kab/kota: Konawe

  • Kenapa Harus Membayar, Saya Kan Tidak Bersalah

    Kenapa Harus Membayar, Saya Kan Tidak Bersalah

    GELORA.CO  – Supriyani mengaku tak habis pikir, dirinya diminta membayar uang jutaan rupiah demi “berdamai” dengan sesuatu yang tidak pernah dilakukannya.

    Guru Supriyani merupakan guru honorer di SDN 4 Baito Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).

    Ia dilaporkan ke polisi karena dugaan menganiaya anak seorang polisi ketika di sekolah.

    Dalam perjalanan kasus itu, guru Supriyani mengungkapkan soal adanya permintaan uang damai terkait kasusnya.

    “Setelah selesai penyidikan kedua itu, ada intimidasi lagi disuruh membayar uang Rp2 juta yang menyuruh Kapolsek. Itu hari cuma punya uang Rp1,5 juta tapi mintanya dia Rp2 juta,” ujar Supriyani dalam wawancara khusus dengan Tribun Sultra di akun Youtube Tribunnews Sultra Official.

    “Saya benar-benar menyerah di situ. Kenapa saya harus membayar kan saya nggak salah. Di situ saya sudah pasrah apapun yang terjadi saya akan tetap jalani sampai ada titik terakhir,” sambungnya.

    Beriku ini pengakuan Supriyani saat wawancara eksklusif TribunnewsSultra.com bersama Supriyani di kediamannya di Kecamatan Baito, Kabupaten Konsel, Provinsi Sultra, Senin (28/10/2024).

    Kronologi kasus ini seperti apa? 

    Awalnya itu hari Jumat, 26 April 2024 kiranya pukul 12.30 Wita. Siang itu saya ditelepon penyidik Polsek Baito yang bernama Pak Jefri. 

    Saya sempat bertanya,” Maaf ini siapa?” Dia memperkenalkan dirinya adalah Jefri dari Polsek Baito. 

    Dia menanyakan saya ada di mana dan meminta saya untuk datang ke kantor polisi saat itu juga,

    Karena jaraknya tidak terlalu jauh, saya pun mengiyakan permintaan itu.

    Saya langsung bergegas datang ke kantor, sampai di kantor itu sudah ada penyidik, Pak Kapolsek, kedua orangtua korban, dan korban di situ sudah duduk.

    Saya langsung didudukkan di situ dekat orangtua korban.

    Dia bertanya,” Ibu tahu nggak tujuan ibu saya panggil ke sini?

    “Nggak tahu pak.”

    “Ibu datang ke sini saya mau mintai keterangan karena ibu telah dilaporkan sama orangtua.”

    “Kebetulan anak itu ada di sekolah di sekolahnya ibu mengajar, dan kebetulan orangtua korban juga bertugas di Polsek sini.”

    Terus saya tanya, dilaporkan apa pak?

    Pak Jefri penyidik lalu bilang, ibu telah dilaporkan menganiaya ananda D, memukul pakai sapu ijuk.

    Di situ saya kaget. Demi Allah, Pak saya tidak melakukan itu.

    Saya bantah begitu karena itu anak bukan muridku. Anak itu di kelas 1A, saya mengajar di kelas 1B.

    Katanya kejadiannya itu hari Rabu, 24 April 2024. Pada hari Rabu itu saya mulai pagi sampai anak-anak pulang saya ada di dalam kelas.

    Di dalam kelas 1A pun begitu, ada gurunya Ibu Guru Lilis Serlina Dewi yang mengajar mulai pagi sampai jam pulang sekolah ada di kelas. 

    Sekitar jam 9 pagi, Ibu Lilis memang sempat izin ke kantor tapi itu antara ruangannya Bu Lilis kelas 1A dengan kantor itu nggak jauh, mungkin cuma sekitar tiga menit baru kembali lagi ke kelasnya.

    Tidak ada kejadian apa pun ketika itu.

    Di situ saya bilang sama Kapolsek, penyidik, dan kedua orangtuanya saya tidak melakukan perbuatan itu, karena memang tidak ada kejadian pada hari itu.

    Terus orangtua korban bilang, mereka tidak terima kalau seperti cara saya menyikapinya. Mereka akan membawa saya ke jalur hukum.

    Terus saya disuruh pulang sama penyidik untuk kalau memang ada berita lanjutan saya hubungi ibu.

    Selang dua hari setelah pertemuan di Polsek, saya menerima surat panggilan.

    Sebelum saya menghadiri surat panggilan, malam itu ada telepon dari Pak Penyidik Jefri mengintimidasi saya.

    “Ibu datang saja di rumahnya Pak Bowo untuk meminta maaf mengakui kesalahan supaya semua masalah ini tidak berlanjut.”

    Di situ saya langsung bilang tidak mau pak, karena saya nggak bersalah, saya tidak melakukan perbuatan itu, saya bilang begitu.

    Kemudian pukul 14.00 di tanggal 28 April 2024, saya memenuhi panggilan penyidik.

    Sekitar jam 2 siang sampai jam 7 malam.

    Kemudian paginya gantian Ibu Lilis yang dipanggil, yang dipertanyakan itu kejadian hari Rabu ada di mana dari pagi sampai pulang sekolah.

