kab/kota: Kalibata

  • Kompolnas Sebut Polisi Pengeroyok Matel di Kalibata Akan Diproses Pidana dan Kode Etik
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        13 Desember 2025

    Kompolnas Sebut Polisi Pengeroyok Matel di Kalibata Akan Diproses Pidana dan Kode Etik Megapolitan 13 Desember 2025

    Kompolnas Sebut Polisi Pengeroyok Matel di Kalibata Akan Diproses Pidana dan Kode Etik
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    — Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menyebut keluarga korban mata elang yang tewas dikeroyok di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan, akan mendapatkan keadilan, meskipun para pelaku yang terlibat merupakan anggota kepolisian.
    Komisioner Kompolnas Muhammad Choirul Anam menegaskan, prosedur menuju keadilan saat ini sudah berjalan secara tepat, dengan adanya penetapan tersangka terhadap para pelaku.
    Pasalnya, kepolisian telah menindak para pelaku melalui pelanggaran kode etik dan melalui pelanggaran hukum pidana.
    “Sehingga dalam konteks mekanisme seperti itu, kalau pertanyaannya apakah akan mendapatkan keadilan ataukah tidak, ya prosedur untuk menuju keadilan ini sudah berlangsung. Minimal penetapan tersangka,” ujar Anam saat dikonfirmasi Kompas.com, Sabtu (13/12/2025).
    Menurut Anam, status tersangka mempertegas bahwa peristiwa yang menewaskan
    mata elang
    tersebut telah dikategorikan sebagai tindak pidana, tanpa pandang bulu meski pelakunya polisi.
    “Kalau penetapan tersangka itu kan jelas, peristiwanya dianggap peristiwa pidana dan yang diduga melakukan perbuatan pidana sudah statusnya menjadi tersangka,” lanjutnya.
    Untuk menjamin profesionalitas, Anam menyebut pihak kepolisian telah berkomitmen menjalankan dua mekanisme penindakan sekaligus, yakni pidana umum dan kode etik profesi.
    “Kan sudah ada komitmen dari kepolisian bahwa dua mekanisme itu berjalan. Satu adalah KKEP (Komisi Kode Etik Polri), yang kedua adalah pidana. Bahkan pidana sudah penetapan tersangka,” kata Anam.
    Kompolnas pun mendukung penuh langkah Polri yang tidak menunda kedua proses hukum tersebut dan langsung menjalankannya secara bersamaan.
    Terkait penetapan enam orang tersangka dalam kasus ini, Anam menilainya sebagai langkah awal transparansi dan akuntabilitas Polri kepada publik.
    “Ya memang dengan mengumumkan enam orang tersebut dengan penetapan tersangka, ini langkah awal untuk menuju proses akuntabilitas,” tutur Anam.
    Ia pun meminta masyarakat dan semua pihak untuk turut mengawal proses hukum ini agar berjalan transparan hingga vonis nanti.
    Termasuk, tidak memperkeruh suasana yang akan berdampak pada terhambatnya proses penegakan hukum.
    “Skema pidana ini ya ayo kita awasi bersama-sama. Menahan diri ini agar tidak kontraproduktif bagi upaya penegakan keadilan, bagi upaya proses hukum,” ujarnya.
    ANTARA FOTO/Fauzan Petugas pemadam kebakaran memadamkan api yang membakar kios pedagang usai dibakar massa saat kericuhan di kawasan Kalibata, Jakarta, Kamis (11/12/2025). Kericuhan tersebut dipicu oleh pengeroyokan dua debt collector atau agen lapangan penagih utang di Jalan Kalibata pada Kamis (11/12) sekitar pukul 15.30 WIB yang mengakibatkan satu orang tewas dan satu lainnya mengalami luka berat.
    Sementara itu, untuk mencegah terulangnya kejadian serupa, Anam memberikan peringatan keras kepada perusahaan kredit dan jasa penagihan untuk bekerja sesuai peraturan.
    Ia meminta mekanisme penarikan kendaraan di jalanan dihentikan secara tegas, baik yang menyasar kepada anggota Polri maupun masyarakat umum.
    “Harus ada mekanisme yang sebenarnya sudah sering diserukan. Ya perusahaan-perusahaan leasing atau
    debt collector
    ini jangan melakukan penarikan di jalan, atau di tempat-tempat umum,” tegas Anam.
    Menurutnya, penarikan kendaraan paksa di ruang publik oleh
    matel
    sudah pasti memicu konflik yang dapat berujung kekerasan.
    “Itu (penarikan kendaraan) akan memicu satu kondisi yang semakin lama semakin enggak ketemu jalan keluarnya. Bisa kekerasan dan lain sebagainya. Saya kira ini penting untuk dicamkan kembali,” tuturnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Tak Mau Ricuh Matel Terulang Lagi, Pramono Minta Polisi Usut Tuntas Bentrok di Kalibata

    Tak Mau Ricuh Matel Terulang Lagi, Pramono Minta Polisi Usut Tuntas Bentrok di Kalibata

    JAKARTA – Gubernur Jakarta Pramono Anung mempersilakan kepolisian menuntaskan bentrok di Kalibata yang berawal dari peristiwa pengeroyokan mata elang. Ia tak mau kejadian semacam ini kembali terulang karena menimbulkan kerugian yang harus diurusi Pemprov Jakarta.

