kab/kota: Jember

  • Politisi PDIP, Gerindra, Golkar Tandatangani Tuntutan Aksi ‘Indonesia Gelap’ di Jember

    Politisi PDIP, Gerindra, Golkar Tandatangani Tuntutan Aksi ‘Indonesia Gelap’ di Jember

    Jember (beritajatim.com) – Empat legislator PDI Perjuangan, Gerindra, dan Golkar menandatangani pakta integritas yang disodorkan peserta aksi unjuk rasa ‘Indonesia Gelap’, di halaman DPRD Kabupaten Jember, Jawa Timur, Jumat (21/2/2025) sore.

    Empat legislator itu adalah Widarto, Candra Ary Fianto (PDI Perjuangan), Ahmad Hoirozi (Gerindra), dan Nilam Noor Fadillah (Golkar). Ada tiga poin tuntutan demonstran yang tergabung dalam Solidaritas Jember Melawan, yakni menolak revisi UU Minerba, menolak efisiensi anggaran, dan menolak pembentukan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara.

    Di bawah rintik hujan, Widarto menyemangati mahasiswa. “Jangan takut kegelapan. Semakin pekat gelap malam menunjukkan sinar matahari akan segera terbit. Mari kita songsong terbitnya matahari bersama-sama, jangan takut kegelapan,” katanya.

    Widarto menegaskan sikap untuk membersamai mahasiswa. “Apa yang diaspirasikan, kami sepakat. Mari kita kawal bersama negara ini,” kata pria yang menjabat Wakil Ketua DPRD Jember ini.

    Revisi UU Minerba, menurut Widarto, tak boleh membungkam daya kritis masyarakat. “UU Minerba harus digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat kita,” katanya.

    Mantan aktivis Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia ini juga menyoroti Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang efisiensi anggaran. “Efisiensi tiak boleh mengganggu layanan dasar untuk masyarakat: pendidikan, kesehatan, dan hal-hal mendasar. Efisiensi penting tapi tidak yang berkaitan dengan kebutuhan masyarakat, apalagi masyarakat kurang mampu,” katanya.

    Indonesia ingin menciptakan Generasi Emas 2045. “Maka anggaran kesehatan dan pendidikan tidak boleh diganggu,” kata Widarto.

    Widarto sepakat untuk mengawasi Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantra). “Kalau sampaui UU ini lolos, semua harus mengawasi. Tidak boleh ada yang kebal hukum di negara ini. Tidak boleh untuk sekelompok oligarki,” katanya.

    Sementara itu, Hoirozi berjanji mengawal aspirasi mahasiswa ke pemerintah pusat. “Jika nanti keputusan akan tidak mendukung semua dari aspirasi adik-adik, terutama untuk kepentingan rakyat kecil, kami akan mengawal sampai ke pusat. Kami sepakat mengawal,” katanya.

    Nilam memastikan menerima aspirasi mahasiswa. “Semua kebijakan pemerintah pasti berdampak terhadap perempuan. Maka kami akan mendukung aspirasi adik-adik, asalkan tidak anarkis. Tiga poin itu harus kami kawal. Apapun yang jadi harapan adik-adik menjadi catatan penting kami,” katanya.

    Mahasiswa meminta empat fraksi lain, yakni Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Fraksi Nasional Demokrat, dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera menandatangani pakta integriras ‘Indonesia Gelap’.

    Widarto berjanji akan mengupayakan empat fraksi lain di DPRD Jember menandatangani aspirasi mahasiswa. “Prinsipnya karena ini untuk kebaikan bersama, saya yakin semua fraksi menyepakati ini disampaikan ke pusat,” katanya.

