kab/kota: Lombok

  • Pantai Malimbu, Permata Tersembunyi di Lombok Wajib Berkunjung

    Pantai Malimbu, Permata Tersembunyi di Lombok Wajib Berkunjung

    Meskipun potensinya sangat besar sebagai destinasi wisata unggulan, Pantai Malimbu hingga kini tetap mempertahankan eksklusivitasnya karena akses menuju lokasi yang belum terlalu dikembangkan dan promosi wisata yang masih minim.

    Namun, justru karena hal tersebutlah Pantai Malimbu tetap bersih, alami, dan terjaga. Sampah nyaris tidak ditemukan di sepanjang bibir pantai, dan lautnya pun masih jernih, memperlihatkan dasar laut dengan batuan karang serta ikan-ikan kecil yang berenang bebas.

    Ini menjadi nilai tambah yang sangat penting di tengah maraknya pariwisata massal yang sering kali mengorbankan kebersihan dan ekosistem. Pengunjung yang datang ke tempat ini tidak hanya mendapatkan keindahan visual semata, tetapi juga merasakan hubungan emosional dengan alam yang masih murni.

    Pantai ini seperti menawarkan tempat berlindung yang sunyi, di mana pengunjung dapat duduk santai, merenung, atau sekadar menikmati angin laut tanpa terganggu oleh keramaian atau aktivitas komersial yang berlebihan.

    Sangat cocok bagi mereka yang mencari ketenangan, keindahan, dan pengalaman yang lebih intim dengan lanskap alam tropis Indonesia. Pemerintah daerah dan masyarakat setempat pun sebaiknya terus menjaga kelestarian pantai ini dengan bijak, agar pesona yang ada tidak luntur oleh gelombang pariwisata masif.

    Pantai Malimbu bukan sekadar tempat untuk berfoto atau bersantai, tetapi juga ruang alami yang menyimpan kekayaan ekologi dan spiritualitas, tempat di mana manusia dan alam dapat kembali berdamai dan saling menghargai. Jika ada satu tempat di Lombok Utara yang pantas untuk dikunjungi dalam diam dan kekaguman, maka Pantai Malimbu adalah jawabannya.

    Penulis: Belvana Fasya Saad

  • Cerminan Kartini Masa Kini, Mantri Perempuan BRI ini Pantang Menyerah Berdayakan Pengusaha Mikro – Halaman all

    Cerminan Kartini Masa Kini, Mantri Perempuan BRI ini Pantang Menyerah Berdayakan Pengusaha Mikro – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Peringatan Hari Kartini yang jatuh setiap 21 April adalah momen yang menandai perjuangan perempuan dalam mencapai kesetaraan. 

    Salah satunya dalam mendapatkan hak pekerjaan yang layak, berkarier sekaligus yang bisa memberikan dampak nyata, baik bagi dirinya sendiri, keluarga hingga orang-orang di sekitarnya.

    Setidaknya hal itulah yang berhasil diwujudkan oleh Nuraini. Perempuan berusia 38 tahun ini sudah menjadi Mantri BRI selama 12 tahun lamanya. 

    Berawal dari menjadi customer service, Eni panggilan akrabnya, kemudian memantapkan hati dengan menjadi Mantri BRI sejak tahun 2013. 

    “Sebelumnya saya sempat kerja sebagai customer service selama 2 tahun, tetapi saya kurang puas dan tertantang. Sebaliknya, saya suka tantangan dan ketemu orang-orang baru. Dari situ saya kemudian tertarik untuk pindah ke bagian marketing untuk segmen Mikro yang disebut Mantri BRI. Mobilitasnya tinggi, jadi saya tak gampang jenuh dan lebih seru menjalaninya, daripada kerja di kantor saja,” jelas Eni.

    Mantri BRI sendiri merupakan tenaga pemasar BRI yang melayani masyarakat khususnya di sektor mikro, dengan fokus pada penyaluran kredit, pemasaran produk BRI dan pemberdayaan nasabah. 

    Menariknya, seiring dengan perkembangan digital, Mantri BRI juga berperan dalam mendorong literasi digital dan penggunaan produk keuangan digital, seperti AgenBRILink dan transaksi melalui QRIS. 

    Demikian juga yang dilakukan oleh Eny yang selalu mengunjungi nasabah, melakukan pick up service, mengedukasi QRIS hingga melakukan pendampingan klaster UMKM binaan industri gerabah atau Creating Carving di unit kerjanya, di Kecamatan Kediri, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat.

    Creative Carving sendiri merupakan perkumpulan nasabah-nasabah BRI yang berprofesi sebagai perajin gerabah. Setelah diproduksi, gerabah-gerabah tersebut biasanya dipasarkan di Bali. 

    “Khusus di Desa Banyumulek, Kediri, Lombok Barat, hampir 90 persen mata pencaharian utama masyarakatnya adalah perajin gerabah. Kami sebagai Mantri BRI membantu permodalan, seperti memfasilitasi pinjaman KUR BRI dan memberikan pendampingan,” imbuhnya.

    Tak sampai di situ, Eny juga menjelaskan suka dukanya sebagai Mantri BRI. Sukanya, dengan pekerjaan yang Ia jalani, Eny selalu dianggap seperti keluarga sendiri oleh nasabah. 

