kab/kota: Kairo

  • Iran Ogah Didikte AS soal Nuklir, Perang Dunia 3 di Depan Mata?

    Iran Ogah Didikte AS soal Nuklir, Perang Dunia 3 di Depan Mata?

    Jakarta, CNBC Indonesia – Iran diperkirakan akan secara resmi menolak proposal terbaru dari Amerika Serikat terkait penyelesaian sengketa nuklir yang telah berlangsung selama puluhan tahun.

    Seorang diplomat senior Iran yang dekat dengan tim negosiasi menyebut tawaran tersebut sebagai “non-starter”, atau titik awal yang gagal, karena dinilai tidak mengakomodasi kepentingan Iran dan tidak mencerminkan pelunakan sikap Washington terhadap isu pengayaan uranium.

    “Iran sedang menyusun tanggapan negatif terhadap proposal AS, yang dapat diartikan sebagai penolakan,” ujar diplomat tersebut kepada Reuters, Senin (2/6/2025).

    Proposal dari Washington itu disampaikan melalui Menteri Luar Negeri Oman, Sayyid Badr Albusaidi, yang mengunjungi Teheran dalam kapasitasnya sebagai mediator pembicaraan antara Iran dan Amerika Serikat.

    Proposal nuklir terbaru ini datang setelah lima putaran pembicaraan antara Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araqchi dan utusan Timur Tengah Presiden AS Donald Trump, Steve Witkoff. Namun, sejumlah hambatan utama masih belum teratasi.

    Iran secara tegas menolak permintaan AS untuk menghentikan program pengayaan uranium dan menolak mengirimkan seluruh persediaan uranium yang telah diperkaya ke luar negeri, bahan baku potensial untuk senjata nuklir.

    “Dalam proposal ini, posisi AS terkait pengayaan uranium di tanah Iran tidak berubah, dan tidak ada penjelasan jelas mengenai pencabutan sanksi,” kata diplomat Iran tersebut, yang berbicara tanpa menyebut nama karena sensitivitas isu tersebut.

    Araqchi menyatakan bahwa Teheran akan menyampaikan tanggapan resmi dalam waktu dekat. Iran menuntut pencabutan segera seluruh sanksi yang diberlakukan oleh AS dan berdampak besar terhadap ekonomi nasional yang berbasis minyak.

    Namun, pihak AS hanya bersedia mencabut sanksi terkait nuklir secara bertahap.

    Sejak 2018, puluhan lembaga penting dalam perekonomian Iran, termasuk bank sentral dan Perusahaan Minyak Nasional Iran, masuk dalam daftar hitam sanksi AS karena dituduh mendukung terorisme dan proliferasi senjata.

    Adapun kebijakan “tekanan maksimum” kembali digencarkan oleh Presiden Trump sejak kembali menjabat pada Januari, termasuk pengetatan sanksi dan ancaman aksi militer jika negosiasi tidak menghasilkan kesepakatan.

    Selama masa jabatan pertamanya pada 2018, Trump menarik AS keluar dari perjanjian nuklir 2015 dan kembali memberlakukan sanksi yang melumpuhkan ekonomi Iran. Sebagai respons, Iran meningkatkan pengayaan uranium secara signifikan melampaui batas kesepakatan.

    Menurut penilaian Komite Negosiasi Nuklir Iran di bawah pengawasan Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei, proposal AS dianggap “sepenuhnya sepihak” dan tidak dapat memenuhi kepentingan nasional Iran.

    “Teheran menganggap proposal ini sebagai upaya sepihak untuk memaksakan kesepakatan buruk melalui tuntutan berlebihan,” tegas diplomat tersebut.

    Kebuntuan dalam negosiasi ini memperparah ketegangan di kawasan Timur Tengah. Pemerintah AS menekankan bahwa tujuan mereka adalah untuk membatasi potensi Iran mengembangkan senjata nuklir yang dapat memicu perlombaan senjata dan membahayakan keamanan sekutu, khususnya Israel, yang menganggap program nuklir Iran sebagai ancaman eksistensial.

    Sementara itu, para pemimpin Iran bersikeras bahwa tujuan nuklir mereka sepenuhnya damai dan digunakan untuk keperluan energi dan penelitian medis. Meski begitu, Iran menyatakan bersedia menerima pembatasan tertentu dalam program pengayaan, asalkan disertai jaminan mutlak bahwa Washington tidak akan kembali mengingkari perjanjian seperti yang terjadi pada 2018.

    Dua pejabat Iran mengatakan kepada Reuters pekan lalu bahwa Teheran dapat mempertimbangkan penghentian sementara pengayaan uranium apabila AS bersedia membebaskan dana Iran yang dibekukan dan mengakui hak Iran atas pengayaan uranium untuk tujuan sipil sebagai bagian dari kesepakatan politik menuju perjanjian yang lebih luas.

    Dalam konferensi pers bersama dengan Menteri Luar Negeri Mesir di Kairo, Abbas Araqchi juga menyinggung kemungkinan serangan Israel. “Saya tidak berpikir Israel akan melakukan kesalahan sebesar itu dengan menyerang Iran,” ujarnya.

    Tekanan tidak hanya datang dari Washington. Pada April lalu, Menteri Pertahanan Arab Saudi mengirim pesan tegas kepada Teheran agar mempertimbangkan dengan serius tawaran terbaru AS guna menghindari risiko konflik militer dengan Israel.

    Namun, di sisi lain, pengaruh regional Iran kini menurun, seiring dengan kemunduran militer kelompok poros perlawanan (Axis of Resistance) yang selama ini menjadi sekutu Iran, seperti Hamas, Hizbullah, Houthi di Yaman, dan milisi Syiah di Irak.

     

    (luc/luc)

  • Guncang Timur Tengah, Sekutu AS Mau Beli Jet Tempur Canggih China

    Guncang Timur Tengah, Sekutu AS Mau Beli Jet Tempur Canggih China

    Jakarta, CNBC Indonesia – Dalam perkembangan yang berpotensi menggeser keseimbangan kekuatan militer di Timur Tengah, Mesir dilaporkan tengah mempertimbangkan pembelian jet tempur siluman generasi kelima J-35 buatan China.

    Langkah ini dinilai sebagai sinyal kuat bahwa Kairo mulai membuka diri terhadap pengaruh Beijing, di tengah ketegangan dengan sekutu lamanya, Amerika Serikat.

    Informasi ini pertama kali dilaporkan oleh Army Recognition Group, lembaga berbasis di Belgia yang fokus pada analisis militer. Mereka menyebut bahwa Panglima Angkatan Udara Mesir, Letnan JenderalMahmoudAbdelGawad, telah menunjukkan ketertarikan terhadap jet tempur siluman J-35.

