kab/kota: Gunung

  • 10 Gunung Tertinggi di Indonesia, Jadi Tantangan Nyata bagi para Pendaki

    10 Gunung Tertinggi di Indonesia, Jadi Tantangan Nyata bagi para Pendaki

    Jakarta, Beritasatu.com – Indonesia memiliki banyak gunung tertinggi yang menjadi tujuan para pendaki dari dalam maupun luar negeri. Dari puncak yang diselimuti salju abadi hingga kawah aktif yang terus bergemuruh, setiap gunung menawarkan keindahan serta tantangannya masing-masing.

    Namun, di balik pesona alamnya, pendakian ke gunung-gunung tertinggi di Indonesia juga menyimpan risiko besar. Cuaca ekstrem, medan yang sulit, serta kurangnya persiapan sering kali menjadi faktor utama terjadinya kecelakaan, seperti yang terjadi di Puncak Jaya atau Carstensz Pyramid, di mana beberapa pendaki kehilangan nyawa akibat kondisi alam yang berat.  

    Dihimpun dari berbagai sumber, berikut sepuluh gunung tertinggi di Indonesia, yang masing-masing memiliki daya tarik tersendiri. Mulai dari Gunung Kerinci di Sumatra hingga Gunung Ciremai di Jawa Barat, setiap puncak memiliki kisah dan tantangannya sendiri bagi para pecinta alam.

    Gunung Tertinggi di Indonesia

    1. Gunung Carstensz atau Puncak Jaya (4.884 mdpl)

    Gunung Cartensz. – (Instagram/@fiersabesari)

    Terletak di Provinsi Papua, Puncak Jaya merupakan gunung tertinggi di Indonesia dengan ketinggian mencapai 4.884 meter di atas permukaan laut (mdpl).

    Gunung ini dikenal juga sebagai Cartensz Pyramid dan merupakan gunung kapur terbesar di Indonesia. Salah satu keunikan Puncak Jaya adalah keberadaan salju abadi di puncaknya, suatu fenomena langka di daerah tropis.

    2. Gunung Kerinci (3.805 mdpl)

    Gunung Kerinci. – (Antara/Handout)

    Gunung Kerinci berada di perbatasan antara Provinsi Jambi dan Sumatra Barat. Dengan ketinggian 3.805 mdpl, gunung ini menjadi yang tertinggi di Pulau Sumatera sekaligus gunung berapi tertinggi di Indonesia.

    3. Gunung Rinjani (3.762 mdpl)

    Gunung Rinjani, Lombok, Nusa Tenggara Barat.  – (Dok. Rinjani National Park)

    Gunung Rinjani yang berlokasi di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat, memiliki ketinggian 3.762 mdpl. Gunung ini terkenal dengan keindahan alamnya, termasuk danau Segara Anak yang berada di kawahnya. Rinjani juga merupakan bagian dari Taman Nasional Gunung Rinjani dengan luas sekitar 41.330 hektare.

    4. Gunung Semeru (3.676 mdpl)

    Gunung Semeru. – (PVMBG/PVMBG)

    Gunung Semeru, atau yang sering disebut Mahameru, adalah gunung tertinggi di Pulau Jawa dengan ketinggian 3.676 mdpl. Berada di Jawa Timur, gunung ini termasuk dalam kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru dan terbentang di wilayah Kabupaten Malang serta Lumajang.

    5. Gunung Sanggar (3.564 mdpl)

    Gunung Sanggar yang berada di Nusa Tenggara Barat merupakan gunung tertinggi kelima di Indonesia dengan ketinggian 3.564 mdpl. Meski kurang dikenal dibandingkan gunung lain, keindahan alam yang masih alami membuatnya menarik bagi para pendaki yang mencari tantangan.

    6. Gunung Latimojong (Bulu Rantemario – 3.478 mdpl)

    Gunung Latimojong atau yang juga dikenal dengan nama Bulu Rantemario merupakan puncak tertinggi di Sulawesi dengan ketinggian 3.478 mdpl.

    Gunung ini berada di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan, dan untuk mencapai kaki gunungnya, diperlukan perjalanan sekitar 10 jam dari Kota Makassar.

    7. Gunung Slamet (3.428 mdpl)

    Gunung Api Slamet di Jawa Tengah. – (Beritasatu.com/Dian Aprilianingrum)

    Gunung Slamet adalah gunung berapi aktif yang terletak di Jawa Tengah dengan ketinggian 3.428 mdpl. Gunung ini merupakan yang tertinggi kedua di Pulau Jawa setelah Semeru. Dengan riwayat erupsi yang mencapai 42 kali, Slamet menjadi salah satu gunung berapi yang perlu diwaspadai.

    8. Gunung Sumbing (3.371 mdpl)

    Kawasan Gunung Sumbing di Desa Sukomakmur, Kecamatan Kajoran, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah. – (Instagram/@Prabowo)

    Gunung Sumbing memiliki ketinggian 3.371 mdpl dan berada di tiga kabupaten di Jawa Tengah, yakni Magelang, Temanggung, dan Wonosobo. Gunung ini memiliki beberapa jalur pendakian utama, seperti Cepit Parakan, Bogowongso, dan Desa Garung.

    9. Gunung Raung (3.344 mdpl)

    Gunung Raung di Jawa Timur. – (./Istimewa)

    Gunung Raung berada di ujung timur Pulau Jawa dengan ketinggian 3.344 mdpl. Gunung ini membentang di tiga kabupaten, yaitu Banyuwangi, Bondowoso, dan Jember. Salah satu ciri khas Gunung Raung adalah kawah besar serta medan yang menantang bagi para pendaki.

