kab/kota: Gunungkidul

  • Grand Final Soedirman Cup di Pacitan Ricuh, Penonton Bakar Perangkat Pertandingan Gara-gara Rivan dan Dimas Absen

    Grand Final Soedirman Cup di Pacitan Ricuh, Penonton Bakar Perangkat Pertandingan Gara-gara Rivan dan Dimas Absen

    Pacitan (beritajatim.com) – Turnamen bola voli Soedirman Cup 2025 yang digelar di kawasan Monumen Jenderal Soedirman, Desa Pakis Baru, Kecamatan Nawangan, Pacitan, berakhir dengan kericuhan pada Minggu (7/9/2025) dini hari sekitar pukul 02.00 WIB.

    Kejadian ini dipicu oleh kekecewaan para penonton yang merasa dibohongi setelah dua pemain bintang nasional yang dijanjikan panitia tidak kunjung hadir.

    Menurut rekaman video amatir yang beredar luas, para penonton yang kecewa melakukan aksi anarkis dengan membakar perangkat pertandingan. Tidak hanya pamflet dan lampu, kamera CCTV dan panggung utama juga menjadi sasaran amukan massa.

    Camat Nawangan, Sukarwan, mengonfirmasi bahwa kerusuhan tersebut dipicu oleh absennya dua pemain tim nasional yang dijanjikan akan tampil, yakni Rivan Nurmulki yang seharusnya memperkuat Restu Putra Gunungkidul, dan Dimas Saputra Pratama yang seharusnya membela KWK Genk Ponorogo.

    Sukarwan menjelaskan, “Sejak setengah set pertama sudah ada gejolak. Banyak penonton dari luar daerah datang hanya untuk menyaksikan mereka. Karena kecewa, akhirnya penonton merusak perangkat pertandingan.”

    Meski demikian, Sukarwan menegaskan bahwa fasilitas milik pemerintah dan pedagang sekitar monumen tetap aman. “Hanya perangkat pertandingan yang dirusak, fasilitas monumen tidak ada yang terdampak,” ujar Sukarwan, memastikan bahwa kerusuhan hanya berfokus pada area pertandingan.

    Penyelidikan lebih lanjut akan dilakukan oleh aparat setempat untuk mengidentifikasi pelaku kerusuhan dan mengupayakan agar kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang. [tri/suf]

  • Diduga Keracunan MBG, 4 Siswa MTsN Wonosori Gunungkidul Dilarikan ke RS
                
                    
                        
                            Yogyakarta
                        
                        4 September 2025

    Diduga Keracunan MBG, 4 Siswa MTsN Wonosori Gunungkidul Dilarikan ke RS Yogyakarta 4 September 2025

    Diduga Keracunan MBG, 4 Siswa MTsN Wonosori Gunungkidul Dilarikan ke RS
    Tim Redaksi
    YOGYAKARTA, KOMPAS.com
    – Komandan Kodim 0730/Gunungkidul, Letkol Inf Roni Hermawan, mengonfirmasi bahwa pihaknya menerima laporan terkait empat siswa Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Wonosari yang mengalami keluhan sakit setelah mengikuti program Makan Bergizi Gratis (MBG) pada Rabu (3/9/2025).
    Keempat siswa tersebut dilarikan ke RSUD Wonosari untuk mendapatkan perawatan.
    “Siswa yang kemarin sakit Alhamdulillah sudah pulang. Tindak lanjut dari pihak dapur (Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi/SPPG) telah mengecek ke rumah sakit, dan mereka sudah ditangani dan pulang,” ujar Roni saat ditemui di Playen, Kamis (4/9/2025).
    Roni menjelaskan bahwa SPPG yang menyalurkan MBG di MTsN Wonosari baru saja beroperasi dan diduga sistemnya belum berjalan dengan baik.
    Dia berharap setelah adanya koreksi dan pendampingan dari pihaknya, pelayanan ke depan dapat ditingkatkan, terutama dalam hal menu, sterilisasi, dan koordinasi dengan pihak sekolah.
    “Alhamdulillah, semua siswa sudah dalam kondisi baik,” tambahnya.
    Ia juga menegaskan bahwa pihaknya akan terus melakukan pendampingan kepada SPPG.
    Saat ini, terdapat delapan dapur yang beroperasi dan melayani lebih dari 24 ribu orang.
    Roni menyatakan bahwa ia akan mengumpulkan seluruh kepala SPPG untuk evaluasi pelayanan.