    Ia juga lebih mudah mendapatkan informasi tentang calon nasabah baru. Dukanya, adalah ketika harus menghadapi nasabah yang menunggak atau tidak membayar angsuran kredit.

    Terlepas dari itu semua, Eny mengaku senang karena pekerjaannya bisa berkontribusi dalam menggerakkan roda perekonomian mikro, seperti UMKM gerabah yang ada di Lombok Barat. 

    Terlebih Eny juga mengaku menjadi Mantri BRI ini membantunya memberikan penghidupan yang lebih baik. Selain membuat masyarakat memandangnya sebagai perempuan yang berdaya, Eny juga berhasil mengangkat perekonomian keluarganya juga.

    “Saya pun berharap kepada perempuan-perempuan Indonesia di luar sana agar tidak ragu untuk memulai dan melangkah dalam meniti karir di bidang yang kita minati. Sebab, saat kita sungguh-sungguh menekuninya, ternyata dampaknya tidak hanya buat kita sendiri, tetapi juga bisa dirasakan oleh keluarga hingga masyarakat sekitar,” pesan Eny.

    Pada kesempatan terpisah, Corporate Secretary BRI Agustya Hendy Bernadi mengungkapkan bahwa mantri BRI telah menjadi simbol ketangguhan dan kepedulian. 

    Dengan semangat melayani dan memberdayakan, mereka hadir di tengah pelaku UMKM untuk memberikan akses keuangan, pendampingan, dan memberikan harapan untuk menggerakkan roda perekonomian sekaligus menjadi inspirasi bagi banyak UMKM.

    “Tidak terkecuali bagi para Mantri perempuan BRI yang tersebar diseluruh pelosok negeri. Dengan kontribusi tersebut, kami berharap perempuan Indonesia bisa semakin berdaya dan turut mendorong geliat ekonomi nasional,” pungkas Hendy.

  • Kecelakaan Maut Pikap Pengangkut Rombongan Pengantin Terbalik, 4 Orang Tewas

    Kecelakaan Maut Pikap Pengangkut Rombongan Pengantin Terbalik, 4 Orang Tewas

    TRIBUNJATENG.COM – 4 Orang tewas dalam kecelakaan maut pikap pengangkut arak-arakan pengantin yang terbalik.

    Peristiwa kecelakaan maut itu terjadi di Batukliang, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), Minggu (20/4/2025) malam. 

    Selain empat orang penumpang meninggal dunia dan sejumlah penumpang mengalami luka berat. 

    “Korban seluruhnya yang meninggal dunia sampai saat ini empat orang, sisanya masih dalam perawatan medis,” kata Kepala Seksi Humas Polres Lombok Tengah, Iptu Lalu Brata Kusnadi, dikonfirmasi melalui sambungan telepon Senin (21/4/2025).

    Korban selamat dilarikan ke dua rumah sakit, yaitu RS Islam Yatofa Bodak dan RSUD Praya Lombok Tengah.

    Brata menyampaikan, insiden ini terjadi pada Minggu (20/4/2025), sekitar pukul 19.00 Wita, saat mobil bak terbuka yang mengangkut rombongan penumpang melaju dari arah utara menuju Praya.

    Mobil melaju dengan kecepatan tinggi dengan membawa rombongan penumpang setelah melaksanakan kegiatan nyongkolan.

    Saat berada di tanjakan di Jalan Raya Desa Barabali Batukliang, mobil tiba-tiba oleng hingga mengakibatkan pengemudi kehilangan kendali dan menabrak batas jalan, sehingga terjadi kecelakaan.

    Penumpang dari mobil tersebut terpental dari mobil dan terjatuh ke pinggir jalan raya.

    Empat orang meninggal dunia dalam kecelakaan tersebut, di antaranya Srianah (35), Mukminah (40), Nuraini (40), dan Raihan (4).

    Sopir mobil pick up mengalami luka berat dan belasan penumpang lainnya mengalami luka-luka.

    Brata mengimbau kepada masyarakat untuk tidak menggunakan mobil pick up untuk mengangkut orang karena melanggar tata tertib lalu lintas.

    Selain itu, penggunaan mobil bak terbuka juga sangat berbahaya dan mengancam keselamatan jika digunakan untuk mengangkut orang.

    “Untuk menjaga keselamatan diri maupun orang lain, tentunya untuk generasi muda untuk menaati aturan lalu lintas dan hindari menggunakan bak terbuka untuk mengangkut orang,” kata Brata. (*)

  • Modus Kasus Pelecehan Seksual di Ponpes, Korban Dijanjikan Soal Rahim

    Modus Kasus Pelecehan Seksual di Ponpes, Korban Dijanjikan Soal Rahim

    Mataram, Beritasatu.com – Kasus dugaan pelecehan seksual kembali terjadi di lingkungan pondok pesantren. Kali ini, peristiwa tersebut terjadi di Kabupaten Lombok Barat dan melibatkan seorang ketua yayasan pondok pesantren berinisial AF (60) sebagai terduga pelaku. 

