereka. Ada yang memilih memberikan keterangan ke penyidik kepolisian melalui kami, dan ada juga yang langsung datang ke Polda NTB untuk proses berita acara pemeriksaan (BAP),” jelas Joko.

    Salah satu aspek yang memperumit kasus ini adalah adanya korban di bawah umur. Menurut Joko Jumadi, jika korban adalah anak-anak, maka laporan polisi (LP) baru perlu dibuat karena pasal hukum yang diterapkan berbeda dengan kasus orang dewasa.

    “Ini menjadi kekhawatiran kami. Untuk kasus anak-anak, perlu perlakuan khusus sesuai Undang-Undang Perlindungan Anak. Kami berharap kepolisian dapat menanganinya secara terpisah untuk memastikan keadilan yang maksimal bagi korban,” tambah Joko.

    Keterlibatan KDD dalam memberikan bantuan kepada Agus sebagai tersangka telah menuai kritik dari beberapa pihak. Masyarakat khawatir bahwa peran KDD mungkin menjadi tidak objektif atau cenderung membela tersangka. Namun, Joko Jumadi dengan tegas membantah hal ini dan menegaskan bahwa KDD berkomitmen untuk bersikap netral.

    “Kami tetap objektif. Tugas kami adalah mendampingi semua pihak sesuai dengan peran kami sebagai Komite Disabilitas. Namun, yang menjadi perhatian kami adalah fakta bahwa jumlah korban terus bertambah, dan ini tentu harus diusut secara menyeluruh,” kata Joko.

    Sebagai bagian dari langkah penanganan, KDD berencana menawarkan pendampingan psikologis, baik untuk korban maupun tersangka. Joko Jumadi menyebut bahwa pendekatan ini bertujuan untuk memahami lebih dalam motif dan latar belakang perilaku Agus.

    “Kami tidak bisa mengabaikan kemungkinan bahwa Agus memiliki masalah psikologis yang mendasari tindakannya. Hari ini, kami berencana mengkomunikasikan hal ini dengan Agus langsung di rumahnya,” ujar Joko.

    Pendampingan psikologis juga direncanakan untuk korban, terutama anak-anak, agar mereka dapat pulih dari trauma dan memberikan keterangan secara lebih nyaman.

    “Kami berharap kepolisian dapat bersikap bijak dalam menangani kasus ini. Yang terpenting adalah keadilan bagi para korban, terutama anak-anak yang membutuhkan perlindungan khusus,” ungkap Joko Jumadi.

    Sementara itu, Andre Safutra, pendamping korban dari Perhimpunan Bantuan Hukum dan Advokasi Masyarakat (PBHAM) NTB, mengungkapkan beberapa fakta baru terkait kasus Agus.

    Berdasarkan keterangan pemilik homestay, Agus membawa sembilan perempuan ke tempat tersebut. Jika semua korban terverifikasi, jumlah totalnya dapat mencapai 19 orang.

    “Dua korban baru telah menyatakan kesediaannya untuk memberikan keterangan. Salah satunya adalah orang tua korban yang anaknya menjadi korban di masa lalu, sementara kasus lainnya terjadi pada Februari atau Maret tahun ini dengan modus serupa,” jelas Andre.

    Kejadian ini mengindikasikan bahwa kasus Agus bukan hanya insiden tunggal, tetapi melibatkan pola perilaku yang telah berlangsung selama beberapa waktu.

    “Salah satu kasus yang dilaporkan melibatkan seorang anak di bawah umur yang kejadiannya berlangsung di taman Udayana, dekat pos polisi. Modus operasi Agus dikabarkan serupa di setiap kasus, dan ini memunculkan pola perilaku yang dapat menjadi dasar penyelidikan lebih lanjut,” teranya.

    Masyarakat NTB berharap agar kasus Agus “NTB” ini dapat diselesaikan secara transparan dan profesional. Selain itu, penting bagi semua pihak untuk menjaga integritas dalam proses hukum agar keadilan dapat dirasakan oleh korban maupun tersangka.

  • VIRAL TERPOPULER: Cara Agus Tanpa Tangan Lecehkan Mahasiswi – Guru SD Tewas Terbakar di Perkebunan

    VIRAL TERPOPULER: Cara Agus Tanpa Tangan Lecehkan Mahasiswi – Guru SD Tewas Terbakar di Perkebunan

    TRIBUNJATIM.COM – Kumpulan berita peristiwa yang tersangkum dalam berita viral terpopuler hari Selasa, 3 Desember 2024.

    Berita pertama kasus Agus pria tak punya tangan jadi tersangka pemerkosaan kini menjadi sorotan.

    Ada juga Satreskrim Polres Ogan Ilir menyambangi SDN 02 Indralaya Utara, Sumatera Selatan, pada Jumat (29/11/2024) lalu.

    Selanjutnya nasib seorang guru baru diangkat 9 bulan menjadi PPPK.

    Berikut selengkapnya berita viral terpopuler hari ini, Selasa (3/12/2024) di TribunJatim.com.

    Mahasiswi Ungkap Cara Agus Lecehkan Dirinya Meski Tanpa Tangan, Banyak Korban? Polisi Beber Bukti

    Mahasiswi ungkap cara Agus lecehkan dirinya. (YouTube TV One – Tribun Bogor)

    Kasus Agus pria tak punya tangan jadi tersangka pemerkosaan kini menjadi sorotan.

    Setelah Agus angkat bicara di depan publik karena merasa dituduh, mahasiswi yang disebut menjadi korban juga muncul.

    Cerita si mahasiswi soal kronologi kejadian diungkap pendampingnya, Puteri Indonesia NTB 2023, Ade Lativa.

    Polisi pun juga menjelaskan soal kasus yang terjadi Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) ini.

    Sebelumnya, publik menyoroti pengakuan Agus yang dijadikan tersangka oleh kepolisian lantaran kasus dugaan pemerkosaan.

    Padahal diungkap Agus, ia tidak mungkin memerkosa wanita lantaran ia tidak memiliki tangan dan tak mampu memaksa korbannya akibat keterbatasan fisik yang dimilikinya.

    Agus pun bercerita bahwa untuk kegiatan sehari-hari ia tidak bisa mandiri.