    Meski belum ada konfirmasi resmi dari pihak berwenang Mesir maupun China, laporan ini menyita perhatian luas karena J-35 dirancang sebagai pesaing langsung F-35 buatan AS yang selama ini mendominasi pasar alutsista global.

    Sebuah indikasi nyata dari ketertarikan Mesir terhadap J-35 terlihat dalam peringatan 45 tahun hubungan militer Mesir-China yang digelar awal bulan ini. Dalam acara tersebut, model jet tempur J-35 dipamerkan secara terbuka, sebuah langkah yang disebut analis sebagai sinyal simbolik namun signifikan.

    Jenderal (Purn) Sayed Ghoneim, Ketua Institute for Global Security and Defense Affairs (IGSDA) yang berbasis di Abu Dhabi, menyatakan kepada Newsweek bahwa langkah ini bisa menjadi bentuk tekanan terhadap Amerika Serikat yang selama ini dinilai menghambat peningkatan dan pemeliharaan armada jet tempur Mesir.

    “Langkah ini bisa menjadi upaya untuk menekan AS agar lebih fleksibel terhadap permintaan Mesir akan jet tempur canggih-terutama setelah Washington mengabaikan kekhawatiran keamanan Mesir dalam konflik terbaru Israel di Gaza, dan tetap bersikukuh agar senjatanya tidak digunakan oleh negara manapun terhadap sekutu-sekutu AS,” ujar Ghoneim, dikutip Sabtu (31/5/2025).

    Saat ini, Mesir berupaya memodernisasi armada F-16 yang mulai menua, namun menghadapi kendala besar dalam hal pembiayaan, ditambah lagi dengan berbagai persyaratan ketat yang melekat pada sistem senjata dari negara-negara Barat.

    Hambatan serupa juga dihadapi Pakistan, yang akhirnya beralih ke China sebagai mitra militer utama. Dalam konflik udara dengan India, Islamabad dilaporkan telah menggunakan jet tempur J-10C buatan China. Jet yang sama juga ikut serta dalam latihan militer gabungan pertama antara Angkatan Udara China dan Mesir baru-baru ini.

    Jika Mesir benar-benar merealisasikan pembelian J-35, ini bisa menjadi perubahan strategis yang besar.

    “Langkah tersebut dapat mengurangi ketergantungan militer Mesir terhadap persenjataan AS-pergeseran yang bisa berdampak ke pasar senjata negara lain, karena Mesir kerap menjadi tolok ukur dalam menilai kualitas sistem persenjataan global,” jelas Ghoneim.

    Ia juga menyinggung bahwa hal ini sejalan dengan pola diversifikasi senjata yang telah dilakukan Mesir dalam beberapa tahun terakhir, termasuk pembelian jet tempur Rafale dari Prancis, kerja sama militer dengan Korea Selatan dan Jerman, serta akuisisi komponen persenjataan dari berbagai negara.

    Namun di sisi lain, analis mempertanyakan sejauh mana China bersedia mengekspor teknologi sensitif seperti J-35 kepada negara seperti Mesir, yang secara historis memiliki hubungan erat dengan NATO.

    “Meskipun jet ini secara resmi ditujukan untuk pasar ekspor, pengiriman jet tempur siluman generasi kelima ke militer yang selama ini selaras dengan AS akan menjadi pergeseran strategis yang signifikan. Bagi Beijing, ini bisa menjadi pintu masuk ke kawasan yang selama ini didominasi Barat. Tapi hal ini juga membawa risiko politik dan teknologi yang tidak kecil,” catat Army Recognition Group.

    Sementara itu, media pemerintah Mesir mengabarkan bahwa Presiden China Xi Jinping dijadwalkan akan melakukan kunjungan ke Mesir dalam waktu dekat. Perdana Menteri Mesir menyebut kunjungan tersebut sebagai “titik balik” dalam penguatan kerja sama bilateral di tengah ketidakstabilan global dan regional.

     

    (luc/luc)

  • HNW Dukung Pernyataan Prabowo-Macron Bebaskan Palestina dari Penjajahan

    HNW Dukung Pernyataan Prabowo-Macron Bebaskan Palestina dari Penjajahan

    Jakarta

    Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) mendukung pernyataan Presiden Prabowo Subianto dan Presiden Prancis Emmanuel Macron untuk menghadirkan negara Palestina merdeka dari penjajahan, yang berdaulat penuh atas rakyat dan tanah airnya. HNW pun berharap Prabowo dapat mengajak lebih banyak negara lagi agar mengakui Palestina sebagai negara merdeka dan berdaulat.

    “Pernyataan bersama Presiden Prabowo dan Macron itu wajar didukung, karena selain sesuai dengan amanat pembukaan UUD NRI 1945 yang menjadi pegangan sikap resmi Indonesia sejak Presiden pertama RI; Bung Karno, juga bertemu dengan momentum makin banyaknya negara yang menolak genosida Israel atas Gaza dan malah mengakui Palestina sebagai negara Merdeka, seperti Spanyol, Norwegia, Irlandia, Kolombia, Venezuela, Kuba, Chile, Bolivia, dan belakangan bahkan Perancis berinisiatif bersama Inggris dan Kanada akan mengumumkan pengakuan Palestina sebagai negara merdeka,” ujar HNW dalam keterangannya, Kamis (29/5/2025).

    HNW menambahkan, Macron akan membuat komunike bersama Arab Saudi pada bulan Juni yang akan datang untuk mengakui Palestina sebagai negara merdeka dan berdaulat.

    “Semoga dengan konsistensi itu, 146 negara anggota PBB yang sudah mengakui Palestina sebagai negara merdeka, akan makin solid dan memudahkan mayoritas mutlak negara-negara anggota PBB mengakui Palestina sebagai negara merdeka dan berdaulat sebagai anggota penuh PBB, seperti negara-negara anggota PBB lainnya,” katanya.

    Meski demikian, HNW juga mengkritisi terkait pernyataan Prabowo yang akan mengakui dan membuka hubungan diplomatik dengan Israel jika mengakui Palestina sebagai negara merdeka.

    HNW memahami pernyataan itu sebagai bentuk implementasi dari solusi yang ditawarkan untuk akhiri masalah Israel – Palestina dengan menghadirkan “two state solution’ atau solusi dua negara. Adapun hal tersebut merupakan suatu jenis solusi yang bahkan sejak diusulkan jadi prakarsa negara-negara Arab, selalu ditolak oleh Israel.

    Untuk itu, HNW mengingatkan akan lebih solutif dan sesuai dengan Konstitusi apabila Prabowo lebih fokus mengedepankan perjuangkan kemerdekaan Palestina yang diakui oleh mayoritas mutlak negara-negara dunia atau anggota PBB.

