Sepinya Pasar Argosari Gunungkidul Menjelang Nataru 2025
Tim Redaksi
YOGYAKARTA, KOMPAS.com –
Suasana
pasar Argosari
di Wonosari, Gunungkidul, DI Yogyakarta, pada Selasa (3/12/2024), tampak berbeda dari hari-hari biasanya.
Puluhan anggota tim pemantau inflasi daerah (TPID) DIY dan Kabupaten Gunungkidul melakukan pemantauan harga menjelang Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2025.
Namun, suasana ramai ini hanya terjadi saat ada kunjungan resmi.
Di hari-hari biasa, pasar tradisional terbesar di Gunungkidul ini mulai ditinggalkan oleh pembeli.
“Sejak setelah Covid-19, pasar mulai sepi, sekitar tahun 2022. Hanya seperti ini, itu banyak yang tutup,” ungkap Bu Rus, salah satu pedagang pasar Argosari.
Bu Rus, yang telah berjualan di pasar Argosari sejak 1981, mencatat bahwa banyak pembeli kini beralih ke
belanja online
atau sistem cash on delivery (COD).
Dia berharap kondisi pasar dapat membaik saat Lebaran atau Natal dan Tahun Baru.
“Pandemi itu lumayan ramai, malah setelah itu sepi hingga saat ini,” ucapnya.
Mengenai harga kebutuhan pokok menjelang Nataru, Bu Rus menyebutkan ada kenaikan signifikan, terutama pada harga minyak goreng.
“Harganya untuk yang 800 mililiter dari Rp 14.000 sekarang Rp 16.000. Bawang merah sekarang Rp 40.000 per kilogram, sebelumnya antara Rp 25.000 hingga Rp 28.000 per kilogram,” jelasnya.
Pedagang lainnya, Yati, juga mengakui adanya
kenaikan harga
bahan pokok, khususnya minyak goreng sejak pertengahan November 2024.
Meski demikian, dia mengatakan tidak banyak keluhan dari pembeli.
“Mungkin banyak bantuan dari pemerintah sehingga tidak banyak keluhan,” kata Yati.
Yati menambahkan, kondisi pasar yang sepi cukup memberatkan karena harus bersaing dengan pedagang online.
“Terasa sekali, banyak banget bawang merah saja yang beli online,” tuturnya.
Kepala Dinas Perdagangan Gunungkidul, Kelik Yuniantoro menjelaskan bahwa pihaknya berupaya agar masyarakat kembali berbelanja di pasar tradisional.
“Pasar sepi, yang tidak banyak pedagangnya, yang punya los (tidak digunakan) diberikan surat agar kembali bisa berdagang. Jika tidak mau, bisa dikembalikan untuk digunakan pedagang lain,” jelas Kelik.
Dia menambahkan bahwa untuk mengatasi pasar yang sepi, pihaknya memberikan keringanan dan perbaikan sarana prasarana pasar.
“Kalau untuk konsumen, kita ajak ke pasar, kita galakkan seperti itu,” imbuhnya.
Kepala Biro Perekonomian dan SDA DIY, Yuna Pancawati, menyatakan bahwa pihaknya melakukan pemantauan harga bersama Bank Indonesia dan BPOM.
“Komoditas kebutuhan pokok mengalami kenaikan, seperti bawang merah dari Rp30.000 menjadi Rp35.000. Namun untuk minyak goreng, kami menemukan harga Rp15.500,” jelasnya.
Yuna menambahkan bahwa gula pasir tidak mengalami kenaikan, justru ada penurunan, sementara beras medium harganya berkisar Rp12.000 hingga Rp13.000 per kilogram.
“Hari ini ada operasi pasar,” kata Yuna.
Dia juga optimis bahwa menjelang hari raya seperti Natal dan Tahun Baru, kunjungan ke pasar akan meningkat.
“Hari ini ada operasi pasar,” tutupnya.
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
kab/kota: Gunungkidul
-
/data/photo/2024/12/03/674e82f107bfc.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Sepinya Pasar Argosari Gunungkidul Menjelang Nataru 2025 Yogyakarta 3 Desember 2024
-
/data/photo/2024/11/06/672b8881cb215.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
KPU Tetapkan Endah Subekti–Joko Parwoto Pemenang Pilkada Gunungkidul Yogyakarta 1 Desember 2024
KPU Tetapkan Endah Subekti–Joko Parwoto Pemenang Pilkada Gunungkidul
Tim Redaksi
YOGYAKARTA, KOMPAS.com
— Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Gunungkidul, DI Yogyakarta, telah menyelesaikan pleno
rekapitulasi suara
untuk Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.
