Riset TRI: Hilirisasi Ciptakan Banyak Lapangan Kerja dan Tingkatkan Perekonomian
Penulis
KOMPAS.com –
The Reform Initiatives (TRI) Indonesia mengungkapkan bahwa proyek
hilirisasi
pemerintah mampu menyerap tenaga kerja lebih banyak dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Ketua Tim Peneliti TRI Indonesia Unggul Heriqbaldi menyampaikan bahwa temuan utama dari riset tersebut adalah penciptaan
lapangan kerja
.
“Semua pihak bersepakat bahwa isu utama dari kegiatan industri hilirisasi harus mampu menciptakan lapangan pekerjaan”, tutur pria yang akrab dipanggil Eriq itu merujuk hasil Analytical Hierarchy Process (AHP) riset tersebut, seperti dikutip dari siaran pers, Minggu (15/12/2024).
Menurut Eriq, hilirisasi telah memberikan kontribusi positif, terutama dalam peningkatan investasi di sektor-sektor strategis, seperti nikel dan pasir silika.
“Menurut data kajian, sektor manufaktur yang menjadi fokus hilirisasi telah menyerap lebih dari 19,29 juta tenaga kerja pada Agustus 2023, naik dari 15,62 juta pada 2014,” katanya.
Eriq yang juga dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Airlangga Surabaya mencontohkan proyek hilirisasi di
Konawe
, Sulawesi Tenggara.
Proyek tersebut telah menyerap lebih dari 26.000 tenaga kerja dan secara signifikan meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah.
Proyek-proyek itu juga membuka peluang bisnis lokal, seperti penyediaan logistik dan jasa pendukung lain.
“Hal itu dibuktikan dengan pertumbuhan produk domestik regional bruto (PDRB) sebesar 22,52 persen,” jelas Eriq.
Selain itu, lanjutnya, penambahan smelter dan sentra pengolahan di berbagai kota tidak hanya meningkatkan lapangan kerja, tetapi juga mendorong kenaikan upah minimum provinsi (UMP) di beberapa daerah. Maluku Utara, misalnya, mencatat kenaikan UMP sebesar 7,5 persen pada 2024.
Eriq melanjutkan, perusahaan yang terlibat dalam proyek hilirisasi sejauh ini melakukan berbagai upaya untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja tersebut.
Salah satunya melalui kerja sama dengan perguruan tinggi lokal mengembangkan pendidikan vokasi untuk melatih warga agar bisa mengisi kebutuhan perusahaan.
“Isu berikutnya adalah hubungan antara kebutuhan perusahaan terhadap tenaga kerja terampil bersertifikat dan jumlah tenaga kerja yang tersedia,” imbuh Eriq.
TRI Indonesia bersama konsorsium yang terdiri dari Binus University, The Institute for Development of Economics and Finance (Indef), FEB Universitas Brawijaya Malang, dan FEB Universitas Indonesia telah menyelenggarakan penelitian terkait hilirisasi di Indonesia dalam berbagai tema kunci.
TRI Indonesia sendiri mengambil tema spesifik “Membangun Harmoni yang Produktif antara Pekerja Asing-Domestik dan Masyarakat Lokal: Tantangan, Kesempatan, dan Kebijakan Investasi
Hilirisasi
di Indonesia” yang dilaksanakan di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara dan Kota Batam, Kepulauan Riau.
Hasil riset tersebut kemudian didesiminasikan oleh TRI Indonesia bersama FEB Universitas Nasional Jakarta pada Rabu (12/12/2024).
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
kab/kota: Konawe
-
/data/photo/2024/09/24/66f224b6784b4.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Riset TRI: Hilirisasi Ciptakan Banyak Lapangan Kerja dan Tingkatkan Perekonomian
-

Internet Buka Cakrawala Baru di SD Pedalaman Konawe
Siapa sangka, di SD pedalaman Konawe, sebuah teknologi telah hadir! Dulu, mengirimkan berkas terasa seperti perjalanan panjang, namun sekarang, internet telah membuka cakrawala baru dan cara belajar warga sekolah. Simak bagaimana internet mengubah segalanya, dari proses belajar mengajar hingga kehidupan sehari-hari siswa dan guru.
-

Dapat Izin BPOM, Pegiat UMKM Naik Kelas
Konawe Selatan: Ika Sutin Suryani pemilik usaha Atari Stik Keripik Pisang bersyukur sudah memiliki izin edar Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Produk rumahan miliknya kini bisa masuk ritel modern.
