kab/kota: Jeddah

  • Saudia Airlines Mendarat di Kualanamu gegara Ancaman Bom, Penumpang Dievakuasi

    Saudia Airlines Mendarat di Kualanamu gegara Ancaman Bom, Penumpang Dievakuasi

    Deli Serdang

    Pesawat Saudia Airlines rute Jeddah-Jakarta mendarat darurat di Bandara Kualanamu, Deli Serdang, Sumatera Utara (Sumut), karena mendapatkan ancaman bom. Para penumpang telah dievakuasi.

    Kabid Humas Polda Sumut Kombes Ferry Walintukan belum memerinci berapa jumlah penumpang yang ada di dalam pesawat itu. Namun, kata Ferry, seluruh penumpang sudah dievakuasi.

    “(Penumpang) diturunkan di ruang tunggu,” kata Ferry dilansir detikSumut, Selasa (17/6/2025).

    Diketahui, pesawat Saudia Airlines rute Jeddah-Jakarta mendapatkan ancaman bom. Ancaman itu awalnya diterima pilot pesawat ketika sudah terbang dari Bandara Jeddah.

    “Ancaman diterima oleh pilot ketika pesawat sudah on air dari Bandara Jeddah. Pada pukul 10.55 WIB, pesawat sudah mendarat di Bandara Kualanamu dalam keadaan selamat,” jelasnya.

    Ferry mengatakan upaya pengamanan masih dilakukan hingga saat ini. “Upaya pengamanan masih berlangsung. Perkembangan situasi dan informasi akan segera dilaporkan,” pungkasny

    (isa/imk)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Menag Sebut Semua Jemaah Melaksanakan Haji, 2 Lansia yang Hilang, Ibadahnya Dibadalkan

    Menag Sebut Semua Jemaah Melaksanakan Haji, 2 Lansia yang Hilang, Ibadahnya Dibadalkan

    Bisnis.com, JEDDAH — Menteri Agama Nasaruddin Umar menyebut hingga fase pemulangan, semua jemaah telah melaksanakan ibadah haji, termasuk dua orang lanjut usia (lansia) yang dibadalkan, atau diwakilkan ibadahnya.

    “Seluruh jemaah haji sudah menunaikan ibadah haji. Tidak ada satu orang pun yang tidak melaksanakan ibadah haji. Ada dua yang hilang, sampai sekarang ini masih dicari ya, tapi itu sudah dibadalkan,” kata Nasaruddin di Kantor Urusan Haji Jeddah, Senin (16/6/2025).

    Dia melanjutkan, petugas badal haji juga sudah mewakilkan ibadah jemaah yang masih dirawat di rumah sakit sampai dengan puncak haji berlangsung di Arafah, Muzdalifah, Mina (Armuzna).

    Sementara itu, Kepala Bidang Perlindungan Jemaah (Linjam) PPIH Arab Saudi Harun Arrasyid menyebut identitas mereka yang hilang yakni Nurimah dari kelompok terbang 19 Embarkasi Palembang (PLM-19) dan Sukardi bin Jakim dari kloter 79 Embarkasi Surabaya (SUB-79). Berdasarkan data Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) Kementerian Agama, keduanya masuk gelombang II kedatangan tiba pada 25 Mei 2025 dari Jeddah, Arab Saudi.

    “Ini ada yang terlepas dari kloternya sejak kedatangan dua hari dan tiga hari di Tanah Suci. Terlepas dari rombongan sebelum Armuzna,” kata Harun.

    Menurut informasi orang hilang PPIH, Sukardi terakhir kali terlihat berada di Hotel Tala’ea Al-Khair, Makkah pada 29 Mei 2025. Sementara, Nurimah dilaporkan terlepas dari rombongan saat mengunjungi Masjidil Haram.

    “Ada pendampingnya karena usianya Ibu Nurimah sekitar 80 tahun, dan Bapak Sukardi menurut informasi ke kami itu dia 77 tahun,” sambungnya.

    Harun menerangkan pihak Linjam yang menerima laporan jemaah hilang segera membentuk dua tim pencarian, yakni Tim A dan Tim B. Dua tim itu setiap hari mencari Nurimah dan Sukardi di sekitar Makkah dan Jeddah.

