kab/kota: Jember

  • Kapolres: Angka Curanmor di Jember Sangat Tinggi

    Kapolres: Angka Curanmor di Jember Sangat Tinggi

    Jember (beritajatim.com) – Angka kasus pencurian kendaraan bermotor di Kabupaten Jember, Jawa Timur, masih sangat tinggi. Pelaku tidak segan menggunakan kekerasan.

    “Sebelumnya, kami berhasil mengamankan 30 unit kendaraan roda dua dari empat pelaku. Hari ini, kami kembali menangkap tiga pelaku dengan barang bukti berupa tujuh unit kendaraan roda dua,” kata Kepala Kepolisian Resor Jember Ajun Komisaris Besar Bayu Pratama Gubunagi, Kamis (19/9/2024).

    Kejadian terakhir yang berhasil diungkap polisi adalah pencurian dengan kekerasan di Kecamatan Sukowono. “Para pelaku ini tidak segan-segan melukai korbannya ketika tertangkap atau saat kepergok,” kata Bayu.

    Polisi menyita barang bukti berupa senjata tajam, di antaranya arit, clurit, pisau, dan besi. Bayu menyebut, tingginya angka curas dan curanmor di Jember menjadi tantangan besar bagi kepolisian. Dia mempersilakan masyarakat yang merasa kehilangan sepeda motor untuk segera melapor ke Polsek Sukowono.

    “Ini adalah kerja keras tim kami yang terus berusaha menekan angka kriminalitas di Jember. Kami tidak akan berhenti sampai para pelaku kejahatan bisa ditangkap dan diadili,” kata Bayu.

    Polisi akan meningkatkan patroli dan operasi di wilayah yang rawan kejahatan. “Ini adalah komitmen kami untuk menjaga keamanan dan kenyamanan masyarakat Jember,” kata Bayu/ Dengan penangkapan para pelaku curas ini, Bayu berharap dapat memberikan efek jera dan menekan angka kriminalitas di Jember. [wir]

  • Pelaku Pelecehan Seksual terhadap 9 Perempuan di Jember Berusia 16 Tahun

    Pelaku Pelecehan Seksual terhadap 9 Perempuan di Jember Berusia 16 Tahun

    Jember (beritajatim.com) – Kepolisian Resor Jember, Jawa Timur, mengungkap dua kasus kekerasan seksual yang menimpa sejumlah perempuan dan seorang bocah. Salah satu pelaku masih remaja.

    Kasus pertama adalah pelecehan seksual terhadap sembilan orang perempuan di Kecamatan Mumbulsari. Pelaku yang masih berusia 16 tahun itu melecehkan korban dengan cara memegang paksa payudara mereka.

    “Saat ini dia sudah dititipkan di tempat pengasuhan anak, sebagaimana rekomendasi Balai Pemasyarakatan (Bapas),” kata Kepala Polres Jember Ajun Komisaris Besar Bayu Pratama Gubunagi, Kamis (19/9/2024).

    Polisi memburu pelaku setelah, ada laporan dari tiga orang korban. Nantinya pelaku akan diproses dalam sistem peradilan anak sesuai perundang-undangan yang berlaku.

    Kasus berikutnya adalah pencabulan yang dilakukan pria berusia 23 tahun kepada anak berusia enam tahun. Pria tersebut mencabuli sang bocah lebih dari dua kali. “Ini menyebabkan kondisi traumatis kepada korban. Kasus ini sempat viral di media sosial,” kata Bayu.

    Selain menangkap pelaku, polisi sudah mengamankan barang bukti. “Ada pakaian yang digunakan korban dan beberapa bukti petunjuk lain, serta keterangan para saksi yang menguatkan,” kata Bayu.

    Kekerasan seksual terhadap perempuan menjadi isu hangat belakangan ini di Jember. Selain dua kasus itu, polisi juga menerima laporan kasus pencabulan yang menimpa gadis kelas 3 SMP dari Kecamatan Ambulu. Korban mengaku tujuh kali dipaksa berhubungan intim oleh pelaku. [wir]

  • Setelah Bocah TK, Kini Gadis SMP Jadi Korban Pencabulan di Jember

    Setelah Bocah TK, Kini Gadis SMP Jadi Korban Pencabulan di Jember

    Jember (beritajatim.com) – Pencabulan terhadap anak kembali terjadi di Kabupaten Jember, Jawa Timur. Setelah bocah usia taman kanak-kanak menjadi korban, kini gadis berusia sekolah menengah pertama jadi obyek seksual pria yang lebih dewasa.

