kab/kota: Gunung

  • Gunung Dukono Erupsi Dahsyat Rabu Pagi 11 Juni 2025, Kolom Abu Vulkanik Menyeruak 2.000 Meter

    Gunung Dukono Erupsi Dahsyat Rabu Pagi 11 Juni 2025, Kolom Abu Vulkanik Menyeruak 2.000 Meter

    Liputan6.com, Jakarta – Gunung Dukono di Halmahera Utara, Maluku Utara, kembali erupsi pada Rabu pagi (11/6/2025), pukul 06.57 WIT. Laporan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMG) menyebutkan, tinggi kolom letusan Gunung Dukono teramati mencapai 2.000 meter di atas puncak, atau sekitar 3.087 meter di atas permukaan laut.

    Kolom abu erupsi Gunung Dukono teramati berwarna putih hingga kelabu dengan intensitas tebal ke arah timur. Erupsi terekam di seismograf dengan amplitudo maksimum 34 mm dan durasi 65.89 detik.

    Petugas Pos Pantau Gunung Dukono Bambang Sugiono mengimbau masyarakat dan wisatawan yang berada di sekitar lokasi Gunung Dukono unutk tidak beraktivitas, mendaki, dan mendekati Kawah Malupang Warirang di dalam radius 4 km.

    “Selalu sediakan masker,” katanya.

    Mengingat letusan dengan abu vulkanik secara periodik terjadi dan sebaran abu mengikuti arah dan kecepatan angin, sehingga area landaan abunya tidak tetap, maka direkomendasikan agar masyarakat di sekitar Gunung Dukono untuk selalu menyediakan masker/penutup hidung dan mulut untuk digunakan pada saat dibutuhkan guna menghindari ancaman bahaya abu vulkanik pada sistem pernapasan.

    Sepanjang 2025, Gunung Dukono tercatat sudah meletus sebanyak 270 kali. Hingga hari ini, Rabu (11/6/2025), pukul 06.03 WIB, Gunung Dukono masih berstatus Waspada (Level II).

  • Masih Jadi Favorit, Ribuan Wisatawan Padati Wisata Alam Situ Gunung Sukabumi

    Masih Jadi Favorit, Ribuan Wisatawan Padati Wisata Alam Situ Gunung Sukabumi

    Sementara itu, pengelola wisata alam Situ Gunung Sukabumi, Dadi Supriadi menjelaskan, sedikitnya 1.300 kunjungan tercatat hingga Minggu (8/6/2025) pada libur panjang kali ini. Wisatawan memilih situgunung karena terdapat beberapa wahana wisata alam yang dapat dinikmati dalam satu kawasan. 

    Diantaranya ekspedisi Lembah Purba dengan berjalan 4 jam 6 kilometer pulang pergi. Jadi ketemunya dengan air terjun kembar jadi ketinggian 90 meter. Banyak juga ada yang posisinya menginap di area glamping

    “Jadi untuk tujuan saat ini ada sebagian yang ke jembatan ataupun Air Terjun Curug Sawer keranjang Sultan, Adapun dengan ambil ekspedisi Lembah purba,” ujarnya. 

    Terkait petunjuk arah menggunakan maps digital, pihaknya menghimbau agar wisatawan mengarahkan tujuan ke Polsek Kadudampit. Sebab, jika langsung mengarah pada destinasi Lembah Purba, khususnya bagi kendaraan roda empat akan masuk pada jalur tak terdeteksi. 

    “Google maps udah aman, ngambilnya kalau posisi google maps kita ambilnya Polsek Kadudampit. Soalnya kalau ambilnya ke lembah purban terkadang tutup zona, himbauan juga, terkadang yang kesini set tujuan yang lembah purba untuk akses kesini hanya kendaraan bermotor padahal kita buka,” jelasnya. 

     

     

  • Drone Termal Pantau Gunung Tangkuban Parahu, Ada Bualan Lumpur di Kawah Ratu

    Drone Termal Pantau Gunung Tangkuban Parahu, Ada Bualan Lumpur di Kawah Ratu

    Liputan6.com, Bandung – Gunung Tangkuban Parahu, Jawa Barat, terus dipantau secara intensif oleh Badan Geologi. Pemantauan, antara lain dilakukan menggunakan drone guna mengetahui perkembangan termal di kawah-kawah gunung api tersebut. 

    “Pemantauan termal menggunakan Drone Mavic Pro 3T,” kata Kepala Badan Geologi, Muhammad Wafid secara tertulis di Bandung, Minggu, 8 Juni 2025.

