kab/kota: Magetan

  • 10
                    
                        Awal Mula Mbok Yem Buka Warung di Puncak Gunung Lawu, Tolong Pendaki Kehabisan Bekal
                        Surabaya

    10 Awal Mula Mbok Yem Buka Warung di Puncak Gunung Lawu, Tolong Pendaki Kehabisan Bekal Surabaya

    Awal Mula Mbok Yem Buka Warung di Puncak Gunung Lawu, Tolong Pendaki Kehabisan Bekal
    Tim Redaksi
    MAGETAN, KOMPAS.com
    – Siapa sangka, Wakiyem (82) atau dikenal dengan
    Mbok Yem
    membuka warung di puncak
    Gunung Lawu
    berawal dari ketidaksengajaan.
    Inspirasi untuk mendirikan warung di ketinggian itu berawal ketika Mbok Yem menolong para
    pendaki
    yang melaksanakan ritual dan kehabisan bekal sekitar tahun 1980-an.
    Warung itu akhirnya bertahan hingga saat ini dan menjadi jujukan para pendaki hingga melegenda di puncak
    Gunung Lawu

    Cerita tersebut disampaikan Mbok Yem saat
    Kompas.com
    berkunjung ke rumahnya pada hari Jumat, 5 Juni 2020, saat ia memiliki hajatan menikahkan cucunya.
    “Awalnya tidak tahu ada yang memanggil-manggil saat kita membuat api unggun. Ternyata ada pendaki yang melakukan ritual kehabisan bekal,” ujarnya kala itu.
    Mbok Yem mengaku sempat dikira bukan bangsa manusia oleh pendaki ritual yang kehabisan bekal karena di tahun 1980-an jarang sekali perempuan mendaki.
    “Awalnya ditanya apakah saya orang, ya saya jawab orang. Dikiranya saya bangsa lelembut,” katanya.
    Sejak saat itu, Mbok Yem mengaku diminta berjualan oleh salah satu petugas pemangku kawasan hutan Gunung Lawu.
    “Ya, diminta untuk jualan di Gunung Lawu,” ujar Mbok Yem.
    Syaiful Gimbal, cucu Mbok Yem, mengaku sempat merasakan betapa beratnya pekerjaan Mbok Yem saat masih mencari tumbuhan jamu herbal di Hutan Gunung Lawu sebelum membuka warung di dekat
    puncak Gunung Lawu
    .
    Dia mengaku saat masih kelas 5 sempat menyusul Mbok Yem dan sempat bermalam di tengah hutan Gunung Lawu.
    “Kalau bermalam di Gunung Lawu dulu, Mbok Yem tidurnya gali sisi bukit, gali tanah seperti di dalam galian biar hangat. Kalau di luar dingin sekali. Saya pernah ikut sekali saat kelas 5 SD,” kenangnya.
    Awalnya membuka warung adalah ketika ada pendaki yang membutuhkan makanan karena tak membawa bekal.
    “Ya, awalnya itu kan ada pendaki yang butuh makanan karena tidak membawa bekal. Kemudian Mbok Yem akhirnya mencoba berjualan dari bekal yang dia bawa untuk mencari jamu,” imbuhnya.
    Saelan, salah satu anak Mbok Yem, mengaku untuk memasok bahan makanan seperti beras, minyak goreng, dan sejumlah kebutuhan warung, ia bisa mengantar 3 kali naik turun Gunung Lawu setiap minggu.
    “Minimal itu bawa 35 kilogram beban, ya beras, minyak, semua kebutuhan untuk warung. Awalnya itu minimal 3 kali mengirim,” ucapnya.
    Saelan mengaku butuh waktu 5 hingga 6 jam untuk mengantarkan sembako untuk jualan ibunya.
    Di awal jualan, Mbok Yem kondisi jalur pendakian ke
    Puncak Gunung Lawu
    tidak semudah saat ini.
    “Dulu jalan setapak ya licin kalau hujan. Barang yang dibawa beratnya minimal 35 kilogram sampai 40 kilogram. Kalau tidak hujan ya 5 jam sampai puncak, kalau hujan bisa sampai 6 jam,” imbuhnya.
    Di awal tahun 2019, Mbok Yem mengaku mendapat bantuan panel tenaga surya dari pendaki Jakarta untuk penerangan dan membantu pendaki yang membutuhkan cas HP.
    Saat itu, pendaki tersebut memberikan panel surya, 3 buah aki untuk menampung listrik, dan 4 buah bola lampu.
    “Yang bantu pendaki dari Jakarta membawakan itu listrik matahari sama 3 buah aki dan 4 lampu,” cerita Mbok Yem kala itu.
    Dengan memiliki panel surya, jika malam hari Mbok Yem tak lagi mengalami kegelapan atau mengandalkan lampu minyak.
    Mbok Yem juga memahami kebutuhan para pendaki untuk mengecas HP yang mereka bawa.
    “Boleh cas HP tapi saya batasi sampai jam 4 sore, kalau siang mau bisa ngisi akinya, kalau malam untuk penerangan kita sendiri,” ucap Mbok Yem.
    Mbok Yem mengaku mengutip biaya cas Rp 5.000 setiap HP untuk biaya perawatan peralatan panel surya miliknya.