Pasangan calon (Paslon) 01, Endah Subekti Kuntariningsih–Joko Parwoto, meraih kemenangan dengan total suara 179.460.
Paslon 02, Sutrisna Wibawa–Sumanto, berada di urutan kedua dengan perolehan suara 131.122, sedangkan Paslon 03, Sunaryanta–Mahmud Ardi Widanto, mengumpulkan 129.716 suara.
Ketua
KPU Gunungkidul
, Asih Nuryanti menyatakan, proses rekapitulasi berjalan lancar tanpa kendala.
“Lancar tidak ada kendala dari rekap TPS hingga ke Kapanewon,” ungkapnya saat dihubungi wartawan melalui telepon pada Minggu (1/12/2024).
Asih menjelaskan, pleno dilakukan setelah rekap di tingkat Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Kotak hasil rekap dari Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) diserahkan kepada Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) untuk direkap di tingkat kapanewon.
Rekap di kapanewon untuk wilayah Playen dilaksanakan pada Sabtu (28/11/2024), sementara untuk 17 kapanewon lainnya dilakukan pada Minggu (29/11/2024).
“Aplikasi Sirekap juga lancar dalam proses pengunggahan data, sehingga data terunggah 100 persen,” tambah Asih.
Dari hasil pleno, semua perwakilan Paslon menyatakan persetujuannya.
Jika ada pihak yang kurang puas, Asih menyebutkan, tim paslon dapat mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
“Tapi kalau melihat pleno tadi, perwakilan tim paslon juga sudah menandatangani berita acara. Jadi sudah setuju,” tuturnya.
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5016054/original/028437700_1732180431-IMG_20241121_160140.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
WALHI Dampingi Warga Pantai Sanglen Gunungkidul Mengadu ke Kraton
Liputan6.com, Yogyakarta – Enam belas warga terdampak pembangunan wahana wisata Obelix di Pantai Sanglen, Desa Kumandang, Kecamatan Tepusari, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta mengadu ke Kraton Ngayogyakarta, Kamis (21/11/2024). Didampingi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Yogyakarta, mereka mengadu kehilangan mata pencaharian.
Tiba pukul 13.00 WIB, enam orang sebagai perwakilan bertemu dengan Panitikismo, lembaga agraria, Kraton Ngayogyakarta. Pertemuan berakhir pukul 14.27 WIB. “Kita tadi menghadap terkait dengan keberlanjutan pembangunan di Pantai Sanglen seperti apa? Informasinya ada Peraturan Gubernur (Pergub) yang berubah. Yaitu adanya perjanjian antara desa, investor dan kasultanan di sana,” kata perwakilan paguyuban ‘Sanglen Berdaulat’, Andra Ahmad Bustiawan.
Andra menyatakan di perjanjian itu ketiga pihak akan membangun kawasan wisata terpadu dan bentuk baru pola kepariwisataan yang diwujudkan melalui Obelix. Keberadaan Obelix, yang dinilai merupakan wujud ekonomi eksklusif dan privat mematikan mata pencaharian warga yang mengandalkan berdagang. Mereka melayani wisatawan ke Pantai Sanglen untuk berkemping di akhir pekan. “Kami telah menyatakan keberatan atas hal itu, namun dijawab dengan adanya kesepakatan yang di mana kami tidak pernah tahu sama sekali,” katanya.
Hal yang sama juga diungkapkan satu pembuka lahan Pantai Sanglen di awal 2015, Sarman. Menurutnya selain digunakan warga untuk lahan pertanian, kawasan Pantai Sanglen juga menjadi tujuan wisata berkemah pada akhir pekan. “Dulu setiap Sabtu-Minggu ada ribuan pengunjung yang datang. Jika ramai, setia pekannya saya bisa mendapatkan pemasukan Rp500 ribu,” katanya dalam bahasa Jawa.
Pendamping dari WALHI Yogyakarta, Abi Yoga, menyatakan penutupan Pantai Sanglen sudah dimulai sejak 2022 lalu. Namun karena ada pembiaran, akhirnya warga memanfaatkan kembali pada tahun 2023 dan pada Juli 2024 ditutup permanen. “Warga ini sudah turun-temurun beraktivitas di Pantai Sanglen. Tetapi sekarang mereka tergusur dengan maraknya pariwisata eksklusif dan privat yang marak di pesisir pantai selatan Gunungkidul. Warga tengah menghadapi situasi ekonomi yang sangat mengkhawatirkan,” ucap Abi.
Alasan dari adanya penutupan Pantai Sanglen dikatakan pihak Desa agar tidak terjadi konflik antara warga dengan Obelix. Selain itu juga warga dianggap tidak memiliki izin untuk menempati Pantai Sanglen. Pada September lalu, Deputi Direktur WALHI Yogyakarta, Dimas Perdana menyampaikan kehadiran wisata modern Obelix bertentangan dengan Undang-Undang No. 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan mengenai fungsi dalam pertanahan pasal 32 ayat 5.