“Saya mulai usaha 2016, nitip dagangan di warung tetangga. Pada 2018, saya bergabung dengan Permodalan Nasional Madani (PNM) Mekaar ketika PNM masuk ke desa saya,” cerita Ika.
Ika mengaku memanfaatkan pinjaman untuk membeli pelekat kemasan agar produk bisa masuk ke rumah makan. Seiring waktu, dirinya meminta pembinaan dan pendampingan dari PNM untuk mendaftarkan produk ke BPOM untuk mengembangkan usahanya.
“PNM mendampingi untuk pendaftaran izin edar untuk membantu meningkatkan standar produk,” ujarnya.
Dia menyebut dirinya memulai proses pengajuan izin BPOM pada awal 2023, dan dalam enam bulan sertifikat izin edar BPOM berhasil dikantongi. Sebelumnya Ika sudah memiliki sertifikat halal yang membantu produknya bisa masuk ke pasar lokal di Konawe Selatan.
“Sejak punya izin edar BPOM, proses masuk ke ritel modern lebih mudah. Jangkauan pemasaran sudah bukan dari warung ke warung lagi, tapi bisa membangun kerja sama dengan minimarket yang sudah beredar di berbagai provinsi,” katanya.
Menurutnya, dengan mengantongi izin edar BPOM jarang sekali ada penolakan kerja sama dari ritel. Dirinya juga lebih percaya diri mempromosikan keripik pisangnya.
“Saya percaya bahwa proaktif adalah kunci utama untuk menjadi pelaku usaha yang sukses,” kata Ika.
Direktur Utama PNM Arief Mulyadi mengajak seluruh ibu-ibu nasabah PNM Mekaar proaktif seperti Ika. Dia menyebut pendampingan pengembangan usaha merupakan bagian dari pemberian modal PNM.
“Pendampingan urusan izin usaha ini bagian dari pemberian modal finansial, intelektual dan sosial PNM agar usaha subsisten tumbuh dan naik kelas,” ujar Arief.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
dan follow Channel WhatsApp Medcom.id(FZN)
-

Perajin Batik Asal Jatim Giat Berdayakan Warga Konawe Kepulauan
Tapal Batas
Rafida Fauzia – detikFinance
Jumat, 13 Des 2024 14:04 WIB
Sulawesi Tenggara – Seorang perantau asal Jawa Timur membawa kecintaannya terhadap batik ke Pulau Wawonii. Ia mendirikan rumah batik dan memberdayakan masyarakat setempat.
-

Menginvestigasi Lima ‘Desa Fiktif’ di Sulawesi Tenggara
JAKARTA – Kementerian Dalam Negeri bersama Kemenko Polhukam; Kementerian Keuangan; serta Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi; melakukan kajian terhadap sejumlah desa yang disebut fiktif. Di antaranya, desa yang ada di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara.
Tim ini berjumlah 13 orang dan bekerja pada 15-17 Oktober. Mereka melakukan kajian ke lima desa yang disebut sebagai desa fiktif. Namun, lima desa itu dirahasiakan namanya.
Direktur Jenderal Bina Pemerintahan Desa Kemendagri Nata Irawan menerangkan, kajian tim ini menyatakan, desa yang mereka kunjungi bukanlah fiktif, melainkan desa yang sedang dalam proses penataan adminitrasi. Dia menambahkan, lima desa ini sudah ada sebelum terbitnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
UU ini mengatur syarat pembentukan desa. Turunan UU ini, Kemendagri menerbitkan Permendagri tentang penataan desa yang salah satu syaratnya adalah mencantumkan jumlah penduduk.
Nata menerangkan, tim gabungan ini melakukan investigasi soal aliran dana desa yang masuk ke sana. Namun, dia belum bisa menerangkan hasil kajian tim tersebut sebab masih belum tuntas. Ketika Kemendagri menemukan adanya penyelewangan dana desa, tindakan tegas pun akan dilakukan.
“Kalau memang persoalan hukum tentu aparat penegak hukum mengambil langkah, tapi memang kalau persoalan administrasinya ada yang keliru ini, kami yakinkan bahwa desa itu kita cabut. Kami yakinkan kalau memang persoalan itu benar,” kata dia.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan kemunculan desa baru karena anggaran dana desa. Berdasarkan laporan yang dia terima, banyak desa baru tak berpenduduk yang dibentuk agar dapat kucuran dana desa.
