kab/kota: Madiun

  • PPU Maospati Mulai Dibongkar, Disperindag Magetan Siapkan Konsep Rest Area Ramah UMKM

    PPU Maospati Mulai Dibongkar, Disperindag Magetan Siapkan Konsep Rest Area Ramah UMKM

    Magetan (beritajatim.com) – Proses pembongkaran bangunan lama Pasar Produk Unggulan (PPU) Maospati mulai dilakukan setelah adanya pemenang lelang dari hasil kerja sama dengan KPKNL Madiun. Kepala Bidang Pasar Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Magetan, Kiki Indriyani, menyampaikan bahwa lelang bangunan berdiri tersebut mencakup 72 bedak dan seluruh bangunan harus rata dengan tanah dalam waktu 21 hari.

    “Hasil dari lelang itu bahkan terjual dua kali lipat dari nilai limit dan sudah disetor ke kas daerah pada 12 Juni 2025 kemarin,” ujar Kiki saat ditemui di kantornya, Rabu (18/6/2025)

    Menurut Kiki, setelah proses pembongkaran rampung, Disperindag akan memulai penataan landscape menggunakan anggaran APBD sebesar Rp280 juta. Pekerjaan tersebut meliputi pembangunan drainase dan trotoar di sisi barat dan selatan area pasar, pavingisasi, serta pembuatan taman baru di sekitar patung pesawat—tanpa menghilangkan taman lama.

    “Patung pesawat dan taman yang ada tetap dipertahankan. Akan kita percantik agar meski belum ada bangunan, masyarakat bisa tetap memanfaatkan area ini untuk istirahat. Jadi nanti, pekerjaan pertama ya pavingisasi, drainase dan trotoar. Bangunan sentra UMKM-nya menyusul,” tambahnya.

    Bangunan PPU Maospati yang sudah mulai kosong dari aktivitas pedagang dan sebagian sudah mulai dibongkar, Rabu (18/6/2025)

     

    Konsep utama dari revitalisasi PPU adalah menjadikannya sebagai rest area dengan desain terbuka dan ramah UMKM. Dari total luas 8.700 meter persegi, sekitar 60 persen akan digunakan untuk ruang terbuka hijau dan lahan parkir, sementara bangunan hanya menempati sekitar 40 persen.

    “Bangunan akan difungsikan sebagai sentra kuliner, etalase produk unggulan Magetan seperti Kas Magetan, dan menampung sekitar 40 UMKM. Tapi konsepnya terbuka, tanpa sekat-sekat kios seperti sebelumnya,” jelas Kiki.

    Menanggapi nasib pedagang lama, Kiki menegaskan bahwa mereka tidak memiliki alas hak atas bangunan yang ada, sehingga tidak mendapatkan ganti rugi. Namun, tetap ada peluang bagi mereka untuk mendaftar ulang sebagai pelaku UMKM dengan mengikuti persyaratan yang ditetapkan.

    “Kalau memang mereka bagian dari UMKM Magetan dan memenuhi syarat, bisa diusulkan lagi. Tapi tetap ada proses seleksi dan penataan ulang,” ungkapnya.

    Disperindag juga telah berkoordinasi dengan instansi terkait mengenai bangunan liar di bantaran sungai dekat lokasi PPU. Kiki menegaskan bahwa area tersebut merupakan sempadan sungai dan tidak boleh didirikan bangunan.

    “Kemarin sudah ada peninjauan oleh PUPR SDA Kabupaten dan Provinsi, serta Pengawas Sungai Solo. Nantinya akan dilakukan penertiban sesuai aturan,” pungkasnya.

    Dengan target perataan selesai tahun ini, pembangunan lanjutan akan dilaksanakan secara bertahap. Pemerintah berharap PPU Maospati dapat bertransformasi menjadi rest area modern yang fungsional sekaligus menjadi etalase potensi lokal Magetan. [fiq/beq]

  • Urus Saja Rakyat, Tak Perlu Cawe-cawe Penulisan Sejarah Nasional

    Urus Saja Rakyat, Tak Perlu Cawe-cawe Penulisan Sejarah Nasional

    Urus Saja Rakyat, Tak Perlu Cawe-cawe Penulisan Sejarah Nasional
    Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.
    ADA
    satu adigium di dalam penulisan sejarah yang sering dikutip di seluruh dunia. Bunyinya, “
    History is written by the victors
    ” atau sejarah ditulis oleh para pemenang.
    Kabarnya, jika kita merujuk kepada buku sejarah, tak terlalu jelas siapa yang pertama kali mengucapkan kalimat tersebut.
    Belakangan dalam beberapa kajian terbaru di Amerika Serikat, pencetus pertama kalimat tersebut mengerucut kepada dua tokoh, yang dalam perjalanan sejarah di masa lampau ternyata saling bermusuhan.
    Pertama, Herman Gering, salah satu tangan kanan Adolf Hitler. Pada pengadilan tribunal Nuremberg, Herman Gering memang tercatat pernah mengatakan “
    Der Sieger wird immer der Richter und der Besiegte stets der Angeklagte sein
    ,” yang berarti “
    The victor will always be the judge, and the vanquished the accused.

    Lebih kurang dalam bahasa Indonesia memiliki arti bahwa “pemenang akan selalu menjadi hakim, sementara yang kalah akan menjadi terdakwa”.
    Kedua, Winston Churcill. Dalam sebuah pernyataan yang bernada candaan di hadapan
    House of Common
    pada 23 Januari 1948, Churcill tercatat mengatakan “
    For my part, I consider that it will be found much better by all parties to leave the past to history, especially as I propose to write that history myself
    ”.
     
