Rumah di Karet Kuningan Jaksel Kebakaran
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Rumah di Jalan Pendurenan Masjid Raya, Karet Kuningan, Setiabudi, Jakarta Selatan terbakar pada Jumat (26/9/2025).
Kasudin Gulkarmat Jakarta Selatan, Syamsul Huda mengatakan petugas menerima laporan dari warga sekitar pukul 18.04 WIB.
“Kebakaran obyek rumah tinggal di Jalan Pendurenan Masjid Raya, Karet Kuningan,” kata Syamsul Huda, dalam keterangannya, Jumat.
Huda mengatakan pihaknya mengerahkan 12 unit pemadam kebakaran ke lokasi pukul 18.13 WIB.
Total personel yang dikerahkan sebanyak 60 orang.
“Pengerahan akhir 12 unit dengan 60 personel,” kata Syamsul.
Belum diketahui penyebab terjadinya kebakaran. Saat ini, personel damkar masih berusaha memadamkan api.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
kab/kota: Karet
-

Bos Pengusaha Beberkan Dampak ICA-CEPA ke Ekspor & Investasi RI
Bisnis.com, JAKARTA — Kalangan pengusaha menilai penandatanganan Indonesia—Canada Comprehensive Economic Partnership Agreement (ICA-CEPA) menjadi langkah strategis dan membuka babak baru bagi ekspor serta investasi Indonesia.
Pengusaha memandang, perjanjian ICA—CEPA dapat membuka akses ke pasar Kanada yang selama ini kurang tergarap dan memiliki daya beli tinggi serta potensi besar bagi produk-produk unggulan nasional.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W. Kamdani menilai, perjanjian ICA-CEPA sebagai momentum strategis untuk memperkuat hubungan perdagangan dan investasi kedua negara.
“Kami melihat dengan ICA—CEPA ini, Kanada dapat menjadi mitra dagang dan investasi strategis Indonesia untuk membantu percepatan diversifikasi ekspor dan perluasan sumber investasi asing di Indonesia,” kata Shinta kepada Bisnis, Kamis (25/9/2025).
Menurut Shinta, perjanjian ICA—CEPA hadir pada saat yang tepat mengingat tekanan signifikan pada kinerja ekspor dan investasi Indonesia akibat dampak dari kebijakan perdagangan Amerika Serikat (AS).
“Ini [ICA—CEPA] khususnya penting ketika kinerja ekspor dan investasi Indonesia mengalami tekanan yang tinggi karena efek langsung atau tidak langsung dari kebijakan perdagangan AS,” ujarnya.
Dari sisi potensi pasar, ujar Shinta, Kanada memiliki peluang ekonomi besar dengan populasi lebih dari 40 juta konsumen dengan daya beli rata-rata lebih dari US$53.000 per tahun. Populasi dan daya beli Kanada lebih tinggi dibandingkan negara-negara rekan dagang utama Indonesia, seperti Belanda dan Australia.
“Bahkan sebetulnya potensi pasar Kanada tersebut lebih comparable dengan beberapa pasar-pasar ekspor yang lebih tradisional atau lebih dikenal bagi Indonesia seperti UK, Jerman, hingga Korea,” terangnya.
Menurutnya, sejumlah produk Indonesia yang berpotensi diekspor ke Kanada terdiri dari tekstil, sepatu, ban kendaraan, furniture, produk perikanan, komponen kendaraan dan elektronik, hingga produk pangan dan perkebunan tropis seperti CPO, teh, kopi, dan buah-buahan tropis.
Bahkan, Shinta menilai standar produk Kanada juga relatif sejalan dengan pasar AS dan Uni Eropa, sehingga pelaku usaha yang sudah mengekspor ke pasar tradisional tersebut dapat dengan relatif mudah memasuki pasar Kanada.
“ICA—CEPA sangat strategis untuk menangkap potensi pasar Kanada,” imbuhnya.