    10. Gunung Ciremai (3.078 mdpl)

    Gunung Ciremai. – (Setkab)

    Gunung Ciremai adalah gunung tertinggi di Jawa Barat dengan ketinggian 3.078 mdpl. Terletak di perbatasan Kabupaten Kuningan dan Majalengka, gunung ini merupakan bagian dari Taman Nasional Gunung Ciremai yang memiliki luas sekitar 15.000 hektare. Ciremai menjadi destinasi favorit bagi pendaki yang ingin menikmati panorama alam yang memukau.

    Itulah daftar 10 gunung tertinggi di Indonesia yang menawarkan keindahan dan tantangan bagi para pendaki. Setiap gunung memiliki karakteristik unik yang membuatnya menarik untuk dijelajahi.

  • Puncak Carstensz Sering Makan Korban, Ini Deretan Kasusnya

    Puncak Carstensz Sering Makan Korban, Ini Deretan Kasusnya

    Jakarta, Beritasatu.com – Puncak Carstensz, yang juga dikenal sebagai Puncak Jaya, merupakan salah satu puncak tertinggi di Indonesia dan terletak di Provinsi Papua. Namun, di balik keindahannya, ternyata Puncak Carstenz sering memakan korban.

    Dengan ketinggian mencapai 4.884 meter di atas permukaan laut, gunung ini menjadi tujuan utama bagi pendaki profesional. Meskipun menyajikan pemandangan alam yang luar biasa, Puncak Carstensz juga terkenal sebagai gunung yang sering memakan korban.

    Banyak pendaki yang kehilangan nyawa saat berusaha menaklukkan puncaknya. Beberapa insiden kecelakaan di Puncak Carstensz menjadi peringatan medan yang dihadapi sangat menantang dan berbahaya.

    Puncak Carstensz memiliki medan yang sangat ekstrem, dengan jalur pendakian yang terjal, cuaca yang sering berubah-ubah, serta potensi longsoran es yang berisiko. Ditambah lagi, akses menuju lokasi pendakian yang sulit dan kadang memerlukan keterampilan khusus membuat pendakian ke gunung ini penuh dengan bahaya. Tidak jarang, beberapa pendaki kehilangan nyawa dalam perjalanan mereka menuju puncak.

    Berikut ini beberapa kejadian tragis yang pernah terjadi di Puncak Carstensz, yang menunjukkan betapa berbahayanya pendakian ke puncak tertinggi di Indonesia ini.  

    Kasus Puncak Carstensz

    1. Dua pendaki wanita meninggal (2025)

    Tragedi terbaru terjadi di Puncak Carstensz, Papua, ketika dua pendaki wanita asal Indonesia kehilangan nyawa. Pada Sabtu (1/2/2025), Lilie Wijayanti Poegiono (59) dan Elsa Laksono (60) meninggal dunia akibat hipotermia saat menuruni gunung tersebut. Mereka merupakan bagian dari tim pendakian yang terdiri dari 10 orang, termasuk musisi Fiersa Besari serta pendaki dari Rusia dan Turki.  

    Rombongan pendaki memulai perjalanan mereka dengan menaiki helikopter hingga mencapai Lembah Kuning. Dari titik tersebut, mereka melanjutkan perjalanan menuju Puncak Carstensz. Setelah berhasil mencapai puncak pada Jumat (28/2/2025), mereka dihadapkan pada kondisi cuaca ekstrem saat turun.

    Lilie dan Elsa mengalami gejala hipotermia dan ditemukan dalam kondisi kritis di area Teras 2. Meskipun tim penyelamat telah berupaya memberikan pertolongan, nyawa keduanya tidak dapat diselamatkan dan mereka dinyatakan meninggal pada Sabtu (1/2/2025).

    2. Dua pendaki tewas dalam insiden terpisah (2024)

    Pada 2024, dua pendaki dilaporkan kehilangan nyawa dalam dua kejadian yang berbeda di kawasan Puncak Carstensz. Insiden pertama terjadi pada 29 September 2024, yang mana seorang pendaki mengalami serangan jantung saat dalam perjalanan menuju puncak.

    Kondisi ini sangat berbahaya, terutama di ketinggian ekstrem, karena tubuh harus bekerja lebih keras untuk mendapatkan oksigen. Kurangnya persiapan fisik dan faktor kesehatan menjadi pemicu utama risiko ini.

    Kejadian tragis lainnya menimpa seorang pendaki asal Tiongkok bernama Dong Fei. Setelah berhasil mencapai puncak, dia mengalami kecelakaan fatal saat dalam perjalanan turun. Diduga, dia terjatuh dari ketinggian dan mengalami luka serius yang akhirnya merenggut nyawanya.

    3. Pemandu Andika Pratama meninggal tertimpa longsoran batu (2018)

    Pada November 2018, seorang pemandu pendakian bernama Andika Pratama mengalami kecelakaan tragis saat mendampingi rombongan pendaki menuju Puncak Carstensz. Kejadian ini berlangsung ketika dia sedang melakukan aklimatisasi, yaitu proses penting untuk membantu tubuh menyesuaikan diri dengan kadar oksigen yang lebih rendah di ketinggian.

