kab/kota: Jember

  • Pemkab Jember Tak Kabulkan 17 Aspirasi Publik di Bidang Peternakan yang Diusulkan DPRD

    Pemkab Jember Tak Kabulkan 17 Aspirasi Publik di Bidang Peternakan yang Diusulkan DPRD

    Jember (beritajatim.com) – Pemerintah daerah tidak mengabulkan 17 aspirasi publik di bidang peternakan yang diusulkan anggota DPRD Kabupaten Jember, Jawa Timur, untuk dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) 2026.

    Enam belas usulan yang tidak dikabulkan itu berasal dari tiga legislator PDI Perjuangan, yakni Widarto (sembilan usulan), Candra Ary Fianto (lima usulan), dan Edi Cahyo Purnomo (satu usulan). Satu usulan lagi berasal dari legislator Gerindra, Ahmad Hoirozi.

    Semua usulan tersebut ditujukan kepada Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Jember, di antaranya berupa sosialisasi dan pembinaan tentang peternakan benih dan pakan maupun pemeliharaan ternak kelompok masyarakat, di Desa Katangpring, Klungkung, Pakusari, Pakis, Nogosari, Sukorambi, Sidomukti, Kelurahan Antirogo, Desa Jubung, Dukuh Mencek, Sukosari, Panduman, Sumberkalong, dan Sumberdanti.

    Usulan tersebut diperoleh anggota DPRD Jember dari pertemuan dengan konstituen pada masa reses, dan terangkum dalam pokok pikiran atau pokir yang kemudian disampaikan anggota Dewan kepada organisasi perangkat daerah teknis.

    Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Jember Widodo Julianto mengatakan, verifikasi sudah dilaksanakan pada Maret-Mei 2025 dan ditemukan adanya ketidaksesuaian antara kamus usulan dengan proposal pokir yang masuk.

    “Contoh usulan pembinaan, tapi yang muncul adalah bantuan ternak. Ini yang menjadi agak mis,” katanya, dalam rapat dengar pendapat membahas APBD 2026 di ruang Komisi B DPRD Jember, Kamis (27/11/2025).

    Sementara itu Kepala Bidang Peternakan Dinas Ketahanan Pangan Peternakan dan Perikanan Jember Elok Kristanti mengatakan, tidak ada plafon anggaran untuk 17 usulan tersebut dalam APBD 2026.

    Tidak dikabulkannya usulan pokir ini bukan hal baru. Sebelumnya dalam APBD Jember 2025, ada usulan pokir bantuan sektor peternakan untuk 34 kelompok masyarakat yang tertolak setelah Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan melakukan verifikasi.

    Anggota Komisi B DPRD Jember Wahyu Prayudi Nugroho memperoleh informasi adanya kesalahan kode rekening yang membuat usulan pokir tidak terealisasi. “Menurut informasi yang saya terima, kode rekening yang awalnya adalah barang dan jasa yang diserahkan kepada masyarakat, setelah melakukan diskusi ke kejaksaan, yang betul kode rekeningnya adalah hibah dan bansos,” katanya.

    Alasan ini bikin Nugroho bingung. “Di beberapa OPD tidak ada kode rekening bansos dan hibah, tapi tetap kode rekening barang dan jasa yang diserahkan kepada masyarakat. Ini ada kontradiksi. Kenapa kok antara sesama OPD berbeda-beda?” katanya.

    Elok Kristanti mengatakan, belanja langsung barang dan jasa yang diusulkan untuk diserahkan kepada masyarakat tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2024 tentang Pedoman Penyusunan APBD tahun 2025.

    Berdasarkan permendagri itu, lanjut Elok, belanja barang dan jasa untuk masyarakat dari pemerintah daerah dibatasi untuk barang dan jasa yang memiliki nilai manfaat kurang dari 12 bulan. “Sementara belanja sapi, nilai usia pemanfaatannya lebih dari satu tahun,” katanya.

    Usulan pokir, lanjut Elok, lebih sesuai dengan menggunakan mekanisme hibah. “Ini karena sifatnya bottom to up. Mekanisme bottom to up sering digunakan dalam konteks perencanaan pembangunan, misal saat masyarakat atau kelompok menyampaikan aspirasi ke pemda saat penyusunan APBD. Sementara belanja barang untuk diserahkan kepada masyarakat adalah top down. Misalnya bantuan pemerintah untuk program prioritas pengetasan kemiskinan,” katanya.

    Anggota DPRD Jember Dianggap Membual
    Tidak direalisasikannya usulan pokir ini membuat Nilam Noor Fadilah Wulandari, anggota Komisi B dari Golkar, geram. “Ada konstituen saya yang mengabarkan sudah disurvei Dinas di lapangan. Ternyata sampai sekarang belum dikeluarkan. Katanya diambil gambarnya saja,” katanya.

    Nilam mengaku berkali-kali ditagih oleh warga karena urusan usulan bantuan dari pemerintah ini. “Kebanyakan selalu hanya dicek oleh Dinas, tapi realisasinya tidak ada. Makanya saya sampai dibilang anggota Dewan yang cukup cerpak (omong kosong atau membual, bahasa Madura),” katanya.

    Hal ini membuat Nilanm sakit hati dan pesimistis dengan pembahasan APBD Jember. “Kalau dibilang carpak satu kali, enggak apa-apa. Kalau berkali-kali ya agak ruwet juga. Akhirnya memang saya menyimpulkan satu tahun ini, kalau Dewan harus bertumpu pada APBD kayaknya zonk semua deh,” katanya.

    Padahal, Nilam mengaku sudah mengeluarkan uang pribadi untuk membantu kelompok masyarakat memenuhi aspek legalitas administrasi di Kementerian Hukum. Ada sepuluh kelompok masyarakat yang difasilitasinya untuk memperoleh legalitas dari Kementerian Hukum sebagai syarat memperoleh bantuan pemerintah. “Biayanya Rp 2,5 juta per kelompok. Kalau sepuluh kelompok, lumayan juga,” katanya.