    “Tiga poin yang disampaikan mahasiswa ranahnya di pusat. Kami hanya dalam posisi menyuarakan ini ke pusat. Yang penting semua fraksi harus sepakat bahwa ini harus disampaikan ke pusat dan ini jadi komitmen bersama,” katanya. [wir]

  • Dua Dosen Universitas Jember Bergabung dan Berorasi dalam Aksi ‘Indonesia Gelap’

    Dua Dosen Universitas Jember Bergabung dan Berorasi dalam Aksi ‘Indonesia Gelap’

    Jember (beritajatim.com) – Dua orang dosen Universitas Jember bergabung dalam aksi ‘Indonesia Gelap’ yang digelar ratusan orang mahasiswa yang tergabung dalam Solidaritas Jember Melawan, di depan gedung DPRD Kabupaten Jember, Jawa Timur, Jumat (21/2/2025) sore.

    Mereka adalah pengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Muhammad Iqbal dan Kris Hendrijanto. Mereka datang dengan mengenakan kaos warna hitam bertuliskan ‘Indonesia Gelap’.

    Tak hanya datang, Iqbal bahkan berorasi. “Sebagai ASN, saya punya tanggung jawab moral untuk membersamai aura dan energi kawan-kawan semua, untuk membersamai jeritan rakyat Indonesia yang saat ini tengah pontang-panting babak belur akibat kebijakan kekuasaan,” katanya disambut tepuk tangan mahasiswa.

    Iqbal kemudian menjelaskan isu-isu yang disuarakan mahasiswa, yakni penolakan terhadap revisi Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara, Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia, dan Undang-Undang Mineral dan Batubara.

    Salah satu mahasiswa menyeletuk, “Wah, ini sama saja kuliah tiga SKS.”

    Iqbal dan Kris memang sama-sama mantan aktivis Gerakan 1998 saat mahasiswa. Kris pernah aktif di Himpunan Mahasiswa Islam. Sementara Iqbal adalah pegiat Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID) di Universitas Airlangga.

    “Dosen itu dulu dan asalnya juga sebagai mahasiswa di kampus. Aktivitas utamanya adalah belajar merawat menumbuhkan nalar kritis, rasional dan mencintai kebenaran dan keadilan,” kata Iqbal.

    Maka, ketika mahasiswa bersama elemen masyarakat sipil bergerak untuk menyuarakan jeritan rakyat, Iqbal memutuskan bergabung. “Jeritan mahasiswa dan rakyat adalah moral call, panggilan moral untuk membersamai gerakan mahasiswa,” katanya.

    Iqbal dalam aksi tersebut diminta beberapa koordinator lapangan untuk berorasi. “Saya terima itu sebagai mandat, karena pada hakikatnya mahasiswa dan rakyat pemegang kedaulatan negara dan bangsa ini. Pemerintah atau penguasa hanyalah memegang kewenangan yang dibatasi masanya oleh konstitusi,” katanya.

    Bukan sekali ini saja Iqbal bergabung dan berorasi dalam aksi unjuk rasa mahasiswa. Saat aksi unjuk rasa menolak Undang-Undang Omnibus Law, dia juga berorasi menyemangati mahasiswa.

    Sementara itu, Kris Hendrijanto bergabung dengan aksi mahasiswa karena itu tanggung jawab moral. “Akademisi tidak cukup hanya diukur dari seberapa banyak karya jurnalnya yang masuk Scopus, tapi lebih luas dari itu adalah seberapa bermafaat tenaga dan pikirannya dituangkan bagi rakyat banyak,” katanya.

    Kris tak gentar dijatuhi sanksi oleh rektorat karena bergabung dalam aksi yang mengkritisi pemerintah. “Kebebasan berpikir dan berpendapat setiap warga negara dijamin undang-undang. Memangnya ASN bukan warga negara?” katanya.

    Kris hanya ingin menggunakan haknya sebagai warga negara untuk bersuara. “Saya rasa tidak ada yang salah kalau saya mengambil hak untuk ikut berlumpul dan berserikat, berpikiran dan mengemukakan pendapat. Saya justru heran kalau ada akademisi yang berdiam diri dan tudak melakukan apa-apa atas karut marut yang terjadi di negara ini,” katanya. [wir]

  • Ratusan Mahasiswa Jember Demo Kritisi Kebijakan Pemerintah Pusat, ini 3 Hal yang Diprotes

    Ratusan Mahasiswa Jember Demo Kritisi Kebijakan Pemerintah Pusat, ini 3 Hal yang Diprotes

    Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Imam Nawawi

    TRIBUNJATIM.COM, JEMBER – Ratusan mahasiswa gelar demo di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jember, Jawa Timur, Jumat (21/2/2025). 

