Banjir Rendam 34 RT di Jakarta, Ketinggian Air Capai 250 Cm
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Hujan deras yang mengguyur Jakarta sejak Senin (17/3/2025) malam menyebabkan banjir di
34 rukun tetangga
(RT) hingga pukul 10.00 WIB pada Selasa (18/3/2025).
Berdasarkan laporan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jakarta, banjir terjadi di wilayah Jakarta Barat, Jakarta Selatan, dan Jakarta Timur dengan ketinggian air bervariasi hingga 250 sentimeter (cm).
“Hingga pukul 10.00 WIB,
BPBD Jakarta
mencatat saat ini genangan terjadi di 34 RT,” ujar Kepala Pusat Data dan Informasi BPBD Jakarta, Mohamad Yohan, saat dikonfirmasi, Selasa.
BPBD Jakarta mencatat rincian genangan di masing-masing wilayah sebagai berikut:
“Ketinggian air bervariasi akibat curah hujan tinggi dan luapan Kali Ciliwung,” kata Yohan.
“Kelurahan Lubang Buaya satu RT, Kelurahan Bidara Cina tiga RT, Kelurahan Kampung Melayu empat RT, Kelurahan Balekambang tiga RT, Kelurahan Cawang lima RT, Kelurahan Cililitan dua RT, dan Kelurahan Cipinang Melayu tiga RT,” ungkap Yohan.
BPBD Jakarta bersama Dinas Sumber Daya Air (SDA), Dinas Bina Marga, dan Dinas Gulkarmat saat ini tengah melakukan penyedotan genangan dan memastikan aliran air berjalan lancar.
Personel juga telah dikerahkan untuk memonitor kondisi di lapangan dan menyiapkan kebutuhan dasar bagi warga terdampak.
BPBD menargetkan genangan dapat surut dalam waktu cepat. Yohan mengimbau warga untuk tetap waspada terhadap potensi banjir susulan.
Masyarakat yang berada di wilayah rawan diharapkan segera mengamankan barang berharga dan mencari tempat yang lebih aman jika diperlukan.
Dalam keadaan darurat, warga dapat menghubungi layanan darurat di nomor 112, yang beroperasi selama 24 jam tanpa biaya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
kab/kota: Kampung Melayu
-
/data/photo/2025/01/29/6799b2b8ae632.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Banjir Rendam 34 RT di Jakarta, Ketinggian Air Capai 250 Cm Megapolitan 18 Maret 2025
-

Banjir Jakarta meluas hingga merendam 34 RT di tiga wilayah
Jakarta (ANTARA) – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta menyatakan bahwa banjir yang melanda di sebagian wilayah Jakarta Selatan, Timur, dan Barat, meluas dan merendam sebanyak 34 rukun tetangga (RT).
“Pada jam 09.00 WIB banjir menggenangi 29 RT, data terakhir jam 10.00 WIB 34 RT,” kata Kepala Pusat Data dan Informasi (Kapusdatin) BPBD DKI Jakarta Mohamad Yohan saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin.
Menurut dia, banjir yang terjadi di beberapa titik di Jakarta Selatan, Timur dan Barat, dikarenakan hujan intensitas tinggi pada Senin (17/3) malam dan juga meluapnya Sungai Ciliwung, dan Kali Angke.
Ia menjelaskan bahwa penambahan titik banjir terjadi di Jakarta Selatan dari yang sebelumnya hanya empat RT kini menjadi 11 RT dari tiga kelurahan yang terdampak.
Banjir di Jakarta Selatan sendiri terjadi di Kelurahan Pejaten Timur, Rawajati, dan Cipulir yang berada di bantaran Sungai Ciliwung.
“Untuk ketinggian air di titik tersebut lanjut Yohan yaitu mulai dari 40 sentimeter (cm) sampai 1,9 meter,” ujarnya.
Sementara itu, untuk di Jakarta Timur terdapat di 21 RT dari tujuh kelurahan yaitu Kelurahan Lubang Buaya, Bidara Cina, Kampung Melayu, Balekambang, Cawang, Cililitan, dan Kelurahan Cipinang Melayu.
Untuk ketinggian air mulai dari 30 cm hingga 2,5 meter dan itu terjadi di dua RT yang berada di Kelurahan Cililitan.
Yohan mengatakan, sementara di wilayah lainnya seperti Jakarta Barat masih sama yaitu di dua RT yang berada di Kelurahan Rawa Buaya, dengan ketinggian air 35 cm, banjir di lokasi tersebut disebabkan curah hujan tinggi dan luapan Kali Angke.
