kab/kota: London

  • ‘Neraka Bocor’ Eropa Makan Korban 2.300 Jiwa, Suhu Tembus Rekor Segini

    ‘Neraka Bocor’ Eropa Makan Korban 2.300 Jiwa, Suhu Tembus Rekor Segini

    Jakarta, CNBC Indonesia – Gelombang panas ekstrem yang melanda Eropa Barat antara akhir Juni hingga awal Juli 2025 menewaskan sekitar 2.300 orang di 12 kota besar. Analisis ilmiah cepat yang dirilis pada Rabu (9/7/2025) menyebut bahwa sekitar 1.500 kematian atau dua pertiga dari total tersebut dapat dikaitkan langsung dengan dampak perubahan iklim akibat ulah manusia.

    Studi lintas institusi yang dilakukan oleh para peneliti dari Imperial College London, London School of Hygiene and Tropical Medicine, serta lembaga penelitian dari Belanda, Denmark, dan Swiss itu menyoroti bahwa suhu ekstrem yang terjadi dalam periode 23 Juni hingga 2 Juli 2025 mencapai lebih dari 40°C di berbagai wilayah, termasuk Spanyol, Prancis, dan Italia. Di Prancis, kebakaran hutan besar juga terjadi selama periode tersebut.

    “Perubahan iklim telah membuat suhu jauh lebih tinggi dari seharusnya, dan itu sangat berbahaya,” ujar Dr. Ben Clarke dari Imperial College London, salah satu peneliti utama dalam studi ini, dilansir Reuters.

    Ia menambahkan bahwa bagi sebagian masyarakat, cuaca panas mungkin terasa wajar, namun bagi kelompok rentan seperti lansia, anak-anak, dan pekerja luar ruangan, kondisi itu bisa berujung fatal.

    Para peneliti membandingkan kondisi saat ini dengan skenario dunia tanpa pemanasan global akibat emisi gas rumah kaca dari pembakaran bahan bakar fosil. Hasilnya, mereka menemukan bahwa suhu saat gelombang panas ini bisa 2 hingga 4 derajat Celsius lebih rendah jika tidak ada perubahan iklim akibat manusia.

    “Tambahan dua hingga empat derajat itu bisa menjadi perbedaan antara hidup dan mati bagi ribuan orang,” kata Garyfallos Konstantinoudis, dosen di Imperial College London yang juga tergabung dalam tim penelitian.

    Adapun studi ini melibatkan 12 kota besar termasuk Paris, London, Madrid, Barcelona, dan Milan-yang semuanya memiliki populasi gabungan lebih dari 30 juta jiwa. Analisis menunjukkan bahwa perubahan iklim telah meningkatkan suhu di kota-kota tersebut hingga 4 derajat Celcius lebih panas dari kondisi normal.

    Kondisi ini memperparah efek gelombang panas, terutama di kawasan perkotaan yang dikenal mengalami fenomena “pulau panas” karena permukaan beton dan aspal menyerap panas dan menahan suhu lebih lama.

    Selain itu, Copernicus Climate Change Service (C3S), lembaga iklim Uni Eropa, mencatat bahwa sebagian besar wilayah Eropa selatan mengalami “malam tropis”, yaitu malam hari di mana suhu tidak cukup turun untuk memungkinkan tubuh pulih dari paparan panas di siang hari.

    Kematian yang Tak Tercatat Resmi

    Studi ini juga menunjukkan bahwa sebagian besar kematian terkait panas biasanya tidak tercatat secara resmi, karena banyak yang terjadi secara diam-diam di rumah atau fasilitas kesehatan. Oleh karena itu, para ilmuwan menggunakan model epidemiologi dan data historis kematian untuk memperkirakan angka korban secara ilmiah.

    “Kematian terkait panas sering kali luput dari perhatian publik. Mereka adalah ‘pembunuh diam-diam’,” tambah Konstantinoudis, dilansir AFP.

