kab/kota: Gunung

  • Jejak Lestari Rengel Tuban Tanam Pohon di Puncak Baswara Bersama Pemdes dan EMCL

    Jejak Lestari Rengel Tuban Tanam Pohon di Puncak Baswara Bersama Pemdes dan EMCL

    Tuban (beritajatim.com) – Jejak Lestari Rengel kembali menggelar kegiatan penanaman pohon bersama di Puncak Baswara, sebuah kawasan dengan ketinggian 390 Meter Diatas Permukaan Laut (MDPL).

    Kegiatan ini merupakan bagian dari upaya reboisasi yang digelar pada Minggu, 26 Oktober 2025, bekerja sama dengan Pemerintah Desa Rengel dan ExxonMobil Cepu Limited (EMCL). Acara ini bertujuan untuk mengembalikan hijau kawasan yang gundul dan menanggulangi ancaman tambang liar di kawasan tersebut.

    Ketua Jejak Lestari Rengel, Naufal Ilham, menjelaskan bahwa gerakan hijau ini memiliki tema Satu Sejuta Manfaat, yang sejalan dengan upaya reboisasi gunung yang gundul. Menurut Naufal, kegiatan seperti ini menjadi sarana penting untuk menanggulangi masalah lingkungan sekaligus mendorong penolakan terhadap tambang liar.

    “Insyaallah selalu rutin dilakukan, kami juga berharap tim kami berguna dan bermanfaat bagi masyarakat dan lingkungan,” ungkap Naufal.

    Kegiatan ini juga melibatkan lebih dari 100 peserta yang terdiri dari gabungan lembaga pendidikan seperti SMP dan SMA sederajat dari Kecamatan Rengel, Pemdes Rengel, Perhutani, Babinsa, EMCL, dan masyarakat umum. Melalui gerakan ini, Naufal berharap bisa meminimalisir ancaman tambang liar yang seringkali merusak keseimbangan ekosistem.

    Sementara itu, Kepala Desa Rengel Mundir menambahkan bahwa program penghijauan merupakan bagian dari komitmen Pemdes Rengel yang dilakukan setiap tahun. Program penghijauan ini biasanya dilaksanakan pada bulan Oktober atau Desember, dan tahun ini mereka berkolaborasi dengan Jejak Lestari Rengel untuk menanam pohon di kawasan Puncak Baswara.

    “Kebetulan tahun ini kegiatan penghijauan kita kolaborasikan dengan teman-teman Pegiat lingkungan Jejak Lestari Rengel,” ujar Mundir.

    Lebih lanjut, Mundir menjelaskan bahwa penanaman pohon di lahan kosong, gersang, atau lahan yang berfungsi sebagai penutup lahan menjadi bagian penting dari kegiatan reklamasi. Hal ini bertujuan untuk menjaga kelestarian alam dan mengembalikan kehijauan di wilayah tersebut. “Harapannya reboisasi seperti ini dapat melestarikan alam, khususnya di Desa Rengel,” harap Mundir.

    Tak ketinggalan, Feni K. Indiharti, Communications & Media Relations Coordinator dari ExxonMobil Cepu Limited, juga menyampaikan apresiasi terhadap kegiatan ini. Menurut Feni, program penghijauan ini merupakan salah satu bentuk kolaborasi antara EMCL dan masyarakat desa Rengel.

    “Ini sebagai bagian dari program pengembangan masyarakat ExxonMobil dan kita mendukung programnya pemerintah untuk kampanye penghijauan melalui penanaman pohon,” jelas Feni.

    Feni menambahkan bahwa melalui kampanye dan program penghijauan ini, diharapkan alam dapat dilestarikan dengan baik. “Pada prinsipnya ExxonMobil selalu mendukung kegiatan masyarakat yang sama-sama peduli terhadap lingkungan alam sekitar,” pungkasnya. [dya/suf]

  • Evakuasi KA Purwojaya yang Anjlok di Bekasi Tuntas, Jalur Bisa Dilintasi Lagi

    Evakuasi KA Purwojaya yang Anjlok di Bekasi Tuntas, Jalur Bisa Dilintasi Lagi

    Bekasi

    PT KAI menyebut evakuasi seluruh rangkaian KA Purwojaya yang anjlok di Km 56+1/2 emplasemen Stasiun Kedunggedeh, Bekasi, telah selesai dilakukan. Jalur kereta api di wilayah itu pun bisa dilintasi lagi.

    Manager Humas KAI Daop 1 Jakarta, Ixfan Hendriwintoko, mengatakan kereta api bisa melintas dengan kecepatan terbatas, yakni 10 Km/jam, di Km 55+900 sampai dengan 56+500. Dia mengatakan KA 134 Parahyangan relasi Stasiun Gambir-Bandung menjadi kereta pertama yang melintas di jalur itu setelah proses evakuasi dan perbaikan jalur KA dinyatakan selesai.

    “Kami menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada seluruh petugas di lapangan yang telah bekerja tanpa henti, serta memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada seluruh pelanggan yang terdampak atas keterlambatan maupun pembatalan sejumlah perjalanan kereta api selama proses evakuasi berlangsung,” ujar Ixfan dalam keterangan tertulis, Minggu (26/10/2025).

