kab/kota: Kairo

  • 8 Negara Muslim Dukung Rencana Damai Trump untuk Gaza

    8 Negara Muslim Dukung Rencana Damai Trump untuk Gaza

    Jakarta

    Di tengah reruntuhan Gaza dan angka korban tewas yang menembus 66 ribu jiwa, delapan negara Muslim memberi restu atas rencana damai Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Hingga kini, Hamas menyatakan belum akan berkomentar karena masih harus mempelajari isi proposal tersebut.

    Dalam pernyataan bersama, delapan negara mayoritas Muslim—Mesir, Yordania, Uni Emirat Arab, Arab Saudi, Qatar, Turki, Indonesia, dan Pakistan—menyambut baik peran AS dan menyatakan siap bekerja sama secara konstruktif untuk menyelesaikan konflik serta mendorong implementasi rencana damai.

    Mereka juga menekankan pentingnya mencegah pengusiran warga Palestina dan penolakan terhadap aneksasi wilayah Tepi Barat oleh Israel.

    Rencana damai Trump

    Rencana perdamaian yang diusulkan Trump terdiri dari 20 poin. Intinya, rencana ini mewajibkan gencatan senjata, pembebasan seluruh sandera oleh Hamas dalam waktu 72 jam setelah Israel menyetujuinya, serta pembentukan pemerintahan sementara di Gaza.

    Rencana ini tidak mewajibkan relokasi warga sipil ke luar Jalur Gaza, tetapi secara efektif memaksakan pembongkaran infrastruktur militer dan sekaligus mengakhiri kekuasaan Hamas.

    Pemerintahan sementara akan diawasi oleh badan yang disebut Dewan Perdamaian, dipimpin oleh Trump bersama mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair. Nantinya, Jalur Gaza akan tetap dikepung militer Israel, namun kendali internal akan dijalankan oleh pasukan keamanan internasional yang akan melatih kepolisian Palestina untuk mengambil alih tugas penegakan hukum.

    Warga Gaza sebut damai sebagai “lelucon”

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan dukungan terhadap rencana tersebut, namun menegaskan bahwa militer Israel akan tetap menduduki sebagian besar wilayah Gaza.

    Hamas belum memberikan respons resmi. Seorang pejabat senior mengatakan kelompoknya tengah menggelar diskusi internal bersama dengan faksi-faksi lain. Dia menyebut dokumen tersebut diterima dari mediator Mesir dan Qatar, dan akan mulai dibahas. Kelompok Jihad Islam, sekutu Hamas, menolak rencana tersebut dan menyebutnya sebagai “resep untuk agresi lanjutan terhadap rakyat Palestina”.

    Beberapa warga Gaza menyampaikan penolakan atas isi proposal yang diajukan Trump. Mereka menyebutnya sebagai taktik untuk membebaskan sandera tanpa mengakhiri perang. “Kami sebagai rakyat tidak akan menerima lelucon ini,” kata Abu Mazen Nassar, 52 tahun, warga Gaza.

    Dukungan lintas benua

    Presiden Prancis Emmanuel Macron sebaliknya menyambut baik rencana damai Trump, dan mengatakan Hamas “tidak punya pilihan selain membebaskan sandera dan menerima rencana ini.” Dia juga menyerukan, agar Israel menunjukkan komitmen penuh untuk mematuhi rencana damai.

    Kanselir Jerman Friedrich Merz juga mengungkapkan hal senada, yang menyebut rencana ini sebagai “peluang terbaik untuk mengakhiri perang”, dan mengapresiasi peran negara-negara Arab dalam menekan Hamas.

    Perdana Menteri Spanyol Pedro Snchez kembali menegaskan, solusi dua negara adalah satu-satunya jalan keluar. India, melalui Perdana Menteri Narendra Modi, menyebut rencana Trump sebagai “jalur yang layak menuju perdamaian berkelanjutan.” Australia juga mendukung proposal tersebut, menyebutnya mencerminkan penolakan terhadap aneksasi dan pengusiran paksa warga Palestina.

    Ancaman dari Trump

    Di wilayah Laut Tengah, Turki menyatakan siap mengawal misi kemanusiaan berupa konvoi kapal bantuan ke Gaza. Angkatan Laut Turki sebelumnya mengevakuasi aktivis dari kapal Johnny M yang rusak saat menuju Gaza dalam misi Global Sumud Flotilla. Tiga aktivis asal Mesir dilaporkan ditangkap di Kairo. Flotilla terdiri dari 52 kapal kecil yang membawa aktivis dari berbagai negara, serta bantuan kemanusiaan berupa makanan dan obat-obatan.

    Sementara itu, Otoritas Palestina di Tepi Barat menyambut rencana “tulus demi perdamaian” dari Trump, dan menyatakan kesiapan untuk melaksanakan reformasi. Pemerintah di Ramallah menyatakan ingin membentuk negara Palestina yang demokratis, non-militer, dan pluralistik.

    Otoritas Palestina juga berjanji akan menggelar pemilihan umum, dan mengakhiri kebijakan pembayaran santunan kepada keluarga militan yang terlibat serangan terhadap Israel.

    Di hadapan Netanyahu di Washington, Trump sempat melayangkan ancaman kepada Hamas jika menolak rencana damai. Dia mengatakan, dalam kasus tersebut, maka “Anda akan mendapat dukungan penuh saya untuk melakukan apapun yang Anda harus lakukan.”