    Copernicus juga menyebutkan bahwa Juni 2025 merupakan bulan Juni terpanas ketiga secara global, hanya kalah dari tahun 2023 dan 2024. Namun untuk wilayah Eropa Barat, bulan tersebut menjadi yang terpanas sepanjang sejarah pencatatan. Sekolah, tempat wisata, hingga aktivitas luar ruangan banyak dihentikan sebagai respons terhadap kondisi ekstrem tersebut.

    Dalam laporan tahun lalu, para peneliti memperkirakan bahwa sekitar 61.000 orang meninggal dunia akibat gelombang panas di Eropa selama musim panas 2022. Angka tinggi ini menunjukkan bahwa langkah-langkah mitigasi dan adaptasi terhadap cuaca ekstrem masih sangat kurang.

    “Di dunia yang semakin memanas, gelombang panas akan menjadi lebih sering, lebih parah, dan berdampak pada lebih banyak orang,” kata Samantha Burgess, pemimpin strategi iklim di Copernicus.

     

    (luc/luc)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Presiden Macron tiba di Inggris untuk kunjungan kenegaraan

    Presiden Macron tiba di Inggris untuk kunjungan kenegaraan

    Selasa, 8 Juli 2025 23:36 WIB

    Presiden Prancis Emmanuel Macron bersama Raja Inggris Charles memeriksa Pasukan Kehormatan di Kastil Windsor saat kunjungan kenegaraan di Windsor, Inggris, Senin (8/7/2025). ANTARA FOTO/REUTERS/Dylan Martinez/rwa.

    Raja Inggris Charles berbincang dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron saat menghadiri upacara penyambutan di Kastil Windsor, Inggris, Senin (8/7/2025). ANTARA FOTO/REUTERS/Dylan Martinez/rwa.

    Presiden Prancis Emmanuel Macron (tengah) bersama istri Brigitte Macron mengunjungi Westminster Abbey di London, Inggris, Senin (8/7/2025). ANTARA FOTO/REUTERS/Chris J.Ratcliffe/rwa.

    Pangeran William (ketiga kiri) dan Putri Wales Catherine (kanan) menyambut Presiden Prancis Emmanuel Macron (kiri) dan istrinya Brigitte Macron (kedua kanan) setibanya di RAF Northolt, London, Inggris, Senin (8/7/2025). ANTARA FOTO/REUTERS/Gonzalo Fuentes/rwa.

    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • 3 Orang Divonis Bersalah Kasus Pembakaran di London yang Diperintahkan Tentara Wagner Rusia

    3 Orang Divonis Bersalah Kasus Pembakaran di London yang Diperintahkan Tentara Wagner Rusia

    JAKARTA – Tiga orang dinyatakan bersalah atas serangan pembakaran terhadap sejumlah bisnis yang terkait dengan Ukraina di London. Pelaku menurut pejabat Inggris diperintahkan oleh kelompok tentara bayaran Wagner dari Rusia.

    Kebakaran tahun lalu di kawasan industri di London timur menargetkan dua unit termasuk satu unit milik perusahaan yang mengirimkan paket ke Ukraina termasuk peralatan satelit dari Starlink milik Elon Musk.

    Dilansir Reuters, Selasa, 8 Juli, jaksa Duncan Penny mengatakan kepada pengadilan Old Bailey di London pada awal persidangan bulan lalu, pembakaran tersebut diorganisir oleh Dylan Earl (21) yang mengaku bersalah atas pembakaran yang diperparah dan dakwaan berdasarkan Undang-Undang Keamanan Nasional.

    Pengakuan bersalah Earl atas tindakan mempersiapkan tindakan yang membahayakan nyawa menjadikannya orang pertama yang dihukum berdasarkan Undang-Undang Keamanan Nasional, yang diperkenalkan tahun lalu untuk mengatasi aktivitas permusuhan oleh negara asing.

    Penny mengatakan Earl secara sadar bertindak atas perintah Wagner Group yang dilarang karena dianggap organisasi teroris. Earl juga dirinya bertindak melawan Ukraina, dan untuk kepentingan Rusia.

