kab/kota: Himalaya

  • Bagaimana Nasib Nepal Usai Ambruknya Pemerintahan Resmi?

    Bagaimana Nasib Nepal Usai Ambruknya Pemerintahan Resmi?

    Jakarta

    Perdana Menteri Nepal Khadga Prasad Oli mengundurkan diri pada Selasa (9/9), setelah gelombang protes anti-pemerintah yang berujung pada kerusuhan, menyeret negeri di Himalaya itu ke dalam gejolak politik baru.

    “Dengan mempertimbangkan situasi buruk di negara ini, saya mengundurkan diri efektif hari ini untuk memfasilitasi solusi atas masalah ini dan membantu menyelesaikannya secara politik sesuai dengan konstitusi,” tulis Oli dalam surat pengunduran dirinya kepada Presiden Ram Chandra Poudel.

    Pengunduran diri itu diumumkan setelah para demonstran membakar rumah pejabat tinggi Nepal, termasuk kediaman pribadi Presiden Poudel dan Menteri Dalam Negeri Ramesh Lekhak.

    Para pakar hukum tata negara memperingatkan Nepal berisiko menghadapi kekacauan politik berkepanjangan, kecuali segera dibentuk pemerintahan persatuan nasional.

    “Tidak ada ketentuan konstitusional yang jelas mengenai apa yang seharusnya terjadi selanjutnya dalam situasi seperti ini,” ujar Bipin Adhikari, profesor hukum tata negara di Universitas Kathmandu.

    Salah satu opsi yang mungkin, kata dia, adalah presiden menyerukan pembentukan pemerintahan konsensus nasional. “Perdana menteri harus dipilih dari parlemen sesuai konstitusi 2015, sambil memastikan tuntutan generasi muda Gen Z diakomodasi lewat keterwakilan mereka di dalam dialog ini,” ujarnya kepada DW.

    Kekosongan politik

    C.D. Bhatta, ilmuwan politik sekaligus manajer program senior di Friedrich Ebert Foundation (FES) Nepal, mengatakan kredibilitas seluruh kekuatan politik “menjadi tidak relevan.”

    “Semua pihak kini mencoba memanfaatkan situasi untuk memimpin pemerintahan,” ujarnya kepada DW. “Kita sudah memasuki kekosongan politik dan konstitusional.”

    Menurutnya, situasi harus segera ditangani oleh presiden dengan dukungan militer. “Satu-satunya opsi adalah membentuk pemerintahan sipil hingga terpilih pemerintahan baru, dengan dukungan penuh tentara Nepal yang masih menjadi satu-satunya kekuatan sah di negara ini.”

    Adhikari sependapat. “Pemerintahan ini harus mendapat dukungan militer Nepal, yang saat ini menjadi satu-satunya kekuatan yang mampu menjaga ketertiban,” katanya.

    Akar kerusuhan terbaru

    Nepal, negara pegunungan tanpa akses laut yang terjepit di antara India dan Cina, telah lama menghadapi ketidakstabilan politik dan krisis ekonomi selama dua dekade terakhir.

    Kerusuhan terbaru pecah setelah pemerintah memberlakukan larangan menyeluruh terhadap 26 platform media sosial yang belum terdaftar secara lokal — termasuk Facebook, X, YouTube, LinkedIn, dan WhatsApp — pekan lalu.

    Larangan diduga diputuskan setelah video unggahan anak-anak dan keluarga pejabat Nepal memicu amarah publik, karena menampilkan gaya hidup bertabur kemewahan di tengah kemiskinan.

    Dalam keterangannya, pemerintah beralasan platform-platform media sosial gagal mematuhi aturan baru yang mengharuskan perusahaan menunjuk kantor penghubung di Nepal.

    Namun, para pengkritik menyebut langkah itu sebagai “serangan terhadap kebebasan berekspresi” sekaligus upaya membungkam kritik dan oposisi.

    “Larangan ini adalah upaya putus asa dari pemerintah yang tidak populer untuk membungkam lawan politiknya,” ujar Tara Nath Dahal, ketua LSM Freedom Forum Nepal, kepada DW.

    Analis menilai protes tidak semata-mata dipicu larangan media sosial, melainkan juga mencerminkan frustrasi dan kekecewaan yang meluas atas korupsi serta buruknya tata kelola.

    Aksi yang didorong kelompok muda berusia 18–30 tahun itu sejauh ini berlangsung tanpa kepemimpinan jelas. Banyak anak muda marah karena anak-anak elit politik hidup dalam kemewahan sementara mayoritas generasi muda kesulitan mencari pekerjaan layak.

    “Kami tidak menentang sistem politik atau konstitusi. Kami menentang pemerintahan kroni, partai politik, dan kepemimpinan mereka yang tidak kompeten,” kata seorang perwakilan gerakan protes yang enggan disebut namanya.

    “Kami menuntut tata kelola yang baik dan keadilan bagi mereka yang kehilangan nyawa dalam aksi ini. Kami tidak ingin wajah-wajah lama kembali mengisi jalur politik baru.”

    Tuntutan akuntabilitas

    Pada Senin (8/9), puluhan ribu warga turun ke jalan di ibu kota Kathmandu, mengepung gedung Parlemen.

    Aparat keamanan melepaskan tembakan ke arah massa, menewaskan sedikitnya 19 orang dan melukai sekitar 150 lainnya. Tidak lama berselang, gedung wakil rakyat itu hangus terbakar.

    Kelompok HAM menyerukan pertanggungjawaban dan investigasi independen atas brutalitas aparat keamanan.

    Nirajan Thapaliya, direktur Amnesty International Nepal, mengatakan organisasinya “sangat mengecam penggunaan senjata mematikan maupun non-mematikan secara melawan hukum oleh aparat keamanan di Nepal” dan mendesak otoritas untuk “mengendalikan diri secara maksimal.”

    Gelombang protes memaksa pemerintah mencabut larangan media sosial pada Selasa pagi, sebelum Oli menyerahkan pengunduran dirinya.

    Namun, kemarahan terhadap pemerintah tak kunjung mereda, dengan aksi-aksi protes tetap berlanjut di Kathmandu meski ada jam malam tanpa batas.

    Setelah pengunduran diri Oli, militer Nepal mengunggah imbauan di X agar masyarakat “menahan diri.”

    India, yang menampung ratusan ribu warga Nepal, menyatakan harapannya agar semua pihak di negara tetangga itu menahan diri dan menyelesaikan masalah lewat dialog.