    Dalam keterangan resminya, Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram, Joko Jumadi, mengatakan kasus pelecehan seksual ini memakan korban hingga 20 orang.

    “Perihal kasus dugaan pelecehan seksual di lingkungan pondok pesantren di Kabupaten Lombok Barat NTB, kembali terjadi. Kali ini sebanyak 20 orang santri menjadi korban pelecehan seksual yang diduga dilakukan oleh ketua yayasan pondok pesantren,” ungkap Joko Jumadi, Senin (21/4/2025).

    Dalam menjalankan aksi bejatnya, AF sebagai terduga pelaku  yang diketahui menjabat sebagai ketua yayasan pondok pesantren tersebut memakai modus operasi memanfaatkan posisi serta kepercayaan sebagai seorang pimpinan pesantren atau biasa disebut Tuan Guru. 

    “Modusnya terduga pimpinan atau Tuan Guru ini menjanjikan akan memberikan keberkatan di rahimnya,  supaya bisa melahirkan anak-anak yang akan menjadi seorang wali,” jelas Joko. 

    Lebih lanjut, Joko memaparkan dalam kasus ini ada dugaan tindakan persetubuhan dan pencabulan yang terjadi. 

    “Ada memang sebagian korban ini ada yang persetubuhan, dugaannya ada sekitar 10 santri, dan sisanya pencabulan. Sempat dimanipulasi kemudian diraba, namun kemudian menolak untuk diberikan ‘keberkahan’ di dalam rahimnya,” jelasnya.

    Hingga saat ini, meski belum ada laporan dari korban terkait kehamilan akibat dugaan pelecehan seksual ini. Namun, rentang waktu terjadinya aksi bejat ini  cukup panjang, yakni sejak 2016 hingga laporan terakhir pada 2023.

    Saat ini, pihak pengurus pesantren disebut Joko mau kooperatif dalam proses penyelidikan  lebih lanjut. “Berita baiknya adalah pengurus ponpes ini cukup kooperatif. Ini yang sering sekali susah sekali kita temukan dalam kasus-kasus kejahatan seksual di pondok pesantren,” tutur Joko lagi. 

    Tak hanya itu, setelah menerima aduan dari masyarakat dan santri pihak pengurus pesantren juga bergerak cepat  dengan mengambil tindakan tegas dengan memberhentikan AF dari jabatannya sebagai ketua yayasan.

    Sejauh ini, Joko mengungkap pemeriksaan   lebih lanjut tengah dilakukan Polresta Mataram. “Hingga saat ini tim Unit II Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polresta Mataram tengah melakukan pemeriksaan terhadap korban dan terduga pelaku kasus pelecehan seksual ini,” pungkasnya

  • Terinspirasi Film Walid, Korban Bongkar Aksi Bejat Kepala Ponpes

    Terinspirasi Film Walid, Korban Bongkar Aksi Bejat Kepala Ponpes

    Mataram, Beritasatu.com – Kabar mengejutkan kembali datang dari lingkungan pondok pesantren (ponpes) kali ini di Kabupaten Lombok Barat. Sebuah kasus dugaan pelecehan seksual kembali mencuat, menyeret seorang ketua yayasan pondok pesantren sebagai terduga pelaku. Kasus ini terungkap berkat keberanian para korban yang terinspirasi oleh film asal Malaysia berjudul Walid. 

    Film dengan latar belakang menyorot pengalaman traumatis selama berada di lingkungan pesantren, sehingga memicu keberanian para santri di Lombok Barat tersebut untuk melaporkan kejadian tersebut kepada pihak kepolisian.

    Dalam keterangan resminya, Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram, Joko Jumadi, mengatakan kasus pelecehan seksual ini memakan korban hingga 20 orang. 

    Terduga pelaku dalam kasus ini telah diidentifikasi sebagai AF (60), yang berasal dari Kabupaten Lombok Barat dan diketahui menjabat sebagai ketua yayasan pondok pesantren tersebut. Sebagian korban diketahui merupakan alumni dari pondok pesantren yang dipimpin terduga pelaku.

    Terkait keberanian para korban, Joko menyoroti peran penting film Walid dalam membangkitkan keberanian para santri sebagai korban untuk mau melapor dan  mengungkap kejahatan seksual yang mereka alami.

    “Sebagian korban ini adalah alumni dari pondok pesantren itu, yang terinspirasi dari film Bid’ah dari Malaysia yang kemudian kok di film itu hampir sama dengan pengalamannya waktu di pondok yang dilakukan oleh terduga pelaku ini. Dari film Walid  itulah para korban ini memberanikan diri untuk berbicara,” pungkas Joko.

  • Kecelakaan Maut di Lombok Tengah: 5 Penumpang Pikap Tewas, 18 Terluka

    Kecelakaan Maut di Lombok Tengah: 5 Penumpang Pikap Tewas, 18 Terluka

    Lombok Tengah, Beritasatu.com — Terjadi kecelakaan maut di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, yang melibatkan sebuah mobil pikap bak terbuka jenis Grand Max dengan nomor polisi DR 8377 SK, pada Minggu (20/4/2025) petang. Peristiwa tragis yang terjadi di Jalan Raya Desa Barabali, tepat di depan SMPN 5 Batukliang tersebut menewaskan lima orang, termasuk seorang anak-anak.