    “Kelihatannya kecil ada mata elang dan apa ya, menagih kepada kelompok kemudian terjadi kekerasan, saling balas-membalas yang akhirnya beban itu menjadi beban Pemerintah DKI Jakarta. Saya enggak mau itu terjadi di Jakarta, terulang kembali,” kata Pramono kepada wartawan di Balai Kota Jakarta, Jakarta Pusat, Sabtu, 13 Desember.

    “Maka untuk itu, saya memberikan keleluasaan dan juga karena menjadi tugas sepenuhnya dari aparat penegak hukum, biarkan aparat penegak hukum untuk menyelesaikan ini terlebih dahulu,” sambung dia.

    Sementara saat disinggung soal lapak kaki lima yang dibakar pascapengeroyokan itu, Pramono mengaku sedang mengatur pemberian bantuan yang akan dilakukan pihak Pemprov Jakarta. “Kebetulan lahan yang digunakan itu lahannya pemerintah kota semua. Tentunya kami sedang mengorganisasikan, me-reorganisasi tentang ini,” tegas dia.

    Pramono mengaku sudah meminta dinas yang terkait dengan UMKM mempelajari kondisi di lapangan. “Nanti pada saatnya saya segera putuskan. Tapi itu lahannya, lahannya pemerintah Jakarta semuanya,” ungkap Menteri Sekretaris Kabinet era Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) itu.

    Diberitakan sebelumnya, dua mata elang tewas dikeroyok sekelompok orang tidak dikenal (OTK) di depan TMP Kalibata. Peristiwa itu terjadi setelah kedua korban menyetop seorang pengendara motor yang melintas di lokasi.

    Polda Metro Jaya kemudian menetapkan enam tersangka dalam kasus ini. Mereka merupakan anggota polisi Pelayanan Markas (Yanma) di Mabes Polri berinsial JLA, RJW, IAB, IAM, BN, dan AN.

    “Berdasarkan hasil penyelidikan, penyidikserta pemeriksaan saksi, penyidik menetapkan enam orang sebagai tersangka,” kata Karo Penmas Div Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko dalam jumpa pers di gedung Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Jumat 12 Desember.

    Dalam kasus ini para tersangka disangkakan dengan Pasal 170 Ayat 3 KUHP. “Penerapan pasal-pasal tersebut sesuai bukti,” pungkasnya.

  • 6 Anggota Polri Tak Pakai Senjata saat Keroyok Matel di Kalibata
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        13 Desember 2025

    6 Anggota Polri Tak Pakai Senjata saat Keroyok Matel di Kalibata Megapolitan 13 Desember 2025

    6 Anggota Polri Tak Pakai Senjata saat Keroyok Matel di Kalibata
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Enam anggota Kepolisian Republik Indonesia (Polri) mengeroyok dua orang mata elang (matel) hingga satu di antaranya meninggal dunia di kawasan Kalibata, Pancoran, Jakarta Selatan.
    Pengeroyokan tersebut dilakukan tanpa menggunakan senjata atau benda berbahaya.
    Kabid Humas
    Polda Metro Jaya
    Kombes Pol Budhi Hermanto mengatakan, berdasarkan hasil visum luar, korban meninggal akibat pukulan benda tumpul yang berasal dari tangan kosong para pelaku.
    “Saat dilihat dari visum luar, karena pihak keluarga tidak berkenan dilakukan autopsi, luka-luka yang ada merupakan akibat pukulan benda tumpul, artinya tangan kosong. Tidak ada penggunaan senjata atau barang berbahaya lainnya,” ujar Budhi di Polda Metro Jaya, Sabtu (13/12/2025).
    Budhi menjelaskan, peristiwa bermula ketika satu unit sepeda motor milik tersangka berinisial AM dihentikan oleh pihak
    mata elang
    di Jalan Raya Kalibata, Kamis (11/12/2025) sore. Saat itu, kunci kontak motor dicabut oleh matel.
    Tindakan tersebut memicu cekcok, karena AM tidak terima motornya dihentikan dan kunci dicabut di jalan.
    Situasi kemudian memanas hingga berujung pada penganiayaan secara bersama-sama.
    “Secara garis besar, kendaraan dari tersangka AM diberhentikan oleh pihak mata elang. Pada saat penarikan, kunci kontak dicabut. Anggota Polri tersebut tidak terima, terjadi cekcok, dan berujung penganiayaan serta pengeroyokan yang mengakibatkan korban meninggal dunia,” kata Budhi.
    Terkait motif, Budhi menyebut penyidik masih mendalami apakah emosi para tersangka dipicu persoalan tunggakan kredit sepeda motor tersebut.
    Termasuk status pembiayaan, besaran tunggakan, serta legalitas penarikan yang dilakukan mata elang.
    “Untuk nominal tunggakan, status kredit, atas nama siapa pembiayaan, dan berapa lama menunggak, semuanya masih kami dalami. Ini masih dalam proses pendalaman penyidik,” ujar Budhi.
    Budhi juga menyoroti praktik penarikan kendaraan oleh mata elang di lapangan yang kerap tidak sesuai prosedur hukum
    “Apabila fidusia sudah terdaftar, seyogianya penagihan dilakukan secara administrasi di kantor, bukan memberhentikan atau mengambil kendaraan secara paksa di jalan. Ini menjadi evaluasi bagi perusahaan pembiayaan,” tegasnya.
    KOMPAS.com/HANIFAH SALSABILA Barang bukti tindak pengeroyokan mata elang di Jalan Raya Kalibata, Pancoran, Jakarta Selatan, dipajang dalam agenda pengungkapan oleh Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Jumat (12/12/2025).
    Sebelumnya, Polri telah menetapkan enam orang sebagai tersangka dalam kasus ini. Mereka berinisial JLA, RGW, IAB, IAM, BN, dan AN. Keenamnya merupakan anggota satuan pelayanan markas di Mabes Polri.
    Para tersangka dijerat Pasal 170 ayat (3) KUHP tentang pengeroyokan yang mengakibatkan korban meninggal dunia. Selain pidana, keenamnya juga dijerat pelanggaran kode etik profesi Polri dengan kategori berat.
    Kematian korban memicu kerusuhan di sekitar lokasi kejadian. Sejumlah lapak pedagang, sepeda motor, dan satu unit mobil dilaporkan dibakar massa. Kerugian sementara ditaksir mencapai Rp 1,2 miliar.
    Budhi mengatakan, penyidik masih menunggu laporan resmi dari para korban kerusakan karena sebagian warga masih mengalami trauma.
    “Kalau laporan polisi sudah masuk, penyidik Polda Metro Jaya akan turun dan melakukan proses hukum terhadap pelaku pembakaran dan perusakan,” ujar Budhi.
    Polda Metro Jaya memastikan proses hukum terhadap kasus pengeroyokan di Kalibata ini dilakukan secara transparan dan berkelanjutan.
    “Kami akan terus meng-update perkembangan kasus ini secara terbuka kepada publik,” kata Budhi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Ratapan Pedagang yang Kiosnya Dibakar di Kalibata: Mengais Besi Rongsok Demi Bisa Makan
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        13 Desember 2025