    “Tindak lanjut selaku saya yang melaksanakan pendampingan, pastinya memberikan arahan kepada seluruh kepala dapur yang sudah beroperasi untuk mengutamakan kualitas dari segi bahan baku, pemorsian, pendistribusian, hingga sterilisasi. Kita harus berkoordinasi sehingga meminimalisir terjadinya hal yang tidak diinginkan,” jelasnya.
    Sementara itu, Taufik Febrianto, Guru Bimbingan Konseling (BK) MTsN Wonosari, menyampaikan bahwa terdapat lima siswa yang mengeluh sakit mual dan muntah, namun hanya empat siswa yang dilarikan ke RSUD Wonosari.
    “Satu anak ketakutan mendengar bahwa mereka harus dibawa ke UGD, sehingga hanya empat yang dibawa ke RSUD. Sementara satu siswa lainnya dirawat di UKS,” katanya.
    Keempat siswa yang dilarikan ke rumah sakit telah mendapatkan penanganan dan diperbolehkan pulang untuk menjalani rawat jalan di rumah.
    “Alhamdulillah, kelima anak sudah bersekolah seperti biasa hari ini,” tambah Taufik.
    Ia juga mencatat bahwa beberapa siswa kini membawa bekal sendiri, kemungkinan besar karena takut atau masih trauma akibat kejadian tersebut.
    Kepala Dinas Kesehatan Gunungkidul, Ismono, mengungkapkan bahwa pihaknya sedang melakukan identifikasi terkait dugaan keracunan makanan yang terjadi setelah program MBG tersebut.
    Selain itu, sampel muntahan siswa telah diambil untuk dianalisis. “Sampel muntahan dan makanan sudah diamankan. Ini masih bersifat dugaan keracunan makanan,” ujarnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Cerita Miris Afka di Gunungkidul, Ijazah Ditahan Sekolah Gara-Gara Masih Ada Tunggakan Rp300 Ribu

    Cerita Miris Afka di Gunungkidul, Ijazah Ditahan Sekolah Gara-Gara Masih Ada Tunggakan Rp300 Ribu

     

    Liputan6.com, Yogyakarta – Sudah dua tahun Afka Maida Lumaris lulus dari SMPN 1 Semin, namun dirinya tak jua menerima ijazahnya. Untuk bisa melanjutkan sekolah ke tingkat SMA, remaja asal Dusun Pencil, RT 03/RW 04, Kalurahan Bendung, Kapanewon Semin, Gunungkidul itu, hanya diberikan salinan ijazah.

    Penahanan ijazah Afka bukan tanpa sebab, dirinya diketahui masih menunggak biaya administrasi sekolah Rp300 ribu sehingga ijazahnya ditahan sekolah.

    “Waktu awal lulus masih tenang-tenang saja karena sudah bisa daftar ke SMA. Tapi sampai sekarang kok belum juga pegang ijazah aslinya, rasanya khawatir,” tutur Afka saat ditemui di rumahnya.

    Uang Rp300 ribu mungkin terdengar kecil bagi sebagian orang, namun tidak bagi keluarga Afka. Sang ayah, Wahyu Adi Putranto, sehari-hari hanya berjualan tahu bakso keliling. Penghasilan dari berjualan itu digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga. Maka jika harus membayar biaya administrasi sekolah hanya untuk menebus ijazah dirasa berat.

    “Katanya masih ada tunggakan. Kalau belum dibayar, ijazah belum bisa keluar,” ucap Wahyu dengan wajah pasrah.

