kab/kota: Helsinki

  • GAM Minta PBB Tekan Indonesia Buka Akses Bantuan untuk Korban Bencana Sumatera

    GAM Minta PBB Tekan Indonesia Buka Akses Bantuan untuk Korban Bencana Sumatera

    GELORA.CO – Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang bermarkas di Copenhagen, Denmark, menyampaikan keprihatinan mendalam atas bencana ekologi berupa banjir besar yang melanda Aceh serta sejumlah wilayah di Sumatra Utara dan Sumatra Barat.

    Dalam pernyataan resminya, GAM menyerukan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Uni Eropa (UE), dan komunitas internasional untuk meminta klarifikasi kepada Pemerintah Indonesia terkait laporan hambatan masuknya bantuan kemanusiaan internasional ke Aceh.

    Dalam surat terbuka yang ditujukan kepada PBB, UE, dan masyarakat internasional, GAM menyatakan bahwa dunia internasional dan organisasi non-pemerintah (NGO) global dilaporkan mengalami kendala dalam menyalurkan bantuan darurat bagi masyarakat terdampak banjir di Aceh.

    GAM menilai kondisi bencana saat ini sangat serius dan disebut melampaui skala bencana tsunami Aceh tahun 2004.

    “Kami khawatir para korban banjir berada dalam kondisi sangat rentan terhadap wabah penyakit, kekurangan air bersih, serta ancaman kelaparan,” kata Pimpinan GAM yang bermarkas di Denmark, Johan Makmor, dalam keterangan video yang diterima theacehpost, Minggu (14/12/2025).

    GAM menegaskan bahwa mereka tetap mengakui kedaulatan dan kewenangan Pemerintah Indonesia dalam mengkoordinasikan respons bencana di wilayahnya.

    Namun, menurut mereka, situasi darurat yang sedang berlangsung membutuhkan respons cepat dan efektif melalui kerja sama internasional guna menyelamatkan nyawa manusia.

    Dalam pernyataannya, GAM juga mengingatkan kembali dunia internasional akan Memorandum of Understanding (MoU) Helsinki tahun 2005, yang menjadi dasar perdamaian Aceh dan menekankan prinsip kepercayaan, keterbukaan, serta keterlibatan internasional dalam proses pemulihan dan pembangunan jangka panjang di Aceh.

    “Meskipun MoU Helsinki tidak secara eksplisit mengatur bantuan bencana, semangatnya mendorong kolaborasi konstruktif antara Aceh, Indonesia, dan komunitas internasional,” kata Johan Makmor.

    Ia menilai hambatan terhadap akses bantuan kemanusiaan internasional menimbulkan pertanyaan mengenai komitmen Indonesia terhadap prinsip-prinsip tersebut, khususnya terkait keterlibatan internasional di Aceh.

    Di akhir pernyataannya, GAM meminta masyarakat internasional untuk memandang situasi ini semata-mata dari sudut pandang kemanusiaan, bukan kepentingan politik bilateral. GAM memperingatkan agar krisis kemanusiaan ini tidak berkembang menjadi tragedi kemanusiaan yang lebih besar.