    Ratapan Pedagang yang Kiosnya Dibakar di Kalibata: Mengais Besi Rongsok Demi Bisa Makan Megapolitan 13 Desember 2025

    Ratapan Pedagang yang Kiosnya Dibakar di Kalibata: Mengais Besi Rongsok Demi Bisa Makan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    — Tangan Asmo (30) yang terbiasa cekatan menyajikan pecel bagi para pelanggan kini harus bergelut dengan puing-puing kios tempatnya bekerja yang telah terbakar.
    Di bawah terik matahari Jakarta, ia bersama empat rekannya mengais puing-puing bangunan bekas tempat kerjanya yang ludes terbakar akibat kericuhan saat pengeroyokan
    debt collector
    di
    Kalibata
    , Jakarta Selatan, Kamis (11/12/2025) lalu.
    Beberapa kali, Asmo menatap kosong ke arah warung makan yang telah dianggapnya sebagai rumah keduanya selama belasan tahun.
    Tidak ada lagi yang tersisa selain kerangka besi dan perabotan yang menghitam karena hangus terbakar.
    “Ini kita sekarang cuma bisa ngambil-ngambilin besi saja, enggak ada lagi yang (tersisa),” ujar Asmo saat ditemui Kompas.com di lokasi, Sabtu (13/12/2025).
    Besi-besi sisa rak dan konstruksi bangunan itu dikumpulkan, dibengkokkan, lalu ditumpuk untuk dijual ke pengepul barang rongsokan.
    Hanya itu satu-satunya cara bagi Asmo dan kawan-kawannya untuk mendapatkan uang saat ini.
    “Sebenarnya dirongsokin besi-besi kayak gini hasilnya enggak seberapa. Tapi kan lumayan buat beli-beli makanan, rokok. Kita di sini juga nganggur sudah berapa hari ini,” tutur Asmo.
    Uang hasil penjualan besi kiloan itu, nantinya akan dibagi rata bagi lima karyawan untuk menyambung hidup mereka beberapa hari ke depan.
    Bagi Asmo, warung pecel lele itu bukan sekadar tempat kerja biasa. Ia telah mengabdi di sana sejak 2010 silam.
    “Saya di sini mungkin 2010, kalau enggak 2011, itu saya kerja di sini. Sampai sekarang, lima. belas tahun lah ya,” ujarnya.
    Warung itu sendiri sudah berdiri hampir 27 tahun, jauh sebelum Asmo datang merantau dari kampung halamannya di Cirebon, Jawa Barat.
    Namun, sejarah panjang itu musnah dalam sekejap pada malam kejadian karena turut menjadi sasaran pembakaran oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
    Saat penyerangan pertama terjadi menjelang Maghrib, ia mengaku masih berada di lokasi dan langsung menyelamatkan barang-barang berharga miliknya.
    “Saya ambilin barang-barang dulu yang kira-kira aman lah gitu. Kirain tuh enggak mau bakar warung, ternyata tahu-tahu habis Isya itu bakar warung duanya,” kata Asmo.
    Api pun dengan cepat membesar karena selang-selang gas di deretan warung makan tersebut masih terpasang dan mengalami kebocoran akibat kerusakan saat kericuhan.
    “Karena kita satu, gasnya pada masang semua. Waktunya gas selangnya pada bocor, ya sudah, habis semua,” jelas Asmo.
    Kini, setelah tempat kerjanya rata dengan tanag Asmo mengaku masih kehilangan arah.
    “Dampaknya (ke) saya, mati rezeki saya di sini, sudah enggak ada,” ucapnya getir.
    Instruksi dari pemilik warung saat ini hanyalah menyelamatkan apa yang bisa diselamatkan. Setelah urusan pembersihan puing selesai, Asmo dan rekan-rekannya kemungkinan besar akan dipulangkan.
    “Ya ini kan habis kelar ini mungkin anak-anak suruh pulang dulu sama bosnya,” ujar Asmo.
    Ia berencana pulang ke rumah istrinya di Cirebon, Jawa Barat, sambil menunggu kabar apakah warung tempatnya bekerja akan dibangun kembali atau tidak.
    Asmo mengaku pasrah, tetapi ada rasa sesak di dada karena ia merasa menjadi korban yang sebenarnya tak ikut-ikutan dalam kericuhan.
    Ia dan para pedagang kecil lainnya mengaku tidak tahu-menahu soal konflik
    debt collector
    dengan warga maupun polisi yang memicu kerusuhan tersebut.
    “Ya pokoknya ini kan kita enggak tahu-menahu ya tadinya. Kita kena imbas karena dari kasus debt collector itu gimana, malah kita yang jadi sasaran,” keluh Asmo.
    Sambil terus memilah besi di antara abu sisa kebakaran, Asmo menggantungkan harapan pada pemerintah agar membantu usaha tempatnya bekerja untuk bangkit.
    “Harapannya ya semoga bisa dibangun lagi, semoga bos juga masih mau ngasih kerjaan di sini nanti, nunggu dari pusat saja gimana ini kelanjutannya,” tutup dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Dunia Sedang Lelah Berutang, dan Kalibata Menjadi Cerminnya