    Kedutaan besar Australia, Finlandia, Prancis, Jepang, Korea Selatan, Inggris, Norwegia, Jerman, dan Amerika Serikat di Nepal juga mengeluarkan pernyataan bersama, mendesak semua pihak menahan diri, menghindari eskalasi, dan memastikan hak-hak fundamental dihormati.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Inggris
    Diadaptasi oleh Rizki Nugraha
    Editor: Yuniman Farid

    Tonton juga video “Demo Berlanjut, Gen Z Nepal Minta Eks Ketua MA Jadi PM Sementara” di sini:

    (ita/ita)

  • Empat Relawan Mulai Simulasi Hidup di Mars

    Empat Relawan Mulai Simulasi Hidup di Mars

    Jakarta

    Empat orang sukarelawan sedang bersiap menjalani misi selama setahun penuh yang dirancang untuk mensimulasikan bagaimana rasanya tinggal di Mars.

    Pada 19 Oktober 2025, Ross Elder, Ellen Ellis, Matthew Montgomery, dan James Spicer akan memasuki Kawasan Mars Dune Alpha milik NASA, sebuah habitat hasil cetak 3D seluas 518 meter persegi di dalam Johnson Space Center di Houston, Texas, Amerika Serikat.

    Mereka akan berada di dalamnya selama 378 hari, dan akan mengakhiri misi mereka pada 31 Oktober 2026. Simulasi ini merupakan bagian dari Crew Health and Performance Exploration Analog (CHAPEA) NASA, serangkaian eksperimen berbasis Bumi untuk mengevaluasi bagaimana manusia mengatasi tuntutan fisik dan psikologis perjalanan luar angkasa. Dua anggota kru pengganti, Emily Phillips dan Laura Marie, juga siap siaga jika ada sukarelawan yang berhalangan hadir.

    Misi CHAPEA dirancang untuk meniru tantangan berat yang akan dihadapi para astronaut selama tinggal di tiruan Planet Merah tersebut. Para sukarelawan akan menghadapi keterbatasan sumber daya, isolasi, keterlambatan komunikasi, malfungsi peralatan, dan simulasi perjalanan luar angkasa bertempo tinggi.

    Skenario-skenario ini dirancang untuk menyediakan data vital bagi NASA tentang kesehatan dan kinerja manusia untuk eksplorasi jangka panjang.

    “Seiring NASA bersiap untuk misi Artemis berawak, CHAPEA dan analog darat lainnya membantu kami menentukan kemampuan terbaik yang akan dibutuhkan astronaut masa depan,” kata Sara Whiting, ilmuwan proyek di Human Research Program di NASA, seperti dikutip dari India Today.

    Selama simulasi, para kru akan melakukan penelitian harian dan aktivitas operasional, termasuk simulasi perjalanan di Mars, operasi robotik, dan berkebun. Mereka juga akan menguji teknologi baru yang dirancang untuk tinggal lama di Mars, seperti dispenser air minum dan perangkat medis diagnostik.

    “Simulasi ini akan memungkinkan kami mengukur kinerja kognitif dan fisik dalam kondisi seperti di Mars,” jelas Grace Douglas, peneliti utama CHAPEA.

    “Wawasan ini akan membantu NASA membuat keputusan penting untuk memastikan para astronaut masa depan tetap aman dan siap menjalankan misi,” imbuhnya.

    Ini menandai simulasi permukaan selama setahun kedua di bawah CHAPEA. Simulasi pertama, yang selesai pada Juli 2024, menyediakan data dasar yang telah memengaruhi perencanaan misi.

    Human Research Program NASA, yang memimpin proyek ini, terus menyelidiki tantangan penerbangan antariksa manusia jangka panjang dan mengembangkan langkah-langkah penanggulangan untuk mendukung era eksplorasi berikutnya ke Bulan, Mars, dan seterusnya.

    NASA tidak sendirian dalam mempelajari kehidupan Mars dengan mensimulasikannya di Bumi. India baru-baru ini melakukan misi analognya sendiri.

    Dipimpin oleh Protoplanet, badan antariksa nasional India, ISRO, mempelajari bagaimana isolasi memengaruhi pikiran dan tubuh manusia di habitat analog yang dijuluki Himalayan Outpost for Planetary Exploration (Hope) atau Pos Terdepan Himalaya untuk Eksplorasi Planet di Ladakh, India.

    (rns/fay)

  • 3 Faktor Penyebab Demo Chaos Nepal yang Buat Pemerintahan Kolaps

    3 Faktor Penyebab Demo Chaos Nepal yang Buat Pemerintahan Kolaps

    Jakarta, CNBC Indonesia– Demonstrasi berujung aksi kekerasan dan anarkisme pecah di Nepal. Sejak Senin, negeri itu dilanda kekacauan, yang membuat pemerintahan kolaps.

    Pada awalnya, pemuda Nepal yang sangat melek digital, harus menerima kenyataan pahit bagaimana pemerintah yang dikuasai Partai Komunis mencoba mengekang akses ke 26 aplikasi media sosial, termasuk Facebook dan X. Keputusan yang dibuat pemerintah sejak Kamis pekan lalu itu, menjadi trigger awal kemarahan warga, yang didominasi Generasi Z.

    Belum lagi banyaknya pengangguran dan terbatasnya kesempatan kerja. Ketidakstabilan politik, korupsi dan lambatnya pembangunan ekonomi negeri Himalaya itu jadi soal lain.

    Sayangnya di tengah situasi sulit, pejabat dan keluarganya tak bisa berempati. Flexing kekayaan baik di muka umum atau media sosial menjadi masalah lain yang memicu warga semakin marah.

    Berikut penjelasan lengkap faktor penyebab demo chaos di Nepal membuat pemerintahannya kini runtuh, dirangkum CNBC Indonesia Kamis (11/9/2025).

    Kesulitan Ekonomi

    Sebenarnya Nepal adalah negara yang sakit secara ekonomi. Ini terlihat dari beberapa indikator.

    World Bank (Bank Dunia) mengatakan bahwa 82% tenaga kerja Nepal ternyata berada di sektor informal.
    Data ini mengejutkan sebagai sebuah negara, di mana data pekerja informal tersebut jauh lebih tinggi daripada rata-rata global dan regional.

    Sulitnya pekerjaan ini pun menjadi jawaban mengapa remitansi sangat penting bagi perekonomian Nepal, setara dengan sepertiga PDB negara itu tahun lalu dan merupakan tingkat tertinggi keempat di dunia. Remitansi sendiri adalah transfer uang yang dilakukan pekerja asing ke penerima di negara asalnya.

    Media sosial, yang coba dikekang pemerintah, adalah alat utama untuk tetap berhubungan dengan kerabat di luar negeri itu. Sehingga kekhawatiran berlebih muncul saat pemerintah memberlakukan kebijakan yang kontra media sosial.