Berdasarkan tentang Undang-undang tersebut diterangkan bahwa ‘Kasultanan dan Kadipaten berwenang mengelola dan memanfaatkan tanah kasultanan dan tanah kadipaten ditujukan untuk sebesar-besarnya pengembangan kebudayaan, kepentingan sosial dan kesejahteraan masyarakat’.
“Artinya, sektor bisnis pariwisata privat tidak dapat berada di atas tanah tersebut. Justru produksi ekonomi yang dilakukan oleh warga termasuk ke dalam kategori kesejahteraan masyarakat yang termaktub di dalam aturan tersebut,” tulisnya pada rilis saat itu.
Dilansir dari berbagai berita, pembangunan pariwisata privat Obelix akan menggunakan tanah kas desa (TKD) seluas 3 hektare (ha) dan Sultan Ground (SG) 2 hektare. Penggunaan TKD itu direncanakan untuk pintu masuk, taman, dan tempat parkir. Adapun SG digunakan untuk bangunan utama. Dalam programnya, kawasan ini obyek akan menjadi percontohan tata kelola SG dari kraton dengan melibatkan masyarakat setempat.
-
Ratusan TPS di Gunungkidul bepotensi rawan, Ini kata Bawaslu
Liputan6.com, Gunungkidul – Badan Pengawas Pemilihan Umum Gunungkidul menyebut ada ratusan Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang masuk kategori rawan. Sebanyak delapan variabel dan 25 indikator diambil dari 144 kelurahan/desa di 18 Kecamatan yang melaporkan kerawanan TPS di wilayahnya.
Ketua Bawaslu Gunungkidul, Andang Nugroho mengatakan Bawaslu Gunungkidul telah memetakan potensi TPS rawan pada Pemilihan 2024. Pemetaan ini untuk mengantisipasi gangguan serta hambatan di TPS pada hari pemungutan suara.
“Kita memang berupaya keras agar kerawanan ini dapat ditekan,” kata dia, Rabu (20/11/2024).
Variabel dan indikator potensi TPS rawan tersebut di antaranya adalah penggunaan hak pilih, keamanan politik uang, politsasi SARA dan ujaran kebencian, netralitas, logistik, lokasi TPS dan terakhir adalah jaringan listrik dan internet.
Hasilnya, lanjut Andang, terdapat 6 indikator TPS rawan yang paling banyak terjadi, 10 indikator yang banyak terjadi, dan tiga indikator yang tidak banyak terjadi namun tetap perlu diantisipasi.
“Pemetaan kerawanan tersebut dilakukan terhadap pengambilan data TPS rawan dilakukan selama 6 hari pada 10 – 15 November 2024,” kata dia.
Hasilnya ada 6 indikator potensi TPS rawan yang paling banyak terjadi. Di antaranya 945 TPS yang terdapat pemilih disabilitas yang terdaftar di DPT, 422 TPS yang terdapat pemilih DPT yang sudah Tidak Memenuhi Syarat, 320 TPS yang terdapat Pemilih Pindahan.
Di samping itu juga 84 TPS yang terdapat Penyelenggara Pemilihan yang merupakan pemilih di luar domisili TPS tempatnya bertugas, 41 TPS yang terdapat kendala jaringan internet di lokasi TPS, 36 TPS yang terdapat potensi pemilih Memenuhi Syarat namun tidak terdaftar di DPT.
Andang menambahkan 10 Indikator Potensi TPS Rawan yang Banyak Terjadi, yaitu, 2 TPS yang didirikan di wilayah rawan bencana, 20 TPS yang memiliki riwayat kekurangan atau kelebihan dan bahkan tidak tersedia logistik pemungutan dan penghitungan suara pada saat pemilu, 7 TPS sulit dijangkau.
Tak hanya itu, Bawaslu juga mendeteksi 1 TPS yang terdapat riwayat Pemungutan Suara Ulang (PSU) dan Penghitungan Surat Suara Ulang (PSSU), 4 TPS dekat lembaga pendidikan yang siswanya berpotensi memiliki hak pilih, 1 TPS yang berada di dekat rumah pasangan calon dan posko tim kampanye pasangan calon.
Di samping itu juga ada 4 TPS yang memiliki riwayat keterlambatan pendistribusian logistik pemungutan dan penghitungan suara di TPS (maksimal H-1) pada saat pemilu, 1 TPS yang memiliki riwayat logistik pemungutan dan penghitungan suara mengalami kerusakan di TPS pada saat pemilu, 3 TPS di dekat wilayah kerja (pertambangan, pabrik) serta 1 TPS di Lokasi Khusus.