    Dunia Sedang Lelah Berutang, dan Kalibata Menjadi Cerminnya

    Jakarta

    Kericuhan penagihan utang di Kalibata dengan cepat menyedot perhatian publik. Media sosial bereaksi, dan yang menarik, ada suara yang berpihak kepada pelaku pengeroyokan. Peristiwa ini sering dibaca sebagai konflik lokal antara warga, debt collector, dan penegak hukum. Namun pembacaan semacam itu terlalu sederhana. Jika kita menarik lensa sedikit ke belakang dan melihat ke luar negeri, Kalibata sesungguhnya adalah potret kecil dari sebuah kelelahan yang lebih besar, kelelahan utang global yang kini dialami hampir seluruh dunia.

    Dana Moneter Internasional (IMF) mencatat bahwa sekitar delapan puluh persen perekonomian global saat ini memiliki tingkat utang yang lebih tinggi dibanding sebelum pandemi COVID-19, dan laju kenaikannya justru semakin cepat. Negara-negara besar seperti Amerika Serikat dan kawasan Eropa, hingga negara-negara berkembang, berada dalam tekanan fiskal dan sosial yang serupa: utang membesar, sementara ruang bernapas ekonomi semakin menyempit. Pandemi mungkin telah berakhir, tetapi tagihannya baru benar-benar dimulai sekarang.

    Selama pandemi, utang menjadi alat penyelamat bersama. Pemerintah berutang untuk menjaga ekonomi tetap hidup, perusahaan berutang agar tidak runtuh, dan rumah tangga berutang untuk memenuhi kebutuhan dasar. Dunia sepakat bahwa berutang jauh lebih baik daripada kolaps. Namun pascapandemi, dunia memasuki fase yang berbeda : fase penagihan dan penyesuaian. Di sinilah ketegangan mulai terasa, bukan hanya di neraca keuangan, tetapi juga di ruang sosial sehari-hari.

    Penelitian lintas negara menunjukkan bahwa utang pascakrisis berkorelasi kuat dengan peningkatan stres dan kecemasan, menurunnya kemampuan mengambil keputusan rasional, serta meningkatnya konflik sosial, terutama ketika penagihan dilakukan secara agresif atau di ruang publik. Riset psikologi keuangan menjelaskan mekanismenya dengan gamblang: penagihan yang memalukan, mengancam, berulang, dan tanpa empati mendorong otak manusia masuk ke mode emosional : fight, freeze, or flight ( meledak, membeku, atau menghindar).

    Beban ini semakin berat ketika seseorang menghadapi banyak utang sekaligus. Penelitian nasional di Inggris menemukan bahwa individu dengan problem hutang, memiliki risiko ide bunuh diri (flight mode) tiga kali lebih tinggi, dan risikonya meningkat drastis ketika berhadapan dengan banyak penagih dalam waktu bersamaan. Artinya, cara menagih bukan sekadar soal efektivitas finansial, tetapi dapat berdampak langsung pada kesehatan mental dan keselamatan jiwa.

    Pola ini tidak hanya terjadi di Indonesia. Di Amerika Serikat, keluhan terhadap penagih hutang, melonjak tajam, terutama terkait kartu kredit dan utang medis. Banyak warga bahkan ditagih untuk utang yang tidak pernah mereka miliki. Di Inggris, praktik penagihan, termasuk oleh otoritas publik seperti pajak daerah, sering terasa lebih agresif daripada perusahaan penagih. Surat-surat resmi yang kaku, legalistik, dan bernada ancaman terbukti memperburuk kondisi psikologis warga, terutama mereka yang sudah berada dalam kondisi mental yang rapuh.