    Lebih kurang artinya, “Menurut saya, akan jauh lebih baik bagi semua pihak untuk membiarkan masa lalu menjadi sejarah, terutama karena saya sendiri yang mengusulkan untuk menulis sejarah itu.”
    Namun lebih dari itu, dalam penelusuran sejarah, istilah senada acapkali muncul di dalam diskusi masyarakat di masa lalu.
    Peneliti Ken Hirsch menemukan kepingan dialog di dalam masyarakat Perancis pada 1848 yang berbunyi “
    histoire est juste peut-être, mais qu’on ne l’oublie pas, elle a été écrite par les vainqueurs
    ”.
    Dalam bahasa Inggris memiliki arti bahwa “
    The history is right perhaps, but let us not forget, it was written by the victors.

    Pun Ken menemukan di dalam dialog masyarakat Italia pada 1852, berbunyi “
    La storia di questi avvenimenti fu scritta dai vincitori
    ” di mana dalam bahasa Inggris berarti “
    The history of these events was written by the winners
    ”.
    Namun, kata Ken, pernyataan yang beragam itu muncul dalam bahasa yang jauh lebih elegan sebagaimana dikenal hari ini melalui mulut tokoh besar Revolusi Perancis, yakni Maximilien Robespierre.
    Bunyinya, “
    Vanquished, his history written by the victors
    ”. Lebih kurang berarti bahwa sejarah pihak yang kalah ditulis oleh para pemenang.
    Di sini tentu saya tidak ingin memperpanjang daftar pengucap pertama adigium tersebut. Selain bukan bidang saya secara keilmuan, saya sejatinya juga kurang tertarik untuk memperpanjang cerita kronologis-etimologis dari adigium tersebut.
    Saya di sini lebih memilih untuk fokus kepada pesan yang tersimpan di balik adigium tersebut, dikaitkan dengan perkembangan kontemporer di Indonesia saat ini.
    Poin pertama yang ingin saya sampaikan adalah bahwa sejarah Indonesia tidak akan berubah secara faktual historis, sekalipun ditulis ulang di dalam bahasa kekuasaan.
    Dengan kata lain, pemerintah sebaiknya tidak perlu membagi fokus antara mengurus rakyat dan menulis ulang sejarah nasional Indonesia.
    Karena secara moral dan substansial, mengurus rakyat jauh lebih “wajib” ketimbang menulis ulang sejarah versi pemerintah sendiri yang notabene juga hanya untuk kepentingan pemerintah sendiri.
    Biarkan sejarawan dan para ilmuwan yang akan mengurusnya, karena mereka memang secara moral dan substansial bertugas untuk menulis itu semua.
    Kata seorang kolega akademisi di luar negeri tentang negaranya, bahwa tak perlu semua negara termasuk negaranya harus diseragamkan tentang sejarah. Menurut dia, negerinya bukan “negeri Hitler” atau “negeri Stalin”, di mana segala sesuatunya harus berdasarkan versi pemerintah.
    Hal tersebut sangat perlu saya sampaikan di sini karena pernyataan pemerintah terkait dengan sejarah nasional belakangan sudah mulai melenceng terlalu jauh.
    Jangan sampai ambisi pemerintah untuk menulis ulang sejarah nasional dengan bahasa kekuasaan justru memunculkan preseden buruk di negeri ini untuk masa-masa mendatang.
    Cukup mengkhawatirkan untuk membayangkan sepuluh tahun dari sekarang, katakanlah ketika gerbong kekuasaan mulai bergeser ke pusat yang lain, hal yang sama juga dilakukan nantinya atau kejadian berulang merujuk penguasa yang baru.
    Apa jadinya negeri ini jika sejarahnya diacak-acak secara politik setiap kali terjadi pergantian kekuasaan.
    Poin kedua saya adalah bahwa terlepas apapun bentuk keberatan pemerintah atas beberapa titik di dalam sejarah nasional, bahkan jika benar sekalipun keberatan tersebut, tugas pemerintah hanya menyampaikan keberatan tersebut kepada publik.
    Lalu biarkan ahli sejarah dan sejarahwan serta para cerdik pandai yang akan mengurusnya. Bahkan jika pada akhirnya tidak ditemukan titik kesamaan antarpara sejawaran dan ahli sejarah serta cerdik pandai, maka biarkanlah tetap seperti itu, karena akan jauh lebih baik seperti itu dibandingkan dengan ditulis ulang menggunakan bahasa kekuasaan.
    Apalagi jika keberatan pemerintah atas satu atau dua keping peristiwa sejarah hanya berdasarkan satu sudut sempit di satu sisi dan apalagi jika memiliki “modus” yang kurang baik di sisi lain, tentu akan jauh lebih berbahaya bagi negeri ini dan fatal bagi eksistensi ilmu sejarah di kampus-kampus nasional.
    Lihat saja, betapa berbahayanya pernyataan Menteri Kebudayaan
    Fadli Zon
    yang menafikan validitas pemerkosaan massal di tahun 1998.
    Karena hasil temuan tim pencari fakta sudah sangat jelas dipaparkan selama ini bahwa peristiwa tersebut benar-benar terjadi dan korban-korbannya sudah diungkapkan secara jelas pula.