    “Juga ke kantor-kantor polisi di wilayah Makkah. Kami juga koordinasi dengan pihak KJRI. KJRI juga bersama dengan tim kami melakukan pencarian, kemudian berkonsultasi dengan konsul haji di Jeddah serta rekan-rekan kesehatan yang ada di KKHI,” imbuh Harun.

    Rencananya, rombongan Kloter PLM 19 dan SUB 79 kembali ke Tanah Air pada 28 Juni 2025. “Mudah-mudahan dalam waktu dekat ada titik terang,” kata dia.

  • Salat Berjamaah Tapi Beda Niat dengan Imam, Bagaimana Hukumnya?

    Salat Berjamaah Tapi Beda Niat dengan Imam, Bagaimana Hukumnya?

    Jakarta: Salat berjamaah merupakan salah satu amalan yang sangat dianjurkan dalam Islam karena keutamaannya yang besar, khususnya dari sisi pahala.

    Namun, terkadang ada beberapa situasi yang menimbulkan pertanyaan fikih, salah satunya adalah ketika makmum ikut berjamaah berbeda niat dengan imam. Misalnya, imam melaksanakan salat fardu Zuhur, sementara si makmum berniat melaksanakan salat qadha atau salat sunnah.

    Lalu, bagaimana hukum dan keabsahan salat berjamaah dalam kondisi seperti ini? Apakah salat makmum tetap sah meskipun tidak menyamakan niat dengan imam? 

    Melansir dari NU Online, dijelaskan bahwa dalam salat jamaah makmum itu memang harus mengikuti imam sebagaimana dijelaskan dalam hadits;

    Artinya, “Tidak lain, posisi imam fungsinya untuk diikuti,” (Muttafaqun Alaih). 

    Imam an-Nawawi dalam kitabnya, Majmu’ Syarah Muhadzab menjelaskan maksud dari hadis tersebut adalah imam harus diikuti dalam gerakannya tidak dalam niatnya. 

    Salah satu syarat sahnya salat berjamaah adalah adanya kesesuaian susunan (nadzm) gerakan salat antara imam dan makmum, meskipun jumlah rakaatnya berbeda. Misalnya, shalat fardu tidak dapat dilakukan dengan bermakmum kepada seseorang yang sedang melaksanakan salat gerhana matahari, gerhana bulan, shalat jenazah, sujud tilawah, atau sujud syukur. 

    Hal ini disebabkan oleh ketidaksesuaian susunan gerakan antara imam dan makmum, sehingga makmum tidak dapat mengikuti gerakan imam secara sempurna, dan jamaahnya menjadi tidak sah. 

    Sebaliknya, seseorang yang melaksanakan salat fardu tetap sah hukumnya jika bermakmum kepada imam yang sedang melaksanakan shalat sunnah atau shalat qadha, meskipun terdapat perbedaan niat antara imam dan makmum. Hal ini dimungkinkan karena susunan gerakan shalat tetap sesuai, sehingga makmum dapat mengikuti gerakan imam dengan sempurna. 

    Namun, perlu dicatat bahwa bermakmum kepada imam yang sedang melaksanakan shalat qadha hukumnya makruh dan dapat mengurangi keutamaan salat berjamaah. 
     

    Penjelasan lebih lanjut mengenai hal ini dapat dijelaskan dalam karya Imam Ibnu Hajar al-Haitami:

    Artinya, “Sah (namun makruh karena menghilangkan keutamaan berjamaah) salat Zhuhur di belakang orang yang sedang shalat Ashar, atau sebaliknya; dan shalat di belakang orang yang sedang shalat Maghrib, atau sebaliknya, karena kesamaan dalam tata cara shalat (nizham), meskipun berbeda dalam jumlah rakaat dan niat. Demikian pula dibolehkan orang yang mengqadha shalat bermakmum kepada orang yang sedang menunaikan shalat pada waktunya (ada’), dan sebaliknya; serta orang yang menunaikan shalat fardhu bermakmum kepada orang yang sedang shalat sunnah, dan sebaliknya, karena adanya kesesuaian tata cara dalam semua keadaan tersebut.” (Minhajul Qawim, [Beirut, Darul Kutub Ilmiyah, cetakan pertama: 2000), halaman 158).  

    Menanggapi kondisi tersebut, Syekh Said Bin Muhammad Ba’ali Baisan dalam Busyrol Karim menyatakan bahwa shalat tetap sah, tetapi hukumnya makruh dan kehilangan keutamaan jamaah.

