kab/kota: Lenteng Agung

  • PDIP Beberkan Alasan Megawati Ucapkan Terima Kasih ke Prabowo

    PDIP Beberkan Alasan Megawati Ucapkan Terima Kasih ke Prabowo

    Jakarta, Beritasatu.com – Ketua DPP PDIP, Said Abdullah, membeberkan alasan mengapa Ketua Umum Megawati Soekarnoputri menyampaikan terima kasih dengan rasa haru yang mendalam kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) periode 2019-2024, Presiden Prabowo Subianto, dan seluruh rakyat Indonesia.

    Penghargaan ini terkait dengan pencabutan TAP MPR No XXXIII/MPR/1967 yang memulihkan nama baik proklamator dan Presiden Soekarno. Hal ini disampaikan Megawati dalam sambutan politiknya pada acara HUT ke-52 PDIP di Sekolah Partai, Lenteng Agung, Jakarta, Jumat (10/1/2025).

    “Tanpa dukungan dari Presiden Prabowo dan seluruh Pimpinan MPR, serta elemen rakyat Indonesia, mustahil TAP MPR yang mengaitkan Bung Karno dengan G30S 1965 dapat dihapuskan. Itulah sebabnya, pidato Ibu Mega hari ini sangat memberi kesan mendalam, dengan apresiasi yang tulus kepada Presiden Prabowo, Pimpinan MPR, dan seluruh rakyat Indonesia,” ujar Said Abdullah, Jumat (10/1/2025).

    Said menjelaskan ada dua alasan utama yang membuat Megawati mengungkapkan terima kasih kepada MPR, Presiden Prabowo, dan seluruh rakyat Indonesia. Pertama, pencabutan TAP MPR No XXXIII/MPR/1967 yang memulihkan nama baik Bung Karno mendapat dukungan penuh dari Presiden Prabowo yang bukan merupakan kader PDI Perjuangan.

    “Kedua, saya merasa Ibu Mega berusaha menghindari konflik kepentingan, khususnya selama masa jabatannya sebagai Presiden, meskipun ia tidak segera dapat memulihkan nama baik Bung Karno,” tutur Said.

    Said juga mengungkapkan, pada masa kepresidenan Megawati, kondisi ekonomi dan keamanan nasional sedang tidak stabil. Megawati, menurutnya, ingin memberikan keteladanan dengan mengedepankan kepentingan negara, meskipun itu melibatkan keluarga.

    “Keteladanan kenegarawanan Presiden Prabowo dan Ibu Mega patut kita teladani. Ini merupakan contoh penting dalam membangun peradaban politik yang kering akhir-akhir ini. Kita juga menyaksikan, meskipun Orde Baru yang kuat, kebenaran tetap mencari jalan untuk memperoleh keadilan. Dirgahayu 52 tahun PDI Perjuangan, Satyam Eva Jayate,” pungkas Said.

    Sebelumnya, Megawati Soekarnoputri mengucapkan terima kasih kepada Presiden Prabowo Subianto yang merespons surat MPR yang merekomendasikan pemulihan nama baik Presiden Sukarno. Pemulihan nama Bung Karno ini terjadi setelah MPR mencabut Ketetapan (TAP) MPRS No XXXIII/MPRS/1967 yang sebelumnya mengaitkan Bung Karno dengan G30S dan PKI.

    “Saya mengucapkan terima kasih kepada Presiden Prabowo Subianto atas responsnya terhadap surat pimpinan MPR yang merekomendasikan pemulihan nama baik Bung Karno sebagai Presiden RI pertama,” ujar Megawati dalam pidatonya pada HUT ke-52 PDIP di Jakarta, Jumat (10/1/2025).

    Megawati menyampaikan, keluarga Bung Karno telah bersabar menunggu pencabutan TAP MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 selama 57 tahun, sejak 1967 hingga 2024. Dengan pencabutan ini, tuduhan terhadap Bung Karno sebagai pengkhianat tidak terbukti dan batal demi hukum.