    Dengan begitu, pernyataan untuk membuka hubungan diplomatik tidak buru-buru disampaikan, sampai Palestina merdeka dan berdaulat penuh sesuai keputusan OKI dan Liga Arab.

    “Solusi dua negara ini memang bukan suatu hal yang baru. Sejak tahun 2002 sudah dimunculkan, tetapi sejak saat itu sampai sekarang Israel selalu menolak ‘two state solution’ itu. Konsensus KTT Liga Arab di Kairo pada akhir Maret, yang disetujui penuh oleh KTT Menlu OKI di Jeddah, selain menolak genosida yang dilakukan Israel atas Gaza juga menolak proposal Trump untuk relokasi warga Gaza. Mereka juga mendukung Palestina merdeka dengan ibukota Yerusalem Timur, sebagaimana keputusan KTT Luar biasa OKI di Istanbul yang dihadiri Presiden Jokowi, sekalipun hal itu ditolak oleh Israel apalagi dengan batas teritorial negara Palestina adalah kawasan sebelum pendudukan Israel tahun 1967,” jelasnya.

    HNW mengatakan kondisi belakangan ini, Israel melalui Perdana Menteri Netanyahu semakin memperluas penjajahan dan pendudukan bukan hanya di Gaza, tetapi juga di Tepi Barat dan Yerusalem Timur. Israel dan warganya pun semakin sering menyerbu dan beribadat di kawasan Masjid Al Aqsa.

    Tak hanya itu, lanjut HNW, mereka juga berencana ingin mengubah Masjid Al Aqsa menjadi Solomon Temple. Padahal UNESCO sejak 2016 sudah memutuskan mengakui Masjid Al Aqsa sebagai warisan budaya milik umat Islam.

    HNW menjelaskan publik tentu tidak menginginkan Prabowo terkena tipu muslihat Israel yang dikenal sebagai pihak yang tidak menghormati norma dan keputusan lembaga internasional seperti Mahkamah Internasional (International Court of Justice/ICJ) dan Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court/ICC).

    Bahkan, kata HNW, banyak Resolusi PBB yang tidak dipatuhi Israel. Israel juga sangat dikenal sebagai pihak yang mudah mengingkari kesepakatan termasuk kesepakatan gencatan senjata terakhir dengan HAMAS.

    “Publik tentu tidak ingin Presiden Prabowo jadi korban Israel; Misalnya hari ini Israel menyatakan dukungan kepada Palestina sebagai negara merdeka, dan kemudian Presiden Prabowo menyatakan mengakui Israel dan membuka hubungan diplomatik, tapi besoknya lagi Israel mengulangi laku tidak komitmennya dengan kembali menyerang dan menjajah Israel. Beberapa negara Arab sudah melakukan normalisasi dengan dalih untuk mewujudkan Palestina merdeka, tapi hasilnya alih-alih Palestina makin mendekati merdeka dengan ‘two state solution’, malah Israel makin merasa mendapat legitimasi untuk memperluas kekuasaannya dan penjajahannya atas Palestina,” jelasnya.

    HNW mengatakan pernyataan Prabowo terkait syarat ‘pengakuan terhadap Israel apabila Palestina merdeka’, bukan dalam arti Palestina hanya asal menjadi negara merdeka atau hanya menjadi negara boneka Israel. Sebab, Israel melucuti persenjataan Palestina, juga tidak memberikan kedaulatan politik maupun ekonomi.

    Selain itu, HNW menilai Palestina bukan merdeka apabila kawasan teritorinya seperti Gaza dihancurkan dan warganya direlokasi keluar Palestina. Kemudian, Yerusalem Timur dikuasai Israel dan masjid Al Aqsa dihancurkan dan digantikan dengan Solomon Temple.

    “Melainkan yang diharapkan Presiden Prabowo tentunya adalah negara Palestina yang benar-benar merdeka dan berdaulat penuh sebagaimana cita-cita perjuangan Bangsa Palestina yang disetujui oleh Liga Arab maupun OKI, layaknya negara merdeka anggota penuh PBB lainnya. Dan mestinya wacana ‘two state solution’ juga tetap memberlakukan keputusan lembaga-lembaga internasional yang sudah didukung secara resmi oleh Indonesia, seperti keputusan-keputusan OKI, advisory opinion ICJ agar Israel meninggalkan wilayah pendudukan ilegal yang menjadi resolusi Majelis Umum PBB, dan perintah ICC untuk menangkap PM Israel Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Gallant atas genosida dan kejahatan kemanusiaan serta kejahatan perang yang mereka lakukan di Gaza, Palestina,” jelasnya.

    HNW mengatakan apabila syarat utama tersebut dapat terealisasi, kemudian Palestina sudah tidak dijajah Israel, barulah ada kewajaran untuk mendiskusikan opsi mengakui Israel sebagai negara dan membuat hubungan diplomatik sesuai Pembukaan UUD NRI 1945 alinea pertama dan keempat.

    Itu hal mendasar yang tentu menjadi komitmen Presiden Prabowo melanjutkan komitmen Presiden-Presiden RI sebelumnya, dan hanya dengan begitulah hutang Indonesia berupa kemerdekaan Palestina benar-benar akan terbayar,” pungkasnya.

    (anl/ega)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Kualitas udara Jakarta masuk kategori sedang pada Hari Waisak

    Kualitas udara Jakarta masuk kategori sedang pada Hari Waisak

    Masyarakat juga diimbau selalu menjaga kesehatan dengan memakai masker apabila beraktivitas di luar rumah

    Jakarta (ANTARA) – Kualitas udara di Jakarta di Hari Waisak yang jatuh pada Senin pukul 06.21 WIB mengacu kepada laman IQAir masuk ke dalam kategori sedang dan menempatkan jauh di peringkat 45 kota-kota dengan kualitas udara buruk di dunia.

    Indeks Kualitas Udara atau Air Quality Index (AQI) Kota Jakarta berada di angka 62 dan butir partikel halus PM2.5 berada di angka 15,3 mikrogram per meter kubik.

    Masyarakat juga diimbau selalu menjaga kesehatan dengan memakai masker apabila beraktivitas di luar rumah.

    Selanjutnya IQAir mencatatkan kota dengan kualitas udara terburuk urutan pertama yaitu Manama, Bahrain dengan angka 157; urutan kedua Lahore, Pakistan di angka 154; urutan ketiga Hanoi, Vietnam di angka 152; urutan keempat Chengdu, China di angka 151; dan kelima Kairo, Mesir di angka 133.

    Sementara itu berdasarkan Sistem Informasi Lingkungan dan Kebersihan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta menunjukkan bahwa kualitas udara di lima lokasi berada pada kategori sedang dengan rentang indeks kualitas udara 51-100.