    Kasus pencabulan yang menimpa gadis kelas 3 SMP ini dilaporkan oleh sang paman berinisial H dari Kecamatan Ambulu ke Markas Kepolisian Resor Jember, Selasa (17/9/2024). “Kami menuntut keadilan,” katanya kepada wartawan.

    Pencabulan terhadap H terungkap dari pesan-pesan WhatsApp antara korban dengan terduga pelaku yang berstatus pacar. Korban berusia 15 tahun dan si pelaku berusia 19 tahun. “Terbongkarnya tadi malam. Kami tahu dari chat WA antara korban dan tersangka. Saya dikasih tahu kakak perempuan korban,” kata H.

    Dari pengakuan korban, mereka berhubungan intim tujuh kali. “Tapi saya yakin lebih dari itu,” kata H.

    Korban dan terduga pelaku berpacaran selama tujuh bulan. Keluarga korban sebenarnya mengenal baik terduga pelaku sebagai sosok yang sopan. “Dia diterima baik,” kata H.

    Rupanya di balik kebaikannya, terduga pelaku memaksa korban berhubungan layaknya suami-istri beberapa kali di rumah terduga pelaku. Saat itu kondisi rumah kosong, karena orangtua terduga pelaku sedang bekerja.

    “Dia dipaksa. Ancamannya kalau korban tidak mau melayani, maka tidak akan dipulangkan ke rumah. Jarak rumah korban dengan tersangka cukup jauh sekitar 15 kilometer,” jelas H.

    Pencabulan juga dilakukan di rumah nenek terduga pelaku yang juga tengah kosong. Sebelum berbuat, terduga pelaku memberi korban makanan. H menduga ada sesuatu yang membahayakan korban yang terkandung dalam makanan itu.

    H ingin terduga pelaku ditangkap dan dijebloskan penjara, agar tak ada lagi korban. “Korban ini anak di bawah umur. Masih masa pembelajaran pendidikan. Kalau kejadian seperti ini, lalu bagaimana masa depannya? Sementara anak ini berasal dari keluarga dengan ekonomi tidak mampu,” kata H.

    H khawatir terduga pelaku lari dari tanggung jawab. “Saat ini dia masih ada di rumahnya. Kerjanya serabutan,” katanya.

    Polisi Tahan Mahasiswa Tersangka Rudapaksa terhadap Bocah TK
    Sebelumnya, polisi juga menerima laporan rudapaksa terhadap seorang bocah perempuan berusia lima tahun atau usia taman kanak-kanak oleh seorang mahasiswa di rumah sang nenek, di Kecamatan Tempurejo. “Tiap pulang sekolah, anak saya selalu main ke sana,” kata A, ayah korban.

    Rumah sang nenek berada di belakang rumah A dan berdekatan dengan rumah tersangka. Rudapksa terjadi sekitar dua sampai tiga kali pada Desember 2023. Tersangka mengancam korban agar tidak melaporkan perbuatan itu.

    Kejadian ini terungkap setelah anak A merasa kesakitan setiap kali buang air kecil. “Istri saya bertanya kenapa. Dan saya bawa ke puskesmas, dan dirujuk ke rumah sakit. Kata dokter di rumah sakit, ada robekan (selaput dara),” kata A.

    A dan istrinya kaget saat dokter menanyakan hal ihwal robeknya selaput dara itu. “Ini apakah jatuh dari sepeda?” kata A, menirukan ucapan dokter.

    Kasus ini sudah dilaporkan ke polisi sejak Januari 2024. Tersangka berasal dari kalangan menengah ke atas. “Orangtuanya punya toko,” kata A.

    Sebelum melapor ke polisi, A sudah mencoba berembuk dengan keluarga tersangka. “Tidak ada itikad baik. Saya mohon agar anak saya yang jadi korban ini mendapat keadilan seadil-adilnya dan kasus ini agar segera cepat ditangani,” katanya.

    Dua kasus kekerasan seksual ini tengah ditangani polisi. Tersangka rudapaksa terhadap bocah berusia lima tahun mengaku tidak melakukan penetrasi dan hanya memasukkan jari ke daerah sensitif korban.