Pewarta: Khaerul Izan
Editor: Syaiful Hakim
Copyright © ANTARA 2025 -

BPBD kerahkan 30 personel untuk atasi banjir di Jaktim
Jakarta (ANTARA) – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jakarta Timur mengerahkan 30 personel untuk memonitor dan mengatasi banjir di Jakarta Timur yang mencapai 2,5 meter akibat meluapnya Kali Ciliwung, Selasa pagi.
“Kami menyiagakan 30 personel yang sudah ada di setiap titik rawan banjir untuk bersiap-siap jika memang ada yang harus dievakuasi,” kata Kepala Satgas Korwil BPBD Jakarta Timur, Sukendar saat dihubungi di Jakarta, Selasa.
Petugas penanganan bencana itu tetap dikerahkan untuk memantau wilayah dan membantu penanganan banjir dan genangan. Enam Kelurahan yang menjadi fokus yakni Bidara Cina, Kampung Melayu, Balekambang, Cawang, Cililitan, dan Gedong.
BPBD DKI Jakarta mengerahkan personel untuk memonitor kondisi genangan di setiap wilayah dan mengoordinasikan unsur Dinas Sumber Daya Air (SDA), Dinas Bina Marga, Dinas Gulkarmat untuk melakukan penyedotan banjir dan genangan dan memastikan tali-tali air berfungsi dengan baik bersama dengan para lurah dan camat setempat.
“Semua alat evakuasi dan personel sudah ada di setiap titik, jadi pasti bersiaga,” ucap Sukendar.
Hujan deras yang mengguyur Jakarta dan sekitarnya, pada Senin (17/3) malam hingga Selasa (18/3) dini hari menyebabkan 23 RT tergenang di Jakarta Timur setinggi 10 sentimeter hingga 250 sentimeter (cm).
“Penyebab banjir serta genangan karena, curah hujan tinggi dan luapan kali Ciliwung,” ucap Sukendar.
Sukendar memastikan warga sudah melakukan evakuasi mandiri ketika air perlahan naik. Sehingga sampai saat ini tidak ada warga yang dievakuasi dan harus mengungsi.
Berikut beberapa titik genangan yang tercatat oleh BPBD Jakarta Timur hingga pukul 09.00 WIB:
Kelurahan Lubang Buaya
Jumlah: 1 RT
Ketinggian: 30 cm
Penyebab: Curah hujan tinggi dan luapan Kali Sunter
Kelurahan Bidara Cina
Jumlah: 3 RT
Ketinggian: 160 sampai dengan 175 cm
Penyebab: Curah hujan tinggi dan luapan Kali Ciliwung
Kelurahan Kampung Melayu
Jumlah: 4 RT
Ketinggian: 160 cm
Penyebab: Curah hujan tinggi dan luapan Kali Ciliwung
Kelurahan Balekambang
Jumlah: 3 RT
Ketinggian: 130 sampai dengan 170 cm
Penyebab: Curah hujan tinggi dan luapan Kali Ciliwung
Kelurahan Cawang
Jumlah: 7 RT
Ketinggian: 30 sampai 230 cm
Penyebab: Curah hujan tinggi dan luapan Kali Ciliwung
Kelurahan Cililitan
Jumlah: 2 RT
Ketinggian: 230 sampai dengan 250 cm
Penyebab: Curah hujan tinggi dan luapan Kali Ciliwung
Kelurahan Cipinang Melayu
Jumlah: 3 RT
Ketinggian: 30 sampai dengan 40 cm
Penyebab: Curah hujan tinggi dan luapan Kali Sunter
Pewarta: Siti Nurhaliza
Editor: Syaiful Hakim
Copyright © ANTARA 2025 -
/data/photo/2025/03/17/67d83d2049997.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
23 RT di Jakarta Timur Banjir, Tinggi Air Capai 250 Cm Megapolitan 18 Maret 2025
23 RT di Jakarta Timur Banjir, Tinggi Air Capai 250 Cm
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Sebanyak 23 RT di Jakarta Timur terendam banjir pada Selasa (18/3/2025).
Kepala Satgas Korwil Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Jakarta Timur, Sukendar, menjelaskan, banjir disebabkan karena hujan deras yang mengguyur Jakarta dan sekitarnya pada Senin (17/3/2025) malam hingga Selasa dini hari.
“Penyebab banjir serta genangan karena curah hujan tinggi dan luapan Kali Ciliwung,” tutur Sukendar saat dikonfirmasi, Selasa (18/3/2025).