    Antara Harapan, Kekhawatiran, dan Rasa Takut

    Afka sendiri tak bisa berbuat banyak. Sebagai siswi SMA yang baru berusia 14 tahun, ia lebih banyak fokus belajar di sekolahnya sekarang. Namun di dalam hati, kekhawatiran tetap ada. Ia membayangkan jika kelak saat lulus SMA nanti, dokumen SMP yang tak kunjung di tangan bisa menjadi masalah baru.

    “Kalau nanti mau kuliah atau kerja, kan butuh ijazah lengkap. Saya takut malah susah ke depannya,” ungkapnya lirih.

    Selain itu, pihak keluarga juga mengaku merasa was-was jika persoalan ini menjadi sorotan luas atau viral di media sosial. Mereka takut kondisi tersebut justru berdampak pada psikologi Afka maupun keluarga, karena bisa menimbulkan perasaan direndahkan baik di lingkungan sekolah maupun di rumah.

    “Kadang kalau kasus seperti ini naik ke publik, yang sering disalahkan justru pihak keluarga. Padahal, kami hanya ingin hak anak kami dipenuhi,” kata Wahyu.

    Sebagai anak kedua dari empat bersaudara, Afka juga memahami betul kondisi ekonomi orang tuanya. Ia sadar sang ayah harus membagi penghasilan dari berjualan tahu bakso untuk mencukupi kebutuhan seluruh anggota keluarga.

    Orang tua Afka pun berharap ada kebijakan dari pihak sekolah maupun pemerintah. Mereka mengaku tidak menolak kewajiban membayar biaya, namun berharap ada keringanan atau solusi agar anak mereka segera bisa mendapatkan haknya.

     

     

  • Nestapa ABG di Gunungkidul Diperkosa Tetangga lalu Hamil, Orang Tua Dipaksa Berdamai dan Dijauhi Warga

    Nestapa ABG di Gunungkidul Diperkosa Tetangga lalu Hamil, Orang Tua Dipaksa Berdamai dan Dijauhi Warga

    Kasus ini pun mendapat perhatian dari Wakil Ketua Komisi X DPR RI, MY Esti Wijayati, yang datang langsung menjenguk korban di Pugeran. Ia menekankan bahwa kasus ini adalah pemerkosaan, bukan “pacaran kebablasan” sebagaimana sering digiring oleh sebagian orang.

    “Masyarakat harus paham, ini bukan soal pacaran. Ini jelas pemerkosaan, dan pelaku harus diberi efek jera sesuai hukum yang berlaku. Menikahkan korban dengan pelaku bukan solusi, justru akan semakin merugikan korban dan keluarganya,” tegas Esti.

    Selain mendukung penegakan hukum, Esti juga memastikan akan membantu pendidikan korban. Ia menyebut, jika trauma masih berat, maka pola pendidikan alternatif seperti home schooling bisa dipertimbangkan.

    “Kami akan berkoordinasi dengan Bupati Gunungkidul karena beliau juga memiliki kepedulian. Bahkan di rumah dinasnya sudah disiapkan rumah aman untuk korban kekerasan seksual,” tambahnya.

     

  • Diperkosa Tetangga hingga Hamil, Remaja 15 Tahun di Gunungkidul Dipaksa Teken Surat Damai
                
                    
                        
                            Yogyakarta
                        
                        22 Agustus 2025

    Diperkosa Tetangga hingga Hamil, Remaja 15 Tahun di Gunungkidul Dipaksa Teken Surat Damai Yogyakarta 22 Agustus 2025

    Diperkosa Tetangga hingga Hamil, Remaja 15 Tahun di Gunungkidul Dipaksa Teken Surat Damai
    Tim Redaksi
     
     
     