    Yo tak tarik limangewu sak HP
    (Ditarik Rp 5.000 per HP). Lha kok enak betul kalau tidak ditarik.
    Ngunu kuwi yo enek sing ora mbayar
    (Meski begitu masih ada yang tidak bayar),” katanya sambil tertawa.
    Meski sulit membawa bahan makanan untuk jualan di warungnya, Mbok Yem tidak mematok harga mahal untuk menu nasi pecel andalannya.
    Satu porsi nasi pecel dia jual Rp 13.000, sementara nasi soto atau rawon dijual dengan harga Rp 15.000.
    Untuk minuman seperti kopi, teh, dan minuman lainnya, rata-rata dijual dengan harga Rp 5.000.
    Tak terasa lebih dari 35 tahun Mbok Yem telah membuka warung di Puncak Gunung Lawu.
    Sudah ribuan pendaki yang merasa tertolong dengan keberadaan warung Mbok Yem di Puncak Gunung Lawu.
    Setelah pulang dari perawatan di RSU Aisyiyah Ponorogo karena sakit pneumonia, rencananya Mbok Yem akan istirahat berjualan dan akan menunggu cucunya.
    Sayangnya, keinginan Mbok Yem belum kesampaian.
    Mbok Yem meninggal pada Rabu siang sekitar pukul 13:30 WIB.
    “Kalau ditotal dari mencari jamu sampai buka warung ya 40 tahun lebih. Rencananya memang mau istirahat mau nunggu cucunya kalau sudah pulih. Kalau soal warung mau dibicarakan nanti karena kita fokus bagaimana Mbok Yem sembuh dulu,” ucap Syaiful Gimbal.
    Legenda Gunung Lawu Wakiyem (82) atau lebih dikenal Mbok Yem, meninggal dunia Rabu siang sekitar pukul 13:30 WIB di kediamannya di Dusun Dagung, Desa Gonggang, Kecamatan Poncol, Magetan, Jawa Timur.
    Mbok Yem sempat dirawat di RSU Aisyiyah selama lebih dari 2 minggu karena menderita pneumonia.
     
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Sosok Ikonik Gunung Lawu, Mbok Yem Meninggal, Dimakamkan di Magetan

    Sosok Ikonik Gunung Lawu, Mbok Yem Meninggal, Dimakamkan di Magetan

    Magetan (beritajatim.com) – Sosok ikonik Gunung Lawu. Mbok Yem, atau yang memiliki nama asli Wakiyem, sosok legendaris yang dikenal sebagai pemilik warung tertinggi di Hargo Dumilah, Jalur Pendakian Gunung Lawu, meninggal dunia pada Selasa (23/4/2025) siang di usia 81 tahun. Mbok Yem menghembuskan napas terakhir di kediamannya yang berada di Dusun Dagung, Desa Gonggang, Kecamatan Poncol, Magetan.

    Mbok Yem dikenal sebagai figur ikonik bagi para pendaki Gunung Lawu. Setiap pendaki yang tiba di puncak hampir pasti mengenal warung kecilnya yang menjadi tempat istirahat dan penghangat suasana di tengah dinginnya ketinggian gunung. Sosoknya yang bersahaja dan ramah menjadikannya ibu bagi banyak pendaki dari berbagai daerah.

    “Kondisi Mbok Yem sudah drop tidak mau makan minum sudah tiga hari. Hanya minum susu sedikit. Rencananya Jumat (25/4/2025) Mbok Yem harus kontrol kedua,” kata Saiful Bachri, cucu Mbok Yem.

    Menurut Saiful, sebelum meninggal dunia, Mbok Yem masih menunjukkan sedikit semangat hidup. “Kemarin (Selasa) masih minta mandi, lalu tidur sampai meninggal ini,” ungkapnya.