    Setiap hari untuk aktivitas makan, mandi hingga mengganti baju Agus dibantu oleh sang ibu.

    Atas masifnya dukungan untuk Agus Buntung dari publik, pihak korban akhirnya buka suara.

    Pendamping korban bernama Ade Lativa mengungkap cerita versi korban yakni mahasiswi yang dilecehkan oleh Agus Buntung.

    Baca Selengkapnya

    2. Dapat Makan Siang Gratis Bukannya Disantap, Ternyata Danang Ingin Bawa Pulang untuk Adik: Sayang

    Danang siswa SDN 02 Indralaya Utara pilih bawa pulang makan siang gratis. (Dok Polres Ogan Ilir)

    Satreskrim Polres Ogan Ilir menyambangi SDN 02 Indralaya Utara, Sumatera Selatan, pada Jumat (29/11/2024) lalu.

    Kasat Reskrim Polres Ogan Ilir, AKP Muhammad Ilham, membagikan seratus boks makan siang sehat dan bergizi ke para siswa SD.

    Setelah membagikan seluruh boks, Ilham melihat ada seorang siswa SD yang tak menyantap makan siang gratis.

    Tak biasanya, Ilham pun menghampiri siswa SD tersebut.

    “Kenapa enggak dimakan?” tanya Ilham pada pelajar SD tersebut pada video yang diterima Tribun Sumsel dan Sripoku.com pada Sabtu (30/11/2024).

    “Nanti di rumah,” jawab siswa SD kelas III bernama Danang tersebut.

    Danang menuturkan, dia ingin makan bersama adiknya yang masih kecil.

    Siswa berusia 8 tahun itupun memasukkan boks makanan ke dalam kantong kain yang dibawanya.

    “(Bawa pulang makanan karena) sayang adik,” kata Danang.

    Sementara Ilham menuturkan, pembagian makan siang sehat dan bergizi merupakan instruksi dari pucuk pimpinan Polda Sumatera Selatan melalui Kapolres Ogan Ilir.

    Baca Selengkapnya

    3. Baru 9 Bulan Diangkat PPPK, Guru SD Tewas Terbakar di Perkebunan, Tinggalkan Anak Masih Setahun

    Nasib seorang guru baru diangkat 9 bulan menjadi PPPK. Ia tewas mengenaskan dengan kondisi terbakar di perkebunan. (Tribun Pekanbaru)

    Nasib seorang guru baru diangkat 9 bulan menjadi PPPK.

    Ia tewas mengenaskan dengan kondisi terbakar di perkebunan.

    Kepalanya tampak menghitam seperti bekas terbakar.

    Korban bernama Heri Aprianus Saragih (30).

    Heri ditemukan tewas terbakar di jalan dalam areal perkebunan Kelapa Sawit Desa Kasikan Kecamatan Tapung Hulu, Kabupaten Kampar, Riau, Jumat (29/11/2024) sore.

    Jasadnya ditemukan di samping sepeda motor bebek warna biru muda bernomor polisi BM 3148 OL dengan kondisi memprihatinkan.

    Bahkan terdapat luka robek di lehernya.

    “Kondisi korban ditemukan saat itu berada di samping sepeda motor yang lehernya terdapat luka robek dan dibakar,” ungkap Kepala Kepolisian Sektor Tapung Hulu, Iptu. Wel Etria, Sabtu (30/11/2024), dikutip dari Tribun Pekanbaru.

    Sementara, sepeda motor itu dalam keadaan jatuh di tanah. 

    Sedangkan jasad berada di dekat ban sepeda motor.

    Baca Selengkapnya

    Berita Viral dan Berita Jatim lainnya

    Informasi lengkap dan menarik lainnya di GoogleNews TribunJatim.com

  • Pemda DIY Uji Coba Bus Listrik di Kawasan Sumbu Filosofi

    Pemda DIY Uji Coba Bus Listrik di Kawasan Sumbu Filosofi

    Liputan6.com, Yogyakarta – Sekda DIY Beny Suharsono mengatakan Pemda DIY melakukan uji coba bus listrik dari depan Pendopo Wiyoto Praja, Kompleks Kepatihan, melewati Jalan Mataram, kemudian menuju ke kawasan Malioboro dengan melibatkan banyak pihak untuk penialaian. Uji coba ini menurut Benny adalah langkah awal menuju penggunaan transportasi berbasis low emission (emisi rendah) di kawasan Sumbu Filosofi, Yogyakarta dan menjadi bagian dari upaya guna menurunkan polusi udara. “Ini adalah energi terbarukan dengan listrik yang perlu diuji coba. Selain bus, pengadaan charger juga harus dipastikan ada,” ujar Beny Suharsono, Jumat (22/11/2024).

    Beny mengatakan jika dari hasil uji coba ini baik dan memuaskan, maka akan menggunakan bus listrik ini secara bertahap. Harapannya, penggunaan energi listrik ini bisa mendorong perubahan menuju transportasi yang lebih ramah lingkungan. “Evaluasi ini sangat penting karena kita akan melihat semua aspek, termasuk seberapa efektif bus listrik ini dalam operasionalnya,” ujar Beny.

     

    Benny menjelaskan bahwa Pemda DIY melakukan uji coba terhadap 2 armada bus listrik ini memiliki kecepatan terbatas maksimal 60 km/jam, sehingga dengan kecepatanyang rendah ini maka masyarakat harus siap dengan perubahan pola pikir. Menurutnya ini merupakan bagian dari desain kendaraan yang mengutamakan emisi rendah dan efisiensi energi. “Karena menggunakan energi listrik, bus ini tidak bisa melaju lebih cepat dari 60 km/jam. Evaluasi terhadap efektivitas dan daya tahan mesin juga menjadi hal penting dalam tahap ini,” ungkat.

    Soal rute operasional bus listrik ini, menurut Beny belum ada penentuan secara pasti. Pihaknya akan melakukan evaluasi secara menyeluruh untuk menentukan rute yang paling tepat, dengan mempertimbangkan faktor pengurangan emisi serta dampaknya terhadap kawasan Sumbu Filosofi. “Nanti setelah evaluasi, rutenya akan ditetapkan. Yang jelas, kita akan melewati Sumbu Filosofi dari utara ke selatan, hingga ke daerah Krapyak,” jelas Beny.