    YOGYAKARTA, KOMPAS.com
    – Nasib tragis dialami seorang remaja perempuan berusia 15 tahun, warga Panggang, Kabupaten Gunungkidul, DI Yogyakarta.
    Setelah menjadi korban pemerkosaan oleh tetangganya hingga hamil, korban dan keluarganya dipaksa menandatangani surat pernyataan damai.
    Kini, korban dan ibunya harus mengungsi ke sebuah rumah singgah di Pugeran, Kota Yogyakarta, karena trauma.
    “Kalau di sana teringat terus dan rumahnya pelaku dan rumah saya kan sangat dekat. Di sini saja kalau teringat anaknya nangis-nangis,” kata ibu korban, W, saat ditemui wartawan, Jumat (22/8/2025).
    W mengaku tidak tahu sampai kapan mereka akan tinggal di rumah aman tersebut.
    “Rencananya mau sekolah di sini karena di sana tidak nyaman,” ujarnya.
    Menurut W, sang anak seharusnya mulai bersekolah di salah satu SMA, namun harus mencabut berkas akibat kasus ini.
    W mengaku selain tekanan batin, ia juga mendapat tekanan dari warga agar kasus ini diselesaikan secara kekeluargaan.
    Tokoh masyarakat setempat menyebut W sudah menandatangani surat pernyataan damai yang disaksikan oleh beberapa warga. Namun W menegaskan tidak akan mencabut laporan ke polisi.
    “Saya sama suami kan tidak terima anak saya diperlakukan seperti itu,” kata W.
    “Saya tetap tidak mencabut laporan, karena saya merasakan sakit juga anak saya mendapat perlakuan seperti itu,” ujarnya.
    Kasus ini terungkap ketika korban mengeluh sakit perut pada Juli lalu. Awalnya W mengira sakit lambung, namun setelah diperiksa dokter dan dirujuk ke dokter kandungan, diketahui anaknya hamil.
    “Dia itu sempat tidak mau cerita, tapi akhirnya mau cerita kalau jadi korban kekerasan seksual sejak bulan Februari,” ujarnya.
    Menurut W, pelaku yang berusia 22 tahun mengancam akan menyebarkan video jika korban menolak melayani permintaannya.
    Keluarga akhirnya melaporkan kejadian ini ke Polres Gunungkidul, Selasa (12/8/2025).
    Wakil Ketua Komisi X DPR RI, MY Esti Wijayati, menegaskan kasus ini merupakan pemerkosaan dan harus ditangani sesuai undang-undang.
    “Kita berharap mendapat efek jera sesuai dengan peraturan yang berlaku. Kemudian, yang kedua terkait dengan proses hukumnya sudah ada lawyer (kuasa hukum), lawyer ini lawyer gotong royong atas nama kemanusiaan,” kata Esti.
    Ia juga menolak anggapan bahwa pelaku sebaiknya menikahi korban.
    “Saya tidak menyarankan bahwa kemudian pemerkosa harus menikahi, itu menyelesaikan persoalan dengan cara yang sangat tidak baik,” tegasnya.
    Esti menambahkan, pihaknya akan berkoordinasi dengan Pemkab Gunungkidul agar korban dapat kembali bersekolah setelah trauma pulih.
    “Bupati Gunungkidul memiliki kepedulian mengenai hal ini. Bahkan di rumah dinas, di sebelahnya itu dijadikan rumah aman untuk mereka yang menjadi korban kekerasan,” ucapnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Surat Cinta Anak-Anak Gunungkidul Saat MBG: Tolong Tambahkan Sambal Bawang

    Surat Cinta Anak-Anak Gunungkidul Saat MBG: Tolong Tambahkan Sambal Bawang

    Pimpinan Dapur Sehat Kalurahan Jati Ayu, Muncarno, tak kuasa menyembunyikan rasa bahagianya ketika membaca pesan-pesan itu. Ia menyebut catatan kecil dari anak-anak sebagai “surat cinta” yang tak ternilai harganya.

    “Alhamdulillah, responsnya bagus, luar biasa. Saya tidak menyangka malah dapat surat cinta dari anak-anak. Itu kepolosan yang patut kita hargai,” ujarnya.