    Dia saat ini sudah ditahan. Dia terancam hukuman minimal lima tahun penjara dan maksimal 15 tahun penjara, dengan jeratan pasal 82 ayat 1 juncto 76e Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016.

    Sementara untuk laporan terakhir yang menimpa bocah SMP masih diproses. “Laporan baru masuk hari ini. Kami akan periksa saksi-saksi dan mencari alat bukti,” kata Kepala Satuan Reserse dan Kriminalitas Polres Jember Ajuin Komisaris Abid Uais Al-Qarni. [wir]

  • Tiga Warga Jember Ini Berburu Sepeda Motor di Rumah Sepi

    Tiga Warga Jember Ini Berburu Sepeda Motor di Rumah Sepi

    Jember (beritajatim.com) – Tiga orang pria warga Kabupaten Jember, Jawa Timur, ditangkap polisi gara-gara berburu sepeda motor di rumah-rumah yang sepi. Menjebol dinding rumah menjadi cara nekat untuk mengambil sepeda motor di rumah-rumah tersebut.

    Tiga orang pria itu berinisial MS (35), warga Desa Sukokerto; MF (47), warga Potok Timur; dan MH (46), warga Baban Tengah Mulyorejo, Silo. Kepolisian Sektor Sukowono meringkus mereka beserta enam sepeda motor sebagai barang bukti.

    Pengungkapan kasus ini berawal dari SF, warga yang melaporkan kehilangan sepeda motor merk Yamaha Vega R warna merah putih. “Sepeda motor itu diparkir di teras rumahnya di Dusun Potok Timur, Sukowono,” kata Kepala Kepolisian Sektor Sukowono AKP Solikhan Arief, Jumat (13/9/2024).

    Tiga tersangka mengaku menyasar rumah yang sepi. “Mereka lalu mencongkel jendela, bahkan sampai menjebol dinding tembok rumah korban untuk masuk dan mencuri sepeda motor yang diparkir dan barang-barang lain,” kata Arief.

    Para pelaku dijerat pasal tindak pidana pencurian dengan pemberatan sebagaimana Pasal 363 ayat (1) ke-3e dan 4e KUHP tentang Pencurian dengan Tindakan Pemberatan. “Mereka terancam hukuman pidana yang berat atas tindakan mereka yaitu lima tahun penjara,” kata Arief. [wir]

  • Dua Perguruan Silat di Surabaya Nyaris Bentrok, Diduga Dendam

    Dua Perguruan Silat di Surabaya Nyaris Bentrok, Diduga Dendam

    Surabaya (beritajatim.com) – Dua perguruan silat di Surabaya nyaris bentrok pada Minggu (25/8/2024) malam. Diduga, insiden yang hampir terjadi ini dipicu aksi balas dendam.

    Beruntung, petugas Respati Polrestabes Surabaya lebih cepat bertindak. Sehingga potensi bentrik dua kelompok perguruan silat itu bisa dicegah.

    Kasat Samapta Polrestabes Surabaya, AKBP Teguh mengatakan dua kelompok yang hendak bentrok itu adalah Ikatan Keluarga Silat Putra Indonesia (IKSPI) Kera Sakti dan Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT). Dugaan polisi, aksi bentrok dilatarbelakangi dendam.

    “Kami amankan delapan pemuda yang tergabung dengan perguruan silat di Jalan Diponegoro. Diduga ingin balas dendam,” kata Teguh, Selasa (27/8/2024).

    Delapan pemuda yang diamankan adalah WN (23) warga Jember, MA (19) warga Pulosari, RA (18) warga Tegalsari, STP (18), SP (25) dan FN (27) warga Kutisari Utara, Lalu AA (18) warga Kalijudan. Para pemuda itu diamankan dari 50 pemuda yang berkendara secara berkelompok.

    Mereka sebelumnya berkumpul di Terminal Joyoboyo dan hendak berangkat ke wilayah Surabaya Barat. “Mereka (IKSPI) berniat melakukan aksi balas dendam terhadap anggota perguruan PSHT yang diduga terlibat dalam insiden pengeroyokan di Karang Menjangan Surabaya,” imbuh Teguh.