    Namun, shalat sendirian lebih utama daripada salat berjamaah dengan imam yang berbeda niat, untuk menghindari perbedaan pendapat ulama yang menyatakan salat tersebut tidak sah (khuruj minal khilaf). 

    Artinya, “Makmum yang mengqadha shalat sah untuk bermakmum kepada orang yang sedang menunaikan salat pada waktunya (shalat ada’), begitu pula sebaliknya. Demikian pula, boleh orang yang menunaikan shalat fardhu bermakmum kepada orang yang sedang shalat sunnah, dan sebaliknya; karena semua itu memiliki kesesuaian dalam susunan (tata cara) shalat. Namun, shalat sendirian dalam keadaan seperti ini lebih utama, sebagai bentuk kehati-hatian terhadap adanya perbedaan pendapat. Sebab meskipun perbedaan itu lemah dan tidak sampai menimbulkan hukum makruh, tetap saja dapat mengurangi kesempurnaan salat. Maka, shalat sendirian, karena disepakati keabsahannya, lebih utama daripada shalat berjamaah yang masih diperselisihkan keabsahannya..” (Said bin Muhammad Ba’ali Baisan, Busyrol Karim, [Jeddah, Darul Minhaj: 2004 M] halaman 349).   

    Kesimpulannya, hukum bermakmum pada imam yang menjalankan shalat Dzuhur qadha bagi seseorang yang melaksanakan shalat Dzuhur adalah sah, meskipun terdapat perbedaan niat antara makmum dan imam. Hal ini karena keduanya memiliki kesamaan dalam bentuk dan susunan salat. Meski begitu, salat tersebut dihukumi makruh sehingga keutamaan berjamaah tidak diperoleh.

    Jakarta: Salat berjamaah merupakan salah satu amalan yang sangat dianjurkan dalam Islam karena keutamaannya yang besar, khususnya dari sisi pahala.
     
    Namun, terkadang ada beberapa situasi yang menimbulkan pertanyaan fikih, salah satunya adalah ketika makmum ikut berjamaah berbeda niat dengan imam. Misalnya, imam melaksanakan salat fardu Zuhur, sementara si makmum berniat melaksanakan salat qadha atau salat sunnah.
     
    Lalu, bagaimana hukum dan keabsahan salat berjamaah dalam kondisi seperti ini? Apakah salat makmum tetap sah meskipun tidak menyamakan niat dengan imam? 

    Melansir dari NU Online, dijelaskan bahwa dalam salat jamaah makmum itu memang harus mengikuti imam sebagaimana dijelaskan dalam hadits;
     

     
    Artinya, “Tidak lain, posisi imam fungsinya untuk diikuti,” (Muttafaqun Alaih). 
     
    Imam an-Nawawi dalam kitabnya, Majmu’ Syarah Muhadzab menjelaskan maksud dari hadis tersebut adalah imam harus diikuti dalam gerakannya tidak dalam niatnya. 
     
    Salah satu syarat sahnya salat berjamaah adalah adanya kesesuaian susunan (nadzm) gerakan salat antara imam dan makmum, meskipun jumlah rakaatnya berbeda. Misalnya, shalat fardu tidak dapat dilakukan dengan bermakmum kepada seseorang yang sedang melaksanakan salat gerhana matahari, gerhana bulan, shalat jenazah, sujud tilawah, atau sujud syukur. 
     
    Hal ini disebabkan oleh ketidaksesuaian susunan gerakan antara imam dan makmum, sehingga makmum tidak dapat mengikuti gerakan imam secara sempurna, dan jamaahnya menjadi tidak sah. 
     
    Sebaliknya, seseorang yang melaksanakan salat fardu tetap sah hukumnya jika bermakmum kepada imam yang sedang melaksanakan shalat sunnah atau shalat qadha, meskipun terdapat perbedaan niat antara imam dan makmum. Hal ini dimungkinkan karena susunan gerakan shalat tetap sesuai, sehingga makmum dapat mengikuti gerakan imam dengan sempurna. 
     
    Namun, perlu dicatat bahwa bermakmum kepada imam yang sedang melaksanakan shalat qadha hukumnya makruh dan dapat mengurangi keutamaan salat berjamaah. 
     