    Ucapan tersebut setali tiga uang dengan bahaya yang tersimpan di balik ambisi pemerintah yang ingin menulis ulang sejarah versi “pelat merah”.
    Dan dalam konteks itu pula mengapa di awal tulisan ini saya harus memulainya dengan adigium di atas.
    Potensi distorsinya akan sangat tinggi jika kekuasaan sudah mulai berusaha “cawe-cawe” di dalam penulisan sejarah nasional negara.
    Pasalnya, di dalam kekuasaan, tak ada bahasa “ilmiah” yang bisa dipegang secara objektif, tanpa ada kepentingan di baliknya.
    Akan selalu ada “udang” di balik “batu”, jika bahasa kekuasaan sudah mulai memasuki ranah yang tak perlu dimasuki itu. Jika tak demikian, bukan kekuasaan namanya toh.
    Sehingga, kita sebagai anak bangsa sebaiknya jangan pernah mau terprovokasi untuk diajak mencampuradukkan antara kepentingan kekuasaan dengan penulisan sejarah nasional yang sejatinya harus ditulis secara ketat dan ilmiah oleh para pihak yang kompeten, yakni sejarawan dan ilmuwan.
    Karena itu, dalam hemat saya, sekaligus sebagai usulan baik saya kepada pemerintah, langkah terbaik yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah terkait dengan sejarah nasional adalah mencontoh sikap dan tindakan dari negara besar lain, terutama Amerika Serikat.
    Jika memang pemerintah memiliki data dan informasi yang selama ini belum mampu diakses publik, terutama oleh ahli sejarah dan sejarawan, maka “release” data tersebut, layaknya CIA, misalnya, merilis data yang mereka miliki setelah 50 tahun waktu berlalu.
    Lalu biarkan ilmuwan dan sejarawan yang menjadikannya serpihan-serpihan ilmiah sejarah nasional Indonesia.
    Dan poin ketiga, saya tidak mau naif dalam hal ini, jadi saya akan menghormati para pihak yang ingin menulis ulang sejarah, tapi bukan dengan mengatasnamakan pemerintah atau negara.
    Usul saya, ada cara lain yang juga tak kalah elegannya untuk para pihak di dalam pemerintahan agar bisa terlibat di dalam dinamika dan proses penulisan sejarah nasional Indonesia, yakni menulis kepingan sejarah atas nama sendiri.
    Sebagaimana diketahui, Fadli Zon sebagai salah satu anak bangsa pilihan (karena diangkat menjadi salah satu menteri), bukan sebagai pejabat negara, menuliskan versinya sendiri atas satu atau dua peristiwa di dalam perjalanan sejarah nasional yang menurutnya kurang bisa ia terima.
    Hal semacam ini juga lazim dilakukan oleh pejabat-pejabat tinggi pemerintah di mana pun di dunia ini. Namun lagi-lagi tidak mengatasnamakan pemerintah atau negara, tapi mengatasnama diri sendiri (biasanya setelah tak lagi menjabat).
    Memang tidak akan menjadi versi resmi pemerintah, karena sebaiknya tidak ada istilah “versi resmi pemerintah” di dalam penulisan sejarah. Hal itu toh memang tak diperlukan. 
    Namun setidaknya keresahan para pihak di dalam pemerintahan secara orang perorang terhadap satu atau dua kepingan sejarah nasional tidak pernah dilarang untuk disampaikan kepada publik melalui cara-cara yang baik.
    Apalagi tokoh-tokoh sekelas Fadli Zon dan kawan-kawan diyakini memiliki sumber daya berlimpah untuk menerbitkan ribuan eksemplar buku, tanpa harus membawa-bawa nama pemerintah dan negara.
    Dengan cara itu, Fadli Zon dan kawan-kawan bisa mempertahankan thesisnya soal peristwa pemerkosaan massal 1998 atau versi lain pemberontakan Madiun, atau apapun, misalnya.
    Saya yakin, jika thesis Fadli Zon tak kuat, maka para sejarawan dan publik akan menelanjanginya. Namun jika benar, saya juga yakin, publik dan sejarawan akan mengafirmasi dan mengapresiasi.
    Dan lagi-lagi, dialektika semacam itu akan berlangsung objektif dan mulus, karena tidak ada dinding negara dan kekuasaan yang harus dihadapi.
    Lain cerita kalau sudah mengatasnamakan negara atau pemerintah, maka dialektika ilmiah sudah nyaris tidak ada lagi di satu sisi dan adigium bahwa “
    history is written by the victors
    ” akan berlaku di sisi lain.
    Oleh karena itu, di sini saya harus mengulangi lagi, negara dan pemerintah tak perlu “cawe-cawe” di dalam penulisan ulang sejarah.
    Sebagai bagian dari rakyat biasa saya dengan kerendahan hati hanya berharap agar pemerintah fokus saja kepada janji-janji politik yang sudah terlanjur dinyanyikan selama masa kampanye. Itu sudah.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Aktif Jadi Pengurus Partai, Anggota KPU Kabupaten Madiun Dipecat DKPP
                