    Massa yang tergabung dalam Aliansi Pandalungan Melawan tersebut, dengan mengusung tagline Indonesia Gelap di era pemerintahan Kabinet Merah Putih Prabowo Subianto -Gibran Rakabuming Raka. 

    Beberapa atribut unjuk rasa yang meraka gunakan saat aksi, tulisan “Dibawah efisiensi, di atas bagi-bagi kursi” dan “orang miskin dilarang kuliah”.

    Nampak, massa juga meletakkan gambar seluruh Menteri Kabinet Merah Putih di aspal depan Gedung DPRD Jember. Kemudian mereka taburkan bunga mawar merah ke seluruh foto pejabat tersebut. 

    Kemudian, massa mengumpulkan kembali gambar-gambar tersebut menjadi satu tumpukan. Setelah itu, kertas berfoto pejabat kementerian dan lembaga dibakar. 

    Koordinator Aksi, Hasyisy Ahmad mengatakan demo kali ini dilakukan oleh semua elemen mahasiswa. Massa menolak tiga kebijakan pemerintah. 

    “Pertama menolak Revisi Undang-undang Minerba baru yang kemarin baru disahkan,” ujarnya. 

    Menurutnya, meskipun tidak ada klausul perguruan tinggi dalam pemanfaatan pertambangan dalam UU Mineral dan Batu Bara. namun tetap ada potensi itu. “Melalui BUMN, BUMD dan BUMS,” kata Hasyisy. 

    Selain itu, kata dia, massa juga menolak adanya efisiensi anggaran belanja negara, yang dialihkan untuk modal Badan Pengelolaan Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara). 

    “Dan kami juga menolak pembentukan Danantara, karena penggunaan uang di Danantara tidak begitu jelas bahkan prosesnya penuh kejanggalan,” papar Hasyisy. 

    Mengingat hasil Revisi UU BUMN, kata dia. pengawasan terhadap usaha PBI Danantara tidak jelas, bahkan diaudit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dilemahkan. 

    “Audit justru dilakukan RUPS, dan mekanisme audit di RUPS tidak jelas. Sehingga sekecil apapun uang rakyat harus diperjuangkan, sepeser pun,” paparnya. 

    Hasyisy mengatakan tuntutan ini sengaja disuarakan kepada DPRD Jember, agar diteruskan terhadap pemerintah pusat. 

  • Indonesia Gelap, Ratusan Mahasiswa Jember Turun ke Jalan

    Indonesia Gelap, Ratusan Mahasiswa Jember Turun ke Jalan

    Jember (beritajatim.com) – Ratusan orang mahasiswa yang tergabung dalam Solidaritas Jember Melawan berunjuk rasa meneriakkan ‘Indonesia Gelap’, di depan gedung DPRD Kabupaten Jember, Jawa Timur, Jumat (21/2/2025) sore.

    Mereka tak hanya berorasi, tapi juga membawa poster dan spanduk yang mencantumkan sejumlah isu. Mereka menolak Undang-Undang Minerba dan mengecam DPR RI dan pemerintah.

    Para mahasiswa juga membakar foto para menteri yang dianggap tidak berpihak kepada rakyat.

    Mereka meneriakkan tiga hal, yakni menolak revisi UU Minerba, menolak efisiensi anggaran, dan menolak pembentukan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara.

    Dalam aksi itu, dosen FISIP Universitas Jember Muhammad Iqbal berorasi. “Hukum dijadikan senjata politik untuk melibas lawan politik,” katanya

    Iqbal mengakui bahwa dirinya ASN. “Saya dibayar negara, bukan kekuasaan. Maka saya di sini membersamai kawan-kawan” katanya.