    Widodo Julianto mengatakan tidak ada niat untuk tidak merealisasikan usulan pokir anggota Dewan. “Sebenarnya kita ingin realisasikan. Itu semangat kita sebenarnya. Apa yang diusulkan Dewan, kami survei. Itu niatan awal kita, benar-benar akan merealisasikan,” katanya.

    Namun selain karena faktor regulasi, menurut Widodo, ada temuan bermacam-macam dari hasil survei Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan. Bukan hanya soal legalitas kelompok. tim survei menemukan ada kelompok tanpa anggota dan calon penerima pokir yang bukan peternak.

    “Banyak hal di situ yang akhirnya agar sama-sama adil dan untuk kebersamaan, (pokir) tahun anggaran 2025 tidak kami realisasi,” kata Widodo.

    Di luar usulan pokir anggota Dewan untuk masyarakat, menurut Widodo, ada bantuan domba untuk sepuluh kelompok dari Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan, yang bekerja sama dengan Kementerian Pertanian pada awal Desember 2025.

    Setiap kelompok akan memperoleh bantuan sepuluh ekor domba. Mereka yang dibantu adalah warga yang termasuk dalam kategori Desil 1 hingga Desil 3 berdasarkan Data Terpadu Sosial Ekonomi Nasional. “Kami hanya mendampingi untuk verifikasi dan validasi,” kata Widodo.

    Sementara itu untuk 2026, Widodo menegaskan, tidak ada sama sekali alokasi anggaran untuk barang yang diserahkan kepada masyarakat, baik di peternakan maupun di kesehatan hewan.

    Mangku Heri, anggota Komisi B dari Partai Keadilan Sejahtera, memperoleh informasi bahwa pokir usulan DPRD Jember hanya diperuntukkan pembangunan infrastruktur. “Oleh sebab itu kami sangat berharap dinas mitra komisi bisa sedikit memfasilitasi kami untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat,” katanya.

    Mangku percaya program kerja Pemkab Jember berdampak luar biasa terhadap masyarakat. “Tapi kami sebagai wakil masyarakat di daerah pemilihan, kalau tidak bisa memperjuangkan satu pun program kan lucu juga,” katanya. [wir]

  • Fraksi PDIP Yakin Bandara Jember dan Dhoho Kediri Dongkrak Ekonomi Jatim

    Fraksi PDIP Yakin Bandara Jember dan Dhoho Kediri Dongkrak Ekonomi Jatim

    Surabaya (beritajatim.com) – Anggota Fraksi PDIP Jawa Timur Dewanti Rumpoko menyambut optimistis pembukaan kembali Bandara Notohadinegoro Jember dan beroperasinya Bandara Internasional Dhoho Kediri sebagai peluang kebangkitan ekonomi dan pariwisata daerah. Dewanti berharap dua bandara ini bisa beroperasi berkelanjutan dan memberi dampak bagi masyarakat.

    “Saya berdoa mudah-mudahan itu bisa secara operasional jalan terus ya,” ujar Dewanti saat ditemui di DPRD Jatim, Kamis (27/11/2025).

    Dia mengingatkan bahwa sebelumnya kedua bandara sempat berhenti beroperasi akibat rendahnya jumlah penumpang yang tidak sebanding dengan biaya operasional. Pengalaman tersebut menjadi catatan agar pengelolaan ke depan dilakukan lebih matang.

    “Mudah-mudahan ini sesuatu yang luar biasa, yang bagus. Yang nantinya ada dampak terhadap potensi wisata lokal,” tegas mantan Wali Kota Batu tersebut.

    Menurut Dewanti, Bandara Jember dan Bandara Kediri memiliki peluang besar menjadi motor pertumbuhan kawasan bila dikelola secara tepat. Pergerakan industri, UMKM, dan destinasi wisata dinilai bisa ikut terdorong.

    “Kalau dikelola benar, saya yakin pertumbuhan ekonomi di sekitar bandara akan meningkat. Industri, UMKM, dan destinasi wisata akan bergerak,” ujarnya.

    Namun dia mengingatkan peluang tersebut tidak akan terwujud tanpa dukungan akses jalan dan transportasi yang memadai. Kemudahan mobilitas wisatawan menjadi kunci agar manfaat bandara bisa dirasakan secara luas.

    “Wisatawan atau tamu yang datang jangan sampai kesulitan. Harus ada transportasi yang siap, nyaman, dan terjangkau,” tandasnya.

    Dari sisi fasilitas, Dewanti menjelaskan Bandara Notohadinegoro Jember kini memiliki runway 1.645 x 30 meter, apron 68 x 96 meter, serta terminal 920 meter persegi. Kementerian Perhubungan juga menyiapkan pengembangan runway hingga 2.250 meter bahkan berpotensi 2.500 meter.

    “Bandara Dhoho Kediri juga sudah sangat memadai sebagai megaproyek modern,” kata Dewanti.

    Bandara Dhoho Kediri dibangun dengan runway 3.300 x 45 meter, terminal 18.000 meter persegi berkapasitas awal 1,5 juta penumpang per tahun, serta apron untuk 12 pesawat narrow body dan 3 pesawat wide body. Namun menurut Dewanti, keunggulan fisik bandara harus diimbangi akses yang mudah.

    “Bandara itu pintu. Tapi tanpa jalan yang nyaman, shuttle, feeder, dan transportasi publik yang memadai, wisatawan akan berhenti di pintunya saja,” tegasnya.

    Dia juga mengungkapkan data awal operasional Bandara Dhoho pada masa mudik Lebaran 2024 yang mencatat 1.155 penumpang dalam beberapa hari. Data tersebut dinilainya sebagai sinyal positif.