    “Ketergantungan Nepal pada remitansi… telah menjadi pusat pertumbuhan negara tetapi belum menghasilkan lapangan kerja berkualitas di dalam negeri, yang memperkuat siklus hilangnya kesempatan dan berlanjutnya kepergian banyak warga Nepal ke luar negeri untuk mencari pekerjaan,” kata Bank Dunia dalam laporan negara terbarunya.

    Sebenarnya merujuk data paruh pertama 2025, perekonomian Nepal cenderung membaik. PDB riil tumbuh 4,9% dari 4,3% di periode yang sama 2024.

    Dua sektor menjadi pendorong utama. Yakni pertanian dan perindustrian.

    Namun, perlu diketahui Nepal menggelompokkan kaum mudanya pada mereka yang berusia 16-40 tahun. Mereka mencapai 43% dari populasi atau 12 juta orang.

    “Dengan sekitar 500.000 kaum muda memasuki dunia kerja setiap tahun di Nepal, urgensi untuk menciptakan lapangan kerja yang mengangkat keluarga keluar dari kemiskinan dan mendorong pembangunan berkelanjutan menjadi semakin penting,” kata Wakil Presiden Bank Dunia untuk Asia Selatan, Johannes Zutt.

    Foto: REUTERS/Stringer
    Sejumlah pendemo di Nepal berhasil merampas senjata laras panjang milik aparat kepolisian dan militer saat demonstrasi yang berujung kerciuhan. (REUTERS/Bikram Rai)

    Foto: Seorang tentara Nepal berjaga-jaga saat tim tentara mencoba memadamkan api di gedung Parlemen, menyusul tewasnya 19 orang pada hari Senin setelah protes antikorupsi yang dipicu oleh larangan media sosial, yang kemudian dicabut, di Kathmandu, Nepal, 10 September 2025. (REUTERS/Adnan Abidi)

    Korupsi

    Mengutip AFP, korupsi juga jadi hal lain yang membuat demonstrasi besar-besaran. Kelompok hak asasi manusia (HAM) Transparency International menempatkan Nepal di peringkat 107 dari 180 negara.

    Ini dibuktikan dengan vitalnya video yang yang membandingkan perjuangan rakyat biasa Nepal dengan anak-anak politisi yang memamerkan barang-barang mewah dan liburan mahal telah menjadi viral di TikTok. Salah seorang warga bernama Puja Manni (23), yang pernah bekerja di luar negeri mengatakan ekses elit penguasa telah “terungkap melalui media sosial”.

    Ini pun juga menjadi hal lain yang memicu ketidakpuasan anak muda pada para pemimpin yang telah berkuasa puluhan tahun. Perlu diketahui, negara ini menjadi republik federal pada tahun 2008 setelah perang saudara selama satu dekade dan kesepakatan damai yang membawa kaum Maois ke dalam pemerintahan dan menghapuskan monarki.

    Sejak saat itu, pergantian perdana menteri (PM) yang menua menjadi budaya tawar-menawar antar elit. Ini telah memicu persepsi publik bahwa pemerintah tidak peka pada warga.

    Foto: Asap mengepul setelah demonstran membakar gerbang utama Parlemen, selama protes terhadap pembunuhan 19 orang pada hari Senin setelah protes antikorupsi yang dipicu oleh larangan media sosial, yang kemudian dicabut, selama jam malam di Kathmandu, Nepal, 9 September 2025. (REUTERS/Adnan Abidi)

    Ketakutan akan Hilangnya Hak

    Sementara itu, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Nepal memperingatkan bahwa larangan media sosial merusak semangat pemerintahan demokratis. Hal ini setidaknya dikatakan Santosh Sigdel, dari Digital Rights Nepal.

    “Ini jalan yang licin,” ujarnya memberi kiasan.

    Sementara Kathmandu Post mengatakan larangan tersebut menyentuh “saraf yang sensitif” terutama di “kalangan pemuda yang marah”.

    “Mereka menggunakan platform ini untuk melampiaskan rasa frustrasi yang terpendam, terhubung dengan teman, dan tetap terhubung dengan dunia,” tulis surat kabar tersebut, yang kantornya dibakar massa pada hari Selasa.

    “Mereka sudah gelisah, muak dengan sistem kesehatan dan pendidikan negara yang menyedihkan, serta korupsi dan nepotisme yang merajalela, sedemikian rupa sehingga banyak dari mereka tidak melihat masa depan di negara ini.”

    (sef/sef)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Nepal Chaos Demo Gen Z, China Beri Warning ke Warganya

    Nepal Chaos Demo Gen Z, China Beri Warning ke Warganya

    Jakarta, CNBC Indonesia – China pada hari Rabu (10/9/2025) mendesak warganya di Nepal untuk memberi perhatian penuh pada keselamatan. Hal ini dikeluarkan setelah para pengunjuk rasa membakar gedung parlemen dan memaksa perdana menteri untuk mundur dalam kekerasan terburuk yang melanda negara Himalaya itu dalam dua dekade terakhir.

    Dalam sebuah pernyataan, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Lin Jian mengatakan bahwa Beijing tidak akan mengganggu hak Kathmandu untuk memulihkan ketertiban dalam negeri.

    “Diharapkan agar semua sektor di Nepal dapat menangani masalah dalam negeri dengan baik dan segera memulihkan ketertiban sosial dan stabilitas nasional. China telah mengingatkan warganya di Nepal untuk memberi perhatian penuh pada keselamatan,” kata Jian dalam konferensi pers rutin.

    Unjuk rasa massal yang mengguncang Nepal pada awal September 2025 dipicu oleh keputusan pemerintah untuk memblokir puluhan platform media sosial populer seperti Facebook, X, dan YouTube. Pemerintah beralasan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut tidak mendaftar dan mematuhi peraturan yang baru.

    Namun, para kritikus dan aktivis hak asasi manusia mengecam langkah ini sebagai upaya pemerintah untuk membungkam kebebasan berpendapat dan membatasi perbedaan pendapat. Gerakan protes ini dipimpin oleh “Gen Z” atau generasi muda Nepal yang terorganisir melalui media sosial, yang juga menyoroti masalah korupsi dan nepotisme yang telah lama mengakar di kalangan elit politik negara itu.

    Kemarahan publik memuncak setelah 19 orang tewas dalam bentrokan dengan polisi pada hari Senin, 8 September 2025. Protes yang semula damai berubah menjadi kekerasan ketika pengunjuk rasa berusaha menyerbu gedung parlemen. Polisi menggunakan gas air mata, peluru karet, dan peluru tajam untuk membubarkan massa, yang menyebabkan banyak korban jiwa. Kematian para demonstran ini semakin menyulut kemarahan dan mendorong lebih banyak orang turun ke jalan.