    Editor: Agus Setiawan

    (ita/ita)

  • Rusia Tiba-Tiba Kirim Jet Tempur ke Iran, Bantu Gempur Israel?

    Rusia Tiba-Tiba Kirim Jet Tempur ke Iran, Bantu Gempur Israel?

    Jakarta, CNBC Indonesia – Jet tempur MiG-29 Rusia telah mendarat di Iran. Hal ini disampaikan oleh anggota Komite Keamanan Nasional parlemen, Abolfazl Zohrevand, dikutip Newsweek Kamis (25/9/2025).

    Zohrevand mengatakan MiG-29 merupakan “solusi jangka pendek” sementara Teheran menunggu jet Sukhoi Su-35 yang lebih canggih.Ini menandakan dorongan yang lebih luas untuk memperkuat kemampuan militernya.

    “Setelah sistem ini sepenuhnya terpasang, musuh kita akan memahami bahasa kekuatan,” kata Zohrevand kepada media lokal, menyoroti tekad Teheran untuk memproyeksikan kekuatan sementara kekuatan regional dan global mengamati dengan saksama.

    Menyusul bentrokan baru-baru ini dengan Israel, Zohrevand menekankan bahwa jet MiG-29 merupakan bagian dari upaya yang lebih luas untuk memperkuat kemampuan udara Iran secara cepat. Pesawat tersebut berfungsi sebagai langkah sementara hingga Su-35 tiba, meskipun Moskow belum secara resmi mengonfirmasi pengiriman apa pun.

    “Jet tempur MiG-29 Rusia telah tiba di Iran dan ditempatkan di Shiraz sementara jet Sukhoi Su-35 juga sedang dalam perjalanan,” kata Zohrevand.

    Ia menambahkan bahwa sistem pertahanan udara HQ-9 China dan sistem S-400 Rusia dipasok ke Iran “dalam jumlah yang signifikan”. Iran telah lama berjuang untuk memodernisasi angkatan udaranya, yang masih sangat bergantung pada jet buatan AS yang dibeli sebelum revolusi 1979, ditambah dengan sejumlah kecil pesawat Rusia dan platform yang ditingkatkan di dalam negeri.

    Kerentanan negara itu terungkap awal tahun ini ketika serangan Israel menghancurkan sistem pertahanan udara S-300 terakhir yang dipasok Rusia, yang diperoleh Teheran pada tahun 2016. Ini meninggalkan celah yang signifikan dalam jaringan pertahanannya.

    Sebagai kompensasinya, Iran telah memperkuat pertahanan udara dalam negerinya dengan mengembangkan rudal darat-ke-udara jarak jauh Bavar-373. Ada juga sistem rudal Khordad dan Sayyad, sistem pertahanan rudal anti-balistik jarak jauh Arman, dan rudal darat-ke-udara jarak jauh S-200 Ghareh.

    Selain pengembangan militernya, Iran berupaya memanfaatkan kapabilitasnya yang terus berkembang secara diplomatis. Merujuk pada perjanjian Kairo yang ditandatangani awal tahun ini dengan Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA), Zohrevand menggambarkan akuisisi baru-baru ini sebagai “kartu kemenangan” di saat kekuatan-kekuatan Eropa mempertimbangkan untuk menerapkan kembali sanksi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terhadap Iran.

    “Kita seharusnya tidak memandang ini secara negatif; ini memperkuat posisi kita,” tegasnya, seraya menunjukkan bahwa Teheran memandang peningkatan kapabilitas udara dan rudalnya sebagai pencegah sekaligus alat untuk memperkuat posisinya dalam negosiasi internasional,” tegasnya.

    (tps/șef)

    [Gambas:Video CNBC]

  • KBRI Tunis Gelar Resepsi 65 Tahun Diplomasi Indonesia-Tunisia

    KBRI Tunis Gelar Resepsi 65 Tahun Diplomasi Indonesia-Tunisia

    Jakarta

    Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) untuk Tunisia menggelar Resepsi Diplomatik HUT RI ke-80 dan 65 Tahun Diplomasi Indonesia-Tunisia. Kegiatan ini dihadiri oleh Para Duta Besar Negara-Negara Sahabat, pengusaha, wartawan, dan Sahabat Indonesia.

    Hadir juga Menteri Agama Tunisia, Ahmad Bouhali, Mufti Tunisia, Syaikh Hisyam bin Mahmud, serta Sekjen Kementerian Pertanian, Sumber Daya Air, dan Perikanan, Hamadi Habib. Kegiatan berlangsung di di Hotel Radisson Blue, Tunis, Tunisia, Senin (22/9/2025).

    Dalam sambutannya, Duta Besar Republik Indonesia, Zuhairi Misrawi, menyampaikan komitmen Indonesia dalam membangun persahabatan yang kokoh dengan Tunisia dan negara-negara sahabat.

    “Diplomasi Indonesia berlandaskan sikap saling menghormati, saling membawa kemaslahatan, persahabatan, dan Non-Blok. Diplomasi Indonesia berlandaskan Pancasila, yang di dalamnya ada nilai gotong-royong dan solidaritas. Sebab itu, Indonesia akan selalu bergotong-royong dengan Tunisia dan negara-negara sahabat lainnya, termasuk solidaritas pada Gaza, Palestina, dan kemanusiaan,” ujar Zuhairi, dalam keterangan yang diterima.