    “Ini sinyal bahwa minat masyarakat cukup tinggi. Tapi kalau aksesnya tidak cepat dibenahi, potensinya tidak akan maksimal,” ujarnya.

    Sebagai anggota Komisi D DPRD Jatim, Dewanti memastikan pihaknya siap mengawal dukungan anggaran dan kebijakan penguatan dua bandara tersebut. Dia meminta Pemprov Jatim fokus pula pada peningkatan jalan provinsi, transportasi terintegrasi, dan manajemen lalu lintas.

    “Setiap rupiah pembangunan harus kembali ke masyarakat dalam bentuk manfaat nyata pariwisata bangkit, usaha bergerak, dan ekonomi lokal tumbuh,” tegasnya. [asg/but]

  • Perlintasan Rel KA Latek Pasuruan Macet Parah, Dua Hari Tak Terurai

    Perlintasan Rel KA Latek Pasuruan Macet Parah, Dua Hari Tak Terurai

    Pasuruan (beritajatim.com) – Kemacetan parah kembali melumpuhkan perlintasan sebidang rel kereta api Latek, Kecamatan Bangil, Kabupaten Pasuruan, Kamis (27/11/2025). Antrean kendaraan mengular hingga lima kilometer dari dua arah dan tak kunjung terurai sejak dua hari terakhir, membuat ribuan pengendara terjebak waktu lama di jalan.

    Kepadatan terjadi karena kondisi jalur yang rusak dan bergelombang tepat pada bagian rel. Permukaan yang tinggi dan licin membuat pengendara harus melintas sangat pelan sehingga arus lalu lintas tersendat. Meski tidak tampak aktivitas perbaikan di lokasi, volume kendaraan terus meningkat terutama saat jam sibuk.

    Seorang pengendara, Setiawan, mengaku frustrasi karena dua hari berturut-turut terjebak kemacetan di titik yang sama. “Setiap lewat sini pasti macet parah, jalannya rusak dan bikin ban motor gampang selip,” keluhnya.

    Ia menilai perlintasan tersebut sangat berbahaya karena permukaan rel yang terbuka dan bergelombang kerap membuat pengendara hampir terjatuh. “Relnya tinggi dan licin,” ujarnya.

    Hal senada disampaikan Rudi, warga lainnya yang juga menjadi korban kemacetan sejak Rabu.
    “Dua hari ini sejak Rabu kemarin saya selalu terjebak macet di sini, waktunya habis di jalan,” ungkapnya.

    Menurut Rudi, kemacetan kali ini merupakan yang terparah karena tidak ada percepatan penanganan di lapangan. Ia berharap perbaikan segera dilakukan agar masyarakat tidak terus dirugikan.

    Petugas kepolisian terlihat dikerahkan untuk membantu pengendara melintasi rel, namun kehadiran mereka belum mampu mengurai antrean karena kerusakan jalur masih menjadi penyebab utama. Semakin siang, kemacetan justru semakin mengular dan membuat sebagian warga memilih putar balik.

    Menanggapi kondisi ini, Manager Hukum dan Humas KAI Daop 9 Jember, Cahyo Widiantoro, menjelaskan alasan perbaikan belum rampung. “Sekarang diaspal mas, kemarin menunggu pemadatan konstruksi karena kalau dipaksakan akan menimbulkan gelombang dan jalur kereta tidak stabil,” ungkapnya.

    Cahyo menegaskan bahwa keselamatan konstruksi kereta dan pengendara menjadi pertimbangan utama sehingga perbaikan tidak bisa dilakukan terburu-buru. Ia memastikan pengerjaan terus berjalan agar perlintasan sebidang Latek Pasuruan segera kembali normal dan aman dilalui masyarakat. [ada/beq]

  • Begini Cara Kampus di Jember Perangi Kekerasan di Lingkungan Perguruan Tinggi, Dosen Pun Jadi Sasaran
                
                    
                        
                            Surabaya
                        
                        26 November 2025

    Begini Cara Kampus di Jember Perangi Kekerasan di Lingkungan Perguruan Tinggi, Dosen Pun Jadi Sasaran Surabaya 26 November 2025

    Begini Cara Kampus di Jember Perangi Kekerasan di Lingkungan Perguruan Tinggi, Dosen Pun Jadi Sasaran
    Tim Redaksi
    JEMBER, KOMPAS.com
    – Potensi dosen menjadi pelaku kekerasan seksual (KS) dengan posisi kuasa yang kuat membuat kampus-kampus di Indonesia menghadapi tantangan besar dalam menciptakan lingkungan aman.
    Universitas PGRI Argopuro (Unipar) Jember menjadi salah satu kampus yang secara terbuka mengakui rekam jejak kelam masa lalu ketika masih bernama IKIP PGRI Jember.
    Kampus swasta tersebut lantas berupaya keras memperbaiki budaya lama melalui
    sosialisasi pencegahan