    Nahasnya, ketika berada di titik pertama pemasangan tali, terjadi longsoran batu yang langsung mengenainya. Wilayah tersebut memang dikenal memiliki risiko tinggi terhadap longsoran, terutama saat cuaca tidak bersahabat. Cedera yang dialami Andika begitu parah sehingga nyawanya tidak dapat diselamatkan, dan dia meninggal dunia di lokasi kejadian.

    4. Ahmad Hadi meninggal dunia akibat hipoksia (2017)

    Pada Oktober 2017, seorang pendaki asal Jakarta bernama Ahmad Hadi kehilangan nyawa akibat hipoksia, kondisi tubuh kekurangan oksigen saat berada di ketinggian. Insiden ini terjadi ketika Ahmad sedang dalam perjalanan menuruni Puncak Carstensz.

    Saat menuruni jalur pendakian, Ahmad Hadi mulai merasakan nyeri di bagian dada. Tidak lama setelah itu, kondisinya memburuk hingga mengalami kejang-kejang. Sayangnya, nyawanya tidak dapat diselamatkan, dan dia meninggal dunia akibat efek dari kekurangan oksigen di ketinggian ekstrem.

    5. Pendaki Erik Erlangga meninggal saat mencapai puncak

    Seorang pendaki asal Indonesia bernama Erik Airlangga mengalami nasib nahas saat mencoba mencapai puncak Carstensz. Ia terjebak dalam kondisi cuaca ekstrem yang menyebabkan suhu tubuhnya turun drastis hingga mengalami hipotermia. Sayangnya, kondisi tersebut tidak dapat diatasi, sehingga nyawanya tidak terselamatkan.  

    Serangkaian kejadian ini menjadi pengingat mendaki Puncak Carstensz bukanlah hal yang mudah dan membutuhkan persiapan yang matang. Medan yang sulit, cuaca yang ekstrem, serta kondisi alam yang tidak terduga membuat pendakian ke gunung ini memiliki risiko yang tinggi.

    Oleh karena itu, para pendaki yang berencana menaklukkan Puncak Carstensz harus memiliki kesiapan fisik, perlengkapan yang memadai, serta kewaspadaan tinggi agar dapat meminimalkan risiko kecelakaan.

  • Dua Pendaki Wanita Meninggal di Carstensz, Bisakah Acute Mountain Sickness Dicegah? – Halaman all

    Dua Pendaki Wanita Meninggal di Carstensz, Bisakah Acute Mountain Sickness Dicegah? – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Acute Mountain Sickness (AMS) dialami dua pendaki wanita yang meninggal dunia di Carstensz, Papua.

    Keduanya adalah Lilie Wijayanti dan Elsa Laksono.

    Lilie dan Elsa meninggal saat perjalanan turun dari puncak Carstenz, Papua.

    Dilansir dari berbagai sumber Acute Mountain Sickness (AMS) atau penyakit gunung akut yang memang berisiko dialami oleh pendaki.

    Kondisi ini sering terjadi pada pendakian di atas 3.000 meter.

    Pada ketinggian lebih dari 3.000 meter, tekanan udara makin berkurang dan oksigen semakin menurun.

    Bagi mereka yang tidak terbiasa dengan kondisi itu, maka memerlukan waktu adatapsi yang cukup lama.

    Ciri khas penyakit gunung akut ini berupa sakit kepala, mual, muntah, kehilangan nafsu makan, kelelahan/malaise (terutama saat istirahat), gangguan tidur, dan pusing.

    Gejala ini muncul di hari pertama dan beberapa jam berada di ketinggian tertentu.

    Kemudian sembuh setelah satu hingga tiga hari, bahkan tanpa pengobatan, karena tubuh menyesuaikan diri secara fisiologis (beraklimatisasi) dengan kadar oksigen yang lebih rendah.

    Untuk bisa menekan kejadian AMS, pendaki dapat memodifikasi laju pendakian.

    Harapannya agar pendakian menjadi lebih bertahap, memungkinkan proses fisiologis tubuh menyesuaikan diri dengan tekanan oksigen yang berkurang pada ketinggian baru.

    Merencanakan perjalanan untuk memungkinkan aklimatisasi menjadi upaya pencegahan yang paling alami.

    Laju pendakian optimal tidak boleh lebih dari 500 meter per hari pada ketinggian lebih dari 2500 meter

    Selain itu, menyediakan waktu setidaknya satu hari untuk aklimatisasi sekitar 2500 meter sebelum pendakian lebih lanjut.

    Dan kemudian lagi untuk setiap pendakian 1000 meter tambahan, akan mengurangi risiko.

    Menghindari olahraga dan alkohol selama 48 jam pertama hingga beraklimatisasi juga dapat meminimalkan risiko gejala.

    Jika Acute Mountain Sickness terjadi, pendakian lebih lanjut tidak disarankan hingga beraklimatisasi.

    Sudah Dipulangkan ke Jakarta

    Jenazah Lilie Wijayanti terlebih dahulu dievakuasi dari Carstensz pada Minggu (2/3) dan disusul Elsa Laksono pada Senin pagi (3/3).

    Kedua sahabat itu telah dipulanglan ke Jakarta seperti yang diinformasikan Kapolres Mimika AKBP Billyandha Hildiario Budiman.

    “Benar, pesawat sudah terbang tadi pukul 10.45 WIT ke Jakarta,” ujarnya dikutip dari Tribun Papua.

    Jenazah Lilie Wijayanti sebelumnya disemayamkan di RSUD Timika sambil menunggu jenazah Elsa Laksono.

    Lilie dan Elsa merupakan dua sahabat yang berteman sejak SMA di Malang, Jawa Timur.