  • Paradoks Diplomasi: Keraguan Manfaatkan Solidaritas Global Saat Bencana

    Paradoks Diplomasi: Keraguan Manfaatkan Solidaritas Global Saat Bencana

    Paradoks Diplomasi: Keraguan Manfaatkan Solidaritas Global Saat Bencana
    Dosen Hubungan International Universitas Dr. Moestopo (Beragama) Jakarta
    BENCANA
    banjir dan longsor di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat, yang telah merenggut lebih dari 900 jiwa, menggugah perhatian dunia untuk memberikan bantuan.
    Malaysia dan China menjadi dua negara pertama yang menyalurkan bantuan ke Aceh. Seperti dinyatakan Gubernur Aceh, Muzakir Manaf atau Mualem, bantuan tersebut diterima tanpa hambatan dan tidak ada alasan untuk mempersulit pihak yang ingin menolong. (
    Kompas
    , 8/12/2025)
    Pernyataan Gubernur Aceh ini menarik karena muncul di tengah kabar adanya resistensi dari sebagian pihak terkait masuknya bantuan asing.
    Kesan adanya keraguan ini menunjukkan bahwa persoalan kemanusiaan di Indonesia masih sering dipandang melalui kacamata kecurigaan geopolitik.
    Pertanyaannya adalah apakah menolak bantuan merupakan pilihan diplomatik yang tepat ketika rakyat sedang membutuhkan?
    Jawabannya tidak sesederhana hitam-putih. Namun, pengalaman Indonesia menunjukkan bahwa keterbukaan justru dapat menjadi kekuatan, bukan kelemahan, seperti yang terjadi pada penanganan tsunami 2004.
    Ketika tsunami 2004 menghancurkan Aceh dan sebagian Sumatera Utara, pemerintah kala itu membuat keputusan berani dengan membuka pintu selebar-lebarnya bagi
    bantuan internasional
    .
    Lebih dari 50 negara, ratusan lembaga asing, dan ribuan relawan masuk ke Aceh dalam waktu singkat.
    Bantuan kemanusiaan tersebut bukan sekadar teknis, melainkan juga wujud diplomasi yang mencerminkan kedewasaan suatu negara dalam membangun kepercayaan internasional (
    international trust-building
    ).
    Bantuan internasional waktu itu tidak hanya mempercepat penyelamatan dan pemulihan, tetapi juga membuka ruang dialog politik yang pada akhirnya turut berkontribusi terhadap proses perdamaian Aceh melalui MoU Helsinki tahun 2005.
    Inilah contoh klasik dari apa yang dalam kajian hubungan internasional disebut
    disaster diplomacy,
    yaitu bagaimana bencana dapat membuka jalan bagi stabilitas, kerja sama, dan diplomasi konstruktif.
    Tsunami 2004 menjadi tonggak bagi pembentukan UU 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana dan BNPB, yang kini menjadi instrumen diplomasi teknis Indonesia dalam forum global.
    Indonesia bahkan menjadi pemimpin ASEAN dalam ASEAN Agreement on Disaster Management and Emergency Response (AADMER) dan siap mengirim, menerima, serta mengoordinasikan bantuan lintas negara.
    Dengan kata lain, menerima bantuan bukan ancaman bagi kedaulatan, melainkan bagian dari arsitektur diplomasi modern yang justru memperkuat posisi Indonesia di dunia.
    Bahwa ada kekhawatiran tentang intervensi, pengaruh politik, atau agenda terselubung merupakan sesuatu yang wajar. Namun, hal tersebut tidak boleh menjadi satu-satunya lensa membaca situasi.
    Diplomasi yang dewasa bukan diplomasi yang curiga pada setiap uluran tangan, melainkan diplomasi yang tahu kapan harus menjaga jarak dan kapan harus membuka pintu.
    Negara-negara yang matang secara diplomatik seperti Jepang, Turkiye, ataupun Australia rutin menerima bantuan internasional ketika menghadapi bencana besar tanpa merasa reputasi atau kedaulatannya menurun.
    Mereka memahami prinsip dasar yang berlaku di PBB dan ASEAN karena bantuan kemanusiaan bersifat netral, tidak mengikat, dan tidak mengurangi kontrol negara penerima.
    Indonesia sebagai negara yang diperhitungkan di kawasan seharusnya memiliki kepercayaan diri yang sama.
    Diplomasi yang kuat tidak tercermin dari kemampuan menolak, tetapi dari kemampuan mengatur, mengawasi, dan mengarahkan bantuan internasional agar tetap sesuai kebutuhan nasional.
    Dalam berbagai forum global, Indonesia selalu menempatkan diri sebagai negara yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Prinsip ini sejalan dengan sila ke-2 Pancasila, yaitu Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.
    Konsistensi prinsip ini diuji bukan hanya ketika Indonesia mengirim bantuan ke luar negeri, tetapi juga ketika Indonesia menerima bantuan dari negara lain.
    Sikap defensif berlebihan justru menciptakan paradoks diplomasi. Indonesia ingin diakui sebagai bagian dari komunitas internasional, tetapi ragu memanfaatkan solidaritas global saat bencana.
    Bantuan Malaysia dan China dalam situasi ini adalah ekspresi solidaritas yang apabila dikelola dengan transparan dan terkoordinasi dapat memperkuat hubungan bilateral, memperdalam kerja sama, sekaligus menguatkan citra Indonesia sebagai negara yang matang dan percaya diri.
    Apalagi bila dibandingkan sebelum tsunami 2004, Indonesia hari ini memiliki kapasitas penanggulangan bencana yang jauh lebih baik.
    Dengan kehadiran BNPB, Badan SAR Nasional, dan sistem komando terpadu, Indonesia sepenuhnya mampu menentukan batas, ruang gerak, dan bentuk bantuan yang dibutuhkan.
    Dalam kerangka diplomasi, ini disebut
    controlled openness,
    yaitu keterbukaan yang tetap dalam kendali negara.
    Maka, yang diperlukan bukanlah penolakan, melainkan mekanisme diplomatik yang rapi, meliputi prosedur gerbang tunggal (
    single gate policy
    ) bagi bantuan asing, pengawasan ketat lintas kementerian, transparansi publik, dan pemetaan kebutuhan yang jelas sehingga bantuan benar-benar efektif.
    Dengan mekanisme ini, bantuan internasional tetap berada di bawah kedaulatan Indonesia, sekaligus menjaga kredibilitas diplomasi kita di mata dunia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Jusuf Kalla Raih BIG 40 Awards: Sosok Pemimpin Visioner yang Bawa Dampak Nyata

    Jusuf Kalla Raih BIG 40 Awards: Sosok Pemimpin Visioner yang Bawa Dampak Nyata

    Bisnis.com, JAKARTA — BIG 40 Awards, yang merupakan rangkaian agenda HUT ke-40 Bisnis Indonesia Group, memberikan penghargaan bergengsi bagi Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12 Muhammad Jusuf Kalla untuk kategori “Visionary Leadership and Ideas”.

    BIG 40 Awards diselenggarakan pada Senin (8/12/2025) malam di Hotel Raffles, Jakarta. Sebelumnya, Bisnis Indonesia Group menggelar BIG Conference yang mempertemukan para pelaku industri dan regulator yang dihadiri antara lain oleh Menko Pangan Zulkifli Hasan, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, dan Menteri UMKM Maman Abdurahman, Menteri Koperasi Ferry Juliantono, serta Menteri Perumahan dan Permukiman Maruarar Sirait. 

    Merayakan momen HUT ke-40, Bisnis Indonesia Group juga memberikan penghargaan khusus kepada 40 tokoh yang berpengaruh dalam pembangunan negeri. Mereka merupakan figur pilihan yang dianggap berkontribusi bagi dunia bisnis, ekonomi, serta kehidupan sosial masyarakat.