    kekerasan seksual
    yang menyasar seluruh unsur civitas akademika, tak hanya mahasiswa tapi juga pimpinan hingga dosen.
    Banyak perilaku kekerasan yang dinormalisasi bahkan tak dianggap sebagai KS, menunjukkan bahwa pemahaman terhadap bentuk-bentuk KS masih minim.
    Ketua Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Perguruan Tinggi (PPKPT) Unipar, Fanatus Syamsiyah, mengatakan bahwa pengakuan atas masa lalu ini bukan untuk membuka luka lama.
    Hal tersebut menjadi pengingat penting mengapa pencegahan harus menyeluruh dan tidak berhenti pada mahasiswa.
    “Banyak orang menganggap cat calling atau menjawil tubuh mahasiswa itu bukan kekerasan, padahal itu jelas bentuk kekerasan,” tegasnya, Rabu (26/11/2025).
    Dikatakan, baru tahun ini pimpinan yayasan, rektorat, para dekan, kaprodi, seluruh dosen, serta tenaga kependidikan mendapatkan pelatihan langsung soal KS di lingkungan kampus.
    Fana menegaskan bahwa pencegahan tidak akan efektif jika hanya membidik mahasiswa, sebab struktur relasi kuasa di kampus membuat dosen dan pimpinan justru memiliki potensi lebih besar menjadi pelaku.
    “Pimpinan dan dosen harus menjadi teladan, karena apa yang dilihat mahasiswa jauh lebih berdampak daripada teori,” ujarnya.
    Ia menambahkan, masih banyak tindakan kekerasan yang dianggap wajar karena telah dinormalisasi sejak lama di lingkungan sosial maupun akademik.
    Karena itu, menurutnya, seluruh civitas akademika wajib paham bentuk-bentuk kekerasan agar tidak ada lagi pembenaran atau dalih ketidaktahuan.
    “Dengan sosialisasi ini, tidak ada lagi alasan tidak tahu,” kata Fanatus.
    Dalam penanganan kasus, Unipar mengacu pada Permendikbudristek Nomor 55 Tahun 2024 yang memungkinkan penerapan sanksi mulai dari teguran tertulis hingga pencopotan jabatan struktural, jika direkomendasikan oleh Satgas.
    “Sebagus apa pun Satgasnya kalau tidak didukung keberpihakan pimpinan, sama saja percuma,” ucapnya.
    Di luar sistem internal, Unipar juga menggandeng Gerakan Peduli Perempuan (GPP) Jember serta LBH Jentera Perempuan Indonesia untuk pendampingan korban.
    Kolaborasi ini memastikan korban dapat memilih jalur nonlitigasi maupun litigasi.
    “Kami memastikan korban mendapatkan pendampingan sesuai keinginannya,” tutur Fana.
    Sementara itu, dosen Prodi PAUD Unipar, Hendri Siswono, mengakui baru pertama kali mendapatkan pelatihan tentang KS.
    Menurutnya, sosialisasi yang didapatkan membuka mata banyak dosen bahwa KS tidak selalu berbentuk kontak fisik, tetapi bisa juga melalui relasi kuasa, ancaman, hingga media sosial.
    “Dengan sosialisasi ini kami jadi tahu apa saja yang termasuk kekerasan dan bagaimana menyikapinya,” kata Hendri.
    Ia juga mengakui bahwa pengetahuannya tentang kekerasan nonfisik selama ini sangat terbatas.
    “Cat calling itu apa, saya belum tahu,” ungkapnya.
    Hendri menilai diseminasi informasi kepada dosen sangat penting karena dosen berinteraksi intens setiap hari dengan mahasiswa dan berpotensi menjadi pihak yang tidak hanya mencegah tetapi juga tanpa disadari jadi pelaku.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Sidang Perdana Gugatan terhadap Bupati dan Wabup Digelar di PN Jember

    Sidang Perdana Gugatan terhadap Bupati dan Wabup Digelar di PN Jember

    Jember (beritajatim.com) – Sidang perdana gugatan terhadap Bupati Muhammad Fawait dan Wakil Bupati Djoko Susanto digelar di Pengadilan Negeri Jember, Jawa Timur, Rabu (26/11/2025).

    Sidang dipimpin majelis hakim yang diketuai Amran S. Herman. “Hari ini sidang dilanjutkan dengan mediasi, kami menunggu hasil dari mediasi,” katanya.

    Gugatan dilakukan Mashudi alias Agus MM, warga Kecamatan Kaliwates, terhadap Wabup Djoko Susanto sebagai tergugat dan Bupati Muhammad Fawait sebagai turut tergugat, berkaitan dengan ketidakharmonisan kedua pemimpin tersebut selama memimpin Jember.

    Obyek sengketa dalam gugatan Mashudi atau Agus MM adalah surat kesepakatan di depan notaris antara Fawait dan Djoko yang dibuat sebelum terpilih pada 21 November 2024.

    Surat itu berisi pembagian tugas dan kewenangan sebagai bupati dan wakil bupati di antara keduanya. “Padahal undang-undang sudah lengkap (mengatur pembagian kewenangan itu),” kata Achmad Farid, kuasa hukum Mashudi.

    Beberapa waktu lalu dalam sebuah kesempatan, Agus MM mengatakan kepada Beritajatim.com, hubungan yang tidak harmonis antara Bupati Fawait dan Wabup Djoko dikarenakan mereka mempertahankan prinsip masing-masing dalam menyikapi perjanjian kesepakatan bersama tersebut.

    Hal ini, menurut Agus MM, telah menimbulkan tidak optimalnya serapan APBD dan atau Perubahan APBD Kabupaten Jember 2025, khususnya pembangunan infrastruktur seperti gedung perkantoran dan bangunan gedung lainnya.

    “Kondisi sangat merugikan penggugat dalam menjalankan pekerjaannya sebagai sales freelance galvalum /baja ringan, karena peermintaan kebutuhan galvalum atau baja ringan berkurang drastis,” katanya.

    Achmad Farid mengibaratkan bupati dan wakil bupati bagai ponsel dan batere. “Kalau handphone tidak ada baterenya bagaimana? Ini yang terjadi di Jember,” katanya.

    Farid menyebut kinerja Bupati Fawait dan Wabup Djoko tidak sesuai harapan. “Kami butuh pemimpin yang amanah, betul-betul memikirkan Jember, bukan golongan, bukan partainya,” katanya.

    Mohammad Husni Thamrin, kuasa hukum Bupati Fawait mengatakan, penggugat bukanlah salah satu pihak dalam surat perjanjian tersebut. “Menurut ketentuan undang-undang, kontrak hanya mengikat dan berlaku kepada para pihak yang bersepakat, sehingga penggugat tidak memiliki legal standing,” katanya.