     
    Penjelasan lebih lanjut mengenai hal ini dapat dijelaskan dalam karya Imam Ibnu Hajar al-Haitami:
     

     
    Artinya, “Sah (namun makruh karena menghilangkan keutamaan berjamaah) salat Zhuhur di belakang orang yang sedang shalat Ashar, atau sebaliknya; dan shalat di belakang orang yang sedang shalat Maghrib, atau sebaliknya, karena kesamaan dalam tata cara shalat (nizham), meskipun berbeda dalam jumlah rakaat dan niat. Demikian pula dibolehkan orang yang mengqadha shalat bermakmum kepada orang yang sedang menunaikan shalat pada waktunya (ada’), dan sebaliknya; serta orang yang menunaikan shalat fardhu bermakmum kepada orang yang sedang shalat sunnah, dan sebaliknya, karena adanya kesesuaian tata cara dalam semua keadaan tersebut.” (Minhajul Qawim, [Beirut, Darul Kutub Ilmiyah, cetakan pertama: 2000), halaman 158).  
     
    Menanggapi kondisi tersebut, Syekh Said Bin Muhammad Ba’ali Baisan dalam Busyrol Karim menyatakan bahwa shalat tetap sah, tetapi hukumnya makruh dan kehilangan keutamaan jamaah.
     
    Namun, shalat sendirian lebih utama daripada salat berjamaah dengan imam yang berbeda niat, untuk menghindari perbedaan pendapat ulama yang menyatakan salat tersebut tidak sah (khuruj minal khilaf). 
     

     
    Artinya, “Makmum yang mengqadha shalat sah untuk bermakmum kepada orang yang sedang menunaikan salat pada waktunya (shalat ada’), begitu pula sebaliknya. Demikian pula, boleh orang yang menunaikan shalat fardhu bermakmum kepada orang yang sedang shalat sunnah, dan sebaliknya; karena semua itu memiliki kesesuaian dalam susunan (tata cara) shalat. Namun, shalat sendirian dalam keadaan seperti ini lebih utama, sebagai bentuk kehati-hatian terhadap adanya perbedaan pendapat. Sebab meskipun perbedaan itu lemah dan tidak sampai menimbulkan hukum makruh, tetap saja dapat mengurangi kesempurnaan salat. Maka, shalat sendirian, karena disepakati keabsahannya, lebih utama daripada shalat berjamaah yang masih diperselisihkan keabsahannya..” (Said bin Muhammad Ba’ali Baisan, Busyrol Karim, [Jeddah, Darul Minhaj: 2004 M] halaman 349).   
     
    Kesimpulannya, hukum bermakmum pada imam yang menjalankan shalat Dzuhur qadha bagi seseorang yang melaksanakan shalat Dzuhur adalah sah, meskipun terdapat perbedaan niat antara makmum dan imam. Hal ini karena keduanya memiliki kesamaan dalam bentuk dan susunan salat. Meski begitu, salat tersebut dihukumi makruh sehingga keutamaan berjamaah tidak diperoleh.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (PRI)

  • Konjen RI Jeddah Tangani 37 WNI Pelaku Haji Ilegal, Masih Bisa Bertambah

    Konjen RI Jeddah Tangani 37 WNI Pelaku Haji Ilegal, Masih Bisa Bertambah

    Bisnis.com, JEDDAH — Konsulat Jenderal RI di Jeddah sejauh ini telah menerima permintaan bantuan untuk pemulangan 37 Warga Negara Indonesia (WNI) yang tidak bisa pulang ke Tanah Air karena catatan keimigrasian terkait haji ilegal. Umumnya, pelaku haji ilegal menggunakan visa ziarah atau visa kerja untuk bisa melaksanakan ibadah haji.

    Konsul Jenderal RI di Jeddah Yusron B Ambary mengatakan jumlah tersebut kemungkinan akan terus bertambah karena sejak sebelum puncak ibadah haji, Pemerintah Arab Saudi menangkap setidaknya 300.000 jemaah haji ilegal dan membuang mereka keluar dari Makkah.

    “Jadi tadi sudah ada beberapa orang, yang sekarang sudah terdapat 37 orang, tapi tidak tertutup kemungkinan masih ada ratusan orang lagi yang akan datang meminta bantuan ke KJRI,” kata Yusron di Kantor Urusan Haji Jeddah, Arab Saudi, Senin (16/6/2025).