    JK, sapaan akrab Jusuf Kalla, merupakan pengusaha nasional sekaligus negarawan kebanggaan masyarakat Indonesia. Sebagai seorang wirausahawan, JK sukses mengembangkan Kalla Group menjadi entitas bisnis terkemuka di Indonesia Timur. Di bawah kepemimpinan JK, Kalla Group terus berekspansi ke berbagai sektor, mulai dari infrastruktur, otomotif, transportasi dan logistik, hingga perhotelan dan real estate. 

    Menjabat sebagai Wakil Presiden RI periode 2004–2009 dan 2014–2019, Bisnis Indonesia menilai JK memiliki rekam jejak sebagai sosok pemimpin yang visioner, mampu bergerak cepat, dan menghasilkan keputusan berdampak nyata.

    Dalam catatan Bisnis Indonesia, JK juga dikenal sebagai seorang problem solver yang konsisten mengedepankan pendekatan praktis dalam menyelesaikan konflik, memperkuat perekonomian, serta mendorong inovasi di berbagai kebijakan publik.

    “Warisan kepemimpinan Jusuf Kalla adalah ide, keberanian, dan keteladanan dalam aksi nyata,” demikian keterangan resmi Tim Kurasi BIG 40 Awards. 

    JK juga berperan penting atau menjadi tokoh kunci untuk membantu mendamaikan konflik Aceh beberapa tahun silam. Mantan Ketua Umum Partai Golkar tersebut menjadi juru damai melalui perundingan dengan tokoh Gerakan Aceh Merdeka (GAM) hingga tercapai kesepakatan Helsinki pada 2005. Mengusung strategi dialog, keadilan ekonomi, serta pengakuan martabat kedua belah pihak, perdamaian di Aceh dapat terealisasi. 

    Setelah pensiun dari jabatan Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla saat ini aktif dalam kegiatan kemanusiaan sebagai Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI) dan Dewan Masjid Indonesia (DMI).

    BIG-40 Awards merupakan bentuk penghormatan Bisnis Indonesia Group kepada 40 tokoh yang dinilai memberikan kontribusi signifikan bagi kemajuan Indonesia. Penghargaan ini mencakup beragam sektor, mulai dari ekonomi dan bisnis, sosial dan politik, budaya, lingkungan, hingga olahraga.

    Para penerima penghargaan terdiri dari para inspirator nasional, perumus kebijakan yang mendukung pertumbuhan dunia usaha, pendiri perusahaan besar, penggerak pembangunan daerah, eksekutif dan profesional terkemuka, generasi muda visioner, hingga tokoh-tokoh pemberdayaan masyarakat.

    Proses pemilihan tokoh dilakukan melalui metodologi seleksi berlapis, termasuk riset mendalam, penelusuran rekam jejak publik, serta kurasi independen oleh Tim Redaksi Bisnis Indonesia. Seleksi ini memastikan bahwa setiap figur yang terpilih memiliki dampak nasional dan kontribusi terukur.

    Melalui BIG 40 Awards, Bisnis Indonesia Group berharap momentum ini tidak hanya menjadi bentuk apresiasi, tetapi juga inspirasi bagi masyarakat luas dan dunia usaha untuk terus berkontribusi dalam membangun Indonesia yang lebih maju, inklusif, dan berdaya saing tinggi.

  • Ilmuwan Ungkap Pembunuhan Brutal Adipati 750 Tahun Silam

    Ilmuwan Ungkap Pembunuhan Brutal Adipati 750 Tahun Silam

    Jakarta

    Analisis forensik terhadap kerangka berusia 750 tahun mengungkap bahwa seorang adipati Hungaria dibunuh brutal oleh setidaknya tiga penyerang. Bela, Adipati Macso, ditikam lebih dari dua lusin kali dengan senjata seperti pedang sabre dan pedang panjang.

    “Kami merekonstruksi urutan pukulan berdasarkan bagaimana luka-luka itu saling bertumpukan dan bagaimana tubuh bereaksi, serta bagian tubuh mana yang kemudian terbuka untuk menerima serangan berikutnya,” kata Martin Trautmann, ahli osteoarkeologi dari University of Helsinki.

    Peneliti menghitung 26 luka terjadi saat kematian, sembilan pada tengkorak dan 17 di tulang lainnya. Studi ini akan dipublikasikan dalam jurnal Forensic Science International: Genetics edisi Februari 2026.

    Awalnya, pada penggalian di 1915, kerangka pemuda ditemukan di sebuah biara abad ke-13 di Pulau Margaret dekat Budapest. Berdasarkan lokasi pemakaman dan bukti luka pada tulang, diasumsikan kerangka tersebut milik Bela, cucu Raja Bela IV dari Hongaria, yang lahir sekitar tahun 1243.

    Dikutip detikINET dari Live Science, catatan sejarah menyebut ia dibunuh pada 1272, dan jasadnya yang dimutilasi dikumpulkan oleh saudari dan keponakannya sebelum dimakamkan.

    Investigasi awal mengidentifikasi banyak luka tebasan pedang pada kerangka dan cedera tengkorak, namun tulang tersebut hilang selama Perang Dunia II. Pada 2018, tulang-tulang itu ditemukan dalam sebuah kotak kayu di Museum Sejarah Alam Hongaria. Namun, belum pasti apakah benar itu milik Adipati Bela, sehingga peneliti Tamas Hajdu dari Universitas Eotvos Lorand dan timnya berupaya memecahkan misteri tersebut.