    Thamrin mengatakan, gugatan hanya bisa dilakukan di antara Fawait dan Djoko. “Tapi bukan gugatan melawan hukum, melainkan wanprestasi,” katanya.

    Selain itu, nenurut Thamrin, posisi Bupati Fawait sebagai turut tergugat tidak sesuai teori hukum. “Sesuai teori, turut tergugat adalah pihak lain yang tidak terkait secara langsung, tapi karena ada ketentuan, tetap harus diikutsertakan,” katanya.

    Umumnya, menurut Thamrin, turut tergugat hanya dimohonkan patuh pada putusan. “Tapi di gugatan ini turut tergugat seolah-olah posisinya sama dengan tergugat,” katanya.

    Sementara itu, Wakil Bupati Djoko Susanto menghormati gugatan yang dilakukan Mashudi alias Agus MM. “Gugatan itu sudah saya respons dengan baik dan saya sudah menunjuk pengacara. Kenapa saya menunjuk pengacara? Karena saya tidak melihat kepedulian pemerintah daerah untuk menyikapi itu,” katanya.

    Menurut Djoko, dirinya dan Fawait digugat dalam kapasitas jabatan sebagai wakil bupati dan bupati. Seharusnya kuasa hukum ditangani Bagian Hukum Pemkab Jember. “Karena tidak ada respons, tidak ada, inisiatif. saya menunjuk teman-teman lawyer,” katanya.

    Djoko menilai gugatan Mashudi alias Agus MM tidak jelas. “Yang sedang digugat apa? Kalau dia ngomong kerugian, secara pribadi saya tidak punya hubungan hukum dengan penggugat. Dalam konteks kedinasan, tanggung jawab pelaksanaan pemerintahan bukan saya, tapi tugas Bupati Fawait,” katanya.

    Djoko mempertanyakan ketidakharmonisan hubungan Bupati dan Wakil Bupati Jember dalam pandangan penggugat. “Kalau disharmoni ini dimaknai sebagai sebuah disharmoni dalam tata pemerintahan, secara hierarkis, pembinaan menjadi tugas gubernur dan mendagri,” katanya.

    Djoko sendiri menilai kondisi Pemkab Jember saat ini bukanlah disharmoni. “Ini urusan arogansi kekuasaan dan urusan cedera janji wanprestasi,” katanya.

    Djoko merasa dihambat dalam menjalankan tugas dan tidak dilibatkan dalam pengambilan kebijakan apapun. Salah satunya, menurutnya, adalah penarikan ajudan yang biasa melekat padanya sebagai wabup pada 20 Oktober 2025 oleh Bagian Umum Pemkab Jember. Djoko masih belum mendapat penjelasan soal ini.

    Sementara soal surat perjanjian pembagian kewenangan dan kekuasaan yang digugat Agus MM, menurut Djoko, adalah urusan keperdataannya dengan Fawait. “Apa hubungannya dengan penggugat?” katanya.

    Djoko berharap gugatan tersebut bisa disikapi dengan baik dan semua orang bisa lebih memahami persoalan. “Sejak pelantikan sudah seharusnya kita tidak bicara politik. Kita ini mestinya sudah harus menjalankan tata pemerintahan. Permasalahan ini seharusnya jangan dilihat dari framing politik,” katanya. [wir]

  • Alfamart Buka Kesempatan Bekerja Buat Disabilitas Lewat Alfability Menyapa

    Alfamart Buka Kesempatan Bekerja Buat Disabilitas Lewat Alfability Menyapa

    Jakarta

    Menyambut momentum Hari Disabilitas Internasional yang diperingati setiap 3 Desember, Alfamart terus memperkuat komitmennya untuk membuka kesempatan kerja yang setara bagi penyandang disabilitas, sekaligus memberi ruang bagi mereka untuk tumbuh dan berkembang sesuai kemampuan masing-masing.

    Melalui kegiatan Alfability Menyapa, Alfamart menghadirkan kisah-kisah inspiratif ke berbagai Sekolah Luar Biasa (SLB). Program ini menjadi jembatan bagi para lulusan SLB yang kini berkarier di Alfamart untuk kembali ke sekolah asal dan berbagi pengalaman kepada adik-adik kelasnya.

    Human Capital Director Alfamart, Tri Wasono Sunu menyebut bahwa kegiatan ini dirancang untuk menunjukkan bahwa setiap orang memiliki peluang yang sama untuk berkembang, apa pun keterbatasannya.

    “Alfability Menyapa hadir di 10 Sekolah Luar Biasa di 10 kota, membawa cerita para lulusan yang kini bekerja di Alfamart. Kami berharap kisah mereka dapat memotivasi para siswa bahwa keterbatasan bukan hambatan untuk bersaing dan berkontribusi dalam dunia kerja,” jelas Sunu dalam keterangan tertulis, Rabu (26/11/2025).

    Adapun pelaksanaan Alfability Menyapa digelar di sepuluh kota, yakni Cilacap, Jakarta, Jambi, Jember, Luwu, Palembang, Parung, Semarang, Banjarmasin, dan Rembang. Seluruh rangkaian kegiatan berlangsung pada rentang 19-25 November 2025.

    Ia menambahkan, rangkaian kunjungan ini menjadi perjalanan menuju puncak peringatan Hari Disabilitas Internasional pada 3 Desember mendatang, sekaligus mempertegas bahwa inklusivitas bukan sekadar slogan, tetapi praktik nyata yang berlangsung di Alfamart.

    Program Alfability sendiri mulai dijalankan tahun 2016. Mengambil kata Ability yang bermakna kemampuan, program ini merupakan sebuah program inklusi yang memberi kesempatan bagi penyandang disabilitas untuk menunjukkan kemampuan dan potensi mereka untuk berkarya di mana Alfamart menjadi jembatan untuk mewujudkannya.