    Menurutnya, catatan sederhana itu menjadi penguat semangat bagi tim dapur sehat yang sejak pagi harus menyiapkan ribuan porsi untuk 33 satuan pendidikan di Karangmojo. “Semua lelah terbayar lunas ketika melihat anak-anak tersenyum puas. Surat-surat itu hadiah terindah bagi kami,” tambahnya.

    Pelaksanaan MBG perdana di Karangmojo memang berlangsung meriah. Anak-anak datang dengan rasa penasaran, membuka kotak makan bergizi dengan wajah berbinar, lalu menyantapnya dengan lahap. Suasana riuh canda mereka berpadu dengan kesibukan relawan yang lalu-lalang.

    Tak hanya anak-anak, ibu hamil pun ikut merasakan manfaat. Mereka mengaku terbantu menjaga asupan gizi tanpa harus memikirkan biaya tambahan. MBG benar-benar menghadirkan kebersamaan bersama anak-anak yang ceria, ibu hamil yang lega, relawan yang ikhlas, hingga warga yang gotong royong mendukung dapur sehat.

    Kertas kecil bertuliskan “tolong tambahkan sambel bawang” memang terlihat sepele. Namun bagi penyelenggara, itu adalah simbol bahwa anak-anak merasa nyaman dan berani menyampaikan keinginan mereka. MBG bukan lagi sekadar program pemerintah, melainkan ruang interaksi yang membuka kesempatan bagi anak-anak untuk didengar.

    Bagi Muncarno dan timnya, pelaksanaan perdana ini adalah puncak perjalanan panjang persiapan. Ia lega karena semua kerja keras membuahkan hasil nyata. “Surat cinta anak-anak ini akan selalu menjadi pengingat bagi kami. Bahwa makanan bukan hanya soal menu, tapi juga kebahagiaan dan harapan masa depan,” pungkasnya.

  • Honorer Gunungkidul Digaji Rp300 Ribu per Bulan, Desak Masuk Usulan ASN

    Honorer Gunungkidul Digaji Rp300 Ribu per Bulan, Desak Masuk Usulan ASN

    Liputan6.com, Jakarta Ribuan tenaga non-aparatur sipil negara (non-ASN) di Kabupaten Gunungkidul harus kembali bersabar menunggu kepastian. Hingga kini, Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Gunungkidul belum dapat memastikan jumlah formasi ASN yang akan diusulkan ke pemerintah pusat tahun ini.

    Harapan besar yang digantungkan para tenaga honorer seakan kembali diuji. Pasalnya, proses penyusunan formasi masih berkutat dalam pembahasan internal. Kepala Bidang Formasi Data dan Perkembangan Pegawai BKD Gunungkidul, Farid Juni Haryanto, menuturkan bahwa pihaknya masih menunggu keputusan final dari rapat pimpinan daerah.

    “Potensinya sekitar 2.000-an. Tapi berapa yang bisa diusulkan, masih menunggu keputusan rapat pimpinan,” kata Farid, Rabu (20/8/2025).

    Menurut Farid, kendala utama ada pada keterbatasan anggaran. Pemerintah daerah tak bisa serta-merta mengajukan jumlah besar tanpa memperhitungkan kemampuan keuangan daerah dan aturan perundang-undangan.

    “Semua harus disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah dan regulasi. Jadi, kami harus hati-hati,” tegasnya.

    Meski jumlahnya belum final, BKD Gunungkidul tetap menyiapkan beberapa formasi prioritas. Antara lain untuk kategori R1 hingga R4, termasuk tenaga honorer K2, pelamar prioritas, serta non-ASN yang sudah masuk dalam database Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan memiliki masa kerja minimal dua tahun.

    “Yang urgent tetap kita dorong lebih dulu. Terutama yang sudah terdata resmi di BKN,” jelas Farid.

    Sesuai jadwal, usulan formasi ASN seharusnya sudah masuk ke pemerintah pusat paling lambat 20 Agustus 2025. Namun, Farid mengakui target itu kemungkinan besar molor.