                    
                        
                            Surabaya
                        
                        17 Juni 2025

    Aktif Jadi Pengurus Partai, Anggota KPU Kabupaten Madiun Dipecat DKPP Surabaya 17 Juni 2025

    Aktif Jadi Pengurus Partai, Anggota KPU Kabupaten Madiun Dipecat DKPP
    Tim Redaksi
    MADIUN, KOMPAS.com
    – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (
    DKPP
    ) menjatuhkan sanksi pemecatan kepada anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Madiun, Luky Noviana Yuliasari.
    Sanksi pemecatan dilakukan lantaran Luky terbukti melanggar kode etik penyelenggara pemilu yakni masih aktif sebagai pengurus partai politik saat mencalonkan diri sebagai komisioner.
    Putusan pemecatan itu dibacakan dalam sidang pembacaan putusan terhadap sebelas perkara pelanggaran etik yang digelar di Ruang Sidang DKPP, Jakarta, Senin (16/6/2025).
    Ketua
    KPU Kabupaten Madiun
    , Nur Anwar yang dikonfirmasi Selasa (17/6/2025) menyatakan dia baru mengetahui pemberhentian tidak hormat salah satu anggotanya dari laman resmi DKPP.
    “Terkait putusan DKPP tentang perkara nomor 118-PKE-DKPP/III/2025 saya baru tahu informasi (pemecatan Luky) dari berita di laman resmi DKPP,” kata Anwar.
    Anwar mengatakan keputusan DKPP terhadap pemberhentian salah satu anggotanya bersifat final dan mengikat seperti keputusan Mahkamah Konstitusi.
    Kendati demikian dirinya tidak bisa memberi tanggapan sebelum ada surat resmi dari KPU RI terkait putusan tersebut.
    Terkait mekanisme pemberhentian dan pengangkatan pergantian antar waktu anggota KPU semua tingkatan, kata Anwar, hal itu sudah diatur dalam peraturan KPU maupun UU Pemilu.
    “Sesuai peraturan itu, pemberhentian atau penetapan PAW anggota KPU propinsi dan kabupaten/kota menjadi kewenangan KPU RI,” jelas Anwar.
    Sementara itu dikutip dari situs
    dkpp
    .go.id, Luky Noviana Yuliasari dijatuhi sanksi pemberhentian tetap dalam perkara Nomor: 118-PKE-DKPP/III/2025.
    Luky terbukti sebagai pengurus DPC Partai Demokrat Kabupaten Madiun periode 2022-2027.
    Kondisi itu menjadikan, Luky tidak memenuhi syarat masa jeda lima tahun pada saat mendaftar menjadi calon anggota KPU Kabupaten Madiun sesuai peraturan perundang-undangan.
    Tak hanya itu, nama Luky juga tercantum dalam Sipol atau Sistem Informasi Partai Politik sebagai Kepala Badiklat Cabang dengan Nomor KTA 1151912210038788 sesuai dengan SK DPP Partai Demokrat Nomor: 596/SK/DPP.DP/DPC/XII/2022 tentang Revisi Susunan Kepengurusan Dewan Pimpinan Cabang Partai Demokrat Kabupaten Madiun, Provinsi Jawa Timur periode 2022-2027.
    “DKPP menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap kepada teradu karena terbukti melanggar kode etik sebagai penyelenggara pemilu,” kata Ketua Majelis DKPP, Heddy Lugito, saat membacakan putusan.
    Bukti lainnya adalah foto-foto teradu mengenakan seragam Partai Demokrat saat menghadiri menghadiri ulang tahun ke-21 partai tersebut di Kantor DPC Partai Demokrat Kabupaten Madiun.
    “Dalam batas penalaran yang wajar bagaimana mungkin teradu yang sebelumnya menyatakan namanya dicatut, masih menghadiri acara DPC Partai Demokrat Kabupaten Madiun,” kataAnggota Majelis, Muhammad Tio Aliansyah.
    “Dalih teradu yang menyatakan kehadirannya pada acara tersebut sebagai instruktur senam, tidak didukung alat bukti dan keterangan saksi yang relevan,” tegas dia.
    Atas fakta-fakta tersebut, teradu terbukti melanggar ketentuan Pasal 6 ayat (2) huruf a, b, dan d, Pasal 6 ayat (3) huruf a dan f, Pasal 7 ayat (1), Pasal 8 huruf a dan e, dan Pasal 16 huruf a Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu.
    DKPP menyatakan Luky melanggar sejumlah pasal dalam Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017, termasuk Pasal 6 ayat (2) huruf a, b, dan d, serta Pasal 16 huruf a tentang kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Gibran Temui Gus Iqdam dan Buka Blitar Djadoel, 2.757 Personel Gabungan Diterjunkan

    Gibran Temui Gus Iqdam dan Buka Blitar Djadoel, 2.757 Personel Gabungan Diterjunkan

    Blitar (beritajatim.com) – Kunjungan Wakil Presiden Republik Indonesia Gibran Rakabuming Raka ke Blitar, Selasa (17/6/2025), mendapat pengawalan super ketat. Sebanyak 2.757 personel gabungan TNI, Polri, dan unsur pemerintah daerah diterjunkan untuk mengamankan rangkaian kegiatan yang dijadwalkan berlangsung hingga Rabu (18/6/2025).

    Gibran dijadwalkan bertemu dengan ulama kharismatik KH Muhammad Iqdam Kholid atau Gus Iqdam di Majelis Sabilu Taubah, Desa Karanggayam, Kecamatan Srengat, Kabupaten Blitar. Selain itu, putra sulung Presiden Jokowi ini juga akan membuka event budaya tahunan “Blitar Djadoel” serta meninjau langsung pelayanan kesehatan di Puskesmas Sukorejo.

    Kabag Ops Polres Blitar Kota AKP Agus Tri menjelaskan bahwa ribuan personel gabungan telah mengikuti apel gelar pasukan di Stadion Soepriadi. Pengamanan melibatkan 930 personel Polri, 1.457 personel TNI, serta 380 personel dari Pemkab dan Pemkot Blitar.

    “Untuk pengamanan RI 2 dari personel gabungan. Sebenarnya kepolisian termasuk pengamanan di ring dua, sementara pengamanan ring 1 ada di personel TNI,” ujar Agus Tri.

    Penguatan pengamanan turut melibatkan personel dari Polres Blitar, Polres Kediri, Polres Tulungagung, Satbrimob, Ditpamobvit Polda Jatim, hingga pasukan Korem Madiun dan Kodim 0808 Blitar. Kendaraan taktis (rantis) milik TNI dan Polri juga disiagakan di sejumlah titik strategis.