    Dia mengatakan ada keterlambatan perjalanan KA selama proses evakuasi dan normalisasi jalur. KAI mengatakan seluruh pelanggan yang terdampak mendapat kompensasi sesuai ketentuan.

    “Kami memahami bahwa banyak pelanggan yang perjalanannya tertahan atau tertunda. Kami terus berupaya agar seluruh perjalanan dapat kembali normal secepatnya,” ujar Ixfan.

    Selain keterlambatan, ada juga pembatalan perjalanan beberapa perjalanan kereta api pada 25 dan 26 Oktober 2025. Berikut daftarnya:

    Sabtu (25/10):

    1. KA 58F Purwojaya lintas Kedunggedeh-Cilacap
    2. KA 57F Purwojaya lintas Kroya-Gambir
    3. KA 337 Commuterline Jatiluhur lintas Cikampek-Cikarang
    4. KA 334 Commuterline Walahar lintas Cikarang-Cikampek
    5. KA 22 Argo Muria lintas Gambir-Semarang Tawang
    6. KA 19 Argo Sindoro lintas Semarang Tawang-Gambir
    7. KA 48 Taksaka lintas Gambir-Yogyakarta

    Minggu (26/10):

    1. KA 26 Argo Merbabu lintas Gambir-Semarang Tawang
    2. KA 50F Purwojaya lintas Gambir-Cilacap
    3. KA 114 Sawunggalih lintas Pasar Senen-Kutoarjo
    4. KA 118 Gunung Jati lintas Gambir-Semarang Tawang
    5. KA 122 Cakrabuana lintas Gambir-Cirebon
    6. KA 132 Argo Parahyangan lintas Gambir-Bandung
    7. KA 204 Tegal Bahari lintas Pasar Senen-Tegal
    8. KA 178 Tawang Jaya Premium lintas Pasar Senen-Semarang Tawang
    9. KA 128 Pangandaran lintas Gambir-Bandung

    KAI juga menyebut pelanggan bisa memperoleh pengembalian tiket 100% di luar bea pemesanan melalui beberapa kanal pelayanan resmi, yakni:

    Loket stasiun atau Contact Center 121: hingga 7 hari setelah tanggal keberangkatan KA, atau aplikasi Access by KAI hingga 2 jam sebelum jadwal keberangkatan KA.

    Halaman 2 dari 2

    (haf/imk)

  • Gaduh Sumber Air Aqua, Peneliti BRIN: Mata Air Pegunungan Malah Rentan Kontaminasi

    Gaduh Sumber Air Aqua, Peneliti BRIN: Mata Air Pegunungan Malah Rentan Kontaminasi

    Jakarta

    Netizen baru-baru ini ramai memperdebatkan sumber air Aqua dari air tanah, menuding kenyataan tersebut tidak sesuai dengan iklan yang selama ini melekat di masyarakat yakni mata air pegunungan.

    “parah tidak sesuai labelnya,” komentar salah satu warganet.

    “air tanah bukan air pegunungan,” timpal yang lain.

    Badan Perlindungan Konsumen Nasional Republik Indonesia (BPKN RI) belakangan juga bakal memanggil manajemen dan Direktur utama PT Tirta Investama selaku produsen air minum kemasan merek Aqua untuk memberikan klarifikasi.

    Anggapan yang meluas di masyarakat dipastikan keliru. Peneliti hidrologi dari Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Rachmat Fajar Lubis meluruskan soal sumber air dan kualitasnya.

    Tidak hanya Aqua, hampir seluruh perusahaan AMDK disebutnya kini beralih menggunakan air tanah tertekan atau yang diambil melalui metode pengeboran dengan kedalaman bervariasi, 60 hingga 104 meter. Aqua, di masa awal berdirinya, memang mengambil air langsung dari mata air pegunungan.

    “Kalau dicatat, dulu memang perusahaan-perusahaan seperti Aqua mengambil air dari mata air. Setahu saya, masih ada dua sumber mereka yang berasal dari mata air, yaitu di Bali dan Solok,” jelasnya, saat dihubungi detikcom Minggu (26/10/2025).

    “Dulu, mungkin sekitar awal berdirinya di tahun 1973, iklan Aqua menonjolkan air pegunungan. Tapi sekarang, hampir semua sumbernya sudah diambil dari air tanah dalam, bukan dari mata air yang terbuka.”

    Meskipun kini banyak mengambil dari air tanah dalam, perusahaan AMDK tetap menyebut produknya air pegunungan. Menurut ahli, istilah itu masih relevan secara geologi.

    “Mereka tetap menargetkan sumber air dari daerah gunung api, karena secara alami batuan vulkanik memiliki kandungan mineral yang melimpah dan baik untuk kesehatan,” beber Fajar.

    Walhasil, meski airnya diambil lewat pengeboran (bukan muncul alami di permukaan), air tersebut tetap berasal dari lapisan akuifer yang terbentuk oleh sistem geologi gunung api, sumber yang sama dengan mata air pegunungan.