    Plt. Kepala Dinas Perhubungan DIY, Wiyos Santoso, menjelaskan, pengadaan dua unit bus listrik tersebut berasal dari dukungan Dana Keistimewaan DIY. Menurutnya, total biaya untuk dua unit bus listrik beserta infrastrukturnya mencapai sekitar 7 hingga 8 miliar rupiah. “Harga untuk dua unit bus listrik kemarin sekitar 7 miliar 400 juta rupiah, yang sudah termasuk charger-nya,” ujar Wiyos.

    Ia mengatakan pengadaan charger untuk bus listrik ini terpisah dan sudah selesai dibangun di area parkir Maguwoharjo dengan anggaran tersendiri. Untuk mendukung operasional bus listrik ini, biaya untuk pengadaan listrik dan trafo diperkirakan sekitar 1 miliar rupiah. Wiyos menjelaskan walaupun biaya pengadaan ini cukup besar ke depannya jika jumlah unit bus listrik bertambah, tidak akan ada tambahan biaya untuk charger, karena pengadaan charger sudah tersedia. “Untuk dua unit ini, biayanya sudah mencakup semuanya, termasuk charger. Nanti, jika ditambah SPKLU-nya, tidak ada biaya tambahan,” jelas Wiyos.

    Menurutnya adanya bus listrik ini maka dapat mengurangi emisi udara di kawasan Sumbu Filosofi secara signifikan. Bus listrik ini direncanakan akan beroperasi di area Malioboro, yang menjadi pusat perhatian bagi pariwisata dan merupakan salah satu kawasan yang ditetapkan sebagai warisan dunia. “Harapannya, dengan menggunakan bus listrik, kita bisa menurunkan emisi di Sumbu Filosofi dan semua bus yang beroperasi di Malioboro akan bebas emisi,” kata Wiyos.

    Wiyos menambahkan, bus listrik ini dapat menempuh jarak antara 250 hingga 300 kilometer sekali pengisian daya. Rute akan dievaluasi lebih lanjut, untuk memastikan pengisian daya tidak mempengaruhi waktu operasional. “Kami akan evaluasi rutenya, karena pengisian daya untuk satu bus membutuhkan waktu sekitar 2 hingga 3 jam. Jadi, kita akan sesuaikan agar tidak ada keterlambatan,” ujarnya.

    Setelah dilakukan uji coba operasional selama satu bulan akan dilaksanakan evaluasi. Hal ini sebagai dasar kedepan dalam menetukan rute dan waktu operasional menyesuaikan dengan kapasitas dan kemampuan baterai. Rencana uji coba operasional tahun 2025, bus listrik akan dioperasionalkan oleh Dinas Perhubungan DIY. Tahap ini sebagai pengenalan kepada masyarakat dan mendukung layanan angkutan umum perkotaan Trans Jogja. “Rencana di tahun 2026, unit bus listrik akan di serahkan kepada PT AMI melalui mekanisme penyertaan modal, dalam rangka melengkapi layanan operasi angkutan umum perkotaan Trans Jogja,” tutup Wiyos.

  • Kecanduan Film Porno, Ayah Tega Perkosa Anak Kandungnya hingga Hamil

    Kecanduan Film Porno, Ayah Tega Perkosa Anak Kandungnya hingga Hamil

    Lampung Selatan, Beritasatu.com – Seorang ayah berinisial RA (36) tega memerkosa anak kandungnya yang masih berstatus siswi Sekolah Menengah Pertama (SMP). Rudapaksa berulang kali dilakukan pria asal Kecamatan Merbau Mataram, Kabupaten Lampung Selatan itu membuat putrinya hamil enam bulan.

    Pelaku memerkosa putri kandungnya inisial T (16) diduga karena tidak kuat menahan nafsu akibat keseringan menonton film porno dan suka menenggak minuman keras.

    Kasat Reskrim Polres Lampung Selatan AKP Dhedi Putra mengatakan, pelaku yang bekerja serabutan sudah ditahan di Mapolres Lampung Selatan untuk memudahkan penyidikan.

    “Dalam kasus asusila terhadap anak kandung ini, kami menyita barang bukti berupa sehelai celana kain panjang motif mickey mouse warna hitam, sehelai baju bermotif bunga berwarna putih, sehelai BH warna hitam, dan sehelai celana dalam warna peach,” kata Dhedi, Senin (2/12/2024).

    Kasus pemerkosaan anak oleh ayah kandung itu terungkap setelah kepala desa (kades) setempat melaporkan pelaku ke Polsek Merbau Mataram, Senin (25/11/2024).

    Dari laporan kades, petugas Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Lampung Selatan menangkap pelaku di rumahnya pada Rabu (27/11/2024).

    Korban diketahui merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Sehari-hari korban dikenal agak tertutup dan jarang berinteraksi dengan tetangga maupun teman sebayanya di sekolah.

    Kasus itu bermula dari kecurigaan guru dan teman sekolah yang melihat perut korban membesar tidak wajar. Pihak sekolah kemudian berinisiatif mengecek kondisi korban dengan berpura-pura membuat tes narkoba. 

    Saat dicek dengan alat pendeteksi kehamilan, ternyata korban positif hamil. Kemudian pihak sekolah melaporkan hal tersebut kepala desa tempat korban tinggal.

    Mendapat laporan tersebut, kepala desa tidak percaya dan melakukan tes ulang, ternyata korban benar hamil dan sudah memasuki enam bulan. 

    Pelaku yang bekerja serabutan kepada polisi mengaku sudah tiga kali merudapaksa putri kandungnya sejak awal Mei 2024.

    Menurut penuturan pelaku, ia melakukannya pertama kali saat pergantian libur semester anak sekolah. Perbuatan keji tersebut dilakukan pelaku pada malam hari, saat istrinya sedang tertidur. Setelah melakukan aksi bejatnya pelaku mengancam korban untuk tidak menceritakan kepada ibunya. 

    Pelaku mengaku ia tega merudapaksa putri kandungnya sendiri lantaran sering menonton video porno dan minum minuman keras.

    Pascakejadian, korban dan ibu kandungnya saat ini mengalami trauma. Korban dan ibu kandungnya harus mengungsi ke rumah kerabatnya untuk menghindari gunjingan warga.