    Beberapa titik tersebut seperti Pasar Minggu, Jakarta Selatan dengan Indeks Kualitas Udara di angka 70; Cempaka Putih, Jakarta Pusat dengan Indeks di angka 51; Marunda, Jakarta Utara di angka 83; Kalideres, Jakarta Barat di angka 70; dan Pulogadung, Jakarta Timur ada di angka 70.

    Melalui laman tersebut, DLH Jakarta menganjurkan agar setiap orang di wilayah yang disebutkan tadi untuk memakai masker apabila beraktivitas di luar ruang (outdoor). Sementara bagi kelompok sensitif dianjurkan untuk lebih sering beristirahat serta beraktivitas ringan, membawa obat pribadi, dan juga memakai masker.

    Pewarta: Ilham Kausar
    Editor: Ganet Dirgantara
    Copyright © ANTARA 2025

  • Smotrich Ingin Gaza Dibersihkan, Ratusan Warga Palestina Diam-diam Dievakuasi ke Eropa – Halaman all

    Smotrich Ingin Gaza Dibersihkan, Ratusan Warga Palestina Diam-diam Dievakuasi ke Eropa – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Menteri Keuangan Israel yang juga dikenal sebagai tokoh sayap kanan ekstrem, Bezalel Smotrich, kembali melontarkan pernyataan kontroversial.

    Dalam pidatonya di pemukiman ilegal Eli, Tepi Barat, pada Selasa (29/4/2025), Smotrich secara terang-terangan menyuarakan ambisi Israel untuk mengusir warga Gaza.

    “Kampanye ini akan berakhir saat Suriah bubar, Hizbullah kalah total, Iran tak punya senjata nuklir, Gaza bersih dari Hamas dan ratusan ribu warga Gaza sudah dalam perjalanan keluar ke negara lain,” kata Smotrich, dikutip dari The Cradle.

    Pernyataan itu muncul di tengah laporan soal eksodus diam-diam warga Gaza ke luar negeri, terutama ke Eropa.

    Video yang beredar menunjukkan beberapa warga Gaza tiba di Prancis, diduga lewat Bandara Ramon dan Bandara Ben Gurion.

    Yang menjadi sorotan: negara-negara Barat dan lembaga internasional justru bungkam.

    The Cradle menilai keheningan ini disengaja, agar Israel bisa mendorong agenda pemindahan paksa tanpa banyak sorotan dunia.

    Prancis Bantah Tuduhan Deportasi

    Menurut sumber diplomatik Prancis yang dikutip The Cradle, puluhan warga Gaza memang telah diterbangkan ke Paris.

    Tapi pemerintah Prancis mengklaim itu bagian dari program lama untuk warga yang memiliki paspor Prancis atau kerabat dekat.

    Program evakuasi itu kini diperluas untuk mencakup warga Gaza yang bisa berbahasa Prancis atau punya kaitan dengan Institut Kebudayaan Prancis.

    Prancis membantah tuduhan dari kelompok HAM seperti Euro-Med Monitor yang menyebut ini sebagai bentuk deportasi terselubung.

    Koordinasi dilakukan dengan Otoritas Palestina dan Kedutaan Prancis di Ramallah.

    Jumlah yang dievakuasi tetap terbatas, hanya mencakup keluarga dekat dan penerima beasiswa.

    Negara Barat Diam, Gaza Kosong Perlahan

    Menurut laporan Haaretz (15/4/2025), Prancis dan negara Barat lainnya disebut sedang menawar kesepakatan dengan Mesir agar mau menampung pengungsi Gaza selama masa rekonstruksi.

    Sebagai imbalannya, Mesir akan mendapat penghapusan utang dan peran penting dalam pembangunan kembali.

    Presiden Prancis Emmanuel Macron juga dilaporkan mendorong agar Otoritas Palestina diperbarui dengan menunjuk wakil Mahmoud Abbas.

    Uni Eropa bahkan menjanjikan €1 miliar kepada PA untuk dua tahun ke depan.

    Namun Mesir menolak keras upaya evakuasi melalui wilayahnya. Seorang pejabat Mesir mengatakan Kairo khawatir evakuasi lewat Israel akan jadi preseden berbahaya untuk deportasi massal.

    Sekitar 150 orang telah dievakuasi ke Prancis melalui perlintasan Kerem Shalom.

    Mereka termasuk pemegang beasiswa, kerabat warga negara Eropa, atau yang sudah punya izin evakuasi sejak sebelum serangan Israel ke Rafah.

    Negara lain seperti Jerman, Belgia, dan Australia juga menjalankan evakuasi serupa.

    Jerman mengevakuasi 120 staf GIZ dan keluarga mereka.

    Belgia memulangkan staf lembaga, dan Australia tengah meninjau perpanjangan visa warga Palestina.

    Tidak ada negara Teluk atau Mesir yang terlibat.

    Mesir bahkan tidak memberi izin tinggal atau visa bagi sekitar 100.000 warga Gaza yang telah masuk sejak Mei 2024.

    Deportasi atau Pemindahan Sementara?

    Sejumlah pemuda Gaza yang tidak ikut perlawanan bahkan menyerahkan diri ke tentara Israel, berharap dideportasi.

    Tapi banyak dari mereka justru diinterogasi dan dipulangkan ke Gaza—beberapa bahkan ditawari jadi informan.

    Israel belum punya mekanisme resmi untuk deportasi, dan unit “deportasi sukarela” yang diumumkan juga belum terlihat beroperasi.

    The Cradle menyebut, realita saat ini membuat deportasi massal seperti tahun 1948 sulit diulang.

    Jarak yang dekat memungkinkan warga yang diusir tetap melawan dari luar.

    Israel pun belum berani mengusir paksa warga kamp seperti Jenin atau Tulkarm.

    Mereka memilih menyebutnya “pemindahan sementara” sambil menghancurkan infrastruktur kamp.

    Nasib Warga Gaza di Mesir

    Sekitar 100.000 warga Gaza yang mengungsi ke Mesir kini terjebak.

    Mereka tidak diberi izin tinggal, tidak bisa pindah ke negara lain, dan hidup dalam ketidakpastian.

    Menurut pejabat keamanan Mesir, Kairo sengaja mempertahankan “kartu Gaza” untuk menekan negara Barat membuka perbatasan Rafah dan meringankan beban kemanusiaan.

    Warga yang terjebak kehilangan martabat, masa depan, dan harapan akan kehidupan yang layak.