    Duta Besar lulusan Universitas al-Azhar, Kairo, Mesir itu juga memaparkan capaian dan prestasi KBRI Tunis dalam diplomasi ekonomi, kebudayaan, pendidikan, pariwisata dan politik.

    “Hubungan bilateral Indonesia-Tunisia terus mengalami peningkatan dalam berbagai bidang. Kami berhasil menyelesaikan perundingan kesepakatan perdagangan. Jumlah mahasiswa Indonesia yang kuliah di berbagai kampus Tunisia juga terus bertambah. KBRI Tunis juga menerbitkan buku-buku berbahasa Arab dalam rangka mengenalkan kebudayaan dan pemikiran keindonesiaan kita. Indonesia berada di hati warga Tunisia,” katanya.

    Sementara Menteri Agama Tunisia, Ahmad Bouhali, dalam sambutannya mengapresiasi diplomasi Indonesia yang semakin terasa hasil dan manfaatnya dengan Tunisia dalam berbagai bidang kehidupan.

    KBRI Tunis dalam kegiatan ini juga mengenalkan Tarian, musik, dan kuliner Nusantara.

    (lir/lir)

  • Gawat, Gelang Firaun Berusia 3.000 Tahun Digondol Maling

    Gawat, Gelang Firaun Berusia 3.000 Tahun Digondol Maling

    Jakarta

    Pencarian level nasional sedang berlangsung di Mesir, setelah sebuah gelang emas tak ternilai milik seorang firaun kuno menghilang dari sebuah museum di Kairo.

    Kementerian Pariwisata dan Purbakala Mesir menyebutkan, gelang berusia 3.000 tahun itu sedang direstorasi di laboratorium ketika hilang dari Museum Mesir.

    Foto gelang tersebut telah dikirim ke bandara, pelabuhan laut, dan perbatasan darat di seluruh Mesir untuk membantu mencegah penyelundupannya keluar dari negara itu.

    “Gelang itu dihiasi dengan manik-manik lapis lazuli berbentuk bola, milik Raja Amenemope dari Periode Menengah Ketiga,” demikian pernyataan Kementerian Pariwisata dan Purbakala Mesir seperti dikutip dari NBC News.

    Dikenal karena warna biru tua dan bintik-bintik emasnya, lapis lazuli sangat dihargai di Mesir kuno karena hubungannya dengan para dewa dan konon memiliki kekuatan penyembuhan.

    Gelang itu merupakan salah satu koleksi artefak yang sedang dipersiapkan untuk diangkut ke Italia menjelang pameran bertajuk ‘Treasures of the Pharaohs’ di sebuah museum di Roma mulai bulan depan.

    Direktur Jenderal Museum Kairo memperingatkan bahwa beberapa gambar yang beredar di media sosial merupakan artefak yang berbeda.

    Pihak kementerian mengatakan bahwa mereka sengaja menunda pengumuman hilangnya gelang tersebut untuk menghindari gangguan pada penyelidikan. Sebuah komite khusus telah dibentuk untuk menginventarisasi dan meninjau semua artefak yang disimpan di laboratorium restorasi museum untuk memastikan tidak ada artefak lain yang hilang.

    Amenemope adalah seorang firaun dari dinasti ke-21 yang memerintah Mesir dari tahun 993 hingga 984 SM. Pemakamannya terkenal karena menjadi salah satu dari tiga pemakaman kerajaan yang utuh yang diketahui dari Mesir kuno.

    Makamnya ditemukan oleh ahli Mesir Kuno asal Prancis, Pierre Montet dan Georges Goyon, pada April 1940, tetapi penggaliannya tertunda karena Perang Dunia II.

    Untuk diketahui, Mesir sebenarnya tak asing dengan pencurian karya seni dan barang antik kelas kakap. Lukisan Poppy Flowers karya Vincent van Gogh, yang bernilai sekitar USD55 juta, dicuri dari Museum Mohamed Mahmoud Khalil di Kairo pada 1977, ditemukan kembali dua tahun kemudian, lalu dicuri lagi pada 2010. Lukisan itu hingga kini belum ditemukan kembali.

    (rns/rns)

  • Negara-negara Arab Bahas Usulan Bikin Aliansi Seperti NATO

    Negara-negara Arab Bahas Usulan Bikin Aliansi Seperti NATO

    Doha

    Negara-negara Arab sedang mempertimbangkan proposal Mesir untuk membentuk aliansi militer bergaya NATO. Usulan lama Kairo itu kembali dibahas negara-negara Arab baru-baru ini, menyusul serangan Israel di Qatar yang diklaim menargetkan pemimpin senior Hamas.

    Usulan itu pertama kali diajukan Mesir dalam KTT Arab tahun 2015, dan disetujui secara prinsip dalam konteks pecahnya perang sipil di Yaman dan direbutnya ibu kota Sanaa oleh Houthi. Namun, tidak ada kemajuan dalam pertemuan lanjutan, dikarenakan perbedaan pendapat soal struktur komando dan markas besar pasukan tersebut.