    Sebagai tanggapan atas gelombang protes dan kekerasan yang semakin meluas, Perdana Menteri K.P. Sharma Oli mengundurkan diri pada hari Selasa, 9 September 2025. Pengunduran diri ini terjadi setelah menteri dalam negeri dan menteri pertaniannya juga mundur, mengambil “tanggung jawab moral” atas pertumpahan darah yang terjadi. Pengunduran diri Oli, yang menjabat untuk keempat kalinya, menandai titik balik signifikan dalam krisis politik Nepal.

    Di tengah kekacauan, pengunjuk rasa melakukan pembakaran terhadap gedung-gedung pemerintah dan kediaman para politikus senior. Mereka membakar gedung parlemen, Mahkamah Agung, dan rumah-rumah milik Perdana Menteri Oli, mantan perdana menteri, dan pejabat lainnya.

    Pembakaran ini menunjukkan luapan kemarahan publik terhadap sistem politik yang mereka anggap korup dan tidak peka. Sementara itu, pasukan militer dikerahkan untuk membantu memulihkan ketertiban, dan beberapa menteri harus dievakuasi dengan helikopter dari rumah mereka yang terkepung.

    (tps/tps)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Update Terkini Chaos Nepal: Pemerintahan Kolaps, Militer Kuasai Negeri

    Update Terkini Chaos Nepal: Pemerintahan Kolaps, Militer Kuasai Negeri

    Jakarta, CNBC Indonesia – Tentara Nepal dikerahkan untuk berpatroli di jalan-jalan ibu kota Kathmandu pada Rabu (10/9/2025) dalam upaya memulihkan ketertiban setelah gelombang protes besar-besaran yang berujung pada pembakaran gedung parlemen serta pengunduran diri perdana menteri.

    Kerusuhan ini disebut sebagai yang terburuk dalam dua dekade terakhir di negara Himalaya tersebut.

    Dengan pengeras suara, tentara mengumumkan pemberlakuan jam malam sementara kendaraan lapis baja melintas di antara bangkai mobil dan gedung-gedung yang hangus terbakar. Kepala Staf Angkatan Darat Nepal, Jenderal Ashok Raj Sigdel, menyerukan para demonstran agar “menghentikan aksi protes dan terlibat dalam dialog.”

    Adapun kerusuhan berawal pada Senin di Kathmandu sebagai bentuk kemarahan atas kebijakan pemerintah yang melarang penggunaan media sosial dan kasus dugaan korupsi. Gelombang protes yang dipimpin generasi muda dan menamakan diri gerakan “Gen Z” itu kemudian berubah menjadi ledakan kemarahan nasional, dengan sejumlah gedung pemerintah dibakar menyusul penindakan aparat yang menewaskan sedikitnya 19 orang.

    Militer memperingatkan bahwa “vandalisme, penjarahan, pembakaran, atau serangan terhadap individu dan properti atas nama protes akan diperlakukan sebagai tindak pidana yang bisa dihukum.”

    Bandara internasional Kathmandu diperkirakan kembali beroperasi pada Rabu setelah lumpuh akibat kerusuhan. Asap masih mengepul dari gedung-gedung pemerintah, rumah politikus, hingga pusat perbelanjaan yang jadi sasaran massa.

    Di dinding parlemen yang menghitam akibat kebakaran, tampak coretan pesan perpisahan kasar kepada pemerintah yang tumbang, bertuliskan mereka telah memilih “lawan yang salah,” ditandatangani dengan nama “Gen Z.”

    Kerusuhan juga menyasar rumah mantan perdana menteri empat periode sekaligus pemimpin Partai Komunis, KP Sharma Oli (73), yang diserang dan dibakar massa pada Selasa. Oli kemudian mengundurkan diri untuk memberi jalan “menuju solusi politik”, meski hingga kini keberadaannya tidak diketahui.

    “Ini akibat dari perbuatan buruk para pemimpin kita,” kata Dev Kumar Khatiwada (60), pensiunan polisi, saat berbincang dengan rekan-rekannya di sebuah warung teh, sebagaimana dikutip AFP.

    Namun, ia menambahkan bahwa pembakaran gedung-gedung besar tidak bisa dibenarkan. “Vandalisme bukanlah jalan keluar yang tepat dari masalah ini.”

    Mengutip Newsweek, pembakaran yang dilakukan massa juga berujung kematian istri Oli. Jhala Nath Khanal tewas setelah terbakar hidup-hidup ketika rumahnya dibakar warga yang marah pada Selasa.

    Reaksi Internasional

    Kelompok think tank International Crisis Group menyebut krisis ini sebagai “titik balik besar dalam pengalaman demokrasi Nepal yang penuh ketidakpastian.”

    Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyerukan agar semua pihak menahan diri demi mencegah eskalasi lebih jauh. “Perlu ada pengendalian diri untuk menghindari peningkatan kekerasan,” ujar juru bicara Stephane Dujarric dalam pernyataannya.

    Namun arah politik Nepal pascakerusuhan masih samar. “Para demonstran, pemimpin yang mereka percayai, dan militer harus duduk bersama untuk membuka jalan menuju pemerintahan sementara,” kata pengacara konstitusi Dipendra Jha kepada AFP.

    Analis Crisis Group, Ashish Pradhan, juga menegaskan perlunya “pengaturan transisi yang harus segera digagas dan melibatkan tokoh-tokoh yang masih dipercaya masyarakat, khususnya kaum muda.”

    Meski demikian, dengan cepatnya pergerakan massa yang didorong generasi muda, belum jelas siapa sosok yang dapat menjadi figur pemersatu.

    Krisis Generasi Muda

    Lebih dari 20% warga Nepal berusia 15-24 tahun saat ini menganggur, menurut data Bank Dunia. Produk domestik bruto (PDB) per kapita hanya sebesar US$1.447, menambah alasan frustrasi kaum muda yang merasa terpinggirkan.

    Sebelum kerusuhan, pemerintah sempat memblokir akses ke 26 platform media sosial, termasuk Facebook, YouTube, dan X. Namun setelah pencabutan larangan tersebut, video di TikTok-yang tidak sempat diblokir-justru menjadi wadah penyebaran pesan perlawanan.

    Banyak video viral menyoroti kesenjangan antara kehidupan rakyat biasa dengan anak-anak pejabat yang memamerkan barang mewah serta liburan mahal.

     

    (luc/luc)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Tentara Nepal Patroli di Ibu Kota Usai Demo Berdarah Gulingkan PM

    Tentara Nepal Patroli di Ibu Kota Usai Demo Berdarah Gulingkan PM

    Jakarta

    Para tentara Nepal berpatroli di jalan-jalan ibu kota Nepal, Kathmandu pada hari Rabu (10/9) untuk mengembalikan ketertiban, setelah para pengunjuk rasa membakar gedung parlemen dan memaksa perdana menteri mundur. Ini merupakan kekerasan terburuk yang melanda negara Himalaya itu dalam dua dekade.