    Sementara Nii Kojo Mensah (23)  Jakeem Rose (23) dan Ugnius Asmena (20) membantah tuduhan pembakaran yang diperparah tetapi dinyatakan bersalah oleh juri di pengadilan Old Bailey di London.

    Paul English (61) dibebaskan dari tuduhan yang sama. Dmitrijus Paulauskas (23) dan Ashton Evans (20) membantah dua tuduhan mengetahui tentang aksi teroris tetapi gagal mengungkapkan informasi tersebut.

    Evans dinyatakan bersalah atas satu tuduhan dan dibebaskan dari tuduhan kedua, sementara Paulauskas dibebaskan dari kedua tuduhan.

  • Sandiaga Uno Paparkan Sumber Pertumbuhan Ekonomi RI di London – Page 3

    Sandiaga Uno Paparkan Sumber Pertumbuhan Ekonomi RI di London – Page 3

    Bersamaan dengan itu, untuk mencapai pertumbuhan 8 persen, Sandiaga menyarankan dua langkah strategis. Pertama meningkatkan rasio pengusaha dari 3,47 persen menjadi minimal 4 persen.

    Kemudian mempercepat digitalisasi UMKM dan mendukung startup lokal untuk efisiensi dan ekspansi pasar. “Teknologi harus memberdayakan masyarakat, terutama keluarga, pemuda, dan usaha kecil,” ujarnya.

    Dalam kesempatan tersebut, dirinya meminta para diaspora, termasuk para mahasiswa di luar negeri untuk menerapkan konsep 3Si, yakni Inovasi, Adaptasi, Kolaborasi. Selain itu, menerapkan semangat 4As, yaitu Kerja Keras, Kerja Cerdas, Kerja Tuntas dan Kerja Ikhlas.

    “Kita perlu terus berinovasi, beradaptasi, dan berkolaborasi. Dengan semangat 4As, diaspora bisa menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi Indonesia,” ujarnya bersemangat.

  • Dokter Tifa Curiga Mulyono dan Samsul Sama-sama Alumni Universitas Pasar Pramuka

    Dokter Tifa Curiga Mulyono dan Samsul Sama-sama Alumni Universitas Pasar Pramuka

    GELORA.CO – Belum tuntas perkara keaslian ijazah Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) Presiden ke-7 RI Joko Widodo alias Jokowi, kini ijazah Wapres Gibran Rakabuming Raka turut diragukan keabsahannya.

    Hal ini disuarakan pegiat media sosial Tifauzia Tyassuma lebih dikenal sebagai Dokter Tifa melalui akun X pribadinya, dikutip Selasa 8 Juli 2025.

    Dokter Tifa mencurigai Samsul bukan lulusan asli Universitas Bradford, London, Inggris.

    Diketahui, panggilan Samsul disematkan oleh netizen kepada Gibran Rakabuming Raka pada gelaran Pilpres 2024.

    “Ada nggak namanya di IABA – Indonesia Association of British Alumni?” tanya Dokter Tifa.

    Selain itu, dalam riwayat pendidikan yang dimuat website Pemkot Solo, tertulis bahwa Gibran menempuh S2 di University of Technology Sydney (UTS Insearch), Sydney, Australia. Gibran lulus pada 2010.

    “Kalau memang kuliah di Singapore kurun waktu 2007-2010. Terdaftar ngga di PPI Singapore,” singgung Dokter Tifa.

    Dokter Tifa juga menyoroti riwayat pendidikan Gibran di Management Development Institute of Singapore (MDIS).

    “Kalau memang betul kuliah di MDIS Singapore, pakai ijazah SMA mana waktu mendaftar di tahun 2007?” kata Dokter Tifa.

    “SMA Santo Yosef? Kabarnya cuma dua tahun sekolah di sana, itupun ngga naik kelas toh?” sambungnya.

    “SMK Kristen Solo? Kabarnya cuma daftar doang ngga pernah kelihatan nongol di kelas toh?” lanjutnya.