    Menyusul serangan Israel pekan lalu, seperti dilansir The National dan New Arab, Selasa (16/9/2025), usulan untuk membentuk pasukan bergaya NATO di Timur Tengah itu kembali didorong oleh Mesir dan pembahasannya semakin menguat.

    Pembahasan usulan ini diperkirakan akan berlangsung dalam pertemuan puncak atau KTT darurat yang digelar oleh Liga Arab dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) digelar di Doha selama dua hari pekan ini. KTT darurat itu digelar menyikapi serangan mematikan Israel di Qatar.

    Laporan The National, yang mengutip sejumlah sumber, menyebut bahwa negara-negara Arab sedang mempertimbangkan usulan Mesir tersebut, yang mencakup pembentukan pasukan militer gabungan yang terdiri atas tentara dan persenjataan dengan kontribusi dari negara-negara anggota Liga Arab.

    Proposal Mesir soal pembentukan pasukan gabungan itu, menurut The National, akan melibatkan posisi komandan yang dirotasi di antara 22 negara anggota Liga Arab, yang semuanya akan berkontribusi terhadap pasukan gabungan tersebut. Dalam proposalnya, Mesir mengusulkan militernya untuk masa jabatan pertama.

    Seorang pejabat sipil akan menjabat sebagai Sekretaris Jenderal untuk aliansi tersebut. Mesir, menurut The National, diyakini tengah mendorong Kairo untuk menjadi markas besar pasukan gabungan tersebut.

    Sama seperti NATO, proposal itu juga mengusulkan gabungan angkatan bersenjata yang mencakup angkatan darat, angkatan udara, dan angkatan laut, serta memiliki sejumlah pasukan elite yang tidak disebutkan jumlahnya, yang akan dilatih sebagai komando dan dalam taktik kontraterorisme.

    Sementara itu, menurut proposal Mesir, pelatihan, logistik dan sistem militer akan terintegrasi.

    Selain itu, penggunaan pasukan tersebut dalam misi tempur atau misi penjaga perdamaian akan memerlukan permintaan resmi dari negara yang bersangkutan, konsultasi dengan negara-negara anggota, dan persetujuan dari pimpinan militer.

    Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi, sebut The National dalam laporannya, telah berbicara dengan beberapa mitranya di kawasan mengenai proposal tersebut.

    Menurut seorang sumber yang dikutip The National, pasukan gabungan itu akan “menangani ancaman keamanan dan terorisme, atau siapa pun yang mengancam keselamatan dan stabilitas dunia Arab”.

    Lihat juga Video: Pimpinan Negara Arab-Islam Gelar KTT Luar Biasa, Murka Atas Serangan Israel

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Setelah Menyerang Qatar, Israel Incar Kairo, Mesir Siap Melawan dan Deklarasi Perang

    Setelah Menyerang Qatar, Israel Incar Kairo, Mesir Siap Melawan dan Deklarasi Perang

    GELORA.CO – Israel ternyata tidak berhenti dengan menyerang pejuang Hamas di Qatar. Menurut pejabat senior Mesir kepada Middle East Eye, Israel juga menargetkan pemimpin Hamas yang berada di Kairo. 

    “Laporan intelijen menunjukkan bahwa Israel telah merencanakan pembunuhan para pemimpin Hamas di Kairo selama beberapa waktu, karena Mesir telah menggagalkan upaya sebelumnya selama negosiasi gencatan senjata di kota itu selama dua tahun terakhir,” ujar seorang sumber keamanan tingkat tinggi kepada MEE.

    Pada Selasa, sekitar 12 serangan udara menghantam bangunan-bangunan perumahan di ibu kota Qatar, Doha, sekitar pukul 16.00 waktu setempat (13.00 GMT). Serangan menargetkan para pemimpin Hamas.  Serangan itu telah memicu kecaman di seluruh kawasan.

    Mesir menegaskan tidak akan membiarkan Israel melanggar kedaulatan wilayah mereka. Serangan itu hanya akan memicu sebuah deklarasi perang. 

    “Setiap upaya pembunuhan terhadap para pemimpin Hamas di tanah Mesir akan dianggap oleh Mesir sebagai pelanggaran kedaulatannya dan, oleh karena itu, merupakan deklarasi perang oleh Israel, yang tidak akan ragu kami balas,” kata sumber keamanan tersebut.

    Meskipun belum secara resmi dinyatakan bahwa tokoh-tokoh utama Hamas pernah tinggal di Mesir, sumber keamanan tersebut mengatakan kepada MEE, dalam pernyataan eksklusif, bahwa beberapa dari mereka telah tinggal di negara itu selama bertahun-tahun, bahkan sebelum perang Gaza saat ini. Identitas, jumlah, dan lokasi pasti mereka tetap dirahasiakan karena alasan keamanan.

    Menurut sumber tersebut, para pejabat Mesir telah mendesak rekan-rekan mereka di Israel untuk kembali berunding dan berupaya mencapai gencatan senjata di Gaza, alih-alih menyeret wilayah tersebut ke dalam perang tanpa akhir.

    “Hubungan Mesir-Israel telah tegang dalam beberapa bulan terakhir karena ketidaktegasan Tel Aviv terhadap kemungkinan gencatan senjata Gaza,” catat sumber tersebut.