    Aksi kejar-kejaran sempat terjadi. Dari 50 pemuda polisi mengamankan 3 sepeda motor dan 8 pemuda yang hendak bentrok. Kini, tiga sepeda motor yang sudah diamankan oleh tim Respati Polrestabes Surabaya dititipkan ke Polsek Wonokromo.

    “Untuk pemeriksaan di Polsek Wonokromo. Pihak kepolisian juga sudah memanggil ketua Ranting IKSPI untuk berkoordinasi dan penanganan lebih lanjut,” tutur Teguh. [ang/beq]

  • Kasus Pemotongan Dana Insentif ASN BPPD Sidoarjo Ahli Sebut Demikian

    Kasus Pemotongan Dana Insentif ASN BPPD Sidoarjo Ahli Sebut Demikian

    Sidoarjo (beritajatim.com) – Sidang kasus dugaan pemotongan dana insentif ASN BPPD Sidoarjo di Pengadilan Tipikor Surabaya, masuk tahap keterangan saksi ahli. Dalam sidang lanjutan itu, pemberi mandat disebut yang paling bersalah dalam kasus tersebut.

    Hal itu ditegaskan saksi ahli terdakwa Siskawati ahli hukum administrasi negara Dr. Aan Efendi SH.MH yang juga dosen di Universitas Negeri Jember, Senin (26/8/24).

    Dr. Efendi menerangkan, yang paling bertanggung jawab dalam mandat atau delegasi dari atasan adalah kepala, karena menurutnya, kepala adalah pemilik wewenang, bawahan adalah mandataris wewenang. “Maka pemilik wewenang bertanggung jawab, kecuali pembawa mandat melebihi apa yang di mandatkan,” ucap Efendi di persidangan.

    Dia menambahkan, pemotongan insentif tidak mungkin bisa dilakukan bawahan jika tidak ada mandat dari kepala badan, pemotongan insentif bisa berhenti atas persetujuan kepala badan.

    Sementara itu saksi ahli terdakwa Ari Suryono ahli hukum pidana Dr. Bambang Suharyadi SH. MH dari Universitas Airlangga Surabaya mengatakan, yang perlu dijelaskan dalam persidangan yakni, apakah ada unsur paksaan, siapa yg memaksa, dan pegawai yang dipotong insentif nya merasa diintimidasi atau tidak.

    “Kalau tidak ada unsur paksaan dan yang dipotong tidak keberatan apalagi ketakutan atau ada intimidasi kalau menolak atau tidak mau dipotong, selama tidak ada paksaan, tidak apa-apa,” ungkapnya.

    Sementara berdasarkan fakta persidangan dari saksi pegawai BPPD yang dihadirkan JPU KPK tidak ada satupun yang menyatakan ada unsur paksaan, mereka menerima karena semua dikenakan pemotongan.

    Sementara itu, Penasehat Hukum terdakwa Siskawati Erlan Jaya Putra mengatakan dari keterangan ahli menunjukkan bahwa yang paling bersalah dalam kasus pemotongan insentif ASN BPPD yakni kepala badan.

    “Siskawati ini sebagai pegawai yang insentifnya juga dipotong, dan pegawai yang juga hanya menjalankan perintah oleh kepala badan. Disini sudah jelas bahwa tanggung jawab hukum ada pada Ari Suryono,” pungkasnya. (isa/kun)

  • Korupsi Dana Covid, Mantan Bupati Jember Penuhi Panggilan Polda Jatim

    Korupsi Dana Covid, Mantan Bupati Jember Penuhi Panggilan Polda Jatim

    Surabaya (beritajatim.com) – Isu Korupsi anggaran penanggulangan Covid-19 Pemerintah Kabupaten Jember terus bergulir. Terbaru, mantan Bupati Faida memenuhi panggilan dari Polda Jawa Timur, Kamis (01/08/2024) malam.

    Faida tampak tiba di depan gedung Ditreskrimsus Polda Jawa Timur ditemani bersama asisten perempuannya. Dicegat wartawan, Faida tidak menampik dirinya sedang menjalani agenda pemeriksaan dengan tujuan klarifikasi atas kasus isu korupsi anggaran penanggulangan Covid-19 di lingkungan Pemerintah Kabupaten Jember.

    “Ada beberapa kelengkapan yang masih belum terkirim dari Jember. Tapi clear, selesai, hanya kelengkapan administrasi agar tidak bolak-balik,” kata Faida.