Sukendar menjelaskan, ketinggian air di 23 RT tersebut bervariasi, mulai dari 10 sentimeter hingga 250 sentimeter.
Meski begitu, Sukendar memastikan, warga sudah melakukan evakuasi mandiri sejak air mulai naik.
“Sementara nihil evakuasi karena warga sudah evakuasi mandiri,” ucap dia.
Berikut sejumlah titik di Jakarta Timur yang terendam banjir pada Selasa (18/3/2025) hingga pukul 09.00 WIB menurut data BPBD Jakarta Timur:
Kelurahan Lubang Buaya
Kelurahan Bidara Cina
Kelurahan Kampung Melayu
Kelurahan Balekambang
Kelurahan Cawang
Kelurahan Cililitan
Kelurahan Cipinang Melayu
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Jaktim tuntaskan bersih-bersih sampah untuk mitigasi cuaca ekstrem
Pemerintah Kota Jakarta Timur (Jaktim) dan personel gabungan membersihkan sampah usai banjir di Cililitan Kecil, Kramat Jati, Jakarta Timur, Selasa (11/3/2025). (ANTARA/Siti Nurhaliza)
Jaktim tuntaskan bersih-bersih sampah untuk mitigasi cuaca ekstrem
Dalam Negeri
Editor: Calista Aziza
Selasa, 11 Maret 2025 – 16:02 WIBElshinta.com – Pemerintah Kota Jakarta Timur (Jaktim) menuntaskan kegiatan bersih-bersih sampah dan lumpur dalam rangka memitigasi (mengurangi dampak bencana) akibat cuaca ekstrem pada 11-20 Maret 2025.
“Kita tuntaskan sehingga tidak ada lagi sampah yang menghambat saluran air. Target kelar hari ini,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Wali Kota Jakarta Timur Iin Mutmainnah dalam kegiatan bersih-bersih kawasan Cililitan Kecil, Kramat Jati, Jakarta Timur, Selasa.
Iin menyebut bersama 500 personel gabungan membersihkan sampah dan lumpur sisa banjir di kawasan Cililitan Kecil, Kramat Jati, Jakarta Timur.
Sebanyak 500 personel gabungan itu terdiri atas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU) kelurahan, Sumber Daya Air (SDA), Suku Dinas (Sudin) Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Gulkarmat), Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), dan Unit Kerja Perangkat Daerah (UKPD) lainnya.
Pemkot Jakarta Timur juga masih terus berupaya membersihkan sampah dan lumpur sisa banjir yang ada di enam Kelurahan yakni Bidara Cina, Kampung Melayu, Balekambang, Cawang, Cililitan, dan Gedong.
Menurut Iin, bersih-bersih ini harus dipercepat untuk mencegah saluran air yang penuh dengan sampah dan lumpur. Sehingga, saat hujan turun saluran dan selokan di setiap wilayah sudah bersih.
“Jadi memang ketika hari ini kami tuntaskan masalah pasca banjir yang menyisakan sampah, kita juga berpikir untuk mitigasi risiko terhadap itu. Kita juga antisipasi terhadap perubahan cuaca yang bisa saja terjadi hujan besar lagi seperti beberapa waktu lalu,” ujar Iin.
Sumber : Antara
-

Jaktim kerahkan 500 personel bersihkan sampah usai banjir di Cililitan
Lima kelurahan lain ini sudah selesai, kita langsung bergerak
Jakarta (ANTARA) – Pemerintah Kota Jakarta Timur (Jaktim) mengerahkan 500 personel gabungan untuk membersihkan sampah usai banjir di Cililitan Kecil, Kramat Jati, Jakarta Timur akibat meluapnya kali Ciliwung.
“Pascabanjir kan menyisakan sampah yang luar biasa khususnya dari enam area kelurahan. Kami langsung membersihkan melibatkan 500 personel gabungan khusus di Cililitan kecil atau Kelurahan Cililitan,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Wali Kota Jakarta Timur Iin Mutmainnah dalam kegiatan bersih-bersih kawasan Cililitan Kecil, Kramat Jati, Jakarta Timur, Selasa.
Sebanyak 500 personel gabungan itu terdiri atas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU) kelurahan, personel Sumber Daya Air (SDA), Suku Dinas (Sudin) Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Gulkarmat), Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), dan Unit Kerja Perangkat Daerah (UKPD) lainnya.