    Iqbal meminta kepada mahasiswa untuk belajar lebih jauh lagi soal revisi UU Minerba, UU TNI, dan UU BUMN yang disahkan diam-diam. UU tersebut dinilai akan merugikan rakyat. [wir/beq]

  • Bupati Jember setelah retret kunjungi Pasar Tanjung sebelum ke pendapa

    Bupati Jember setelah retret kunjungi Pasar Tanjung sebelum ke pendapa

    Jember, Jawa Timur (ANTARA) – Bupati Jember Muhammad Fawait mengatakan setelah kegiatan retret atau pembekalan di Magelang akan mengunjungi Pasar Tanjung yang merupakan pasar induk tradisional terbesar di Kabupaten Jember, Jawa Timur, sebelum masuk ke Pendapa Wahyawibawagraha Jember.

    “Sepulang dari retret, pertama kali kami tidak akan menginjakkan kaki di pendapa, sebelum datang ke pusat ekonomi wong cilik yakni pasar tradisional,” katanya dalam keterangan tertulis yang diterima di Jember, Jumat.

    Bupati Jember Muhammad Fawait dan dan Wakil Bupati Jember Djoko Susanto dilantik langsung oleh Presiden RI Prabowo Subianto di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta pada Kamis (20/2), kemudian mengikuti retret di Akademi Militer Magelang, Jawa Tengah pada 21-28 Februari 2025.

    “Saya akan berkunjung dulu ke Pasar Tanjung dan membuat kebijakan menurunkan retribusi pasar sebagai simbol keberpihakan Pemerintah Kabupaten Jember terhadap wong cilik sesuai dengan arahan Presiden Prabowo Subianto,” tuturnya.

    Ia juga mengapresiasi kegiatan retret yang dijalani seluruh kepala daerah yang sudah dilantik di Magelang selama sepekan karena hal tersebut merupakan sinergi antara pemerintah kabupaten/kota dan provinsi bersama pemerintah pusat.

    Sebelumnya Muhammad Fawait dan Djoko Susanto resmi dilantik sebagai Bupati dan Wakil Bupati Jember masa jabatan 2025-2030 bersama dengan 961 kepala daerah terpilih hasil pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024 di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (20/2).

    Prosesi pelantikan dimulai dengan pembacaan Keputusan Presiden (Keppres) dan Keputusan Mendagri (Kepmen) terkait pengangkatan para kepala daerah. Kemudian, Presiden Prabowo mengambil sumpah jabatan, namun sebelumnya Prabowo meminta kesediaan para kepala daerah terpilih untuk mengucap sumpah berdasarkan agama dan keyakinan masing-masing.

    Pelantikan secara serentak itu menjadi momen yang bersejarah dalam demokrasi Indonesia. Presiden Prabowo melantik 33 gubernur, 33 wakil gubernur, 362 bupati, 362 wakil bupati, 85 wali kota dan 85 wakil wali kota dari 481 daerah.

    Pewarta: Zumrotun Solichah
    Editor: Laode Masrafi
    Copyright © ANTARA 2025

  • Cendekiawan Yudi Latif: Rakyat Sudah Lama Menanti Janji Demokrasi

    Cendekiawan Yudi Latif: Rakyat Sudah Lama Menanti Janji Demokrasi

    Jember (beritajatim.com) – Cendekiawan Yudi Latif mengatakan, rakyat sudah lama menanti janj-janji demokrasi. Mereka ingin sosok pemimpin yang bukan hanya berjanji tapi memberi bukti.

    “Dan di dalam konteks bukti itu, konsistensi menjadi penting antara apa yang dijanjikan dengan apa yang dilakukan dan konsistensi di dalam kebijakan: jangan tebang pilih. Tapi harus betul-betul di atas dasar rasionalitas,” kata Yudi, usai acara kuliah umum di Universitas Jember, Kabupaten Jember, Jawa Timur, Kamis (20/2/2025).