    Peneliti membandingkan DNA kerangka dengan DNA dua kerabat Bela: Raja Bela III (1148-1196) dan Ladislaus I (1040-1095). Hasilnya memastikan kerangka itu cucu Raja Bela IV, sehingga pemuda itu adalah Bela, Adipati Macso.

    Luka-Luka Mengerikan

    Studi mendalam mengungkap detail kematian Bela yang sebelumnya tidak diketahui. Bela memiliki luka defensif pada tangan dan lengan, menunjukkan ia tidak punya pedang atau perisai untuk menangkis serangan. Kedalaman luka juga menandakan ia tidak mengenakan baju zirah, mengarah pada pembunuhan terencana sangat brutal.

    “Serangan kemungkinan besar dimulai dari depan, dengan pukulan pertama mengenai kepala dan tubuh bagian atas,” kata Trautmann. Analisis menunjukkan setidaknya dua jenis senjata digunakan, menandakan minimal dua pelaku turut menyerang.

    Adipati itu kemungkinan terhuyung, diserang dari samping, lalu terjatuh keras dan membenturkan kepala. “Ia sangat pusing setelah benturan itu dan berusaha menangkis serangan berikutnya dengan tangan dan kaki,” tambahnya.

    Salah satu pelaku menusuk punggung Bela hingga kemungkinan melumpuhkannya, kemudian ia dihabisi dengan serangan ke kepala. Jumlah luka jauh lebih banyak daripada yang diperlukan untuk membunuh seseorang, menunjukkan kebencian mendalam.

    Catatan sejarah menyebut Bela dibunuh bangsawan lain bernama Henrik Koszegi dan sekutunya. Keduanya awalnya berteman dan Koozegi adalah mentor Bela, namun hubungan memburuk setelah kekalahan dalam sebuah pertempuran.

    Saat itu, faksi-faksi bangsawan memperebutkan kekuasaan, dan Bela, yang punya peluang naik takhta, dianggap ancaman yang harus disingkirkan. “Saya rasa ini sangat personal,” kata Trautmann.

    (fyk/afr)

  • Gubernur harap dana otsus Aceh diperpanjang tanpa batas waktu

    Gubernur harap dana otsus Aceh diperpanjang tanpa batas waktu

    Banda Aceh (ANTARA) – Gubernur Aceh Muzakir Manaf atau Mualem berharap pemerintah pusat untuk memperpanjang dana otonomi khusus (otsus) Aceh dalam revisi UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) itu tanpa batas waktu atau berlangsung selamanya.

    “Kita inginkan seperti itu, diperpanjang sampai seumur hidup seperti Papua (dana otsus). Kenapa Papua boleh kita tidak boleh,” kata Mualem, di Banda Aceh, Selasa.

    Pernyataan itu disampaikan Mualem kepada awak media usai menerima kunjungan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dalam rangka mencari masukan dari berbagai kalangan di Aceh terkait revisi UU Pemerintahan Aceh, di Banda Aceh.

    Mualem menyampaikan, perpanjangan dana otsus Aceh lewat revisi UUPA tersebut merupakan harapan semua masyarakat dan pemerintahan Aceh, sehingga nantinya bisa memberikan sejahtera dan kemakmuran bagi rakyat.

    Dirinya meminta, semua poin-poin usulan Pemerintah Aceh dan DPR Aceh dalam revisi UUPA yakni delapan pasal perubahan dan satu pasal tambahan dapat diakomodir seluruhnya.

    Termasuk pasal 183, terkait dengan pendapatan/fiskal Aceh, yaitu tentang dana otonomi khusus (otsus). Dalam usulannya, meminta dana otsus Aceh diberikan sebesar 2,5 persen dari DAU nasional dan tanpa batas waktu.

    “Benar-benar sekali, itu nyawa kita, kalau tidak ada itu, tidak bisa kita buat apa-apa (semua usulan Aceh untuk revisi UUPA dapat diterima),” ujarnya.

    Di sisi lain, Mualem menegaskan bahwa revisi UUPA cita-cita besar masyarakat Aceh dan menjadi upaya penting untuk menjamin keberlanjutan kebijakan strategis daerah, seperti keberlanjutan dan penguatan dana otsus, pembagian hasil pengelolaan sumber daya alam, serta penegasan kewenangan antara pemerintah Aceh dan pusat.

    “Revisi UUPA adalah mimpi seluruh masyarakat Aceh. Perpanjangan dana otsus menjadi sangat penting dan berarti bagi pembangunan dan masa depan Aceh,” katanya.

    Mualem menambahkan, dana otsus selama ini telah memberikan manfaat besar bagi pembangunan infrastruktur, peningkatan layanan pendidikan dan kesehatan, serta penguatan ekonomi masyarakat.

    “Harapan kami dan masyarakat Aceh, agar dengan dukungan Baleg DPR RI melalui revisi UUPA, penguatan dan perpanjangan dana otsus Aceh dapat terwujud, agar Aceh dapat bangkit dan sejajar dengan provinsi lain,” ujar Mualem.

    Sementara itu, Ketua Baleg DPR RI, Bob Hasan, menyampaikan bahwa revisi UUPA dilakukan bukan untuk mengubah substansi kekhususan Aceh, melainkan memperkuatnya agar sejalan dengan perkembangan hukum nasional.