    “Saya, atas nama pribadi dan keluarga Bung Karno serta keluarga besar PDI Perjuangan, mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada pimpinan dan seluruh anggota MPR RI periode 2019-2024. Kita tahu, MPR adalah representasi dari seluruh rakyat Indonesia,” tandas Megawati.

  • Megawati Soekarnoputri: dengan Bonding, Partai akan Terus Setia pada Jalan Ideologi dan Konstitusi

    Megawati Soekarnoputri: dengan Bonding, Partai akan Terus Setia pada Jalan Ideologi dan Konstitusi

    FAJAR.CO.DI, JAKARTA — Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) merayakan HUT-nya yang ke-52, di Sekolah Partai, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Jumat (10/1).

    Pada momen penting ini, Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri memerintahkan kader partainya bisa bonding atau menyatu dengan rakyat seperti yang diajarkan Proklamator RI, Soekarno atau Bung Karno.

    “Melalui peringatan HUT ke-52 ini, sengaja saya sampaikan tentang pentingnya bonding,” kata Megawati, Jumat.

    Presiden kelima RI itu mengatakan bonding menjadi suatu ikatan lahir dan batin yang bisa menyatukan rakyat dengan pemimpin.

    Menurut dia, rakyat bakal memberikan topangan kekuatan kepada pemimpin yang memberikan arah perjuangan menuju masa depan setelah bonding terbentuk. “Bonding menggambarkan ikatan senasip sepenanggungan,” lanjut Megawati.

    Putri Proklamator RI Soekarno atau Bung Karno itu mengatakan cita-cita Indonesia Raya bisa terwujud melalui bersatunya ide, gagasan, dan siap berkorban setelah terjadinya bounding. “Mereka yang bounded juga memiliki insisiatif, dan prakarsa baru untuk terus berjuang hingga tercapailah seluruh cita-cita bangsa,” kata dia.

    Megawati juga mengatakan setiap kader PDIP juga perlu bonding satu dengan yang lain, karena bakal membangun spiritualitas juang melalui kerja-kerja ideologis partai.

    “Dengan bonding, maka partai akan terus setia pada jalan ideologi, dan konstitusi. Dengan bonding, partai menganalisis setiap realitas politik dengan saksama, hingga merumuskan jalan solusi masa depan dengan cara yang benar pula,” lanjutnya.

  • Kader PDIP Teriakkan Nama Bahlil di Depan Megawati, Usai Singgung Gelar Doktor Batal

    Kader PDIP Teriakkan Nama Bahlil di Depan Megawati, Usai Singgung Gelar Doktor Batal

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Nama Bahlil Lahadalia yang juga Ketua Umum Partai Golkar, terdengar ramai saat Megawati menyampaikan pidato politik dalam acara HUT ke-52 PDIP. Acara tersebut berlangsung di Sekolah Partai, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Jumat (10/1/2025).

    Saat itu, Ketua Umum PDI Perjuangan tersebut menyinggung gelar doktoral yang batal diberikan Universitas Indonesia (UI) kepada Bahlil.

    Megawati mengaku heran dengan batalnya pemberian gelar dari universitas ternama tersebut.

    “Tradisi intelektual itu opo? Supaya jadi orang pintar. Jangan munggu mawon, munggu mawon, opo neh? Nah, betul, planga plongo. Padahal pura-pura ngerti, tapi ga ngerti. Loh, banyak orang kayak begitu sekarang. Aku saja suka jadi gagap-gagap, iki pintar opo ora iki? Ngambil doktornya opo, iku sopo yang doktornya ga jadi, itu sopo yo?” katanya.

    Pertanyaan Megawati soal sosok yang batal mendapatkan gelar doktor itu dijawab kompak oleh para kader PDIP yang hadir. “Bahlil!” jawab para kader PDIP.

    Megawati merasa lucu dengan kejadian pembatalan pemberian gelar itu. Sebab, ia merasa Universitas Indonesia bukan kampus abal-abal.