    Pada 19 Agustus, MEE mengungkapkan bahwa Mesir telah mengerahkan sekitar 40.000 tentara di sepanjang perbatasan Mesir dengan Gaza untuk menghalangi kemungkinan masuknya warga Palestina ke Sinai.

    MEE juga melaporkan bahwa Kairo telah dikesampingkan dalam negosiasi gencatan senjata Gaza yang gagal. Negosiasi digelar di tengah kekhawatiran bahwa serangan besar Israel di wilayah kantong tersebut akan memicu memaksa warga Palestina untuk menerobos perbatasan Sinai dan memicu kekacauan.

    “Korespondensi antara Mesir dan Israel telah terputus total, tanpa kemajuan dalam perundingan untuk mengamankan gencatan senjata di Gaza,” kata seorang pejabat intelijen senior pekan lalu, sebelum serangan Doha.

    Mesir tidak membela Hamas.

    Sementara itu, seorang pejabat militer senior mengatakan bahwa serangan Israel di Doha tidak melibatkan wilayah udara Mesir. “Tidak ada pesawat Israel yang terlibat dalam serangan Doha yang melintasi wilayah udara Mesir sama sekali,” kata mereka.

    Pejabat militer tersebut lebih lanjut menegaskan bahwa Mesir tidak mengetahui sebelumnya tentang serangan Doha dan sama sekali tidak ada koordinasi antara Kaior, Israel, atau AS terkait operasi tersebut.

    “Sistem pertahanan udara Tiongkok saat ini dikerahkan di Semenanjung Sinai, yang berbatasan dengan Israel, sehingga mustahil bagi pesawat mana pun untuk melintas tanpa izin sebelumnya atau terdeteksi,” kata pejabat tersebut kepada MEE.

    Dalam pidato videonya setelah serangan Doha, Netanyahu mengancam akan menargetkan Hamas di mana pun.

    “Saya katakan kepada Qatar dan semua negara yang melindungi teroris: usir mereka atau bawa mereka ke pengadilan. Karena jika tidak, kami yang akan melakukannya,” ujarnya.

    Ia membandingkan serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 dengan serangan 11 September 2001 di AS, dan membingkai kampanye Israel melawan Hamas sebagai bagian dari perang global melawan ‘terorisme’.

    “Kami melakukan persis seperti yang dilakukan Amerika ketika memburu teroris Alqaidah di Afghanistan dan ketika membunuh Osama bin Laden di Pakistan,” kata Netanyahu.

    Seorang analis keamanan terkemuka yang berbicara kepada Middle East Eye dengan syarat anonim, karena alasan keamanan, melihat peringatan dari sumber-sumber tersebut bukan tentang pembelasan Hamas itu sendiri, melainkan bagaimana Kairo memandang posisinya di kawasan tersebut.

    “Mesir tidak membela Hamas – Mesir memandang kelompok itu dengan curiga dan mengaitkannya dengan Ikhwanul Muslimin yang dilarang,” bantah analis tersebut.

    “Namun, Mesir menganggap dirinya sebagai negara Arab paling strategis, dan setiap serangan Israel di wilayahnya akan dianggap sebagai bentuk penghinaan. Hal itu akan merusak prestise Mesir dan membahayakan status regional yang selama ini diupayakan untuk dipertahankannya, meskipun Doha lebih berpengaruh dalam perundingan damai selama beberapa bulan terakhir.”

    Kairo secara historis memainkan peran sentral dalam mediasi antara Israel dan faksi-faksi Palestina, terutama Hamas. Namun, dalam beberapa bulan terakhir, Kairo semakin dikesampingkan dalam perundingan gencatan senjata Gaza, di tengah kekhawatiran di Kairo bahwa serangan darat Israel di wilayah kantong tersebut dapat menyeret Mesir ke dalam konflik.

    “Kemampuan Mesir untuk bertindak sebagai mediator yang kredibel di Gaza akan runtuh jika Israel dibiarkan melakukan pembunuhan di Kairo tanpa kendali,” jelas analis tersebut.

    Mesir adalah negara Arab pertama yang menormalisasi hubungan dengan Israel, menandatangani perjanjian damai yang ditengahi AS pada tahun 1979 meskipun mendapat tentangan rakyat. Rakyat Mesir sebagian besar berselisih dengan rezim-rezim yang berkuasa terkait normalisasi, menganggap Israel sebagai musuh dan penjajah Palestina.

  • Setelah Menyerang Qatar, Israel Incar Kairo, Mesir Siap Melawan dan Deklarasi Perang

    Setelah Menyerang Qatar, Israel Incar Kairo, Mesir Siap Melawan dan Deklarasi Perang

    GELORA.CO – Israel ternyata tidak berhenti dengan menyerang pejuang Hamas di Qatar. Menurut pejabat senior Mesir kepada Middle East Eye, Israel juga menargetkan pemimpin Hamas yang berada di Kairo. 

    “Laporan intelijen menunjukkan bahwa Israel telah merencanakan pembunuhan para pemimpin Hamas di Kairo selama beberapa waktu, karena Mesir telah menggagalkan upaya sebelumnya selama negosiasi gencatan senjata di kota itu selama dua tahun terakhir,” ujar seorang sumber keamanan tingkat tinggi kepada MEE.