    “Sebuah undang-undang yang lahir tanpa partisipasi publik tidak akan bermakna. Karena itu, kami datang untuk mendengar langsung dari pihak yang mengalami dan memahami kondisi Aceh,” katanya.

    Dirinya menegaskan, semangat MoU Helsinki tetap menjadi sumber utama dalam pembahasan revisi UUPA. Maka, dalam proses ini yang dilakukan hanya penyelarasan frasa hukum agar sesuai tata cara pembentukan UU nasional.

    “Tetapi, semangat dan substansi tetap sama, yaitu demokrasi politik, demokrasi ekonomi, dan kekhususan Aceh,” ujarnya.

    Dirinya berharap, proses pembahasan revisi UUPA dapat diselesaikan pada tahun ini sebagaimana harapan Gubernur Aceh.

    “Mari sama-sama kita berdoa dan berikhtiar agar proses ini berjalan cepat dan lancar. Semangat Mualem untuk Aceh yang maju dan berdaulat harus kita dukung bersama,” demikian Bob Hasan.

    Pewarta: Rahmat Fajri
    Editor: Tasrief Tarmizi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Baleg DPR RI upayakan revisi UU Pemerintahan Aceh selesai tahun ini

    Baleg DPR RI upayakan revisi UU Pemerintahan Aceh selesai tahun ini

    Pemerintah Aceh dan DPR Aceh juga telah mengusulkan beberapa poin perubahan ke Baleg, yakni sebanyak delapan pasal dan satu pasal tambahan, bakal dilihat terlebih dahulu nantinya apakah dapat diakomodasi secara keseluruhan atau tidak

    Banda Aceh (ANTARA) – Badan Legislasi (Baleg) DPR RI mengupayakan proses pembahasan hingga pengesahan revisi UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) dapat diselesaikan tahun 2025.

    “Dengan Baleg ini, kita berdoa dan bekerja keras, optimis 2025 (revisi UUPA) ini selesai,” kata Ketua Baleg DPR RI, Bob Hasan, di Banda Aceh, Selasa.

    Pernyataan tersebut disampaikan Bob Hasan dalam pertemuan Baleg bersama tokoh masyarakat dan akademisi di Aceh terkait revisi UUPA yang berlangsung di Anjong Mon Mata Meuligoe Gubernur Aceh, Banda Aceh.

    “Kita tadi sudah mendengarkan dari tokoh masyarakat Aceh, akademisi, cendekiawan, termasuk tokoh agama dan sebagainya. Jadi, tujuannya adalah untuk mengeskalasi, agar RUU ini berkenan kiranya bisa satu tahun ini selesai,” ujar Bob Hasan.

    Dirinya menyampaikan, UUPA merupakan hasil kesepakatan dari perjanjian damai MoU Helsinki, dengan tujuan utamanya adalah untuk memberikan keadilan hingga kemakmuran bagi masyarakat Aceh.

    UU Pemerintahan Aceh ini, kata dia, sudah berjalan hampir 20 tahun lamanya sehingga diperlukan penyempurnaan, maka dari itu dilakukan langkah perubahan.

    “Nah, mungkin dalam perjalanan sekaligus untuk menyempurnakan yang 20 tahun sekali ini, mungkin disinilah yang kita akan coba revisi,” ujarnya.

    Sebelumnya, Pemerintah Aceh dan DPR Aceh juga telah mengusulkan beberapa poin perubahan ke Baleg, yakni sebanyak delapan pasal dan satu pasal tambahan.

    Terkait usulan Aceh itu, lanjut Bob Hasan, bakal dilihat terlebih dahulu nantinya apakah dapat diakomodasi secara keseluruhan atau tidak.

    Tetapi, di sisi lain, untuk mengakomodasi berbagai norma atau materi muatan (dalam revisi UUPA), pihaknya tidak mengedepankan political will saja, melainkan harus menyesuaikan dengan konstitusi yang berlaku.

    “Kita dalam membentuk undang-undang itu harus menyesuaikan dengan konstitusi kita,” katanya.

    Dalam kesempatan ini, Bob Hasan menegaskan bahwa pihaknya terus mempercepat proses pembahasan revisi UUPA ini. Karena itu mereka turun langsung ke Aceh untuk menyerap aspirasi dari daerah, meskipun di tengah masa reses.

    “Kita sebenarnya sedang dalam masa reses hari ini. Kita percepat, kita tidak menunggu selesai reses, maka kita berkunjung ke Aceh untuk menyerap aspirasi,” demikian Bob Hasan.

    Pewarta: Rahmat Fajri
    Editor: Edy M Yakub
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Ahli Teliti Penguin Buang Air di Kutub, Temukan Kunci Manusia Selamat

    Ahli Teliti Penguin Buang Air di Kutub, Temukan Kunci Manusia Selamat

    Jakarta, CNBC Indonesia – Kotoran penguin yang selama ini dikenal karena baunya yang menyengat, ternyata menyimpan potensi luar biasa bagi iklim di Antartika.

    Temuan terbaru mengungkap bahwa limbah burung laut tersebut berperan penting dalam pembentukan awan, yang berdampak pada pendinginan suhu di wilayah kutub.

    Para ilmuwan dari University of Helsinki mengamati hal ini di koloni berisi 60.000 penguin Adélie.

    Saat angin berembus ke arah para peneliti, kabut mulai terbentuk dalam beberapa jam. Dengan alat yang sangat sensitif, mereka mendeteksi kadar gas amonia yang sangat tinggi, yang mendorong terbentuknya awan.