    Polisi menjerat pelaku dengan Pasal 81 Undang-Undang RI Nomor 17 tahun 2016 tentang penetapan Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman 15 tahun penjara.

  • Chat Mesranya Selingkuh Sama Siswa SMK Terekspos di Depan Kelas, Guru Langsung Dipecat Sekolah

    Chat Mesranya Selingkuh Sama Siswa SMK Terekspos di Depan Kelas, Guru Langsung Dipecat Sekolah

    TRIBUNJATIM.COM – Seorang guru langsung dipecat setelah tak sengaja menampilkan chat pribadinya di kelas.

    Rupanya chat pribadi tersebut menunjukkan dirinya yang berselingkuh dengan muridnya.

    Kejadian inipun viral di media sosial setempat.

    Peristiwa ini terjadi di sekolah kejuruan di China.

    Pihak sekolah langsung mengambil langkah tegas dengan memecat seorang guru setelah insiden yang mengejutkan terjadi di dalam kelas mereka.

    Adapun guru yang dipecat tersebut bermarga Zhang.

    Zhang adalah seorang wanita yang sudah menikah dan memiliki seorang putri.

    Namun ia terlibat dalam sebuah percakapan yang sangat tidak pantas dengan seorang siswa laki-laki.

    Chat mesranya secara tidak sengaja diproyeksikan di layar kelas saat sesi pembelajaran sedang berlangsung.

    Dilansir dari South China Morning Post (SCMP), insiden ini terjadi di Distrik Qinyuan, Provinsi Shanxi, China.

    Percakapan yang terungkap melalui aplikasi media sosial WeChat ini menunjukkan adanya pengungkapan perasaan yang kuat antara sang guru dan siswanya.

    Sedangkan Zhang dan siswa tersebut berjarak cukup jauh.

    Siswanya tersebut berusia antara 15 hingga 18 tahun.

    Chat inipun menjadi sorotan setelah terjadinya kebocoran percakapan pribadi yang seharusnya tetap rahasia.

    ILUSTRASI perselingkuhan (Freepik)

    Saat itu, Zhang menggunakan komputer yang terhubung ke proyektor kelas tanpa keluar dari akun WeChat-nya.

    Sehingga membuat seluruh kelas dapat menyaksikan percakapan tersebut.

    Dalam pesan yang diproyeksikan, siswa Zhang mengajukan pertanyaan yang menunjukkan kepedulian.

    “Sayang, kenapa kamu menangis?” tanya siswa tersebut, dilansir dari TribunTrends.com, Senin, 2 Desember 2024.

    Zhang kemudian bercerita jika dirinya kecewa terhadap suaminya.

    “Saya kesal. Saya mengatakan kepadanya, ‘Anak itu memperlakukan saya seperti Anda memperlakukan saya’.”

    “Saya sangat sedih! Pria macam apa yang telah saya nikahi?” ungkap Zhang.

    Sang siswa tersebut kemudian berusaha menghibur Zhang.

    Ia menyatakan bahwa meskipun sang guru sudah menikah, dia tidak ingin mendengar bahwa Zhang membiarkan suaminya melakukan hal-hal seperti itu untuknya.

    Ia mengungkapkan perasaannya yang mencerminkan adanya kedekatan emosional yang tidak seharusnya ada antara seorang guru dan murid.

    “Sebagian besar waktu, saya tidak mengungkapkan perasaan ini karena sebelumnya saya tidak memiliki keberanian,” begitulah pengakuan siswa tersebut.

    Dalam ungkapannya, siswa tersebut juga berjanji untuk membasuh kaki Zhang di lain waktu.

    Ilustrasi selingkuh (Tribunnews.com)

    Sementara itu, pihak sekolah menyatakan bahwa mereka menanggapi insiden ini dengan sangat serius.

    Sekolah segera memulai penyelidikan terkait peristiwa yang telah mencoreng nama baik institusi pendidikan tersebut.

    Dalam sebuah pernyataan resmi yang dirilis pada 22 November 2024, sekolah mengonfirmasi bahwa Zhang telah diskors dari posisi mengajarnya hingga penyelidikan selesai.

    Berita tentang insiden ini juga dengan cepat menjadi viral di media sosial, memicu berbagai reaksi dan komentar dari netizen.

    Banyak yang mempertanyakan bagaimana perasaan orang tua siswa ketika mengetahui anak mereka terlibat dalam hubungan yang tidak pantas dengan seorang guru yang sudah menikah.

    Insiden pelanggaran oleh guru memang sering kali menarik perhatian media, menciptakan dialog publik tentang etika dan tanggung jawab di lingkungan pendidikan.

    Sebagai contoh, seorang guru berusia 50 tahun di Provinsi Anhui Timur juga baru-baru ini diselidiki karena mengirim pesan romantis yang tidak pantas kepada seorang siswi.

    Situasi ini mencerminkan perlunya perhatian yang lebih besar terhadap hubungan antara guru dan siswa serta pentingnya menjaga profesionalisme dalam pendidikan.

    Sementara itu di Indonesia, seorang pemuda buntung ditetapkan sebagai tersangka kasus rudapaksa oleh Polda NTB setelah dilaporkan oleh mahasiswi di sebuah sekolah tinggi negeri di Mataram, Kamis (28/11/2024).

    Akibat perbuatannya, Agus yang juga seorang seniman dijerat Pasal 6 UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

    Polda NTB sendiri buka suara atas penetapan Agus Buntung sebagai tersangka.

    Hal itu disampaikan oleh Kepala Subdirektorat Remaja, Anak, dan Wanita (Renakta) Reserse Kriminal Umum Polda NTB, AKBP Ni Made Pujawati.

    Ia menjelaskan, penetapan tersangka terhadap Agus Buntung sudah melewati sejumlah rangkaian.

    Polisi juga sudah meminta keterangan ahli.

    Pemuda disabilitas di Nusa Tenggara Barat (NTB) bingung karena ditetapkan sebagai tersangka rudapaksa oleh polisi (Istimewa)

    “Kita sudah melakukan serangkaian kegiatan pemeriksaan saksi-saksi, kita sudah menghadirkan ahli.”

    “Berdasarkan kesaksian ahli, meningkatkan status yang bersangkutan dari saksi menjadi tersangka,” kata AKBP Ni Made Pujawati dalam tayangan di kanal YouTube Official iNews, Minggu (1/12/2024).