    Di Indonesia, tekanan itu muncul dalam bentuk gesekan di jalanan (fight mode), ketika praktik penagihan informal bertemu emosi publik yang telah lama jenuh. Bentuknya berbeda, tetapi polanya sama.

    Masyarakat pada dasarnya tidak menolak kewajiban membayar utang. Yang dipertanyakan adalah cara menagihnya, terutama di tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih. Banyak konflik penagihan lahir dari zona abu-abu: praktik informal yang minim pengawasan, insentif ekonomi yang mendorong tekanan cepat, serta ketiadaan mekanisme mediasi yang manusiawi di ruang publik. Literatur akademik internasional secara konsisten menunjukkan bahwa penagihan berbasis intimidasi justru merusak kepatuhan jangka panjang, memperbesar konflik, dan menggerus kepercayaan terhadap sistem keuangan dan hukum. Penagihan yang kasar mungkin menang cepat, tetapi masyarakat kalah banyak.

    Kasus Kalibata seharusnya dibaca bukan sebagai aib, melainkan sebagai alarm sosial. Alarm bahwa utang pascapandemi adalah fenomena global, bahwa tekanan ekonomi kini dirasakan lintas kelas dan lintas negara, dan bahwa cara menagih akan menentukan apakah pemulihan ekonomi berjalan beradab atau justru meretakkan kepercayaan sosial. Utang adalah kewajiban, tetapi martabat manusia bukan alat penagihan. Di era utang global yang membesar, kemanusiaan bukan pelengkap kebijakan, tetapi adalah fondasinya.

    Dr. Devie Rahmawati, CICS, Assoc.Prof. Vokasi UI

    (maa/maa)

  • 8
                    
                        Terungkapnya 6 Polisi Keroyok Mata Elang Berujung Ricuh di Kalibata
                        Megapolitan

    8 Terungkapnya 6 Polisi Keroyok Mata Elang Berujung Ricuh di Kalibata Megapolitan

    Terungkapnya 6 Polisi Keroyok Mata Elang Berujung Ricuh di Kalibata
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Polisi akhirnya menangkap enam orang tersangka pengeroyokan  yang menewaskan dua orang mata elang atau
    debt collector
    di area parkiran TMP Kalibata, Pancoran, Jakarta Selatan pada Kamis (11/12/2025) lalu.
    Kasus ini pun terungkap setelah sempat meninggalkan jejak teka-teki mengenai identitas pelaku yang melakukan
    pengeroyokan
    dan berujung pada bentrokan yang menyebabkan pembakaran dan perusakan lapak pedagang.
    Dalam konferensi pers di Mapolda Metro Jaya pada Jumat (12/12/2025) malam, polisi mengungkap bahwa keenam pelaku ternyata merupakan anggota Kepolisian Republik Indonesia (Polri).
    “Polri telah melakukan pengejaran para pelaku dari hasil penyelidikan intensif, dan kemudian sampai saat ini mengamankan enam orang terduga pelaku untuk penyidikan,” tutur Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko, Jumat malam.
    Enam orang tersebut merupakan personel satuan pelayanan alias Yanma di Markas Besar (Mabes) Polri.
    “Adapun identitas keenam pelaku adalah Brigadir IAM, Bripda JLA, Bripda RGW, Bripda IAB, Bripda BN, dan Bripda AM,” ucap Trunoyudo.
    Enam
    anggota Polri
    itu sebelumnya ditangkap setelah penyidik melakukan pemeriksaan dan pendalaman terhadap kasus pengeroyokan yang menewaskan dua mata elang berinisial MET dan NAT.
    “Polri telah melakukan pengejaran para pelaku dari hasil penyelidikan intensif, dan kemudian sampai saat ini mengamankan enam orang terduga pelaku untuk penyidikan,” kata Trunoyudo.
    Polisi pun menyita sejumlah barang bukti, yang meliputi satu kunci kendaraan, empat helm, lima ponsel, tiga sandal, dan dua pelat nomor kendaraan (TNKB).
    Peristiwa ini bermula ketika pukul 15.45 WIB dua mata elang menghentikan seorang pengemudi sepeda motor di Jalan Raya
    Kalibata
    , Pancoran, Jakarta Selatan pada Kamis malam lalu.
    Melihat hal itu, lima orang dari sebuah mobil yang berada di belakang pemotor turun untuk membantu pengendara motor tersebut.
    “Nah, setelah diberhentiin, tiba-tiba pengguna mobil di belakangnya membantu,” kata Kapolsek Pancoran Komisaris Polisi Mansur, saat dikonfirmasi
    Kompas.com
    , Kamis.
    Berdasarkan kesaksian warga, kelima orang itu memukuli dua pria tersebut dan menyeret mereka ke pinggir jalan.
    Belakangan diketahui bahwa sosok-sosok yang melakukan pengeroyokan ini adalah anggota Yanma Mabes Polri.
    Trunoyudo menuturkan, pihaknya kemudian mendapat informasi terjadi pengeroyokan di kawasan Kalibata.
    “Polsek Pancoran menerima laporan melalui layanan 110 mengenai adanya dugaan penganiayaan terhadap dua pria di area parkir depan TMP Kalibata,” ucap Trunoyudo, Jumat.
    Sekitar pukul 16.00 WIB, personel Polsek Pancoran pun tiba di lokasi dan menemukan kedua korban sudah dalam kondisi terluka parah.
    Salah satu korban telah tewas di tempat, sedangkan korban lain mengalami luka serius.
    Tak berselang lama, korban lainnya itu dinyatakan meninggal di Rumah Sakit Budi Asih, Jakarta Timur.
    Peristiwa itu kemudian dilaporkan ke Polda Metro Jaya pada pukul 20.11 WIB.
    Kematian mata elang itu pun kemudian memicu kemarahan rekan-rekannya, yang meluapkan amarah dengan merusak serta membakar lapak dan kios pedagang di sekitar lokasi pengeroyokan.
    “Polri telah melakukan langkah-langkah intensif selama 1×24 jam, termasuk olah TKP, pemeriksaan 12 saksi, pengamanan lokasi, dan pendampingan keluarga korban,” ujarnya.
    Atas perbuatannya itu, keenam polisi di atas dijerat Pasal 170 ayat 3 KUHP tentang pengeroyokan yang mengakibatkan korban meninggal.
    Penerapan pasal-pasal tersebut dilakukan berdasarkan bukti permulaan yang dinilai sudah cukup.
    “Polri menegaskan bahwa proses penyidikan ini masih berjalan secara simultan oleh penyidik Polda Metro Jaya dan di-backup dengan penyidik dari Mabes Polri atau Bareskrim Polri,” ucap Trunoyudo.
    Selain itu, mereka juga ditetapkan sebagai pelanggar kode etik Polri setelah pemeriksaan intensif dan analisis dari Divisi Propam Polri.
    “Didapatkan hasil bahwa telah ditetapkan enam orang anggota Polri di sini adalah anggota pada Satuan Pelayanan Markas di Mabes Polri sebagai Terduga Pelanggar,” kata Trunoyudo.
    Keenamnya dijadwalkan menjalani persidangan kode etik pada Rabu, 17 Desember 2025, setelah proses pemberkasan selesai.
    “Maka rencana tindak lanjut dari Divpropam Polri terhadap enam terduga pelanggar akan segera dilakukan proses pemberkasan Kode Etik Profesi Polri sesuai dengan mekanisme yang ada,” jelas Trunoyudo.
    Mereka dinilai melanggar Pasal 13 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri, juncto Pasal 8 huruf C angka 1 Perpol Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri, yang mewajibkan anggota menaati dan menghormati norma hukum.
    Selain itu, mereka juga dianggap melanggar Pasal 13 huruf M Perpol Nomor 7 Tahun 2022, yang melarang anggota Polri melakukan kekerasan, berperilaku kasar, dan tidak patut.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Motif 6 Polisi Keroyok Mata Elang hingga Tewas di Kalibata