“Kami mendengar beberapa masukan karena adanya transfer ajeg dari APBN sehingga sekarang muncul desa-desa baru yang bahkan tidak ada penduduknya, hanya untuk bisa mendapatkan (dana desa),” ujar Sri Mulyani di depan anggota Komisi XI DPR, Jakarta, Senin 4 November.
-

Jalan Terjal Teknisi BTS Hadirkan Sinyal, Dihadang Parang-Ketemu Ular
Konawe Kepulauan –
Di balik sinyal yang memudahkan komunikasi sehari-hari, terdapat perjuangan para teknisi yang siap siaga memastikan jaringan tetap lancar. Jalan terjal, cuaca ekstrem, hingga ancaman hewan liar menjadi tantangan yang harus mereka hadapi demi menyediakan konektivitas bagi masyarakat.
Hal inilah yang dirasakan teknisi Base Transceiver Station (BTS) milik Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kementerian Komunikasi dan Digital atau Komdigi Achmad Nivan Adi Santoso.
Adi bercerita telah menjadi teknisi BTS milik BAKTI Komdigi di Wawonii, Konawe Kepulauan, Sulawesi Tenggara sejak tahun 2013. Hingga kini, total ada 23 menara BTS yang ia pantau di Wawonii.
“Tugas sebagai seorang engineer itu memperbaiki jaringan mobile. Kalau untuk di BAKTI, area Wawonii Konkep itu yang saya tangani ada 23 BTS, 20 microwave, 3 BTS VSAT,” ujar Adi kepada detikcom beberapa waktu lalu.
“Kalau untuk pengecekan, itu satu bulan kita keliling setiap satu site itu satu kali, untuk mengecek semua perangkat. Ada yang rusak atau enggak, itu satu bulan sekali kita ada pengecekan,” lanjutnya.
Teknisi BTS di Konawe Kepulauan/Foto: dok. Rafida Fauzia/detikcom
Dihadang Parang hingga Ketemu Ular
Selama 11 tahun menjadi teknisi BTS, Adi mengaku banyak suka duka yang dialaminya. Selain harus jauh dari keluarga, ia juga pernah mengalami berbagai ancaman, termasuk dihadang parang.
“Di suatu tempat, itu pas waktu saya mau mengerjakan maintenance, di situ saya dihadang sama dua orang membawa parang. Karena saya tidak tahu informasi (di sana) gimana, saya ditahan dilarang masuk, tapi saya tetap masuk karena sudah tugas saya untuk memperbaiki,” ungkapnya.
“Saya tidak sampai dipukul, cuma saya minta keringanan bahwa banyak yang memakai (sinyal), dan minta tolong untuk dikasih satu kesempatan masuk untuk memperbaiki. Akhirnya, dengan kepala dingin saya diperbolehkan masuk,” sambungnya.
Tak sampai di situ, Adi mengaku sering bertemu hewan liar saat melakukan pengecekan di site. Pasalnya, lokasi site yang berada dekat dengan hutan membuat hewan liar sering kali muncul.
“Di saat saya memperbaiki, membuka rak (jaringan), itu biasanya di dalam rak ada ular. Kadang juga ada tikus, cicak, yang paling berbahaya ular. Kita harus tetap hati-hati, karena apa? Salah sedikit bisa kena ular,” ucapnya.
Teknisi BTS di Konawe Foto: dok. Rafida Fauzia/detikcom
Meski sering mengalami banyak rintangan, Adi mengaku senang dengan pekerjaannya. “Saya nikmati proses saya sebagai engineer, dan saya suka itu karena menantang,” katanya.
Ia pun berharap jalan terjal yang harus dilaluinya dalam menjaga sinyal dan konektivitas dapat memberi manfaat bagi masyarakat, khususnya di Wawonii.
“Harapan saya ya semoga yang saya perbaiki bermanfaat untuk masyarakat dan semoga masyarakat juga senang perjuangan anak telekomunikasi itu,” paparnya.
Kepada generasi muda, Adi pun berpesan agar dapat memanfaatkan kehadiran sinyal dan internet sebaik mungkin untuk memajukan bangsa.