    AKP Ni Made Pujawati menerangkan, kekerasan seksual yang dilakukan tersangka bukan dengan fisik.

    Ia menyebutkan, modus Agus Buntung melakukan tindakan tersebut ada unsur tekanan, sehingga korban takut dan tidak bisa menolak keinganan tersangka.

    “Dia menggerakkan seseorang untuk mau melakukan tindakan yang dia kehendaki, sehingga orang kemudian tergerak.”

    “Ada unsur menekan suatu kondisi merasa takut sehingga tidak bisa kuasa untuk menolak keinginan tersangka,” katanya.

    Diketahui, kasus ini terjadi di sebuah home stay kawasan Mataram.

    Saat itu Agus Buntung bertemu korban di teras home stay,

    Adapun mahasiswi korban pemerkosaan Agus Buntung membongkar modus pemuda tanpa tangan tersebut.

    Curhatan korban tersebut disampaikan oleh penyidik kepolisian yang menangani kasus Agus Buntung.

    Usut punya usut, Agus Buntung disinyalir memiliki tipu muslihat saat menjerat korbannya yang berjumlah lebih dari satu.

    Terkait modus, Polda NTB mengungkap pengakuan dari korban.

    Yakni para korban yang jumlahnya lebih dari satu telah terjerat tipu muslihat Agus Buntung.

    Para korban mengaku terpaksa mau disetubuhi Agus Buntung lantaran diancam aibnya bakal dibongkar.

    Agus Buntung dituduh rudapaksa mahasiswi dan jadi tersangka (Instagram)

    “Tanggal 7 Oktober 2024, tersangka melakukan dugaan tindak pidana Pelecehan Seksual Fisik terhadap korban yaitu dengan cara melakukan tipu muslihat dan mengancam akan membongkar aib masa lalu korban kepada orang tuanya sehingga korban terpaksa mau melakukan persetubuhan,” tulis keterangan postingan Polda NTB.

    Dalam kasus tersebut, polisi berhasil memperoleh dua alat bukti yang kuat guna menjerat Agus Buntung.

    Tak cuma bukti, polisi juga punya lima saksi yang menguatkan perilaku buruk Agus Buntung, di antaranya:

    Perempuan inisial AA, teman korban

    Pria penjaga homestay berinisial IWK

    Perempuan berinisial JBI, saksi sekaligus korban yang mengalami kejadian yang sama dengan korban utama

    Perempuan berinisial LA, saksi yang hampir jadi korban Agus

    Pria berinisial Y, teman korban

    Berita Viral lainnya

  • Cara Agus Buntung Manipulasi-Perkosa Korban: Ritual Mandi Suci

    Cara Agus Buntung Manipulasi-Perkosa Korban: Ritual Mandi Suci

    GELORA.CO – I Wayan Agus Suwartama (22) atau yang dikenal sebagai Agus, seorang pemuda penyandang disabilitas tunadaksa tanpa kedua lengan asal Kecamatan Selaparang, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) ditetapkan sebagai tersangka pelecehan seksual.

    Polisi mengungkapkan bagaimana cara Agus melakukan pelecehan hingga memperkosa korbannya meski dia tidak memiliki kedua lengan.

    Dirkrimum Polda NTB Kombes Pol Syarief Hidayat saat menggelar jumpa pers mengatakan awal mulanya korban sedang berjalan-jalan sambil merekam suasana Taman Udayana, Kota Mataram. Agus yang sebelumnya tidak dikenal korban menghampirinya untuk berbicara.

    “Tidak pernah saling bertemu, tidak ada kenal satu sama lain, bertemunya pada saat itu di Teras Udayana, si korban itu sedang membuat konten untuk Instagramnya dia,” kata Syarief saat jumpa pers di Polda NTB, Senin (2/12).

    Dari percakapan awal, pelaku diduga mulai melakukan manipulasi psikologis hingga intimidasi untuk melemahkan mental korban.

    Saat mengobrol itu, Agus meminta korban melihat pasangan lain yang sedang berciuman di taman. Korban sontak menangis dan teringat dengan mantan pacarnya.

    “Si pelaku menyuruh korban melihat ke sana ya, serta merta si korban ini tanpa disadari mengungkapkan kalimat seperti saya dulu sambil sedih dengan raut muka sedih hampir mengeluarkan air mata,” katanya.

    Agus lalu minta korban bercerita tentang masalah yang membuatnya menangis. Salah satu hal yang diceritakan adalah hal buruk yang dia lakukan dengan pacarnya. 

    Tindakan korban dan pacarnya itu menurut Agus telah membuat korban berdosa. Sehingga dia harus disucikan dengan ritual “Mandi Suci’.

    “Pelaku sudah mengetahui itu menyampaikan kamu itu berdosa, kamu itu perlu dibersihkan, caranya harus mandi, mandinya dengan mandi bareng,” ucap Syarief.

    Korban awalnya menolak ajakan Agus. Namun, kata Syarief, Agus terus memaksa, mengintimidasi dan mengancam akan melaporkan tindakan korban ke orang tua korban.

    “Diancam ada kalimat seperti itu dia terpaksa menuruti apa kemauan pelaku ya,” katanya.

    Agus lalu mengajak korban ke sebuah home stay untuk melakukan ritual mandi suci. Korban sempat menolak saat diminta masuk ke dalam kamar. Namun lagi-lagi Agus memaksa korban.

    “Di dalam kamar masih juga korban menolak tetapi sekali lagi pelaku sampaikan kalau kamu tidak menuruti saya, saya akan buka aib kamu. Disuruh juga buka baju ya, si pelaku yang buka baju pelaku adalah korban karena diancam dengan kalimat itu lagi. Si korban ini menggunakan rok, pakai legging dan pake CD,” katanya.

    Agus meminta korban membuka roknya. Kemudian, Agus sendiri yang melucuti legging dan celana dalam korban. “Pelaku menggunakan jari kakinya,” katanya.

    Setelah itu Agus melakukan perkosaan kepada korban. “Yang merentangkan kaki si korban adalah menggunakan kaki pelaku sendiri dengan posisi pelaku di atas,” jelas Syarief.