    Mata Air Rentan Kontaminasi

    Ia mengingatkan sumber dari mata air justru lebih rentan terhadap kontaminasi bakteri dan bahan kimia, terutama di kawasan dengan aktivitas padat manusia atau hewan.

    “Salah satu kontaminasi paling umum adalah bakteri E. coli yang bisa menyebabkan diare. Sumbernya dari kotoran hewan yang hidup di sekitar mata air. Hewan buang kotoran di tanah, lalu bakteri terbawa ke air,” jelasnya.

    Selain itu, tanaman dan lumut di sekitar mata air juga dapat menjadi media alami bagi mikroorganisme yang belum sepenuhnya diketahui dampaknya.

    “Ada lumut yang menyejukkan, tapi ada juga yang bisa membawa mikroorganisme tertentu. Kita masih terus meneliti hal-hal semacam itu,” tambahnya.

    Lebih jauh, ia menjelaskan aktivitas pertanian dan rumah tangga di sekitar sumber air dapat meningkatkan risiko pencemaran, baik melalui pestisida, deterjen, maupun limbah organik. Semua itu mengandung unsur nitrat dan nutrien yang mudah terserap air tanah dangkal.

    “Meskipun tidak ada niat mencemari, keberadaan manusia dan aktivitas pertanian di sekitar mata air akan menambah beban nutrien pada air tersebut,” katanya.

    Berbeda dengan itu, air tanah tertekan (confined aquifer), yang berada jauh di bawah permukaan umumnya bebas dari kontaminasi biologis karena tidak ada kehidupan mikroorganisme di lapisan tersebut. Air jenis ini hanya mengandung mineral alami dari batuan yang dilaluinya.

    Penjelasan Fajar menunjukkan bahwa penggunaan sumur bor oleh perusahaan AMDK bukan berarti airnya tidak alami. Sebaliknya, metode itu justru bertujuan menjaga kualitas dan keamanan air dari potensi pencemaran di permukaan.

    “Air tanah dalam dari daerah vulkanik tetap termasuk air pegunungan. Hanya saja, kini pengambilannya lebih terkontrol lewat pengeboran untuk memastikan kualitasnya tetap higiene,” tutupnya.

    Halaman 2 dari 2

    (naf/up)

  • Daerah di Banten Ini Bahaya, Dikepung Megathrust-Sesar Aktif-Krakatau

    Daerah di Banten Ini Bahaya, Dikepung Megathrust-Sesar Aktif-Krakatau

    Jakarta, CNBC Indonesia – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sudah mengambil langkah-langkah antisipasi terjadinya gempa dan tsunami di Provinsi Banten khususnya di Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang. Daerah ini merupakan zona merah di Banten karena merupakan titik yang mempertemukan zona Megathrust, sesar aktif, hingga Gunung Anak Krakatau.

    Direktur Seismologi Teknik, Geofisika Potensial, dan Tanda Waktu BMKG Setyoajie Prayoedhie menyatakan bahwa penguatan edukasi kesiapsiagaan menjadi krusial melihat tren frekuensi gempa bumi yang terus meningkat dan mekanisme pembangkitan tsunami yang semakin kompleks. Oleh karenanya, Sekolah Lapang Gempabumi dan Tsunami (SLG) adalah wujud kepedulian negara terhadap keselamatan bangsa dari ancaman bahaya yang nyata.

    Risiko bencana sesungguhnya dapat kita kurangi apabila kita secara terencana dan terukur melakukan upaya mitigasi yang melibatkan semua pihak, termasuk masyarakat,” kata Setyoajie di Pandeglang, Minggu (26/10/2025).

    Lebih lanjut, Kabupaten Pandeglang, yang berada di Provinsi Banten, memiliki tingkat kerawanan tinggi karena wilayah ini dipengaruhi oleh empat sumber utama potensi bencana: Zona Megathrust selatan Jawa dengan potensi M 8,9, zona sesar aktif (Semangko dan Ujung Kulon), Zona Graben Selat Sunda yang berpotensi longsor dasar laut, serta aktivitas Gunung Anak Krakatau.

    Mengingat kembali pada peristiwa tsunami 22 Desember 2018 akibat longsoran Gunung Anak Krakatau yang menerjang Kecamatan Sumur dan sekitarnya, serta gempabumi M 6,9 pada 2019 yang guncangannya menimbulkan kepanikan di Kec. Sumur. Peristiwa ini menjadi pengingat bahwa ancaman di Pandeglang bersifat kompleks, baik dari sumber tektonik maupun non-tektonik.

    Kecamatan Sumur memiliki risiko bencana yang perlu diwaspadai. Wilayah ini merupakan daerah pesisir yang berhadapan langsung dengan Selat Sunda, sebuah area yang menyimpan potensi ancaman multi hazard. Ancaman tidak hanya datang dari gempabumi tektonik, tetapi juga dari aktivitas Gunung Api Anak Krakatau (GAK) , yang secara historis pernah memicu tsunami di Selat Sunda. Oleh karena itu, SLG ini dinilai krusial sebagai wadah koordinasi untuk memperkuat upaya pengurangan risiko bencana di wilayah tersebut.