Berdasarkan laporan Economic Impact Assessment 2021, Indonesia berpotensi memperoleh peningkatan penerimaan produk domestik bruto (PDB) sebesar US$1,4 miliar dan peningkatan ekspor ke Kanada sebesar US$1,1 miliar atau naik 47% dari baseline.
Meski begitu, Shinta mengingatkan bahwa pasar Kanada masih relatif kurang dikenal oleh pelaku usaha nasional sehingga perlu adanya sosialisasi, fasilitasi, edukasi, dan dukungan pemerintah agar ekspor Indonesia ke Kanada dapat tumbuh signifikan dan menyeimbangkan defisit perdagangan bilateral yang ada.
“Jadi kunci keberhasilan kita terletak pada seberapa gencar dan efektif pemerintah Indonesia dapat memperkenalkan dan memfasilitasi pelaku usaha atau eksportir nasional untuk penetrasi pasar Kanada melalui penggunaan ICA—CEPA,” ujarnya.
Dihubungi terpisah, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Pengembangan Otonomi Daerah Sarman Simanjorang melihat, perjanjian ICA—CEPA dapat membuka peluang besar bagi ekspor produk unggulan Indonesia seperti agrikultur, yakni kopi, teh, dan rempah-rempah.
Selain itu, juga membuka peluang pada produk makanan dan minuman olahan, karet, tekstil dan garmen, produk kayu dan furnitur, serta produk organik dan aneka produk unggulan/khas berbagai daerah di Indonesia.
“Harapan kami dengan adanya kesepakatan ICA—CEPA target ekspor produk Indonesia ke Kanada bisa meningkat hingga US$11,8 miliar atau sekitar Rp196,94 triliun pada 2030,” ujar Sarman kepada Bisnis.
Untuk itu, lanjut dia, kementerian terkait bersama Kadin perlu melakukan penjajakan bisnis (business matching) dengan pengusaha Kanada agar terjalin komunikasi yang efektif dan saling mengenal kebutuhan pasar.
Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso sebelumnya mengatakan ICA—CEPA menandai babak baru hubungan ekonomi antara Indonesia dan Kanada. Menurut Budi, ICA—CEPA menandai kerja sama dagang komprehensif pertama Indonesia dengan negara di kawasan Amerika Utara, dan yang pertama bagi Kanada dengan negara di Asia Tenggara.
“Perjanjian ini [ICA—CEPA] membuka akses pasar yang lebih luas, serta memperkuat daya saing produk dan jasa Indonesia di Kanada,” kata Budi dalam keterangan tertulis, Kamis (25/9/2025).
Melalui ICA—CEPA, kata Budi, lebih dari 90% atau sekitar 6.573 pos tarif Indonesia mendapat preferensi di pasar Kanada. Dalam hal ini, sejumlah produk yang potensial dari Indonesia, mulai dari tekstil, alas kaki, furnitur, makanan olahan, elektronik ringan dan elektronik otomotif, hingga sarang burung walet diprediksikan akan semakin kompetitif.
Bukan hanya itu, sejumlah produk akan langsung menikmati tarif 0% saat perjanjian sudah berlaku (entry into force), seperti makanan olahan, hasil laut, produk kerajinan berbahan serat alam, peralatan rumah tangga, hingga granit dan marmer.
Sementara itu, Indonesia membuka pasar sebesar 85,54% atau sekitar 9.764 pos tarif untuk produk prioritas Kanada, antara lain daging sapi beku, gandum, kentang, makanan hasil laut, dan makanan olahan.
Budi menuturkan bahwa perjanjian ICA—CEPA harus dilihat lebih luas dari sekadar angka dan tarif. Perjanjian ini justru membuka peluang bagi pelaku usaha dan generasi muda Indonesia untuk menembus pasar Kanada.
Di samping itu, investor dan perusahaan Kanada akan memiliki peluang untuk menemukan mitra strategis di Indonesia.
“Tugas kita selanjutnya adalah memastikan perjanjian ini memberi manfaat nyata bagi masyarakat, pelaku usaha, dan investor di kedua negara. Indonesia terbuka untuk kemitraan,” tandasnya.