“Untuk anak-anak bangsa generasi penerus, alhamdulillah sudah ada jaringan internet, diharapkan untuk belajar lebih giat dan pintar. Semoga internet di kampung-kampung sini bermanfaat untuk semua rakyat yang sudah mendapatkan internet,” pungkasnya.
Sebagai informasi, hingga saat ini terdapat total 35 stasiun pemancar atau tower BTS yang dibangun di Konawe Kepulauan sejak tahun 2018 hingga 2022. Sebanyak 119 layanan BAKTI AKSI (Akses Internet) juga telah dihadirkan BAKTI Komdigi dalam mendukung pemerataan akses informasi dan teknologi.
detikcom bersama BAKTI Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mengadakan program Tapal Batas untuk mengulas perkembangan ekonomi, wisata, infrastruktur, dan pemerataan akses internet di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar). Ikuti terus berita informatif, inspiratif, unik dan menarik dari program Tapal Batas di tapalbatas.detik.com!
(prf/ega)
-

Coba Internetan di Pantai Kampa, Nonton Youtube-Video Call Lancar Jaya
Jakarta –
Pantai Kampa di Konawe Kepulauan, Sulawesi Tenggara dikenal dengan keindahan alamnya yang memikat. Pasir putih yang membentang, air laut yang jernih, serta deretan gazebo yang teduh membuat Pantai Kampa menjadi tempat favorit untuk bersantai.
Beberapa waktu lalu, tim detikcom berkesempatan mengunjungi langsung Pantai Kampa. Deretan pohon kelapa yang menjulang tinggi dengan latar tebing berbatu semakin menambah keeksotisan destinasi wisata ini. Suara deburan ombaknya pun seakan membisikkan ketengangan di telinga.
Untuk mencapai Pantai Kampa, Anda hanya perlu menempuh perjalanan sekitar 20 menit dari Pelabuhan Ferry Langara. Sebetulnya terdapat dua akses yang bisa kamu pilih, yakni lewat Desa Langara atau Desa Wawobili. Namun, akses dari Wawobili terbilang cukup ekstrem dilalui terutama bagi pengemudi pemula.
Sepanjang jalan, Anda akan disuguhi pemandangan laut hingga pepohonan yang hijau dan udara yang segar. Setibanya di pantai, Anda akan disambut dengan fasilitas lengkap, mulai dari homestay, gazebo, aula, hingga WiFi gratis.
Namun, keindahan alam bukan satu-satunya menjadi daya tarik pantai ini. Kini, dengan kehadiran internet yang cukup mumpuni, Pantai Kampa menawarkan pengalaman wisata yang lebih modern dan terhubung.
Sejak adanya akses internet dari BAKTI Komdigi pada 2022, kawasan wisata ini semakin diminati oleh pengunjung lokal maupun luar daerah. detikcom pun mencoba melakukan pengujian untuk mengetahui seberapa kencangnya kecepatan internet di pantai ini.
Salah satunya, detikcom mencoba mengetesnya untuk menonton YouTube dengan provider Telkomsel. Menariknya, kami bisa memutar video YouTube dengan resolusi hingga 720P tanpa buffering. Selain itu, kami juga mencoba mengetes dengan video call teman yang berada di Jakarta. Kualitas gambar maupun suaranya cukup baik.
Kami mencoba untuk mengetes kecepatan internetnya menggunakan aplikasi Speedtest by Ookla. Kami mengetesnya sebanyak 2 kali. Dipengujian pertama, kecepatan download tercatat berada di angka 20.7 Mbps dengan PING download sebesar 263 ms. Sedangkan untuk kecepatan upload sebesar 7,69 Mbps dengan PING 613 Ms. PING saat idle berada di angka 47 ms.
Coba Internetan di Pantai Kampa, Nonton Youtube-Video Call Lancar Jaya Foto: Rafida Fauzia/detikcom
Selang beberapa lama kemudian, kami kembali melakukan pengujian. Kecepatan internetnya untuk download tercatat meningkat di angka 31.6 Mbps dengan PING download sebesar 229 ms. Sedangkan untuk kecepatan upload sebesar 7,62 Mbps dengan PING 551 Ms. PING saat idle menurun ke angka 36 ms.
Pantai Kampa kini terhubung dengan jaringan internet yang cukup stabil. Namun saat mencoba kecepatan internet menggunakan WiFi yang tercatat di kawasan homestay dapat mencapai 7,84 Mbps untuk download. Meski begitu, kecepatan ini cukup untuk kebutuhan browsing, video call, hingga menonton YouTube saat kami mencoba.