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

  • Kabinet Israel Setujui Perluasan Operasi Militer di Gaza – Halaman all

    Kabinet Israel Setujui Perluasan Operasi Militer di Gaza – Halaman all

    Kabinet Israel Setujui Perluasan Operasi Militer di Gaza

    TRIBUNNEWS.COM- Militer Israel meningkatkan serangannya terhadap Gaza saat Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengizinkan tindakan militer yang lebih luas, memobilisasi puluhan ribu tentara cadangan.

    Kabinet keamanan “Israel”, yang dipimpin oleh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, telah menyetujui perluasan bertahap perang yang sedang berlangsung di Gaza, menurut lembaga penyiaran publik Israel Kan , mengutip sumber-sumber informasi.

    Militer Israel mengerahkan puluhan ribu tentara cadangan.

    Letnan Jenderal Eyal Zamir, panglima militer Israel, mengonfirmasi bahwa militer telah mulai mengeluarkan puluhan ribu perintah panggilan untuk pasukan cadangan.

    Dalam pernyataan video yang diunggah di X, Netanyahu mengatakan bahwa ia sedang mengadakan pertemuan kabinet keamanan untuk membahas “tahap selanjutnya” perang di Gaza. 

    Pernyataannya muncul beberapa jam setelah sebuah rudal, yang diluncurkan dari Angkatan Bersenjata Yaman, mendarat di dekat Bandara Ben Gurion “Israel”.

    “Kami meningkatkan tekanan dengan tujuan memulangkan rakyat kami [tawanan] dan mengalahkan Hamas,” kata Zamir, berbicara kepada pasukan dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh militer.

    “Israel” melanjutkan operasi daratnya di Gaza pada bulan Maret, setelah mengingkari gencatan senjata yang didukung AS yang telah menghentikan sementara perang selama dua bulan. Sejak saat itu, entitas pendudukan telah menguasai sekitar sepertiga wilayah Gaza.

    Hal ini terjadi saat Perlawanan Palestina terus menghadapi perang Israel yang sedang berlangsung di Jalur Gaza dan telah menegaskan kesiapannya untuk menanggapi setiap eskalasi lebih lanjut oleh pendudukan.

    Krisis kemanusiaan di Gaza makin parah akibat blokade Israel

    Perang di Gaza semakin memanas di tengah meningkatnya seruan internasional agar “Israel” mencabut blokade bantuan yang diberlakukan pada bulan Maret. 

    Kondisi kemanusiaan di Jalur Gaza terus memburuk dengan cepat, dengan lebih dari 2,3 juta warga Palestina kini bergantung pada pasokan bantuan yang sangat terbatas.

    “Israel” melancarkan perang genosida di Gaza setelah serangan oleh Perlawanan Palestina pada 7 Oktober 2023. Sejak saat itu, lebih dari 52.000 warga Palestina telah terbunuh , menurut otoritas kesehatan setempat.

    Jalur Gaza masih hancur, dan korban kemanusiaan terus meningkat karena blokade Israel membatasi pasokan penting.

    ‘Israel’ tolak gencatan senjata sementara, berencana tingkatkan aksi di Gaza

    Pada hari Jumat, surat kabar Israel, Israel Hayom, melaporkan bahwa “Israel bersikeras memperluas operasi militernya” di wilayah kantong Palestina.

    Surat kabar itu menambahkan bahwa “Israel” “memberi tahu para mediator tentang penolakannya terhadap usulan gencatan senjata di Gaza dan penarikannya dari persyaratan yang telah disepakati dalam beberapa hari terakhir.”

    Menurut Israel Hayom , “Israel menyatakan keinginannya untuk mempertahankan kehadiran militernya di dalam Jalur Gaza hingga akhir tahun dan memperluas cakupan operasi militernya.”

    Media Israel juga melaporkan bahwa “Israel” sedang bergerak menuju tindakan yang lebih agresif di Gaza dalam waktu dekat dan perluasan pertempuran secara bertahap.

    Negosiasi gencatan senjata di Gaza menemui jalan buntu.

    Pada akhir April, kepala intelijen Mesir, Hassan Rashad, bertemu dengan negosiator Israel di Kairo untuk melakukan pembicaraan yang bertujuan mencapai gencatan senjata di Gaza, menurut media yang berafiliasi dengan pemerintah Mesir.

    Pertemuan dengan delegasi Israel, yang dipimpin oleh Menteri Urusan Strategis Ron Dermer, menyusul kunjungan delegasi Hamas ke Kairo beberapa hari sebelumnya, Al-Qahera News melaporkan.

    Mesir, bersama Qatar dan Amerika Serikat, telah berada di garis depan upaya diplomatik untuk mengakhiri perang yang menghancurkan di Jalur Gaza, yang kini memasuki bulan ke-18.

    Seorang pejabat Hamas, yang berbicara kepada AFP dengan syarat anonim, mengatakan kelompoknya terbuka terhadap “pertukaran tahanan satu kali dan gencatan senjata selama lima tahun.”

    Putaran perundingan baru ini terjadi setelah Hamas menolak usulan Israel awal bulan ini, dan menyebutnya sebagian.

    Hamas terus bersikeras bahwa perjanjian apa pun harus mencakup penarikan penuh Israel dari Gaza dan gencatan senjata permanen, suatu kondisi yang sejauh ini ditolak “Israel” untuk diterima.

    “Israel” menuntut pembebasan semua tawanan di Gaza dan pelucutan senjata Hamas, persyaratan yang dianggap kelompok Palestina sebagai “garis merah”.

     

    SUMBER: MIDDLE EAST MONITOR

  • BKSAP harap sosok pengganti Paus lanjutkan semangat kemanusiaan

    BKSAP harap sosok pengganti Paus lanjutkan semangat kemanusiaan

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI Ravindra Airlangga berharap sosok yang akan meneruskan kepemimpinan sebagai kepala negara Vatikan sekaligus pemimpin tertinggi Gereja Katolik sedunia mampu melanjutkan semangat kemanusiaan dari sosok Paus Fransiskus.

    “Tentu kami berharap kepemimpinan Vatikan dari segi kemanusiaan seperti ini, dilanjutkan oleh penerus semangat Paus Fransiskus,” kata Ravindra yang hadir secara daring dalam diskusi Dialektika Demokrasi bertajuk “Mengenang Kesederhanaan Paus Fransiskus, Gong Bapak Suci untuk Perdamaian Israel-Palestina” di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa.

    Sebab, kata dia, Paus Fransiskus tidak hanya berperan sebagai pemuka agama bagi umat Katolik, melainkan kepemimpinannya mampu menjadikan Vatikan sebagai pusat diplomasi global yang aktif.

    “Dengan jaringan luas yang dimiliki, Vatikan dapat menjangkau dan mempertemukan berbagai pihak hingga pimpinan negara yang sedang terlibat dalam konflik,” ujarnya.