    Terus hari ketiganya giliran Pak Kepala Sekolah (KS) waktu mau dipanggil, Pak KS didatangi Pak Penyidik lagi waktu di rumahnya.

    Di situ, Pak KS pun diajak datang di rumahnya mengajak saya untuk datang di rumahnya Pak Bowo meminta maaf mengakui kesalahan.

    Awalnya Pak KS juga tadinya tidak mau ya. Kemudian datang ke rumah. Kami berunding termasuk dengan teman-teman (guru) di sekolah, bagaimana baiknya supaya ini masalah nggak berlanjut.

    Dapat keputusan dari teman sekolah katanya jalani saja supaya ada jalan keluar. 

    Begitu saya jalan ke sana ke rumah Pak Bowo bersama suami dan Kepala Sekolah tapi nggak ada hasil.

    Sampai di sana saya minta maaf. Namun bukan mengakui (memukul) tapi meminta maaf apabila selama anaknya sekolah di situ ada Kepala Sekolah atau guru lain atau saya cara mengajarnya kurang berkenan di hati orangtuanya.

    Tetapi di sana tidak diterima seolah-olah tetap saya yang dituduh memukul anak itu.

    Sampai dua kali itu diintimidasi sama tim penyidik.

    Kemudian, setelah sepekan berlalu ada panggilan lagi yang kedua.

    Di situ masih sama, tapi penyidiknya sudah berganti.

    Penyidik baru namanya Pak Amirudin. 

    Dalam penyidikan itu sama yang dipertanyakan itu awal mula kejadian.

    Saya ada di mana, kegiatan apa yang dilakukan di kelas, seperti penyidikan awal.

    Setelah selesai penyidikan kedua itu, ada intimidasi lagi. Saya disuruh membayar uang Rp2 juta yang menyuruh Kapolsek.

    Hari itu saya cuma punya uang Rp1,5 juta. Namun dia mintanya dia Rp2 juta.

    Kekurangannya sebesar Jadi Rp500 ribu itu Pak (Kepala) Desa yang kasih.

    Katanya supaya saya nggak ditahan, di situ saya kasih Rp2 juta.

    Namun tetap nggak ada hasil. Kasus ini tetap dilanjutkan.

    Malah sampai ada juga dari perlindungan anak yang menelepon penyidik tapi nggak tahu siapa dari perlindungan anak mana. Dia meminta uang juga Rp15 juta untuk kejaksaan supaya tidak ditahan juga di situ.

    Tapi saya menyerah di situ, kenapa saya harus membayar kan saya nggak salah.

    Di situ saya sudah pasrah apapun yang terjadi saya akan tetap jalani sampai ada titik terakhir

  • Ternyata Karena Kata-kata Ini, Aipda WH Putuskan Melaporkan Guru Supriyani ke Polisi Dugaan Aniaya Anak

    Ternyata Karena Kata-kata Ini, Aipda WH Putuskan Melaporkan Guru Supriyani ke Polisi Dugaan Aniaya Anak

    GELORA.CO  –  Aipda Wibowo Hasyim alias WH mengaku tahu ada bekas merah kehitaman di paha anaknya, inisial D, saat mandi bersama-sama korban.

    Keterangan tersebut disampaikan Aipda WH saat bersaksi untuk terdakwa guru Supriyani di Pengadilan Negeri Andoolo, Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara (Sultra), Rabu (30/10/2024).

    Sosok Kasat Intelkam Polsek Baito tersebut mengatakan kejadia itu pada Jumat 26 April 2024 lalu, sebelum melaksanakan salat Jumat, dia memandikan anaknya.

    “Saya mandi berdua. Setelah selesai saya panggil anak saya D, panggilannya kalau di rumah Mas,” jelasnya.

    “Ayok mas, mari. Ini sudah mau salat Jumat,” ujarnya.

    Mas menjawab, Papa sudah? 

    “Papa sama adek sudah,” jawab Aipda WH kepada anaknya itu.

    Selanjutnya, dia kembali memanggil D.

    “Saya panggil kembali, nah pada saat saya panggil itu, dihampirilah oleh ibunya. Ibunya menyampaikan oh iya pa, itu kemarin ibu lihat ada bekas merah kehitaman di pahanya,” ujarnya.

    “Ibu tanya, katanya jatuh sama papa,” kata Aipda WH mengutip pernyataan istrinya.

    Dari informasi tersebut, katanya, diapun kembali memanggil sang anak.

    “Berdasarkan keterangan itu saya panggillah Mas. Coba sini Mas, papa lihat,” jelasnya.

    “Nah setelah saya panggil saya lihat, saya panggillah ibunya,” ujarnya.

    Setelah melihat luka pada paha korban, Aipda WH meragukan jika luka tersebut akibat terjatuh saat bersamanya.

    “Bu coba perhatikan luka seperti ini, wajarkah kalau dikatakan jatuh,” katanya.

    Diapun meminya sang istri untuk kembali menanyakan perihal penyebab luka tersebut.

    “Coba tanya anakmu yang sebenar-benarnya karena bapak curiga anak ini tidak jatuh,” jelasnya.

    Selanjutnya, sang istri yang kembali menanyakan hal tersebut kepada D, anaknya.

    “Setelah itu ibunya lah yang menanyakan,” ujarnya.