    Terkait isu korupsi anggaran penanggulangan Covid 19 di lingkungan Pemkab Jember, Faida mengaku senang diberi kesempatan untuk klarifikasi. Menurutnya ia pun dirugikan atas isu-isu yang beredar.

    “Permasalahan ini berpangkal pada faktor teknis proses pelaporan pertanggungjawaban penggunaan anggaran penanggulangan Covid-19 pada tahun 2020,” imbuh Faidah.

    Faida merasa ia dituduh belum melaporkan atau menyerahkan semua bukti surat pertanggungjawaban (SPJ) penggunaan dana untuk penanganan bencana pandemi tersebut. Padahal, menurut Faidah penggunaan anggaran sudah disertakan dalam SPJ dan sesuai dengan Peraturan Kementerian Dalam Negeri.

    “Dalam Permendagri mengatur tentang keuangan covid ini, disitu disebutkan bahwa, apabila sudah ada SPJ lengkap dalam kegiatan covid ini, dan ada tanggung jawab mutlak dari OPD dengan tanda tangan, dan dua-duanya ada,” terangnya.

    Hanya saja, ia mengakui, permasalahan tersebut akhirnya muncul karena semua laporan SPJ penggunaan dana ratusan miliar tersebut belum diunggah atau dimasukkan dalam bank data (database) Sistem Informasi Manajemen Daerah (SIMDA) Pemkab Jember, kala itu.

    Mengapa demikian, Faida menganggap, ada sejumlah pejabat yang berwenang untuk proses pengunggahan laporan penggunaan anggaran tersebut, tidak melakukan tugasnya secara maksimal.

    Hal tersebut dilatarbelakangi sejumlah kemungkinan, yang menurutnya cukup masuk akal untuk dimaklumi.

    Mulai dari, adanya kemungkinan yang disebabkan fase peralihan kepemimpinan kala itu, sehingga membuat pejabat yang berwenang belum bisa mengunggah SPJ anggaran itu ke SIMDA Pemkab Jember.

    Hingga, adanya kemungkinan, pejabat yang berwenang merasa takut memberikan persetujuan atas pengunggahan SPJ anggaran dana penanggulangan Covid-19.

    “Secara teknis aja. Secara administratif, karena dalam situasi transisi politik, pergantian pejabat dan lalu ada pergantian pimpinan daerah, dan ada pergantian pimpinan pejabat, dan pejabat yang baru ini, entah takut atau dalam tekanan, entah kurang mengerti, seharusnya dia meng-approve, tapi dia tidak meng-approve,” ungkapnya.

    Sementara itu, Kasubdit III Tipikor Ditreskrimsus AKBP Edy Herwiyanto tak menampik adanya agenda pemeriksaan terhadap FA.

    Hanya saja ia menyarankan untuk menanyakan perkembangan penyelidikan kasus tersebut kepada Kombes Pol Lutfie Setiawan selaku Direktur Ditreskrimsus Polda Jatim.

    Namun, Kombes Pol Lutfie Setiawan belum merespon saat dihubungi melalui sambungan telepon.

    “(Tanya) ke Pak Dir (Kombes Pol Lutfie Setiawan selaku Direktur Ditreskrimsus Polda Jatim),” ujar mantan Wakasat Reskrim Polrestabes Surabaya itu, saat dihubungi awak media. [ang/aje]

  • Didemo karena Isu Selewengkan Dana Covid 19, Mantan Bupati Jember: Gapapa Negara Demokrasi

    Didemo karena Isu Selewengkan Dana Covid 19, Mantan Bupati Jember: Gapapa Negara Demokrasi

    Surabaya (beritajatim.com) Mantan Bupati Jember Faida sempat didemo oleh berbagai pihak atas isu penyelewengan dana Covid 19. Isu itu berhembus ketika BPK menemukan adanya penyajian kas di bendaharawan pengeluaran sebesar Rp 107.097.212.169,00 tidak sesuai dengan SAP (Standar Akuntansi Pemerintah) dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Jember 2020 pada era Bupati Faida.

    “Ya gapapa kan negara demokrasi. Boleh (demo) ga ada larangan. (Kan) Boleh mengekspresikan, saya pikir boleh juga buat stimulir,” kata Faida diwawancarai awak media.