    Selama hampir satu dekade berjalan, program ini telah membuka peluang kerja bagi penyandang disabilitas dari berbagai latar belakang. Hingga Oktober 2025, tercatat 1.129 penyandang disabilitas bekerja di Alfamart, dengan rincian 822 di gerai, 289 di pusat distribusi, hingga 18 bekerja di kantor.

    Mereka hadir dalam lingkungan kerja Alfamart yang inklusif, mulai dari tunagrahita, tunanetra, tunadaksa, tunaruwi, hingga tunarungu wicara. Keberagaman ini memperlihatkan bagian dari budaya perusahaan yang menghargai potensi setiap karyawan tanpa terkecuali.

    Alfability, Komitmen Inklusivitas dari Alfamart

    Alfamart Buka Kesempatan Bekerja Buat Disabilitas Lewat Alfability Menyapa Foto: Alfamart

    Siang itu, aula Sekolah Luar Biasa (SLB) 01 Jakarta terasa lebih hidup dari biasanya. Puluhan siswa berseragam pramuka duduk rapi, sebagian masih membawa tas sekolah, seolah belum benar-benar selesai dengan hari belajar mereka.

    Namun bukan pelajaran tambahan yang menahan mereka di sekolah. Ada sesuatu yang ditunggu, sebuah cerita pulang kampung dari dua kakak alumni.

    Di antara kerumunan itu, dua sosok dewasa tampak mencolok dengan seragam merah bercorak batik kuning. Meri Amelia (39) dan Boyle Fernando (37) membaur dan tersenyum kepada adik-adik mereka.

    Keduanya penyandang tunarungu wicara yang kini bekerja di Alfamart. Mereka kembali ke sekolah yang pernah membentuk mereka, untuk berbagi perjalanan hidup yang tidak selalu mudah, namun penuh harapan.

    Meri membuka sesi dengan cerita yang pelan tapi tegas. Dulu, ia sempat mempertanyakan apakah dirinya punya ruang di dunia kerja. Ia khawatir tidak mampu bersaing.

    Kekhawatiran itu semakin kuat setelah ia berhenti dari pekerjaan sebelumnya. Hingga suatu hari, sebuah unggahan lowongan kerja untuk penyandang disabilitas muncul di layar ponselnya.

    “Saya ragu waktu itu. Apakah orang seperti saya bisa diterima bekerja di Alfamart,” ujar Meri melalui juru bahasa isyarat yang berada di sisinya saat kick off kegiatan Alfability Menyapa di SLBN 01 Jakarta, Rabu (19/11).

    Di ruangan itu, sejumlah siswa tampak mengangguk pelan, bukan hanya mendengarkan, tetapi merasakan kegelisahan yang sama. Namun keraguan itu seketika berubah ketika Meri mengungkapkan bahwa ia sudah lima tahun bekerja sebagai karyawan gerai Alfamart.

    Kabar itu membuat beberapa siswa spontan menegakkan badan, seolah ada cahaya baru yang masuk ke ruang aula.

    “Di Alfamart, saya melayani konsumen dan menjalankan tugas seperti karyawan lainnya. Benefit yang saya dapatkan juga sama. Tidak ada perbedaan,” tambah Meri, kali ini dengan senyum yang sulit disembunyikan.

    Suasana di dalam aula perlahan berubah, yang tadinya hening, kini mulai diisi rasa ingin tahu. Tangan-tangan kecil mulai terangkat, pertanyaan pun muncul satu per satu.

    Lalu Boyle melanjutkan. Gerak tangan dan ekspresinya bercerita banyak, diterjemahkan juru bahasa isyarat yang mengikuti temponya. Sudah tiga tahun ia bekerja di Alfamart, sebuah pengalaman yang ia sebut sebagai perjalanan yang membuatnya merasa diterima.

    “Saya nyaman bekerja di Alfamart. Teman-teman selalu mendukung. Kalau saya kesulitan, mereka membantu dengan cara yang bisa saya pahami,” ungkap Boyle.

    Ada ketenangan dalam caranya bercerita, ketenangan seseorang yang sudah menemukan tempat untuk tumbuh.

    Di hadapan Meri dan Boyle, para siswa melihat sesuatu yang mungkin belum pernah mereka lihat begitu dekat sebelumnya. Masa depan yang mungkin juga bisa mereka genggam. Dan pada siang itu, aula SLB 01 Jakarta bukan sekadar tempat berkumpul. Ia menjadi ruang kecil di mana harapan tumbuh, pelan-pelan, namun nyata.

    Meri dan Boyle adalah dua dari ribuan teman disabilitas yang kini dapat bekerja tanpa perbedaan di Alfamart. Dengan perjalanan panjang tersebut, Alfamart berharap Alfability dapat terus menjadi ruang bagi teman disabilitas untuk menunjukkan kemampuan, membangun karier, dan berkontribusi secara lebih luas dalam dunia kerja.

    Selain menghadirkan kisah-kisah inspiratif bagi para siswa, program ini juga dikemas dengan aksi sosial dari Alfamart melalui pemberian puluhan paket goodie bag berisi biskuit, susu, dan berbagai produk lainnya untuk para peserta.

    (ega/ega)

  • Ratusan Ribu Batang Rokok dan Minuman Keras Ilegal Senilai Rp1,6 Miliar Dimusnahkan Bea Cukai Banyuwangi

    Ratusan Ribu Batang Rokok dan Minuman Keras Ilegal Senilai Rp1,6 Miliar Dimusnahkan Bea Cukai Banyuwangi

    Banyuwangi (beritajatim.com) – Kantor Bea Cukai Banyuwangi memusnahkan ratusan ribu batang rokok dan puluhan ribu liter minuman keras ilegal, Selasa (25/11/2025). Pemusnahan barang bukti yang berhasil dilakukan diperkirakan bernilai mencapai Rp1,6 miliar.