-

Ekonom Beberkan Keuntungan RI Usai ICA-CEPA Resmi Diteken
Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom menilai penandatanganan perjanjian kemitraan ekonomi komprehensif Indonesia dengan Kanada atau Indonesia—Canada Comprehensive Economic Partnership Agreement (ICA-CEPA) dapat membuka peluang perdagangan dan investasi lebih luas bagi kedua negara. Perjanjian ICA—CEPA resmi diteken pada Rabu (24/9/2025) di Ottawa, Kanada.
Ekonom dari Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menilai perjanjian ICA—CEPA sebagai kelanjutan positif dari strategi pemerintah dalam memperluas jaringan perdagangan dengan negara mitra.
Adapun sehari sebelum ICA—CEPA diteken, pemerintah telah merampungkan perjanjian Indonesia—European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement/IEU—CEPA) pada Selasa (23/9/2025). Diketahui, negosiasi antara Indonesia dengan Uni Eropa memakan waktu selama 10 tahun.
“Kita perlu mengapresiasi prestasi ini, setelah FTA [Free Trade Agreement] dengan Peru, sekarang dengan Kanada, dan dalam waktu dekat dengan Uni Eropa. Dua jempol untuk Pak Prabowo Subianto yang telah memberi energi tambahan bagi diplomasi politik dan perdagangan kita,” kata Wijayanto kepada Bisnis, Kamis (25/9/2025).
Menurutnya, perjanjian ICA—CEPA membawa potensi besar karena struktur produk ekspor antara Indonesia dan Kanada bersifat saling melengkapi dan tak bersaing secara langsung.
Kendati demikian, Wijayanto mengingatkan bahwa potensi tersebut hanya bisa dioptimalkan jika Indonesia mampu meningkatkan daya saing produk dalam negeri.
“Tentunya ini merupakan peluang bagus. Produk kita dan Kanada tidak bersaing, justru komplementari sifatnya. Tetapi, apapun itu kendati pintu sudah terbuka, apakah kita akan mampu memanfaatkan kesempatan ini sangat tergantung dari daya saing produk kita,” terangnya.
Terlebih, dia menyebut, perbaikan iklim investasi dan penguatan industri manufaktur nasional juga menjadi pekerjaan rumah mendesak bagi pemerintah agar Indonesia tak hanya menjadi pasar, melainkan pemain utama dalam rantai nilai global.
“Perbaikan iklim investasi dan daya saing industri merupakan PR mendesak kita,” ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengatakan ICA—CEPA menandai babak baru hubungan ekonomi antara Indonesia dan Kanada. Menurutnya, ICA—CEPA menandai kerja sama dagang komprehensif pertama Indonesia dengan negara di kawasan Amerika Utara, dan yang pertama bagi Kanada dengan negara di Asia Tenggara.
“Perjanjian ini [ICA—CEPA] membuka akses pasar yang lebih luas, serta memperkuat daya saing produk dan jasa Indonesia di Kanada,” kata Budi dalam keterangan tertulis, Kamis (25/9/2025).
Melalui ICA—CEPA, ujar Budi, lebih dari 90% atau sekitar 6.573 pos tarif Indonesia mendapat preferensi di pasar Kanada. Dalam hal ini, sejumlah produk yang potensial dari Indonesia, mulai dari tekstil, alas kaki, furnitur, makanan olahan, elektronik ringan dan elektronik otomotif, hingga sarang burung walet diprediksikan akan semakin kompetitif.
Tak hanya itu, sejumlah produk akan langsung menikmati tarif 0% saat perjanjian sudah berlaku (entry into force), seperti makanan olahan, hasil laut, produk kerajinan berbahan serat alam, peralatan rumah tangga, hingga granit dan marmer.
Sementara itu, Indonesia membuka pasar sebesar 85,54% atau sekitar 9.764 pos tarif untuk produk prioritas Kanada, antara lain daging sapi beku, gandum, kentang, makanan hasil laut, dan makanan olahan.