    Dalam Isu penyelewengan dana Rp 107 M yang beredar, disebut dana miliaran rupiah itu digunakan meliputi beberapa jenis belanja. Seperti belanja honorarium, belanja uang saku, belanja makan minum bantuan sosial, belanja barang pakai habis (ATK, obat-obatan, alat kebersihan, alat kesehatan, makan minum petugas, APD), belanja modal (alat kesehatan, wastafel), belanja bansos (sembako, uang tunai).

    Faida menjelaskan bahwa belanja-belanja itu sudah terealisasi semuanya dan sudah masuk dalam SPJ. Selain itu juga sudah ada pertanggungjawaban mutlak dari OPD-OPD terkait dan juga ada bukti serah terima barang.

    “Dalam Permendagri mengatur tentang keuangan covid ini, disitu disebutkan bahwa, apabila sudah ada SPJ lengkap dalam kegiatan covid ini, dan ada tanggung jawab mutlak dari OPD dengan tanda tangan, dan dua-duanya ada. Seharusnya tidak jadi alasan untuk tidak di-approve dalam SIMDA dalam akhir tahun,” imbuh Faida.

    Faida menjelaskan bahwa permasalahan yang menjeratnya karena anggaran belanja-belanja yang dianggapnya sudah terealisasi di SIMDA belum di-approve oleh pejabat yang baru. Ia menduga tidak di-approvenya karena situasi transisi politik dan pergantian pejabat

    “Pejabat yang baru ini, entah takut atau dalam tekanan, entah kurang mengerti, seharusnya dia Meng-approve, tapi dia tidak Meng-approve,” tuturnya.

    Atas isu yang menjerat dirinya, Faida mengatakan bahwa ia adalah pihak yang juga turut dirugikan. Sehingga pada pemanggilan yang dilakukan oleh Polda Jawa Timur, Kamis (01/08/2024) kemarin dirinya merasa terbantu. Ia mengaku saling melengkapi informasi.

    “Makanya saya memerlukan klarifikasi dan dari segala pertanyaan itu, saya ingin semuanya menjadi clear. Karena saya juga kasihan pejabat pejabat pemkab yant berkali-kali dimintai keterangan dan penjelasan, dan proses klarifikasi ini berjalan dengan lancar,” pungkasnya. [ang/aje]

  • Polisi Nonaktifkan PSHT Jember Sampai Proses Hukum Kasus Pengeroyokan Selesai

    Polisi Nonaktifkan PSHT Jember Sampai Proses Hukum Kasus Pengeroyokan Selesai

    Jember (beritajatim.com) – Kepolisian Resor Jember, Jawa Timur, menonaktifkan kegiatan perguruan silat Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) sampai proses hukum kasus pengeroyokan terhadap Ajun Inspektur Dua Parmanto Indrajaya selesai.

    “Kami sudah sampaikan kepada para ketua ranting untuk sementara waktu semua kegiatan kami tangguhkan sampai proses hukum selesai, sebagai bentuk sanksi tegas terhadap perguruan silat yang tidak menjaga ketertiban dan tidak mengindahkan aturan-aturan hukum yang berlaku,” kata Kepala Polres Jember Ajun Komisaris Besar Bayu Pratama, Rabu (24/7/2024).

    Selama tahun 2024, ada tujuh kasus yang melibatkan perguruan silat. “Yang dominan PSHT,” kata Bayu.

    Terakhir, Polres Jember menahan 22 orang terduga kekerasan terhadap polisi yang sedang mengamankan konvoi massa PSHT, Senin (22/7/2024) dini hari. Mereka dikirimkan ke Markas Kepolisian Daerah Jatim dan diproses secara hukum di sana dan terancam hukuman maksimal 15 tahun penjara.

    Ada tiga orang terduga pelaku berstatus anak bawah umur. “Kami harus berkoordinasi dengan Bapas (Balai Pemasyarakatan), karena perlakuan terhadap anak berbeda, dengan sistem peradilan anak yang berhadapan dengan hukum,” kata Bayu.

    Semua pelaku berasal dari Kecamatan Panti dan Sumbersari, Jember. “Kayaknya memang kelompok yang ikut konvoi dari dua kecamatan tersebut. Belum ada informasi yang valid, tapi bisa jadi dimungkinkan ada (pelaku) dari daerah lain, seperti Bondowoso, Lumajang, Situbondo, dan Banyuwangi. Tapi informasi itu belum valid, karena belum ada pelaku dari daerah tersebut yang kami amankan,” kata Bayu.