    “Setelah ibunya menanyakan, ibunya menyampaikan yang bersangkutan dipukul oleh ibu Supriyani,” katanya menambahkan.

    Atas jawaban tersebut, Aipda WH kembali memastikannya kepada sang anak, termasuk dugaan penyebab lainnya.

    “Nah setelah itu saya tanya kembali, Mas kalau berbohong, tidak baik,” jelasnya.

    Diapun mengonfirmasi nama-nama lain, demikian pula apakah terjatuh di sekolah, yang dijawab ‘tidak’ oleh sang anak.

    “Saya ulang kembali, saya tanyakan nama-nama lain siapa tahu mas dipukul sama ini, mas jatuh di sekolah, jawabannya tidak,” ujarnya.

     

    Berdasarkan keterangan itu, sang istri atas inisiatifnya kembali bertanya terkait siapa-siapa saja yang menyaksikan jika memang benar D dipukul oleh ibu guru.

    “Selanjutnya atas keterangan itu, inisiatif istri saya, Mas ini ditanya. Kalau memang betul Mas ini dipukul sama bu guru, siapa yang melihat kejadian itu,” katanya.

    Sang anak pun menyampaikan sejumlah nama teman sekelasnya.

    “Disampaikanlah nama-nama yang melihat peristiwa itu. Teman yang dalam satu kelasnya,” jelasnya.

    “Terkonfirmasi bahwa betul mereka ini melihat. Melihat ibu guru melakukan pemukulan terhadap D,” ujarnya menambahkan.

    Setelah itu, Aipda WH berkoordinasi dengan Kapolsek Baito selaku pimpinannya atas kasus tersebut.

    “Setelah itu yang kami lakukan saya berkoordinasi dengan kapolsek dalam hal ini pimpinan saya,” katanya.

    “Saya berkoordinasi, izin komandan saya meminta petunjuk,” lanjutnya.

    Diapun diarahkan datang ke kantor dan selanjutnya menemui Kapolsek Baito.

    “Diarahkan untuk ke kantor. Kami datang ke kantor, kami sampaikan. Pak Kapolsek lihat, kebetulan pada saat itu ada Kanit Reskrim,” jelasnya.

    Selanjutnya, Kapolsek Baito disebutkan meminta agar melakukan konfirmasi dengan guru Supriyani.

    “Disampaikanlah sama Pak Kapolsek, coba konfirmasi sama yang bersangkutan (Supriyani-red),” ujar Aipda WH.

    “Karena saya ditanya Pak Bowo maunya bagaimana. Saya sampaikan ‘mohon izin komandan saya ikut petunjuk’,” lanjutnya.

    Selanjutnya, guru Supriyani pun dihubungi agar datang ke Markas Polsek Baito.

    “Pada saat itu dikonfirmasi sama yang bersangkutan, yang bersangkutan datang. Bu Supriyani datang ke Polsek ditanya,” katanya.

    Dalam klarifikasi itu, sang guru honorer, tak mengakui telah memukul D.

    Aipda WH pun menyebutkan guru Supriyani membantah melakukan perbuatan tersebut dengan nada tinggi.

    “Dengan nada agak tinggi dia menyampaikan. Di mana saya pukul kamu, kapan. Saya tidak pernah pukul kamu. Begitu,” jelasnya.

    Aipda WH pun meminta guru Supriyani agar tak membentak anaknya.

    “Nah saya sampaikan kepada bu gurunya. Lho bu kita ini mau konfirmasi, jangan bentak-bentak anak saya,” ujarnya.

    “Setelah seperti itu dia masih dengan nada tinggi disampaikan bahwa dia tidak pernah melakukan pemukulan,” katanya menambahkan.

    “Selanjutnya, beliau pulang. ‘Kalau tidak percaya silakan buktikan…’ Itu kata-kata yang memuncak dari mulutnya Bu Supriyani,” lanjutnya.

    Sehingga pada saat itu, atas inisiatif selaku orangtua, mereka membuat laporan kepolisian pada hari itu juga.

    Setelah membuat laporan resmi tersebut, Kanit Reskrim Polsek Baito pun menanyakan kasus tersebut kepada D.

    “Setelah membuat laporan itu Kanitreskrim menanyakan kepada Mas. Bertanya, betulkah itu (pemukulan) terjadi,” jelas Aipda HW.

    “Dia bilang Mas, iya,” ujarnya mengutip pernyataan anaknya.

    Selanjutnya, D kembali ditanyakan mengenai benda yang dipakai untuk memukulnya.

    “Terus ditanya kembali itu masih ada kita pakai apa,” kata Aipda HW mengutip pertanyaan Kanit Reskrim kepada anaknya.

    “Mas menjawab pakai sapu. Masih ingat, masih. Kalau memang masih ingat coba tunjukkan om,” lanjutnya.

    Berdasarkan pengakuan tersebut, kata Aipda HW, petugas kemudian mendatangi sekolah.

    Diketahui, Markas Polsek Baito dan SD Negeri tempat anaknya bersekolah lokasinya saling berhadapan, hanya terpisah jalan.

    Gerbang antara dua bangunan tersebut bahkan nyaris saling berhadap-hadapan.

    Menurut Aipda HW, dirinya bersama istri pun ikut mendampingi ke sekolah.

