ANTARA – Tiga rute mendominasi pergerakan penumpang di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin pada libur Natal 2024 dan Tahun Baru 2025. General Manager Angkasa Pura Indonesia Bandara Internasional Sultan Hasanuddin, Minggus Gandeguai disela pembukaan Posko Terpadu, Rabu (18/12) di Makassar menyebutkan, ketiga rute itu adalah Kendari, Jakarta dan Surabaya.
(Suriani Mappong/Rizky Bagus Dhermawan/I Gusti Agung Ayu N)
kab/kota: Kendari
-

Tiga rute dominasi pergerakan penumpang saat libur akhir tahun
-

Lewat Gerakan Back to Masjid, Ketum BKPRMI Ajak Kembalikan Masjid sebagai Pusat Peradaban – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM, KENDARI – Gerakan inspiratif bernama ‘Back to Masjid’ terus digencarkan di berbagai daerah di Indonesia dalam upaya mewujudkan visi Indonesia Emas 2045.
Gerakan ‘Back to Masjid’ adalah inisiatif nasional Dewan Pengurus Pusat Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia (DPP BKPRMI) yang bertujuan memaksimalkan peran masjid sebagai pusat peradaban modern.
Fokus utama gerakan ini meliputi pendidikan, pemberdayaan ekonomi, sosial budaya, kemanusiaan dan pembangunan karakter bangsa, sejalan dengan visi Indonesia Emas 2045.
Dengan tema ‘Masjid sebagai Pusat Peradaban’, gerakan ‘Back to Masjid’ ingin mengembalikan masjid ke fungsi strategisnya.
Bukan hanya sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai pusat inovasi sosial, kegiatan ekonomi, dan pembentukan generasi unggul.
Hal ini sejalan dengan semangat Indonesia Emas 2045 yang menekankan pentingnya sumber daya manusia berkualitas tinggi, berakhlak mulia, dan berdaya saing global.
Menurut Nanang Mubarok, Ketua Umum DPP BKPRMI, salah satu inisiator gerakan ini, masjid memiliki sejarah panjang sebagai pusat transformasi masyarakat.
“Pada masa lalu masjid bukan hanya tempat salat, tetapi juga pusat pendidikan, konsultasi, dan pemberdayaan ekonomi. Masjid punya potensi besar menjadi pusat transformasi sosial. Jika dioptimalkan, masjid bisa menjadi ruang bagi inovasi, pemberdayaan, dan pendidikan, terutama dalam menghadapi era digital saat ini. Gerakan ini ingin menghidupkan kembali tradisi itu di era modern,” kata Nanang dalam pidato di kegiatan Musyawarah Wilayah DPW BKPRMI Provinsi Sulawesi Tenggara, di Hotel Horison Kota Kendari, Jumat, 13 Desember 2025.
Sebagai bagian dari implementasi gerakan ini, sejumlah inisiatif kegiatan digagas.
Pertama program pendidikan dan literasi berbasis komunitas.
Yaitu dengan mengadakan program pendidikan informal atau non formal seperti kelas edukasi baca tulis aksara Al-Quran, bahasa, literasi digital, keterampilan praktis, dan pelatihan kepemimpinan yang berfokus pada pengembangan SDM unggul yang berbasis komunitas di masjid-masjid.
“Kedua, penguatan ekonomi umat berbasis masjid. Yakni dengan mengembangkan koperasi berbasis masjid, inkubator bisnis untuk mendukung wirausahawan lokal, pasar komunitas, serta ekosistem wirausaha berbasis masjid untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” ujarnya.
Ketiga, imbuh Nanang, inisiatif sosial dan budaya, yakni dengan menggelar kegiatan sosial, seperti bakti masyarakat, diskusi budaya, dan seminar inspiratif untuk memperkuat solidaritas sosial.
“Keempat, kemanusiaan, yaitu dengan optimalisasi potensi philanthropy, charity & voluntary sebagai basis sosial untuk mengatasi berbagai problem, musibah, bencana dan kemanusiaan secara global,” jelas Nanang.
Kelima, lanjutnya, transformasi inovasi teknologi dan digital masjid.
Di antaranya meluncurkan aplikasi dan platform digital untuk mempermudah akses jamaah terhadap layanan masjid, berkontribusi dan donasi pada kegiatan sosial, dan mengikuti perkembangan program masjid.
“Kami percaya gerakan ini tidak hanya memperkuat fungsi masjid, tetapi juga membentuk generasi muda yang unggul, berkarakter, dan siap berkontribusi dalam pembangunan nasional menuju Indonesia Emas 2045,” kata Nanang.