    Terdapat dua lokasi pemantauan yakni Kawah Ratu dan Kawan Ecoma. Hasilnya, kata Wafid, menunjukkan tidak ada perluasan titik panas pada kedua kawah tersebut bila dibandingkan dari foto termal antara tanggal 5 dan 7 Juni 2025. 

    Selain itu, pengamatan secara visual terpantau hembusan asap putih tipis hingga sedang dengan ketinggian berkisar antara 5 hingga 150 meter dari dasar Kawah Ratu dan 5 hingga 10 meter dari dasar Kawah Ecoma dengan tekanan lemah hingga sedang.

    “Saat ini aktivitas bualan lumpur hanya terjadi di Kawah Ratu. Pada area di sekitar bualan lumpur ini teramati endapan lumpur berwarna hitam,” jelasnya.

    “Manifestasi bualan lumpur di Kawah Ratu berdasarkan rekaman kegempaan teridentifikasi mulai terbentuk sejak tanggal 5 Juni 2025 sekitar pukul 22:00 WIB yang ditandai dengan mulai terekamnya getaran Tremor Menerus,” imbuhnya.

     

    Perbesar

    Foto pengukuran Thermal pada Kawah Ecoma menggunakan
    pesawat Drone Mavic Pro 3T pada tanggal 7 Juni 2025. (Sumber: Badan Geologi)…. Selengkapnya

    Wafid mengatakan, hingga 8 Juni 2025 ini, tingkat aktivitas Tangkuban Parahu berada pada Level-1 normal. 

    “Tingkat aktivitas Gunung Tangkuban Parahu masih berada pada Level I (Normal),” jelasnya.

    Sementara itu, kegempaan Tangkuban Parahu masih didominasi oleh getaran Tremor Menerus. Rekaman kegempaan pada 8 Juni 2025 hingga pukul 12:00 WIB terdiri dari 3 kali Gempa Low-Frequency (LF) dan Tremor Menerus dengan amplitudo maksimum antara 0,5 – 1,5 mm (dominan 1 mm).

    Data pemantauan tanggal 7 Juni 2024, jumlah Gempa Low-Frequency (LF) terekam sebanyak 16 kejadian dan getaran Tremor Menerus dengan amplitudo 0,5 – 2 mm. 

    Pengamatan deformasi permukaan menggunakan alat EDM dan GNSS masih menunjukkan adanya pola inflasi, yang mengindikasikan akumulasi tekanan pada kedalaman dangkal di bawah tubuh gunungapi.

    “Hal ini masih menjadi perhatian karena potensi erupsi freatik tetap dapat terjadi secara tiba-tiba, tanpa didahului gejala vulkanik yang jelas,” katanya.

     

    Perbesar

    Kondisi visual Kawah Ratu Gunung Tangkuban Parahu pada 7 Juni 2025. (Sumber: Badan Geologi)… Selengkapnya

    Hingga tanggal 8 Juni 2025, data pengukuran gas dari stasiun Multi-GAS permanen belum menunjukkan perubahan mencolok dalam komposisi gas-gas vulkanik seperti rasio CO2/SO2, CO2/H2S, maupun proporsi antara SO2 dan H2S. 

    Konsentrasi gas yang terukur pada 8 Juni 2025 di bibir Kawah Ratu bagian barat dengan menggunakan Multi- GAS portabel juga masih berada dalam batas normal. 

    “Masyarakat di sekitar Gunung Tangkuban Parahu dan para pengunjung tetap diimbau untuk tidak mendekati area dasar kawah, tidak berlama-lama di kawasan kawah aktif, serta segera menjauh jika teramati peningkatan intensitas hembusan atau tercium bau gas menyengat,” katanya.

    Simak Video Pilihan Ini:

    Jenazah Nelayan Dievakuasi dari Perairan Nusakambangan Cilacap

  • Legenda Urban: Suara Gamelan di Gunung Lawu

    Legenda Urban: Suara Gamelan di Gunung Lawu

    Liputan6.com, Yogyakarta – Gunung Lawu, salah satu gunung paling mistis di Jawa, menyimpan cerita tentang suara gamelan gaib yang kerap terdengar di kawasan tertentu. Fenomena ini telah menjadi bagian dari legenda urban yang dipercaya masyarakat sekitar.

    Mengutip dari berbagai sumber, Gunung Lawu yang terletak di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur dikenal tidak hanya karena keindahan alamnya tetapi juga berbagai kisah mistis yang melekat. Salah satu legenda yang paling sering dibicarakan adalah suara gamelan gaib yang muncul tiba-tiba, terutama di sekitar kawasan pasar setan dan puncak Hargo Dalem.