    “Profesor wae telu, bingung dewek aku. Itu bukannya universitas elek-elek loh,” tegas Megawati.

    Presiden Ke-5 RI itu juga bercerita soal dirinya diminta menjadi pengajar pada salah satu universitas di Rusia. Namun yang menjadi lucu, ia mengaku diminta berbicara soal kecerdasan buatan alias artificial intelligent (AI).

    “Lucu deh, kemarin ini ke Rusia, suruh kasih lecture. Tapi lecture-nya lucu dan yang hadir seluruh rektor se-Rusia dan negara bagian. Yang lucunya, kok saya suruh kasih kuliah urusan AI, artificial Intelligence. Wih keren toh, yo? Tapi kan aku mikir, loh ngopo nggak yang lain? Tapi mintanya itu,” pungkas Megawati. (jpg)

  • Megawati Kembali Kritik KPK: Lho Kenapa Hanya Cari Kroco-kroco?

    Megawati Kembali Kritik KPK: Lho Kenapa Hanya Cari Kroco-kroco?

    Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri mengkritik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dinilai tengah membidik Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. 

    Megawati berpesan kepada KPK agar tidak hanya menangani kasus-kasus kecil yang remeh temeh. Dia meminta agar lembaga antirasuah berani mengusut kasus-kasus dengan kerugian negara berjumlah triliunan rupiah. 

    “Lho ngopo to, hanya nggoleki (mencari) kroco-kroco. Mbok yang bener-bener, sing jumlahe T T T [triliun] lha endi? Saya lalu dibilang, Ibu Mega mengkritik saja. Lho enggak, orang yang saya bilang itu benar. Saya ingin KPK itu yang benar,” ujar Megawati pada Perayaan HUT ke-52 PDIP, Sekolah Partai, Lenteng Agung, Jakarta, Jumat (10/1/2025). 

    Presiden ke-5 RI itu lalu kembali menyinggung bahwa KPK dibuat pada zaman pemerintahannya di awal 2000-an. Dia menceritakan sulitnya menciptakan KPK sekitar 20 tahun yang lalu. 

    “Untuk menjadikan KPK itu dipikir gampang? Enggak. Saya aja berantem dulu. Karena itu sifatnya adhoc untuk membantu yang namanya polisi dan kejaksaan karena di dalam menjalankan tugasnya itu tidak maksmal, lho kok sampai sekarang ngono wae?,” paparnya. 

    Adapun pada kesempatan yang sama, Megawati turut menyinggung kasus Hasto Kristiyanto yang saat ini tengah diusut KPK. 

    Hasto dan advokat sekaligus kader PDIP ditetapkan sebagai tersangka pada pengembangan penyidikan kasus suap penetapan anggota DPR 2019-2024. 

    Putri dari Presiden ke-1 Soekarno itu menilai KPK seperti kurang kerjaan dalam mengusut Hasto. “KPK itu saya yang bikin? Mosok gak ada kerjaan lain. Yang dituding, yang diubrek-ubrek hanya Pak Hasto, iku wae. Ayo wartawan tulis itu. Karena kan sebenarnya banyak yang malah udah tersangka. Tapi (KPK) meneng wae (diam saja, red),” ucapnya. 

    Sesuai Prosedur 

    Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto memastikan bahwa proses penegakan hukum terhadap Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto sudah sesuai prosedur.

    Setyo menyatakan bahwa penersangkaan Hasto dalam kasus Harun Masiku selalu diawasi oleh pimpinan KPK. Hasilnya, sepanjang pengawasannya, penyidik lembaga antirasuah itu telah melakukan penegakan hukum dengan benar.

    “Prinsipnya kami pimpinan itu melakukan pengawasan sepanjang sudah dilakukan dengan benar, sudah dilakukan dengan sesuai dengan ini, secara administrasi ada suratnya ada tugasnya dan lain lain,” ujarnya di Mabes Polri, Rabu (8/1/2025).