  • Korban Lain Agus Buntung Muncul, Ada 3 Anak Masih di Bawah Umur, Agus: Dicari-cari Kesalahan Saya

    Korban Lain Agus Buntung Muncul, Ada 3 Anak Masih di Bawah Umur, Agus: Dicari-cari Kesalahan Saya

    TRIBUNJATIM.COM – Korban dugaan pelecehan I Wayan Agus Suartama alias Agus Buntung (21) disebut tak hanya satu.

    Pria disabilitas yang menjadi tersangka kasus dugaan kekerasan seksual terhadap mahasiswi di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) ini kembali dilaporkan polisi.

    Terbaru, Agus Buntung kini dilaporkan atas dugaan kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur.

    Mengetahui ini, Agus Buntung pun sempat membantahnya.

    Melansir dari Kompas.com, Ketua Komisi Disabilitas Daerah (KDD) Joko Jumadi mengungkapkan, ada tiga laporan kekerasan terhadap anak di bawah umur yang diduga dilakukan oleh Agus Buntung.

    “Peristiwanya terjadi di tahun 2022, ada juga di tahun 2024,” ungkap Joko pada Senin (2/12/2024).

    Joko menganggap, adanya laporan korban lain harus diketahui masyarakat.

    Menurutnya, hal tersebut salah satu bentuk melindungi korban tetapi tidak mengabaikan hak-hak korban.

    Para korban mengalami peristiwa serupa dengan modus yang sama. Di antara korban tersebut pernah dipacari Agus Buntung.

    Joko memastikan, nama korban dan keberadaannya sudah terverifikasi.

    “Sekarang kita fokus apakah dia bisa menjadi saksi, masuk BAP atau tidak. Walaupun tidak, bagaimana hak mereka dipenuhi sebagai korban,” ujar Joko.

    Bantahan Agus

    Melansir dari TribunBogor, atas tuduhan baru terhadapnya, Agus Buntung semakin syok.

    Ditegaskan oleh Agus, ia tidak mungkin berani dan mampu melecehkan banyak wanita.

    “Saya berani bilang tidak (tidak ada tujuh korban perkosaan). Kenapa seketika baru ada kejadian ini, semua langsung kayak gitu melaporkan yang tidak-tidak. Kalau memang ada anu dari awal dia sudah (laporkan) saya. Seketika ada kasus ini, dicari-cari kesalahan (saya),” tegas Agus Buntung.

    “Tidak ada ancaman, ancaman seperti apa itu yang saya pengin tahu,” tantang Agus.

    Sementara itu, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTB, Kombes Pol Syarif Hidayat mengatakan, kasus kekerasan seksual yang diduga dilakukan Agus Buntung kepada mahasiswi di Mataram sudah masuk ke kejaksaan.

    “Tinggal menunggu kelengkapan dari jaksa, kalau jaksa oke, segera P21,” katanya.

    Perihal korban lain, Syarif mengatakan akan mendalami terlebih dahulu. Jika para korban melapor, pihaknya akan menindaklanjuti laporan yang masuk.

    “Paling tidak sebagai petunjuk kita ada korban lain,” ujarnya.

    Syarif mengatakan, perkara ini bukan merupakan pemerkosaan yang dianggap melakukan kekerasan fisik, tetapi laporan peristiwa pelecehan seksual.

    “UU yang diterapkan adalah Pasal 6C Undang-Undang nomor 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), bukan UU pemerkosaan atau KUHP Pasal 385. Ini yang perlu kami luruskan terkait pemberitaan,” kata Syarif.

    Syarif menegaskan, penyidik Polda NTB menangani kasus ini bukan untuk mencari-cari kesalahan orang.

    Polda NTB menangani kasus ini karena adanya laporan pengaduan dari seorang korban perempuan yang datang ke Polda NTB.

    Laporan dugaan pelecehan seksual diterima Polda NTB pada tanggal 7 Oktober 2024.

    “Kami selaku penyidik Direktorat Reskrimum Polda NTB Subdit PPA menindaklanjuti. Proses ini berjalan bukan serta-merta langsung kita tetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka,” kata Syarif.

    Syarif menjelaskan, proses yang dilakukan merupakan proses jangka panjang dan sudah melewati tahapan-tahapan. Baik  proses penyelidikan, mengumpulkan bukti-bukti, maupun meminta keterangan ahli.

    “Di mana dalam proses penyelidikan ditemukan fakta-fakta dan bukti-bukti, kita tetapkanlah Agus sebagai tersangka,” kata Syarif.

    Polda NTB sudah berupaya memperhatikan disabilitas, baik sebagai korban maupun pelaku, dengan pendampingan dari Komisi Disabilitas Daerah (KDD).

    “Kita membuat MOU dengan pemerintah setempat dan stakeholder di mana Polda NTB memperhatikan disabilitas yang berhadapan dengan hukum,” kata Syarif.

    Diketahui, Polda Nusa Tenggara Barat (NTB) menetapkan Agus Buntung alias AG (21), pemuda penyandang disabilitas asal Mataram, NTB, sebagai tersangka dugaan kasus kekerasan seksual terhadap korban M (23), seorang mahasiswi.

    Kejadian berawal saat korban dan tersangka bertemu tidak sengaja di Teras Udayana. Korban bertemu dan berkenalan di sana serta bercerita.

    Korban mengungkapkan perasaannya yang dilalui, dan si pelaku mendengarkan sehingga ada pembicaraan di sana.

    “Hingga ada kata-kata atau kalimat, ‘kalau tidak mengikuti permintaan saya, saya akan bongkar aib kamu.’ Inilah rangkaian hingga terjadilah perbuatan pelecehan seksual itu,” kata Syarif.

    Syarif menjelaskan, dugaan kekerasan seksual ini terjadi di sebuah homestay di Kota Mataram pada 7 Oktober 2024 sekitar pukul 12.00 WITA.

    Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

  • Pria Disabilitas di Mataram Kembali Dilaporkan atas Kekerasan Seksual pada Anak
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        2 Desember 2024

    Pria Disabilitas di Mataram Kembali Dilaporkan atas Kekerasan Seksual pada Anak Regional 2 Desember 2024

    Pria Disabilitas di Mataram Kembali Dilaporkan atas Kekerasan Seksual pada Anak
    Tim Redaksi
     
    MATARAM, KOMPAS.com – 
    IWAS (21) kembali dilaporkan atas kasus kekerasan seksual. Kali ini, penyandang disabilitas fisik ini dilaporkan atas dugaan kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur.
    Sebelumnya, IWAS telah ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus kekerasan seksual kepada salah satu mahasiswi di
    Mataram
    .
    Ketua Komisi Disabilitas Daerah (KDD) Joko Jumadi mengungkapkan, ada tiga laporan kekerasan terhadap anak di bawah umur yang diduga dilakukan oleh IWAS.
    “Peristiwanya terjadi di tahun 2022, ada juga di tahun 2024,” ungkap Joko pada Senin (2/12/2024).
    Joko menganggap, adanya laporan korban lain harus diketahui masyarakat. Menurutnya, hal tersebut salah satu bentuk melindungi korban tetapi tidak mengabaikan hak-hak korban.
    Para korban mengalami peristiwa serupa dengan modus yang sama. Di antara korban tersebut pernah dipacari IWAS.
    Joko memastikan, nama korban dan keberadaannya sudah terverifikasi.
    “Sekarang kita fokus apakah dia bisa menjadi saksi, masuk BAP atau tidak. Walaupun tidak, bagaimana hak mereka dipenuhi sebagai korban,” ujar Joko.
    Sementara itu, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTB, Kombes Pol Syarif Hidayat mengatakan, kasus kekerasan seksual yang diduga dilakukan IWAS kepada mahasiswi di Mataram sudah masuk ke kejaksaan.
    “Tinggal menunggu kelengkapan dari jaksa, kalau jaksa oke, segera P21,” katanya.
    Perihal korban lain, Syarif mengatakan akan mendalami terlebih dahulu. Jika para korban melapor, pihaknya akan menindaklanjuti laporan yang masuk.
    “Paling tidak sebagai petunjuk kita ada korban lain,” ujarnya.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kronologi Kasus versi Mahasiswa Disabilitas yang Jadi Tersangka Pemerkosaan di NTB

    Kronologi Kasus versi Mahasiswa Disabilitas yang Jadi Tersangka Pemerkosaan di NTB

    Mataram: Kasus yang melibatkan seorang mahasiswa penyandang disabilitas bernama Iwas alias Agus Buntung terus menuai perhatian publik. Agus, yang lahir tanpa kedua tangan, ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerkosaan terhadap seorang mahasiswi salah satu perguruan tinggi negeri di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB).

    Menurut keterangan korban, kejadian pemerkosaan berlangsung di sebuah homestay setelah Agus meminta diantar ke kampus. Laporan tersebut dilayangkan pada Kamis, 28 November 2024.

    Namun, Agus membantah tuduhan tersebut dan mengaku sebagai korban dalam insiden ini.
    Versi Agus
    Agus menjelaskan bahwa pertemuannya dengan mahasiswi itu terjadi pada awal Oktober 2024. Ia meminta bantuan kepada korban untuk diantar kembali ke kampus karena kelelahan berjalan kaki. Namun, perjalanan itu berujung di sebuah homestay di dekat kawasan Udayana.

    “Setelah muter-muter tiga kali di Islamic Center, tiba-tiba sampai di homestay. Saya bingung, tapi tetap diam saja. Begitu masuk kamar, dia langsung buka baju dan celana saya,” ungkap Agus dalam sebuah video yang beredar di media sosial yang dikutip, Senin 2 Desember 2024.

    Baca juga: Pemuda Tunadaksa Tanpa Dua Tangan di NTB Jadi Tersangka Pemerkosaan, Kok Bisa?

    Setelah kejadian tersebut, Agus diajak keluar dari penginapan dan diantar kembali ke dekat Islamic Center. Namun, korban turun dari motor dan langsung memeluk seorang pria yang kemudian memotret Agus. Tak lama, foto tersebut menyebar dengan narasi yang menyudutkannya sebagai pelaku pemerkosaan.

    Agus mengaku heran dengan logika yang digunakan untuk menjeratnya sebagai tersangka, mengingat kondisinya yang sangat bergantung pada bantuan orang lain. “Saya ini masih dimandiin orang tua, makan disuapi, kok bisa dibilang merudapaksa? Saya sedih banget, seperti mati rasa,” kata Agus.
    Penjelasan Polisi
    Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda NTB, Kombes Pol Syarief Hidayat, menjelaskan bahwa penetapan Agus sebagai tersangka didasarkan pada hasil visum korban, keterangan lima saksi, serta hasil pemeriksaan psikologis.

    Menurut polisi, Agus diduga melakukan tindakan tersebut saat dalam pengaruh minuman keras. “Kondisi ini meningkatkan keberanian tersangka untuk menyetubuhi korban sebagai bentuk balas dendam atas bullying yang ia alami,” ujar Kombes Syarief, Minggu 1 Desember 2024.

    Namun, Kombes Syarief juga menyebut Agus tidak ditahan karena kooperatif. Agus dijerat dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), dengan ancaman hukuman 12 tahun penjara atau denda Rp 300 juta.
    Reaksi Publik
    Kasus ini menarik perhatian sejumlah tokoh nasional, termasuk Anggota DPR RI Ahmad Sahroni dan pengacara kondang Hotman Paris. Dalam unggahannya, Sahroni mempertanyakan logika di balik penetapan Agus sebagai tersangka. “Ini beneran nggak sih kejadian di Polda NTB? Disabilitas yang tidak memiliki tangan apa iya bisa memperkosa?” tulis Sahroni di Instagram.

    Sementara itu, Hotman Paris mengundang Agus untuk bergabung dengan tim kuasa hukumnya, Hotman 911, agar dapat memperjuangkan keadilan.

    Kasus ini terus bergulir dan menuai pro dan kontra di tengah masyarakat, menyoroti perlakuan hukum terhadap penyandang disabilitas dalam situasi seperti ini.

    Mataram: Kasus yang melibatkan seorang mahasiswa penyandang disabilitas bernama Iwas alias Agus Buntung terus menuai perhatian publik. Agus, yang lahir tanpa kedua tangan, ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerkosaan terhadap seorang mahasiswi salah satu perguruan tinggi negeri di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB).
     