    Dia melanjutkan, pada saat ribuan pelaku haji ilegal tersebut diangkut ke luar dari Makkah, diikuti dengan pendataan dan langsung terkena denda. Tidak hanya pelaku yang terkena denda, tetapi juga perusahaan sponsor yang menjanjikan ibadah haji melalui jalur tak resmi kepada mereka.

    “Jadi menurut saya tahun depan mungkin para sponsor ini juga akan berpikir ulang untuk mendatangkan jemaah haji tanpa tasrikh [izin masuk Makkah] ke Arab Saudi. Kami mengantisipasi ke depan akan semakin banyak orang-orang yang datang,” katanya.

    Yusron menambahkan selain terkena denda, pelaku haji ilegal juga akan dicegah untuk masuk wilayah Arab Saudi dalam jangka waktu tertentu, sehingga tidak memungkinkan mereka untuk berhaji dan berumrah dalam waktu dekat.

    Adapun, mengenai besaran denda yang diberikan bervariasi mulai dari 2.000 riyal Arab Saudi per orang. Bagi perusahaan sponsor, tentu dendanya lebih besar lagi bergantung pada jumlah orang yang mereka bawa.

    “Sekali lagi, kami mengimbau kepada warga negara Indonesia yang ingin berhaji tahun depan, berpikir ulang untuk bisa mengambil jalan-jalan yang ilegal karena sekali lagi, proses yang sekarang yang sedang dialami oleh saudara-saudara kita tidak tepat, kemungkinan akan berakhir dengan deportasi dan juga banned masuk ke Arab Saudi selama 10 tahun,” jelasnya.

  • Evaluasi Sistem Multisyarikah dalam Penyelenggaraan Haji, Ini Kata Menag

    Evaluasi Sistem Multisyarikah dalam Penyelenggaraan Haji, Ini Kata Menag

    Bisnis.com, JEDDAH — Pemberlakuan sistem multisyarikah dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun ini menjadi salah satu catatan evaluasi. Menteri Agama Nasaruddin Umar mengatakan banyak evaluasi terhadap pelayanan syarikah terhadap jemaah haji Indonesia tahun ini.

    Seperti diketahui, pelayanan terhadap jemaah haji Indonesia tahun ini melibatkan 8 syarikah, yang merupakan perusahaan swasta Arab Saudi. Hal itu berbeda dari tahun lalu dimana pelayanan dilaksanakan hanya oleh satu syarikah tunggal.

    Sistem multisyarikah ini sebelumnya menimbulkan dinamina di lapangan karena pelayanan jemaah di Indonesia masih berbasis kelompok terbang (kloter). Pada perkembangannya, Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) mencetuskan sejumlah terobosan untuk mengatasi dinamika pelayanan jemaah.

    “Pasti banyak evaluasi kita kan, misalnya ada hal-hal yang tidak boleh terulang di masa-masa akan datang. Misalnya database yang berbeda dengan database di syarikah. Kemudian yang kedua juga tidak boleh terulang, kemah yang tidak sesuai dengan jumlah jemaah. Kemudian juga keterlambatan makanan beberapa hotel ya, juga ada faktor-faktor teknis yang lain,” kata Nasaruddin di Kantor Urusan Haji Jeddah, Arab Saudi, Senin (16/6/2025).

    Ditanya mengenai apakah ada kemungkinan pengurangan jumlah syarikah dalam penyelenggaraan haji mendatang, Menag mengatakan menyerahkan keputusan tersebut kepada penyelenggara tahun depan. Pada 2026, pelaksanaan ibadah haji akan diserahkan kepada Badan Penyelenggara (BP) Haji dan tidak lagi berada di bawah Direktorat Jenderal Haji dan Umrah Kementerian Agama.

    Lebih lanjut Nasaruddin mengatakan sistem multisyarikah yang tahun ini diterapkan sebenarnya dimaksudkan agar tidak ada monopoli dalam pelayanan jemaah. Jika sistemnya berjalan baik sesuai rencana, justru jemaah yang akan diuntungkan karena masing-masing syarikah akan bersaing menyediakan pelayanan terbaiknya.

    “Sebetulnya syarikah-syarikah ini ada positif, negatifnya juga. Kalau syarikahnya tunggal, itu kan kesannya monopoli ya, tapi kalau syarikahnya banyak, itu juga ada dampaknya seperti kemarin. Tetapi saya pikir kalau sistemnya jalan, enggak ada masalah banyak atau sedikitnya, yang penting komunikasi, data itu sangat penting,” ujarnya.