    “Seharusnya besok (hari ini). Kalau mundur, ya menyesuaikan. Masih dibahas di tingkat pimpinan,” ujarnya.

    Situasi ini membuat ribuan tenaga non-ASN kembali berada dalam ketidakpastian. Sebagian dari mereka bahkan sudah bertahun-tahun bekerja di instansi pemerintah, namun belum mendapatkan status yang jelas.

  • Di Balik Geliat Pariwisata, Gunungkidul Menghadapi Persoalan Sampah

    Di Balik Geliat Pariwisata, Gunungkidul Menghadapi Persoalan Sampah

    Liputan6.com, Jakarta Persoalan sampah kembali menjadi pekerjaan rumah besar bagi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul. Seiring meningkatnya jumlah penduduk dan geliat pariwisata, produksi sampah terus bertambah setiap harinya. Kondisi tersebut membuat Tempat Pemrosesan Akhir Sampah (TPAS) Wukirsari, yang berada di Kalurahan Baleharjo, Wonosari, kini kian sesak.

    Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Gunungkidul, Hary Sukmono, mengungkapkan bahwa timbunan sampah di TPAS Wukirsari sudah mencapai ketinggian 7 meter. Kapasitas lahan yang ada pun hampir tak lagi mampu menampung volume sampah baru yang datang setiap hari, baik dari rumah tangga maupun dari kawasan wisata.

    “Sudah hampir penuh, untuk sekarang ini timbunan sudah mencapai 7 meter,” ujar Hary saat ditemui, Selasa (19/8/2025).

    Pemkab Gunungkidul mengusulkan agar TPAS Wukirsari tidak lagi sekadar berfungsi sebagai tempat pembuangan, melainkan ditingkatkan menjadi Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) dengan teknologi modern.

    “Kami usulkan ke pusat untuk pembangunan TPST agar bisa memaksimalkan penanganan permasalahan sampah. Bersyukur pemerintah pusat menyetujui,” jelas Hary.

    Proyek pembangunan TPST ini diperkirakan menelan anggaran sekitar Rp70 miliar. Saat ini, rancangan teknis (redesign) masih dalam proses di pemerintah pusat. Rencananya, perluasan lahan sekitar 4 hektare akan disiapkan guna menampung fasilitas baru tersebut.

    “Usulan dari sini Rp70 miliar, dan saat ini masih proses redesign di pusat. Untuk kebutuhan dan realisasinya sendiri sepenuhnya ada di pusat,” imbuhnya.

    Hary menjelaskan, TPST nantinya tidak hanya menampung sampah, tetapi juga mengolahnya dengan teknologi modern. Salah satunya adalah Refuse Derived Fuel (RDF), yakni teknologi yang mampu mengurangi kadar air dalam sampah, kemudian mencacahnya menjadi bahan bakar alternatif.

    “Nanti kami gunakan RDF untuk pengurangan kadar air dari sampah, kemudian dicacah dan hasilnya akan diolah kembali. Kami sudah bekerja sama dengan perusahaan dari luar daerah untuk hal ini,” katanya.

    Namun, menurut Hary, pembangunan TPST saja tidak cukup. Perlu adanya kesadaran bersama dari masyarakat dalam mengelola sampah sejak dari rumah. DLH Gunungkidul pun terus mendorong terbentuknya bank sampah di tingkat padukuhan, serta mengedukasi warga agar memanfaatkan sampah organik menjadi kompos.

    “Sebagian besar sampah yang masuk itu sampah umum. Nah, sekarang kita galakkan bank sampah di tingkat padukuhan untuk memilah sampah-sampah. Kemudian warga juga kita dorong agar sampah basah bisa dijadikan kompos dan lain sebagainya,” tandasnya.