    “Sehingga pada saat itu ditunjukkanlah. Ke sekolah, kebetulan kami orangtua pada saat itu ikut mendampingi. Hanya kami prosesnya di halaman sekolah,” jelasnya.

    “Dia bilang Bang, biar saya dengan Mas (D) saja,” lanjutnya mengutip pernyataan petugas.

    “Ditunjukkan lah, ada sapu ijuk gagang besi itu yang diambil,  digunakan untuk pemukulan,” ujarnya.

    “Selanjutnya, kami mengantarkan D, saya bersama ibunya untuk melakukan visum di puskesmas,” kata Aipda HW menambahkan

  • Polisi Paksa Guru Hononer Supriyani Akui Adanya Penganiayaan ke Siswanya, Saksi Berani Jujur di Persidangan soal Ulah Penyidik

    Polisi Paksa Guru Hononer Supriyani Akui Adanya Penganiayaan ke Siswanya, Saksi Berani Jujur di Persidangan soal Ulah Penyidik

    GELORA.CO – Sidang dugaan penganiayaan seorang guru honorer Supriyani kepada siswanya berinisial D (8) di SDN 4 Baito, Konawe Selatan (Konsel) berlanjut dengan pemeriksaan saksi dari Jaksa Penuntut Umum (JPU).

    JPU menghadirkan lima orang saksi, Aipda Wibowo Hasyim yang merupakan ayah korban dan Nur Fitriana ibu korban, serta Siti Nuraisah, Lilis Herlina selaku guru, dan Kepala SDN 4 Baito Sana Ali.

    Dalam persidangan, saksi Sana Ali yang merupakan Kepala SDN 4 Baito mengungkap polisi yang memaksa Supriyani mengakui dugaan penganiayaan terhadap siswanya inisial D (8).

    Sana Ali mengatakan bahwa terkait kasus tersebut dirinya ditelepon penyidik Polsek Baito bernama Jefri, yang kemudian mereka janjian untuk bertemu di rumah penyidik tersebut.

    “Menyangkut kasus ini, Pak Jefri bilang bukti sudah ada, besok akan ada penetapan tersangka dan dijemput (Ibu Supriyani),” kata Sana Ali di hadapan majelis hakim, Rabu (30/10/2024).

    Dia mengaku terkejut mendengar kabar tersebut, dan bertanya kepada penyidik kenapa cepat dilakukan penetapan dan akan menjemput Supriyani, padahal dirinya bisa mengatasi masalah tersebut.

    “Saya bilang kenapa cepat sekali. Saya perbaiki ini masalah,” ujarnya.

    Sana Ali mengungkapkan setelah itu penyidik kemudian meminta untuk membujuk Supriyani agar mengakui perbuatan dan diantar ke rumah orang tua korban, yakni Aipda Wibowo Hasyim yang juga merupakan personel Polsek Baito.

    “Saran itu, kemudian saya menghampiri Ibu Supriyani. Baru kita pergi minta maaf di rumahnya Pak Wibowo,” ucapnya.

    Saat itu, kata Sana Ali, Supriyani menangis karena tidak tau untuk meminta maaf kepada keluarga korban yang memang sama sekali dia tidak lakukan penganiayaan kepada anak Aipda Wibowo. Dengan terpaksa, Supriyani bersama suaminya menuruti Sana Ali untuk bertemu orang tua D.

    Saat sampai di rumah orang tua D, mereka kemudian langsung bertemu dengan Aipda Wibowo, dan istrinya Nur Fitriana.

    “Kita masuk, saya sampaikan maksud dan tujuan kami datang untuk minta maaf. Pak Bowo (Wibowo) berkata ini yang saya tidak suka begini. Kalau gentel datang sendiri. Bu Supriyani ditanya sambil menangis dia mengaku. Namun, Pak Wibowo mengatakan saya tidak mau serta merta memberikan maaf, kasih saya waktu berfikir, tapi yang menentukan yang melahirkan (istri),” beber Sana Ali.

    Dia menuturkan bahwa saat pulang dari rumah Aipda Wibowo, dirinya langsung pergi ke Polsek Baito untuk bertemu penyidik yang mengarahkannya untuk bertemu dan meminta maaf kepada orang tua korban untuk menginformasikan arahannya telah diikuti.

    Tak hanya itu, Sana Ali, juga berupaya menemui Kepala Desa Wonua Raya untuk menyampaikan agar kepala desa itu turut membantu menyelesaikan masalah ini.

    “Saya ketemu juga Pak Desa Wonua Raya, minta tolong bantu ini persoalan karena wargata,” ujarnya.

    Sana Alli juga menyampaikan bahwa usai meminta maaf itu, kasus itu sempat mereda beberapa bulan, sampai kabar yang mengagetkannya karena Supriyani telah ditetapkan sebagai tersangka melalui surat panggilan terhadap Supriyani.

    Di sisi lain, lanjut Sana Ali, Jefri sebagai penyidik yang menangani kasus ini pindah tugas setelah Ibu Supriyani ditetapkan tersangka.

    “Pak Jefri pindah ditangani oleh penyidik baru. Tapi dalam pemeriksaan saya sampaikan kalau saya habis antar Ibu Supriyani minta maaf. Tapi tiba-tiba ada panggilan Ibu Supriyani dipanggil Jaksa. Sampai akhirnya di tahan,” jelasnya.