    Kasi Humas Polres Blitar Kota Iptu Samsul Anwar menyampaikan, Wapres Gibran diperkirakan tiba di Blitar sekitar pukul 18.40 WIB dan langsung menuju kediaman Gus Iqdam. Esok harinya, Wapres dijadwalkan meninjau layanan kesehatan di Puskesmas Sukorejo dan membuka acara Blitar Djadoel di wilayah Kota Blitar.

    “Diperkirakan akan tiba nanti malam dari Malang langsung menuju tempat Gus Iqdam. Dilanjutkan dengan kegiatan lain di wilayah Kota Blitar besok pagi,” terang Samsul. [owi/beq]

  • Hampir 7.000 Koperasi Merah Putih Telah Terdaftar di Jatim, 13 Daerah Capai 100%

    Hampir 7.000 Koperasi Merah Putih Telah Terdaftar di Jatim, 13 Daerah Capai 100%

    Surabaya (beritajatim.com) – Progres percepatan pembentukan dan pendaftaran Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KD/KMP) di Jawa Timur terus menunjukkan peningkatan signifikan. Hingga pertengahan Juni 2025, tercatat sebanyak 6.984 koperasi telah resmi terdaftar melalui Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM) Jawa Timur.

    “Jumlah tersebut setara 82,2 persen dari total 8.494 desa dan kelurahan di Jawa Timur,” ujar Kepala Kantor Wilayah Kemenkum HAM Jatim, Haris Sukamto, Senin (16/6/2025).

    Berdasarkan data resmi dari Kanwil Kemenkum HAM Jatim, terdapat 13 kabupaten/kota yang telah menuntaskan pendaftaran SABH untuk seluruh KD/KMP-nya. Daerah tersebut meliputi Ponorogo, Nganjuk, Sidoarjo, Kota Mojokerto, Kabupaten Malang, Kota Probolinggo, Trenggalek, Kota Madiun, Kabupaten Kediri, Kabupaten Mojokerto, Kota Malang, Kabupaten Probolinggo, dan yang terbaru Kota Blitar.

    Sementara itu, sejumlah daerah lain mencatatkan progres tinggi dan hampir mencapai 100 persen. Beberapa di antaranya adalah Jombang dengan capaian 99,7 persen, Jember 99,6 persen, Surabaya 99,3 persen, Bangkalan 98,6 persen, dan Gresik 98,3 persen. Wilayah-wilayah ini hanya menyisakan 1 hingga 6 berkas untuk diselesaikan.

    Namun demikian, Haris juga menyoroti beberapa daerah yang menunjukkan progres lambat dan membutuhkan intervensi segera. Wilayah tersebut di antaranya adalah Bojonegoro (10,9 persen), Kota Pasuruan (20,6 persen), Kota Batu (37,5 persen), dan Kabupaten Pasuruan (41,4 persen).

    “Beberapa kendala yang ditemukan meliputi keterlambatan penganggaran, revisi berkas notaris, hingga keraguan pengurus,” terang Haris.

    “Perlu langkah percepatan dan pendampingan lebih intensif, terutama pada kabupaten/kota yang stagnan,” imbuhnya.

    Tren pertambahan pendaftaran koperasi melalui SABH harian menunjukkan angka rata-rata lebih dari 280 koperasi per hari. Dengan laju ini, Kemenkum HAM Jatim optimistis target 100 persen dapat tercapai pada pekan ketiga Juni 2025.

    Untuk mendukung target tersebut, sejumlah strategi percepatan tengah dilakukan. Di antaranya penandatanganan akta secara massal di hadapan notaris, audit kelengkapan dokumen secara kolektif, serta intervensi langsung ke daerah prioritas seperti Bojonegoro, Kota Batu, Sampang, dan Situbondo.

    “Kami tentu mengapresiasi seluruh mitra kerja kami yang terlibat, mulai dari Pemprov dan Pemkab, Notaris dan Ditjen AHU dengan keandalan sistem yang dimiliki,” tutup Haris.

    Program pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih merupakan bagian dari agenda strategis nasional untuk mendorong kemandirian ekonomi desa melalui koperasi berbadan hukum. Jawa Timur saat ini tercatat sebagai provinsi dengan jumlah koperasi berbadan hukum terbanyak secara nasional. [uci/beq]

  • KAI Daop 7 Madiun Lakukan Perbaikan Geometri di 6 Perlintasan Sebidang

    KAI Daop 7 Madiun Lakukan Perbaikan Geometri di 6 Perlintasan Sebidang

    Madiun (beritajatim.com) – PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi 7 Madiun terus memperkuat komitmennya dalam menjamin keselamatan dan kenyamanan pengguna jasa kereta api. Sebagai bentuk nyata dari komitmen tersebut, Daop 7 Madiun secara intensif melakukan pemeliharaan dan peningkatan prasarana, khususnya pada perlintasan sebidang.

    Manajer Humas KAI Daop 7 Madiun, Rokhmad Makin Zainul, menyampaikan bahwa kegiatan perawatan prasarana merupakan agenda rutin yang bertujuan untuk mengurangi potensi gangguan perjalanan kereta api. Salah satu fokus utama kali ini adalah perbaikan dan penggantian geometri jalur rel di sejumlah perlintasan sebidang atau JPL (Jalan Perlintasan Langsung).

    “Perawatan ini tidak hanya penting untuk keselamatan, tetapi juga demi menjaga kenyamanan para penumpang. Tim Jalan Rel dan Jembatan kami telah melaksanakan serangkaian perbaikan dan penggantian prasarana, termasuk rel, wesel, dan bantalan rel di wilayah Daop 7,” ungkap Zainul.