  • Imbas Royalti Musik, Kini Tidak Ada Lagi Hiburan Musik untuk Penumpang Bus di Gunungkidul

    Imbas Royalti Musik, Kini Tidak Ada Lagi Hiburan Musik untuk Penumpang Bus di Gunungkidul

    Liputan6.com, Jakarta Suasana perjalanan dengan angkutan umum di Kabupaten Gunungkidul, DI Yogyakarta, bisa jadi akan terasa sedikit berbeda. Jika biasanya penumpang bus disuguhi musik dari pengeras suara, ke depan hal itu mungkin tidak lagi ditemukan. Pasalnya, Organisasi Angkutan Darat (Organda) Gunungkidul baru saja mengeluarkan imbauan tegas kepada seluruh anggotanya untuk tidak lagi memutar musik di armada mereka.

    Langkah ini diambil bukan tanpa alasan. Ketua Organda Gunungkidul sekaligus pemilik PO Bus Maju Lancar, Henry Ardianto, menegaskan bahwa kebijakan tersebut merupakan bentuk antisipasi agar para pemilik bus maupun angkutan umum tidak tersandung persoalan hukum terkait pembayaran royalti musik.

    “Kami memberi imbauan kepada para anggota supaya tidak memutar musik di armadanya. Tujuannya jelas, agar tidak terkena masalah royalti di kemudian hari. Sosialisasi ini kami lakukan lebih awal, sebelum aturan itu benar-benar diterapkan secara menyeluruh,” ujar Henry, Rabu (20/8).

    Isu royalti musik memang belakangan ramai diperbincangkan. Sejumlah pelaku usaha di sektor hiburan, kafe, hingga hotel sudah merasakan dampaknya. Mereka diminta untuk membayar royalti atas penggunaan karya cipta berupa lagu yang diputar di tempat usaha mereka.

    Henry menilai, bukan tidak mungkin sektor transportasi akan menjadi target berikutnya.

    “Kalau di kafe atau tempat hiburan saja sudah ada yang kena klaim pembayaran royalti, bukan tidak mungkin angkutan umum juga akan kena giliran. Karena itu kami minta semua anggota menahan diri untuk tidak memutar lagu di dalam bus,” jelasnya.

    Dia menambahkan, pihaknya tidak ingin ada anggota yang harus berurusan dengan tuntutan hukum atau kewajiban finansial besar hanya karena kebiasaan sederhana memutar musik selama perjalanan.

    “Kita semua harus waspada. Jangan sampai sesuatu yang kelihatannya sepele justru berubah jadi masalah besar,” tegasnya.

    Sebagai bentuk komitmen, perusahaan milik Henry yakni PO Maju Lancar, telah lebih dulu menerapkan aturan internal. Armada mereka resmi setop memutar musik. Bahkan sopir maupun kru bus dilarang menyalakan perangkat audio.

    “Di armada kami, kami sudah setop musik. Lebih baik tidak ada hiburan audio sama sekali daripada berisiko. Penumpang bisa memanfaatkan gawai pribadi mereka jika ingin mendengarkan musik,” jelasnya.

    Menurut Henry, perubahan ini sempat menimbulkan pertanyaan dari sejumlah penumpang. Namun, setelah dijelaskan alasannya, sebagian besar memahami bahwa langkah tersebut untuk melindungi pengusaha sekaligus menghindari permasalahan hukum yang lebih rumit.

    Tidak berhenti di situ, Organda Gunungkidul kini aktif melakukan sosialisasi kepada seluruh anggota. Mereka menggelar pertemuan dan diskusi agar pengusaha transportasi memahami risiko royalti musik. Edukasi dianggap penting, agar anggota tidak sekadar menerima larangan tanpa tahu alasan yang mendasarinya.

    “Kami tidak ingin anggota hanya tahu sebatas larangan. Mereka juga harus paham alasannya. Semua ini untuk melindungi usaha mereka sendiri,” terang Henry.

    Langkah ini juga dinilai sebagai strategi pencegahan. Henry percaya, tindakan antisipasi jauh lebih baik daripada harus menghadapi tuntutan atau sanksi hukum di kemudian hari.

    “Kita semua berharap aturan ini bisa jelas dan tegas nantinya. Namun sebelum itu, lebih aman kita berhati-hati. Organda Gunungkidul ingin seluruh anggotanya terhindar dari persoalan hukum,” pungkasnya.