Gerakan ‘Back to Masjid’ telah mendapat dukungan dari berbagai pihak, termasuk organisasi masyarakat, tokoh agama, dan pemerintah pusat maupun daerah.
Mereka percaya bahwa masjid dapat menjadi motor penggerak transformasi sosial untuk menjawab tantangan zaman.
“Kami berharap gerakan ini menjadi katalisator bagi terciptanya generasi emas yang memiliki karakter kuat, ilmu pengetahuan luas, dan kepedulian sosial tinggi. Mari bersama-sama menjadikan masjid sebagai pilar utama pembangunan bangsa menuju Indonesia Emas 2045,” tambah Nanang Mubarok
Turut mendampingi Ketua IV DPP BKPRMI sekaligus Korwil Indonesia Timur, Ahmad Ilham Sipahutar.
-

Perpusnas Dorong Minat Membaca Warga Sultra Melalui Program BBB
Kendari: Perpustakaan Nasional mengusung program bantuan Bahan Bacaan Bermutu (BBB) sejumlah 1.000 eksemplar kepada 10.000 perpustakaan desa/kelurahan dan taman baca masyarakat (TBM) di Indonesia. Di Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) sendiri tercatat 262 perpustakaan desa/kelurahan dan 37 TBM menerima bantuan tersebut.
Penyerahan tersebut dilakukan secara simbolis di sela-sela kegiatan Sosialisasi Pembudayaan Kegemaran Membaca di Sultra, Kamis, 12 Desember 2024.
“Alasan itu juga yang menjadi filosofi kenapa gedung perpustakaan umum provinsi Sultra berbentuk bundar. Karena mencari ilmu tiada pernah henti,” kata Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sultra, Nur Saleh, Jumat, 13 Desember 2024.
Senada dengan Nur Saleh, Pustakawan Utama Perpusnas Yoyo Yahyono menambahkan adab dan ketinggian ilmu seseorang bisa terlihat ketika menghadapi situasi perdebatan. Dia tidak akan mau berdebat kepada orang yang tidak literat.
“Karena mereka hanya bermodalkan nekad, bukan pengetahuan,” jelas Yahyono.
Yahyono kemudian menyampaikan kondisi minat baca masyarakat Indonesia bukan rendah, melainkan ketersedian koleksi yang bermutu dan sesuai kebutuhan si pembaca yang kurang.
Hal ini sering terjadi di setiap daerah, termasuk di perpustakaan sekolah. Di mana yang sering ditemui adalah melimpahnya buku-buku kurikulum. Minim koleksi untuk buku-buku pengayaan siswa.
“Ini bisa disiasati pihak sekolah bekerja sama dengan perpustakaan umum dengan meminjamkannsejumlah bahan bacaan setiap minggunya sebagai solusi dari kurangnya ketersediaan buku di sekolah,” ungkap Yahyono.
Kendari: Perpustakaan Nasional mengusung program bantuan Bahan Bacaan Bermutu (BBB) sejumlah 1.000 eksemplar kepada 10.000 perpustakaan desa/kelurahan dan taman baca masyarakat (TBM) di Indonesia. Di Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) sendiri tercatat 262 perpustakaan desa/kelurahan dan 37 TBM menerima bantuan tersebut.
Penyerahan tersebut dilakukan secara simbolis di sela-sela kegiatan Sosialisasi Pembudayaan Kegemaran Membaca di Sultra, Kamis, 12 Desember 2024.
“Alasan itu juga yang menjadi filosofi kenapa gedung perpustakaan umum provinsi Sultra berbentuk bundar. Karena mencari ilmu tiada pernah henti,” kata Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sultra, Nur Saleh, Jumat, 13 Desember 2024.
Senada dengan Nur Saleh, Pustakawan Utama Perpusnas Yoyo Yahyono menambahkan adab dan ketinggian ilmu seseorang bisa terlihat ketika menghadapi situasi perdebatan. Dia tidak akan mau berdebat kepada orang yang tidak literat.
“Karena mereka hanya bermodalkan nekad, bukan pengetahuan,” jelas Yahyono.
Yahyono kemudian menyampaikan kondisi minat baca masyarakat Indonesia bukan rendah, melainkan ketersedian koleksi yang bermutu dan sesuai kebutuhan si pembaca yang kurang.
Hal ini sering terjadi di setiap daerah, termasuk di perpustakaan sekolah. Di mana yang sering ditemui adalah melimpahnya buku-buku kurikulum. Minim koleksi untuk buku-buku pengayaan siswa.