    Beberapa pekerjaan yang telah dilakukan antara lain:

    1. JPL 04 (Perlintasan Ngetrep) – Desa Ngetrep, Kecamatan Jiwan, Kabupaten Madiun

    2. JPL 13 (Bayem Taman) – Desa Bayem Taman, Kecamatan Kartoharjo, Kabupaten Magetan

    3. JPL 114 – Jalan Provinsi Madiun–Surabaya, Kecamatan Mejayan, Kabupaten Madiun

    4. JPL 111 – Desa Sugihwaras, Kecamatan Saradan, Kabupaten Madiun

    5. JPL 26 – Desa Paron, Kecamatan Paron, Kabupaten Ngawi

    6. JPL 35 (Kedunggalar) – Desa Pulorejo, Kecamatan Kedunggalar, Kabupaten Ngawi

    Dalam proses tersebut, KAI Daop 7 mengganti rel tipe R54, memperbarui wesel, serta menambah batu balas untuk meningkatkan stabilitas dan elastisitas jalur rel. Upaya ini merupakan bagian dari langkah antisipatif dalam menjaga kelancaran operasional kereta api.

    Selain itu, KAI juga mulai mengadopsi teknologi ramah lingkungan dengan mengganti bantalan kayu pada jembatan baja menggunakan bantalan sintetis. Inovasi ini dinilai lebih tahan lama, kuat, dan tidak bergantung pada sumber daya alam yang tidak terbarukan.

    “Penggunaan bantalan sintetis mendukung visi perusahaan dalam menjalankan prinsip pembangunan berkelanjutan sesuai dengan Sustainable Development Goals (SDGs),” ujar Zainul.

    Dengan langkah strategis ini, KAI Daop 7 Madiun berharap dapat terus memberikan layanan transportasi yang aman, nyaman, dan berkelanjutan bagi seluruh pelanggan. [fiq/but]

  • Profil Maidi, Walkot Madiun yang Larang Makan Prasmanan di Hajatan, Ternyata Sejak Tahun 2023
                
                    
                        
                            Surabaya
                        
                        15 Juni 2025

    Profil Maidi, Walkot Madiun yang Larang Makan Prasmanan di Hajatan, Ternyata Sejak Tahun 2023 Surabaya 15 Juni 2025

    Profil Maidi, Walkot Madiun yang Larang Makan Prasmanan di Hajatan, Ternyata Sejak Tahun 2023
    Penulis
    MADIUN, KOMPAS.com – 
    Wali Kota Madiun, Jawa Timur,
    Maidi
    akan menerbitkan aturan agar hajatan tidak lagi menyajikan makanan bagi tamu dengan model prasmanan.
    Aturan ini untuk menekan jumlah sampah yang dihasilkan setiap hari di Kota Madiun.
     
    Bukan tanpa sebab, Maidi mengeluarkan pernyataan tersebut sebab kondisi tempat pembuangan akhir (TPA) yang berada di Kelurahan Winongo pun sudah overload dan menggunung dengan ketinggian 20 meter.
    “Hari ini banyak yang gengsi. Mau pernikahan besar-besaran. Akhirnya yang sisa (makanannya) banyak. Kondisi budaya seperti ini harus diubah. Insya Allah saya buat perwal di Madiun. Hajatan boleh di gedung, tetapi jangan prasmanan. Pakai kardus saja,” kata Maidi, Jumat (13/6/2025).
    Pada tahun 2023, Maidi juga pernah memantik pro kontra soal prasmanan vs nasi kotak dalam hajatan. Saat itu, dia beralasan harga beras sedang tinggi.
    Maidi adalah seorang guru geografi di SMAN 1 Kota Madiun pada tahun 1989 hingga awal 2000-an. Kemudian, ia menjabat sebagai Kepala Sekolah SMAN 2 Kota Madiun dan terus menanjak dalam kariernya.
    Pada tahun yang sama, pria kelahiran Magetan tahun 1961 ini ditunjuk sebagai Kepala Tata Usaha Dinas Pendidikan, dan setahun kemudian menjadi Penjabat Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Madiun.
    Maidi melanjutkan kariernya sebagai Kepala Dinas Pendapatan Daerah pada tahun 2005, dan setahun setelahnya kembali ditunjuk sebagai Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Madiun.
    Berkat prestasinya yang gemilang, pada tahun 2009 ia dilantik sebagai Sekretaris Daerah Kota Madiun.
    Setelah sembilan tahun menjabat, Maidi mencoba peruntungan dalam politik dengan maju pada pilkada 2018, di mana ia berhasil menang bersama Inda Raya.
    Lima tahun kemudian, Maidi kembali maju sebagai calon wali kota Madiun dalam pilkada serentak 2024, kali ini berpasangan dengan pengusaha muda Bagus Panuntun.
    Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) KPK pada awal September 2024, Maidi tercatat memiliki kekayaan sebesar Rp 18.414.126.698.
    Berdasarkan hasil rapat pleno terbuka rekapitulasi penghitungan suara tingkat Kota Madiun, pasangan Maidi-Panuntun memperoleh suara terbanyak, yaitu 65.583 atau 56 persen.
     