    Motif 6 Polisi Keroyok Mata Elang hingga Tewas di Kalibata

    Tak lama setelah pengeroyokan, kerusuhan pecah. Beberapa fasilitas warga rusak akibat amarah rekan-rekan korban.

    Data polisi menyebut empat mobil rusak, termasuk taksi B2317SDX, Toyota Kijang Krista B8339GF, Toyota Avanza B1196RZU, dan Suzuki Ertiga B1714RZO. Tujuh sepeda motor juga mengalami kerusakan. Selain itu, 14 lapak pedagang rusak, dua kios terbakar, dan dua rumah warga mengalami kerusakan pada kaca.

    “Ada peristiwa dimana beberapa fasilitas warga mengalami kerusakan,” ucap dia.

    Hasil pendalaman, enam orang ditetapkan segagai tersangka. Mereka adalah Brigadir IAM, Brigadir JLA, Brigadir RGW, Brigadir IAB, Brigadir BN, dan Brigadir AM.

    “Berdasarkan hasil penyelidikan di lapangan penyidik melakukan analisis terhadap keterangan para saksi dan barang bukti maka penyidik telah menetapkan 6 orang tersangka yang diduga terlibat dalam rangkaian tindak pidana tersebut,” ucap dia.

    Dalam kasus ini, tersangka dijerat Pasal 170 ayat 3 KUHP tentang pengeroyokan yang mengakibatkan kematian.

    “Penerapan pasal-pasal tersebut dilakukan berdasarkan bukti permulaan yang cukup,” ucap dia.

  • Ketum Persaudaraan Timur Raya Tuntut Keadilan 2 Mata Elang Tewas, Ancam ‘Pisah’: Kami Angkat Bendera!

    Ketum Persaudaraan Timur Raya Tuntut Keadilan 2 Mata Elang Tewas, Ancam ‘Pisah’: Kami Angkat Bendera!

    GELORA.CO – Sosok Alex Kadju tengah ramai diperbincangkan publik dan viral di media sosial.

    Sosok Alex Kadju jadi sorotan usai pernyataannya yang menyebut jika pihak kepolisian tidak segera menangkap pelaku pengeroyakan dua ‘mata elang’, mereka akan melakukan penyerangan balik.

    Sosok Alex Kadju, meminta pihak kepolisian bergerak cepat menangkap pelaku pengeroyokan terhadap dua mata elang yang terjadi di depan Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta Selatan.