Budi menuturkan bahwa perjanjian ICA—CEPA harus dilihat lebih luas dari sekadar angka dan tarif. Perjanjian ini justru membuka peluang bagi pelaku usaha dan generasi muda Indonesia untuk menembus pasar Kanada.
Di samping itu, investor dan perusahaan Kanada akan memiliki peluang untuk menemukan mitra strategis di Indonesia.
“Tugas kita selanjutnya adalah memastikan perjanjian ini memberi manfaat nyata bagi masyarakat, pelaku usaha, dan investor di kedua negara. Indonesia terbuka untuk kemitraan,” ucapnya.
Sepanjang Januari—Juli 2025, total perdagangan Indonesia dan Kanada mencapai US$2,72 miliar, naik sekitar 30% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$2,09 miliar.
Data tersebut menunjukkan, nilai ekspor Indonesia mencapai US$1,01 miliar, sementara impor dari Kanada mencapai US$1,71 miliar.
Kemendag mencatat, produk ekspor utama Indonesia terdiri dari karet alam, alas kaki, kakao, mentega dan minyak nabati, serta tekstil. Sedangkan impor utama dari Kanada, yaitu gandum, pupuk, kedelai, bubur kayu kimia, dan emas.
-

Pemkot Surabaya Normalisasi Sungai Perbatasan dengan Sidoarjo untuk Antisipasi Banjir
Surabaya (beritajatim.com) – Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya memulai pengerukan dan normalisasi sungai di perbatasan Surabaya-Sidoarjo, tepatnya di sekitar Kampus 2 UINSA di kawasan Gunung Anyar. Langkah ini dilakukan untuk mengantisipasi potensi genangan dan banjir yang kerap terjadi di wilayah tersebut saat musim hujan.
Koordinator Lapangan Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga (DSDABM) Surabaya, Sandy, menyatakan pengerukan bertujuan untuk melancarkan aliran air yang selama ini terhambat oleh eceng gondok. Upaya tersebut diharapkan dapat mengurangi potensi terjadinya banjir.
“Normalisasi ini untuk melancarkan aliran dan mengurangi genangan banjir yang ada di Gunung Anyar Kidul. Tahun kemarin di sini banjir parah karena air tidak mengalir,” ujar Sandy di lokasi, Kamis (25/9/2025).
Proses pengerukan dimulai dari Jembatan UINSA dan ditargetkan hingga area perumahan di sepanjang sungai. Namun, pengerjaan juga menghadapi tantangan di beberapa titik, terutama di area yang terhalang warung-warung warga.
Untuk itu, DSDABM bekerja sama dengan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Surabaya.
“Alat berat kita tidak bisa menjangkau semua area. Jadi, teman-teman dari DLH membantu menggunakan perahu karet untuk mendorong tumpukan eceng gondok agar bisa dijangkau alat berat,” jelas Sandy.
Normalisasi sungai ini merupakan agenda rutin tahunan Pemkot Surabaya yang biasanya dilakukan dua kali dalam setahun. Sandy menambahkan, pembersihan ini dilakukan sebagai antisipasi sebelum musim hujan yang diprediksi akan tiba pada November-Desember mendatang.
“Kami tahu sungai ini sudah penuh, makanya kami normalisasi agar tidak ada genangan saat musim hujan. Jadi, ini kami lakukan sebagai langkah antisipasi,” katanya.
Terkait pengerukan di perbatasan ini, Pemkot Surabaya juga telah berkoordinasi dengan pihak terkait, termasuk pengelola jalan tol, karena pengerahan alat berat memerlukan izin khusus.
“Kami sudah telepon pihak tol untuk izin memasukkan alat, dan dikawal saat masuk,” kata Sandy.
Normalisasi sungai ini diperkirakan akan memakan waktu hingga satu bulan, atau bahkan lebih, tergantung ketersediaan armada truk pengangkut.