    Dengan demikian, mantan Kapolda Nusa Tenggara Timur (NTT) meminta seluruh pihak agar menunggu hasil dari deputi penindakan KPK dalam membuat terang kasus yang menyeret Hasto tersebut.

    “Intinya tinggal menunggu saja, prosesnya dilakukan oleh kedeputian penindakan yaitu teknisnya, detailnya semuanya dilakukan oleh orang penyidik,” pungkasnya

  • Puan: Hubungan Ibu Mega dan Pak Prabowo Sudah Lama, Berjalan Baik

    Puan: Hubungan Ibu Mega dan Pak Prabowo Sudah Lama, Berjalan Baik

    Puan: Hubungan Ibu Mega dan Pak Prabowo Sudah Lama, Berjalan Baik
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ketua DPP PDI-P
    Puan Maharani
    angkat bicara perihal Ketua Umum PDI-P
    Megawati Soekarnoputri
    yang menyinggung Presiden
    Prabowo Subianto
    yang menginginkan nasi goreng buatannya.
    Puan mengatakan, hubungan silaturahmi dan kekeluargaan antara Megawati dan Prabowo berjalan dengan baik selama ini.
    “Hubungan silaturahmi dan kekeluargaan antara Ibu Mega dengan Pak Prabowo sudah berjalan jauh-jauh lama sebelumnya. Jadi hubungan itu tetap berjalan dengan baik,” ujar Puan di Sekolah Partai PDI-P, Jakarta Selatan, Jumat (10/1/2025).
    Saat ditanya apakah Prabowo yang kangen nasi goreng Megawati itu pertanda PDI-P segera merapat ke Koalisi Indonesia Maju (KIM), Puan meminta agar publik menunggu setelah
    Kongres PDI-P
    .
    Adapun Kongres PDI-P akan berlangsung pada April 2025 mendatang.
    “Kita lihat nanti setelah kongres,” imbuh dia.
    Sebelumnya, Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri mengaku belum bisa memasak nasi goreng lagi untuk Presiden Prabowo Subianto.
    Hal ini karena Megawati mengaku tengah pusing karena banyak kader partainya yang tidak terpilih saat Pilkada maupun Pilpres 2024.
    Begitu juga kasus hukum yang menyeret sejumlah kader PDI-P, teranyar Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.
    “Dah lama, ada yang ngomong ‘Bu, ada yang minta nasi goreng’. Lho, minta bikinin nasi goreng, wong aku wae lagi mumet anak-anakku banyak yang enggak jadi,” kata Megawati dalam pidato politiknya di Sekolah Partai, Lenteng Agung, Jakarta, Jumat (10/1/2025).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 8
                    
                        Panda Nababan: Yang Bikin Kacau PDI-P Itu Jokowi
                        Nasional