    Kepala Dusun Dagung, Sugeng Sucipto, mengonfirmasi bahwa Mbok Yem wafat sekitar pukul 14.00 WIB. Ia menyebutkan bahwa kondisi kesehatan Mbok Yem sudah cukup parah akibat komplikasi penyakit yang dideritanya. Sebelumnya, almarhumah sempat menjalani perawatan intensif di RS Siti Aisyiyah Ponorogo selama 19 hari. Menjelang Lebaran, beliau dipulangkan untuk dirawat di rumah.

    “Kondisinya di rumah sebenarnya sudah membaik, namun akhir-akhir ini kondisinya melemah kemudian pukul 14.00 ini Mbok Yem menghembuskan nafas yang terakhir,” katanya.

    Sugeng menambahkan, “Kondisinya sudah sangat lemah sekali. Hampir satu bulan Mbok Yem dirawat di rumah dan akhirnya meninggal dunia.”

    Tak hanya dikenal di kalangan pendaki, Mbok Yem juga memiliki hubungan yang sangat baik dengan masyarakat sekitar. Ia digambarkan sebagai pribadi yang dermawan dan suka menolong tetangga meskipun lebih sering tinggal di Gunung Lawu dan hanya turun ke rumah setahun sekali saat Lebaran.

    “Mbok Yem dimakamkan pada Kamis malam, karena masih menunggu anaknya tiba. Dimakamkan satu lokasi dengan suaminya (Kamsir) di lingkungan setempat yang berjarak 1 kilometer dari rumahnya,” pungkasnya.

    Kepergian Mbok Yem meninggalkan kesedihan mendalam, tidak hanya bagi keluarganya, tetapi juga komunitas pendaki dan masyarakat sekitar yang mengenalnya sebagai sosok penuh kasih dan keteguhan hidup di tengah alam pegunungan. [fiq/kun]

  • Sosok Mbok Yem Meninggal, Relawan: Tidak Naik Gunung Lawu Lagi Seusai Lebaran Karena Sakit

    Sosok Mbok Yem Meninggal, Relawan: Tidak Naik Gunung Lawu Lagi Seusai Lebaran Karena Sakit

    TRIBUNJATENG.COM, KARANGANYAR – Dunia pendakian berduka atas meninggalnya Wakiyem atau akrab disapa Mbok Yem, pedagang warung di sekitar puncak Gunung Lawu yang terletak di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur.

    Nama Mbok Yem tentu tidak asing lagi bagi pendaki Gunung Lawu.

    Warung milik warga Magetan itu kerapkali menjadi jujukan pendaki dari berbagai daerah yang melakukan pendakian ke Gunung Lawu.

    Kabar duka tersebut dibenarkan Relawan Tawangmangu sekaligus Juru Kunci Bancolono, Haryanto atau akrab disapa Best. 

    Dia menerima kabar Mbok Yem meninggal pada Rabu (23/4/2025) sekira pukul 15.00.

    “Iya dapat kabar (duka) pukul 15.00,” katanya kepada Tribunjateng.com, Rabu (23/4/2025).

    Mbok Yem biasanya melakukan pendakian menuju ke warungnya di kawasan Hargo Dalem melalui Jalur Cemoro Sewu Magetan Jawa Timur.

    Mbok Yem turun gunung pada Lebaran tahun ini.

    Biasanya setiap kali selesai Lebaran, Mbok Yem kembali lagi berjualan di warungnya sekitar puncak Gunung Lawu.

    “Karena sakit tidak naik lagi.”

    “Tidak diperbolehkan anaknya,” terangnya.

    Dia menuturkan, Mbok Yem berjualan di kawasan Hargo Dalem.

    Seingatnya saat dia melakukan pendakian bersama ayahnya, terang Best, Mbok Yem sudah berjualan di warung pada 1998.

    Seiring berkembangnya teknologi dan media sosial, lanjutnya, Mbok Yem semakin dikenal di kalangan pendaki.

    Dia menceritakan, semula Mbok Yem naik ke Gunung Lawu itu untuk mencari tanaman herbal.

    Kemudian lambat lahun berjualan di kawasan puncak dengan mendirikan warung semi permanen.

    Kini ada lima warung yang berada di sekitar puncak Lawu, salah satunya milik Mbok Yem.

    Best mengungkapkan, Mbok Yem naik turun Gunung Lawu ditandu oleh beberapa orang sejak sekira 4 tahun terakhir.

    Sebelumnya Mbok Yem naik turun gunung didampingi porter yang biasa membawa barang dagangan.