    Pada bencana tsunami 2018, Kabupaten Pandeglang mencatat korban terbanyak dengan sedikitnya 292 orang meninggal, 3.976 luka-luka, dan puluhan ribu warga mengungsi.

    Sebagai respons atas kerawanan tersebut, BMKG telah memberikan dukungan teknologi vital bagi Pandeglang. Tiga unit Warning Receiver System New Generation (WRS-NG)-perangkat penerima informasi gempa dan peringatan dini tsunami secara real-time-telah terpasang di lokasi strategis: Kantor Setda Pandeglang, Kantor BPBD Kabupaten Pandeglang, dan KEK Tanjung Lesung. Selain itu, sirine peringatan dini juga telah diaktifkan di Desa Teluk Labuan dan Desa Sidamukti untuk menjangkau masyarakat pesisir secara langsung.

    (wur/wur)

    [Gambas:Video CNBC]

  • 7 Karakteristik Benua Asia sebagai Benua Terluas di Dunia

    7 Karakteristik Benua Asia sebagai Benua Terluas di Dunia

    YOGYAKARTA – Benua Asia memiliki karakteristik yang membuatnya menjadi kawasan paling menonjol di dunia. Dengan luas wilayah mencakup sekitar 8,7 persen permukaan Bumi, benua ini terdiri atas 50 negara yang terbentang dari Asia Kecil hingga Samudra Pasifik. Sekitar 60 persen populasi dunia juga hidup di benua ini.

    Berikut akan dibahas 7 karakteristik utama yang menjadikan Benua Asia begitu istimewa. Mulai dari ukuran wilayah yang luas, keanekaragaman iklim, hingga kekayaan alam seperti gunung, gurun, dan dataran tinggi yang luar biasa.

    7 Karakteristik Benua Asia

    Tujuh karakteristik Benua Asia menunjukkan kekayaan alam, budaya, dan manusia yang paling beragam di dunia. Berikut penjelasannya.

    Benua Terluas di Dunia

    Benua Asia merupakan benua terluas di dunia dengan luas sekitar 43.998.920 kilometer persegi. Hampir sepertiga daratan di Bumi berada di Asia, menjadikannya empat kali lebih besar dari Benua Eropa. Asia terbagi menjadi enam kawasan utama yakni Asia Timur, Asia Tenggara, Asia Selatan, Asia Barat, Asia Tengah, dan Asia Utara yang masing-masing memiliki keunikan tersendiri.

    Memiliki Lima Pembagian Iklim

    Benua Asia memiliki lima jenis iklim utama yakni dingin, kontinental, subtropis basah, tropis basah, dan gurun. Iklim dingin ditemukan di Siberia, iklim kontinental di Asia Tengah, sedangkan wilayah tropis basah mendominasi Asia Tenggara dan Selatan. Perbedaan iklim ini menciptakan keragaman flora, fauna, serta pola kehidupan masyarakat di berbagai wilayah Asia.

    Memiliki Gurun dan Laut yang Luas

    Asia dikenal memiliki gurun pasir yang luas seperti Gurun Gobi, Gurun Taklamakan, dan Gurun Ordos. Selain itu, laut terluas di dunia, yaitu Laut Cina Selatan, juga terletak di benua ini. Kondisi geografis tersebut menjadikan Asia memiliki ekosistem yang beragam dan sumber daya alam yang melimpah.

    Benua dengan Populasi Terbanyak di Dunia

    Dengan jumlah penduduk mencapai lebih dari 4 miliar jiwa, Asia merupakan benua dengan populasi terbesar di dunia. Negara seperti Tiongkok, India, Indonesia, Pakistan, dan Bangladesh termasuk yang berpenduduk paling padat. Kepadatan ini menjadi kekuatan sekaligus tantangan dalam pengelolaan sumber daya dan pembangunan.

    Benua yang Sering Mengalami Gempa Bumi

    Benua Asia terletak di jalur cincin api Pasifik, yang membuatnya sering mengalami gempa bumi. Jepang merupakan salah satu negara di Asia yang paling sering dilanda gempa karena posisinya di pertemuan lempeng tektonik. Aktivitas geologi ini juga menyebabkan terbentuknya gunung berapi yang banyak tersebar di kawasan Asia Timur dan Asia Tenggara.

    Memiliki Gunung Tertinggi di Dunia

    Gunung tertinggi di dunia, Gunung Everest, terletak di Benua Asia, tepatnya di perbatasan Nepal dan Tiongkok. Gunung ini memiliki ketinggian sekitar 8.850 meter di atas permukaan laut dan menjadi simbol keagungan alam Asia. Pegunungan Himalaya yang menaungi Everest juga menjadi sumber air bagi jutaan orang di Asia Selatan.

    Memiliki Dataran Tertinggi di Dunia

    Selain gunung tertinggi, Asia juga memiliki dataran tertinggi di dunia, yaitu Dataran Tinggi Tibet. Wilayah ini berada pada ketinggian antara 4.000 hingga 5.000 meter di atas permukaan laut sehingga dijuluki “Atap Dunia”. Tibet berperan penting dalam iklim Asia karena menjadi sumber utama sungai besar seperti Sungai Indus dan Mekong.