“Ini bisa disiasati pihak sekolah bekerja sama dengan perpustakaan umum dengan meminjamkannsejumlah bahan bacaan setiap minggunya sebagai solusi dari kurangnya ketersediaan buku di sekolah,” ungkap Yahyono.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
dan follow Channel WhatsApp Medcom.id(DEN)
-

OJK cabut izin usaha PT Sarana Sultra Ventura
Ilustrasi logo Otoritas Jasa Keuangan (OJK). ANTARA/HO/ANTARA
OJK cabut izin usaha PT Sarana Sultra Ventura
Dalam Negeri
Editor: Calista Aziza
Jumat, 13 Desember 2024 – 12:38 WIBElshinta.com – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengumumkan pencabutan izin usaha PT Sarana Sultra Ventura (SSV) yang beralamat di Jalan Budi Utomo, Komplek Ruko Mega Gracia Nomor 3 Kota Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara.
“Pencabutan ini dilakukan mengingat PT SSV tidak dapat memenuhi ketentuan mengenai ekuitas minimum sampai dengan tanggal jatuh tempo Sanksi Pembekuan Kegiatan Usaha berakhir,” kata Plt Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK M Ismail Riyadi di Jakarta, Jumat.
Sebelum keputusan pencabutan izin usaha, PT SSV telah dikenakan sanksi administratif berupa Pembekuan Kegiatan Usaha atas pelanggaran ketentuan terkait ekuitas minimum.
OJK telah memberikan waktu yang cukup bagi PT SSV untuk melaksanakan langkah-langkah strategis guna pemenuhan ketentuan ekuitas minimum sebagaimana tertuang dalam rencana tindak.
Namun, sampai dengan batas waktu yang telah disetujui, tidak terdapat penyelesaian permasalahan atas pemenuhan ketentuan ekuitas minimum. Oleh karena itu, PT SSV dikenakan sanksi pencabutan izin usaha.
Tindakan pengawasan yang dilakukan oleh OJK tersebut, termasuk pencabutan izin usaha PT SSV dilakukan dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundangan secara konsisten dan tegas untuk menciptakan industri modal ventura yang sehat dan terpercaya serta melindungi konsumen.
Dengan telah dicabutnya izin usaha itu, PT SSV dilarang melakukan kegiatan usaha di bidang perusahaan modal ventura dan diwajibkan untuk menyelesaikan hak dan kewajiban sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, antara lain menyelesaikan hak dan kewajiban debitur, kreditur dan atau pihak lainnya.
PT SSV harus menyelenggarakan rapat umum pemegang saham paling lambat 30 hari kerja sejak tanggal dicabutnya izin usaha untuk memutuskan pembubaran badan hukum PT SSV serta membentuk Tim Likuidasi.
Perusahaan itu juga harus memberikan informasi secara jelas kepada debitur, kreditur dan atau pihak lainnya yang berkepentingan mengenai mekanisme penyelesaian hak dan kewajiban, menyediakan pusat informasi dan pengaduan nasabah di internal perusahaan.
Selain itu, PT SSV dilarang untuk menggunakan kata ventura atau ventura syariah, dalam nama perusahaan.
Sumber : Antara
-

Dulu Warga Konkep Rela Melaut-Jalan Kaki Puluhan Km demi Sinyal Internet
Wawonii Tengah –
Pulau-pulau kecil di Indonesia kerap kali menyimpan cerita menarik tentang perjuangan masyarakatnya menghadapi keterbatasan. Salah satunya adalah kisah warga Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep), Sulawesi Tenggara, yang bertahun-tahun dulu kondisi akses sinyal telepon seluler masih belum merata.
Seperti di Kecamatan Wawonii Tenggara, pada pertengahan dekade 2010-an menjadi salah satu wilayah yang terisolasi di Konkep. Jubirman, warga Desa Mosolo, mengingat masa-masa sulit ketika jaringan telekomunikasi menjadi barang langka.
“Awalnya kita itu terisolasi sekali, jalan sulit, kemudian akses internet, nelpon sulit. Jadi kita, wilayah Wawonii Tenggara dan Wawoniii Timur itu memang sangat terisolasi,” kata Jubirman kepada detikcom belum lama ini.
Pada saat itu, warga Mosolo hanya memiliki satu titik lokasi dengan sinyal telekomunikasi, yakni di Desa Roko Roko yang lokasinya mengarah ke dekat pantai. Untuk sekadar menelepon keluarga di Kendari, warga harus berjalan kaki sejauh 10 kilometer melintasi jalan yang rusak.
“Ada satu spot tempat yang ada jaringan telekomunikasinya, di situlah kita kalau misalnya mau mengabari keluarga, teman di Kota Kendari, Itu terpaksa kita berjalan kaki itu sejauh 10 Km, itu sekitar 3 jam. Karena akses jalan waktu itu masih belum stabil. Tapi satu tahun kemudian kan jalan sudah normal, jadi kita sudah bisa pakai motor,” ujar Jubirman, warga Desa Mosolo.