    Sebagai informasi, Alex Kadju adalah Ketua Umum Persaudaraan Timur Raya.

    Alex Kadju resmi dilantik oleh Pengurus Dewan Pimpinan Pusat (DPP) dan Rapat Kerja Nasional I di Gedung Juang 45, Menteng, Jakarta Pusat (21/7/2024).

    Baru-baru ini Alex Kadju menyampaikan tuntutannya agar pihak kepolisian segera menangkap pelaku pengeroyokan yang menyebabkan satu anggota mata elang tewas dan satu lainnya luka parah.

    “Kami mau melakukan penyerangan balik, jujur, karena kami tidak terima saudara kami dibuat seperti binatang. Tidak ada sedikit pun rasa keprimanusiaannya,” ujar Alex Kadju.

    “Ya, kami orang Indonesia Timur ini diajarin tentang kasih. Toleransi, jangan ajari kami toleransi. Ini sudah kesekeian kalinya kami jadi korban,” imbuhnya.

    “Dan saya minta, saya sebagai ketua umum Persaudaraan Timur Raya, kami terdiri dari Kalimantan, Maluku, Papua , Sulawesi, NTT, NTB!” ungkapnya.

    Lebih lanjut, Alex Kadju mengancam untuk angkat bendera dan meminta pisah dari NKRI usai menuntut keadilan atas pengereyokan tersebut.

    “Tolonglah, aparat kepolisian berlaku adil. Ya, hargai kami juga. Karena, mengapa itu ada sila kelima Keadilan sosial bagi sleuruh rakyat Indonesia kalau tidak berlaku bagi kami orang Indonesia Timur. Kalau memang itu tidak berlaku bagi kami orang Indonesia Timur, kami angkat bendera, kami minta pisah!” Tegasnya. (*)

  • Motif 6 Polisi Keroyok Mata Elang hingga Tewas di Kalibata

    6 Polisi Mabes Polri Terbukti Pelanggaran Berat usai Keroyok Mata Elang hingga Tewas di Kalibata

    Liputan6.com, Jakarta – Enam polisi Mabes Polri ditetapkan sebagai terduga pelanggar kode etik profesi usai melakukan pengeroyokan dua debt collector atau mata elang di depan Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta Selatan, Kamis (11/12/2025). Insiden itu mengakibatkan kedua korban meninggal dunia.

    Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko menjelaskan, Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri menemukan bukti kuat enam anggota melakukan pelanggaran dengan kategori berat.

    Hal itu berdasar hasil gelar perkara yang dilakukan pada Jumat (12/12/2025) pukul 19.30 WIB.

    “Perbuatan 6 terduga pelanggar masuk dalam kategori pelanggaran berat,” kata Trunoyudo, Jumat (12/12/2025).

    Enam anggota yang terlibat antara lain Brigadir IAM, Brigadir JLA, Brigadir RGW, Brigadir IAB, Brigadir BN, dan Brigadir AM.

    Mereka dipersangkakan dengan Pasal 17 Ayat 3 Perpol No. 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri, serta Pasal 13 Ayat 1 PP RI No. 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri Juncto Pasal 8 Huruf C, yang mengatur pelanggaran berat.

    Trunoyudo menambahkan, setiap pejabat Polri wajib menaati norma hukum dan etika kepribadian, termasuk larangan melakukan kekerasan, berperilaku kasar, dan tindakan tidak patut.

  • 6 Polisi Mabes Polri Jadi Tersangka Pengeroyokan 2 Mata Elang hingga Tewas di Kalibata

    6 Polisi Mabes Polri Jadi Tersangka Pengeroyokan 2 Mata Elang hingga Tewas di Kalibata

    GELORA.CO – Enam pelaku pengeroyokan terhadap dua mata elang atau debt collector hingga tewas di depan Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta Selatan, adalah anggota polisi.

    Keenam anggota polisi itu diketahui bertugas di Satuan Pelayanan Markas di Mabes Polri.

    Keenamnya sudah ditetapkan tersangka dalam kasus pidana pengeroyokan yang menewaskan 2 orang dan akan menjalani sidang kode etik.

    Hal itu dikatakan Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Trunoyudo Wisnu Andiko di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Jumat (12/12) malam.

    “Adapun keenam tersangka tersebut merupakan anggota Satuan Pelayanan Markas di Mabes Polri,” kata Trunoyudo.

    Mereka menurut Trunoyudo adalah Brigadir IAM, Bripda JLA, Bripda RGW, Bripda IAB, Bripda BN dan Bripda AM.

    Pasal yang ditersangkakan, kata Trunoyudo, berdasarkan alat bukti yang ditemukan penyidik, adalah Pasal 170 KUHP ayat 3, tentang pengeroyokan yang mengakibatkan korban meninggal dunia.

    “Penerapan pasal tersebut berdasar bukti permulaan yang cukup. Polri menegaskan bahwa proses penyelidikan masih berjalan dilakukan penyidik Polda Metro Jaya diback up dari Mabes Polri,” katanya.

    Trunoyudo memastikan Polri serius mengungkap kasus kriminal ini sdan akan menjalankan proses penegakan hukum secara transparan, profesional dan proporsional serta memastikan bahwa seluruh pihak yang terlibat mempertanggungjawaban perbuatannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

    Selain itu kata Trunoyudo keenamnya juga akan dikenakan terkait pelanggaran kode etik personel Polri.