Iin menyebut personel gabungan saat ini masih terus membersihkan sampah dan lumpur sisa banjir yang ada di enam Kelurahan yakni Bidara Cina, Kampung Melayu, Balekambang, Cawang, Cililitan, dan Gedong.
“Kita dorong juga untuk ke Cawang khususnya Gulkarmat karena di Cawang juga sudah mulai rapi untuk pembersihan sampah tinggal pembersihan sisa lumpur,” ujar Iin.
Menurut Iin, pembersihan lumpur yang sulit ini perlu menggunakan semprotan dari mobil Gulkarmat. Pemkot Jakarta Timur hari ini fokus membersihkan wilayah Cililitan Kecil karena wilayahnya yang kecil sehingga sulit untuk unit Gulkarmat dan mesin pembersih lainnya masuk.
“Kesulitannya ya jangkauan alat yang tidak bisa masuk, karena memang lingkungan di sini, Cililitan Kecil itu sempit, kalo kita lakukan dengan alat waktunya sulit, tidak bisa kita pastikan karena tidak bisa masuk alat,” ucap Iin.
Selain itu, Iin menjelaskan, banjir di Jakarta Timur ada yang mencapai tiga meter. Lima wilayah Kelurahan lainnya yang terdampak banjir sudah hampir selesai, sedangkan Cililitan Kecil masih perlu banyak bantuan.
“Lima kelurahan lain ini sudah selesai, kita langsung bergerak, hari Kamis kemarin sudah kita optimalkan semua fungsi Sumber Daya Manusia (SDM) kita, tenaga operasional dan kendaraan kita. Sehingga kami kerja bakti bareng untuk membantu wilayah Kelurahan Cililitan ini hari ini bisa tuntas,” jelas Iin.
Sementara itu, Kepala Suku Dinas (Kasudin) Lingkungan Hidup Kota Jakarta Timur, Eko Gumelar menyebut, pihaknya bergerak estafet mengumpulkan sampah dan lumpur yang sulit terjangkau dengan bantuan gerobak dorong, gerobak motor, truk sampah, dan mesin angkut (shovel loader).
Lalu, setiap satuan tugas (satgas) di kelurahan Jakarta Timur juga menggunakan mobilitas truk organik.
“Armadanya hari ini sekitar 30 truk kyper (sampah), kemudian masing-masing kelurahan membawa gerobak motor, gerobak celeng, shovel loader ada dua, kemudian ekskavator mininya satu, lalu ekskavator spider ada satu,” ucap Eko.
Selain di Cililitan Kecil, Sudin LH Jakarta Timur juga mengerahkan 100 personel untuk membantu warga bersih-bersih sampah dan lumpur di kawasan Balekambang dan 100 personel lainnya di Cawang.
Pewarta: Siti Nurhaliza
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2025 -

Paradoks ekonomi Indonesia: pertumbuhan tinggi, ketimpangan melebar
Ilustrasi – Warga memandang permukiman padat penduduk di bantaran Sungai Ciliwung di Kampung Melayu, Jakarta. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/wsj.
Paradoks ekonomi Indonesia: pertumbuhan tinggi, ketimpangan melebar
Dalam Negeri
Editor: Widodo
Sabtu, 08 Maret 2025 – 17:09 WIBElshinta.com – Membahas isu ketimpangan di Indonesia seolah tak ada habisnya. Tanpa perlu mencari, berbagai bentuk ketimpangan mudah sekali ditemukan.
Pernyataan “yang kaya semakin kaya, dan yang miskin semakin miskin” nyatanya bukan sekadar ungkapan klise. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa gini ratio mengalami peningkatan dari 0,379 pada Maret 2024 menjadi 0,381 pada September 2024.
Tidak hanya itu, jika dilihat dari ukuran ketimpangan lainnya, yaitu berdasarkan ukuran Bank Dunia, 20 persen kelompok pendapatan tertinggi mengalami peningkatan proporsi pengeluaran sebesar 0,33 persen poin selama Maret 2024–September 2024, dari 45,91 persen menjadi 46,24 persen.
Sementara itu, pengeluaran penduduk pada kelompok 40 persen terbawah hanya sebesar 18,41 persen dari total pengeluaran rumah tangga per September 2024. Angka ini hanya meningkat 0,01 persen poin dari kondisi Maret 2024 yang sebesar 18,40 persen.
Ketimpangan yang masih tinggi di Indonesia sangat disayangkan. Pasalnya, perekonomian nasional yang dilihat dari Produk Domestik Bruto (PDB) sebenarnya cukup besar. Bahkan, Indonesia saat ini menyandang status sebagai upper middle-income country.