Kondisi ini tidak hanya menjadi hambatan bagi komunikasi keluarga, tetapi juga untuk kegiatan pendidikan. Hingga tahun 2020, sekolah menengah atas baru tersedia di kampung tersebut. Sebelumnya, anak-anak desa harus sekolah di Kendari.
Orang tua harus menunggu kabar anak mereka melalui sinyal yang susah payah dicari. Ketika jalan darat sulit diakses, warga memilih jalur laut. Mereka menggunakan ketinting, perahu kecil bermotor, hanya untuk mencapai tempat dengan sinyal.
“Ada juga kejadian situasinya itu orang tua, karena daripada juga kita melewati pakai akses jalan yang rusak ada juga orang pakai ketinting (perahu) jalan naik angkutan laut itu menuju ke tempat tadi (yang ada sinyal) hanya untuk menelpon. Sehingga orang tuanya mau mendengarkan kabar anaknya atau mau mengirimkan uang terhadap anaknya itu terpaksa itu harus cari jaringan yang jauh lokasinya itu,” beber Jubirman.
Foto: Rafida Fauzi/detikcom
Tak hanya masyarakat umum, petugas keamanan pun menghadapi kesulitan yang sama. Rezkiawan, seorang Bhabinkamtibmas Polsek Wawonii Tengah, menceritakan bahwa mereka sering harus menuju pantai tertentu untuk mendapatkan sinyal.
“Jadi kami sebelum ada internet kami itu larinya ke pantai. Tempat-tempat tertentu di situ yang ada signal. Dan di situ rame sekal. masyarakat sering kumpul di situ untuk cari jaringan internet,” jelas Rezkiawan.
“Terus jaringan internetnya itu dia mengambilnya dari Konawe Selatan. Karena Wawonii ini berhadapan dengan kabupaten Konawe Selatan.Jadi makanya kami di situ sering kumpul. Tapi di tempat tertentu di situ saja,” imbuhnya.
Kondisi serupa juga dirasakan oleh Ansarullah Thamrin Mardhan. Bagi Kepala Sekolah SMP Negeri 1 Wawonii Timur ini, internet bukan hanya kebutuhan sekunder tetapi juga menjadi penggerak utama pendidikan. Saat menjalani Pendidikan Profesi Guru (PPG), ia harus berjuang keras untuk mengakses internet.
“Kalau saya dulu dua bulan untuk cari sinyal sulit sekali. Cuma satu-satunya itu pun kita dulu kumpul dengan masyarakat saling kejar internet ya,” kata Ansarullah.
Menurut Ansarullah, biasa masyarakat berkumpul saat sore hari hingga malam. Ia pun berjuang hingga tengah malam ketika sudah tidak terlalu banyak masyarakat berebut sinyal karena mereka mulai berangsur pulang.
“Ada juga di Desa Wawobeau ada tanggul di situ dekat pantai, ada tanggul di situ kan dulu, kalau malam itu kita lihat menyala-menyala HP di situ, orang hanya untuk mengirim pesan saja.Ada titik-titik tertentu di pantai itu, biasanya mereka di situ, malam kita banyak lagi yang online,” katanya.
Dari Terisolasi ke Era Digital
Konawe Kepulauan, yang dulu hampir 90 persen wilayahnya merupakan blank spot, kini bergerak menuju pemerataan akses telekomunikasi. Perubahan mulai terjadi pada 2017, ketika BAKTI Komdigi membangun akses internet pertama di Desa Wawobeau.
Saat ini ada 119 titik akses internet di Konkep, termasuk sekolah, kantor desa, tempat ibadah, dan layanan publik lainnya. Sementara itu, BAKTI Komdigi juga telah membangun 35 tower BTS yang tersebar di seluruh kabupaten ini.
“Jadi dengan adanya BAKTI tadi, masyarakat untuk mengakses informasi atau sinyal internet itu, sudah sangat-sangat bermanfaat. Yang sebelum-sebelumnya itu susah internet dengan adanya BAKTI, alhamdulillah masyarakat sudah tidak merasa kesulitan lagi untuk mencari informasi lewat internet atau WA dan lain-lain,” pungkas Jubirman.
detikcom bersama BAKTI Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mengadakan program Tapal Batas untuk mengulas perkembangan ekonomi, wisata, infrastruktur, dan pemerataan akses internet di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar). Ikuti terus berita informatif, inspiratif, unik dan menarik dari program Tapal Batas di tapalbatas.detik.com!
(anl/ega)