    Demikian penjelasan 7 karakteristik Benua Asia. Dari puncak Everest hingga gurun Gobi, dari populasi padat hingga dataran tinggi Tibet, semuanya menunjukkan betapa luar biasanya benua ini.

  • Gunung Ibu di Maluku Utara Erupsi Lagi, Semburkan Abu Vulkanik Setinggi 900 Meter – Page 3

    Gunung Ibu di Maluku Utara Erupsi Lagi, Semburkan Abu Vulkanik Setinggi 900 Meter – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Pos Pengamatan Gunung Api (PGA) Ibu di Kabupaten Halmahera Barat (Halbar), Maluku Utara, melaporkan bahwa Gunung Ibu kembali mengalami erupsi pada Sabtu pagi, dengan abu vulkanik terpantau mencapai ketinggian sekitar 900 meter di atas puncak.

    “Iya erupsi sekitar pukul 07:52 WIT dengan tinggi kolom abu teramati setinggi 900 meter,” kata petugas Pos PGA Ibu di Kabupaten Halmahera Barat, Saum dalam keterangan tertulis, dikutip dari Antara, Sabtu (25/10/2025).

    Ia menjelaskan erupsi Gunung Ibu terlihat kolom abu teramati berwarna putih hingga kelabu dengan intensitas sedang hingga tebal condong ke arah utara dan Timur Laut.

    Dia mengatakan erupsi ini terekam di seismogram dengan amplitudo maksimum 28 mm dan durasi sementara ini ± 1 menit 15 detik dari Pos PGA Ibu di Desa Gam Ici, Kecamatan Ibu.

    “Saat ini Gunung api setinggi 1.325 meter dari permukaan laut itu berada pada status Level II atau Waspada,”ujarnya. 

  • 4
                    
                        Terbongkar! Gunung Halimun Salak Dikepung Ratusan Kemah Markas Penambang Ilegal
                        Bandung

    4 Terbongkar! Gunung Halimun Salak Dikepung Ratusan Kemah Markas Penambang Ilegal Bandung

    Terbongkar! Gunung Halimun Salak Dikepung Ratusan Kemah Markas Penambang Ilegal
    Tim Redaksi
    LEBAK, KOMPAS.com –
    Keberadaan deretan tenda biru di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) viral di media sosial setelah foto-fotonya muncul dari citra satelit Google Maps.
    Wilayah TNGHS mencakup tiga kabupaten di dua provinsi, yakni Kabupaten Lebak di Banten, serta Kabupaten Sukabumi dan Bogor di Jawa Barat.
    Kepala Balai TNGHS, Budhi Chandra, membenarkan bahwa tenda-tenda tersebut merupakan milik para penambang emas ilegal atau gurandil yang beroperasi di dalam kawasan taman nasional itu.
    “Benar, tenda-tenda yang terlihat dalam citra satelit tersebut merupakan milik para penambang emas ilegal atau gurandil yang beroperasi di dalam kawasan TNGHS,” kata Budhi kepada Kompas.com melalui pesan WhatsApp, Sabtu (25/10/2025).
    Budhi menjelaskan bahwa aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI) di kawasan tersebut telah berlangsung sejak awal 1990-an dan semakin meningkat setelah PT ANTAM tidak lagi beroperasi di wilayah itu.
    Area tambang yang digunakan para gurandil berada di jalur emas Cikotok–Cirotan–Gang Panjang–Cibuluh yang terhubung hingga ke Pongkor, Bogor.
    Berdasarkan data dari pihak TNGHS, saat ini terdapat 36 titik lokasi PETI yang tersebar di wilayah Lebak dan Bogor, dengan jumlah tenda kemah mencapai ratusan.
    “Jumlah tenda sekitar 250 unit di titik-titik utama seperti Cibuluh, Cibarengkok, dan Ciberang. Inventarisasi lebih perinci terhadap jumlah lubang galian dan peralatan sedang dalam proses,” ujar Budhi.
    Lebih lanjut, Budhi menyebut bahwa sebagian besar penambang ilegal tersebut merupakan warga lokal.
    Sekitar 90 persen merupakan warga Kabupaten Lebak yang bermukim di sekitar TNGHS, seperti Kampung Gunung Julang, Lebak Situ, Lebak Gedong, dan Citorek.
    Sementara sebagian lainnya berasal dari Sukajaya, Bogor, Tasikmalaya, hingga Jampang, Sukabumi.
    Pihak TNGHS, kata Budhi, telah berulang kali melakukan berbagai upaya untuk menindak para gurandil, mulai dari sosialisasi hingga operasi gabungan bersama pemerintah daerah dan aparat penegak hukum.
    Termasuk operasi penertiban gabungan pada tahun 1998 dan 2017 yang melibatkan TNI, Polri, Polhut, pemda, dan PT Antam.
    Namun, upaya tersebut belum sepenuhnya berhasil karena medan yang sulit dijangkau dan keterbatasan personel di lapangan.
    “Lokasi PETI berada jauh di dalam kawasan, akses jalan kaki sekitar lima jam dan terbatasnya personel TNGHS di lapangan, sementara jumlah penambang sangat besar,” kata Budhi.
    Menurut Budhi, aktivitas PETI di kawasan taman nasional membawa dampak serius terhadap lingkungan dan ekosistem.
    Penggunaan bahan kimia berbahaya seperti merkuri dan sianida telah mencemari aliran sungai yang menjadi sumber air warga di hilir.
    Selain itu, penebangan pohon secara ilegal untuk memperkuat lubang tambang dan membangun tempat tinggal juga memperparah kerusakan vegetasi serta meningkatkan risiko longsor di lereng curam.
    “Bukan hanya air yang tercemar, tapi juga banyak satwa liar yang terusik. Habitat mereka terganggu dan fungsi ekosistem hutan mulai menurun,” ujar Budhi.
    Budhi menegaskan, jika aktivitas PETI di kawasan TNGHS tidak segera dihentikan, kerusakan lingkungan dan ancaman bagi masyarakat sekitar dikhawatirkan akan semakin parah di masa mendatang.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Abu vulkanis Lewotobi sebabkan petani gagal panen