    Sejak muda, mereka punya hobi mendaki gunung.

    Selain Lilie dan Elsa dalam perjalanan ke Carstensz, Papua ini juga diikuti oleh 3 WNI lain.

    Ketiganya dinyatakan selamat adalah Indira Alaika, Alvin Reggy, dan Saroni.

    Kelima WNI itu mengalami hiportemia saaat sedang turun dari puncak guning di tengah cuaca buruk turun hujan salju, hujan deras, dan angin kencang.

  • Gunung Carstensz Jadi Saksi Perjalanan Terakhir Ratu Pendaki Lilie dan Elsa

    Gunung Carstensz Jadi Saksi Perjalanan Terakhir Ratu Pendaki Lilie dan Elsa

    Jakarta, Beritasatu.com – Tragedi tragis menimpa dua pendaki perempuan, Lilie Wijayanti Poegiono (60) dan Elsa Laksono (60), yang meninggal dunia pada Sabtu (1/3/2025), saat menuruni puncak Gunung Cartensz. Keduanya diduga terserang hipotermia setelah terjebak dalam badai salju dan angin kencang yang melanda pegunungan tertinggi di Indonesia itu.

    Lilie dan Elsa, yang dikenal sebagai “ratu pendaki” atau hiking queen, merupakan sahabat sejati yang berbagi kecintaan terhadap petualangan. Perjalanan mereka ke Puncak Jaya (disebut Piramida Cartensz) bukan sekadar pendakian biasa, melainkan bagian dari misi besar menaklukkan tujuh puncak tertinggi di Indonesia (Seven Summit). 

    Sayangnya, misi terakhir mereka di puncak tertinggi Nusantara ini harus berakhir dengan duka. Lantas, bagaimana sejarah Gunung Cartensz ini? Berikut penjelasan lengkapnya!

    Sejarah dan Penamaan Gunung Cartensz

    Gunung Cartensz, atau yang lebih dikenal sebagai Puncak Jaya, merupakan gunung tertinggi di Indonesia dengan ketinggian mencapai 4.884 meter di atas permukaan laut (mdpl). Terletak di Kabupaten Mimika, Papua Tengah, gunung ini menjadi bagian dari Pegunungan Barisan Sudirman dan dikenal dengan keunikannya yang diselimuti salju meskipun berada di wilayah tropis.

    Gunung ini pertama kali dilaporkan keberadaannya oleh seorang pelaut Belanda bernama Jan Cartensz pada tahun 1623. Saat dalam pelayarannya di pantai selatan Papua, ia melihat melalui teropongnya sebuah puncak gunung yang tertutup salju.

    Namun, laporannya mendapat cemoohan dari masyarakat Eropa yang menganggap mustahil adanya salju di wilayah tropis dekat khatulistiwa. Meski demikian, apa yang dikatakannya terbukti benar, dan gunung tersebut kini dikenal dengan nama Puncak Cartensz.

    Seusai Papua menjadi bagian dari Indonesia, pemerintah memberikan nama resmi Puncak Jayakesuma untuk gunung ini, yang kemudian lebih sering disebut sebagai Puncak Jaya.

    Namun, sebelum dikenal dengan nama-nama tersebut, masyarakat asli Papua, khususnya Suku Amungme, telah lama menamainya sebagai Nemangkawi Ninggok, yang berarti “Puncak Anak Panah Berwarna Putih”. Suku Amungme sendiri merupakan pemilik hak ulayat atas tanah tempat gunung ini berdiri.

    Keunikan dan Kondisi Geografis

    Sebagai salah satu dari Seven Summits dunia, Gunung Cartensz memiliki karakteristik yang unik. Selain menjadi puncak tertinggi di Indonesia dan peringkat ke-7 di Asia, gunung ini juga tergolong sebagai pegunungan kars.

    Keistimewaan lainnya adalah keberadaan Gletser Cartensz, satu-satunya gletser tropis yang masih tersisa di Indonesia, meskipun mengalami penyusutan akibat perubahan iklim.

    Gunung ini juga merupakan satu dari lima tempat di sekitar garis khatulistiwa yang memiliki salju abadi. Luas salju di puncaknya diperkirakan mencapai 3.300 hektar, menjadikannya fenomena alam yang langka di wilayah tropis.

    Medan dan Tantangan Pendakian

    Gunung Cartensz berada di wilayah tiga kabupaten di Papua Tengah, yaitu Intan Jaya, Mimika, dan Puncak. Dengan kondisi geografis yang ekstrem, pendakian ke puncak gunung ini bukanlah sesuatu yang mudah.

    Medan yang curam, suhu yang sangat dingin, serta curah hujan yang tinggi membuatnya menjadi salah satu jalur pendakian paling menantang di dunia.

    Pendaki yang ingin mencapai puncaknya harus memiliki keterampilan dan perlengkapan yang memadai untuk menghadapi berbagai risiko, termasuk hipotermia akibat cuaca buruk.

    Baru-baru ini, dua pendaki perempuan, Lilie dan Elsa, dinyatakan meninggal dunia pada 1 Maret 2025 saat perjalanan turun dari Puncak Cartensz akibat serangan hipotermia yang dipicu oleh badai di kawasan tersebut.

    Dengan segala keunikan dan tantangannya, Gunung Cartensz tetap menjadi destinasi impian bagi para pendaki profesional dari seluruh dunia. Namun, persiapan yang matang serta kewaspadaan tinggi tetap menjadi faktor utama bagi siapa pun yang ingin menaklukkan salah satu puncak tertinggi di dunia ini.