    Sementara sebanyak 18 penumpang lainnya mengalami luka-luka dan harus mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit.

    Seorang saksi mata di lokasi kejadian, Usman, menyampaikan bahwa dirinya berada tidak jauh dari lokasi saat kejadian berlangsung.

    “Saya berada di belakang, sekitar tiga mobil dari tempat kejadian. Saat saya turun, saya lihat warga sudah berhamburan. Saya langsung minta bantuan warga untuk menaikkan korban ke pikap yang lewat. Alhamdulillah banyak yang bantu,” ujar Usman, Senin (21/4).

    Usman juga mengungkapkan bahwa lima orang warga, termasuk anaknya, menjadi korban luka dalam kecelakaan Lombok Tengah tersebut.

    Kepala Satuan Lalu Lintas (Kasat Lantas) Polres Lombok Tengah, AKP M. Puteh Renaldi, memberikan keterangan resmi terkait kronologi kejadian. Berdasarkan hasil olah TKP oleh unit laka lantas, diketahui bahwa kecelakaan terjadi karena pengemudi pikap kehilangan kendali saat melaju dari arah utara ke selatan.

    “Mobil oleng ke kanan dan menabrak pembatas parit. Kendaraan lalu melintang dan penumpang yang berada di bak pick up terjatuh,” jelas AKP Puteh.

    Kasat Lantas menegaskan bahwa kecelakaan maut di Lombok Tengah ini merupakan kecelakaan tunggal atau out of control (OC), tanpa melibatkan kendaraan lain.

    Dalam keterangannya, AKP Puteh juga menyebutkan bahwa terdapat 21 penumpang dalam mobil tersebut. “Tiga orang duduk di depan (termasuk sopir), dan 18 orang lainnya berada di bak terbuka. Seluruh korban terluka kini dirawat di rumah sakit,” ujarnya.

    Mobil pikap yang seharusnya digunakan untuk mengangkut barang, justru dimuati lebih dari 20 penumpang. Overkapasitas ini diduga menjadi salah satu faktor yang memperparah dampak kecelakaan.

    Pihak kepolisian masih terus melakukan pendataan dan investigasi terhadap korban kecelakaan Lombok Tengah tersebut, serta mengimbau masyarakat untuk tidak menggunakan kendaraan bak terbuka untuk mengangkut penumpang demi keselamatan.

  • Kolaborasi Pengawasan Digital terhadap Anak

    Kolaborasi Pengawasan Digital terhadap Anak

    Jakarta

    Bertolak dari Jakarta menuju rumah orangtua di Lombok biasanya menjadi momen mengisi ulang daya dengan atmosfer pedesaan. Namun, kali ini saya mendapati fenomena yang mencuri perhatian. Segerombolan anak-anak yang berkumpul di berugak depan rumah, usia Sekolah Dasar tengah sibuk memegang gawai masing-masing. Mata mereka bertaut di layar, mengalahkan keakraban dengan teman di sebelahnya yang juga tengah berselancar di dunia maya.

    Suatu sore saya mencoba mendekati mereka, mengikuti intensi pre eliminary research ketika melihat fenomena “unik”. Saya melemparkan sebuah pertanyaan sederhana tentang aplikasi yang paling sering mereka akses di gawai. Jawabannya hampir seragam, TikTok. Lalu jenis konten yang paling sering ditonton, kehidupan influencer, pargoy, dan segala hal baru yang viral. Ajaibnya, mereka menjelajah di belantara TikTok tanpa ada pengawasan orangtua.

    Fenomena yang saya temukan memang tidak bisa digeneralisasi sebagai representasi dinamika penggunaan media sosial pada anak dan remaja. Namun, survei yang dilakukan secara terstruktur dan objektif terhadap 269 responden oleh Neurosensum (2021) mengungkap bahwa penggunaan media sosial di Indonesia di rumah tangga berpenghasilan rendah dimulai saat anak berusia sekitar 7 tahun, lebih awal dibandingkan dengan rumah tangga berpenghasilan menengah ke atas, yaitu 9 tahun.

    Hal tersebut mengonfirmasi bahwa media sosial telah menjadi bagian integral dari keseharian anak-anak dan remaja, bahkan di daerah pedesaan yang jauh dari citra modernitas. Anak-anak yang hidup jauh dari hiruk-pikuk kota kini bebas menjelajahi video viral, tren, dan fitur-fitur media sosial yang penuh warna. Sebuah kesempatan eksplorasi yang tidak dibarengi dengan edukasi membuat mereka tersesat dalam labirin yang rumit.

    Brain Rot dan Kemunduran Satu Generasi

    Kita perlu prihatin dengan kondisi semacam itu. Sebab, jika kita mengurai sisi negatif media sosial, ada banyak sekali dampak buruk yang harusnya tak mendapat ruang toleransi. Mulai dari adiksi, defisit atensi, perundungan daring, paparan konten tidak pantas, penurunan kesehatan mental, hingga yang sedang ramai dibicarakan adalah brain rot.