    Setiapkali membawa tamu melakukan pendakian ke Gunung Lawu dia terkadang juga membawa tamu tersebut ke Warung Mbok Yem.

    Ada beberapa makanan dijajakan di warung tersebut.

    Seperti soto, mie instan, teh tapi biasanya yang kerap dicari pendaki itu pecel.

    Terkait keseharian Mbok Yem di warung, terang Best, hanya menunggu pendaki yang mampir ke warungnya selain mengurus monyet peliharaannya yang diberi nama Temon atau ayam.

    Terkadang Mbok Yem juga menonton siaran televisi mengingat telah ada panel surya untuk membantu pasokan listrik di warungnya.

    Sementara itu, Relawan Cetho, Nardi mengungkapkan, adanya warung di kawasan puncak tentu sangat membantu terutama bagi para pendaki yang membutuhkan logistik.

    “Biasanya memang (Warung Mbok Yem) menjadi jujukan para pendaki,” ungkapnya.

    Dia menambahkan, Mbok Yem hanya turun gunung bertepatan dengan momentum Lebaran atau ketika ada hajatan di rumah. (*)

  • 2
                    
                        Legenda Gunung Lawu Mbok Yem Meninggal Dunia
                        Surabaya

    2 Legenda Gunung Lawu Mbok Yem Meninggal Dunia Surabaya

    Legenda Gunung Lawu Mbok Yem Meninggal Dunia
    Tim Redaksi
    PONOROGO, KOMPAS.com

    Legenda Gunung Lawu
    , Wakiyem (82) atau lebih dikenal
    Mbok Yem
    , meninggal dunia di kediamannya, Dusun Dagung, Desa Gonggang, Kecamatan Poncol, Magetan, Jawa Timur, Rabu (23/4/2025). 
    Juru bicara keluarga besar Mbok Yem, Syaiful Gimbal, mengatakan bahwa setelah menjalani rawat jalan di RSU Aisyiyah Ponorogo, Mbok Yem beristirahat di rumahnya.
    “Benar, meninggalnya di rumah tadi sekitar pukul 13.30 WIB,” ujarnya melalui sambungan telepon Rabu (23/4/2025).
    Syaiful menyampaikan, saat ini jenazah Mbok Yem disemayamkan di rumah duka dan akan dimakamkan di pemakaman umum Desa Gonggang.
    “Iya, ini akan langsung dimakamkan, masih menunggu prosesi memandikan dan akan dilanjutkan untuk dimakamkan di pemakaman desa,” katanya. 
    Sebelumnya, Mbok Yem sempat menjalani perawatan di RSU Aisyiyah karena menderita
    pneumonia
    Maret lalu.
    Setelah menjalani perawatan selama dua minggu, Mbok Yem menjalani rawat jalan untuk penyakitnya.
    Nama Mbok Yem menjadi legenda di Puncak Gunung Lawu setelah membuka warung makan pertama di puncak Gunung Lawu sejak tahun 1980-an.
    Pemilik nama asli Wakiyem tersebut menjadi legenda setelah menjadi jujugan para pendaki yang berada di puncak Gunung Lawu karena menyediakan tempat jualannya sebagai persinggahan pendaki yang kedinginan.
    Warung Mbok Yem juga menyediakan makanan yang sangat murah meski berada di puncak Gunung Lawu.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Ada 1.531 ODGJ Magetan, Ini Mayoritas Penyebabnya

    Ada 1.531 ODGJ Magetan, Ini Mayoritas Penyebabnya

    Magetan (beritajatim.com) – Kesehatan jiwa menjadi perhatian serius di Kabupaten Magetan. Berdasarkan data terbaru dari Dinas Kesehatan Kabupaten Magetan tahun 2024, jumlah Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) berat mencapai 1.531 kasus. Selain itu, terdapat 750 kasus depresi, 1.132 kasus gangguan cemas, serta 774 kasus campuran antara depresi dan cemas. Angka ini menunjukkan bahwa masalah kesehatan mental di Magetan masih tinggi dan memerlukan penanganan serius.

    “Ini data tahun 2024 mbak, untuk ODGJ berat 1531. Yang depresi 750, cemas 1132, campuran depresi cemas 774, kasus pasung 11,” jelas Rizki Dian Puspitasari, S.Kep.Ns, Penanggung Jawab Program Kesehatan Jiwa Nazpa Dinas Kesehatan Kabupaten Magetan.