  • Kerukunan agama dalam tradisi Sadranan di lereng Merbabu

    Kerukunan agama dalam tradisi Sadranan di lereng Merbabu

    Senin, 17 Februari 2025 14:19 WIB

    Sejumlah warga berdoa bersama saat mengikuti Tradisi Sadranan di lereng Gunung Merbabu, Sidorejo, Ginting, Cepogo, Boyolali, Jawa Tengah, Senin (17/2/2025). Tradisi Sadranan yang telah dilakukan turun temurun pada bulan Ruwah penanggalan Jawa tersebut diikuti oleh warga beragama Kristen dan Islam untuk bersama-sama mendoakan para leluhur yang telah meninggal dunia sekaligus sebagai wujud kerukunan antarumat beragama melalui kegiatan tradisi budaya Jawa. ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho/YU

    Sejumlah warga berdoa bersama saat mengikuti Tradisi Sadranan di lereng Gunung Merbabu, Sidorejo, Ginting, Cepogo, Boyolali, Jawa Tengah, Senin (17/2/2025). Tradisi Sadranan yang telah dilakukan turun temurun pada bulan Ruwah penanggalan Jawa tersebut diikuti oleh warga beragama Kristen dan Islam untuk bersama-sama mendoakan para leluhur yang telah meninggal dunia sekaligus sebagai wujud kerukunan antarumat beragama melalui kegiatan tradisi budaya Jawa. ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho/YU

    Sejumlah warga membawa tenong berisi makanan saat melintas diantara gereja dan masjid saat mengikuti Tradisi Sadranan di lereng Gunung Merbabu, Sidorejo, Ginting, Cepogo, Boyolali, Jawa Tengah, Senin (17/2/2025). Tradisi Sadranan yang telah dilakukan turun temurun pada bulan Ruwah penanggalan Jawa tersebut diikuti oleh warga beragama Kristen dan Islam untuk bersama-sama mendoakan para leluhur yang telah meninggal dunia sekaligus sebagai wujud kerukunan antarumat beragama melalui kegiatan tradisi budaya Jawa. ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho/YU

  • Setneg Sebut 8.000 Pekerja Sritex Akan Dipekerjakan Kembali, BUMN Turun Gunung?

    Setneg Sebut 8.000 Pekerja Sritex Akan Dipekerjakan Kembali, BUMN Turun Gunung?

    Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Sekretariat Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi memastikan bahwa sebanyak lebih dari 8.000 pekerja PT Sritex akan kembali dipekerjakan setelah perusahaan tekstil tersebut dinyatakan bangkrut.

    Prasetyo Hadi menyatakan bahwa skema baru telah disiapkan untuk memastikan para pekerja bisa kembali bekerja di sektor yang selama ini mereka geluti.

    Hal ini disampaikannya usai menghadiri rapat terbatas bersama dengan Presiden Prabowo Subianto, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli dan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir di Istana Merdeka, Senin (3/3/2025).

    “Harapan kami dari pemerintah tentunya semua pekerja yang selama ini menjadi karyawan di PT Sritex, kurang lebih ada 8.000 sekian karyawan, bisa kembali bekerja dengan skema yang baru. Namun, kami berharap tetap di bidang yang selama ini digeluti, artinya PT Sritex tetap akan bergerak di bidang tekstil,” ujarnya di Kantor Presiden.

    Di sisi lain, Prasetyo pun melanjutkan bahwa terkait dengan potensi investor yang akan mendukung keberlangsungan PT Sritex, dia menjelaskan bahwa saat ini sudah ada investor yang berminat, meski belum dapat dipastikan apakah berasal dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau pihak swasta.

    “Belum tahu kalau investornya dari BUMN, yang pasti teman-teman dari tim kurator menyampaikan bahwa sudah ada investor yang berminat. Skemanya nanti PT Sritex akan disewa, kemudian secara paralel karyawan PT Sritex akan didata kembali untuk nantinya ikut bekerja kembali,” pungkas Prasetyo.

  • Jenazah Lilie dan Elsa, Pendaki Wanita Meninggal di Carstensz, Dipulangkan ke Jakarta – Halaman all

    Jenazah Lilie dan Elsa, Pendaki Wanita Meninggal di Carstensz, Dipulangkan ke Jakarta – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, PAPUA – Jenazah dua pendaki wanita, Lilie Wijayati dan Elsa Laksono, dipulangkan ke Jakarta, pada Senin (3/3/2025).

    Upaya pemulangan jenazah itu dilakukan setelah petugas mengevakuasi dua jenazah dari puncak Carstensz, Papua

    Informasi itu disampaikan Kapolres Mimika AKBP Billyandha Hildiario Budiman.

    “Benar, pesawat sudah terbang tadi pukul 10.45 WIT ke Jakarta,” ujarnya pada Senin (3/3/2025).

    Dua jenazah dipulangkan setelah dievakuasi dari Gunung Cartenz Pyramid.

    Elsa Laksono dievakuasi pada Minggu (2/3/2025). Sedangkan jenazah Lilie Wijayanti Poegiono baru dievakuasi tadi pagi.

    Sebelumnya, Elsa Laksono disemayamkan di RSUD Mimika sambil menunggu jenazah Lilie Wijayanti Poegiono kemudian diterbangkan ke kampung halamannya masing-masing.

    Elsa Laksono asal Malang, lahir pada 24 Juli 1965, alamat Jalan KH Abdulah Safei, No 8, RT. 005 RW. 001, Kelurahan Tebet Timur, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan, DKI Jakarta.