    Istilah brain rot pertama kali digunakan oleh seorang penulis bernama Henry David Thoreau dalam bukunya Walden pada tahun 1854. Namun, Brain rot menjadi kosa kata yang resmi masuk ke dalam Oxford English Dictionary pada akhir 2024. Jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, brain rot berarti pembusukan otak. Sebuah kondisi yang ditandai dengan penurunan fungsi kognitif akibat paparan berlebihan dari konten digital yang dangkal dan sering kali minim nilai edukasi.

    Ketika hal itu terjadi, anak dan remaja bisa kehilangan ketertarikan pada pembelajaran yang memerlukan usaha intelektual, seperti membaca buku, memahami isu kompleks, atau sekadar menyelesaikan tontonan yang berdurasi panjang. Alih-alih mendalami pengetahuan, mereka kecanduan pada hiburan singkat yang langsung merangsang dopamin. Fenomena ini tidak hanya mempengaruhi individu, tetapi menjadi bola salju, yang lambat laun berdampak pada kualitas sumber daya manusia satu generasi.

    Paparan Konten Dangkal dan Hambatan Akademik

    TikTok, Instagram reels, Youtube shorts, dengan format video pendek yang berfokus pada hiburan instan, merupakan media sosial yang paling banyak menyediakan konten digital yang berisiko memicu brain rot. Apalagi algoritma mereka dirancang untuk mempertahankan atensi pengguna selama mungkin. Sehingga konten ringan yang menghibur sering kali lebih banyak dibandingkan konten edukatif dan bermakna.

    Salah satu jenis konten receh yang banyak beredar adalah video lipsync atau pargoy alias joget-joget di depan kamera dengan ekspresi berlebihan yang diiringi lagu remix TikTok, yang tentu tidak termasuk sebagai apresiasi terhadap seni ataupun kreativitas. Begitu pula dengan video prank yang tidak berfaedah, berpura-pura pingsan di tempat umum, memberi hadiah palsu, atau mengambil makanan orang lain tanpa izin. Belum lagi video challenge yang tidak masuk akal, seperti memakan makanan superpedas atau melakukan aksi di luar nalar yang hanya mengejar sensasi tanpa mempertimbangkan dampak negatif.

    Jika paparan konten semacam itu terjadi secara kontinu dan dikonsumsi setiap hari, maka akan sangat berpengaruh pada otak anak dan remaja yang masih dalam tahap perkembangan. Seperti yang diungkap oleh Jean Piaget (1952) bahwa otak manusia terus berkembang dalam tahapan-tahapan yang terstruktur, terutama pada masa awal kehidupan. Seperti tahap Operasional Konkret yang terjadi pada rentang usia 7 hingga 11 tahun, di mana kemampuan berpikir logis berkembang, yaitu pemahaman yang berfokus pada situasi riil. Begitu pula dengan tahapan selanjutnya, yaitu Operasional Formal, di usia 11 tahun ke atas, di mana anak belajar berpikir abstrak, memahami konsep-konsep yang tidak langsung terkait dengan pengalaman fisik mereka. Ide-ide seperti keadilan, cinta, kebebasan, dan nilai-nilai non fisik.

    Semua tahapan perkembangan anak dan remaja, baik itu secara fisik, psikologis, dan kognitif, tentu membutuhkan ruang atensi yang tidak sedikit. Terlebih jika kita berniat menyiapkan generasi yang unggul secara karakter maupun akademik. Bayangkan jika ruang-ruang pertumbuhan tersebut yang semestinya diisi oleh beragam stimulus untuk mendorong perkembangan terbaik, justru diisi oleh hal-hal remeh yang tidak membutuhkan daya pikir dan konsentrasi.

    Meski bukan istilah medis yang menggambarkan pembusukan dalam konteks fisik, namun kita bisa membayangkan brain rot sebagai pembodohan terstruktur yang mengerikan. Gejalanya dapat berupa gangguan konsentrasi, penurunan kemampuan berpikir kritis, hingga ketergantungan emosional pada validasi yang didapatkan dari media sosial. Tentu ini tidak hanya mempengaruhi proses belajar pada anak dan remaja, tetapi juga kepercayaan diri, serta hubungan sosial mereka. Maka apa yang awalnya hanya hiburan berubah menjadi ancaman serius bagi masa depan.

    Kolaborasi Sekolah, Guru, dan Orangtua

    Semua dampak buruk tersebut telah menjadi isu serius yang menyita perhatian dalam skala global. Seperti yang ramai diberitakan media pada akhir 2024, Perdana Menteri Australia mengumumkan langkah berani untuk regulasi media sosial secara ketat. Mewajibkan platform media sosial seperti Facebook dan Instagram untuk memverifikasi usia pengguna, serta memastikan bahwa anak-anak bisa mengakses media sosial dengan minimal usia 16 tahun. Aturan itu disertai dengan ancaman denda besar bagi perusahaan yang melanggar.

    Kebijakan itu didasari oleh keprihatinan terhadap tingginya angka gangguan kesehatan mental di kalangan anak dan remaja, yang kemudian dikaitkan dengan penggunaan media sosial secara berlebihan. Dengan adanya peraturan ini, pemerintah Australia berharap dapat menciptakan ekosistem digital yang lebih aman bagi anak-anak dan menekan risiko kecanduan serta paparan konten berbahaya.