Menurut data BPS, pada tahun 2024, PDB per kapita mencapai Rp78,6 juta atau 4.960,3 dolar AS. Jika pertumbuhan ekonomi yang ada dikelola dengan baik, seharusnya ketimpangan dapat ditekan. Namun, fakta bahwa ketimpangan masih melebar menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi di Indonesia belum dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat, melainkan hanya oleh kelompok penduduk atas.
Fenomena ini selaras dengan teori Simon Kuznets yang menyatakan bahwa pada tahap awal pertumbuhan ekonomi, ketimpangan cenderung meningkat sebelum akhirnya menurun ketika suatu negara mencapai tahap pembangunan yang lebih matang.
Pada awal industrialisasi, pertumbuhan ekonomi lebih banyak menguntungkan kelompok atas yang memiliki akses lebih besar terhadap modal dan peluang bisnis, sementara masyarakat miskin tetap tertinggal. Namun, seiring dengan peningkatan investasi dalam pendidikan, sistem perlindungan sosial, dan kebijakan redistributif yang efektif, ketimpangan seharusnya berkurang.
Jika kita menggunakan hipotesis Kuznets sebagai lensa untuk membaca kondisi Indonesia, seharusnya, pada titik ini, ketimpangan mulai berkurang. Namun, yang terjadi justru sebaliknya—kesenjangan antara kelompok atas dan bawah semakin melebar. Ini menunjukkan bahwa meskipun ekonomi tumbuh, hasilnya tidak terdistribusi secara merata. Pertumbuhan yang ada tampaknya lebih berpihak pada mereka yang sudah mapan, sementara masyarakat berpenghasilan rendah masih berjuang untuk sekadar bertahan hidup. Artinya, Indonesia belum berhasil melewati fase awal dari Kuznets Curve karena kebijakan yang diterapkan belum cukup efektif dalam mendistribusikan hasil pertumbuhan.
Indonesia bisa berkaca pada negara-negara maju lainnya seperti China yang telah berhasil mengelola ketimpangan tinggi dengan kebijakan redistribusi pendapatan yang tepat.
Pada akhir abad ke-20, China menghadapi kesenjangan ekonomi yang sangat tajam akibat pertumbuhan yang timpang antara kota dan desa. Namun, dalam beberapa dekade terakhir, pemerintahnya menerapkan strategi redistribusi yang agresif, termasuk pajak progresif, peningkatan belanja sosial, dan program pembangunan pedesaan yang masif.
Hasilnya, pertumbuhan ekonomi mereka tetap tinggi, tetapi dengan distribusi yang lebih baik dibandingkan sebelumnya. Ini membuktikan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi seharusnya tidak memperbesar kesenjangan, tetapi justru dapat menjadi alat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat jika diiringi dengan kebijakan yang tepat.
Sayangnya, model pembangunan ekonomi Indonesia masih terlalu berorientasi pada kapital besar. Investasi yang masuk lebih banyak mengalir ke sektor industri padat modal, seperti keuangan dan teknologi, yang menghasilkan keuntungan besar bagi investor tetapi hanya menciptakan sedikit lapangan pekerjaan.
Akibatnya, kelompok kaya semakin menguasai pasar, sementara kelompok miskin dan kelas pekerja hanya menjadi penonton dalam pertumbuhan ekonomi. Daya beli masyarakat bawah pun stagnan, karena pertumbuhan upah tidak sebanding dengan inflasi dan kenaikan harga kebutuhan pokok.
Selain itu, ketimpangan di Indonesia juga dipicu oleh rendahnya mobilitas sosial akibat ketidaksetaraan dalam akses pendidikan. Anak-anak dari keluarga miskin sering kali kesulitan mengakses pendidikan berkualitas, yang pada akhirnya membatasi peluang mereka untuk memperoleh pekerjaan dengan upah layak.
Kesenjangan ini semakin diperparah dengan tingginya biaya pendidikan tinggi dan kualitas sekolah di daerah tertinggal yang masih jauh di bawah standar. Akibatnya, mereka yang lahir dari keluarga miskin memiliki kemungkinan besar untuk tetap miskin, sementara mereka yang lahir dalam keluarga kaya memiliki akses lebih besar untuk mempertahankan dan meningkatkan kekayaan mereka.
Selain pendidikan, aspek kesehatan juga memainkan peran krusial dalam ketimpangan ekonomi. Akses terhadap layanan kesehatan yang berkualitas masih sangat bergantung pada kemampuan ekonomi seseorang.