    Di mana dari hasil analisa awal, katanya keenamnya telah cukup bukti melakukan pelanggaran kode etik berdasarkan Pasal 17 ayat 3 UU Nomor 7 tahun 2022 tentang kode etik profesi dan perbuatan yang dilakukan dengan sengaja dan terdapat kepentingan pribadi dan atau pihak lain dan berdampak terhadap masyarakat.

    Keenamnya akan dijerat Pasal 13 ayat 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, Nomor 1 tahun 2003 tentang pemberhentian anggota polri pada pasal 8 huruf c angka 1, Perpol nomor 7 tahun 2022 tentang kode etik profesi

    “Terduga pelanggar akan segera dilakukan proses pemberkasan sesuai dengan mekanisme yang ada. Terhadap enam terduga pelanggar akan dilaksanakan sidang komisi kode etik pada hari Rabu pekan depan tanggal 17 Desember,” kata Trunoyudo.

    Kerusuhan

    Sebelumnya kericuhan pecah di kawasan Kalibata, Pancoran, Jakarta Selatan, setelah dua debt collector dikeroyok hingga tewas.

    Aksi balasan dari puluhan hingga ratusan rekan korban membuat sederet warung dan kendaraan di sekitar TMP Kalibata dibakar massa.

    Polisi menyebut puluhan hingga ratusan orang datang ke lokasi perusakan hingga pembakaran sejumlah warung makan yang diduga berasal dari kelompok debt collector di kawasan Kalibata, Pancoran, Jakarta Selatan.

    Hal tersebut dipicu pengeroyokan terhadap dua orang mata elang (matel) atau debt collector hingga akhirnya meninggal dunia di seberang Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Pancoran.

    Satu meninggal di lokasi kejadian, sedangkan lainnya sempat kritis usai dikeroyok dan dinyatakan meninggal.

    “Akibat dari itu yang korban ini mempunyai teman-teman kurang lebih 80 sampai 100 orang tiba-tiba datang, sebenarnya kami dari pihak kepolisian sudah mengantisipasi itu namun kekuatan pada saat itu yang tiba-tiba datang kurang lebih 100 orang itu merusak warung-warung yang ada di sekitar tempat ini,” ujar Kapolres Metro Jakarta Selatan, Kombes Nicolas Ary Lilipaly, Jumat (12/12/2025).

    Insiden pengeroyokan itu memicu reaksi dari rekan-rekan korban hingga 80-10 orang tiba-tiba datang ke lokasi.

    Mereka melakukan perusakan dan pembakaran sejumlah warung di sekitar tempat kejadian perkara (TKP).

    Nicolas menuturkan, kedua matel yang menjadi korban pengeroyokan yakni berinisial MET dan NAT.

    “Sampai saat ini kasus tersebut masih dalam penyelidikan. Anggota dari Brimob hingga Polda serta Polres sudah berada di TKP untuk mengamankan TKP,” katanya.

    “Anggota Reskrim kami masih dalami, dan Polda serta Polsek masih kolaborasi untuk mengungkap pelaku pengeroyokan dan juga kami akan mengungkap pengerusakan yang terjadi di sekitar sini,” sambung dia.

    Lilpaly menegaskan, korban bukan meninggal karena tembakan seperti rumor yang beredar.

    “Tidak ada penembakan. Ini murni pengeroyokan,” tegasnya.

    Polisi menangani dua perkara sekaligus dalam insiden ini, yaitu pengeroyokan dan perusakan fasilitas warga.

    Nicolas menyebut, kepolisian masih menyelidiki terkait kelompok yang terlibat.

    “Kelompok massa itu dari mana, masih dalam penyelidikan,” tambahnya.

    Situasi di lokasi kejadian kini dinyatakan aman. 

    Polisi juga tengah mengumpulkan berbagai barang bukti, termasuk rekaman CCTV.

    “Semua masih dalam penyelidikan,” kata Kapolres. 

    Sebelumnya, sebanyak 9 kios, 6 sepeda motor, dan 1 mobil dibakar oleh massa di seberang Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan, Kamis malam, (11/12/2025).

    Pembakaran itu dilakukan setelah terjadinya aksi pengeroyokan terhadap dua debt collector atau penagih utang di tempat kejadian perkara (TKP).

    Akibat pengeroyokan, satu penagih utang tewas di TKP dan satu lainnya meninggal di RS Budhi Asih, Cawang, Jakarta Timur.

    Sesudah pengeroyokan tersebut, sejumlah massa yang tak dikenal melakukan aksi balas dendam. Mereka membakar beberapa kios dan kendaraan di TKP.

    Sebanyak 49 petugas pemadam kebakaran (damkar) dan 8 unit mobil damkar dikerahkan guna memadamkan api.

    Anggota TNI dan Polri mengawal ketat pemadaman yang dilakukan hingga Jumat pagi, (12/12/2025)

    “Terdapat 8 unit berikut kendaraan pendukung dan 49 personel yang kita kerahkan. Total ada 9 kios, enam motor, dan 1 mobil yang terbakar. Proses pemadaman berlangsung dengan pengawalan TNI dan Polri,” kata Poengky, Perwira Piket Sudin Gulkarmat Jakarta Selatan.  (*)