    Saat ini Prabowo mencanangkan efisiensi anggaran. Yudi menekankan pentingnya asas keadilan dan asas produktivitas nilai guna dalam efisiensi anggaran tersebut. “Jangan cuma menyunat anggaran, tapi nanti dananya tidak digunakan untuk kepentingan yang lebih strategis untuk memajukan bangsa. Jangan sampai hanya gali lubang tutup lubang,” katanya.

    Konsistensi dan ketepatan tata kelola menjadi kata kunci. “Boleh jadi maksudnya baik. Tapi kalau tata kelolanya tidak tepat, bisa jadi dampaknya tidak sesuai harapan,” kata Yudi.

    Yudi mencontohkan program Makan Bergizi Gratis. Dia menyarankan agar program ini untuk menguatkan pelaku usaha mikro kecil menengah lokal dan tidak hanya dikelola pelaku usaha besar.

    “Kemudian memfungsikan berbagai sumber daya sumber daya lokal, sehingga di balik makan siang gratis itu menjadi wahana untuk kedaulatan pangan, pemerdayaan UMKM, dan lain-lain,” katanya.

    Pemerintah tidak boleh mengambil jalan pintas untuk melaksanakan program seperti MBG. “Tapi betul-betul diperlukan tata kelola yang bisa diterjemahkan aspek detailnya yang secara keseluruhan memperkuat kesejahteraan masyarakat,” kata mantan kepala pelaksana Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) itu.

    Kembalinya militer ke posisi-posisi jabatan sipil juga dikritisi Yudi Latif. “Jangan tindakan dulu dikedepankan, baru kemudian rekayasa hukumnya dikerjakan belakangan. Karena itu akan punya kesan bahwa pemerintahan menghalalkan segala cara,” katanya.

    “Jadi kalaupun ada militer yang ingin diangkat dan ditujukan di jabatan-jabatan sipil, dia harus mundur dulu dari jabatan militernya. Atau kalau ingin revolusi, ya berarti aturan mainnya diubah dulu. Tapi itu kan berarti membalikkan seluruh jalannya sejarah kita,” kaya Yudi. [wir]

  • Soal ‘Ndasmu’, Presiden Prabowo Disarankan Tak Terlalu Impulsif

    Soal ‘Ndasmu’, Presiden Prabowo Disarankan Tak Terlalu Impulsif

    Jember (beritajatim.com) – Cendekiawan Yudi Latif meminta Presiden Prabowo Subianto tidak mudah melontarkan pernyataan spontan. Pernyataan yang hendak dilontarkan harus dipikirkan lebih matang sebelumnya.

    Yudi menanggapi pertanyaan Beritajatim.com soal pernyataan ‘Ndasmu’ oleh Prabowo yang dianggap kasar oleh publik. “Beliau jangan terlalu impulsif. Cara berkomentar soal kebijakan jangan didasarkan pada impuls-impuls, daya dorong yang sifatnya spontan. Perlu dipikirkan lebih mendalam,” katanya, usai acara kuliah umum di Universitas Jember, Kabupaten Jember, Jawa Timur, Kamis (20/2/2025).

    Setidaknya empat kali Prabowo melontarkan pernyataan ‘Ndasmu’. Pertama, saat Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Partai Gerindra pada 15 Desember 2023. Ia menanggapi pernyataan calon presiden Anies Baswedan soal pelanggaran kode etik oleh Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman dalam putusan batas usia capres dan cawapres.

    “Bagaimana perasaan Mas Prabowo, soal etik? Etik? Etik? Endasmu Etik,” kata Prabowo dalam video yang viral di media sosial.

    ‘Ndasmu’ berikutnya dilontarkan pada saat berpidato dalam peringatan ulang tahun ke-17 Partai Gerindra di Sentul, Bogor, Sabtu (15/2/2025). “Tidak ada presiden yang punya tongkat Nabi Musa. Negara kita sangat besar. Sudah kita mulai sekian ratus orang, masih ada yang komentar belum banyak. Kalau enggak ada wartawan, saya bilang ndasmu,” katanya.

    Dalam momentum yang sama, Prabowo menggunakan kata ‘ndasmu’ untuk merespons kritik soal gemuknya kabinetnya. “Ada orang pintar bilang, kabinet ini gemuk, terlalu besar… ndasmu,” katanya.