Meskipun program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) telah berjalan, realitas di lapangan menunjukkan bahwa banyak masyarakat berpenghasilan rendah masih kesulitan mendapatkan pelayanan medis yang layak. Ketika kesehatan terganggu, produktivitas pun menurun, dan ini semakin memperkuat lingkaran setan kemiskinan yang sulit diputus.
Salah satu instrumen yang dapat digunakan untuk mengoreksi ketimpangan adalah kebijakan fiskal yang progresif.
Namun, hingga saat ini, sistem perpajakan di Indonesia belum cukup kuat untuk menjalankan fungsi redistribusi secara optimal. Rasio pajak terhadap PDB masih tergolong rendah, sementara beban pajak lebih banyak ditanggung oleh kelompok menengah dan pekerja formal dibandingkan oleh kelompok kaya dan pemilik modal besar.
Pajak kekayaan dan pajak warisan yang dapat menjadi alat efektif dalam mengurangi ketimpangan hampir tidak terdengar dalam kebijakan fiskal nasional.
Ketimpangan ekonomi yang terus melebar bukan hanya masalah statistik, tetapi juga ancaman nyata bagi stabilitas sosial dan politik. Ketidakadilan dalam distribusi pendapatan dapat menimbulkan frustrasi sosial yang berujung pada ketidakstabilan.
Sejarah telah membuktikan bahwa ketimpangan yang ekstrem sering kali menjadi pemicu utama berbagai bentuk kerusuhan sosial, meningkatnya ketidakpercayaan terhadap pemerintah, hingga melemahnya legitimasi negara di mata rakyatnya.
Jika Indonesia ingin keluar dari jebakan pertumbuhan yang tidak inklusif, strategi pembangunan harus diubah agar benar-benar mengutamakan pemerataan. Investasi dalam sektor pendidikan dan kesehatan harus diprioritaskan, bukan hanya sebagai program sosial, tetapi sebagai strategi ekonomi jangka panjang.
Peningkatan akses terhadap pendidikan berkualitas, terutama bagi kelompok berpenghasilan rendah, akan membantu mereka meningkatkan keterampilan dan daya saing di pasar tenaga kerja. Hal ini pada akhirnya akan mendorong mobilitas sosial yang lebih dinamis dan mengurangi ketimpangan antar-generasi.
Pemerintah juga harus lebih serius dalam menciptakan kebijakan yang mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis tenaga kerja, bukan hanya berbasis modal. Sektor-sektor yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, seperti manufaktur dan pertanian modern, harus didorong dengan kebijakan insentif yang tepat.
Selain itu, UMKM yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi rakyat harus mendapatkan dukungan lebih besar, baik dalam bentuk akses permodalan, teknologi, maupun perlindungan pasar dari persaingan dengan korporasi besar.
Pada akhirnya, pertumbuhan ekonomi yang tinggi seharusnya tidak menjadi alat untuk memperkaya segelintir orang, tetapi menjadi sarana untuk menciptakan kesejahteraan yang lebih merata.
Pemerintah tidak boleh hanya berfokus pada angka PDB dan pertumbuhan investasi tanpa memperhatikan bagaimana hasil dari pertumbuhan tersebut didistribusikan. Selama kebijakan masih cenderung berpihak pada kelompok elite, ketimpangan tidak akan berkurang, dan Indonesia akan terus terjebak dalam paradoks pertumbuhan yang eksklusif.
Masa depan Indonesia tidak hanya bergantung pada seberapa tinggi ekonomi tumbuh, tetapi juga pada seberapa luas manfaat pertumbuhan itu dirasakan oleh seluruh rakyat. Jika pertumbuhan ekonomi tidak dapat menciptakan kesejahteraan yang lebih inklusif, maka status sebagai negara berpendapatan menengah atas hanya akan menjadi pencapaian di atas kertas, tanpa makna yang nyata bagi sebagian besar penduduk.
Untuk benar-benar menjadi negara maju, Indonesia harus berani mengubah arah kebijakan agar pertumbuhan ekonomi tidak hanya menghasilkan angka yang impresif, tetapi juga membawa perubahan nyata bagi kehidupan seluruh rakyatnya.
*) Lili Retnosari dan Tsuraya Mumtaz merupakan Statistisi di Badan Pusat Statistik (BPS)
Oleh Lili Retnosari, Tsuraya Mumtaz *)Sumber : Antara