    8 Panda Nababan: Yang Bikin Kacau PDI-P Itu Jokowi Nasional

    Panda Nababan: Yang Bikin Kacau PDI-P Itu Jokowi
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Politikus senior PDI-P
    Panda Nababan
    menyebutkan bahwa kekacauan yang terjadi di partainya merupakan ulah eks kadernya sekaligus Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (
    Jokowi
    ).
    Panda menyampaikan itu usai mengungkap bahwa hubungan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri dengan Presiden Prabowo Subianto baik-baik saja.
    “Hubungan pribadi mereka itu baik. Yang bikin kacau ini kan Jokowi,” kata Panda ditemui di Sekolah Partai, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Jumat (10/1/2025).
    Panda menjelaskan bahwa Jokowi sudah tidak jujur kepada Mega karena mendukung Prabowo pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 lalu.
    Ketidakjujuran itu kemudian dianggap telah menciptakan salah paham di mata publik.
    “Seakan-akan kemudian sentimen tidak mau Prabowo biar maju, gitu lho. Tapi kuncinya, Jokowi tidak terbuka, tidak jujur, mengatakan bahwa dia beralih dari Ganjar ke Prabowo. Itu cikal bakalnya,” terang Panda.
    Sementara itu, Panda memilih tak menjawab gamblang ketika ditanya kemungkinan PDIP merapat ke pemerintahan Prabowo.
    Ia hanya menyampaikan bahwa ke depan PDI-P akan lebih kuat dan solid.
    “Bakal lebih kuat lah, makin solid lah kita. Karena kita terus terang hampir tidak ada perpecahan atau klik-klik di dalam,” katanya.
    Meski begitu, ia kemudian mengungkit pengalaman PDIP berada di luar pemerintahan selama dua periode, yakni pada saat Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjabat.
    “Iya lho. Dulu dua periode zaman SBY kita di luar, malah kita jadi tambah besar. Dua periode lho SBY. Kita total di luar. Ini pun kalau kita total di luar, tidak punya pengaruh,” katanya.
    “Bukan ceroboh, bukan gegabah ya. Ini berdasarkan empirik apa yang kita alami. Gitu lho. Waktu SBY berkuasa, kita dua periode. Kita enggak di dalam,” tandas dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Megawati singgung potensi imperialisme oleh anak bangsa

    Megawati singgung potensi imperialisme oleh anak bangsa

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri mengungkapkan kekhawatirannya mengenai potensi kebangkitan imperialisme oleh anak bangsa sendiri.

    Hal itu disampaikan Megawati dalam pidato politiknya dalam perayaan HUT ke-52 PDIP di Sekolah Partai, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Jumat.

    Awalnya, Megawati bercerita soal imperialisme masa Belanda dulu. Ia menyebutkan bahwa Belanda sebenarnya tidak terlibat langsung dalam pemerintahan Indonesia, melainkan hanya melalui Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) yang kemudian memperkenalkan imperialisme.

    Megawati mengaku sudah mendengar tentang jalur sutra yang menghubungkan timur dan barat. Hal itu menunjukkan betapa kaya dan strategisnya negara Indonesia.

    “Belanda itu tidak masuk dalam pemerintahan loh, yang ada adalah VOC. Tapi karena melibat kekayaan begitu dia ngomong sama pemerintahannya, datanglah imperialisme penjajah. Jangan lupa pula, saya sudah dengar liat ke sana timur. Yang namanya jalur sutera itu benar-benar menunjukkan apa? Mankanya mikir, negara kita ini kaya raya banget dari timur ke barat,” kata Megawati.

    Presiden ke-5 RI ini pun menegaskan bahwa bangsa Indonesia harus fokus pada upaya untuk memajukan negara, bukan sekadar mementingkan kekayaan individu.

    “Kalian kok mikirnya cuma saya hanya mau kaya, bukan negara akan menjadi kaya. Dengan cara seperti apa? Karena potensinya luar biasa. Apa kita mau jadi imperialisme bagi warga negara kita sendiri? Namanya itu reinkarnasi (imperialisme), ya enggak (boleh dibiarkan) lah. Masa begitu? Jadi harap diingat, apakah hal itu tidak mungkin? Why not?” ujarnya.

    Lebih jauh, Megawati mengingatkan bahwa perjuangan kemerdekaan Indonesia pada masa lalu jauh lebih mudah karena musuh yang dihadapi adalah penjajah asing.

    Namun, menurut Megawati, tantangan masa kini jauh lebih berat, yaitu menghadapi ancaman yang datang dari dalam negeri.

    Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
    Editor: Budi Suyanto
    Copyright © ANTARA 2025

  • Megawati: Kader PDIP yang Plintat-Plintut Mending Mundur!

    Megawati: Kader PDIP yang Plintat-Plintut Mending Mundur!

    Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri meminta para kader yang tidak cocok atau ‘plintat-plintut’ dengan partai agar mengajukan pengunduran diri. 

    Hal itu disampaikan olehnya pada pidato Perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-52 PDIP di Sekolah Partai, Lenteng Agung, Jakarta, Jumat (10/1/2025). 