    Mengetahui berita tersebut, saya jadi bertanya-tanya mengenai relevansi penerapan kebijakan serupa dalam konteks lokal. Bisakah negara kita mengikuti langkah tegas dari pemerintah Australia? Rupanya, Direktur Jenderal Komunikasi Publik dan Media Kemkomdigi pernah mengungkapkan ke media pada Desember 2024 bahwa Komdigi dan beberapa lembaga negara terkait seperti KPAI saat ini sedang melakukan kajian mendalam terkait pembatasan usia anak dalam mengakses media sosial.

    Kajian tersebut tentu patut diapresiasi, mengingat Indonesia sebagai salah satu negara dengan jumlah pengguna media sosial terbesar di dunia menghadapi tantangan yang tak kalah kompleks dibandingkan Australia. Memang, tidak adanya sistem verifikasi usia yang ketat adalah musabab anak-anak dengan mudah membuat akun di platform seperti TikTok, Instagram, dan YouTube. Namun, hal itu diperparah oleh banyaknya orang tua di Indonesia yang gagap teknologi, tetapi tak berpikir panjang ketika memfasilitasi gawai bagi anak. Sebab, sebenarnya mereka juga tidak terlalu memahami risiko penggunaan media sosial.

    Alih-alih langsung mengadopsi kebijakan Australia, Indonesia bisa memulai pendekatan yang lebih bertahap dan kontekstual. Sebab, mengatur penggunaan gawai pada anak memerlukan kombinasi antara regulasi formal (pemerintah dan instansi terkait), regulasi informal (keluarga dan sekolah). Sayangnya, sosialisasi regulasi yang berlapis membutuhkan sumber daya yang tidak sedikit. Terlebih dengan mempertimbangkan berbagai Program Strategis Nasional (PSN) yang menjadi fokus utama pemerintahan baru, tentu menjadi tantangan besar untuk memprioritaskan implementasi regulasi penggunaan media sosial pada anak.

    Maka salah satu langkah sederhana yang bisa dilakukan, sembari menunggu gebrakan pemerintah, adalah mengintervensi sektor informal, yaitu keluarga dan sekolah. Meskipun belum banyak sekolah yang menerapkan regulasi tentang penggunaan media sosial dan gawai, ada sejumlah negara yang telah mengimplementasikan program edukasi digital yang melibatkan keluarga dan sekolah secara kolaboratif.

    Di Singapura misalnya, dilansir dari website Ministry of Education Singapore, Cyber Wellness in Character and Citizenship Education (CCE) telah masuk dalam kurikulum sekolah, di mana guru dan orangtua dilibatkan untuk mewujudkan well-being siswa ketika menjelajahi dunia maya. Dalam laporan tahunan Swedish Media Council berjudul Children and Media (2023) juga diungkapkan bahwa beberapa sekolah di Swedia, memberi mentoring kepada wali murid tentang bagaimana mengajarkan anak-anak untuk berpikir kritis tentang konten yang mereka temui di media sosial dan internet.

    Sehingga, intervensi yang dilakukan sekolah ibarat ujung tombak yang bisa melesat lebih cepat di tengah darurat penggunaan media sosial pada anak. Dalam prosesnya, sekolah perlu menekankan bahwa program tersebut tidak hanya dilakukan satu pihak. Namun kolaborasi antara siswa, orangtua, guru, dan sekolah itu sendiri. Ada banyak aspek yang perlu ditekankan pada anak seperti literasi media, keamanan siber, serta penyaringan informasi.

    Sedangkan orangtua dan guru perlu menggawangi tentang dampak negatif media sosial bagi anak, langkah praktis mengurangi adiksi, bagaimana menggunakan fitur parental control untuk mengawasi aktivitas anak, serta bagaimana mendampingi anak dalam menggunakan gawai untuk kebutuhan akademik dan pengembangan diri, termasuk membuat daftar saluran video maupun siniar yang edukatif.

    Dengan pendekatan semacam ini, gawai dan media sosial yang sudah begitu akrab, tak hanya berfungsi sebagai hiburan destruktif, tetapi ruang belajar yang aman dan produktif. Sebab, keselamatan anak-anak di dunia digital adalah tanggung jawab bersama. Dengan pola edukasi digital yang terencana dan inklusif, kita dapat menjawab tantangan media sosial, sekaligus menyelamatkan satu generasi.

    Sriwiyanti mahasiswa Master of Educational Psychology UNISZA, Malaysia

    (mmu/mmu)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Cerminan Kartini Masa Kini, Ini Mantri Perempuan BRI Yang Pantang Menyerah dalam Memberdayakan Pengusaha Mikro

    Cerminan Kartini Masa Kini, Ini Mantri Perempuan BRI Yang Pantang Menyerah dalam Memberdayakan Pengusaha Mikro

    FAJAR.CO.ID, LOMBOK – Peringatan Hari Kartini yang jatuh setiap 21 April adalah momen yang menandai perjuangan perempuan dalam mencapai kesetaraan. Salah satunya dalam mendapatkan hak pekerjaan yang layak, berkarier sekaligus yang bisa memberikan dampak nyata, baik bagi dirinya sendiri, keluarga hingga orang-orang di sekitarnya.