    Jika dibandingkan dengan tahun 2023, terdapat perubahan signifikan pada pola kasus. Tahun sebelumnya, tercatat 1.597 kasus ODGJ berat, 279 kasus depresi, 1.541 kasus cemas, serta 349 kasus campuran depresi dan cemas. Terlihat bahwa tahun ini terjadi peningkatan pada kasus depresi dan campuran, meski jumlah ODGJ berat sedikit menurun.

    Perubahan juga terjadi pada profil demografis penderita. “Untuk 2023 didominasi perempuan, 2024 laki-laki,” ujar Rizki.

    Ia juga menyampaikan bahwa kasus pemasungan masih terjadi, dengan jumlah 11 kasus pada tahun ini. “Kasus pasung terbanyak Sukomoro, Lembeyan. Gorang Gareng, Taji ada 2 kasus pasung,” lanjutnya.

    Penyebab gangguan kesehatan jiwa, menurut Rizki, sangat kompleks. “Penyebabnya banyak faktor, bisa ekonomi dan sosial,” ungkapnya.

    Dalam menghadapi tingginya kasus kesehatan jiwa ini, Dinas Kesehatan Magetan telah melakukan berbagai upaya. Layanan kesehatan jiwa kini tersedia di 22 puskesmas yang tersebar di seluruh kabupaten. Layanan ini mencakup upaya promotif, preventif, kuratif, hingga rehabilitatif, dengan tujuan memberikan penanganan yang lebih komprehensif kepada masyarakat.

    Meskipun belum tersedia data rinci mengenai pasien rawat inap di RSUD dr. Sayidiman, Dinas Kesehatan terus berupaya untuk memperbaiki sistem pencatatan dan pemantauan kasus agar intervensi yang dilakukan lebih tepat sasaran. [fiq/aje]

  • 7
                    
                        Puluhan Guru di Magetan Tak Terdata di Dapodik, Ketua PGRI: Diangkat Kepsek Tanpa Sepengetahuan Dinas
                        Surabaya

    7 Puluhan Guru di Magetan Tak Terdata di Dapodik, Ketua PGRI: Diangkat Kepsek Tanpa Sepengetahuan Dinas Surabaya

    Puluhan Guru di Magetan Tak Terdata di Dapodik, Ketua PGRI: Diangkat Kepsek Tanpa Sepengetahuan Dinas
    Tim Redaksi
    MAGETAN, KOMPAS.com
    – Sejumlah guru di Kabupaten Magetan, Jawa Timur, ditengarai tak terdaftar di Data Pokok Pendidikan (
    Dapodik
    ) karena diangkat sepihak oleh kepala sekolah tanpa adanya koordinasi dengan Dinas Pendidikan.
    Ketua
    PGRI
    Kabupaten Magetan, Sundarto, mengatakan bahwa sejumlah guru tersebut mengadukan nasib mereka ke PGRI setelah pemerintah menerapkan UU ASN No 23 Tahun 2023.
    “Yang jelas sekarang itu ada beberapa guru yang datang ke PGRI tapi belum berdapodik. Padahal,
    dapodik
    2,5 tahun guru dapat dapodik ikut P2 P3 ini (penjaringan
    P3K
    ). Dia tidak termasuk itu,” ujarnya saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (23/4/2025).
    Sundarto menambahkan, terkait keberadaan puluhan guru yang tidak terdata di dapodik dengan masa kerja di bawah 2,5 tahun, dipastikan tidak akan masuk dalam penjaringan P3K yang masih menyisakan 200 formasi.
    Keberadaan guru yang tidak terdata di dapodik disebabkan oleh kepala sekolah yang memaksakan guru untuk mengajar karena kebutuhan pengajar yang diduga masih kurang.
    Guru tersebut diduga memiliki masa kerja kurang dari 2,5 tahun.
    “Sekolah melangkah sendiri tidak izin Disdikpora. Kepala sekolah memaksakan karena tidak ada yang mengajar,” imbuhnya.
    Karena tidak bisa mengikuti penjaringan tenaga P3K, maka puluhan guru tersebut dipastikan tidak akan mendapat tempat untuk mengajar.
    “Tapi yang jelas itu nanti dengan adanya yang P2 dan P3, kalau ini SK kan mereka tidak ada tempat,” ucapnya.
    Dengan adanya penerapan UU ASN, menurut Sundarto, Kabupaten Magetan tidak akan mengalami kekurangan guru lagi.
    Guru juga akan memiliki status yang jelas dengan standar gaji yang sesuai dengan aturan pemerintah.
    “Kalau tidak ada honor, kemudian pemerintah sangat bertanggung jawab, tidak seperti 5 tahun yang lalu kita berayukur, karena guru setidaknya menerima gaji yang bisa membiayai hidupnya. Magetan dipastikan tidak kekurangan guru lagi,” pungkasnya.
     