  • Perang Iran vs Israel, Menag Pastikan Pemulangan Jemaah Haji Indonesia Tak Terdampak – Page 3

    Perang Iran vs Israel, Menag Pastikan Pemulangan Jemaah Haji Indonesia Tak Terdampak – Page 3

    Sementara, perang Israel versus Iran berdampak pada proses pemulangan jemaah haji Iran dari Arab Saudi. Raja Salman, berdasarkan rekomendasi Putra Mahkota sekaligus Perdana Menteri Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman, memerintahkan Kementerian Haji dan Umrah memberi dukungan dan layanan penuh kepada para jemaah Iran agar selamat sampai di rumah.

    Mengutip Saudi Gazette, Senin (16/6/2025), Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi selanjutnya mendirikan ruang operasi khusus untuk memantau status jemaah Iran sepanjang waktu dan memastikan semua kebutuhan mereka terpenuhi selama di Makkah dan Madinah. Sekitar 76.000 warga Iran berangkat haji pada tahun ini.

    Berkoordinasi dengan otoritas Saudi yang relevan, Arab Saudi telah menyusun rencana pemulangan jemaah haji Iran secara rinci berdasarkan permintaan dari pihak Iran yang bertanggung jawab atas urusan jemaah. Hal itu untuk menjamin kelancaran logistik dan transportasi yang lancar di semua tahap kepulangan mereka.

     

     

    Menurut rencana, jemaah Iran akan menggunakan penerbangan domestik dari Bandara Internasional King Abdulaziz di Jeddah dan Bandara Internasional Prince Mohammed bin Abdulaziz di Madinah menuju Bandara Arar. Dari sana, mereka akan melanjutkan perjalanan melalui darat melalui pelabuhan darat Arar yang baru didirikan untuk melanjutkan perjalanan mereka ke Iran.

  • Terkait Kekurangan Penyelenggaraan Haji 2025, Menag Sebut Karena Sistem Baru

    Terkait Kekurangan Penyelenggaraan Haji 2025, Menag Sebut Karena Sistem Baru

    Bisnis.com, JEDDAH — Penyelenggaraan ibadah haji 2025 tidak lepas dari hambatan dan kekurangan. Menteri Agama Nasaruddin Umar yang berkesempatan menyapa jemaah haji Indonesia di Bandara Jeddah jelang kepulangan ke Tanah Air, mengatakan sistem baru dengan 8 syarikah terlibat menyebabkan sejumlah penyesuaian dalam pelayanan kepada jemaah. 

    Meski demikian, dia mengapresiasi Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) dan pihak Pemerintah Arab Saudi yang telah memungkinkan hajatan besar penyelenggaraan ibadah haji tahun ini hampir rampung dengan beberapa catatan prestasi. 

    “Memang di awal-awal ada krusial karena kami pakai sistem baru ya. Ada keterlambatan penemuan hotel, tetapi itu teratasi semuanya sih sebetulnya, tidak ada yang sampai terbengkalai, terlantar,” katanya di Bandara Jeddah, Minggu (15/6/2025). 

    Salah satu indikator catatan prestasi penyelenggaraan ibadah haji tahun ini yakni turunnya jumlah jemaah haji yang wafat. Menurut Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) hingga Mingu (15/6/2026) tercatat ada 279 jemaah haji Indonesia yang wafat di Tanah Suci, turun dari akumulasi periode yang sama tahun lalu sebanyak 461 jiwa. 

    “Alhamdulillah terjadi pengurangan jumlah kematian. Itu juga salah satu indikator yang sangat penting,” katanya. 

    Menag mengajak semua pihak untuk tidak mendramatisasi kekurangan-kekurangan yang terjadi selama penyelenggaraan ibadah haji, melainkan menjadikan hal itu sebagai catatan untuk perbaikan ke depan. 

    Dengan tidak mengecilkan kepentingan jemaah yang terdampak kebijakan sistem baru tahun ini, Menag mengatakan keterlambatan dan kemacetan selalu terjadi setiap tahun pada musim haji di Tanah Suci karena padatnya jemaah dari seluruh dunia. 

    “Jadi yang penting buat kami adalah seluruh jemaah kita itu menyelenggarakan ibadah hajinya. Tidak ada yang tidak terangkut ke Arafah. Tidak ada yang terangkut melalui Muzdalifah. Tidak ada yang tidak ke Mina” katanya. 