    Sebagai pemimpin, kata dia, Paus Fransiskus juga sangat aktif mengedepankan isu-isu kemanusiaan, salah satunya tercermin dari pertemuannya dengan Imam Besar Al-Azhar Ahmed Al-Tayeb di Kairo, Mesir, pada 2019 silam.

    Pertemuan kedua tokoh tersebut membuahkan Dokumen Abu Dhabi yang ditandatangani keduanya dengan judul “The Document on Human Fraternity for World Peace and Living Together” atau “Persaudaraan Manusia untuk Perdamaian Dunia dan Hidup Bersama”.

    “Dokumen terkait persaudaraan antarmanusia, yang menguatkan komitmen bersama untuk mengedepankan perlindungan kaum marjinal, toleransi antarberagama, dan memperjuangkan perdamaian di berbagai wilayah-wilayah terlanda konflik,” paparnya.

    Tak hanya itu, dia menyebut bahwa pesan-pesan kemanusiaan yang disampaikan oleh Paus Fransiskus memiliki bobot moral yang selalu diperhitungkan.

    Bahkan, ujarnya lagi, Paus Fransiskus memberikan perhatian besar kepada warga Gaza agar dapat memperoleh kedamaian di tanah Palestina, yang menjadi salah satu pesan terakhirnya sebelum sang Uskup Roma itu wafat.

    “Pesan terakhir kepada jamaah, Paus Fransiskus pada 20 April 2025, sehari sebelum beliau wafat, menyerukan ‘My only wish in Gaza is peace’, bahwa salah satu hal yang diharapkan adalah selesainya konflik di Gaza dan terjadi kedamaian,” ucap dia.

    Dia lantas berkata,”Setiap malam, beliau selalu menyempatkan diri untuk menelpon saudara-saudara di Gaza untuk menanyakan kabar, mendoakan mereka, dan menyuarakan komitmen untuk mencapai perdamaian di Jalur Gaza.”

    Paus Fransiskus, Paus pertama yang berasal dari Amerika Latin, wafat pada 21 April lalu dalam usia 88 tahun di kediamannya di Kota Vatikan.

    Adapun prosesi pemakaman Paus Fransiskus berlangsung pada Sabtu (26/4), di Basilika Santa Maria Maggiore, Roma, yang menjadi tempat peristirahatan terakhirnya.

    Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
    Editor: Laode Masrafi
    Copyright © ANTARA 2025

  • Tolak Usulan Gencatan Senjata Hamas, Israel Kerahkan Roket Baru Bar di Gaza untuk Pertama Kalinya – Halaman all

    Tolak Usulan Gencatan Senjata Hamas, Israel Kerahkan Roket Baru Bar di Gaza untuk Pertama Kalinya – Halaman all

    Tolak Usulan Gencatan Senjata Hamas, Tentara Israel Kerahkan Roket Baru Bar di Gaza untuk Pertama Kalinya
     

    TRIBUNNEWS.COM – Pasukan Pendudukan Israel (IDF) mengonfirmasi penggunaan operasional pertama roket “Bar”.

    Penggunaan roket jenis baru ini menandai eskalasi signifikan dalam agresi pasukan Israel yang sedang berlangsung di Gaza.

    Menurut pernyataan dari juru bicara IDF, roket berpemandu presisi, dikembangkan oleh kontraktor pertahanan Israel Elbit Systems.

    Rudal ini dikerahkan oleh Resimen Artileri ke-282 untuk diduga menyerang posisi Hamas di Gaza selatan.

    “Roket Bar, yang dirancang untuk akurasi tinggi dan penyebaran cepat, digunakan untuk menargetkan apa yang digambarkan oleh IDF sebagai “infrastruktur teror Hamas” di wilayah berpenduduk padat di Gaza selatan,” tulis laporan RNTV, Senin (28/4/2025).

    Militer Israel mengklaim kalau serangan itu diduga ditujukan untuk meminimalkan korban sipil, meskipun Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan 12 kematian warga sipil dan 37 cedera di daerah yang terkena dampak, menghubungkan semuanya dengan operasi terbaru IDF tersebut.

    Seorang warga Palestina berjalan di jalanan berdebu dengan latar belakang kehancuran Gaza karena bombardemen buta Israel selama satu tahun sejak 7 Oktober 2023. (MNA)

    Tolak Usulan Gencatan Senjata Lima Tahun dari Hamas

    Dalam kabar pembaruan Perang Gaza, Israel secara tegas menolak usulan Hamas untuk gencatan senjata selama lima tahun, menurut seorang tokoh politik senior Israel yang dikutip oleh Ynet.

    Usulan Hamas itu menawarkan pembebasan semua tawanan yang ditahan di Gaza demi gencatan senjata penuh yang berlangsung lima tahun.

    Usulan tersebut, yang dibahas selama negosiasi terkini yang dimediasi oleh negara-negara Arab, ditolak karena dianggap sebagai ancaman potensial terhadap keamanan Israel.

    Pejabat Israel tersebut menyatakan kalau  usulan tersebut akan memungkinkan Hamas untuk “mempersenjatai diri, memulihkan diri, dan melanjutkan perangnya terhadap Negara Israel dengan intensitas yang lebih besar.”

    Tawaran gencatan senjata muncul selama akhir pekan, sebelum delegasi pemimpin Hamas tiba di Kairo untuk berunding.

    Sumber Hamas mengatakan kepada AFP bahwa kelompok itu siap untuk pertukaran tahanan secara menyeluruh dalam satu operasi, di samping menyetujui gencatan senjata selama lima tahun.

    Namun, tanggapan Israel yang diutarakan oleh pejabat senior tersebut, menegaskan skeptisisme tentang niat Hamas.

    “Tidak mungkin kami akan menyetujui gencatan senjata dengan Hamas yang hanya akan memungkinkannya mempersenjatai diri,” kata pejabat tersebut.

    Israel khawatir kalau kesepakatan semacam itu akan memungkinkan Hamas membangun kembali kemampuan militernya.

    Laporan itu juga menyatakan kalau pejabat senior tersebut menanggapi usulan kontroversial Presiden AS Donald Trump untuk memindahkan penduduk Gaza, dengan mengakui bahwa “keberangkatan tersebut masih belum banyak.”

    Israel telah menerima permintaan dari negara-negara Barat, termasuk Kanada, untuk memfasilitasi keluarnya warga negara atau anggota keluarga mereka dari Gaza.

    “Prinsip kami adalah mengeluarkan orang-orang yang ingin pergi dengan bebas atas kemauan mereka sendiri; dan di sisi lain, ada negara-negara yang ingin menyerap mereka,” kata pejabat itu.