    Pada Selasa, sekitar 12 serangan udara menghantam bangunan-bangunan perumahan di ibu kota Qatar, Doha, sekitar pukul 16.00 waktu setempat (13.00 GMT). Serangan menargetkan para pemimpin Hamas.  Serangan itu telah memicu kecaman di seluruh kawasan.

    Mesir menegaskan tidak akan membiarkan Israel melanggar kedaulatan wilayah mereka. Serangan itu hanya akan memicu sebuah deklarasi perang. 

    “Setiap upaya pembunuhan terhadap para pemimpin Hamas di tanah Mesir akan dianggap oleh Mesir sebagai pelanggaran kedaulatannya dan, oleh karena itu, merupakan deklarasi perang oleh Israel, yang tidak akan ragu kami balas,” kata sumber keamanan tersebut.

    Meskipun belum secara resmi dinyatakan bahwa tokoh-tokoh utama Hamas pernah tinggal di Mesir, sumber keamanan tersebut mengatakan kepada MEE, dalam pernyataan eksklusif, bahwa beberapa dari mereka telah tinggal di negara itu selama bertahun-tahun, bahkan sebelum perang Gaza saat ini. Identitas, jumlah, dan lokasi pasti mereka tetap dirahasiakan karena alasan keamanan.

    Menurut sumber tersebut, para pejabat Mesir telah mendesak rekan-rekan mereka di Israel untuk kembali berunding dan berupaya mencapai gencatan senjata di Gaza, alih-alih menyeret wilayah tersebut ke dalam perang tanpa akhir.

    “Hubungan Mesir-Israel telah tegang dalam beberapa bulan terakhir karena ketidaktegasan Tel Aviv terhadap kemungkinan gencatan senjata Gaza,” catat sumber tersebut.

    Pada 19 Agustus, MEE mengungkapkan bahwa Mesir telah mengerahkan sekitar 40.000 tentara di sepanjang perbatasan Mesir dengan Gaza untuk menghalangi kemungkinan masuknya warga Palestina ke Sinai.

    MEE juga melaporkan bahwa Kairo telah dikesampingkan dalam negosiasi gencatan senjata Gaza yang gagal. Negosiasi digelar di tengah kekhawatiran bahwa serangan besar Israel di wilayah kantong tersebut akan memicu memaksa warga Palestina untuk menerobos perbatasan Sinai dan memicu kekacauan.

    “Korespondensi antara Mesir dan Israel telah terputus total, tanpa kemajuan dalam perundingan untuk mengamankan gencatan senjata di Gaza,” kata seorang pejabat intelijen senior pekan lalu, sebelum serangan Doha.

    Mesir tidak membela Hamas.

    Sementara itu, seorang pejabat militer senior mengatakan bahwa serangan Israel di Doha tidak melibatkan wilayah udara Mesir. “Tidak ada pesawat Israel yang terlibat dalam serangan Doha yang melintasi wilayah udara Mesir sama sekali,” kata mereka.

    Pejabat militer tersebut lebih lanjut menegaskan bahwa Mesir tidak mengetahui sebelumnya tentang serangan Doha dan sama sekali tidak ada koordinasi antara Kaior, Israel, atau AS terkait operasi tersebut.

    “Sistem pertahanan udara Tiongkok saat ini dikerahkan di Semenanjung Sinai, yang berbatasan dengan Israel, sehingga mustahil bagi pesawat mana pun untuk melintas tanpa izin sebelumnya atau terdeteksi,” kata pejabat tersebut kepada MEE.

    Dalam pidato videonya setelah serangan Doha, Netanyahu mengancam akan menargetkan Hamas di mana pun.

    “Saya katakan kepada Qatar dan semua negara yang melindungi teroris: usir mereka atau bawa mereka ke pengadilan. Karena jika tidak, kami yang akan melakukannya,” ujarnya.

    Ia membandingkan serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 dengan serangan 11 September 2001 di AS, dan membingkai kampanye Israel melawan Hamas sebagai bagian dari perang global melawan ‘terorisme’.

    “Kami melakukan persis seperti yang dilakukan Amerika ketika memburu teroris Alqaidah di Afghanistan dan ketika membunuh Osama bin Laden di Pakistan,” kata Netanyahu.

    Seorang analis keamanan terkemuka yang berbicara kepada Middle East Eye dengan syarat anonim, karena alasan keamanan, melihat peringatan dari sumber-sumber tersebut bukan tentang pembelasan Hamas itu sendiri, melainkan bagaimana Kairo memandang posisinya di kawasan tersebut.

    “Mesir tidak membela Hamas – Mesir memandang kelompok itu dengan curiga dan mengaitkannya dengan Ikhwanul Muslimin yang dilarang,” bantah analis tersebut.

    “Namun, Mesir menganggap dirinya sebagai negara Arab paling strategis, dan setiap serangan Israel di wilayahnya akan dianggap sebagai bentuk penghinaan. Hal itu akan merusak prestise Mesir dan membahayakan status regional yang selama ini diupayakan untuk dipertahankannya, meskipun Doha lebih berpengaruh dalam perundingan damai selama beberapa bulan terakhir.”

    Kairo secara historis memainkan peran sentral dalam mediasi antara Israel dan faksi-faksi Palestina, terutama Hamas. Namun, dalam beberapa bulan terakhir, Kairo semakin dikesampingkan dalam perundingan gencatan senjata Gaza, di tengah kekhawatiran di Kairo bahwa serangan darat Israel di wilayah kantong tersebut dapat menyeret Mesir ke dalam konflik.