Sandy menyebutkan ada empat hingga enam armada yang dikerahkan, namun jumlahnya tidak pasti karena menyesuaikan dengan kegiatan di lokasi lain.
“Kami tidak bisa menarget satu atau dua minggu. Kami terkendala armada. Kalau tidak ada armadanya, kami tidak bisa angkut semua. Nanti menumpuk dan bau,” terangnya.
Sebelumnya, warga Pondok Candra, Sidoarjo, mendesak pemerintah untuk segera membersihkan sedimentasi dan eceng gondok di sungai perbatasan Surabaya-Sidoarjo. Desakan ini muncul setelah pengalaman banjir setinggi lebih dari 50 cm pada Desember 2024.
Kepada beritajatim.com, salah satu warga, Anton Eko Yulianto mengungkapkan bahwa banjir disebabkan oleh curah hujan tinggi yang bertepatan dengan air pasang, sementara sungai tidak mampu menampung debit air akibat tumpukan eceng gondok.
Warga berharap pemerintah bisa melakukan penanganan yang berkelanjutan dan tidak menunggu sampai bencana kembali terjadi. [ipl/beq]
-

Banjir Truk Impor China di RI, Kok Bisa?
Jakarta, CNBC Indonesia – Kalangan industri karoseri angkat suara soal maraknya impor truk utuh (CBU) asal China ke Indonesia. Menurutnya, langkah ini kontraproduktif terhadap perkembangan industri komponen dalam negeri yang sudah mampu mendukung produksi kendaraan truk di dalam negeri.
“Dia memang tidak melanggar aturan. Tapi mungkin aturan itu sudah tidak cocok buat kehidupan kami saat ini, yang mungkin Indonesia belum bisa pada saat itu buat seperti ini. Sekarang kan Indonesia barangnya sudah ada semua, yang pemerintah butuhkan kita sudah punya,” ungkap Ketua Dewan Pengawas Asosiasi Karoseri Indonesia (Askarindo), Sommy Lumajeng kepada CNBC Indonesia, Kamis (25/9/2025).
Aturan investasi yang masih membolehkan investor membawa seluruh perangkat kendaraan dari luar negeri, termasuk truk, tanpa bea masuk bisa jadi tidak mengherankan industri dalam negeri. Ia menegaskan, jika komponen-komponen tersebut sudah tersedia di pasar domestik, maka seharusnya regulasi membatasi impor agar industri lokal bisa tumbuh.
“Kenapa nggak aturannya dirubah? Kamu boleh investasi di Indonesia. Kamu boleh bawa semua barang-barang yang di Indonesia belum ada, kan fair enough dong. Kalau sudah ada kenapa kamu mesti bawa?” sebutnya.
Ia menjelaskan bagaimana praktik saat ini memungkinkan investor mengimpor seluruh truk secara utuh dengan alasan investasi, meski banyak bagian dari kendaraan tersebut sebenarnya bisa diproduksi di dalam negeri.
“Regulasi yang ada di ini contohnya ya apabila ada investor mau investasi di Indonesia contoh pertambangan, dia datang ke Indonesia saya mau investasi, alat-alat untuk produksi dia boleh bawa semua, dimasukkan, jadi nol biaya semua karena itu adalah barang investasi. Dia boleh bawa semua tinggal dimasukin daftar, dimasukin daftar. Ini barang-barang yang mau kita bawa,” tuturnya.
Namun, ia menekankan pentingnya ada batasan tegas soal komponen yang sebenarnya sudah bisa dipasok oleh vendor lokal, apalagi menyangkut truk yang rantai pasok komponennya sangat luas.
“Kalau ada peraturan bahwa barang-barang yang sudah ada di Indonesia, ya nggak usah dibawa supaya menyerap dalam negeri. Sekarang kalau dia bawa sendiri nggak ada orang jual bus, Nggak ada orang jual baut, nggak ada orang jual ban. Tapi kalau dia beli di Indonesia kan ada orang jual baut. Ada orang jual ban,” sebutnya.