    Dokter Tifa juga meragukan Gibran bersekolah di Orchid Park Secondary School.

    “Bukannya itu sekolah dari SMP? Beneran dapat ijazah dari sana?” cetusnya.

    “Jadi Samsul ini mendaftar kuliah di MDIS Singapore pakai ijazah apa?” imbuhnya.

    Dengan deretan kejanggalan tersebut, Dokter Tifa mencurigai Samsul dan ayah kandungnya, Jokowi sama-sama lulusan Universitas Pasar Pramuka (UPP).

    “Atau jangan-jangan satu almamater dengan Buapakmu – UPP?” pungkas Dokter Tifa.

    Sebagai informasi, Gibran kabarnya pernah mengenyam pendidikan setingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) pada tahun 2002 di Orchid Park Secondary School, Singapura.

    Kemudian pada 2007 Gibran lulus dari Management Development Institute of Singapore (MDIS). Ayah Jan Ethes Srinarendra kemudian melanjutkan studi S2 di University of Technology Sydney (UTS Insearch), Sydney, Australia.

  • COVID-19 Varian Stratus Naik di Asia, Pakar Soroti Gejala Khas Suara Parau

    COVID-19 Varian Stratus Naik di Asia, Pakar Soroti Gejala Khas Suara Parau

    Jakarta

    Muncul lagi varian COVID-19 baru yang dinamai ‘Stratus’. Varian ini dikategorikan menjadi strain rekombinan keturunan Omicron lantaran menginfeksi seseorang dengan dua strain COVID-19 sekaligus, alias menjadi varian hibrida baru.

    Namanya secara ilmiah dikenal sebagai XFG. Strain ini dianggap lebih menular daripada strain sebelumnya karena mutasi membuat varian tersebut mampu menghindari sistem kekebalan tubuh. Total kasusnya melonjak dari semula 10 persen menjadi hampir 40 persen dari keseluruhan kasus yang tercatat di Inggris. Peningkatan juga terjadi di India.

    “Strain COVID-19 Stratus menyebar dengan cepat,” kata Profesor Lawrence Young, seorang ahli virus di Universitas Warwick kepada MailOnline.

    “Mengingat kekebalan terhadap COVID-19 mulai menurun di masyarakat akibat menurunnya penerimaan vaksin booster dan penurunan infeksi COVID-19 dalam beberapa bulan terakhir, lebih banyak orang rentan terhadap infeksi XFG dan XFG.3.”

    “Hal ini dapat menyebabkan gelombang infeksi baru, tetapi sulit untuk memprediksi sejauh mana gelombang ini,” tambahnya.

    Gejala Khas Suara Parau

    Sebagian besar gejala Stratus mirip dengan jenis sebelumnya. Menurut layanan kesehatan Inggris, gejala-gejala varian COVID-19 Stratus meliputi sesak napas, kehilangan atau perubahan pada indra penciuman atau perasa, merasa lelah atau letih, suhu tinggi atau menggigil, hidung tersumbat atau berair, badan pegal-pegal, batuk terus-menerus, sakit tenggorokan, sakit kepala, diare, gangguan nafsu makan, dan merasa mual.

    Namun, menurut Dr Kaywaan Khan, dokter umum Harley Street dan Pendiri Klinik Hannah London, salah satu gejala varian Stratus yang paling ketara adalah suara serak, yang meliputi suara parau atau hoarse voice.

    Dokter menambahkan gejalanya cenderung ringan hingga sedang secara umum dan jika seseorang dinyatakan positif, mereka harus tinggal di rumah dan mengisolasi diri karena COVID-19 varian Stratus sangat menular.

    Gejala khas yang sama juga disoroti pakar epidemiologi Dicky Budiman dari Universitas Griffith Australia. Meski begitu, kemunculan subvarian baru termasuk rekombinan menurutnya akan terus terjadi dan masyarakat tidak perlu panik.