    Lilie Wijayanti Poegiono lahir di Malang pada, 2-10-1965 beralamat Jalan Moch Ramdhan Nomor 63C, RT 002, RW 001 Cigereleng Regol Bandung Jawa Barat.

    Elsa Laksono dan Lilie Wijayati Poegiono meninggal dunia dikarenakan mengalami hipotermia atau Acute Mountain Sickness (AMS) setelah turun dari pendakian pada Sabtu (1/3/2025).

    Elsa adalah rekan Lilie, dan sahabat sejak sekolah SMA di Malang, Jawa Timur.

    Keduanya dilaporkan meninggal pada saat perjalanan turun dari Puncak Cartenz Pyramid.

    Mereka terindikasi terkena gejala Acute Mountain Sickness (AMS) atau penyakit ketinggian.

    Sementara, tiga rekan korban dinyatakan selamat.

    Lilie dan Elsa melakukan pendakian bersama dengan tiga pendaki WNI lainnya, yakni Indira Alaika, Alvin Reggy, dan Saroni.

    Pada Sabtu sekitar pukul 22.30 WIT, didapatkan informasi dari penanggung jawab terkait insiden tersebut.

    AKBP Billyandha mengatakan korban terindikasi mengalami hypotermia.

    “Ia benar, meninggal karena hipotermia,” katanya .

    Ada lima orang pendaki asal WNI yang mengalami hipotermia akibat cuaca sangat buruk, di mana turun hujan salju, hujan deras, dan angin kencang.

    Dari hipotermia yang dialami oleh lima pendaki asal WNI ini, dua orang dinyatakan meninggal dunia dan tiga pendaki lainnya dinyatakan selamat.

    “Dua orang pendaki perempuan meninggal, yakni Lilie dan Elsa, dan tiga pendaki lainnya selamat dari musibah tersebut,” ujarnya.

  • Netizen Berduka Atas Kematian 2 Ratu Pendaki di Cartensz: Selamat Jalan The Real Hiking Queen!

    Netizen Berduka Atas Kematian 2 Ratu Pendaki di Cartensz: Selamat Jalan The Real Hiking Queen!

    Jakarta, Beritasatu.com – Kematian dua pendaki Lilie Wijayanti Poegiono (60) dan Elsa Laksono (60) di Puncak Jaya atau Piramida Cartensz, Papua Tengah membuat banyak netizen Tanah Air berduka. Warganet terharu dengan kisah persahabatan kedua hiking queen atau ratu pendaki tersebut.

    Netizen ramai menyampaikan rasa duka cita atas kematian kedua pendaki wanita itu dalam kolom komentar unggahan terakhir Lilie Wijayanti di akun Instagramnya @mamakpendaki.

    Dalam postingan itu, Lilie mengunggah video singkat perjalanan pendakian bersama Elsa Laksono. Lilie yang merupakan perancang busana mengaku sudah bersahabat dengan Elsa sejak SMP dan SMA.

    Keduanya memiliki hobi naik gunung sejak remaja. Dalam usia 18 tahun, Lilie dan Elsa sudah berhasil menaklukkan Gunung Bromo, Jawa Timur. Keduanya sudah mendaki banyak gunung baik di Indonesia maupun luar negeri.

    Terakhir keduanya mendaki Gunung Cartensz untuk menyelesaikan misi seven summit atau penaklukan tujuh puncak tertinggi di Indonesia. 

    Namun, dalam perjalanan turun dari puncak tertinggi di Indonesia, Lilie dan Elsa terjebat badai salju hingga mengalami hipotermia. Kedua sahabat sejati itu meninggal pada Sabtu (1/3/2025).

    “Alam adalah playground kami. Entah mengapa kalau di alam kami bisa bergembira seperti menari-nari di trek, lupa semua masalah. Dan itulah kami, kami enggak bisa menari, menarinya jelek karena bukan dancing queen, tetapi kami adalah Hiking Queen. Gunung adalah kerajaan kami,” tulis Lilie sebelum meninggal dalam pendakian di Puncak Cartensz.

    Dua Ratu Pendaki Lilie Wijayanti Poegiono dan Elsa Laksono yang meninggal dalam pendakian Puncak Jaya atau Piramida Cartensz di Papua Tengah. – (Instagram/@mamakpendaki)

    Unggahan Lilie langsung diserbu netizen untuk mengomentari status terakhir dia sekaligus menyampaikan duka cita.

    “Selamat jalan the real Hiking Queen,” tulis akun @hauranabila.

    Banyak netizen memuji kisah persahabatan Lilie dan Elsa yang abadi hingga akhir hayat dalam menuntaskan mimpi yang sama.

    “Kalian panutan, kalian hebat, kalian hebat, kalian legend, kalian pahlawan, kalian sahabat sejati, dan abadi di tempat tertinggi,” sebut @cyrusgrath.

    “Selamat jalan dua mamak hebat. Persahabatan abadi dalam pelukan puncak abadi Cartensz. May you both rest in peace. Mama Lili dan Mama Elsa, kisah persahabatan abadi yang sangat menginspirasi,” @elsamuninggar.

    “Turut berduka untuk keduanya. Sejak muda bersama di gunung dan sampai akhir hayat di gunung tertinggi di Indonesia yang merupakan impian mereka,” tulis @bonasipatuhar.

    “Betapa mulianya mereka yang memberikan segalanya untuk apa yang mereka cintai. Beristirahatlah dalam damai Hiking Queen,” ujar @oanwutun.