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Cerah Terik! Begini Prakiraan Cuaca Ngawi, Magetan, dan Ponorogo 23 April 2025

    Cerah Terik! Begini Prakiraan Cuaca Ngawi, Magetan, dan Ponorogo 23 April 2025

    Surabaya (beritajatim.com) – Cuaca cerah diperkirakan akan mewarnai wilayah Ngawi, Magetan, dan Ponorogo pada Rabu, 23 April 2025. Berdasarkan prakiraan dari BMKG Juanda yang disampaikan oleh Oky Sukma Hakim, S.Tr., kondisi langit di ketiga daerah tersebut akan mengalami perubahan yang cukup dinamis dari pagi hingga malam hari.

    Di wilayah Ngawi, pagi hari akan diawali dengan langit berawan mulai pukul 06.00 hingga 12.00 WIB. Namun, kondisi tersebut akan berangsur berubah menjadi cerah terik mulai pukul 15.00 hingga pukul 21.00 WIB.

    Suhu udara di Ngawi diperkirakan berkisar antara 22 hingga 31 derajat Celsius, dengan tingkat kelembaban udara antara 65 sampai 92 persen. Angin bertiup dari arah Tenggara dengan kecepatan 10,5 km per jam.

    Sementara itu, di Magetan, cuaca pagi akan didominasi oleh langit cerah berawan. Namun menjelang siang, tepatnya pukul 09.00 hingga 12.00 WIB, wilayah ini akan mengalami kondisi berawan total.

    Setelah itu, cuaca kembali membaik dengan cerah yang mendominasi langit mulai pukul 15.00 WIB hingga malam.

    “Suhu di Magetan berkisar 22 hingga 31 derajat Celcius, dengan kelembaban udara antara 70 hingga 82 persen. Anginnya berasal dari arah Selatan dengan kecepatan sekitar 15,4 km per jam,” jelas Oky.

    Di Ponorogo, kondisi cuaca pada Rabu pagi tidak jauh berbeda. Langit akan berawan sejak pukul 06.00 hingga pukul 09.00 WIB, kemudian mulai cerah berawan saat siang, dan cerah terik hingga malam.

    “Suhu di Ponorogo cukup tinggi, bisa mencapai 34 derajat Celcius di sore hari,” terang Oky.

    Kecepatan angin di wilayah ini mencapai 18 km per jam yang bertiup dari arah Tenggara, dengan kelembaban udara berkisar antara 54 sampai 89 persen.

    Dengan kondisi cuaca yang umumnya cerah di siang dan malam hari, masyarakat diimbau untuk tetap menjaga kesehatan serta menggunakan perlindungan dari paparan sinar matahari, terutama saat beraktivitas di luar ruangan.

    “Kami menghimbau warga untuk tetap waspada terhadap perubahan cuaca yang bisa terjadi sewaktu-waktu dan selalu memperhatikan informasi dari BMKG,” tutup Oky. (mnd/ian)

  • Beraksi Lintas Kota, Pengasuh Cabul Terhadap Santri Ditangkap Polisi 
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        22 April 2025

    Beraksi Lintas Kota, Pengasuh Cabul Terhadap Santri Ditangkap Polisi Regional 22 April 2025