  • Sentilan untuk 144 Koperasi Merah Putih di Gunungkidul: Jangan Buru-Buru Utang

    Sentilan untuk 144 Koperasi Merah Putih di Gunungkidul: Jangan Buru-Buru Utang

    Liputan6.com, Jakarta Koperasi Merah Putih (KMP) yang saat ini tengah digalakkan pemerintah desa di Kabupaten Gunungkidul, DI Yogyakarta, belum bisa langsung mengajukan pinjaman ke bank.

    Sesuai aturan, koperasi wajib beroperasi lebih dulu dengan modal awal yang bersumber dari anggota, sebelum dinilai layak untuk mendapat pembiayaan dari lembaga keuangan.

    Kabid Perlindungan Masyarakat Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DP3AKBPMD) Gunungkidul, Khoiru Rahmad Widiyanto menegaskan, prinsip koperasi tetap mengacu pada asas kekeluargaan.

    “Koperasi harus sehat dulu. Jangan buru-buru berutang. Kalau berjalan dengan modal anggota, baru nanti bisa dinilai layak pinjam,” kata Khoiru Rahmad, Rabu (20/8).

    Menurutnya, ada sejumlah tahapan yang harus ditempuh koperasi sebelum masuk tahap pengajuan pinjaman.

    Tahap pertama adalah penyertaan modal awal dari anggota untuk menjalankan usaha kecil yang produktif. Selanjutnya, koperasi wajib menyusun rencana usaha secara detail, termasuk proyeksi pendapatan, keuntungan, dan skema angsuran.

    Tahap berikutnya adalah Musyawarah Kalurahan Khusus yang melibatkan lurah serta tokoh masyarakat.

    Dalam forum itu, akan diputuskan apakah koperasi sudah cukup layak untuk mengajukan pinjaman. Meski begitu, persetujuan desa tidak serta-merta membuat koperasi otomatis mendapatkan pinjaman, karena bank tetap akan melakukan verifikasi independen terhadap kelayakan usaha.

    Khoiru juga mengingatkan agar dana desa tidak dijadikan sumber utama permodalan koperasi.

    “Dana desa hanya dipakai sebagai jaring pengaman jika koperasi benar-benar macet membayar angsuran,” terangnya.

    Hingga kini, sudah ada 144 KMP berbadan hukum yang tersebar di Gunungkidul. Namun, pinjaman dengan skala besar diperkirakan baru bisa dilakukan pada 2026, setelah koperasi benar-benar dinilai sehat dan memiliki unit usaha yang berjalan stabil.

    Di wilayah Kapanewon Paliyan, Lurah Grogol Latif Wahyudi menyebut koperasi di desanya sudah terbentuk dengan kelembagaan standar.

    “KMP Grogol sudah disiapkan tempatnya dan diberi waktu tiga bulan untuk persiapan operasional,” jelasnya.

    Saat ini, KMP Grogol beranggotakan sekitar 35 orang dengan struktur pengurus standar mulai dari ketua, sekretaris, bendahara, hingga pengawas.

    Modal awal berasal dari iuran anggota, sementara sejumlah unit usaha seperti sambungan air rumah tangga (SR) dan penjualan sembako mulai disiapkan untuk menopang keberlangsungan koperasi.

    Selain di Grogol, sejumlah KMP lain di beberapa wilayah juga sudah mulai beroperasi. Namun, mereka masih menunggu regulasi lebih lanjut terkait mekanisme peminjaman dari pihak bank.

    Proses ini memerlukan waktu karena menyangkut analisis kelayakan, verifikasi usaha, hingga kepastian keberlanjutan koperasi.

    Meski penuh tantangan, kehadiran KMP diharapkan mampu menjadi pilar ekonomi desa dan memperkuat kemandirian masyarakat. “Kalau berkembang pelan-pelan dari modal anggota, insyaallah lebih kuat dan tidak membebani desa,” pungkasnya.