    Abu vulkanis Lewotobi sebabkan petani gagal panen

    Minggu, 19 Oktober 2025 15:03 WIB

    Warga menunjukkan buah jambu mente yang rusak akibat abu vulkanis Gunung Lewotobi laki-laki di perkebunan Desa Pululera, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, Minggu (19/10/2025). Abu vulkanis dari erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki yang terjadi beberapa kali dalam dua pekan terakhir ini menutupi tanaman-tanaman pertanian warga sehingga sejumlah komoditas seperti kakao, jambu mente, dan kelapa mengalami gagal panen. ANTARA FOTO/Mega Tokan/wpa.

    Warga menunjukkan buah kakao atau coklat yang rusak akibat abu vulkanis Gunung Lewotobi laki-laki di perkebunan Desa Pululera, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, Minggu (19/10/2025). Abu vulkanis dari erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki yang terjadi beberapa kali dalam dua pekan terakhir ini menutupi tanaman-tanaman pertanian warga sehingga sejumlah komoditas seperti kakao, jambu mente, dan kelapa mengalami gagal panen. ANTARA FOTO/Mega Tokan/wpa.

    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Ilmuwan Kecam Ide Meredupkan Matahari, Bumi Bisa Kiamat!

    Ilmuwan Kecam Ide Meredupkan Matahari, Bumi Bisa Kiamat!

    Jakarta

    Upaya mendinginkan Bumi dengan menyebarkan sinar Matahari mungkin terdengar sederhana. Namun para ilmuwan memperingatkan bahwa hal itu dapat menyebabkan kiamat alias kekacauan global.

    Injeksi aerosol stratosfer dapat mengganggu sistem cuaca, membebani perekonomian, dan menciptakan lebih banyak masalah dibandingkan solusinya. Sebuah ide yang dulu dianggap fiksi ilmiah, mendinginkan Bumi dengan menyebarkan partikel pemantul sinar Matahari ke atmosfer atas, kini ditanggapi serius oleh para peneliti.

    Teknik yang diusulkan ini, yang disebut stratospheric aerosol injection (SAI) atau injeksi aerosol stratosfer, bertujuan untuk mengimbangi pemanasan global dengan meniru efek pendinginan letusan gunung berapi.

    Ratusan model ilmiah telah mengeksplorasi cara kerjanya. Namun, para peneliti di Columbia University memperingatkan bahwa model-model tersebut mengabaikan betapa kompleks, tidak pasti, dan berisikonya upaya semacam itu.

    “Sekalipun simulasi SAI dalam model iklim sudah canggih, simulasi tersebut pasti akan diidealkan. Para peneliti memodelkan partikel sempurna dengan ukuran yang sempurna. Dan dalam simulasi, mereka menempatkan partikel tersebut sebanyak yang mereka inginkan, di mana mereka menginginkannya,” kata V. Faye McNeill, seorang ahli kimia atmosfer dan ilmuwan aerosol di Columbia’s Climate School and Columbia Engineering, dikutip dari Science Daily.

    “Namun, ketika Anda mulai mempertimbangkan di mana posisi kita sebenarnya, dibandingkan dengan situasi ideal tersebut, hal itu menunjukkan banyaknya ketidakpastian dalam prediksi tersebut,” sebutnya.

    “Ada berbagai hal yang mungkin terjadi jika Anda mencoba melakukan ini, dan kami berpendapat bahwa kemungkinan hasilnya jauh lebih luas daripada yang diperkirakan siapa pun hingga saat ini,” ia memperingatkan.

    Batasan Geoengineering Matahari

    Dalam sebuah studi yang diterbitkan di Scientific Reports, McNeill dan timnya mengkaji hambatan fisik, politik, dan ekonomi yang membuat SAI jauh lebih rumit dalam praktik dibandingkan teorinya.

    Mereka meninjau studi yang ada untuk memahami bagaimana hasil SAI akan bergantung pada detail bagaimana dan di mana ia diterapkan. Faktor-faktor kunci meliputi ketinggian dan lintang pelepasan partikel, waktu dalam setahun, dan jumlah total material yang disuntikkan ke atmosfer.