    Kini, jemaah haji Indonesia berangsur pulang ke Tanah Air, gelombang pertama melalui Bandara Jeddah, dilanjutkan dengan gelombang kedua melalui Bandara Madinah. Menurut Siskohat, hingga Minggu (15/6/2025) pukul 15:41 Waktu Arab Saudi (WAS) sudah ada 64 kelompok terbang (kloter) dari 525 kloter yang tiba di Indonesia, dengan total 25.011 jemaah. 

  • Jemaah Haji Diimbau Tak Bawa Pulang Dua Barang Ini

    Jemaah Haji Diimbau Tak Bawa Pulang Dua Barang Ini

    Bisnis.com, JEDDAH — Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) mengingatkan kepada seluruh jemaah haji Indonesia agar memperhatikan ketentuan barang bawaan yang diperbolehkan masuk ke kabin pesawat.

    Salah satu poin penting yang kerap terabaikan adalah larangan membawa payung dan kabel rol ke dalam kabin saat kepulangan ke Tanah Air.

    Larangan ini dikeluarkan mengacu pada ketentuan keselamatan penerbangan internasional yang berlaku di Bandara Internasional King Abdul Aziz, Jeddah, serta peraturan maskapai.

    Barang-barang tersebut dikategorikan sebagai barang yang dapat mengganggu keselamatan atau kenyamanan penerbangan.

    “Jemaah diimbau tidak membawa kabel rol atau payung ke kabin. Benda-benda tersebut termasuk dalam daftar barang yang dilarang dibawa ke dalam kabin pesawat. Silakan masukkan ke dalam koper besar yang akan dimuat di bagasi,” kata Sekretaris Daerah Kerja Bandara PPIH, Ihsan Faisal di Jeddah, Minggu (15/6/2025).

    Selain dua barang tersebut, PPIH juga mengingatkan agar jemaah tidak membawa benda tajam, cairan lebih dari 100 ml, serta barang-barang yang mudah meledak atau terbakar ke dalam kabin.

    Ihsan menambahkan, larangan ini bukan semata aturan formalitas, tetapi merupakan bagian dari prosedur keamanan internasional demi keselamatan bersama. Jika ditemukan membawa barang terlarang saat pemeriksaan akhir, jemaah akan diminta untuk mengeluarkannya, bahkan tidak menutup kemungkinan barang tersebut disita petugas bandara.

    “Petugas kami di bandara juga akan terus memberikan pendampingan dan sosialisasi kepada jemaah agar proses kepulangan berjalan tertib dan aman,” katanya.

    Dengan memperhatikan ketentuan ini, jemaah diharapkan bisa kembali ke Tanah Air dengan nyaman tanpa hambatan di pintu pemeriksaan keamanan bandara.

  • Soal Petugas Nebeng Haji, Menag: Yang Penting Menjalankan Tugas

    Soal Petugas Nebeng Haji, Menag: Yang Penting Menjalankan Tugas

    Bisnis.com, JEDDAH — Menteri Agama Nasaruddin Umar angkat bicara mengenai tudingan banyaknya petugas haji tahun ini yang yidak maksimal menjalankan tugasnya, karena sembari menjalankan ibadah haji. Nasaruddin mengatakan tidak etis mengatakan petugas haji nebeng menjalankan haji. 

    Menurutnya, yang terpenting adalah petugas menjalankan fungsinya semaksimal mungkin. 

    “Kalau menunggu orang yang sudah haji baru menjadi petugas, bagaimana caranya kan? Ada polisi kita, ada tentara kita kan juga enggak pernah naik haji. Yang penting buat saya itu adalah mereka menjalankan tugas atau enggak? Apa artinya yang sudah haji tetapi kalau dia urus, bukan petugasnya yang mengurus tapi itu petugasnya diurus,” kata Nasaruddin di Bandara Kkng Andulaziz Jeddah, Minggu (15/6/2025). 

    Menag melanjutkan, pada praktiknya banyak petugas yang kehilangan sebagian besar waktu istirahatnya karena menjalankan tugas. Pernyataan bahwa petugas nebeng haji, hanya akan mengecilkan kerja-kerja petugas yang telah berjibaku dengan kondisi di lapangan yang tidak mudah. 