    Mendengar Ibu Supriyani ditahan dipanggil jaksa lalu ditahan, Sana Ali mengaku bersedih karena tuduhan menganiaya murid di luar nalar pihak sekolah. “Kita bersedih. Guru-guru juga sedih,” ungkapnya

    Di tempat yang sama, Saksi Lilis Herlina menyampaikan di hadapan majelis hakim menyayangkan perihal dugaan penganiayaan terhadap siswanya yang inisial D. Sebab, dia dan Supriyani sama sekali tidak berani memukul siswa.

    “Jawaban Ibu Supriyani, jangankan anak polisi, anak orang biasa saja kita tidak berani pukul,” ucap Lilis.

    Dimata Lilis Herlina, Ibu Supriyani orang yang sabar, pendiam, dan orang yang jarang untuk marah.

    “Tidak pernah saya dengar marah-marah,” sebut Lilis Herlina.

    Sementara itu, Kuasa Hukum Ibu Supriyani, Andri Darmawan menanggapi kesaksian itu menuturkan keterangan Kepala Sekolah SDN 4 Baito sesuai dengan Berita Acara Pemeriksaan (BAP).

    Menurutnya, bahwa kenapa Ibu Supriyani bisa pergi mengaku, karena ada ancaman dari penyidik Jefri akan dijadikan tersangka.

    “Jelas dikatakan sebelum itu, Pak Jefri ketemu dengan kepala sekolah disampaikan bahwa semua berkas perkara, barang bukti, dan kesaksian sudah lengkap. Besok ini akan ditetapkan tersangka Ibu Supriyani. Dia sarankan kalau mau dia pergi minta maaf sama Pak Bowo persoalan akan selesai,” kata Andri.

    Atas Informasi Pak Jefri, lanjut Andri, Kepala Sekolah sampaikan ke Ibu Supriyani bahwa ada pesan dari Pak Jefri harus minta maaf biar perkara itu selesai.

    “Setelah itu Ibu Supriyani terpaksa. Ibu Supriyani menangis seakan dipaksa mengaku pada apa yang dia tidak lakukan. Bahkan di hadapan Pak Bowo Ibu Supriyani mengangguk mengiakan sambil menangis,” tambahnya.

  • Bela Guru Honorer Supriyani, Ketua DPR RI: Pendidikan Tidak Berjalan Baik Jika Guru Diancam Hukum
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        30 Oktober 2024

    Bela Guru Honorer Supriyani, Ketua DPR RI: Pendidikan Tidak Berjalan Baik Jika Guru Diancam Hukum Nasional 30 Oktober 2024

    Bela Guru Honorer Supriyani, Ketua DPR RI: Pendidikan Tidak Berjalan Baik Jika Guru Diancam Hukum
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ketua DPR RI
    Puan Maharani
    angkat bicara terkait persoalan guru honorer di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, Supriyani yang dituding melakukan kekerasan fisik pada siswanya.
    Ia menyebutkan, pendidikan di Indonesia tidak akan berjalan optimal jika seorang guru selalu merasa terancam dengan intervensi berlebihan dari orangtua siswa.
    “Pendidikan tidak bisa berjalan dengan baik jika guru terus menerus dihadapkan pada ancaman hukum yang berlebihan dan intervensi orang tua yang tidak proporsional,” ujar Puan dalam keterangannya, Rabu (30/12/2024).
    Ia pun mendorong agar aparat penegak hukum bersikap objektif dan menegakkan keadilan untuk Supriyani.
    Puan tak mau, kasus serupa yang kemudian mengorbankan para guru bakal banyak terjadi di Tanah Air.
    “Saya berharap ada keadilan bagi guru Supriyani agar tak jadi preseden buruk pada sistem pendidikan Indonesia,” sambung dia.
    Ia menuturkan, kekerasan dalam dunia pendidikan memang harus dicegah. Namun, seorang guru kerap kali harus bersikap tegas untuk melatih kedisiplinan pada murid-muridnya.
    “Kita sepakat kekerasan tidak bisa dibenarkan, terutama kepada anak. Tapi perlu diingat, pembinaan dalam bentuk disiplin tidak bisa disamakan dengan kekerasan,” kata Puan.
    Terakhir, Puan meminta para orangtua memiliki kepercayaan pada para guru yang mendidik anak-anaknya di sekolah.
    Ia mengingatkan, para guru tidak hanya bertugas untuk mengajarkan mata pelajaran, tapi juga berperan menjadi orang tua di lingkungan pendidikan.
    Situasi itu tidak akan terwujud, jika para guru merasa kerap ditekan dan diancam oleh orang tua murid.
    “Guru membutuhkan ruang untuk mendidik dengan tegas, disiplin, dan bijak tanpa harus takut akan tekanan dari luar. Orangtua harus mempercayai proses pendidikan di sekolah,” imbuh dia.
    Diketahui Supriyani dituding melakukan kekerasan pada anak didiknya yang merupakan anak dari anggota polisi, Aipda WH.
    Proses mediasi pun gagal dilakukan, sehingga saat ini proses peradilan bakal berjalan.
    Supriyani dan keluarganya meminta agar pengadilan bisa membongkar perkara ini dengan objektif.
    Pihaknya juga ingin membuka fakta bahwa keluarga Aipda WH sempat meminta uang damai Rp 50.000.000.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Camat Baito Diganti, Sosok yang Bantu Beri Tempat Tinggal Guru Supriyani, Beri Tumpangan Mobil Dinas

    Camat Baito Diganti, Sosok yang Bantu Beri Tempat Tinggal Guru Supriyani, Beri Tumpangan Mobil Dinas

    GELORA.CO  – Setelah penahanannya ditangguhkan, guru Supriyani tinggal di rumah jabatan Camat Baito, Sudarsono agar tak mendapat intervensi.