    Dilansir kantor berita AFP, Rabu (10/9/2025), aksi-aksi demo dimulai pada hari Senin (8/9) lalu di Kathmandu untuk menentang larangan pemerintah terhadap media sosial. Namun, aksi tersebut kemudian meningkat menjadi luapan kemarahan nasional, dengan gedung-gedung pemerintah dibakar setelah tindakan keras kepolisian yang merenggut setidaknya 19 nyawa.

    Kekacauan yang cepat ini mengejutkan banyak orang. Kepulan asap mengepul dari gedung-gedung pemerintah, tempat tinggal politisi, supermarket, dan bangunan-bangunan lain yang menjadi sasaran pengunjuk rasa, kata seorang reporter AFP pada hari Rabu (10/9/2025).

    Jalan-jalan ibu kota Nepal dipenuhi bangkai kendaraan dan ban yang terbakar.

    “Hari ini sepi, tentara ada di mana-mana di jalanan”, ujar seorang tentara yang sedang memeriksa mobil di pos pemeriksaan darurat di jalan.

    Sebelumnya pada Selasa (9/9), massa menyerang dan membakar rumah KP Sharma Oli, perdana menteri berusia 73 tahun yang telah menjabat selama empat periode dan merupakan pemimpin Partai Komunis.

    Ia kemudian mengundurkan diri untuk memberi “langkah-langkah menuju solusi politik”. Keberadaannya saat ini tidak diketahui.

    Panglima militer Nepal, Jenderal Ashok Raj Sigdel, telah meminta adanya perundingan, dalam sebuah pesan video yang dikeluarkan Selasa malam waktu setempat.

    “Untuk memberikan resolusi damai kepada bangsa, kami mendesak semua kelompok yang terlibat dalam aksi protes untuk membatalkannya dan berdialog”, ujarnya.

    Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres telah mendesak “pengendalian diri untuk menghindari eskalasi kekerasan lebih lanjut”. Demikian disampaikan juru bicaranya, Stephane Dujarric, dalam sebuah pernyataan.

    Apa yang akan terjadi selanjutnya masih belum jelas.

    “Para pengunjuk rasa, para pemimpin yang mereka percayai, dan tentara harus bersatu untuk membuka jalan bagi pemerintahan sementara,” kata pengacara konstitusi Dipendra Jha kepada AFP.

    Tonton juga video “Demo Berdarah di Nepal, Massa Bakar Rumah dan Serang Menteri” di sini:

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Kronologi Demo Chaos Nepal: Bendera One Piece, Rumah PM-Menkeu Dibakar

    Kronologi Demo Chaos Nepal: Bendera One Piece, Rumah PM-Menkeu Dibakar

    Jakarta, CNBC Indonesia – Demonstrasi berujung kerusuhan besar terjadi di Nepal. Protes telah menyeruak di seluruh negeri sejak Kamis pekan lalu dan makin menggila hingga sekarang.

    Lalu apa yang sebenarnya terjadi? Bagaimana kronologinya?

    Kronologi

    Mengutip AFP, Rabu (10/9/2025), demonstrasi Nepal bermula dari blokir yang dilakukan pemerintah ke dua lusin platform media sosial. Platform tersebut dianggap gagal memenuhi tenggat waktu pendaftaran di negara tersebut.

    Kementerian Komunikasi dan Teknologi Informasi telah menginstruksikan otoritas telekomunikasi untuk menonaktifkan akses ke 26 platform tidak terdaftar yang beroperasi di negara tersebut. Ini terrmasuk Facebook, YouTube, X, dan LinkedIn milik Meta.

    “Platform media sosial yang tidak terdaftar akan dinonaktifkan mulai hari ini dan seterusnya,” kata juru bicara kementerian, Gajendra Kumar Thakur.

    “Platform-platform tersebut akan segera dibuka kembali setelah mereka mengajukan pendaftaran,” tambahnya.

    Pemblokiran merupakan keputusan kabinet setelah adanya perintah Mahkamah Agung pada September tahun lalu. Pada tahun 2023, negara tersebut mengeluarkan arahan yang mewajibkan platform media sosial untuk mendaftar dan membangun kehadiran lokal.

    “Meskipun telah ada beberapa pemberitahuan dan upaya, platform-platform besar belum mengajukan pendaftaran,” kata petugas informasi kementerian, Rabindra Prasad Poudel.

    “Jika sebuah platform media sosial digunakan di Nepal, platform tersebut harus diatur terhadap aktivitas ilegal atau konten yang tidak diinginkan,” tambahnya.

    Diketahui hanya lima platform, termasuk TikTok dan Viber, yang telah terdaftar secara resmi dan dua lainnya sedang dalam proses. Platform media sosial seperti Facebook, Instagram, dan X memiliki jutaan pengguna di Nepal dengan akun untuk hiburan, berita, dan bisnis.

    “Ini secara langsung melanggar hak-hak dasar publik,” kata Presiden Digital Rights Nepal, Bholanath Dhungana, mengatakan bahwa penutupan mendadak ini menunjukkan pendekatan “mengendalikan” pemerintah.

    “Meregulasi media sosial memang tidak salah, tetapi pertama-tama kita perlu memiliki infrastruktur hukum untuk menegakkannya. Penutupan mendadak seperti ini merupakan bentuk pengendalian,” tegasnya.

    Nepal telah membatasi akses ke platform daring populer di masa lalu. Akses ke aplikasi perpesanan Telegram diblokir pada bulan Juli, dengan alasan meningkatnya penipuan daring dan pencucian uang.

    Pada bulan Agustus tahun lalu, pemerintah mencabut larangan sembilan bulan terhadap TikTok. Ini setelah aplikasi itu setuju untuk mematuhi peraturan Nepal.

    Demo Pecah Bawa Bendera One Piece

    Hal ini kemudian membuat demo pecah menjadi kerusuhan. Para demonstran memulai protes mereka dengan menyanyikan lagu kebangsaan sebelum meneriakkan penolakan terhadap pemblokiran media sosial dan korupsi.

    Mahasiswa Ikshama Tumrok, 20 tahun, mengatakan ia memprotes “sikap otoriter” pemerintah. Meniru Indonesia, dari beberapa laporan foto, pendemo membawa bendera one piece dalam aksi.

    Foto: Demo di Nepal. (X/Ayrtxn__)
    Demo di Nepal. (X/Ayrtxn__)

    “Kami ingin melihat perubahan. Orang lain telah mengalami ini, tetapi ini harus diakhiri oleh generasi kami,” katanya.

    Ada beberapa kasus korupsi yang dilaporkan dalam beberapa tahun terakhir, melibatkan menteri, mantan menteri, dan pejabat tinggi lainnya. Sejak larangan tersebut, video yang membandingkan perjuangan rakyat Nepal biasa dengan anak-anak politisi yang memamerkan barang-barang mewah dan liburan mahal telah menjadi viral di TikTok.