    “Varian XFG kini telah masuk dalam kategori variant under monitoring (VuM) atau dalam pemantauan sejak akhir Mei 2025 karena penyebarannya yang cukup cepat. XFG merupakan varian rekombinan yang berasal dari subvarian JN.1. Kasusnya saat ini cukup tinggi di wilayah Asia Selatan dan Asia Tenggara, termasuk India,” jelasnya kepada detikcom saat dihubungi Senin (7/7/2025).

    “Namun, hingga kini tidak ada indikasi bahwa varian ini menyebabkan peningkatan keparahan atau angka kematian yang signifikan. Memang terjadi gejala khas suara serak atau pecah, tetapi tetap tergolong ringan. Masyarakat tidak perlu panik, karena protokol kesehatan dasar seperti pola hidup bersih dan sehat serta pemakaian masker masih efektif untuk mencegah penularan,” imbaunya.

    Halaman 2 dari 2

    (naf/up)

    Habis Nimbus Terbit Stratus

    6 Konten

    Setelah Nimbus atau NB.1.8.1, variant baru COVID-19 muncul lagi dengan julukan Stratus yang mencakup varian XFG dan XFG.3. Disebut-sebut, salah satu gejala khasnya adalah suara serak dan parau.

    Konten Selanjutnya

    Lihat Koleksi Pilihan Selengkapnya

  • Perbedaan Gejala COVID-19 Varian Stratus VS Varian Nimbus

    Perbedaan Gejala COVID-19 Varian Stratus VS Varian Nimbus

    Jakarta

    Sebuah varian COVID-19 baru yang dijuluki varian Stratus kini menyebar luas di Inggris Raya. Beberapa ahli memperingatkan bahwa strain ini menunjukkan resistensi terhadap imunitas yang sudah ada.

    COVID-19 Stratus memiliki dua varian utama, yaitu XFG dan XFG.3. Menurut Badan Keamanan Kesehatan Inggris atau UK Health Security Agency (UKHSA), varian XFG.3 saat ini menyumbang proporsi kasus yang lebih besar dibandingkan varian individu lainnya. Secara gabungan, XFG dan XFG.3 saat ini menyumbang sekitar 30 persen dari total kasus COVID-19 di Inggris.

    “Adalah normal bagi virus untuk bermutasi dan berubah seiring waktu,” kata Dr Alex Allen, Konsultan Epidemiologi UKHSA kepada The Independent dikutip Senin (7/7/2025).

    Ia menambahkan bahwa UKHSA terus memantau semua strain COVID-19 yang beredar di Inggris. Meskipun banyak ahli memperingatkan tentang sifat infeksiusnya yang tinggi, Dr Allen mencatat bahwa berdasarkan informasi yang tersedia sejauh ini, tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa varian XFG dan XFG.3 menyebabkan penyakit yang lebih parah dibandingkan varian sebelumnya, atau bahwa vaksin yang saat ini digunakan akan kurang efektif melawannya.

    Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), per 22 Juni, strain Stratus menyumbang 22,7 persen dari kasus COVID global. WHO telah menetapkan Stratus sebagai “varian yang dalam pengawasan” (variant under monitoring), namun menyatakan bahwa bukti yang ada saat ini menunjukkan risiko rendah terhadap kesehatan masyarakat global

    Beda Gejala COVID-19 Varian Stratus VS Varian Nimbus

    Penyebaran varian baru ini terjadi di tengah masih beredarnya varian COVID lainnya di Inggris. Bulan lalu, varian Nimbus diketahui menyebabkan gejala sakit tenggorokan parah seperti tersayat pisau.

    Sementara itu COVID-19 varian stratus menimbulkan gejala suara serak. Meski demikian belum ada bukti varian ini menyebabkan gejala yang lebih parah.

    “Salah satu gejala varian Stratus yang paling kentara adalah suara serak, yang meliputi suara serak atau parau”, kata Dr Kaywaan Khan, Dokter Harley Street dan pendiri Hannah London Clinic, kepada Cosmopolitan UK.