    Polisi masih terus memburu pelaku lain berdasarkan informasi dari 22 orang yang ditangkap. Namun identitas pelaku lain tersebut masih belum jelas. “Tidak menyebutkan nama lengkap. Hanya ciri-ciri, pakai baju in, begini begini. Masih harus diklarifikasi kebenarannya,” kata Bayu.

    Penetapan tersangka akan dilaksanakan di Polda Jatim. “Kalau di sini prarekon (pra rekonstruksi) untuk menentukan peran masing-masing orang. Gelar perkara dilaksanakan di Polda,” kata Bayu.

    Soal otak pelaku kekerasan, Bayu belum bisa menyebutkan rinci. “Pengeroyokan dilakukan bersama-sama. Tapi ada orang yang kami tetapkan sebagai yang memprovokasi. Sementara baru satu orang. Yang lainnya ikut, tapi melakukan pemukulan,” katanya.

    Bayu mengatakan kasus pengeroyokan terhadap polisi oleh massa PSHT menjadi perhatian publik dan Markas Besar Kepolisian RI. “Saya rasa proses penanganan di Polda akan dilakukan sesegera mungkin. Mungkin Pak Kapolda akan merilis langsung,” katanya. [wir]

  • Para Tokoh Masyarakat Jember Dukung Polisi Usut Tuntas Pengeroyokan oleh Massa PSHT

    Para Tokoh Masyarakat Jember Dukung Polisi Usut Tuntas Pengeroyokan oleh Massa PSHT

    Jember (beritajatim.com) – Para tokoh masyarakat Kabupaten Jember, Jawa Timur, mendukung pengusutan tuntas pengeroyokan polisi oleh massa perguruan silat Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT), Senin (22/7/2024) dini hari.

    Ajun Inspektur Dua Parmanto Indrajaya jadi sasaran pengeroyokan saat berupaya membubarkan konvoi massa PSHT yang memblokade simpang tiga depan Transmart, Jalan Hayam Wuruk. “Kami menghalau blokade dan memerintahkan tidak menutup jalan, tapi malah terjadi penganiayaan,” kata Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Jember Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Bayu Pratama, Selasa (23/7/2024).

    Parmanto segera dilarikan ke Rumah Sakit Kaliwates. “Alhamdulillah, anggota kami dalam keadaan sadar, stabil, dan tidak ada luka berarti. Namun demikian ini tidak bisa dianggap sepele,” kata Bayu.

    Abdul Muqiet Arief, Wakil Bupati Jember 2016-2021, langsung mengucapkan ‘innalillah” begitu mendengar peristiwa itu. “Ini berita kekerasan yang kesekian kalinya dan kita hanya bisa mengelus dada. Kali ini korbannya adalah aparat,” katanya.

    “Kita tunggu info ending penyelesaiannya. Apa cukup hanya dengan ‘minta maaf karena khilaf dan berjanji tidak akan mengulangi lagi’, atau bagaimana,” tambah pria yang juga dikenal sebagai pengasuh Pondok Pesantren Al Fatah di Kecamatan Silo ini.

    Dukungan senada meluncur pula dari Baiqun Purnomo yang akrab disapa Gus Baiqun. “Wajib hukumnya aparat kepolisian menindak tegas semua pelaku, dan memeriksa pimpinan organisasinya,” katanya.

    Baiqun menegaskan bahwa negara tidak boleh kalah dengan aksi premanisme. “Ini kalau tidak ditindak tegas, harga diri aparat kepolisian akan direndahkan, seakan-akan polisi kalah dengan preman,” katanya.

    Anggota DPRD Jember dari Partai Nasional Demokrat David Handoko Seto mendukung kepolisian untuk bertindak tegas. “Kami sangat prihatin dengan kejadian yang sudah beberapa kali membawa nama lembaga ormas bela diri untuk berbuat arogan. Kami yakin polisi akan bertindak cepat dan profesional, usut tuntas untuk keadilan,” katanya.

    David bahkan meminta agar PSHT dibekukan sementara. “Saya ingat Ketua PSHT pernah menandatangani pakta integritas bersama Forkopimda. Jadi ini tidak bisa dibiarkan,” katanya. [wir]