    Proses ini diyakini terjadi di berbagai wilayah Antartika. Temuan ini dipublikasikan dalam jurnal Communications Earth & Environment.

    “Sangat menarik bagaimana sesuatu yang kecil dan mungkin tidak kita pikirkan ternyata bisa berdampak pada hal yang jauh lebih besar dari dirinya sendiri,” kata Matthew Boyer, ilmuwan dari University of Helsinki yang ikut menulis studi ini, dikutip dari NPR, Kamis (31/7/2025).

    Boyer dan timnya menganalisis atmosfer dan menemukan bahwa kadar gas amonia di sekitar koloni penguin 1.000 kali lebih tinggi dari kadar normal di udara. Di atmosfer, gas ini bercampur dengan molekul lain.

    “Saat molekul-molekul ini bertabrakan, mereka saling menempel dan membentuk kelompok partikel yang kemudian tumbuh,” kata Matthew Boyer, peneliti utama dalam studi ini.

    “Ini mempercepat proses pembentukan partikel jauh lebih cepat dari biasanya,” imbuhnya.

    Partikel-partikel inilah yang menjadi benih pembentuk awan, karena mereka menarik uap air. Awan hanya bisa terbentuk bila ada partikel kecil seperti debu atau polusi. Dan awan yang terbentuk berdampak secara lokal.

    “Awan penting bagi iklim karena warnanya cerah dan putih serta berada di langit,” jelas Boyer. “Mereka bisa menahan radiasi matahari yang masuk dan memantulkannya kembali ke angkasa,”.

    Peneliti menjelaskan, di kutub saat ini sedang mengalami pemanasan lebih cepat dibandingkan wilayah lain di Bumi. Hal ini mengubah ekosistem bagi para penguin sekaligus berdampak secara global. Mencairnya gletser di Antartika menyebabkan kenaikan permukaan laut yang mengancam jutaan manusia di seluruh dunia.

    Jadi, meski penguin dapat membantu memperlambat dampak perubahan iklim, mereka sendiri juga menjadi korban. Sebab, perubahan kondisi laut dapat memengaruhi krill, makanan utama para penguin.

    “Jika satu spesies penguin punah, itu bisa menimbulkan efek domino di seluruh lingkungan Antartika dan berdampak pada iklim dan atmosfer dengan cara yang baru mulai kita pahami,” jelasnya.

    (dem/dem)

    [Gambas:Video CNBC]