Menurut Kepala Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga (Kadisparmudora) Konawe Kepulauan Zakaria Rasjid, hadirnya fasilitas internet di Pantai Kampa turut mendorong peningkatan jumlah wisatawan. Berdasarkan dari data kunjungan wisata Dispora Konawe Kepulauan, angkanya mengalami peningkatan sekitar 2-3 persen dari tahun-tahun sebelumnya sebelum ada fasilitas internet.
“Sebelum adanya akses internet tentu menghambat jumlah kunjungan wisata karena pengunjung merasa kesulitan untuk berkomunikasi dengan keluarganya dan kami dinas pariwisata juga merasakan kesulitan untuk melakukan promosi dan pemasaran terhadap potensi di Pantai Kampa karena,” kata Zakaria kepada detikcom belum lama ini.
“Tapi di dua tahun terakhir setelah adanya akses internet dari BAKTI Komdigi memberikan kontribusi besar terhadap jumlah pengunjung. Dan bahkan pengunjung sudah merasa nyaman berada di sana karena mereka bisa berkomunikasi dengan keluarganya secara lancar,” imbuhnya.
Coba Internetan di Pantai Kampa, Nonton Youtube-Video Call Lancar Jaya Foto: Rafida Fauzia/detikcom
Sebagai informasi, Konawe Kepulauan merupakan salah satu daerah yang kini merasakan manfaat langsung dari proyek Palapa Ring. Kehadiran titik interkoneksi internet di Wawonii ini menjadi angin segar bagi masyarakat setempat. Selain terdapat titik Network Operation Center (NOC) Palapa Ring, Konawe Kepulauan memiliki 119 titik akses internet yang tersebar di sekolah, kantor desa, tempat ibadah, dan hingga tempat wisata Pantai Kampa ini. BAKTI Komdigi juga telah membangun 35 tower BTS yang tersebar di seluruh kabupaten ini.
detikcom bersama BAKTI Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mengadakan program Tapal Batas untuk mengulas perkembangan ekonomi, wisata, infrastruktur, dan pemerataan akses internet di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar). Ikuti terus berita informatif, inspiratif, unik dan menarik dari program Tapal Batas di tapalbatas.detik.com!
(akn/ega)
-

Dulu Warga Konkep Rela Melaut-Jalan Kaki Puluhan Km demi Sinyal Internet
Wawonii Tengah –
Pulau-pulau kecil di Indonesia kerap kali menyimpan cerita menarik tentang perjuangan masyarakatnya menghadapi keterbatasan. Salah satunya adalah kisah warga Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep), Sulawesi Tenggara, yang bertahun-tahun dulu kondisi akses sinyal telepon seluler masih belum merata.
Seperti di Kecamatan Wawonii Tenggara, pada pertengahan dekade 2010-an menjadi salah satu wilayah yang terisolasi di Konkep. Jubirman, warga Desa Mosolo, mengingat masa-masa sulit ketika jaringan telekomunikasi menjadi barang langka.
“Awalnya kita itu terisolasi sekali, jalan sulit, kemudian akses internet, nelpon sulit. Jadi kita, wilayah Wawonii Tenggara dan Wawoniii Timur itu memang sangat terisolasi,” kata Jubirman kepada detikcom belum lama ini.
Pada saat itu, warga Mosolo hanya memiliki satu titik lokasi dengan sinyal telekomunikasi, yakni di Desa Roko Roko yang lokasinya mengarah ke dekat pantai. Untuk sekadar menelepon keluarga di Kendari, warga harus berjalan kaki sejauh 10 kilometer melintasi jalan yang rusak.
“Ada satu spot tempat yang ada jaringan telekomunikasinya, di situlah kita kalau misalnya mau mengabari keluarga, teman di Kota Kendari, Itu terpaksa kita berjalan kaki itu sejauh 10 Km, itu sekitar 3 jam. Karena akses jalan waktu itu masih belum stabil. Tapi satu tahun kemudian kan jalan sudah normal, jadi kita sudah bisa pakai motor,” ujar Jubirman, warga Desa Mosolo.
Kondisi ini tidak hanya menjadi hambatan bagi komunikasi keluarga, tetapi juga untuk kegiatan pendidikan. Hingga tahun 2020, sekolah menengah atas baru tersedia di kampung tersebut. Sebelumnya, anak-anak desa harus sekolah di Kendari.