    Lalu, Prabowo menggunakannya untuk menampik tudingan intervensi Presiden Ketujuh Joko Widodo terhadapnya. “Nanti saya dibilang dikendalikan Pak Jokowi, cawe-cawe… ndasmu,” katanya.

    Tak hanya pernyataan ‘ndasmu’, Yudi Latif juga mengkritisi beberapa argumentasi Prabowo yang cenderung kurang kuat.

    “Misalkan enggak apa-apa hutan ditebang untuk sawit. Tapi dengan argumen di bawah standar rasionalitas ilmiah. Itu menurut saya, betul-betul jawaban spontan yang tidak dipikirkan secara mendalam,” kata Ketua Pusat Studi Islam dan Kenegaraan-Indonesia (PSIK-Indonesia) ini.

    Perbandingan gemuknya kabinet Indonesia dengan jumlah personel kabinet di Timor Leste juga menjadi sorotan “Dia kan hanya membandingkan dengan Timur Leste. Kenapa tidak membandingkan dengan Amerika yang cuma 11 orang (menteri). Bahkan Cina cuma 23 orang (menteri),” kata Yudi.

    “Jadi, itu argumen yang sumir yang tidak solid secara rasionalitas ilmiah Termasuk juga pilihan-pilihan kosakata, pilihan-pilihan diksi,harus di dalam ambang kepatutan sebagai orang nomor satu,” kata cendekiawan yang membidangi Pancasila tersebut.

    “Orang nomor satu di Indonesia kan segala ucapan tindakannya jadi role model. Jamgan sampai ekspresi-ekspresi yang menunjukkan kurangnya adab itu jadi model yang akan bisa ditiru oleh masyarakat,” kata Yudi. [wir]

  • Dibuang Ortu dan Ada Ortu ODGJ, Dinsos Jatim Terima 14 Bayi Telantar

    Dibuang Ortu dan Ada Ortu ODGJ, Dinsos Jatim Terima 14 Bayi Telantar

    Surabaya (beritajatim.com) – Sejak awal tahun 2025, Dinas Sosial (Dinsos) Jatim melalui Unit Pelaksana Teknis Perlindungan dan Pelayanan Sosial Asuhan Balita (UPT PPSAB) Sidoarjo telah menerima 14 bayi telantar.

    Fenomena ini menjadi perhatian serius Dinsos Jatim dalam memastikan perlindungan dan jaminan sosial bagi bayi-bayi tersebut.

    Kepala Dinsos Jatim, Restu Widiani mengatakan, jumlah penerimaan ini cukup banyak untuk awal tahun. Meski begitu, hal ini menunjukkan, masyarakat semakin mengetahui prosedur penanganan bayi telantar.

    “Ini adalah bukti bahwa negara hadir dalam memberikan perlindungan dan jaminan sosial, hingga bayi-bayi tersebut bertemu kembali dengan keluarganya. Atau jika dipastikan tidak memiliki keluarga, mereka bisa mendapat keluarga baru melalui proses adopsi,” kata Novi, Jumat (21/2/2025).

    Namun, ia juga menyoroti sisi lain dari fenomena ini. Meningkatnya jumlah bayi telantar menunjukkan perlunya kewaspadaan berbagai pihak, untuk dapat mencegah akar masalah.

    “Ditemukannya bayi telantar sebanyak ini merupakan hal yang sangat memprihatinkan. Kita semua harus lebih waspada dan mencegah sejak dini faktor-faktor yang menjadi penyebabnya, seperti pergaulan bebas dan menurunnya moralitas,” tegasnya.

    Untuk diketahui, UPT PPSAB Sidoarjo menerima 8 bayi pada Januari, dengan satu di antaranya telah kembali ke keluarga. Sementara, di bulan Februari, UPT PPSAB Sidoarjo menerima 6 bayi. Bayi-bayi yang berumur kisaran 0-4 bulan ini berasal dari berbagai daerah. Termasuk Kabupaten Sidoarjo, Gresik, Tuban, Jember, Pasuruan, Jombang, Malang, Kediri, dan Kota Surabaya.