  • 4
                    
                        Bila Gubernur Gagal Paham
                        Nasional

    4 Bila Gubernur Gagal Paham Nasional

    Bila Gubernur Gagal Paham
    Mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Duta Besar Indonesia untuk Rusia dan Belarusia.
    PAGI
    itu, 15 Agustus 2005, sekitar pukul 10 pagi, di sebuah bangunan yang terletak di jantung kota Helsinki, Filandia. Dunia memandang apa gerangan yang terjadi dalam bangunan itu.
    Di situlah perjanjian Helsinki ditandatangani, antara pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
    Setelah hampir 30 tahun konflik berdarah, pagi itu, segala silang paham di masa silam, dihentikan. Salak senjata antara TNI dengan pasukan GAM, dibungkam.
    Saya sebagai ketua tim perunding pemerintah yang menandatangani perjanjian damai itu, dalam sambutan mengatakan: “Mulai hari ini, garis pemisah antara “mereka” dan “kami”, harus dihapuskan. Kita hanya punya satu garis, yakni “kita”. Mari kita merenda segala perbedaan masa lalu, menjadi sebuah sulaman indah.”
    “Perdamaian yang kita capai hari ini, bukan hanya berarti dihentikannya kekerasan, tetapi kita hidup bersama, saling mendukung, menghargai dan mengerti. Mari kita wujudkan mimpi-mimpi kita. Mimpi untuk berlayar dalam perahu yang sama, bermukim di atas tanah yang sama.”
    Saya menutup pidato dengan mengutip peribahasa Aceh: “Pat ujen han pirang, pat prang tan reda (manalah ada hujan tanpa henti, manalah ada perang tanpa akhir.”
    Memori tentang peristiwa dua dekade silam itu, sontak berjejal-jejal dalam benak saya. Ini dipicu oleh kebijakan Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution yang memberhentikan kendaraan berplat Aceh ketika melintas di wilayah Sumatera Utara. Tujuannya hanya tunggal, memaksimalkan pendapatan asli daerah (PAD).
    Ini sebuah pesan, kini, dalam berhubungan dengan Aceh, Bobby Nasution masih menganut paham “kami” dan “mereka”, yang sudah kita kubur lewat perjanjian Helsinki.
    Sebuah keteledoran yang tak termaafkan buat negeri yang menganut paham “Persatuan Indonesia”, sebagai pilar ketiga dasar bernegara dan berbangsa kita.
    Kebijakan Bobby Nasution terkesan sekali memelihara sekam konflik, yang sewaktu-waktu masih bisa menyala dan menjalar ke mana-mana.
    Gubernur yang satu ini seolah mengundang penafsiran bahwa dirinya belum siap merenda perbedaan masa silam, dengan sulaman indah yang bernama persatuan Indonesia.
    Dengan gampang kita menilai, Gubernur Bobby Nasution gagal paham mengenai posisinya dan aturan main yang berlaku di negeri ini.
    Undang-Undang No 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan jelas mengatakan bahwa kewenangan penindakan pelanggaran lalu lintas ada pada polisi lalu lintas, bukan pada gubernur.
    Plat nomor kendaraan, selama pemiliknya membayar segala kewajibannya, maka kendaraan tersebut boleh beredar dan berada di mana pun dalam yurisdiksi negara kesatuan Republik Indonesia.
    Kendaraan bergerak dinamis ke mana saja. Rodanya berputar, mengikuti misi yang diberikan oleh pemilik atau sopirnya, termasuk kendaraan orang Aceh, yang keluar masuk ke wilayah Sumatera Utara.
    Perspektif yuridis lainnya, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 Tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah jelas mengatakan, pajak kendaraan bermotor (PKB) dikenakan sesuai dengan tempat tinggal (domisili) pemiliknya.
    Ukuran domisi adalah kartu tanda penduduk (KTP). Bila pemiliknya berdomisili di Aceh, maka sang pemilik wajib membayar PKB di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam, bukan di Provinsi Sumatera Utara.
    Maka, Gubernur Sumatera Utara tidak boleh memaksa kendaraan yang berplat Aceh membayar pajak di wilayahnya.
    Pemaksaan kehendak adalah kesewenang-wenangan dan itu pelanggaran hukum.
    Maksimalisasi pendapatan asli daerah sama sekali tidak identik dengan membangun dikotomi antara daerah otonom satu dengan daerah otonom lainnya.
    Dalam konteks ini semua, ada baiknya kita semua mengingat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah.
    Di situ dikatakan, gubernur tidak boleh mengambil kebijakan yang melampaui kewenangannya atau berpotensi mengganggu hubungan harmonis antardaerah.
    Penghentian kendaraan berplat Aceh di Sumatera Utara, jelas akan mengganggu hubungan harmonis. Jelas menyinggung perasaan orang-orang Aceh. Jelas bisa menimbulkan rasa fanatisme daerah yang menggerogoti rasa kesatuan dan persatuan bangsa.
    Apa ini yang dikehendaki? Sangat mahal harga untuk menjaga agar kapal kebersamaan bangsa tidak oleng.
    Luka rasa orang-orang Aceh belumlah sembuh betul akibat ambisi Gubernur Bobby Nasution memiliki empat pulau yang menjadi milik Aceh sejak berabad-abad silam.
    Ketika itu, Gubernur Bobby Nasution sangat pro-aktif atas klaim kepemilikan empat pulau itu. Ia malah datang khusus ke Banda Aceh menemui Gubernur Provinsi Nangroe Aceh Darussalam, Muzakkir Manaf. Kejadian tersebut barulah beberapa bulan lalu.
    Untung, Presiden Prabowo Subianto, turun tangan. Pengalihan empat pulau tersebut batal dieksekusi.
    Terlepas dari perspektif normatif di atas, tegakah kita membiarkan akal waras kita dipecundangi oleh nafsu keserakahan demi pendapatan asli daerah?
    Masih tegakah kita melihat saudara-saudari kita di Aceh meradang, sakit hati, dan luka rasa?
    Luka yang dalam itu membuat orang bakal kebal dari rasa sakit. Di situlah pangkal ikhwal mengapa orang mengayun kapak amuk.
    Kalau kita mau jujur, tanpa truk, bus dan kendaraan orang-orang Aceh yang malang melintang di Sumatera Utara, ekonomi provinsi tersebut bisa terganggu.
    Truk orang-orang Aceh mengangkut hasil bumi dari Aceh untuk dinikmati dan diperdagangkan di Sumatera Utara.
    Sebaliknya, barang-barang dagangan milik orang-orang Sumatera Utara, diangkut oleh truk-truk orang Aceh ke Provinsi Nangroe Aceh Darussalam. Di sini berlaku prinsip
    mutual benefits
    .
    Maka kita pun boleh bertanya: “Apa yang kamu cari, Pak Gubernur?”
    Lantas apa yang harus dilakukan? Menteri Dalam Negeri RI Tito Karnavian, sesuai kewenangannya, dapat menegur, malah bisa memberi sanksi kepada seorang gubernur yang bertindak di luar kewenangannya.
    Gubernur memang adalah kepala daerah otonom provinsi, tetapi ia juga sekaligus sebagai gubernur wakil pemerintah pusat. Ada baiknya, pemerintah pusat sensitif soal ini.
    Christina Panjaitan, penyanyi kondang di era 1980-1990-an, bersenandung penuh peringatan: “Sudah kubilang.”
    Sudah kubilang

    Jangan kau petik mawar yang penuh berduri

    Sudah kubilang

    Jangan engkau dekati api yang membara

    Jangan kau tertusuk nanti

    Jangan kau terbakar nanti

    Jangan kau bawa dirimu dalam mimpi.
     
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Istri Arya Daru Berharap Kematian Suaminya Diusut Secara Tuntas dan Transparan

    Istri Arya Daru Berharap Kematian Suaminya Diusut Secara Tuntas dan Transparan

    Bisnis.com, JAKARTA – Istri diplomat muda Kementerian Luar Negeri RI Arya Daru Pangayunan, Meta Ayu Puspitantri, meminta Presiden Prabowo Subianto memastikan kasus kematian suaminya di rumah kos kawasan Menteng, Jakarta Pusat, diusut secara tuntas dan transparan.

    “Kepada Bapak Presiden, Bapak Kapolri, dan Bapak Menlu, saya hanya bisa berharap dan memohon agar kasus ini dapat selesai dengan baik, jujur, dan transparan,” ujar Meta Ayu saat konferensi pers di Yogyakarta, Sabtu.