    “Dunia pendakian kehilangan Hiking Queen, rest in love,” komentar @redtitian terkait kematian dua pendaki di Puncak Cartensz.

  • Curah Hujan Tinggi, 14 Insiden Bencana Alam Terjadi di Kota Bogor – Halaman all

    Curah Hujan Tinggi, 14 Insiden Bencana Alam Terjadi di Kota Bogor – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, BOGOR – Sebanyak 14 Insiden bencana alam nyaris terjadi serentak di wilayah Kota Bogor selama dua hari berturut-turut akibat curah hujan tinggi sejak Minggu (2/3/2025) pukul 07.30 WIB hingga Senin (3/3/2025) pukul 04.46.

    “Hingga dini hari tadi, laporan yang masuk telah di-assessment (intervensi). Bencana yang terjadi di antaranya tanah longsor, atap rumah ambruk, banjir lintasan, pohon tumbang, dan tembok ambruk,” ujar Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Bogor, Hidayatullah.

    Dari belasan bencana alam yang terjadi, berikut 6 diantaranya:

    1. Tanah Longsor Wilayah Kampung Cipaku Skip Baru RT 001/RW 016 , Kelurahan Cipaku , Kecamatan Bogor Selatan

    2. Banjir Lintasan WIlayah Babakan Fakultas RT 003/RW 005 , Kelurahan Tegal Lega , Kecamatan Bogor Tengah

    3. Atap Rumah Ambruk Wilayah Kampung Pancasan RT 001/RW 007 , Kelurahan Pasir Jaya , Kecamatan Bogor Barat

    4. Pohon Tumbang Wilayah Gang Kosasih RT 003/RW 001 , Kelurahan Gunung Batu , Kecamatan Bogor Barat

    5. Banjir Lintasan Wilayah Kampung Pasir RT 004/RW 007 , Kelurahan Katulampa , Kecamatan Bogor Selatan

    6. Tanah Longsor Wilayah Jalan Artzimar 1 no.16 , Kelurahan Tegal Gundil, Kecamatan Bogor Utara

    Untuk meminimalisir dampak bencana, BPBD Kota Bogor mengerahkan petugas ke berbagai titik lokasi rawan bencana di Kota Bogor. 

    Sebelumnya, Wali Kota Bogor, Dedie A Rachim, juga terus memantau perubahan dan status tinggi muka air (TMA) Bendung Katulampa, Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor.

    Ia juga telah memberikan imbauan atau peringatan dini agar warga yang tinggal di bantaran sungai waspada dan siap siaga.  

    “Debit air Ciliwung mengalami peningkatan, untuk itu saya mengimbau kepada masyarakat yang ada di bantaran Ciliwung untuk waspada. Khususnya untuk warga Jakarta, kemungkinan limpasan air ini akan tiba di wilayah Jakarta sekitar pukul 06.30 pada Senin (3/3/2025) pagi,” ujar Dedie A Rachim, malam tadi.  

    Untuk itu, ia juga terus memantau situasi dan kondisi debit air di Bendung Katulampa dan berharap ke depan curah hujan yang ada di hulu berkurang sehingga tidak menimbulkan potensi banjir di wilayah sekitar Bogor maupun Jakarta.  

    Di lokasi terpisah, petugas Dinas Pemadam Kebakaran Kota Bogor juga melakukan berbagai langkah antisipasi untuk mengurangi dampak bencana.  

    Di Kampung Bebek, RT 002/010, Kelurahan Kedung Halang, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor, petugas Pemadam Kebakaran mengevakuasi seorang lansia bernama Paroh saat terjadi luapan air Sungai Ciliwung.  

    Danru Regu 1 Damkar Pos Cibuluh, Agus Kurniawan, mengatakan bahwa saat mendatangi lokasi, ia melihat debit air mulai naik dan melintasi permukiman warga.  

    “Iya, ketika debit air naik, kami melihat ada lansia. Kemudian kami bujuk untuk dievakuasi karena air sudah merendam teras depan rumah warga,” kata Agus.  

    Setelah dibujuk, Nenek Paroh pun bersedia dievakuasi ke tempat yang lebih aman.  

    “Kemudian kami gendong Nenek Paroh dan mengevakuasinya ke rumah warga sekitar yang jauh dari potensi banjir maupun longsor. Alhamdulillah, sekarang sudah aman dan sudah dievakuasi,” ujarnya.

    Tim SAR Gabungan Temukan Korban Hanyut Banjir Puncak 

    Sementara itu di Kabupaten Bogor, tim SAR gabungan menemukan jenazah Asep Mulyana (59), warga Kampung Pesanggrahan, Desa Citeko, Kecamatan Cisarua, yang hanyut.

    Korban ditemukan setelah tim SAR gabungan melakukan penyisiran di sepanjang aliran Sungai Ciliwung baik melalui darat, air, maupun udara.

    Kapolsek Cisarua, Kompol Eddy Santosa mengatakan, korban ditemukan sekitar pukul 10.00 WIB, Senin (3/3/2025).

    “Alhamdulillah pada hari ini tim SAR gabungan dapat menemukan korban yang terbawa arus banjir bandang kemarin,” ujar, Senin (3/3/2025).

    Adapun korban ditemukan dalam keadaan tak bernyawa di sekitaran Bendungan Ciawi yang berlokasi di wilayah Kecamatan Megamendung.

    Kompol Eddy Santosa mengungkapkan, lokasi penemuan korban dari titik awal dinyatakan hilang berjarak sekitar 8 kilometer.