Orang tua harus menunggu kabar anak mereka melalui sinyal yang susah payah dicari. Ketika jalan darat sulit diakses, warga memilih jalur laut. Mereka menggunakan ketinting, perahu kecil bermotor, hanya untuk mencapai tempat dengan sinyal.
“Ada juga kejadian situasinya itu orang tua, karena daripada juga kita melewati pakai akses jalan yang rusak ada juga orang pakai ketinting (perahu) jalan naik angkutan laut itu menuju ke tempat tadi (yang ada sinyal) hanya untuk menelpon. Sehingga orang tuanya mau mendengarkan kabar anaknya atau mau mengirimkan uang terhadap anaknya itu terpaksa itu harus cari jaringan yang jauh lokasinya itu,” beber Jubirman.
Foto: Rafida Fauzi/detikcom
Tak hanya masyarakat umum, petugas keamanan pun menghadapi kesulitan yang sama. Rezkiawan, seorang Bhabinkamtibmas Polsek Wawonii Tengah, menceritakan bahwa mereka sering harus menuju pantai tertentu untuk mendapatkan sinyal.
“Jadi kami sebelum ada internet kami itu larinya ke pantai. Tempat-tempat tertentu di situ yang ada signal. Dan di situ rame sekal. masyarakat sering kumpul di situ untuk cari jaringan internet,” jelas Rezkiawan.
“Terus jaringan internetnya itu dia mengambilnya dari Konawe Selatan. Karena Wawonii ini berhadapan dengan kabupaten Konawe Selatan.Jadi makanya kami di situ sering kumpul. Tapi di tempat tertentu di situ saja,” imbuhnya.
Kondisi serupa juga dirasakan oleh Ansarullah Thamrin Mardhan. Bagi Kepala Sekolah SMP Negeri 1 Wawonii Timur ini, internet bukan hanya kebutuhan sekunder tetapi juga menjadi penggerak utama pendidikan. Saat menjalani Pendidikan Profesi Guru (PPG), ia harus berjuang keras untuk mengakses internet.
“Kalau saya dulu dua bulan untuk cari sinyal sulit sekali. Cuma satu-satunya itu pun kita dulu kumpul dengan masyarakat saling kejar internet ya,” kata Ansarullah.
Menurut Ansarullah, biasa masyarakat berkumpul saat sore hari hingga malam. Ia pun berjuang hingga tengah malam ketika sudah tidak terlalu banyak masyarakat berebut sinyal karena mereka mulai berangsur pulang.
“Ada juga di Desa Wawobeau ada tanggul di situ dekat pantai, ada tanggul di situ kan dulu, kalau malam itu kita lihat menyala-menyala HP di situ, orang hanya untuk mengirim pesan saja.Ada titik-titik tertentu di pantai itu, biasanya mereka di situ, malam kita banyak lagi yang online,” katanya.
Dari Terisolasi ke Era Digital
Konawe Kepulauan, yang dulu hampir 90 persen wilayahnya merupakan blank spot, kini bergerak menuju pemerataan akses telekomunikasi. Perubahan mulai terjadi pada 2017, ketika BAKTI Komdigi membangun akses internet pertama di Desa Wawobeau.
Saat ini ada 119 titik akses internet di Konkep, termasuk sekolah, kantor desa, tempat ibadah, dan layanan publik lainnya. Sementara itu, BAKTI Komdigi juga telah membangun 35 tower BTS yang tersebar di seluruh kabupaten ini.
“Jadi dengan adanya BAKTI tadi, masyarakat untuk mengakses informasi atau sinyal internet itu, sudah sangat-sangat bermanfaat. Yang sebelum-sebelumnya itu susah internet dengan adanya BAKTI, alhamdulillah masyarakat sudah tidak merasa kesulitan lagi untuk mencari informasi lewat internet atau WA dan lain-lain,” pungkas Jubirman.
detikcom bersama BAKTI Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mengadakan program Tapal Batas untuk mengulas perkembangan ekonomi, wisata, infrastruktur, dan pemerataan akses internet di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar). Ikuti terus berita informatif, inspiratif, unik dan menarik dari program Tapal Batas di tapalbatas.detik.com!
(anl/ega)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/3589468/original/001930200_1633070935-WhatsApp_Image_2021-10-01_at_1.06.31_PM.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