    “Kemampuan Mesir untuk bertindak sebagai mediator yang kredibel di Gaza akan runtuh jika Israel dibiarkan melakukan pembunuhan di Kairo tanpa kendali,” jelas analis tersebut.

    Mesir adalah negara Arab pertama yang menormalisasi hubungan dengan Israel, menandatangani perjanjian damai yang ditengahi AS pada tahun 1979 meskipun mendapat tentangan rakyat. Rakyat Mesir sebagian besar berselisih dengan rezim-rezim yang berkuasa terkait normalisasi, menganggap Israel sebagai musuh dan penjajah Palestina.

  • Fakta Pedang Firaun Berusia 3.000 Tahun Diungkap Peneliti

    Fakta Pedang Firaun Berusia 3.000 Tahun Diungkap Peneliti

    Jakarta, CNBC Indonesia – Arkeolog asal Mesir berhasil menemukan pedang Firaun berusia 3.000 tahun. Lokasi temuan pedang Ramses II itu sebuah benteng militer.

    Pedang itu terkubur di wilayah bernama Tell Al-Abqain, timur laut Mesir dan selatan Alexandria. Para arkeolog menemukannya di antara bangunan batu bata lumpur, termasuk barak militer, penyimpanan senjata, dan perbekalan.

    Mereka juga menemukan sejumlah potongan tembikar, berisi tulang ikan dan hewan, panci masak serta barang pribadi seperti toples gading dan batu akik serta manik merah dan biru.

    Selain itu, nama Ramses II ditemukan tertulis pada sebuah balok batu kapur. Sebagai informasi, Ramses II adalah salah satu Firaun Mesir paling terkenal. Dia memimpin wilayah itu dari 1279 SM hingga 1213 SM.

    Saat memimpin, Ramses II disebut sebagai Ramses Agung berhasil memperluas batas wilayah kekaisaraanya. Yakni mencapai daerah yang sekarang menjadi Suriah dan Sudan.

    Firaun dinasti ke-19 disebut pula berhasil mengembangkan seni dan budaya. Pada akhirnya membuat para arkeolog bisa menemukan banyak artefak yang bisa dipelajari.

    Sebelumnya temuan dari zaman Ramses II juga pernah ditemukan pada 2017. Saat itu dilakukan penggalian pada kuil di Badrashin Gize.

    Beberapa tahun lalu, para arkeolog melaporkan menemukan 2.000 kepala domba jantan dalam kuil. Ini menyoroti pengaruh abadi dari pemerintahannya.

    Bagian atas dari patung raksasa Ramses II juga berhasil ditemukan. Mereka menemukannya di dekat kota kuno Hermopolis yang sekarang menajdi el-Ashmunein atau 250 kilometer di selatan Kairo.

    Patung Ramses II berukuran 3,8 meter. Patung itu menggambarkannya menggunakan mahkota ganda dan hiasan kepala dengan hiasan ular kobra kerajaan.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Iran dan IAEA Sepakat Lanjutkan Inspeksi Situs Nuklir

    Iran dan IAEA Sepakat Lanjutkan Inspeksi Situs Nuklir

    Jakarta

    Iran dan badan pengawas atom PBB pada hari Selasa (10/9) mengumumkan tercapainya kemajuan dalam negosiasi untuk melanjutkan inspeksi situs nuklir.

    Terobosan ini dicapai di ibu kota Mesir, Kairo, di mana kepala Badan Energi Atom Internasional (IAEA) Rafael Grossi bertemu dengan Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi. Pembicaraan tersebut dimediasi oleh Menteri Luar Negeri Mesir, Badr Abdel-Atti.

    Dalam sebuah unggahan di X, Grossi menulis bahwa kesepakatan kerangka kerja telah dicapai “mengenai modalitas praktis untuk melanjutkan kegiatan inspeksi di Iran.”

    Dia menyebutnya “sebuah langkah ke arah yang benar yang membuka pintu bagi diplomasi dan stabilitas.” Rincian lebih lanjut tidak diungkapkan.

    Di Teheran, juru bicara Kementerian Luar Negeri Esmaeil Baghaei mengatakan kepada televisi pemerintah bahwa pemerintah telah mencapai kesepahaman dengan IAEA mengenai “modalitas untuk menghadapi situasi baru.”

    Teheran menangguhkan kerja sama dengan inspektur IAEA setelah fasilitas nuklir utamanya diserang oleh pesawat Israel dan AS pada bulan Juni (6/6).

    Iran tuntut netralitas IAEA

    Selama berminggu-minggu, badan PBB tersebut telah bernegosiasi dengan para pejabat Iran untuk melanjutkan inspeksi, dengan fokus khusus pada lebih dari 400 kilogram uranium yang menurut IAEA telah diperkaya hingga mendekati tingkat pembuatan senjata.

    Sejauh ini, Iran belum memberitahu IAEA di mana material nuklirnya disimpan atau dalam kondisi apa material tersebut setelah serangan Israel da AS.

    Pada konferensi pers setelah pembicaraan selesai, menteri luar negeri Iran menuntut “ketidakberpihakan, kemandirian, dan profesionalisme” dari IAEA.