Andang menyebut 1 TPS yang terdapat riwayat Pemungutan Suara Ulang (PSU) atau penghitungan Surat Suara Ulang (PSSU), 1 TPS yang berada di dekat rumah pasangan calon dan/atau posko tim kampanye pasangan calon dan 1 TPS yang memiliki riwayat logistik pemungutan dan penghitungan suara mengalami kerusakan di TPS pada saat pemilu.
“Ada tiga indikator potensi TPS rawan yang tidak banyak terjadi namun tetap perlu diantisipasi,” tambahnya.
Menjelajah Kawasan Batuan Purba di Cagar Geologi Karangsambung
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/1545319/original/016525100_1490263467-027651700_1490258239-Anak-anak-difabel-5.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Di Balik Medali Emas, Kisah Inspiratif Untung Subagyo dan Semangat Para-Atlet DIY
Liputan6.com, Yogyakarta – Di tengah hiruk pikuk Pekan Paralimpiade Nasional (Peparnas) XVII di Solo, ada kisah inspiratif yang mungkin luput dari perhatian publik. Untung Subagyo, atlet angkat berat DIY, tidak hanya membawa pulang medali emas, tetapi juga memecahkan rekornya sendiri.
Melansir dari jogjaprov.go.id, pecah rekor dari 153 kg menjadi 165 kg di kelasnya menjadi sebuah pencapaian yang membuktikan bahwa keterbatasan fisik bukan halangan untuk terus meningkatkan prestasi. Yang menarik, filosofi Untung dalam menjalani olahraga sangat sederhana namun mendalam: jadikan olahraga sebagai hobi yang menghasilkan.
Prinsip ini ternyata menjadi kunci sukses para atlet difabel DIY dalam meraih 21 medali emas, 26 perak, dan 31 perunggu di Peparnas 2024. Mereka membuktikan bahwa ketika passion bertemu dengan dedikasi, hasil luar biasa akan mengikuti.
Cerita sukses ini menjadi lebih istimewa karena semua cabang olahraga yang diikuti DIY berhasil menyumbang medali. Bahkan tiga cabang olahraga baru, para-taekwondo, para-judo, dan para-tenpin bowling, langsung memberikan kontribusi medali di tahun pertama mereka dibina. Ini seperti analogi pohon muda yang langsung berbuah di musim pertama.
Akan tetapi. di balik gemerlap medali, ada fakta menarik: DIY baru mengikuti 12 dari 20 cabang olahraga yang ada. Delapan cabang yang belum diikuti bukan dilihat sebagai kekurangan, tetapi justru menjadi “tambang emas” yang belum digali.
Para atlet dan pelatih melihatnya sebagai peluang untuk berkembang lebih jauh di masa depan. Semangat para atlet ini menular ke berbagai pihak. Pemerintah daerah, KONI, hingga KORMI bersatu memberikan dukungan penuh.
Mereka membuktikan bahwa prestasi olahraga difabel bukan sekadar tentang medali, tetapi juga tentang membangun ekosistem yang mendukung dan mengapresiasi para atlet secara berkelanjutan. Menjelang Peparda 2025 di Gunungkidul, semangat ini semakin berkobar.
Para atlet tidak melihatnya sebagai beban, tetapi sebagai kesempatan untuk membuktikan bahwa Yogyakarta bisa menjadi rumah yang nyaman bagi prestasi atlet difabel. Seperti kata bijak Jawa: “alon-alon waton kelakon” – pelan-pelan asal sampai tujuan.
Keberhasilan para-atlet DIY di Peparnas XVII Solo bukan sekadar tentang jumlah medali yang diraih atau rekor yang dipecahkan, melainkan sebuah kisah inspiratif tentang bagaimana semangat pantang menyerah, dukungan sistem yang solid, dan pandangan positif terhadap keterbatasan dapat menghasilkan prestasi luar biasa.
Melalui filosofi sederhana seperti yang dianut Untung Subagyo dan didukung oleh ekosistem yang terus berkembang, para-atlet DIY telah membuktikan bahwa keterbatasan fisik bukanlah penghalang untuk meraih prestasi gemilang – sebuah inspirasi yang tidak hanya berharga bagi dunia olahraga, tetapi juga bagi seluruh masyarakat yang percaya bahwa setiap tantangan adalah kesempatan untuk tumbuh dan berkembang menuju prestasi yang lebih tinggi.
Penulis: Ade Yofi Faidzun

:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4669946/original/040879800_1701366359-3.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)

/data/photo/2024/11/20/673dba7f42704.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)