    Setidaknya hal itulah yang berhasil diwujudkan oleh Nuraini. Perempuan berusia 38 tahun ini sudah menjadi Mantri BRI selama 12 tahun lamanya. Berawal dari menjadi customer service, Eni panggilan akrabnya, kemudian memantapkan hati dengan menjadi Mantri BRI sejak tahun 2013.

    “Sebelumnya saya sempat kerja sebagai customer service selama 2 tahun, tetapi saya kurang puas dan tertantang. Sebaliknya, saya suka tantangan dan ketemu orang-orang baru. Dari situ saya kemudian tertarik untuk pindah ke bagian marketing untuk segmen Mikro yang disebut Mantri BRI. Mobilitasnya tinggi, jadi saya tak gampang jenuh dan lebih seru menjalaninya, daripada kerja di kantor saja,” jelas Eni mengawali ceritanya.

    Mantri BRI sendiri merupakan tenaga pemasar BRI yang melayani masyarakat khususnya di sektor mikro, dengan fokus pada penyaluran kredit, pemasaran produk BRI dan pemberdayaan nasabah. Menariknya, seiring dengan perkembangan digital, Mantri BRI juga berperan dalam mendorong literasi digital dan penggunaan produk keuangan digital, seperti AgenBRILink dan transaksi melalui QRIS.

    Demikian juga yang dilakukan oleh Eny yang selalu mengunjungi nasabah, melakukan pick up service, mengedukasi QRIS hingga melakukan pendampingan klaster UMKM binaan industri gerabah atau Creating Carving di unit kerjanya, di Kec. Kediri, Kab. Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat.

  • 200 Truk Tertahan di Pelabuhan NTB, Belasan Sapi Kurban Mati Kelelahan

    200 Truk Tertahan di Pelabuhan NTB, Belasan Sapi Kurban Mati Kelelahan

    Lombok Barat, Beritasatu.com – Sebanyak 12 ekor sapi untuk kebutuhan kurban Hari Raya Iduladha 1446 Hijriah mati diduga kelelahan terjebak dalam sejumlah truk yang tertahan berhari-hari Pelabuhan Gili Mas, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB). 

    Lebih dari 200 truk pengangkut sapi dari Bima, Dompu, dan daerah lain di NTB tertahan di Pelabuhan Gili Mas karena minimnya kapal. Sapi-sapi tersebut rencananya akan dibawa ke berbagai daerah termasuk Jabodetabek untuk memenuhi kebutuhan hewan kurban Iduladha.

    Ratusan sapi lainnya kini dalam kondisi kritis karena kelamaan di dalam truk. Hal itu membuat pemilik sapi khawatir. Jika tidak ada tambahan kapal, bisa saja truk akan tertahan lebih lama dan sapi-sapi itu bisa mati seketika.

    Saat ini hanya tersedia satu kapal besar di Pelabuhan Gili Mas dengan kapasitas sekitar 50 truk dan jadwal keberangkatan tidak menentu. Kapal kecil dengan kapasitas 17 truk pun tak mampu mengurai kemacetan logistik ternak yang kian parah dari waktu ke waktu.

    Truk berisi sapi harus berjibaku dengan penumpang, bus, dan truk logistik lain yang lebih diprioritaskan naik ke kapal yang tersedia di Gili Mas. 

    Di bawah terik matahari yang menyengat dan dinginnya angin malam, para petani dari berbagai pelosok NTB terpaksa tidur di Pelabuhan Gili Mas dengan alas seadanya. Mereka setia menjaga hewan ternak yang telah mereka besarkan selama berbulan-bulan.

    “Sapi-sapi ini bukan sekadar hewan bagi kami, ini harapan hidup. Kami rawat dengan susah payah, kadang lebih pentingkan beli pakan daripada makan sendiri. Sekarang semuanya seperti sia-sia,” kata Ketua Gabungan Kelompok Petani dan Nelayan Hibrida Indonesia (Gapehani) Kabupaten Bima Muziburrahman, Minggu (20/4/2025).

    Ketua Asosiasi Peternak dan Pedagang Sapi Bima Indonesia Furkan Sangiang mendesak Gubernur NTB Lalu Muhamad Iqbal segera turun tangan mengatasi krisis kapal pengangkut sapi kurban ke berbagai daerah. 

    “Kami tidak minta uang, kami hanya minta kapal. Kami mohon kepada pemerintah, khususnya Pak Gubernur, tolong bantu. Ini Iduladha tinggal hitungan minggu, ini waktu paling krusial,” katanya.

    Kondisi memilukan ini tidak hanya meninggalkan luka mendalam bagi para petani, tetapi juga mengancam keberlangsungan ekonomi peternakan rakyat di NTB.

    Sapi-sapi yang seharusnya menjadi komoditas kurban untuk memenuhi kebutuhan di Jabodetabek dan kota-kota besar lainnya di Indonesia kini terancam gagal berangkat. 

    Jika hal ini terus terjadi, maka kerugian yang dialami petani bisa mencapai ratusan juta rupiah.