    Dia menekankan bahwa jika terjadi “tindakan permusuhan terhadap Iran” – termasuk penerapan kembali sanksi – Iran akan menganggap perjanjian itu diakhiri.

    Jerman, Prancis, dan Inggris telah mengancam akan menerapkan kembali sanksi PBB kecuali Iran berkomitmen untuk negosiasi serius tentang program nuklirnya.

    Perang 12 Hari Iran-Israel/AS

    Israel melancarkan perang 12 hari melawan Iran pada bulan Juni (6/6), mengebom fasilitas-fasilitas penting dalam program nuklir bersama Amerika Serikat, termasuk situs bawah tanah Fordow.

    Pemerintah Israel membenarkan serangan itu sebagai tindakan yang diperlukan untuk melawan ancaman dari program nuklir dan misil Iran. Namun, banyak pakar hukum menganggap serangan itu sebagai pelanggaran hukum internasional.

    Inti dari sengketa nuklir adalah kekhawatiran negara-negara Barat bahwa kediktaturan di Iran sedang berupaya mengembangkan senjata nuklir demi kelangsungan politik, yang dibantah oleh Teheran. Di bawah perjanjian nuklir internasional tahun 2015, Iran pernah berkomitmen untuk membatasi program nuklirnya sebagai imbalan atas pencabutan sanksi.

    Namun, Presiden AS Donald Trump secara sepihak menarik diri dari kesepakatan tersebut selama masa jabatan pertamanya, dan perjanjian tersebut belum secara efektif diterapkan selama bertahun-tahun.

    Mesir: ‘Kepercayaan bersama’ harus dipulihkan

    Kesepakatan antara Iran dan IAEA disambut sekutunya di Tiongkok. Dalam keterangan persnya, Kementerian Luar Negeri Cina menyambut baik perkembangan teranyar sebagai “langkah positif untuk meredakan isu nuklir Iran.”

    Menteri Luar Negeri Mesir Abdel-Atti mengatakan, pembicaraan di Kairo telah menghasilkan “kerangka kerja baru untuk memulihkan kerja sama antara Iran dan IAEA.”

    “Kedua belah pihak mengungkapkan kemauan yang jelas untuk berdialog dan mencapai pemahaman praktis yang akan memungkinkan pemulihan kepercayaan bersama,” tambahnya.

    Namun, dia memperingatkan, “tantangannya belum berakhir dan jalannya masih panjang. Kesepakatan yang ditandatangani hari ini adalah awal dari sebuah jalan yang membutuhkan komitmen dari semua orang.”

    Editor: Yuniman Farid

    Lihat juga Video: Iran Pantang Menyerah, Tegaskan Program Nuklir akan Berjalan Lagi

    (ita/ita)

  • Kemenlu Pastikan Fasilitasi 30 WNI yang Ikut Misi Kemanusiaan di Gaza
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        7 September 2025

    Kemenlu Pastikan Fasilitasi 30 WNI yang Ikut Misi Kemanusiaan di Gaza Nasional 7 September 2025

    Kemenlu Pastikan Fasilitasi 30 WNI yang Ikut Misi Kemanusiaan di Gaza
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI memastikan bakal memfasilitasi 30 warga negara Indonesia (WNI) yang akan mengikuti misi kemanusiaan Global Sumud Flotilla menuju Gaza, Palestina.
    Juru Bicara Kemlu RI Vahd Nabyl Achmad mengatakan, Kemenlu sudah berkoordinasi dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Tunisia untuk memfasilitasi puluhan WNI tersebut.
    “Melalui KBRI Tunisia, pemerintah telah menyediakan fasilitas selama mereka berada di Tunisia dan menyampaikan mengenai gambaran risiko yang mungkin akan dihadapi ketika mereka berada di wilayah Gaza,” ujar Vahd dalam keterangan video yang diterima Kompas.com, Minggu (7/9/2025).
    Selain dukungan di Tunisia, lanjut Vahd, Kemenlu juga menginstruksikan sejumlah perwakilan RI untuk terus memantau keberadaan kapal kemanusiaan itu.
    “Kami juga telah meminta KBRI Kairo dan KBRI Roma untuk memonitor keberadaan flotilla tersebut,” kata Vahd.
    Dia juga menegaskan pemerintah Indonesia tetap konsisten mendukung perjuangan bangsa Palestina.
    Namun, dukungan itu dijalankan dengan memperhatikan prinsip hukum dan aturan internasional.
    “Pemerintah Indonesia secara konsisten mendukung perjuangan bangsa Palestina sesuai dengan hukum dan aturan internasional,” tutur Vahd.
    Diberitakan sebelumnya, pemerintah telah menerima informasi resmi dari Indonesia Global Peace Convoy (IGPC) mengenai rencana keberangkatan puluhan WNI tersebut.
    Misi kemanusiaan yang diikuti sejumlah WNI itu dijadwalkan berangkat dari Tunisia pada 10 September 2025.
    “Pemerintah Indonesia telah menerima informasi dari Indonesia Global Peace Convoy (IGPC) mengenai rencana keikutsertaan 30 WNI dalam misi kemanusiaan Global Sumud Flotilla. Rencananya, misi kemanusiaan ini akan berangkat dari Tunisia menuju Gaza pada 10 September 2025,” kata Vahd.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.