    “Ada gerakan-gerakan di luar negeri yang menentang korupsi, dan mereka khawatir hal itu juga akan terjadi di sini,” kata pengunjuk rasa Bhumika Bharati.

    Foto: Ricuh demonstran dalam protes di luar Gedung Parlemen di Kathmandu, Nepal, Senin (8/9/2025). (AFP/PRABIN RANABHAT)

    Senin, dilaporkan bagaimana aksi keras polisi membubarkan demonstran membuat 19 orang tewas. Polisi menggunakan peluru karet, gas air mata, meriam air, dan pentungan ketika para demonstran menerobos kawat berduri dan mencoba menyerbu area terlarang di dekat gedung parlemen.

    “Tujuh belas orang tewas,” ujar Shekhar Khanal, juru bicara kepolisian Lembah Kathmandu, kepada AFP.

    Dua orang lainnya tewas di Distrik Sunsari di Nepal timur, lapor media lokal. Khanal mengatakan sekitar 400 orang terluka, termasuk lebih dari 100 polisi.

    Beberapa saksi mengatakan mereka melakukan protes damai namun dibalas aparat dengan kekerasan. Dilaporkan bagaimana sirene meraung-raung di seluruh kota saat para korban luka dibawa ke rumah sakit.

    “Saya berada di sana untuk protes damai, tetapi pemerintah menggunakan kekerasan,” kata Iman Magar, 20 tahun, pendemo yang terkena tembakan di lengan kanannya.

    “Itu bukan peluru karet, melainkan peluru logam, dan peluru itu melukai sebagian tangan saya. Dokter mengatakan saya perlu menjalani operasi,” ujarnya.

    “Saya belum pernah melihat situasi yang begitu meresahkan di rumah sakit,” kata Ranjana Nepal, petugas informasi di Rumah Sakit Sipil, yang menerima banyak korban luka.

    Pada Senin malam, Menteri Dalam Negeri Nepal Ramesh Lekhak mengundurkan diri dalam rapat kabinet mendadak. PBB menuntut penyelidikan yang cepat dan transparan atas kekerasan tersebut.

    Selasa, Perdana Menteri Nepal KP Sharma Oli juga mengundurkan diri. Ia memberi surat resmi ke Presiden Nepal.

    “Saya telah mengundurkan diri dari jabatan perdana menteri efektif mulai hari ini… untuk mengambil langkah lebih lanjut menuju solusi politik dan penyelesaian masalah,” ujar politisi Partai Komunis itu.

    Ketidakpuasan semakin meningkat dengan ketidakstabilan politik, korupsi, dan lambatnya pembangunan ekonomi di negara Himalaya berpenduduk 30 juta jiwa ini. Menurut statistik pemerintah, penduduk berusia 15-40 tahun mencakup hampir 43% dari populasi sementara tingkat pengangguran berkisar sekitar 10% dan PDB per kapita menurut Bank Dunia hanya US$1.447 (sekitar Rp 23 juta)

    Negara ini menjadi republik federal pada tahun 2008 setelah perang saudara selama satu dekade dan kesepakatan damai yang membawa kaum Maois ke dalam pemerintahan, serta penghapusan monarki.

    Sejak saat itu, pergantian perdana menteri yang menua dan budaya tawar-menawar telah memicu persepsi publik bahwa pemerintah tidak peka ke kondisi masyarakat.

    Foto: Para demonstran merayakan setelah memasuki kompleks Parlemen selama protes terhadap pembunuhan 19 orang pada hari Senin setelah protes antikorupsi yang dipicu oleh larangan media sosial, yang kemudian dicabut, selama jam malam di Kathmandu, Nepal, 9 September 2025. (REUTERS/Adnan Abidi)

    Parlemen & Rumah PM Dibakar-Menkeu Diarak

    Di sisi lain kemarin,sejumlah video menunjukkan bagaimana demonstran Nepal membakar parlemen pada hari Selasa saat PM Oli mengundurkan diri. Para demonstran membanjiri jalan-jalan ibu kota Kathmandu di mana beberapa bersuka cita dan merayakan, yang lain membakar gedung-gedung pemerintah dan mengacungkan senapan otomatis.

    Pembakaran juga terjadi di rumah eks PM Oli. Bukan hanya itu, Menteri Keuangannya, Bishnu Prasad Paudel, juga dikejar di jalanan di Ibu Kota Kathmandu.

    Video menunjukkan Paudel, 65 tahun, berlari di jalanan Kathmandu dengan puluhan orang di belakangnya. Seorang pengunjuk rasa muda dari arah berlawanan melompat dan menendang sang menteri hingga jatuh, yang membuatnya kehilangan keseimbangan dan menabrak tembok merah.

    Video tersebut menunjukkan, menteri Nepal itu tidak membuang waktu dan langsung bangkit, lalu kembali berlari. Video terputus pada titik ini.

    “Para pengunjuk rasa, para pemimpin yang mereka percayai, dan tentara harus bersatu untuk membuka jalan bagi pemerintahan sementara,” ujar pengacara konstitusi Dipendra Jha.

    Analis Crisis Group, Ashish Pradhan, sependapat dengan hal tersebut. Ia mengatakan bahwa “pengaturan transisi sekarang perlu segera disusun dan melibatkan tokoh-tokoh yang masih memiliki kredibilitas di mata rakyat Nepal, terutama kaum muda negara ini”.

    Foto: Menteri Keuangan Nepal, Bishnu Prasad Paudel, bersama istrinya, diarak massa dari rumahnya pada Selasa (9/9/2025), di tengah demo yang berujung kerusuhan. (X/@ashoswai)

    Balendra Shah, insinyur sekaligus rapper berusia 35 tahun yang terpilih sebagai wali kota Kathmandu pada tahun 2022, dan yang dipandang sebagai tokoh populer dalam transisi mendatang, menggunakan Facebook untuk menyerukan agar masyarakat “menahan diri”.

    “Kami telah menegaskan: ini murni gerakan Gen Z,” tulis Shah setelah pengunduran diri Oli, merujuk pada anak muda yang sebagian besar berusia 20-an.

    Diketahui, protes-protes keras yang dipicu oleh ketidakpuasan atas ketimpangan dan fasilitas mewah bagi anggota parlemen telah mengguncang Indonesia dalam beberapa pekan terakhir. Setahun yang lalu, pemberontakan rakyat yang dipimpin mahasiswa atas kuota pekerjaan menggulingkan pemimpin lama di Bangladesh.