    “Jangan kita mengatakan itu nebeng itu haji, ya memang mungkin tetapi bagi saya jangan melukai perasaannya mereka. Mereka itu tidurnya di lapangan. Kasihan itu. Ya jadi saya tidak ingin melemahkan, mengecilkan prestasi petugas kita tahun ini,” katanya. 

    Dia melanjutkan penyelenggaraan ibadah haji tahun ini tentu tidak luput dari kekurangan dan kelalaian petugas. Akan tetapi, hendaknya kekurangan-kekurangan itu tidak mengecilkan peran petugas haji yang sebagian besar telah melaksanakan fungsinya. 

    “Ini lah yang terbaik ya. Pengakuan juga dari seluruh dunia bahwa tahun ini adalah tahun pelaksanaan haji yang terbaik. Kesediaan pemerintah Saudi Arabia menciptakan suatu sistem yang luar biasa ya,” lanjut Menag. 

    Sebelumnya, pernyataan banyaknya petugas yang nebeng haji diungkapkan Wakil Kepala Badan Penyelenggara (BP) Haji Dahnil Anzar Simanjuntak. Menurutnya, sejumlah peristiwa yang merugikan jemaah pada penyelenggaraan haji tahun ini, salah satunya, karena peran petugas yang belum maksimal. 

    Sebagai pihak akan menjadi penyelenggara haji mulai tahun depan, Dahnil pun sempat mengatakan seleksi petugas perlu diperketat, hingga persyaratan sudah pernah berhaji. 

  • Jelang Kepulangan, Jemaah Haji Diimbau Jaga Kesehatan dan Batasi Aktivitas Fisik

    Jelang Kepulangan, Jemaah Haji Diimbau Jaga Kesehatan dan Batasi Aktivitas Fisik

    Bisnis.com, JEDDAH — Memasuki fase pemulangan gelombang pertama jemaah haji ke Tanah Air, Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) kembali mengingatkan pentingnya menjaga kesehatan. Suhu panas ekstrem di Makkah dan kepadatan Masjidil Haram menjadi perhatian utama menjelang keberangkatan para jemaah ke bandara.

    Wakil Pengendali Teknis Bidang Media Center Haji (MCH), Akhmad Fauzin mengimbau jemaah untuk membatasi ibadah sunnah yang berpotensi mengganggu kondisi kesehatan jelang kepulangan ke Tanah Air.

    “Cuaca siang hari di Makkah masih mencapai 46 derajat Celcius. Kami mengimbau jemaah untuk tidak memaksakan diri melakukan ibadah sunnah, terutama umrah sunnah berulang kali,” ujar Fauzin dalam konferensi pers di Makkah, Sabtu (14/6/2025).

    Fauzin mengingatkan, aktivitas fisik berlebihan dan suhu ekstrem dapat berdampak buruk bagi kondisi kesehatan, terutama bagi jemaah lanjut usia, berisiko tinggi, atau yang baru pulih dari kelelahan setelah puncak ibadah haji. Oleh karena itu, ia menganjurkan agar jemaah lebih bijak mengatur waktu ibadah, termasuk saat akan melaksanakan tawaf wada.

    “Sebaiknya pilih waktu yang lebih sejuk seperti pagi hari setelah Subuh atau malam hari. Jemaah juga diimbau tidak bepergian sendiri, tetap bersama rombþongan demi keamanan,” tambahnya.

    Selain aspek kesehatan, PPIH juga mengingatkan jemaah pengguna Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) agar segera melapor kepada petugas saat tiba di bandara Jeddah atau Madinah.

    “Proses pelaporan ini penting agar petugas bisa membantu pengesahan SPLP ke Kementerian Haji Arab Saudi. Hal ini diperlukan agar proses keimigrasian berjalan lancar,” jelas Fauzin.

    Pada Sabtu (14/6/20×5), sebanyak 19 kloter dijadwalkan pulang ke Indonesia dari berbagai embarkasi, termasuk Jakarta, Surabaya, Makassar, Solo, Medan, dan lainnya. Pemulangan dilakukan secara bertahap melalui dua bandara, yaitu King Abdul Aziz di Jeddah dan Amir Muhammad bin Abdul Aziz di Madinah.

    “Perjalanan pulang memakan waktu yang cukup panjang, maka menjaga kebugaran tubuh sangat penting. Hindari kelelahan, cukupi asupan cairan, dan perhatikan anjuran petugas,” katanya.