    “Ibu itu minta seluruh yang mendengarkan omongan ibu kalo ga cocok sama PDI Perjuangan keluar aja gitu, gampang. Bukannya terus plintat-plintut aku tuh capek tau enggak ngurusin orang plintat-plintut,” ujarnya. 

    Dia menyebut kader-kader yang dimaksud olehnya itu menyatakan sejalan dengan PDIP hanya di depan saja. Namun, sikapnya berbeda 180 derajat saat di belakang. 

    “Udah tegas aja cari partai lain orang ada berapa ya partai sekarang. Piro [berapa] bukan yang KIM [Koalisi Indonesia Maju] aja,” ujar Presiden ke-5 RI itu. 

    Megawati meminta agar kader yang ingin ikut dengan PDIP agar mengikuti arahan partai dan ketua umum. Dia meyebut kader yang bimbang untuk bertahan atau mundur segera menulis surat pengunduran diri. 

    “Ada yang mikir-mikir keluar opo enggak ya? Keluar opo engga, keluar opo engga. Gitu loh, bener. Siapa yg mau keluar dari PDI? Ngomong. Loh ojo guyu, cepet tulis surat. Kok tumben enggak ada. Entar tahu-tahu di belakang ada berita, lo mau dicari loh sama KPK. Ah keluar dari PDI, keluar dari PDI. Gile,” tuturnya.

    Adapun, Megawati mengungkap dia lebih memilih kader mengundurkan diri dibandingkan menjatuhkan sanksi pemecatan. Apalagi, pemecatan berpotensi berujung pada gugatan hukum. 

    “Karena saya sudah diberi hak prerogatif, jadi saya bilang pilih pecat atau mundur? Sudah, yang enggak senang di sini [PDIP] mundur wae,” ujarnya. 

  • Saya yang Bikin, Sekarang Dijadikan Mainan

    Saya yang Bikin, Sekarang Dijadikan Mainan

    GELORA.CO  – Ketua DPP PDIP Megawati Soekarnoputri menyindir Mahkamah Konstitusi (MK) yang saat ini dinilai sudah tidak memiliki marwah konstitusi. 

    Hal itu disampaikannya dalam pidato di HUT ke-52 PDIP, di Sekolah Partai, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Jumat (10/1/2025).

    “MK saya yang bikin, coba, perlu ada MK. Saya cari gedungnya sendiri, presiden nih, itu di situ tuh megah. Waktu itu Pak Jimly yang saya jadikan (Ketua MK),” kata Megawati.

    Megawati merasa sedih karena Mahkamah Konstitusi kini sudah melemah dan dijadikan seperti mainan. 

    “Sekarang meleyek dijadikan mainan, itu kan konstitusi,” ucapnya.

    Pada momen itu, Megawati juga menyoroti kasus hukum Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto yang ditarget oleh KPK. 

    Sebab, dari sekian banyak tersangka kasus korupsi, mengapa justru Hasto yang ‘diubek-ubek’ oleh KPK.

    “Apa coba KPK? masa enggak ada kerjaan lain hah? Yang dituding yang diubek-ubek Pak Hasto wae? Padahal banyak yang sudah tersangka, tapi meneng wae?” pungkasnya

  • Pemulihan Nama Baik Bung Karno, Megawati Terima Kasih ke Presiden Prabowo – Halaman all

    Pemulihan Nama Baik Bung Karno, Megawati Terima Kasih ke Presiden Prabowo – Halaman all

    Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri secara khusus menyampaikan terima kasih kepada Presiden Prabowo Subianto di acara HUT PDIP ke-52. Dia berterima kasih Prabowo merespons surat pimpinan MPR RI terkait pemulihan nama baik Presiden RI pertama Sukarno.

    Megawati awalnya berterima kasih kepada seluruh Rakyat Indonesia karena telah meluruskan sejarah Bung Karno. Hal ini terkait dicabutnya TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 berkaitan dengan tuduhan pengkhianatan terhadap Sukarno.