    Meta Ayu yang akrab disapa Pita mengaku masih sulit menerima kenyataan kehilangan suaminya.

    “Sebenarnya sampai sekarang pun, saya pribadi masih merasa ini seperti mimpi, ya. Saya tahu, ini memang kenyataan, tapi ada bagian dari diri saya yang ini seperti mimpi,” ujar Pita yang untuk pertama kalinya tampil di hadapan publik.

    Menurutnya, Arya Daru adalah pribadi yang penuh kesabaran, mampu menahan amarah, dan selalu menjaga perkataan agar tidak menyakiti orang lain. Nilai itu membuat banyak orang merasakan kebaikan almarhum.

    “Sebegitu berharganya Mas Daru bagi saya, bagi anak-anak, bagi orang tua, bagi keluarga, dan saya sangat meyakini bagi teman-teman yang pernah berinteraksi langsung dengan Mas Daru, secara tulus pasti merasakan kebaikan beliau,” ujarnya.

    Menurut Pita, hati nurani amat penting dalam pengungkapan kasus kematian suaminya sehingga diharapkan tidak diabaikan dalam mencari kebenaran.

    “Hakikatnya, Allah menciptakan hati nurani di hati masing-masing setiap orang. Saya mewakili diri saya, keluarga, dan anak-anak, berharap semoga hati nurani itu tidak sepenuhnya dihilangkan,” tambahnya.

    Penasihat hukum keluarga Arya Daru, Nicholay Aprilindo, mengatakan tampilnya Pita untuk kali pertama ke publik merupakan hasil pendampingan panjang karena yang bersangkutan mengalami trauma mendalam.

    Ia menjelaskan bahwa sebelum meninggal, Arya Daru dan keluarga besar sedang menyiapkan keberangkatan ke Finlandia, menyusul penugasan barunya sebagai sekretaris dua di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Helsinki.

    Seluruh dokumen dan biaya perjalanan disebut sudah lengkap, termasuk visa dan paspor bagi istri, anak-anak, hingga orang tua dan mertua.

    “Mereka akan segera berangkat pada tanggal 31 Juli. Di mana tanggal 30 Juli semua keluarga diharapkan sudah dapat berangkat, berkumpul di Jakarta,” jelasnya.

    Menurut Nicholay, hal itu menimbulkan tanda tanya besar bagi keluarga mengenai kesimpulan penyidik Polda Metro Jaya yang menyebut kematian Arya Daru tanpa keterlibatan pihak lain.

    “Kasus ini tidak boleh menjadi dark case, tidak boleh menguap atau dianggap sepele karena ini menyangkut seorang diplomat, aparatur negara dari Kementerian Luar Negeri,” tegas Nicholay.

    Pihak keluarga, kata dia, menginginkan ada penyelidikan lanjutan agar kasus tersebut bisa terungkap seterang-terangnya.

    Sebelumnya, Arya Daru Pangayunan ditemukan meninggal dunia dengan kondisi kepala terlilit plakban di kamar 105 Guest House Gondia, Menteng, Jakarta Pusat, pada 8 Juli 2025.

    Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya menyimpulkan kematian tersebut tanpa keterlibatan orang lain.

    Pemeriksaan toksikologi tidak menemukan zat berbahaya, sementara Pusat Laboratorium Forensik Polri menyatakan tidak ada DNA maupun sidik jari selain milik Arya Daru di lokasi kejadian.

  • Jusuf Kalla Beri Syarat Mutlak ke DPR Soal Revisi UU Pemerintahan Aceh

    Jusuf Kalla Beri Syarat Mutlak ke DPR Soal Revisi UU Pemerintahan Aceh

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Wakil Presiden ke-10 dan 12 RI Jusuf Kalla menekankan revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh tidak boleh menabrak poin-poin yang tertuang dalam nota kesepahaman atau MoU Helsinki. Hal ini tengah digodok DPR RI.

    “Apabila undang-undang pemerintahan Aceh itu direvisi, prinsipnya ialah seperti saya katakan tadi, selama itu tidak bertentangan dengan MoU di Helsinki, maka itu dapat dilakukan,” kata JK usai menghadiri Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Baleg DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (11/9).

    RDPU yang digelar Baleg DPR RI tersebut membahas evaluasi pelaksanaan UU Pemerintahan Aceh sekaligus menggali pengalaman dan pandangan Jusuf Kalla mengenai proses perdamaian Aceh yang menghasilkan Perjanjian Helsinki.

    Dia menilai revisi aturan pemerintahan Aceh itu memang boleh dilakukan untuk menjawab zaman, tetapi spirit tak boleh melenceng dari MoU Helsinki.

    Selain itu, kata JK, RUU Pemerintahan Aceh tak bisa diubah tanpa mengacu upaya menyejahterakan rakyat.

    “Ya, sesuai dengan zamannya boleh, tetapi tetap tujuannya bagaimana meningkatkan kesejahteraan rakyat Aceh, seperti itu,” tegasnya

    JK juga mengungkapkan RUU Pemerintahan Aceh harus memakai kesepakatan 1956 ketika hendak menentukan batas wilayah provinsi paling barat Indonesia itu.

    Sementara itu, Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Bob Hasan, menegaskan pentingnya revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh sebagai langkah pembaruan regulasi setelah lebih dari 20 tahun diberlakukan.