    Lebih lanjut, pasien juga melaporkan batuk kering, sakit tenggorokan, dan gejala COVID-19 umum lainnya seperti demam, nyeri otot, dan kelelahan.

    Halaman 2 dari 2

    (kna/kna)

    Habis Nimbus Terbit Stratus

    6 Konten

    Setelah Nimbus atau NB.1.8.1, variant baru COVID-19 muncul lagi dengan julukan Stratus yang mencakup varian XFG dan XFG.3. Disebut-sebut, salah satu gejala khasnya adalah suara serak dan parau.

    Konten Selanjutnya

    Lihat Koleksi Pilihan Selengkapnya

  • Kereta Eurostar Mogok di Prancis, Penumpang Terjebak 5 Jam

    Kereta Eurostar Mogok di Prancis, Penumpang Terjebak 5 Jam

    Paris

    Para penumpang kereta Eurostar tujuan London, Inggris, terjebak selama lebih dari 5 jam saat rangkaian kereta itu mogok di wilayah Prancis. Situasi itu memicu kekacauan dengan para penumpang mengeluhkan tidak adanya ventilasi udara yang memadai dan toilet yang tidak berfungsi saat kereta terhenti.

    Keluhan para penumpang diluapkan via media sosial, seperti dilansir media Inggris, The Independent, Senin (7/7/2025), dengan beberapa penumpang kereta rute Brussels-London tersebut menuturkan bahwa listrik mati total yang membuat situasi di dalam gerbong sangat gerah.

    “Terjebak di dalam @Eurostar selama 4,5 jam, tidak bergerak. Toilet penuh, listrik mati dan perlahan-lahan mendidih hidup-hidup,” tulis salah satu penumpang Eurostar via media sosial, saat insiden terjadi pada Minggu (6/7) waktu setempat.

    “Petugas pemadam kebakaran berhasil datang dengan sejumlah pertolongan pertama, tetapi masih belum ada pengumuman resmi selama 3 jam. Mereka mencuit bahwa akan ada kereta pengganti pada pukul 13.30 waktu setempat, tidak ada tanda-tanda,” imbuh keluhan penumpang yang tidak disebut nama tersebut.

    Pihak Eurostar mengatakan bahwa kereta itu mogok karena listrik mati, dan memberitahu penumpang yang menghubungi pihaknya via media sosial bahwa kereta pengganti akan dikirimkan untuk menyelesaikan perjalanan para penumpang.

    Menurut situs resmi Eurostar, kereta yang mogok itu berangkat dari Brussels di Belgia pada Minggu (6/7) pagi, sekitar pukul 08.52 waktu setempat, dan dijadwalkan tiba di Stasiun Internasional St Pancras, London, pada pukul 09.57 waktu setempat.

    Namun, enam jam setelah jadwal kedatangan, para penumpang masih terjebak di Prancis, tepatnya di antara wilayah Lille dan Calais.

    Berbagai foto yang diposting ke media sosial menunjukkan para penumpang mencondongkan tubuhnya ke luar pintu untuk bisa menghirup udara segar, sebelum mereka akhirnya dievakuasi ke rel sambil menunggu kereta pengganti tiba.

    “Tidak ada komunikasi. Tidak ada udara. Tidak ada toilet. Hanya kekacauan total. Ini membingungkan. Insiden memang bisa terjadi, tetapi ini adalah kegagalan manajemen. Layanan yang sangat buruk,” kritik seorang penumpang Eurostar lainnya yang terjebak dalam insiden tersebut.

    Lihat juga video: Rusia Bantah Dalangi Sabotase Kereta Prancis Jelang Pembukaan Olimpiade

    Kereta pengganti tampaknya baru tiba di lokasi sekitar pukul 15.00 sore waktu Inggris.

    “Sebelumnya hari ini, kereta Eurostar 9117, yang berangkat dari Brussels ke London, berhenti di antara Lille dan Calais karena listrik padam, sehingga kereta tidak memiliki aliran listrik di dalamnya,” kata juru bicara Eurostar dalam pernyataannya.