    Maidi-Panuntun berhasil menang di tiga kecamatan yang ada di Kota Pecel. Dalam pilkada serentak 2024, pasangan Maidi-Panuntun didukung 11 partai politik yaitu PSI, Nasdem, Partai Demokrat, Gerindra, PKB, PKS, PAN, Prima, Gelora, PBB, dan PPP.
    Maidi punya beberapa alasan mengapa sebaiknya hajatan di Madiun tidak menggelar makan prasmanan.
    Alasannya pertama, penyajian makanan dengan model tidak prasmanan akan menghemat pangan. Dengan demikian, makanan yang disajikan akan habis sesuai dan tidak dibuang lagi.
    “Kita harus hemat pangan. Jangan boros. Kalau kita boros alam tidak akan menjamin ke depan,” ungkap Maidi.
    Menurut Maidi, dengan model penyajian tidak prasmanan maka tamu bisa membawa pulang makanan. Selanjutnya makanan yang dibungkus dalam kardus dapat dinikmati bersama keluarga di rumah.
    “Kalau dibawa ke rumah tidak menyisakan makanan. Dan TPA kita tidak berkelebihan. Kalau prasmanan banyak sisa,” tutur Maidi.
    Alasan kedua, makan banyak akan berdampak kesehatan seperti penyakit hipertensi. Terlebih data di Kota Madiun banyak warga yang terkena penyakit hipertensi tinggi. Kondisi itu terjadi lantaran warga banyak makan tetapi tidak diimbangi dengan olahraga.
    Pada tahun 2023, Maidi pernah mengimbau soal sistem makan prasmanan sebaiknya tidak dilakukan di Madiun.
    Saat itu, penerapan makan dengan nasi kotak pada hajatan diperlukan agar warga menghemat penggunaan beras. Terlebih saat ini harga beras terus mengalami kenaikan.
    “Di Madiun kalau orang mantu (hajatan) saya minta untuk tidak prasmanan. Harus pakai boks. Kenapa pakai kotak makan agar bisa dibawa pulang untuk dimakan se-rumah. Jadi hemat. Sehingga beras yang sudah jadi nasi dan lauk tidak dibuang,” kata Maidi, Senin (11/9/2023).
    Maidi mengatakan pada sistem prasmanan biasanya akan banyak makanan sisa yang terbuang. “Kalau prasmanan yang dibuang sekian banyak,” tutur Maidi.
    Apabila pemilik hajatan adalah orang kaya, Maidi meminta agar kotak nasi yang dibawa pulang berukuran jumbo. Kotak berisi makanan yang berukuran jumbo akan dapat disantap seluruh keluarga di rumah. “
    Kalau orang kaya silakan buat kotak nasi yang besar sehingga bisa dibawa pulang dan dimakan satu rumah. Ini lebih hemat,” jelas Maidi.
    (Penulis: Muhlis Al Alawi I Editor: Bilal Ramadhan, Phytag Kurniati)
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Dilaporkan Hilang, Nenek Asal Ponorogo Ditemukan Meninggal di Sungai Bengawan Madiun di Magetan

    Dilaporkan Hilang, Nenek Asal Ponorogo Ditemukan Meninggal di Sungai Bengawan Madiun di Magetan

    Magetan (beritajatim.com ) – Tanem (60), warga Desa Sawoo, Kecamatan Sawoo, Kabupaten Ponorogo, yang sebelumnya dilaporkan hilang sejak 19 Mei 2025, ditemukan dalam keadaan meninggal dunia. Jasad perempuan lansia tersebut ditemukan pada Sabtu, 14 Juni 2025, sekitar pukul 16.30 WIB di aliran Sungai Bengawan Madiun, tepatnya di Dusun Banjeng, Desa Dukuh, Kecamatan Lembeyan, Kabupaten Magetan.

    Informasi penemuan ini pertama kali diterima oleh Polsek Lembeyan dari Polsek Kebonsari, Polres Madiun. ”Saat ditemukan, kondisi jenazah sudah membusuk dan hanya tersisa sekitar 30 persen. Lokasi penemuan berada di atas batu padas di tengah aliran sungai, dan jenazah telah berhasil dievakuasi oleh tim gabungan,” terang Kapolsek Lembeyan, AKP Rohmadi.

    Dalam laporan awal, pihak kepolisian menyampaikan bahwa jasad yang ditemukan merupakan Mrs. X sebelum akhirnya berhasil diidentifikasi sebagai Tanem, warga Ponorogo yang sebelumnya dilaporkan hilang oleh keluarganya melalui Polsek Sawoo.

    Sebelumnya, pihak keluarga melalui Ginten, anak kandung korban, melaporkan bahwa Tanem keluar rumah pada 19 Mei pagi tanpa berpamitan dan tidak kunjung kembali. Sejumlah upaya pencarian telah dilakukan sejak laporan itu dibuat pada 22 Mei 2025.

    Hingga saat ini, pihak kepolisian masih melakukan proses pendalaman serta menunggu laporan lengkap terkait penyebab pasti kematian korban. Saat ini jenazah sudah dievakuasi ke RSUD dr Sayidiman Magetan untuk pemeriksaan lebih lanjut sembari menunggu pihak keluarga. [fiq/kun]

  • Jokowi Ngaku KKN Tahun 1985, tapi Dokumen yang Diungkap Bareskrim Tertulis 1983 — Mana yang Benar?

    Jokowi Ngaku KKN Tahun 1985, tapi Dokumen yang Diungkap Bareskrim Tertulis 1983 — Mana yang Benar?

    GELORA.CO –  “KKN dua kali?? Lha! Lho!” tulis Dokter Tifa di X pada Jumat, 13 Juni 2025. Komentar sarkastik itu rupanya  mengiringi pernyataan resmi Bareskrim soal KKN Jokowi dalam konferensi pers pada 22 Mei 2025 lalu.

    Bareskrim Polri memamerkan bukti KKN Jokowi di tahun 1983. Namun publik dibingungkan oleh pernyataan Jokowi sendiri dalam sebuah video: “Saya ikut KKN tahun 1985 awal.”