    Menurut keterangan korban, kejadian pemerkosaan berlangsung di sebuah homestay setelah Agus meminta diantar ke kampus. Laporan tersebut dilayangkan pada Kamis, 28 November 2024.
     
    Namun, Agus membantah tuduhan tersebut dan mengaku sebagai korban dalam insiden ini.

    Versi Agus

    Agus menjelaskan bahwa pertemuannya dengan mahasiswi itu terjadi pada awal Oktober 2024. Ia meminta bantuan kepada korban untuk diantar kembali ke kampus karena kelelahan berjalan kaki. Namun, perjalanan itu berujung di sebuah homestay di dekat kawasan Udayana.
    “Setelah muter-muter tiga kali di Islamic Center, tiba-tiba sampai di homestay. Saya bingung, tapi tetap diam saja. Begitu masuk kamar, dia langsung buka baju dan celana saya,” ungkap Agus dalam sebuah video yang beredar di media sosial yang dikutip, Senin 2 Desember 2024.
     
    Baca juga: Pemuda Tunadaksa Tanpa Dua Tangan di NTB Jadi Tersangka Pemerkosaan, Kok Bisa?
     
    Setelah kejadian tersebut, Agus diajak keluar dari penginapan dan diantar kembali ke dekat Islamic Center. Namun, korban turun dari motor dan langsung memeluk seorang pria yang kemudian memotret Agus. Tak lama, foto tersebut menyebar dengan narasi yang menyudutkannya sebagai pelaku pemerkosaan.
     
    Agus mengaku heran dengan logika yang digunakan untuk menjeratnya sebagai tersangka, mengingat kondisinya yang sangat bergantung pada bantuan orang lain. “Saya ini masih dimandiin orang tua, makan disuapi, kok bisa dibilang merudapaksa? Saya sedih banget, seperti mati rasa,” kata Agus.

    Penjelasan Polisi

    Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda NTB, Kombes Pol Syarief Hidayat, menjelaskan bahwa penetapan Agus sebagai tersangka didasarkan pada hasil visum korban, keterangan lima saksi, serta hasil pemeriksaan psikologis.
     
    Menurut polisi, Agus diduga melakukan tindakan tersebut saat dalam pengaruh minuman keras. “Kondisi ini meningkatkan keberanian tersangka untuk menyetubuhi korban sebagai bentuk balas dendam atas bullying yang ia alami,” ujar Kombes Syarief, Minggu 1 Desember 2024.
     
    Namun, Kombes Syarief juga menyebut Agus tidak ditahan karena kooperatif. Agus dijerat dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), dengan ancaman hukuman 12 tahun penjara atau denda Rp 300 juta.

    Reaksi Publik

    Kasus ini menarik perhatian sejumlah tokoh nasional, termasuk Anggota DPR RI Ahmad Sahroni dan pengacara kondang Hotman Paris. Dalam unggahannya, Sahroni mempertanyakan logika di balik penetapan Agus sebagai tersangka. “Ini beneran nggak sih kejadian di Polda NTB? Disabilitas yang tidak memiliki tangan apa iya bisa memperkosa?” tulis Sahroni di Instagram.
     
    Sementara itu, Hotman Paris mengundang Agus untuk bergabung dengan tim kuasa hukumnya, Hotman 911, agar dapat memperjuangkan keadilan.
     
    Kasus ini terus bergulir dan menuai pro dan kontra di tengah masyarakat, menyoroti perlakuan hukum terhadap penyandang disabilitas dalam situasi seperti ini.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (DHI)

  • Kasus Agus ‘NTB’, Korban yang Mengaku Dilecehkan Terus Bermunculan

    Kasus Pelecehan Seksual di NTB, Terduga Pelaku Penyandang Disabilitas Dapat Pendampingan Khusus

    Mataram, Beritasatu.com – Kasus pelecehan seksual di Nusa Tenggara Barat (NTB) yang melibatkan seorang penyandang disabilitas, IWAS alias Agus, menjadi perhatian publik. Dalam beberapa waktu terakhir, kasus ini viral dan memicu berbagai spekulasi.

    Direktur Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda NTB, Kombes Pol Syarif Hidayat, meluruskan kesalahpahaman yang beredar. Ia menegaskan kasus ini bukan pemerkosaan, melainkan pelecehan seksual secara fisik sebagaimana diatur dalam Pasal 6c Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

    “Kasus ini tergolong pelecehan seksual secara fisik, bukan kekerasan fisik lengkap seperti yang dibayangkan banyak pihak,” jelas Kombes Syarif pada Senin (2/12).

    Kasus ini berawal dari laporan seorang perempuan ke Polda NTB. Proses hukum melalui tahapan penyelidikan, pengumpulan bukti, dan pemeriksaan mendalam sebelum menetapkan tersangka. Visum menunjukkan adanya tanda kekerasan benda tumpul pada korban, yang menjadi alat bukti kuat.

    “Polda NTB tidak mencari kesalahan, melainkan menjalankan proses hukum berdasarkan laporan korban dengan mempertimbangkan aspek hukum dan kemanusiaan,” tambahnya.

    Ketua Komisi Disabilitas Daerah (KDD) Mataram, Joko Jumadi, mengungkapkan pendampingan terhadap Agus dilakukan sejak awal laporan diterima. Hal ini sesuai dengan PP Nomor 39 Tahun 2020 tentang Akomodasi Layak bagi Penyandang Disabilitas Berhadapan dengan Hukum.

    “Begitu terlapor diketahui sebagai penyandang disabilitas, Polda NTB segera berkoordinasi dengan kami,” ujar Joko.

    Agus didampingi tim advokat dari LBH Fakultas Hukum untuk memastikan proses hukum berjalan adil. Hingga kini, Agus ditempatkan dalam tahanan rumah mengingat kondisinya.

    Dalam perkembangan kasus, ditemukan dua korban lain dengan modus serupa. Bahkan, laporan masyarakat menyebut adanya tiga korban lain, termasuk anak-anak. Saat ini, penyelidikan lebih lanjut sedang berlangsung.

    “Penyandang disabilitas memiliki hak yang sama di mata hukum. Kami mengimbau masyarakat untuk mempercayakan proses hukum kepada pihak berwenang dan menghindari spekulasi,” tutup Joko.