    Eurostar juga mengatakan bahwa pihaknya memberikan tawaran kepada semua pelanggan yang terdampak berupa pengembalian uang sepenuhnya secara tunai, atau mendapatkan e-voucher senilai 300 persen dari nilai tiket.

    Lihat juga video: Rusia Bantah Dalangi Sabotase Kereta Prancis Jelang Pembukaan Olimpiade

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Perbedaan Gejala COVID-19 Varian Stratus VS Varian Nimbus

    Dokter Ungkap Gejala Unik COVID-19 ‘Stratus’, Picu Lonjakan Kasus di Inggris

    Jakarta

    Strain baru COVID-19 kini menyebar dengan cepat di Inggris dan menjadi varian dominan hanya dalam hitungan minggu. Para ahli menyebut strain ini memiliki kemampuan menghindari respons kekebalan tubuh. Varian tersebut secara resmi dikenal sebagai XFG dan dijuluki ‘Stratus’, serta diketahui memiliki salah satu gejala yang cukup khas.

    Pada bulan Mei, varian Stratus tercatat menyumbang 10 persen dari seluruh kasus COVID-19 di Inggris. Namun, pada pertengahan Juni, angkanya melonjak menjadi 40 persen. Saat ini, terdapat dua subvarian Stratus yang beredar, yaitu XFG dan XFG.3.

    Sebelumnya, para ahli melaporkan varian ‘Nimbus’ atau NB.1.8.1 tengah menyebar luas di berbagai wilayah, menyebabkan gejala seperti sakit tenggorokan yang tajam seperti tertusuk silet, disertai gejala COVID-19 lainnya. Namun kini, Stratus telah menggantikan Nimbus sebagai varian dominan, dengan gejala uniknya sendiri.

    Gejala Tak Biasa COVID-19 Stratus

    Dokter umum di Harley Street sekaligus Pendiri Hannah London Clinic, dr Kaywaan Khan mengatakan Stratus memiliki mutasi spesifik pada protein spike (lonjakan) yang memungkinkannya menghindari antibodi dari infeksi sebelumnya maupun vaksinasi, tidak seperti varian lainnya.

    dr Khan menegaskan Stratus tidak tampak lebih berat atau lebih parah dibandingkan varian sebelumnya. Namun, ada satu gejala yang dinilai cukup khas.

    “Salah satu gejala paling mencolok dari varian Stratus adalah suara serak atau parau,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa secara umum, gejala Stratus tergolong ringan hingga sedang.

    Ia juga menyarankan, apabila seseorang mendapatkan hasil tes positif, sebaiknya tetap tinggal di rumah dan menjalani isolasi, karena Stratus merupakan varian yang sangat mudah menular.

    Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkan Stratus sebagai variant under monitoring (VUM) dan terus memantau penyebaran strain tersebut. Stratus menyumbang 22 persen dari semua kasus di seluruh dunia.

    (suc/kna)

  • COVID-19 Varian Stratus Naik di Asia, Pakar Soroti Gejala Khas Suara Parau

    Selevel dengan Nimbus, COVID-19 Varian Stratus Juga Masuk Daftar ‘Pantauan’ WHO

    Jakarta

    Muncul COVID-19 varian baru ‘stratus’ atau XFG. Varian ini memicu lonjakan kasus di Inggris, bahkan menjadi strain yang paling dominan di negara tersebut. XFG telah ditetapkan sebagai variant under monitoring (VUM) oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) karena proporsinya yang terus meningkat secara global.

    Meski begitu, WHO menegaskan risiko tambahan terhadap kesehatan masyarakat yang ditimbulkan oleh XFG dievaluasi rendah pada tingkat global. Vaksin COVID-19 yang saat ini telah disetujui diperkirakan masih efektif melindungi dari gejala dan penyakit berat akibat varian ini.