    Di antara variabel-variabel ini, garis lintang tampaknya memiliki pengaruh terbesar. Upaya SAI yang terkonsentrasi di dekat kutub, misalnya, dapat mengganggu musim hujan tropis, sementara pelepasan di dekat khatulistiwa dapat mengubah aliran jet (jet stream) dan mengganggu sirkulasi udara global.

    “Ini bukan sekadar masalah melepaskan lima teragram sulfur ke atmosfer. Yang penting adalah di mana dan kapan Anda melakukannya,” kata McNeill.

    Variabilitas ini menunjukkan bahwa, jika SAI terjadi, seharusnya dilakukan secara terpusat dan terkoordinasi. Namun, mengingat realitas geopolitik, para peneliti mengatakan hal itu kecil kemungkinannya.

    Pelajaran dari Gunung Berapi

    Sebagian besar model iklim yang mempelajari SAI mengasumsikan penggunaan aerosol sulfat, serupa dengan senyawa yang dihasilkan oleh letusan gunung berapi. Ketika Gunung Pinatubo meletus pada 1991 misalnya, suhu global turun hampir satu derajat Celsius selama beberapa tahun. Peristiwa tersebut sering dikutip sebagai bukti bahwa SAI dapat mendinginkan planet untuk sementara waktu.

    Namun, aktivitas vulkanik juga menyoroti risikonya. Letusan Pinatubo mengganggu sistem monsun India, mengurangi curah hujan di Asia Selatan, dan berkontribusi pada penipisan ozon. Efek samping serupa dapat diakibatkan oleh pelepasan sulfat buatan, termasuk hujan asam dan kontaminasi tanah. Kekhawatiran ini mendorong para ilmuwan untuk menyelidiki material lain yang berpotensi lebih aman.

    Mencari Material yang Lebih Baik

    Alternatif yang diusulkan mencakup mineral seperti kalsium karbonat, alfa alumina, rutil dan anatase titania, zirkonia kubik, dan bahkan berlian. Meskipun banyak perhatian telah diberikan pada seberapa baik material-material ini dapat menghamburkan sinar Matahari, pertanyaan penting lainnya, seperti ketersediaan dan kepraktisannya, masih kurang dieksplorasi.

    “Para ilmuwan telah membahas penggunaan kandidat aerosol tanpa mempertimbangkan bagaimana keterbatasan praktis dapat membatasi kemampuan Anda untuk menyuntikkannya dalam jumlah besar setiap tahun. Banyak material yang telah diusulkan tidak terlalu melimpah,” kata Miranda Hack, seorang ilmuwan aerosol di Columbia University dan penulis utama makalah baru tersebut.

    Berlian, misalnya, akan berkinerja baik secara optik tetapi terlalu langka dan mahal untuk digunakan. Zirkonia kubik dan titania rutil secara teori dapat memenuhi permintaan, tetapi pemodelan ekonomi oleh tim Columbia menunjukkan biaya produksi akan meroket seiring dengan peningkatan permintaan. Hanya kalsium karbonat dan alfa alumina yang cukup melimpah untuk dapat diproduksi dalam skala besar, namun keduanya menghadapi masalah teknis yang serius selama proses dispersi.

    Partikel Kecil, Masalah Besar

    Agar SAI berfungsi, partikel harus tetap sangat kecil, kurang dari satu mikron. Namun, alternatif mineral cenderung menggumpal menjadi agregat yang lebih besar. Gugusan yang lebih besar ini menyebarkan sinar matahari secara kurang efektif dan berperilaku tidak terduga di atmosfer.

    “Alih-alih memiliki sifat optik yang sempurna, Anda justru mendapatkan sesuatu yang jauh lebih buruk. Dibandingkan dengan sulfat, saya rasa kita belum tentu akan melihat manfaat iklim seperti yang telah dibahas,” kata Hack.

    Penuh Ketidakpastian

    Menurut para peneliti, banyaknya ketidakpastian seputar SAI, mulai dari logistik penerapan hingga kinerja material, membuat teknik ini semakin tidak pasti daripada yang diperkirakan sebelumnya. Tantangan-tantangan ini perlu diakui dengan jelas ketika para pembuat kebijakan dan ilmuwan membahas masa depan geoengineering surya.

    “Semuanya tentang trade-off risiko ketika kita melihat geoengineering surya,” kata Gernot Wagner, ekonom iklim di Columbia Business School dan kolaborator erat Climate School.

    “Mengingat realitas SAI yang rumit, hal itu tidak akan terjadi seperti yang dimodelkan oleh 99 persen makalah ini,” sambungnya.

    Studi ini juga mencantumkan Daniel Steingart, salah satu direktur Columbia Electrochemical Energy Center, sebagai salah satu penulis. Bersama-sama, tim ini menekankan bahwa meskipun SAI mungkin tampak seperti solusi cepat yang menarik untuk pemanasan global, jalan menuju pendinginan planet yang sesungguhnya bisa jadi jauh lebih berbahaya dan tak terduga daripada yang terlihat.