    Guru Supriyani juga diberi fasilitas mobil dinas Camat Baito untuk perjalanan ke Pengadilan.

    Lantaran dianggap tidak netral dalam kasus ini, Camat Baito, Sudarsono Mangidi dicopot dari jabatannya.

    Jabatan Camat Baito kini diemban sementara oleh Ivan Ardiansyah, eks Kasatpol PP Konawe Selatan.

    Bupati Konsel, Surunuddin Dangga, menyatakan Sudarsono tidak aktif melaporkan perkembangan kasus guru Supriyani.

    “Ini kan dua-duanya warga desa di sana (Baito). Siapapun itu harus damai. Sehingga untuk Camat Baito saya tarik (nonaktifkan) dulu,”

    “Saya tugaskan dari Eselon II untuk membantu menyelesaikan,” bebernya, Selasa (29/10/2024), dikutip dari TribunnewsSultra.com.

    Dalam kasus ini, Sudarsono sering mendampingi guru Supriyani bahkan melaporkan mobil dinasnya diteror.

    “Kedua yang bersangkutan (camat) merasa diteror, sudah tidak nyaman. Melapor kepada saya mobilnya ditembak, padahal mungkin hanya diketapel.”

    “Jadi semua ini pemda (pemerintah daerah) ambil alih agar kondisi daerah stabil,” tegasnya.

    Menurutnya, kasus ini tak akan selesai jika pemerintah tak netral.

    “Ini kan masyarakat Baito mereka. Jadi kita perlakukan sama. Sebenarnya mudah saja menyelesaikan ini karena istri Aipda WH kan ASN. Bu Guru Supriyani kan pegawai kita juga,” jelasnya.

    Kuasa hukum Supriyani, Samsuddin akan memindahkan tempat tinggal kliennya dari rumah dinas Camat Baito ke rumah yang lebih aman.

    Hal tersebut dilakukan pasca pencopotan Sudarsono dari jabatan Camat Baito.

    “LBH HAMI akan menfasilitasi Ibu Supriyani untuk tempat tinggal sementara supaya aman,” ucapnya.

    Supriyani Diduga Diperas 

    Kasus penganiayaan siswa SD di Kecamatan Baito, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara menjadi sorotan lantaran guru honorer ditetapkan sebagai tersangka dan diminta uang damai.

    Guru Supriyani menolak proses mediasi sehingga ditahan pada Rabu (16/10/2024).

    Penahanan guru Supriyani ditangguhkan dan dibebaskan dari lapas pada Selasa (22/10/2024).

    Kuasa hukum Supriyani, Andre Darmawan, mengatakan Kapolsek Baito meminta uang Rp2 juta untuk penangguhan penahanan. 

    “Berapa, Rp2 juta, siapa yang minta, Kapolsek, siapa saksinya Bu Supriyani dan Pak Desa, sudah diambil uangnya di rumahnya Pak Desa, berapa nilai uangnya Rp2 juta. Uangnya Ibu Supriyani Rp1,5 juta, ditambah dengan uangnya Pak Desa Rp500 ribu,” ungkapnya, Senin (28/10/2024), dikutip dari TribunnewsSultra.com.

    Setelah kasus dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Konawe Selatan, Supriyani kembali diperas oknum jaksa.

    “Saat di kejaksaan ditelepon oleh orang dari perlindungan anak, katanya pihak kejaksaan meminta Rp15 juta supaya tidak ditahan,” sambungnya.

    Lantaran tak memiliki uang, Supriyani tak dapat memenuhi permintaan oknum jaksa.

    Diketahui, gaji Supriyani sebagai guru honorer hanya Rp300 ribu per bulan.

    “Nah ini dari awal kita lihat seorang guru honorer dimainkan oleh jahatnya oknum aparat penegak hukum kita,” tegasnya.

    Kapolsek Baito, Ipda Muhammad Idris, enggan menanggapi pernyataan dari kuasa hukum Supriyani terkait uang Rp2 juta untuk penangguhan penahanan.

    Sementara itu,  Kepala Kejaksaan Negeri Konawe Selatan, Ujang Sutisna, membantah adanya oknum jaksa yang meminta uang ke Supriyani.

    “Sudah kita telusuri tidak ada itu,” bebernya.

    Sebelumnya, muncul dugaan keluarga Aipda WH sebagai pelapor meminta uang damai Rp50 juta ke Supriyani.

    Pernyataan tersebut dibantah kuasa hukum Aipda WH, Laode Muhram.

    Menurutnya, orang yang meminta uang damai bukan kliennya tapi kepala desa yang ikut proses mediasi.