    Plt. Kepala UPT PPSAB Sidoarjo Sri Mariyani SSos MSi menjelaskan, keempat belas bayi yang diterima pihaknya tersebut memiliki berbagai latar belakang. Sejumlah bayi bahkan ditemukan dalam kondisi memprihatinkan, seperti bayi yang ditemukan dalam kardus di depan gudang kosong di Kabupaten Pasuruan, dengan potongan plasenta yang masih menempel.

    “Ada pula bayi yang diserahkan oleh Balai Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PRS PMKS) Sidoarjo, karena orang tua (ortu) atau ibunya merupakan penerima manfaat di sana. Lalu, dari Dinsos Kota Surabaya, yang ibu kandungnya pengidap gangguan jiwa,” papar Sri Maryani.

    Salah satu kasus yang cukup viral di akhir Januari lalu adalah penemuan bayi di samping gerbang sebuah musala di Desa Ngijo, Kecamatan Karangploso. Kabupaten Malang. Bayi telantar berjenis kelamin perempuan ini mendapat penjangkauan langsung dari Tim Jatim Social Care (JSC) UPT PPSAB Sidoarjo.

    Bayi berumur sekitar 3 minggu tersebut kini berada dalam perawatan UPT PPSAB Sidoarjo dan mendapatkan perlindungan serta layanan sesuai kebutuhannya. Kasus pembuangan bayi ini bahkan sempat terekam CCTV rumah warga. Yang mana menunjukkan seorang pria dan wanita mengendarai motor, lalu meletakkan kantong plastik berisi bayi di samping gerbang musala. (tok)

  • Dinsos Jatim Terima 14 Bayi Telantar, Diduga Dibuang dan Ada Ortu ODGJ

    Dinsos Jatim Terima 14 Bayi Telantar, Diduga Dibuang dan Ada Ortu ODGJ

    Surabaya (beritajatim.com) – Sejak awal tahun 2025, Dinas Sosial (Dinsos) Jawa Timur melalui Unit Pelaksana Teknis Perlindungan dan Pelayanan Sosial Asuhan Balita (UPT PPSAB) Sidoarjo telah menerima 14 bayi telantar. Beberapa di antaranya diduga sengaja dibuang, sementara lainnya berasal dari orang tua dengan gangguan jiwa (ODGJ).

    Kepala Dinsos Jatim, Restu Widiani, mengungkapkan bahwa jumlah bayi telantar yang diterima cukup banyak untuk awal tahun ini. Meski begitu, hal ini juga menunjukkan peningkatan kesadaran masyarakat terhadap prosedur penanganan bayi telantar.

    “Ini adalah bukti bahwa negara hadir dalam memberikan perlindungan dan jaminan sosial, hingga bayi-bayi tersebut bertemu kembali dengan keluarganya. Atau jika dipastikan tidak memiliki keluarga, mereka bisa mendapat keluarga baru melalui proses adopsi,” kata Novi, Jumat (21/2/2025).

    Namun, di balik peningkatan kesadaran masyarakat, fenomena ini juga mencerminkan permasalahan sosial yang lebih dalam. Restu Widiani menekankan perlunya upaya pencegahan sejak dini untuk mengatasi faktor-faktor penyebab bayi telantar.

    “Ditemukannya bayi telantar sebanyak ini merupakan hal yang sangat memprihatinkan. Kita semua harus lebih waspada dan mencegah sejak dini faktor-faktor yang menjadi penyebabnya, seperti pergaulan bebas dan menurunnya moralitas,” tegasnya.

    UPT PPSAB Sidoarjo mencatat bahwa pada Januari 2025, sebanyak 8 bayi telantar diterima, dengan satu bayi telah kembali ke keluarganya. Sementara pada Februari, sebanyak 6 bayi kembali ditemukan dan dirawat oleh UPT PPSAB. Bayi-bayi tersebut berasal dari berbagai daerah, termasuk Kabupaten Sidoarjo, Gresik, Tuban, Jember, Pasuruan, Jombang, Malang, Kediri, dan Kota Surabaya.