    “Kondisi jenazah dalam keadaan meninggal dunia. Titik hilangnya korban sampai ditemukan dari Citeko sampai Megamendung kurang lebih sekitar 7 sampai 8 kilometer,” ungkapnya.

    Setelah berhasil dievakuasi jenazah langsung diserahkan kepada pihak keluarga di rumah duka yang tak jauh dari kediaman korban.

    Sebelumnya diberitakan, hujan deras mengguyur Kawasan Puncak tepatnya di Kecamatan Cisarua, Kabupatan Bogor pada Minggu (2/3/2025).

    Akibat kejadian tersebut, seorang pria bernama Asep Mulyana dikabarkan hanyut terbawa derasnya arus saat banjir bandang melanda.

    Korban yang diperkirakan berusia 59 tahun itu merupakan warga Kampung Pesanggrahan, Desa Citeko, Kecamatan Cisarua.

    Danki TRC BPBD Kabupaten Bogor, Jalaludin membenarkan adanya kejadian tersebut.

    “Informasi ada korban jiwa terbawa arus, untuk korban satu orang di Citeko,” ujarnya kepada wartawan, Senin (3/3/2025).

    Jalaludin mengatakan saat ini tim SAR gabungan telah berada di lokasi kejadian untuk mencari keberadaan korban.

    Namun upaya pencarian harus tertunda karena kondisi cuaca yang kurang bersahabat sehingga akan dilanjutkan pada pagi hari nanti.

    “Informasi terkini dari teman-teman yang ada di lokasi pencarian dihentikan karena cuaca masih gerimis dan debit air masih tinggi, akan dilanjut esok hari,” terangnya.

     

    Laporan Reporter: Soewidia Henaldi/Muamarrudin Irfani | Sumber: Tribunnews Bogor

  • Mengenal Altitude Sickness, Penyakit Ketinggian yang Mengancam Pendaki Gunung

    Mengenal Altitude Sickness, Penyakit Ketinggian yang Mengancam Pendaki Gunung

    Jakarta – Kematian dua pendaki di Puncak Jaya atau puncak Carstensz Pyramid di Kabupaten Mimika, Papua Tengah, disebut-sebut akibat mengalami Acute Mountain Sickness (AMS). Keduanya juga dikabarkan hipotermia sebelum meninggal dunia.

    Acute Mountain Sickness (AMS) termasuk dalam kategori Altitude Illness Syndromes atau sindrom penyakit ketinggian dengan beberapa jenis lainnya meliputi high-altitude cerebral edema (HACE) dan high-altitude pulmonary edema (HAPE).

    Pada ketinggian yang lebih tinggi, tekanan udara di sekitar atau tekanan barometrik menurun sehingga oksigen di udara sekitar berkurang. Orang dapat hidup dengan nyaman di ketinggian yang cukup tinggi, tetapi tubuh harus melakukan beberapa penyesuaian, dan ini memerlukan waktu.

    Jika seseorang naik ke ketinggian di atas 8.000 kaki, mereka akan berisiko mengalami gejala yang tidak nyaman atau berbahaya akibat perubahan ketinggian.

    Apa itu penyakit ketinggian?

    Dikutip dari laman Harvard Health, Altitude Illness Syndromes atau sindrom penyakit ketinggian terjadi ketika seseorang berada di tempat yang tinggi tanpa memberikan tubuh mereka waktu untuk beradaptasi.

    Ada tiga jenis penyakit ketinggian: Acute mountain sickness (AMS), HACE dan HAPE.

    AMS atau penyakit gunung akut merupakan jenis penyakit ketinggian yang paling sering terjadi. Penyakit ini menyerang hampir setengah dari semua orang yang memulai pendakian di dekat permukaan laut dan mendaki hingga ketinggian 4.200 meter tanpa menjadwalkan waktu istirahat yang cukup.

    Jika tidak terdeteksi, AMS dapat berujung pada dua jenis penyakit ketinggian lainnya yang lebih serius dan berpotensi mengancam nyawa.

    Salah satu reaksi berbahaya terhadap ketinggian adalah kondisi yang disebut edema serebral ketinggian tinggi atau high-altitude cerebral edema (HACE), ketika otak mengumpulkan cairan ekstra, membengkak, dan berhenti bekerja dengan baik.

    Penyakit lainnya yakni edema paru ketinggian tinggi atau high-altitude cerebral edema (HAPE), dapat terjadi dengan atau tanpa gejala peringatan yang menandakan penyakit ketinggian. HAPE menyebabkan cairan masuk ke paru-paru.

    Jenis penyakit ketinggian lainnya yakni high-altitude retinal hemorrhage (HARH) yang dapat menyebabkan kerusakan mata. Koma dan kematian merupakan konsekuensi paling serius dari penyakit ketinggian.

    Edema serebral akibat ketinggian dianggap oleh banyak ahli sebagai bentuk ekstrem dari penyakit gunung akut. Edema ini biasanya berkembang setelah gejala penyakit gunung akut. Gejala penyakit ketinggian yang lebih parah ini mungkin tidak langsung terlihat karena penyakitnya dapat dimulai pada malam hari.

    Karena cedera akibat rendahnya oksigen ini memengaruhi otak dan proses berpikir, seseorang dengan edema serebral akibat ketinggian mungkin tidak menyadari bahwa gejalanya telah menjadi lebih parah hingga seorang rekan seperjalanan menyadari perilaku yang tidak biasa.

    (kna/up)