    “Ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya saya sampaikan kepada seluruh rakyat Indonesia di manapun kalian berada atas pelurusan sejarah Bung Karno tersebut,” kata Megawati saat berpidato di HUT PDIP ke-52, di sekolah partai PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Jumat (10/1/2025).

    Kemudian, Megawati juga menyampaikan terima kasih kepada Prabowo. Dia menyebut Prabowo lah yang merespons surat pimpinan MPR RI tersebut.

    “Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada Presiden Prabowo Subianto yang telah merespons surat pimpinan MPR RI terkait tindaklanjut pemulihan nama baik dan hak-hak Bung Karno sebagai Presiden Republik Indonesia pertama,” ucap dia.

    Kemudian, Megawati memuji Sukarno yang tahan banting. Pasalnya, dia sendiri mengaku bingung dengan apa yang sebetulnya terjadi kepada Sukarno.

    “Kalau dipikir Bung Karno tahan banting ya, lah iya lah, waktu beliau itu, kami keluarga itu bingung, kami mesti cerita, karena apa? Ketika saya ke Seteng untuk menanyakan ‘bapak saya diapakan toh?’,” ujarnya.

    Pencabutan Tap MPR Soal Sukarno

    Berdasarkan kesepakatan pada Rapat Pimpinan MPR tanggal 23 Agustus 2024, Pimpinan MPR telah menegaskan bahwa sesuai pasal 6 TAP Nomor I/MPR/ 2003 tentang Peninjauan Materi dan Status Hukum Seluruh TAP MPRS dan TAP MPR mulai tahun 1960 sampai 2002, TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 telah dinyatakan tidak berlaku lagi.

    Sehingga, tuduhan pengkhianatan terhadap Sukarno telah digugurkan demi hukum oleh Keputusan Presiden Nomor 83/TK/2012 tentang Gelar Pahlawan Nasional kepada Bung Karno. Hal itu sesuai dengan ketentuan pasal 25 huruf e UU Nomor 20 tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan.

    Ketua MPR RI ke-16 Bambang Soesatyo telah menyerahkan Dokumen Surat Pimpinan MPR RI yang ditandatangani 10 pimpinan MPR kepada Menteri Hukum dan HAM Supratman Andi Agtas dan Ahli Waris Keluarga Besar Presiden Sukarno. Surat Pimpinan MPR ini menjadi jawaban atas Surat MenkumHAM Nomor: M.HHHH.04.01-84 tanggal 13 Agustus 2024 perihal Tindak Lanjut Tidak Berlakunya TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967.

    “Melalui surat tersebut, pimpinan MPR menegaskan bahwa secara yuridis tuduhan terhadap Presiden Soekarno yang dianggap memberikan kebijakan yang mendukung pemberontakan dan pengkhianatan G-30-S/PKI pada tahun 1965, dinyatakan tidak berlaku lagi sesuai Ketetapan MPR Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS dan MPR Tahun 1960-2022,” kata Bamsoet dalam keterangannya, Senin (9/9) lalu.

    Ia menjelaskan TAP MPRS No. XXXIII / MPRS / 1967 telah dinyatakan sebagai kelompok Ketetapan MPRS yang tidak perlu dilakukan tindakan hukum lebih lanjut. Baik karena bersifat einmalig (final), telah dicabut, maupun telah selesai dilaksanakan.

    “Namun demikian, meskipun TAP MPRS Nomor XXXIII/ MPR/1967 tersebut telah dinyatakan tidak berlaku lagi, namun masih menyisakan persoalan yang bersifat psikologis dan politis yang harus dituntaskan karena tidak pernah dibuktikan menurut hukum dan keadilan, serta telah bertentangan dengan prinsip Indonesia sebagai negara yang berdasar atas hukum sesuai ketentuan pasal 1 ayat 3 UUD NRI 1945,” tambahnya. (hp)