    Klaim soal KKN mantan Presiden Joko Widodo kembali ramai diperbincangkan setelah Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri menyatakan bahwa Jokowi benar-benar menjalani Kuliah Kerja Nyata (KKN) pada tahun 1983, saat masih menjadi mahasiswa Fakultas Kehutanan UGM angkatan 1980.

    “Adanya surat keterangan lulus ujian praktik atas nama Joko Widodo pada tahun 1984 yang diarsipkan oleh Fakultas Kehutanan UGM,” kata Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro dalam konferensi pers, Kamis, 22 Mei 2025.

    Dokter Tifa kembali merespons secara kritis di media sosial dengan merujuk sebuah video yang memuat pernyataan Jokowi.

    “Lha kok Pak Jokowi, di menit 1:54 malah mengaku: Ikut KKN tahun 1985 awal! Mana yang benar ini? Akhir tahun 1983? Atau awal tahun 1985? Masa KKN dua kali??”

    Diketahui, melalui konferensi pers, Bareskrim juga mengungkap dokumen uraian ujian dan praktik tingkat sarjana atas nama Joko Widodo dengan nomor mahasiswa 1681/kt. Dokumen itu menunjukkan Jokowi telah menjalani praktik dari tingkat satu hingga skripsi. Berikut daftar kegiatan akademik lapangannya:

    Rangkaian Kuliah Lapangan dan KKN Jokowi versi Bareskrim:Kuliah lapangan (1 hari) – Banjarejo, Ngawi (1980)Kuliah lapangan (3 hari) – Baturraden & Cilacap (1982)Inventarisasi hutan (6 hari) – Banjarejo (1982)Praktik umum (2 bulan) – Madiun, Cepu & Rembang (1983)KKN (3 bulan) – Kecamatan Wonosegoro, Boyolali (1983)Problema kehutanan (3,5 bulan) – Surakarta (1984–1985)Daftar nilai sarjana – Nama: Joko Widodo, NIM: 1681/ktNama Joko Widodo di koran tahun 1980

    Bareskrim menyebut bahwa Jokowi terdaftar resmi sebagai mahasiswa Fakultas Kehutanan UGM lewat pengumuman di koran Kedaulatan Rakyat tanggal 18 Juli 1980. Dalam kolom 6 halaman 4 tertulis nama Joko Widodo sebagai satu dari 3.169 peserta lulus Proyek Perintis I (PPI) UGM.

    Nama tersebut juga tercantum dalam pengumuman serupa di koran Bernas, yang telah diverifikasi keasliannya melalui staf perpustakaan UGM.

    “Penyelidik mendapatkan fakta bahwa benar Ir. Joko Widodo mendaftar dan masuk Fakultas Kehutanan UGM pada tahun 1980,” ujar Djuhandhani.

    Namun, pertanyaan soal dua tahun yang berbeda dalam narasi KKN Jokowi—1983 versi Bareskrim dan 1985 versi Jokowi—masih belum mendapat klarifikasi resmi dari pihak UGM maupu Bareskrim.

  • DPRD Jatim Dukung Ekspansi Transjatim ke Madiun Raya hingga Kediri Raya

    DPRD Jatim Dukung Ekspansi Transjatim ke Madiun Raya hingga Kediri Raya

    Mojokerto (beritajatim.com) – Komisi D DPRD Provinsi Jawa Timur menyatakan dukungan penuh terhadap rencana ekspansi layanan angkutan massal Transjatim ke sejumlah wilayah baru di luar kawasan aglomerasi Gerbangkertosusila. Wilayah yang disasar dalam pengembangan tersebut antara lain Madiun Raya, Malang Raya, Jember Raya, dan Kediri Raya.

    Kepala Bidang Angkutan Jalan, Dinas Perhubungan (Dishub) Provinsi Jawa Timur, Ainur Rofiq, menyebut bahwa aspirasi agar Transjatim hadir di daerah-daerah tersebut muncul dalam berbagai pertemuan dengan pemerintah kabupaten dan kota. “Kemarin hearing dengan Bupati Ngawi, beliau berharap nantinya Madiun Raya juga ada Transjatim yang bisa melayani masyarakat. Komisi D juga mendukung itu,” ungkapnya.

    Menurut Ainur, kehadiran Transjatim tidak hanya penting sebagai alat transportasi publik, tetapi juga menjadi penggerak ekonomi masyarakat dan sektor pariwisata. Transportasi massal berbasis jalan seperti Transjatim dinilai efektif karena tarifnya terjangkau dan mampu menghubungkan antarwilayah secara lebih efisien.

    “Selain tarif yang terjangkau, mengurangi kemacetan, dan membuka akses wilayah ke pusat ekonomi serta pariwisata. Hingga akhir Mei 2025, sudah terdapat enam koridor yang dioperasikan, dan semuanya telah terintegrasi antar-koridor. Insya Allah Koridor VII bisa mulai beroperasi pada bulan September 2025,” ujarnya.

    Koridor VII tersebut dirancang untuk memperkuat konektivitas di wilayah Gerbangkertosusila. Untuk operasional awal, Dishub Jatim menyiapkan 15 unit armada, terdiri dari 14 armada aktif dan satu armada cadangan.

    Selama ini, layanan Transjatim telah terbukti mendapat sambutan positif dari masyarakat, khususnya di kawasan Gerbangkertosusila. Karena itu, Dishub Jatim akan terus mendorong kajian dan koordinasi lintas daerah guna memperluas jangkauan layanan ke wilayah-wilayah lain yang memiliki potensi besar dalam pengembangan transportasi publik, termasuk Madiun Raya dan Kediri Raya. [tin/beq]