    Adapun XFG adalah varian SARS-CoV-2 rekombinan dari subvarian LF.7 dan LP.8.1.2, dengan sampel pertama dikumpulkan pada 27 Januari 2025.

    Pada bulan Mei, varian Stratus tercatat menyumbang 10 persen dari seluruh kasus COVID-19 di Inggris. Namun, pada pertengahan Juni, angkanya melonjak menjadi 40 persen. Saat ini, terdapat dua subvarian Stratus yang beredar, yaitu XFG dan XFG.3. Meski begitu, hanya varian XFG yang masuk ke dalam daftar VUM.

    XFG Masuk Daftar Variant Under Monitoring

    Dikutip dari laporan WHO, XFG merupakan salah satu dari tujuh varian SARS-CoV-2 yang saat ini berstatus sebagai Variant Under Monitoring (VUM). Varian ini resmi ditetapkan sebagai VUM pada 25 Juni 2025.

    Istilah VUM digunakan untuk memberi sinyal kepada otoritas kesehatan masyarakat bahwa suatu varian SARS-CoV-2 berpotensi memerlukan perhatian dan pemantauan lebih lanjut.

    Tujuan utama penetapan status VUM adalah untuk menilai apakah varian tersebut, beserta varian yang terkait dengannya, menimbulkan risiko tambahan terhadap kesehatan masyarakat global dibandingkan varian lain yang sedang beredar.

    Selain XFG, beberapa varian COVID-19 lainnya yang juga saat ini masuk ke dalam daftar VUM antara lain:

    KP.3 merebak di 86 negaraKP.3.1.1 merebak di 91 negaraLB.1 merebak di 99 negaraXEC merebak di 78 negaraLP.8.1 merebak di 60 negaraNB.18.1 atau variant nimbus merebak di 37 negaraXFG merebak di 38 negara

    Sementara itu, hanya terdapat satu varian COVID-19 yang saat ini masuk dalam kategori Variant of Interest (VOI), yaitu JN.1. Varian ini diketahui telah menyebar di 144 negara.

    VOI adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan varian SARS-CoV-2 yang memiliki perubahan genetik yang berpotensi memengaruhi perilaku virus atau dampaknya terhadap kesehatan manusia.

    Hal ini dapat mencakup, misalnya, kemampuan varian untuk menyebar lebih cepat, menyebabkan gejala yang lebih berat, atau memengaruhi efektivitas deteksi, pengobatan, maupun respons imun.

    Varian yang diklasifikasikan sebagai VOI juga biasanya menunjukkan peningkatan kemampuan penularan dibandingkan varian lain yang sedang beredar, sehingga berpotensi menimbulkan risiko tambahan bagi kesehatan masyarakat secara global.

    Sebelumnya, para ahli melaporkan varian ‘Nimbus’ atau NB.1.8.1 tengah menyebar luas di berbagai wilayah, menyebabkan gejala seperti sakit tenggorokan yang tajam seperti tertusuk silet, disertai gejala COVID-19 lainnya. Namun kini, Stratus telah menggantikan Nimbus sebagai varian dominan, dengan gejala uniknya sendiri.

    Gejala Tak Biasa COVID-19 Stratus

    Dokter umum di Harley Street sekaligus Pendiri Hannah London Clinic, dr Kaywaan Khan mengatakan Stratus memiliki mutasi spesifik pada protein spike (lonjakan) yang memungkinkannya menghindari antibodi dari infeksi sebelumnya maupun vaksinasi, tidak seperti varian lainnya.

    dr Khan menegaskan Stratus tidak tampak lebih berat atau lebih parah dibandingkan varian sebelumnya. Namun, ada satu gejala yang dinilai cukup khas.

    “Salah satu gejala paling mencolok dari varian Stratus adalah suara serak atau parau,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa secara umum, gejala Stratus tergolong ringan hingga sedang.

    Ia juga menyarankan, apabila seseorang mendapatkan hasil tes positif, sebaiknya tetap tinggal di rumah dan menjalani isolasi, karena Stratus merupakan varian yang sangat mudah menular.