    Foto: Asap mengepul setelah demonstran membakar gerbang utama Parlemen, selama protes terhadap pembunuhan 19 orang pada hari Senin setelah protes antikorupsi yang dipicu oleh larangan media sosial, yang kemudian dicabut, selama jam malam di Kathmandu, Nepal, 9 September 2025. (REUTERS/Adnan Abidi)

    (sef/sef)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Mirip di Indonesia Demo Berdarah di Nepal Dipicu Pejabat ‘Flexing’, Massa Bakar Gedung Parlemen dan Rumah Pejabat

    Mirip di Indonesia Demo Berdarah di Nepal Dipicu Pejabat ‘Flexing’, Massa Bakar Gedung Parlemen dan Rumah Pejabat

    GELORA.CO – Perdana Menteri Nepal telah mengundurkan diri setelah lebih dari selusin orang tewas dan ratusan lainnya luka-luka dalam protes yang dipimpin pemuda yang dipicu oleh larangan pemerintah terhadap platform media sosial, korupsi yang merajalela, dan minimnya peluang ekonomi.

    Pasukan keamanan mengerahkan amunisi langsung, meriam air, dan gas air mata selama protes di beberapa kota, yang menurut pihak berwenang menewaskan sedikitnya 19 orang, menurut kantor berita Reuters.

    Nepal, negara di kaki pegunungan Himalaya berpenduduk 30 juta jiwa, dikenal karena politiknya yang bergejolak dan telah mengalami lebih dari selusin pemerintahan sejak bertransisi menjadi republik setelah menghapuskan monarki yang telah berusia 239 tahun pada tahun 2008 menyusul perang saudara yang berlangsung selama satu dekade.

    Namun, protes terbaru, yang dipimpin oleh orang-orang berusia 13 hingga 28 tahun kelompok yang dikenal sebagai Generasi Z merupakan kerusuhan terburuk yang pernah terjadi di Nepal dalam beberapa dekade.

    Perdana Menteri Nepal KP Sharma Oli mengumumkan pengunduran dirinya pada hari Selasa(9/9/2025) dalam sebuah surat yang menyebutkan situasi luar biasa di negara itu, menurut salinan surat yang diunggah di media sosial oleh seorang ajudan utamanya.

    Para pengunjuk rasa kemudian kembali turun ke jalan di ibu kota pada hari Selasa, menentang jam malam yang diberlakukan di pusat kota, dan setelah pemerintah mencabut larangan media sosial. Foto-foto dari Reuters menunjukkan para pengunjuk rasa membakar pos polisi dan perabotan di luar kantor Kongres Nepal, partai politik terbesar di Nepal. Bandara Internasional ditutup karena kekerasan di kota tersebut yang mempengaruhi operasional.

    Di selatan Kathmandu, di kotamadya Chandrapur polisi melepaskan tembakan ke udara saat para pengunjuk rasa melanggar jam malam untuk berkumpul, kata seorang pejabat setempat kepada CNN. Para pengunjuk rasa juga membakar mobil polisi, kata sumber tersebut.

    Kemarahan terhadap pemerintah atas apa yang dianggap banyak orang sebagai korupsi yang merajalela dan telah berlangsung puluhan tahun di Nepal sudah membara, dan meluap ke jalan-jalan ibu kota minggu lalu setelah pemerintah memblokir platform media sosial termasuk Facebook, Instagram, WhatsApp, YouTube, dan X, dalam sebuah langkah yang banyak dikritik oleh kelompok-kelompok hak asasi manusia.

    Pemerintah telah menulis aturan baru yang menurutnya diperlukan untuk memberantas berita palsu dan ujaran kebencian, serta mengancam akan memblokir perusahaan media sosial mana pun yang tidak terdaftar.

    Hingga tengah malam Kamis lalu, 26 platform telah ditutup, menurut media lokal.

    Namun, para penyelenggara mengatakan protes yang menyebar di seluruh negeri tidak hanya terkait larangan media sosial, tetapi juga mencerminkan frustrasi generasi atas minimnya peluang ekonomi.

    Tingkat pengangguran pemuda berusia 15-24 tahun di Nepal mencapai 20,8 persen pada tahun 2024, menurut Bank Dunia.

    Sementara itu, sebuah gerakan daring yang viral menentang “Nepo Kids” atau anak-anak politisi yang memamerkan gaya hidup mewah mereka memicu kemarahan lebih lanjut dengan menyoroti kesenjangan antara mereka yang berkuasa dan rakyat Nepal biasa.

    Perekonomian Nepal sangat bergantung pada uang yang dikirim pulang oleh warga Nepal yang tinggal di luar negeri. Lebih dari sepertiga (33,1 persen) PDB Nepal berasal dari remitansi pribadi, menurut Bank Dunia, angka yang terus meningkat selama tiga dekade terakhir.

    “Semua warga Nepal muak dengan korupsi. Setiap pemuda pergi ke luar negeri. Jadi, kami ingin melindungi pemuda kami dan memperbaiki perekonomian negara,” kata seorang pengunjuk rasa.

    Protes kemudian berubah menjadi kekerasan pada hari Senin(8/9/2025) ketika para pengunjuk rasa bentrok dengan polisi di kompleks parlemen di Kathmandu. 

    Polisi menembakkan peluru karet dan gas air mata ke arah ribuan pengunjuk rasa muda, banyak diantaranya mengenakan seragam sekolah atau perguruan tinggi.

    Para pengunjuk rasa membakar sebuah ambulans dan melemparkan benda-benda ke arah polisi anti huru hara yang menjaga gedung legislatif, mengutip seorang pejabat setempat.

    “Polisi menembak tanpa pandang bulu,” kata seorang pengunjuk rasa kepada kantor berita India ANI.

    Para demonstran menerobos masuk ke gedung parlemen Nepal dan membakar gedung tersebut, menurut seorang pejabat. Pembakaran gedung parlemen itu terjadi setelah Perdana Menteri KP Sharma Oli mengundurkan diri menyusul tindakan keras mematikan terhadap demonstrasi antipemerintah.

    “Ratusan orang telah menerobos area parlemen dan membakar gedung utama,” ungkap Ekram Giri, juru bicara Sekretariat Parlemen.

    Al Jazeera telah memverifikasi secara independen rekaman video yang dibagikan daring oleh media dan aktivis Nepal hari ini, yang menunjukkan demonstrasi besar-besaran di Kathmandu.

    Rekaman video tersebut menunjukkan ratusan demonstran berjalan di jalan-jalan ibu kota, sementara media lokal mengindikasikan beberapa rumah pejabat telah diserbu, dan beberapa di antaranya dibakar.

    Ramyata Limbu, jurnalis Nepal yang berbasis di Kathmandu, mengatakan, “Tampaknya tidak ada yang bertanggung jawab di jalan-jalan ibu kota, dengan sekelompok anak muda dan penonton merusak properti para menteri senior dan kantor partai.”