    Beraksi Lintas Kota, Pengasuh Cabul Terhadap Santri Ditangkap Polisi
    Tim Redaksi
    SALATIGA, KOMPAS.com –
    Seorang pengasuh di pondok pesantren yang melakukan tindakan cabul terhadap santrinya ditangkap polisi. Pelaku tak hanya beraksi di Kota Salatiga, tapi juga di beberapa kota lain.
    Pelaku yang berinisial R (24) warga Bambukuning Kecamatan Jelutung Kota Jambi, dilaporkan ke polisi oleh ibu korban.
    “Pelapor adalah NK warga Kecamatan Tingkir Kota Salatiga, korban berusia 11 tahun,” kata Kapolres Salatiga AKBP Veronica di Pendopo Polres Salatiga, Selasa (22/4/2025) 
    Kasus ini terbongkar bermula pada Selasa (25/3/2024) tersangka mengajak anak korban dan anak-anak lainnya untuk berbuka puasa di rumah salah satu mantan pengasuh ponpes daerah Kota Salatiga.
    Kemudian tersangka berpesan untuk mengantar korban ke rumah saksi S yang terletak di daerah Sidorejo Kidul Kota Salatiga.
    Pukul 21.00 WIB, tersangka datang ke rumah Saksi S untuk menjemput anak korban.
    “Lalu dibawa ke Terminal Tingkir untuk diajak ke Semarang, karena tersangka mengatakan ke anak korban kalau ibunya di Semarang,” kata Veronica.
    Sesampainya di Semarang, tersangka mendaftarkan anak korban ke salah satu pondok namun ditolak dengan alasan syarat adminsitrasi tidak lengkap.
    Menurut Veronica, tersangka mendapatkan pondok yang mau menerima anak korban dan dirinya sebagai pengasuh pada Senin (7/4/2025).
    “Di salah satu pondok Semarang tersebut tersangka juga melakukan perbuatan cabul terhadap anak korban,” paparnya.
    Setelah anaknya dilarikan pelaku, ibu korban melapor ke Polres Salatiga.
    Bersama Unit Jatanras Polda Jateng, Tim Satreskrim Polres Salatiga melakukan pengejaran ke beberapa wilayah.
    Mulai dari Ngablak Kabupaten Magelang, Magetan (Jawa Timur), Jambi dan di sekitar Semarang.
    “Tim awalnya mendapat kesulitan karena tersangka sering gonta-ganti nomor ponsel. Namun pelarian tersangka berakhir pada Sabtu (12/4/2025) pukul 12.00 WIB setelah ditangkap di pondok yang berada di wilayah Banyumanik Kota Semarang,” ungkap Veronica.
    Dari hasil pemeriksaaan, tersangka juga melakukan perbuatan cabul dengan korban berbeda di daerah Ponorogo, Pacitan, dan Kediri Provinsi Jawa Timur.
    “Sementara di salah satu pondok Kota Salatiga, tersangka juga melakukan perbuatan cabul,” paparnya.
    Veronica mengatakan, modus tersangka adalah membawa pergi anak korban tanpa seizin orangtuanya atau pemilik pondok untuk melampiaskan nafsu.
    “Tersangka selalu membelikan mainan ke anak korban dan meminjamkan ponselnya agar anak korban selalu nurut dengan tersangka,” ujarnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • ODGJ di Magetan Ditemukan Tewas Membusuk di Rumah

    ODGJ di Magetan Ditemukan Tewas Membusuk di Rumah

    Magetan (beritajatim.com) – Warga Desa Jajar, Kecamatan Kartoharjo, Kabupaten Magetan, Jawa Timur, dikejutkan dengan penemuan jasad seorang pria bernama Hadi Suwito (42), yang telah membusuk di dalam rumahnya pada Senin, (21/4/2025) sekitar pukul 18.00 WIB. Korban diketahui sebagai Orang Dalam Gangguan Jiwa (ODGJ) dan selama ini tinggal bersama ibunya, Sutinem (70), yang juga merupakan ODGJ.

    Kondisi jenazah Hadi saat ditemukan sudah dalam keadaan membusuk dan dikerubungi semut. Diduga kuat, korban telah meninggal lebih dari sepekan sebelum akhirnya ditemukan. Ironisnya, sang ibu yang tinggal satu atap tidak menyadari bahwa anaknya telah meninggal dunia.

    Penemuan mengerikan ini bermula saat Sutinem meminta bantuan kepada saudaranya yang tinggal bersebelahan untuk memperbaiki genting rumah. Ia juga menyuruh saudaranya itu melihat kondisi anaknya yang dikerubungi semut. Saat itulah jenazah Hadi Suwito ditemukan dalam kondisi mengenaskan.

    “Kan ibunya juga gitu tidak pernah berkomunikasi dengan anaknya, makan ditaruh di luar jadi ndak tau kalau anaknya sudah meninggal,” kata Yuli Winarni, tetangga korban.

    Kepala Desa Jajar, Eko Suprayitno, membenarkan bahwa korban merupakan ODGJ yang tinggal berdua dengan ibunya. “Meminta bantuan pamannya untuk melihat anaknya yang dikerubungi semut, ternyata sudah tewas membusuk. Korban ODGJ juga ibunya,” ujarnya.

    Kapolsek Kartoharjo, AKP Eko Supriyanto, menyampaikan bahwa pihak kepolisian segera mendatangi lokasi setelah menerima laporan warga. “Kita datang ke lokasi melakukan olah TKP bersama Inafis, keluarga menerima, korban tewas membusuk akibat sakit,” jelasnya.