    (rns/rns)

  • Fakta-fakta Sumber Air Akuifer di Balik Tudingan Aqua Pakai Sumur Bor

    Fakta-fakta Sumber Air Akuifer di Balik Tudingan Aqua Pakai Sumur Bor

    Jakarta

    Merek air minum ‘Aqua’ belakangan menjadi perbincangan publik. Ini setelah Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengunjungi salah satu lokasi pengolahan air mineral tersebut.

    Dalam video yang diunggah di kanal YouTube ‘Kang Dedi Mulyadi Channel (KDM)’ salah seorang staf perusahaan mengatakan bahwa sumber air dari Aqua berasal dari bawah tanah yang diambil melalui proses pengeboran.

    Air Aqua Diambil dari Akuifer

    Menanggapi hal ini, Danone selaku produsen air minum Aqua menegaskan bahwa sumber air yang digunakan bukan berasal dari air permukaan maupun air tanah dangkal.

    Sumber air Aqua diambil dari akuifer dengan kedalaman 60-140 meter yang terlindungi secara alami oleh lapisan kedap air, sehingga bebas dari kontaminasi aktivitas manusia dan tidak mengganggu penggunaan air masyarakat.

    “Aqua menggunakan air dari akuifer dalam yang merupakan bagian dari sistem hidrogeologi pegunungan,” tegas pernyataan tersebut.

    Apa Itu Akuifer Dalam?

    Guru Besar Teknologi Geologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Dr Ir Heru Hendrayana mengatakan sederhananya akuifer adalah batuan di dalam tanah yang mengandung air.

    “Air tanah itu tentunya lebih baik kualitasnya daripada air permukaan, pasti. Karena dia ada di bawah permukaan, dia mengalir melalui pori-pori sehingga mengalami purifikasi alamiah, penyaringan alamiah,” kata Prof Heru saat dihubungi detikcom, Jumat (24/10/2025).

    Sumber air akuifer dalam ini bisa ditemukan dalam kedalaman 70 hingga ratusan meter ke bawah, sehingga membuat kualitasnya jauh lebih baik daripada air tanah dangkal.

    Bedanya dengan Air Tanah Dangkal

    Aqua sendiri juga tak terlepas dari tudingan bahwa mereka mendapatkan sumber air dari tanah dangkal atau sumur bor.

    Menurut Prof Heru, air tanah dangkal sendiri merupakan sumber air yang berasal dari kedalam 10-30 meter di bawah tanah. Biasanya, air ini digunakan sebagai sumber air untuk keperluan sehari-hari, seperti sumur.

    “Itu masih rawan terhadap kualitas polutan atau polusi dari permukaan, karena relatif dangkal toh. Masih dipengaruhi limbah dari air sungai, dari semua aktivitas manusia,” katanya.

    Kata Ahli soal ‘Air Pegunungan’

    Merek Aqua sendiri selama ini dikenal dengan iklan ‘Air Mineral Pegunungan’ yang mana produsen menegaskan bahwa sumber air berasal dari dari pegunungan vulkanik yang merupakan tanah dalam (akuifer dalam).

    Menurut Prof Heru, air tanah dalam (akuifer) bisa dikatakan sebagai air pegunungan kalau dia berasal dari pegunungan. Namun, untuk membuktikannya diperlukan riset yang panjang, seperti kimia, isotop, kajian bawah permukaan, dan sebagainya.

    “Air pegunungan itu, air yang berasal dari pegunungan, pasti,” kata Prof Heru.

    Namun, air pegunungan juga tidak harus bersumber dari pegunungan. Menurut Prof Heru, bisa bersumber dari lereng, dataran, atau puncak. Asalkan bisa dibuktikan asal-usul air tersebut.

    “Air tanah itu kayak manusia, punya DNA. Kalau DNA kita tahu ini anaknya siapa, air tanah itu juga begitu. Jadi, air tanah itu bisa dideteksi asal-usulnya darimana. Itu biasanya dengan isotop,” kata Prof Heru.

    Sementara, untuk ‘Mata Air Pegunungan’, menurut Prof Heru pada dasarnya adalah mata air yang berasal dari pegunungan. Namun, mata air pegunungan belum tentu air pegunungan.

    “Mungkin juga dia dari air hujan yang meresap terus langsung keluar. Jadi air tanah dangkal tadi,” kata Prof Heru.

    “Tapi ada juga mata air pegunungan, airnya dari pegunungan. Air pegunungan itu harus diidentifikasi dengan metode, tidak harus di gunung, tidak harus di dataran, di gunung pun belum tentu air pegunungan,” sambungnya.

    Air Pegunungan Tak Bisa Asal Klaim

    Menurut Prof Heru, para produsen AMDK yang mengklaim bahwa sumber airnya berasal dari pegunungan, seperti Aqua tidak hanya sekadar klaim belaka.

    “Pasti sudah melakukan uji tadi. Kalau tidak melakukan uji, itu bisa dituntut masalahnya, kebohongan tadi,” katanya.

    “Kalau menyebutkan air pegunungan, itu harus ada supporting-nya. Bahwa dia air pegunungan, itu harus ada,” tutupnya.

    Halaman 2 dari 4

    Simak Video “Mitos atau Fakta: Banyak Minum Air Bikin Kulit Lembap”
    [Gambas:Video 20detik]
    (dpy/up)