    Setidaknya 17 orang tewas di Kathmandu dan dua lainnya di kota Itahari di bagian timur, menurut pejabat rumah sakit.

    Lebih dari 400 orang, termasuk staf pasukan keamanan, dirawat di rumah sakit setelah mengalami luka-luka pada hari Senin, menurut laporan Kementerian Kesehatan Nepal.

    Organisasi-organisasi internasional segera mengecam tindakan keras mematikan yang dilakukan oleh polisi dan menyerukan penyelidikan independen.

  • PM Nepal K.P. Sharma Oli Mundur Setelah Gen Z Mengamuk karena Pemblokiran Medsos

    PM Nepal K.P. Sharma Oli Mundur Setelah Gen Z Mengamuk karena Pemblokiran Medsos

    GELORA.CO –  Perdana Menteri Nepal K.P. Sharma Oli resmi mengundurkan diri pada Selasa (9/9), setelah meletusnya gelombang protes besar-besaran terkait larangan media sosial yang menewaskan sedikitnya 19 orang dan melukai ratusan lainnya.

    Langkah ini menjerumuskan Nepal ke dalam babak baru ketidakpastian politik, di tengah kerusuhan terburuk yang dialami negara Himalaya tersebut dalam beberapa dekade terakhir.

    Larangan Media Sosial Dicabut

    Seiring dengan pengunduran diri Oli, pemerintah Nepal juga mencabut kebijakan larangan media sosial yang sempat diberlakukan selama beberapa hari. Menteri Komunikasi, Informasi, dan Penyiaran Nepal, Prithvi Subba Gurung, mengatakan keputusan itu diambil untuk “menjawab tuntutan Generasi Z.”

    Pekan lalu, pemerintah melarang platform yang tidak terdaftar, termasuk Facebook, X, dan YouTube, dengan alasan mencegah berita palsu, ujaran kebencian, serta kejahatan siber. Namun kebijakan itu justru memicu amarah publik yang menilai pemerintah bersikap otoriter.

    “Karena protes dilakukan dengan menggunakan isu ini sebagai dalih, keputusan telah diambil untuk membuka kembali situs media sosial,” ujar Gurung dalam pernyataannya.

    Bentrokan Berdarah di Kathmandu

    Pada hari pengumuman pengunduran dirinya, ribuan pengunjuk rasa tetap turun ke jalan ibu kota Kathmandu. Mereka menentang jam malam tanpa batas, membakar ban, melempar batu ke arah polisi anti huru-hara, hingga memaksa aparat mundur ke jalan-jalan sempit.

    Asap hitam pekat membubung ke langit, sementara sebagian warga merekam aksi itu dengan ponsel mereka. Laporan resmi mencatat 19 orang tewas dan 347 orang terluka dalam bentrokan sejauh ini.

    Meskipun larangan media sosial menjadi pemicu kerusuhan, akar kemarahan publik jauh lebih dalam. Banyak anak muda Nepal kecewa terhadap pemerintah yang dinilai gagal mengatasi pengangguran, ketimpangan, dan korupsi.

    Menurut Bank Dunia, lebih dari 20 persen dari 30 juta penduduk Nepal hidup dalam kemiskinan. Sementara data resmi terbaru mencatat angka pengangguran pemuda mencapai 22 persen.

    Desakan Internasional

    Kelompok hak asasi manusia mendesak pemerintah Nepal menghormati kebebasan berekspresi dan menghindari penggunaan kekuatan berlebihan.

    “Kami telah menerima tuduhan yang sangat mengkhawatirkan tentang penggunaan kekuatan yang tidak perlu atau tidak proporsional oleh pasukan keamanan selama protes,” kata juru bicara Kantor HAM PBB, Ravina Shamdasani.

    Menanggapi eskalasi ini, kabinet Nepal membentuk komite investigasi dengan mandat 15 hari untuk menyelidiki kekerasan yang terjadi.

  • PM Nepal Mundur Usai Rumahnya Dibakar Demonstran Gen Z

    PM Nepal Mundur Usai Rumahnya Dibakar Demonstran Gen Z

    Jakarta

    Perdana Menteri (PM) Nepal KP Sharma Oli mengundurkan diri pada hari Selasa (9/9) setelah dua hari aksi antikorupsi yang diwarnai kekerasan di Kathmandu, ibu kota Nepal. Aksi demo yang dipimpin oleh para anak muda tersebut menewaskan 19 orang dan melukai lebih dari 100 orang. Oli mengundurkan diri setelah massa demonstran Generasi Z tersebut melakukan pembakaran gedung parlemen dan rumah-rumah para pemimpin, termasuk rumahnya sendiri.

    “PM telah mengundurkan diri,” ujar ajudannya, Prakash Silwal, dilansir kantor berita Reuters, Selasa (9/9/2025). Rekaman video menunjukkan Oli meninggalkan ibu kota Nepal, Kathmandu dengan helikopter militer.

    Sebelum mengundurkan diri, Oli memimpin pertemuan seluruh partai politik Nepal, dan mengatakan ‘kekerasan bukanlah kepentingan bangsa’. “Kita harus memastikan dialog damai untuk menemukan solusi atas masalah ini,” ujarnya.

    Pengunduran diri Oli merupakan tuntutan utama para demonstran Gen Z. Namun, pengunduran diri Oli tidak serta merta berarti pemerintahan Nepal telah tumbang. Oli adalah kepala eksekutif di negara Himalaya tersebut, tetapi Presiden Ram Chandra Poudel-lah yang menjadi kepala pemerintahan. Namun, beberapa sumber mengatakan kepada NDTV, bahwa hanya masalah waktu sebelum Poudel juga mundur dan pemerintahan sepenuhnya digulingkan.

    Untuk saat ini, nasib pemerintah Nepal masih belum jelas. Ada laporan bahwa tentara akan turun tangan hingga ketertiban pulih dan pemerintahan baru terbentuk.

    Pengunduran diri Oli dikonfirmasi beberapa jam setelah para pengunjuk rasa menyerbu dan membakar gedung-gedung pemerintah, termasuk Parlemen, kediaman pribadi PM Oli dan Presiden Ram Chandra Poude.

    Rumah-rumah dua mantan perdana menteri, Pushpa Kamal Dahal dan Sher Bahadur Deuba, juga dibakar massa. Rumah mantan menteri dalam negeri, Ramesh Lekhak, yang mengundurkan diri pada hari Senin lalu setelah menerima tanggung jawab moral atas 19 kematian dalam aksi demo, juga dibakar habis. Secara keseluruhan, empat menteri kabinet, termasuk tiga dari partai Kongres Nepal, telah mengundurkan diri di tengah kerusuhan ini.

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)