    “Dalam proses perjalanan kasus ini pihak korban tidak pernah meminta uang, justru diklarifikasi sendri oleh Supriyani bahwa permintaan uang itu ia tidak dengar dari orang tua korban melainkan dari kepala desa,” tandasnya

  • Mendikdasmen Bakal Temui Kapolri Bahas Kasus Guru Honorer Supriyani

    Mendikdasmen Bakal Temui Kapolri Bahas Kasus Guru Honorer Supriyani

    Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti berencana akan bertemu langsung dengan Kapolri Jendral Listyo Sigit Prabowo untuk menanggapi kasus dugaan penganiayaan oleh seorang guru honorer di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara terhadap muridnya yang merupakan anak anggota kepolisian.

    Apabila tak ada halangan, Mu’ti mengatakan, pertemuan dengan orang nomor satu di institusi Polri tersebut akan digelar pada pekan ini.

    Selain membahas permasalahan guru Supriyani, pertemuan juga dilakukan untuk membahas persoalan kekerasan yang ada di kalangan pelajar hingga persoalan yang berkaitan dengan pembinaan karakter.

    “Kami ingin menyelesaikannya dari hulu dan kami sudah komunikasi nonformal dengan Pak Kapolri, terkait persoalan ini. Insyaallah dalam pekan ini kalau waktunya cocok kami akan bertemu silaturahmi dengan kapolri membicarakan persoalan kekerasan yang ada di kalangan pelajar,” kata Mu’ti saat ditemui di gedung Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) Jalan Kramat Raya, Senen, Jakarta Pusat, Rabu (30/10/2024) siang.

    Seperti diketahui, kasus yang menjerat Supriyani menjadi sorotan usai viral di media sosial. Supriyani dituduh melakukan kekerasan fisik terhadap muridnya yang kemudian melaporkannya ke pihak berwajib.

    Setelah kasusnya menarik perhatian publik, Supriyani ditahan pada Oktober 2024 selama empat hari sebelum penahanannya ditangguhkan.

    Kini, kasus tersebut telah memasuki tahap persidangan dengan agenda eksepsi atau pembelaan atas dakwaan jaksa penuntut umum pada 28 Oktober 2024 kemarin.

  • Fitriani Bongkar Penyebab Anaknya Dipukul Guru Supriyani

    Fitriani Bongkar Penyebab Anaknya Dipukul Guru Supriyani

    GELORA.CO -Konawe Selatan – Sidang keempat kasus dugaan penganiayaan yang melibatkan guru honorer Supriyani berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Andoolo, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, pada Rabu, 30 Oktober 2024.

    Fitriani Nur, ibu dari korban memberikan kesaksian mengenai insiden yang menimpa anaknya dalam persidangan kali ini.

    Ia mengungkapkan penyebab anaknya dipukul oleh Supriyani karena tidak menyelesaikan tugas menulis.

    Fitriani awalnya bertanya kepada sang anak terkait kejadian yang menimpanya.

     “Dia sampaikan sambil menangis, kalau sudah dipukul sama Mama Alpa (Supriyani,red),” katanya dalam sidang.

    Ketika ditanya lebih lanjut, korban menjelaskan, “Saya belum selesai menulis,” sebagai alasan mengapa ia dipukul.

    Bukti dan Saksi

    Fitriani juga mengungkapkan bahwa beberapa teman anaknya menyaksikan kejadian tersebut.

    Ia langsung pergi ke rumah siswa lain untuk mencari informasi.

    “Saya datang ke rumah salah satu teman anak saya, untuk memastikan kebenaran,” katanya.

    “Saya tanya habis liatkah (korban) dipukul sama Ibu Supriyani, rekan korban ini bilang iya lihat dipukul pakai sapu lantai,” tambah Fitriani .

    Saksi lain yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang ini termasuk guru-guru yang telah memberikan keterangan kepada polisi serta kepala sekolah SDN 4 Baito.

    JPU juga membawa alat bukti berupa sapu ijuk dan baju yang diduga dipakai oleh korban saat insiden terjadi.

    Sidang ini dihadiri oleh sepuluh guru, termasuk yang menjadi saksi hingga yang mendukung Supriyani.

  • Profil Stevie Rosano, Hakim PN Andoolo Tolak Eksepsi Supriyani, Kekayaannya Rp 2,3 Miliar

    Profil Stevie Rosano, Hakim PN Andoolo Tolak Eksepsi Supriyani, Kekayaannya Rp 2,3 Miliar

    GELORA.CO  – Berikut profil dari Stevie Rosano, hakim PN Andoolo yang menolak eksepsi atau bantahan dari Supriyani, guru honorer yang terjerat kasus dugaan penganiayaan muridnya di Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara.

    Diberitakan sebelumnya, Stevie Rosano memimpin sidang lanjutan kasus Supriyani pada Selasa (29/10/2024) pagi.

    Ia menolak eksepsi yang diajukan oleh Supriyani. 

    “Menyatakan keberatan penasehat hukum tidak dapat diterima. Memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan perkara nomor 104/Pidsus/2024/PNAndoolo atas nama terdakwa Supriyani S.Pd binti Sudiharjo, menangguhkan perkara sampai putusan akhir,” kata Stevie Rosano dalam putusannya, dikutip dari TribunnewsSultra.com.

    Profil Stevie Rosano

    Dikutip dari pn-pasirpengaraian.go.id, Stevie Rosano lahir di Semarang 18 September 1995.

    Kini ia masih berusia 29 tahun.