    “Bayangkan, banyak dari kami punya cicilan bank. Sapi-sapi inilah harapan untuk bayar utang, belikan beras, seragam sekolah anak-anak. Sekarang kami hanya bisa menatap sapi-sapi yang lemas, dan sebagian sudah mati,” ujar Muziburrahman dengan nada sedih.

    Sopir memberi minum sapi dalam truknya yang tertahan di Pelabuhan Gili Mas, Lembar, Lombok Barat, NTB akibat minimnya kapal, Sabtu (19/4/2025). – (Beritasatu.com/Muhammad Awaludin)

    Furkan Sangiang mengatakan NTB selama ini dikenal sebagai salah satu datang penyokong utama kebutuhan sapi kurban nasional. Namun, ironinya permasalahan klasik berupa keterbatasan kapal untuk angkut sapi terus berulang setiap tahun menjelang Iduladha.

    “Kalau ini terus dibiarkan, tahun depan mungkin tidak ada lagi petani sapi di Bima dan Dompu. Ini bukan soal bisnis, ini soal hidup atau mati petani kecil,” tegas Furkan.

    Para pemilik sapi-sapi kurban yang tertahan di Pelabuhan Gili Mas kini hanya bisa kapal pengangkut hewan ternak mereka segera tiba sebelum kondisi semakin memburuk. Mereka meminta ada kapal khusus jelang Iduladha untuk membawa sapi kebutuhan kurban dari NTT ke berbagai daerah.

    Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakeswan) NTB Muhammad Riadi memutuskan menghentikan sementara penerbitan rekomendasi pengiriman ternak. Langkah ini diambil sebagai upaya untuk mengurangi kepadatan truk dan mencegah penumpukan sapi yang lebih parah di Pelabuhan Gili Mas.

    “Sudah ada kesepakatan, maksimal pengangkutan 55 truk tronton, tetapi kenyataannya semua bergerak tanpa kendali. Makanya saya stop dahulu sampai 8.000 ekor sapi ini terkirim,” jelas Riadi.

    Riadi juga menyoroti ketidakdisiplinan dalam pengiriman ternak dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Menurut dia, seharusnya jumlah truk dari Bima dibatasi maksimal 40 unit, ditambah 15 unit dari Dompu, dan Sumbawa, dengan jadwal pengiriman yang diatur setiap dua hari sesuai dengan jadwal kedatangan kapal.

  • Inggris Sulap Bendungan di NTB Jadi Sumber Listrik

    Inggris Sulap Bendungan di NTB Jadi Sumber Listrik

    Jakarta

    Pemerintah Inggris menambah fasilitas di Bendungan di Pandanduri, Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) berupa pembangkit listrik. Pembangkit Listrik ini didukung Inggris melalui Kemitraan Energi Rendah Karbon Indonesia-Inggris (MENTARI).

    Program tersebut memfasilitasi penambahan fungsi bendungan di NTB itu menjadi pembangkit listrik. Menteri Inggris Urusan Iklim Kerry McCarthy meresmikan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTM) di Pandanduri, Lombok pada saat kunjungannya ke Indonesia.

    Melalui dana hibah Viability Gap Fund (VGF) MENTARI, dan kolaborasi dengan PT Sarana Multi Infrastruktur (PT SMI), PT Brantas Energi serta pemerintah provinsi Nusa Tenggara Barat, PLTM Pandanduri akan memberikan kontribusinya dalam mewujudkan ambisi energi bersih Indonesia.

    Kerry McCarthy mengatakan Indonesia merupakan, mitra penting bagi Inggris. Dia menyebut sangat ingin membagikan pengalamannya dalam pengembangan sektor energi, untuk mendukung Indonesia mencapai ambisi iklim Indonesia.

    “Saat kami menggelar landasan untuk kemitraan strategis antara Inggris dan Indonesia, kami tetap berkomitmen teguh untuk mendukung tercapainya cita-cita iklim global. Bersama-sama, kita dapat mencapai kemajuan berarti menuju masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan,” katanya dalam keterangannya, Minggu (20/4/2025).

    Kerry McCarthy mengunjungi Indonesia tanggal 16 hingga 18 April 2025 untuk menemui beberapa Menteri, pemimpin industri dan perwakilan ASEAN. Kunjungan ini menjadi dasar jalinan kerja sama dalam berbagai sektor termasuk perubahan iklim, pertumbuhan ekonomi, investasi dan teknologi menuju kemitraan strategis sebagaimana disetujui antara Perdana Menteri Keir Starmer dan Presiden Prabowo Subianto di London saat pertemuan bulan November tahun lalu.

    McCarthy bertemu dengan Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisal Nurofiq dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia untuk mendiskusikan ambisi Nol Bersih (Net Zero) Indonesia termasuk transisi Energi dan NDC (Nationally Determined Contributions) menjelang berlangsungnya UNFCCC COP 30 di Brazil.

    “Ini adalah kunjungan pertama saya ke Indonesia, sebuah negara dengan kesempatan yang luar biasa untuk membantu kita memenangkan pertarungan global melawan perubahan iklim,” terang dia.

    (acd/acd)