    Suara tersebut sering digambarkan sebagai alunan musik tradisional Jawa yang terdengar samar namun jelas. Masyarakat setempat meyakini bahwa suara gamelan itu merupakan pertanda aktivitas makhluk halus atau roh penunggu gunung.

    Beberapa pendaki melaporkan mendengarnya saat cuaca sedang berkabut atau menjelang malam hari. Ada pula yang mengaitkannya dengan ritual-ritual spiritual yang konon dilakukan oleh para leluhur atau penghuni alam gaib.

    Keyakinan ini semakin kuat karena Gunung Lawu sejak lama dianggap sebagai tempat sakral, terutama bagi penganut Kejawen dan para pencari ilmu kebatinan. Para ahli geologi dan akustik memberikan penjelasan rasional.

    Salah satu teori menyebutkan bahwa suara mirip gamelan bisa terjadi karena angin yang melewati celah-celah bebatuan atau akar pohon besar dan menciptakan resonansi tertentu. Fenomena serupa juga ditemukan di gunung-gunung lain di dunia, di mana kondisi alam menghasilkan bunyi-bunyian aneh tanpa campur tangan supernatural.

     

  • Legenda Urban: Arwah Penambang Belerang Gunung Ijen

    Legenda Urban: Arwah Penambang Belerang Gunung Ijen

    Liputan6.com, Malang – Gunung Ijen tidak hanya menyimpan fenomena alam api biru yang memukau. Kawasan ini juga menjadi tempat berkembangnya legenda urban tentang arwah penambang belerang yang diyakini masih berkeliaran di sekitar kawah.

    Mengutip dari berbagai sumber, masyarakat sekitar Gunung Ijen percaya bahwa roh para penambang belerang yang tewas di kawah masih tetap aktif. Arwah-arwah ini dikatakan terus melakukan aktivitas seperti saat mereka masih hidup, termasuk mengangkut belerang dari dasar kawah.

    Banyak penambang yang masih hidup mengaku sering melihat penampakan sosok-sosok bayangan membawa keranjang belerang di area pertambangan. Penampakan paling sering terjadi pada dini hari, saat aktivitas penambangan tradisional biasanya dimulai.

    Beberapa saksi melaporkan melihat sosok-sosok tanpa wajah dengan pakaian rusak membawa keranjang belerang. Sesuatu yang lebih mengerikan, kadang terdengar suara batuk-batuk khas penambang yang terpapar gas beracun, meski tidak ada seorang pun di lokasi tersebut.

    Legenda ini semakin kuat setelah beberapa kejadian misterius. Beberapa penambang mengaku pernah dibantu oleh sosok tak dikenal saat kelelahan mengangkat belerang.

    Akan tetapi, ketika berbalik untuk berterima kasih, sosok tersebut sudah menghilang tanpa jejak. Ada pula laporan tentang keranjang belerang yang tiba-tiba terisi penuh tanpa ada yang mengisinya.

     

  • Tim SAR Evakuasi Pendaki yang Terkilir saat Mendaki Gunung Klotok Kediri 
                
                    
                        
                            Surabaya
                        
                        10 Juni 2025

    Tim SAR Evakuasi Pendaki yang Terkilir saat Mendaki Gunung Klotok Kediri Surabaya 10 Juni 2025

    Tim SAR Evakuasi Pendaki yang Terkilir saat Mendaki Gunung Klotok Kediri
    Tim Redaksi
    KEDIRI, KOMPAS.com