    Sebagian rokok dimusnahkan dengan cara dibakar di halaman kantor Bea Cukai Banyuwangi. Sementara mayoritas lainnya dibakar di tempat pembuangan.

    Barang bukti tersebut merupakan hasil penindakan beberapa waktu terakhir. Jumlah barang bukti rokok ilegal yang dimusnahkan sebanyak 352.663 batang.

    Sementara miras ilegal yang dimusnahkan berjumlah 10.152 liter. Sama seperti rokok ilegal, pemusnahan miras juga dilakukan dengan dua cara. Sebagian dituangkan pada wadah berisi pasir di halaman Kantor Bea Cukai. Sementara sisanya dibuang di tempat pembuangan.

    “Barang bukti yang kami musnahkan adalah barang yang menjadi milik negara dan telah disetujui pemusnahannya oleh Kanwil Ditjen Kekayaan Negara Jatim dan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Jember,” kata Kepala Bea Cukai Banyuwangi Latif Helmi.

    Latif menjelaskan, jumlah barang bukti rokok dan miras ilegal yang disita oleh Bea Cukai Banyuwangi meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data yang ia miliki, peningkatan itu mencapai 150 persen.

    Di satu sisi, peredaran rokok dan miras ilegal juga makin beragam modusnya. Modus-mudus yang digunakan oleh para pelakunya, antara lain, memanfaatkan jasa sales dengan memberi iming-iming harga murah.

    Ada juga modus lain yang memanfaatkan distribusi perdagangan antarpulau. “Peningkatan tersebut juga cerminan konsolidasi, koordinasi, dan sinergi stakeholder yang ada di sini. Baik itu instansi, institusi, lembaga yang saling mendukung dalam pemberantasan barang ilegal,” katanya.

    Latif juga menyebut, kesadaran masyarakat untuk melapor saat menemui peredaran barang tanpa cukai di pasaran juga meningkat. Hal itu dibuktikan dengan beberapa pengungkapan kasus peredaran rokok atau miras ilegal yang informasi awalnya berasal dari masyarakat.

    “Kami juga terus mengimbau kepada masyarakat agar aktif memerangi barang tanpa cukai. Salah satunya caranya dengan malapor ke petugas berwajib jika menemui hal tersebut,” ujar dia. [alr/suf]

  • Setelah Perda Ripparkab, Jember Perlu Perda Pemajuan Kebudayaan

    Setelah Perda Ripparkab, Jember Perlu Perda Pemajuan Kebudayaan

    Jember (beritajatim.com) – Kabupaten Jember, Jawa Timur, memerlukan Peraturan Daerah Pemajuan Kebudayaan pada 2026 untuk menyelamatkan sejumlah bangunan atau obyek bersejarah sebagai cagar budaya.

    “Kami berharap walaupun ke depan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan bergabung dengan Dinas Pemuda dan Olahraga, Perda Pemajuan Kebudayaan, termasuk tim ahli cagar budaya segera dibentuk,” kata Ketua Komisi B DPRD Jember Candra Ary Fianto, Minggu (23/11/2025).

    Candra mengingatkan, Jember banyak memiliki peninggalan benda bersejarah. “Penting untuk segera merencanakan dan memastikan juga museum berdiri di Kabupaten Jember. Kami tekankan di Gedung Nasional Indonesia,” katanya.

    Saat ini, Badan Pembentukan Peraturan Daerah DPRD Jember tengah memasuki tahap finalisasi Rancangan Peraturan Daerah Rancangan Induk Pengembangan Pariwisata Kabupaten. “Materi-materi yang disampaikan pada saat uji publik sudah banyak diakomodasi,.” kata Candra.

    Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jember Bobby Arie Sandi mengatakan, Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) dicantumkan dalam peraturan daerah. Namun teknis pembentukan BPPD akan diatur dengan peraturan bupati.

    “Perda itu juga membuka ruang investasi secara umum. Tidak mengunci (spesifik pada hal tertentu). Sementara DPK (Daerah Pariwisata Kabupaten) tidak mengunci pada nama-nama lokasi tertentu. Masih ada peluang penyesuaian,” kata Bobby. [wir]

  • Legislator PKB Sakit Hati Jember Dibandingkan dengan Banyuwangi Soal Budaya

    Legislator PKB Sakit Hati Jember Dibandingkan dengan Banyuwangi Soal Budaya

    Jember (beritajatim.com) – Nurhuda Candra Hidayat, anggota Komisi B DPRD Kabupaten Jember, Jawa Timur, dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa mengaku agak sakit hati saat Jember dibandingkan dengan Banyuwangi dalam hal kesenian dan kebudayaan tradisional.

    “Memang (julukan) kota budaya ada di Banyuwangi. Cuma apakah di Jember enggak ada budaya? Kan ada. Cuma (mereka) sedikit terisolir karena kita sering mengundang artis-artis besar saja, lokalnya enggak,” kata Nurhuda, dalam rapat dengar pendapat dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jember, di gedung parlemen, Sabtu (22/11/2025) sore.

    Menguatkan seni budaya lokal Jember, Candra meminta pemerintah daerah melibatkan seniman tradisional dalam acara ‘Artis Pulang Kampung’ yang dibiayai Anggaran Pendapatan Belanja Daerah 2025 sebesar Rp 500 juta. “Saya belum menemukan unsur kebudayaan dalam acara ini,” katanya.

    Padahal, menurut Nurhuda, banyak seni tradisi yang belum disentuh oleh pemerintah daerah dan saat ini mati suri. Senmentara sejumlah kegiatan seni di Jember selama ini banyak mendatangkan artis luar kota. “Saya tangkap kita cenderung euforia dengan banyaknya masyarakat yang datang menyaksikan. Tolok ukurnya di situ,” katanya.