Sommy mengungkapkan bahwa dalam satu unit truk terdapat ribuan komponen yang sejatinya bisa disediakan oleh ratusan vendor dalam negeri. Dengan mengimpor secara utuh, kesempatan itu pun tertutup.
“Puluhan perusahaan, bahkan ratusan perusahaan. Buat satu mobil itu, yang terlibat supply chainnya itu bisa ratusan vendor, vendor karet, vendor kaca, vendor ban, vendor selang, vendor plastik, bahkan ribuan. Satu supply chain cuma buat satu mobil itu rata-rata sekitar 3.000 – 4.000 komponen yang dipasang. Nah, itu bisa dibuat oleh kira-kira lebih dari 100 vendor,” ujar Sommy.
“Banyak banget. Supply chainnya snowball effect ini gede banget. Efek domino besar sekali. Semuanya kena juga jadinya,” lanjutnya.
Sommy pun berharap pemerintah meninjau ulang aturan impor kendaraan listrik, khususnya truk, agar industri komponen dan manufaktur lokal bisa ikut tumbuh dan mengambil peran dalam transisi energi Indonesia.
(fys/wur)
[Gambas:Video CNBC]
-
/data/photo/2025/09/24/68d3f6cbc8a0e.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Penumpang Transjakarta Terjebak Macet 3 Jam di Slipi, Terpaksa Turun dan Jalan Kaki Megapolitan 24 September 2025
Penumpang Transjakarta Terjebak Macet 3 Jam di Slipi, Terpaksa Turun dan Jalan Kaki
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Pengalaman pahit dialami Salma (25), penumpang Transjakarta T31 rute PIK 2–Blok M, yang terjebak macet di kawasan Slipi, Jakarta Pusat, Rabu (24/9/2025) malam.
Salma naik Transjakarta sekitar pukul 17.30 WIB dari PIK untuk menuju Blok M. Awalnya, arus lalu lintas masih lancar.
“Tau-taunya itu macet dari Grogol sampai ke Semanggi
full
merah (tanda macet di Google Maps),” kata Salma kepada
Kompas.com
, Rabu.
Salma yang tidak mendapat tempat duduk terpaksa berdiri di dalam bus sambil menahan pegal di tengah kemacetan. Kondisi ini juga dialami belasan penumpang lain.
Saat jarum jam menunjukkan pukul 20.00 WIB, ia bersama penumpang lain memutuskan turun dari Transjakarta meski tanpa halte resmi di daerah Slipi Kemanggisan.
“Saya sama orang-orang pada turun di Slipi Kemanggisan terus jalan kali sampai Petamburan,” ungkapnya.
Perjalanan kaki sepanjang kurang lebih satu kilometer harus ditempuh Salma melewati jalur tol, keluar ke jalan arteri, hingga bergerak ke arah Petamburan.
Menurut Salma, bukan hanya dirinya yang memilih berjalan kaki.
“Hampir semua (penumpang) yang berdiri itu turun, dari TJ lain juga sama,” ujar Salma.
Di sepanjang jalan, ia bahkan melihat penumpang dengan koper keluar dari mobil dan berjalan kaki di pinggir tol.
“Bahkan kayaknya ada Grab/Go-Car yang penumpangnya juga ikut turun karena tadi lihat ada yang bawa-bawa koper juga di pinggir tol,” jelasnya.
Kesulitan Salma belum berakhir ketika tiba di Petamburan. Upayanya memesan ojek
online
(ojol) menuju Stasiun Karet justru ditolak oleh sejumlah pengemudi.
“Pesan ojol juga pada dibatalkan, pada enggak mau antar karena kondisinya macet. Jadi tadi yang jalan kaki banyak banget,” tuturnya.
Salma akhirnya baru berhasil mendapat ojol sekitar pukul 21.00 WIB setelah hampir tiga jam terjebak dalam perjalanan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2023/08/23/64e550395296c.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/09/01/68b565ee82cb0.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/08/30/68b2a3dddec20.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