    Selama ini, kebutuhan makan sehari-hari Hadi dan ibunya sangat bergantung pada uluran tangan dari saudara maupun warga sekitar. Usai dilakukan visum di lokasi, jenazah Hadi langsung diserahkan ke pihak keluarga untuk dimakamkan. [fiq/ian]

  • Bentrok Pesilat Magetan, Forkopimda dan IPSI Tegaskan Tak Ada Konflik Lanjutan

    Bentrok Pesilat Magetan, Forkopimda dan IPSI Tegaskan Tak Ada Konflik Lanjutan

    Magetan (beritajatim.com) – Pemerintah Kabupaten Magetan bersama seluruh unsur perguruan silat di bawah naungan Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) menyatakan komitmen menjaga kedamaian dan kondusifitas pasca terjadinya bentrok antar kelompok silat yang sempat mencuat ke publik. Dalam agenda Halal Bihalal IPSI Magetan, Senin (21/4/2025) di Pendapa Surya Graha, berbagai pihak menyatukan tekad untuk tidak memperpanjang insiden tersebut.

    Pj Bupati Magetan, Nizhamul, menegaskan bahwa bentrokan yang terjadi tidak akan berlanjut menjadi konflik berkepanjangan. Dia menyampaikan bahwa pertemuan bersama para ketua perguruan silat telah berlangsung dengan baik, dalam suasana silaturahmi dan persaudaraan.

    “Kejadian bentrok perguruan silat ini sudah kami pastikan tidak ada konflik lanjutan. Kami sudah ketemu dengan seluruh ketua perguruan silat di Magetan dalam Halal Bihalal IPSI tadi. Kami harap kejadian kemarin tidak dipolitisasi dan tidak diframing. Mereka semua orang-orang yang baik, tidak suka membuat gaduh,” ungkapnya.

    Ia juga menambahkan pentingnya mengedepankan musyawarah dan kebersamaan sebagai kekuatan untuk membangun daerah.

    “Makanya nanti kami setelah acara ini memberi satu apa diskusi sedikit ya. Bagaimana kita berdiskusi banyak silahturahmi seperti yang saya sampaikan tadi bagaimana kita berdaya kan mereka ini menjadi satu kekuatan yang besar untuk membangun negara kami ini. Jadi hendaknya silahturahmi,” tambah Nizhamul.

    Senada dengan itu, Kapolres Magetan, AKBP Erik Bangun Prakasa, menyatakan bahwa perizinan acara yang berlangsung telah dipenuhi dan situasi di lapangan relatif terkendali.

    “Untuk izin sudah ada, di lokasi memang tidak ada masalah sampai dengan acara kegiatan saya. Dan tentu saja seperti yang tadi disampaikan oleh Bapak PJ Bupati, ini hanya kesalahpahaman saja yang Alhamdulillah sudah kita bisa selesaikan secara baik dan hadir juga di acara ini semua tadi ketua perguruan silat dan ke depan yang terpenting adalah ke depan. Ke depan kita harapkan tidak terjadi lagi hal-hal yang sama,” ujarnya.

    Ia juga menyampaikan bahwa seluruh pihak akan melakukan evaluasi ke depan, termasuk mekanisme perizinan kegiatan.

    “Tentu saja, ini semua menjadi evaluasi baik dari kami, dari teman-teman nanti Pak ketua IPSI juga akan melaksanakan evaluasi secara internal. Nanti kita kembalikan di bawah wadah ketua IPSI. Silakan nanti bisa dibicarakan dengan beliau. Bagaimana manfaat, bagaimana manfaatnya, yang terbaik, yang penting mendukung Kabupaten Magetan,” lanjutnya.

    Dalam pertemuan tersebut juga dibacakan deklarasi damai antar perguruan pencak silat yang memuat sembilan poin komitmen, antara lain menjaga kerukunan, menolak provokasi, dan tunduk pada hukum yang berlaku. Para ketua perguruan turut menandatangani pernyataan tersebut sebagai bentuk tanggung jawab moral dan sosial terhadap situasi kamtibmas di Magetan.

    Berbagai langkah ini merupakan bentuk sinergi nyata antara Pemkab, TNI-Polri, dan elemen masyarakat dalam menjaga kedamaian di wilayah Magetan. Harapannya, tidak ada lagi insiden serupa yang merusak citra pencak silat sebagai warisan budaya dan olahraga bela diri khas Indonesia.

    Diketahui, bentrok antar perguruan silat pecah di Jalan Raya Magetan-Madiun, masuk Desa Madigondo, Kecamatan Takeran, Kabupaten Magetan, Minggu (20/4/2025). [fiq/but]