    Stevie Rosano menghabiskan masa kecilnya di tanah kelahirannya.

    Ia memulai pendidikannya di SD Kanisius Tlogosari Kulon Semarang (2007).

    Stevie Rosano lanjut di SMP PL Domenico Savio Semarang (2010) dan SMA Kolese Loyola Semarang (2013).

    Lulus sekolah, dirinya melanjutkan kuliah di Universitas Diponegoro, Semarang.

    Stevie Rosano mengambil jurusan Ilmu Hukum.

    Ia meraih gelar Sarjana Hukum (S.H) pada 2017.

    Karier Kehakiman

    Stevie Rosano memulai kariernya sebagai pengadil saat menjadi calon hakim di Pengadilan Negeri Bengkayang, Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat pada 2017 hingga 2019.

    Ia lalu diangkat menjadi Hakim Tingkat Pertama di Pengadilan Negeri Pasir Pengaraian,  Kabupaten Rokan Hulu, Riau pada 2020.

    Di tahun 2024, Stevie Rosano bertugas di Pengadilan Negeri Andoolo, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara.

    Dirinya kini berstatus sebagai hakim Penata Muda Tingkat I (III/b).

    Harta kekayaan

    Stevie Rosano memiliki harta kekayaan Rp 2.305.000.000

    Jumlah tersebut tercatat dalam Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara tertanggal 10 Januari 2024.

    Berikut rincian lengkapnya:

    Tanah Dan Bangunan Rp. 1.500.000.000

    1. Tanah Seluas 327 M2 Di Kab / Kota Sleman, Warisan Rp. 1.500.000.000

    Alat Transportasi Dan Mesin Rp. 148.000.000

    1. Mobil, Honda Brio Rs Tahun 2017, Warisan Rp. 130.000.000

    2. Motor, Honda Beat Tahun 2020, Hasil Sendiri Rp.18.000.000

    Harta Bergerak Lainnya Rp. 57.000.000

    Surat Berharga Rp. —-

    Kas Dan Setara Kas Rp. 600.000.000

    Harta Lainnya Rp. —-

    Sub Total Rp. 2.305.000.000

    Utang Rp. —-

    Total Harta Kekayaan Rp. 2.305.000.000

  • Terpopuler, Suswono dilaporkan hingga Tom Lembong jadi tersangka

    Terpopuler, Suswono dilaporkan hingga Tom Lembong jadi tersangka

    Jakarta (ANTARA) – Sejumlah berita yang menarik untuk disimak pada Rabu pagi. Mulai dari Calon Wakil Gubernur Jakarta dengan nomor urut satu yakni Suswono dilaporkan ke Polda Metro Jaya buntut dari pernyataan kontroversinya hingga Tom Lembong ditetapkan menjadi tersangka oleh Kejagung.. Berikut rangkuman beritanya :

     

     

    1.Suswono dilaporkan ke Polda Metro Jaya

    Organisasi Masyarakat Betawi Bangkit melaporkan Calon Wakil Gubernur Jakarta nomor urut 1 Suswono ke Polda Metro Jaya terkait pernyataannya yang menimbulkan polemik dalam pertemuannya dengan Ormas Kebangkitan Jawara dan Pengacara (Bang Japar) pada Sabtu (26/10). Selengkapnya di sini.

     

     

    2.Bupati Konsel copot Camat Baito buntut kasus guru honorer Supriyani

    Bupati Konawe Selatan (Konsel) Surunuddin Dangga mencopot jabatan Sudarsono Mangidi sebagai Camat Baito buntut kasus dugaan penganiayaan oleh guru honorer SDN 4 Baito Supriyani kepada siswanya berinisial D. Selengkapnya di sini.

     

     

    3.Kejagung tetapkan Tom Lembong tersangka kasus importasi gula Kemendag

    Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan mantan Menteri Perdagangan Tahun 2015–2016 Thomas Trikasih Lembong (TTL) atau Tom Lembong, sebagai tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi kegiatan importasi gula periode 2015–2023 di Kementerian Perdagangan (Kemendag). Selengkapnya di sini.

     

     

    4.Kemenkes kerja sama dengan Kementan respons isu anggur Shine Muscat

    Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akan berkoordinasi dengan Badan Karantina Indonesia dan Kementerian Pertanian (Kementan) dalam merespons isu kontaminasi pestisida pada anggur Shine Muscat di Thailand dan Malaysia. Selengkapnya di sini.

     

     

    5.Kemenkeu klarifikasi pernyataan Wamenkeu Anggito terkait mobil Maung

    Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengklarifikasi pernyataan Wakil Menteri Keuangan III Anggito Abimanyu soal mobil Maung buatan PT Pindad (Persero) yang bakal dijadikan kendaraan dinas jajaran menteri hingga eselon I. Selengkapnya di sini.

     

    Pewarta: Indriani
    Editor: Ganet Dirgantara
    Copyright © ANTARA 2024

  • Mobil Camat Baito Konawe Diduga Diteror, Maruarar Sirait Siap Eksekusi 3 Juta Rumah

    Mobil Camat Baito Konawe Diduga Diteror, Maruarar Sirait Siap Eksekusi 3 Juta Rumah

    Mobil Camat Baito Konawe Diduga Diteror, Maruarar Sirait Siap Eksekusi 3 Juta Rumah