    Plt. Kepala UPT PPSAB Sidoarjo, Sri Mariyani SSos MSi, menjelaskan bahwa bayi-bayi tersebut ditemukan dalam berbagai kondisi, beberapa di antaranya sangat memprihatinkan. Salah satu kasus yang menarik perhatian adalah bayi yang ditemukan dalam kardus di depan gudang kosong di Kabupaten Pasuruan, dengan plasenta yang masih menempel.

    “Ada pula bayi yang diserahkan oleh Balai Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PRS PMKS) Sidoarjo, karena orang tua (ortu) atau ibunya merupakan penerima manfaat di sana. Lalu, dari Dinsos Kota Surabaya, yang ibu kandungnya pengidap gangguan jiwa,” papar Sri Maryani.

    Salah satu kasus yang sempat viral pada akhir Januari lalu adalah penemuan bayi perempuan di samping gerbang musala di Desa Ngijo, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang. Bayi berusia sekitar tiga minggu itu mendapat penanganan langsung dari Tim Jatim Social Care (JSC) UPT PPSAB Sidoarjo.

    Saat ini, bayi tersebut berada dalam perawatan UPT PPSAB Sidoarjo, mendapatkan perlindungan serta layanan yang sesuai kebutuhannya. Kejadian ini bahkan sempat terekam CCTV rumah warga yang memperlihatkan seorang pria dan wanita mengendarai motor, lalu meletakkan kantong plastik berisi bayi di samping gerbang mushola. (tok/beq]

  • Dua Guru Besar Hukum di Jember Khawatir Kejaksaan Jadi Super Body

    Dua Guru Besar Hukum di Jember Khawatir Kejaksaan Jadi Super Body

    Jember (beritajatim.com) – Dua guru besar ilmu hukum di Kabupaten Jember, Jawa Timur, mengkhawatirkan kejaksaan menjadi lembaga super body, jika Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) disahkan.

    “Jika RUU KUHAP disahkan tanpa perubahan substansial, kita akan kehilangan check and balance. Jaksa berisiko menjadi lembaga super body yang tak terkendali dan rawan penyimpangan,” kata M Noor Harisudin, guru besar hukum tata negara Universitas Islam Negeri KH Achmad Siddiq, dalam seminar nasional tentang RUU KUHAP, di UIN KHAS Jember, Kamis (20/2/2025).

    Hal ini, menurut Harisudin, bisa memicu persoalan tersendiri di kalangan aparat penegak hukum berupa penyalahgunaan kekuasaan. Menempatkan jaksa sebagai lembaga yang dominan tak relevan dengan kondisi Indonesia. “Di Indonesia, dengan 280 juta penduduk, sistem ini akan berbahaya,” katanya.

    Harisudin lantas mempertanyakan ketercukupan sumber daya manusia di kejaksaan, jika dibandingkan kasus macet di sana. “Saya pikir ini tidak rasional jika berbicara jumlah jaksa yang ada di Indonesia saat ini,” katanya.

    Harisudin mencemaskan terjadinya ketidakharmonisan antara kepolisian dan kejaksaan yang selama ini sudah berjalan baik. Terlalu besarnya kewenangan untuk kejaksaan bisa memunculkan konflik dengan kepolisian.

    Kekhawatiran serupa juga disampaikan guru besar hukum pidana Universitas Jember, M. Arief Amrullah. “Kewenangan penyidikan ada pada Kepolisian, sementara kewenangan penuntutan ada pada Kejaksaan. Jangan sampai RKUHAP membuat satu lembaga lebih tinggi dari yang lain,” katanya.

    Arief mengingatkan, perlunya harmonisasi antara KUHAP, Undang-Undang Kejaksaan, dan Undang-Undang Kepolisian. “Tanpa harmonisasi, kita bisa menciptakan dominasi satu lembaga terhadap yang lain dan membuka peluang penyalahgunaan kekuasaan,” katanya. [wir]