    Namun, rencana Trump telah menghadapi kecaman luas dari negara-negara Arab dan kelompok-kelompok hak asasi manusia, yang berpendapat bahwa rencana itu melanggar hukum internasional dan berisiko mengganggu stabilitas kawasan.

    Hamas bersikeras pada gencatan senjata permanen dan penarikan penuh Israel dari Gaza, sementara Israel menuntut pelucutan senjata Hamas dan pembebasan segera para tawanan.

    Saat para mediator berjuang untuk menyelamatkan perundingan, prospek pertempuran baru tampak besar, yang mengancam kehancuran lebih lanjut di Gaza, tempat lebih dari 52.000 warga Palestina telah tewas sejak Oktober 2023, menurut Kementerian Kesehatan Gaza.

  • PLO Resmi Bentuk Jabatan Wakil Presiden Palestina untuk Pertama Kali, Siapa yang akan Dipilih? – Halaman all

    PLO Resmi Bentuk Jabatan Wakil Presiden Palestina untuk Pertama Kali, Siapa yang akan Dipilih? – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) baru saja mengambil langkah penting dalam sejarah dengan memberikan suara untuk membentuk posisi wakil presiden pada Kamis (24/4/2025).

    Keputusan ini dianggap sebagai upaya pembukaan jalan bagi calon pengganti Presiden Palestina Mahmoud Abbas, yang telah memimpin Palestina selama lebih dari dua dekade.

    Seorang anggota Dewan Pusat PLO, Rizq Namoura mengonfirmasi bahwa pemungutan suara untuk membentuk posisi wakil presiden dilakukan dengan dukungan yang hampir bulat.

    Dalam sebuah wawancara dengan Palestine TV, Namoura menjelaskan bahwa langkah tersebut merupakan pertama kalinya posisi semacam ini diperkenalkan dalam struktur organisasi PLO.

    Siapa yang akan Dipilih?

    Menurut pernyataan dari kantor berita WAFA, sebanyak 170 anggota Dewan Pusat Palestina, yang merupakan badan pengambil keputusan tertinggi di Palestina mendukung keputusan tersebut.

    Sementara itu, dari sebanyak itu, hanya satu anggota yang menentang dan beberapa lainnya memilih abstain, dikutip dari Al-Arabiya.

    Meskipun keputusan untuk membentuk posisi wakil presiden telah diambil, PLO belum menunjuk seseorang secara langsung untuk mengisi jabatan tersebut.

    Abbas, yang kini berusia 89 tahun, berhak menugaskan wakilnya, memberhentikannya dari jabatannya atau menerima pengunduran dirinya di masa depan.

    Keputusan ini datang di tengah tekanan yang terus meningkat pada Abbas untuk melaksanakan reformasi internal, termasuk mengenai perencanaan suksesi kepemimpinan.

    Abbas telah memimpin PLO dan Otoritas Palestina (PA) sejak kematian Yasser Arafat pada tahun 2004.

    Namun selama bertahun-tahun, ia menolak untuk merumuskan strategi penggantian yang jelas.

    Hingga akhirnya menjadi sorotan utama bagi sekutu-sekutu baik di dalam maupun luar negeri, dikutip dari Al Mayadeen.

    Langkah ini juga diambil setelah Abbas mengumumkan pada bulan Maret tentang pembentukan jabatan wakil presiden serta pemberian amnesti bagi anggota Fatah yang telah diusir, sebagai bagian dari upaya merestrukturisasi Otoritas Palestina (PA).

    Abbas sebelumnya mengungkapkan rencana tersebut dalam sebuah pertemuan puncak di Kairo, yang dihadiri oleh para pemimpin Arab untuk membahas rekonstruksi pascaperang dan tata kelola Gaza.

    Namun, keputusan PLO ini tidak diterima secara merata di dalam Palestina. 

    Gerakan Perlawanan Palestina Hamas mengkritik keputusan Dewan Pusat PLO.

    Menurut Hamas, langkah ini semakin memperkuat isolasi dan pemisahan antara PLO dan rakyat Palestina yang lebih luas.

    Hamas juga menekankan bahwa membangun kembali PLO serta menyelenggarakan pemilihan umum yang komprehensif adalah jalan terbaik untuk memulihkan persatuan nasional Palestina.

    Sebagai informasi, pembentukan jabatan wakil presiden ini menandakan langkah pertama dalam reformasi struktural yang diinginkan oleh Abbas untuk menghadapi tantangan kepemimpinan di masa depan.

    Dengan posisi wakil presiden, diharapkan bisa memberikan stabilitas dalam kepemimpinan Palestina, mengingat usia Abbas yang semakin lanjut dan ketidakpastian yang terus mengiringi masa depan politik Palestina.

    (Tribunnews.com/Farrah)

    Artikel Lain Terkait PLO dan Mahmoud Abbas

  • PLO Resmi Bentuk Jabatan Wakil Presiden Palestina untuk Pertama Kali, Siapa yang akan Dipilih? – Halaman all

    Hamas Mengutuk Pernyataan Mahmoud Abbas yang Menyebut Hamas Anak Anjing – Halaman all

    Hamas Mengutuk Pernyataan Mahmoud Abbas yang Sebut Hamas Anak Anjing

    TRIBUNNEWS.COM-  Hamas mengecam pernyataan yang dibuat oleh Presiden Otoritas Palestina (PA) Mahmoud Abbas yang menyebut Hamas sebagai anak anjing.

    Mahmoud Abbas mendesak kelompok Palestina yang menguasai Gaza untuk membebaskan tawanan Israel dan meletakkan senjata.

    Pejabat senior Hamas Basem Naim mengatakan pada hari Kamis bahwa pernyataan Abbas sehari sebelumnya adalah “penghinaan”.

    “Abbas berulang kali dan secara mencurigakan menyalahkan rakyat kami atas kejahatan pendudukan dan agresi yang terus berlanjut,” katanya.

    Abbas pada hari Rabu mendesak Hamas untuk membebaskan semua tawanan, dengan mengatakan bahwa menahan mereka memberi Israel “alasan” untuk menyerang Gaza.

    “Hamas telah memberikan alasan kepada pendudukan kriminal untuk melakukan kejahatannya di Jalur Gaza, yang paling menonjol adalah penahanan sandera,” kata Abbas dalam sebuah pertemuan di Ramallah, kantor pusat PA di Tepi Barat yang diduduki Israel.

    “Saya yang membayar harganya, rakyat kita yang membayar harganya, bukan Israel. Saudaraku, serahkan saja mereka.”

    “Setiap hari ada kematian,” kata Abbas. “Dasar anak anjing, serahkan apa yang kalian miliki dan selamatkan kami dari cobaan ini,” imbuhnya, melontarkan hinaan kasar dalam bahasa Arab kepada Hamas.