    Dari sini, Nurhida minta Dinas Pariwisata dan Kebudayaan mengundang para pelaku seni tradisi untuk tampil dalam acara ‘Artis Pulang Kampung’. Dia memahami kekhawatiran penyelenggara bahwa acara itu akan sepi penonton jika mengundang seniman tradisional.

    “Tapi saya lihat di Taman Mini Indonesia Indah, banyak yang hadir dalam pertunjukan kebudayaan lokal Jawa Timur. “Saya harap Jember kayak begitu, sehingga orang ngomong Kota Budaya enggak melulu Banyuwangi,” kata Nurhuda.

    Ketua Komisi B Candra Ary Fianto mengatakan, belum adanya Peraturan Daerah Pemajuan Kebudayaan menghambat perlindungan terhadap seni budaya di Jember. “Ada 17 etnis, ada 17 budaya.m yang harus dilindungi dari banyak hal,” katanya.

    Candra juga tidak sepakat jika Jember disebut Kota Pendalungan. “Biarkan perbedaan tumbuh sesuai dengan ciri khas sendiri. Tidak harus digabungkan, tidak harus disatukan. Tidak harus disamaartikan. Karena Pendalungan itu budaya yang sengaja dibuat. Bukan budaya yang asli,” katanya.

    Candra meminta Pemkab Jember mengalokasikan anggaran untuk pembuatan naskah akademik Perda Pemajuan Kebudayaan dalam APBD Tahun Anggaran 2026. “Nanti di sana ada pembentukan Tim Ahli Cagar Budaya yang penting bagi Jember. Saya pikir ini program prioritas Bupati juga,” katanya.

    Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jember Bobby Arie Sandi mengatakan, pementasan seni tradisi disesuaikan lokasi acara. “Namun ini menjadi masukan bagi kami,” katanya. [wir]

  • Anggaran Museum Dialihkan untuk Festival dan Expo Sapi di Jember

    Anggaran Museum Dialihkan untuk Festival dan Expo Sapi di Jember

    Jember (beritajatim.com) – Anggaran untuk pembangunan museum sebesar Rp 400 juta dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Jember Tahun Anggaran 2025 dialihkan untuk penyelenggaraan Festival dan Expo Sapi Jawa Timur.

    Hal ini terungkap dalam rapat dengar pendapat antara Komisi B DPRD Jember dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jember, di gedung parlemen, Sabtu (22/11/2025) sore.

    Sejak beberapa tahun lalu, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan merencanakan untuk mengubah Hotel Kebonagung milik Pemkab Jember menjadi museum. Namun hingga saat ini rencana itu tidak terealisasi kendati dianggarkan dalam APBD.

    Ketua Komisi B DPRD Jember Candra Ary Fianto mengatakan, anggaran museum awalnya dialokasikan Rp 1,5 miliar dalam APBD Jember 2025. Anggaran itu kemudian direvisi menjadi Rp 800 juta saat ada pembahasan efisiensi. “Ketika Perubahan APBD Jember 2025, anggaran itu digunakan untuk pelaksanaan Festival dan Expo Sapi,” katanya.

    Hal ini dikritisi Komisi B. “Kenapa sesuatu hal yang belum ada di Jember dan itu penting, tidak dilaksanakan,” kata Candra.

    Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Bobby Arie Sandi mengatakan saat pembahasan Perubahan APBD Jember 2025, peruntukan anggaran museum dipertanyakan. “Saat nge-desk kelayakan dan justifikasi teknis pemilihan lokasi museum di Kebonagung dipertanyakan,” katanya.

    Jajaran Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jember tidak bisa menjelaskan alasan pemilihan Hotel Kebonagung tersebut. “Waktu itu pimpinan menyarankan agar museum sebisa mungkin berlokasi di kawasan kota,” kata Bobby.

    Akhirnya anggaran sebesar Rp 400 juta untuk museum dialihkan untuk mendukung terselenggaranya kegiatan tingkat nasional di Jember, yang terbagi dua paket masing-masing senilai Rp 200 juta. Belakangan anggaran itu digunakan untuk mendukung penyelenggaraan Festival dan Expo Sapi Jawa Timur, di kawasan Stadion Jember Sport, Sabtu (1/11/2025).

    Usai rapat, Bobby mengakui kepada wartawan, bahwa perencanaan pembangunan museum di Kebonagung sangat lemah. “Seharusnya saat perencanaan awal harus mempunyai latar belakang, prioritasnya seperti apa, kenapa kok di sana, namun tidak ada yang bisa menjawab. Saya tidak tahu penyusunan rencana awal, karena saya masih di Dinas Komunikasi dan Informasi,” katanya.

    Pengalihan anggaran sebenarnya tidak spesifik diperuntukkan Festival dan Expo Sapi. Menurut Bobby, anggaran itu dialihkan untuk kegiatan berskala nasional dan memiliki dampak luas. Sementara Festival dan Expo Sapi itu dihadiri Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, Ketua MPR RI Ahmad Muzani, Wakil Gubernur Jatim Emil Dardak, dan ratusan peternak sapi di sejumlah kota di Indonesia.

    Candra meminta agar rencana pembangunan museum dilanjutkan di Gedung Nasional Indonesia (GNI), sebuah gedung bersejarah yang dibangun pada 1950-an. Saat ini GNI mangkrak tanpa pemanfaatan dan direncanakan untuk dapur Makan Bergizi Gratis.

    “Itu kan aset Pemkab Jember. Kalau bisa jangan dibuat tempat SPPG (Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi). Penggunaannya lebih baik untuk museum karena tempat lokasinya di tengah kota dan saya yakin juga memadai,” kata Candra. [wir]