    Retakan panjang

    Telah terjadi perpecahan politik dan ideologis yang mendalam antara partai Fatah Abbas dan Hamas selama hampir 20 tahun.

    Abbas dan PA sering menuduh Hamas merusak persatuan Palestina, sementara Hamas mengkritik Abbas karena bekerja sama dengan Israel dan menindak tegas perbedaan pendapat di Tepi Barat.

    Gerakan Mujahidin Palestina, yang memisahkan diri dari Fatah pimpinan Abbas pada tahun 2000-an, mengeluarkan pernyataan di Telegram pada hari Rabu yang mengecam pernyataan Abbas.

    “Kami mengutuk keras pernyataan ofensif yang dibuat oleh Presiden Abbas selama pertemuan Dewan Pusat mengenai perlawanan dan pejuang perlawanan rakyat kami, yang mengabaikan pengorbanan dan perjuangan rakyat kami dan mengabaikan penderitaan dan pengorbanan yang terus-menerus dari para tahanan,” bunyi pernyataan itu.

    “Kami mengutuk kepemimpinan PA yang terus-menerus memperjuangkan wacana ini, yang mengkriminalisasi perlawanan dan membebaskan pendudukan dari kejahatan yang telah dilakukannya terhadap rakyat kami selama beberapa dekade, terutama perang genosida terhadap Gaza, aneksasi dan Yahudisasi Tepi Barat dan Yerusalem, dan penderitaan berat yang dialami oleh para tahanan kami yang gagah berani.”

    Gerakan itu juga meminta Abbas untuk meminta maaf atas pernyataannya.

    “Kami menyerukan kepada Presiden Otoritas Palestina untuk meminta maaf atas pidato yang menyinggung ini dan mencabut semua langkah yang memperkuat perpecahan dan sejalan dengan keinginan Zionis. Kami menyerukan kepadanya untuk kembali merangkul rakyat dan pilihan mereka serta berhenti menempuh jalan menyerah dan kompromi yang tidak masuk akal.”

    Sejak operasi Israel di Gaza dilanjutkan pada tanggal 18 Maret, setidaknya 1.928 orang telah tewas di Gaza, sehingga jumlah total korban tewas sejak perang meletus menjadi setidaknya 51.305, menurut Kementerian Kesehatan daerah kantong itu.

    Pembicaraan mengenai gencatan senjata baru sejauh ini tidak membuahkan hasil, dan delegasi Hamas berada di Kairo untuk melanjutkan negosiasi dengan mediator Mesir dan Qatar.

     

    Presiden PA Menuntut Hamas Membebaskan Tawanan

    Presiden Otoritas Palestina (PA) Mahmoud Abbas mendesak Hamas untuk membebaskan tawanan Israel dari Gaza guna mencegah Israel menggunakan “alasan” untuk melanjutkan perang genosida.

    “Hai kalian anak-anak anjing, serahkan apa yang kalian miliki dan keluarkan kami dari situasi ini. Jangan beri Israel alasan. Jangan beri mereka alasan,” kata Abbas dalam pertemuan Dewan Pusat Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) ke-32 di kota Ramallah, Tepi Barat yang diduduki.

    Pemimpin Fatah yang berusia 89 tahun itu secara khusus menyebutkan tawanan AS-Israel Adi Alexander, dan menyatakan bahwa penolakan Hamas untuk membebaskannya bertanggung jawab atas ratusan kematian setiap hari di Gaza sejak Israel melanjutkan kampanye pembersihan etnisnya.

    “Setiap hari ada ratusan kematian. Mengapa? Mereka tidak ingin menyerahkan sandera AS,” kata Abbas.

    “Korban tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas kejahatan pendudukan. Saat ini, kita menghadapi ancaman bencana baru yang mungkin lebih mengerikan daripada Nakba 1948,” kata Sekretaris Jenderal Inisiatif Nasional Palestina, Mustafa Barghouti, kepada Al Araby TV menanggapi komentar presiden PA tersebut.

    Meskipun Hamas tidak menanggapi pernyataan Abbas, gerakan perlawanan tersebut mengeluarkan pernyataan yang menyebut pertemuan hari Rabu di Ramallah sebagai “kesempatan nyata untuk membangun posisi nasional yang bersatu guna menghadapi kebijakan genosida yang dilakukan oleh musuh Zionis terhadap rakyat kami di Jalur Gaza, dan operasi pembersihan etnis serta pemindahan paksa di Tepi Barat dan Yerusalem.”

    Ia juga mendesak faksi-faksi Palestina yang hadir untuk melaksanakan keputusan-keputusan sebelumnya oleh Dewan Pusat, khususnya “menghentikan koordinasi keamanan, memutuskan hubungan dengan musuh Zionis, dan meningkatkan perlawanan rakyat dan politik terhadap pendudukan dan proyek-proyek Yahudisasi dan permukimannya, yang bertujuan untuk mengubah Tepi Barat menjadi wilayah-wilayah berdaulat yang terpecah-pecah.”

    Menjelang pertemuan hari Rabu, Front Populer untuk Pembebasan Palestina (PFLP) mengonfirmasi keputusannya untuk memboikot sesi tersebut, dengan menyebutnya sebagai “langkah yang terpecah-pecah dan tidak lengkap.”

    “Dialog dan diskusi seharusnya mendahului sesi tersebut untuk menentukan sifatnya,” kata anggota politbiro PFLP Omar Murad, menekankan bahwa hal ini “dapat berfungsi sebagai titik masuk ke serangkaian perjanjian yang telah didukung oleh faksi-faksi Palestina—yang terbaru adalah Perjanjian Beijing pada bulan Juli 2024.”

    Pada Rabu pagi, Kementerian Kesehatan Gaza mengumumkan bahwa sedikitnya 51.305 warga Palestina telah tewas dan 117.096 lainnya terluka sejak dimulainya genosida yang disponsori AS. Ribuan mayat lainnya diyakini terkubur di bawah jutaan ton puing-puing.

    “Kita harus mengatakan kebenaran, memulangkan para sandera bukanlah hal yang paling penting,” kata Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich pada hari Senin.

    “Ini jelas merupakan tujuan yang sangat penting, tetapi jika Anda ingin menghancurkan Hamas sehingga tidak akan ada lagi peristiwa 7 Oktober, Anda perlu memahami bahwa tidak boleh ada situasi di mana Hamas tetap berada di Gaza,” tambahnya.

    Di wilayah Tepi Barat yang diduduki, puluhan ribu warga Palestina telah mengungsi secara paksa empat bulan setelah operasi militer Israel. Pemandangan dari Jenin dan Tulkarem sering kali mencerminkan skala kerusakan yang terjadi di Gaza.

     

     

    Sumber : Al Jazeera, THE CRADLE