    Tim SAR
    gabungan berhasil mengevakuasi seorang pendaki yang mengalami masalah kesehatan saat mendaki menuju Watu Bengkah di
    Gunung Klotok
    , Kota
    Kediri
    , Jawa Timur, Senin (9/6/2025) malam.
    Pendaki tersebut diketahui bernama Novian Risky (17), warga Karanganyar, Kecamatan Wates, Kabupaten Kediri.
    Novian mengalami cedera kaki terkilir yang menghalanginya untuk menyelesaikan pendakian di gunung setinggi 500 meter di atas permukaan air laut (mdpl) tersebut.
    Aji Blangkon dari Wana Rescue, yang terlibat dalam evakuasi, menjelaskan bahwa survivor ditemukan masih berada di jalur pendakian, namun dalam kondisi tidak dapat berjalan.
    “Bukan hilang. Masih pada jalur tapi kakinya sakit sehingga tidak bisa jalan,” ungkap Aji Blangkon kepada Kompas.com, Selasa (10/6/2025).
    Tim gabungan memberikan bantuan kepada Novian, yang memiliki berat badan sekitar 100 kilogram, dengan cara memapahnya turun melalui jalur pendakian.
    Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Kediri, Joko Ariyanto, menjelaskan bahwa peristiwa ini bermula ketika Novian mendaki gunung bersama empat rekannya pada siang hari.
    “Menjelang perjalanan sore, survivor terkilir kakinya sehingga tak sanggup lagi naik,” ujar Joko Ariyanto.
    Situasi semakin mendesak seiring dengan gelapnya malam.
    Salah satu rekan Novian turun gunung untuk mencari pertolongan.
    Sementara itu, Novian juga berusaha mencari bantuan dengan menggunakan gadgetnya.
    Dalam pencariannya, ia menemukan nomor kedaruratan 112 yang merupakan layanan Lapor Mbak Wali Kota Kediri.
    “Laporan yang masuk itu lalu ditembuskan kepada BPBD, lalu kami turun evakuasi,” lanjut Joko Ariyanto.
    Operasi evakuasi berhasil diselesaikan sebelum tengah malam.
    Novian, yang masih dalam kondisi kesakitan pada kakinya, kemudian diserahkan kepada keluarganya untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.
    Watu Bengkah merupakan lokasi favorit bagi para pendaki di Gunung Klotok, menawarkan pemandangan indah berupa gugusan bukit dan hamparan hutan hijau.
    Pemandangan malam hari semakin menarik dengan temaram lampu-lampu Kediri yang terlihat dari puncak gunung.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Setelah Raja Ampat, 2 IUP Batuan di Sulteng Resmi Ditutup

    Setelah Raja Ampat, 2 IUP Batuan di Sulteng Resmi Ditutup

    Palu, Beritasatu.com – Setelah Presiden Prabowo Subianto mencabut permanen empat izin tambang di Raja Ampat, kini giliran Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Tengah (Sulteng) mengambil langkah serupa. Gubernur Anwar Hafid secara resmi mencabut dan menutup permanen dua izin usaha pertambangan (IUP) batuan di Palu, tepatnya di Kelurahan Tipo, Kecamatan Ulujadi.

    Dua perusahaan yang izinnya dicabut adalah PT Bumi Alpamandiri dan PT Tambang Watu Kalora. Langkah ini diambil menyusul gelombang protes masyarakat yang sudah berlangsung selama 8 bulan.

    Di hadapan ribuan warga saat aksi damai pada Selasa (10/6/2025), Anwar Hafid menyatakan perizinan sebelumnya tidak memperhitungkan risiko terhadap keselamatan warga, terutama karena letak tambang berada di atas permukiman yang rawan bencana.

    “Siapa pun pemilik izin di wilayah ini, kalau dulu dikeluarkan tanpa melihat risiko, maka saya sebagai Gubernur hari ini mencabutnya secara permanen,” tegas Anwar Hafid.

    Ia didampingi oleh Sekretaris Kota Palu Irmayanti Pettalolo dan Bupati Sigi Rizal Intjenae.

    Menurut Anwar, topografi wilayah Tipo yang berada di dataran tinggi dan mengarah ke permukiman padat penduduk membuat aktivitas tambang menjadi sangat berbahaya.

    “Melihat kondisi geografisnya, wilayah ini tidak layak untuk aktivitas pertambangan apa pun. Kalau dibiarkan, kita mempertaruhkan nyawa warga yang tinggal di bawahnya,” lanjutnya.

    Keputusan tegas ini merupakan tindak lanjut dari kebijakan Gubernur Sulteng sebelumnya, Rusdi Mastura yang sempat menerbitkan surat penghentian sementara. Kini, statusnya dinaikkan menjadi penghentian permanen.

    Anwar Hafid juga menyampaikan komitmennya untuk menerapkan moratorium tambang di seluruh wilayah permukiman warga.

    “Selama saya menjadi Gubernur, saya pastikan tidak ada lagi izin tambang yang dikeluarkan di atas wilayah tempat tinggal rakyat. Kita sudah pernah mengalami bencana besar. Kalau kawasan atas ini tidak dijaga, kita bisa tertimbun suatu saat nanti,” ujarnya dengan nada emosional.

    Dukungan dan Haru Warga Tipo

    Keputusan ini disambut penuh haru oleh warga Kelurahan Tipo dan sekitarnya. Aliansi Pemuda dan Lingkungan Tipo bersama dua lembaga adat, Ulujadi dan Kinovaro telah berjuang selama berbulan-bulan agar aktivitas tambang dihentikan demi keselamatan dan keberlanjutan lingkungan.

    Faizal, koordinator lapangan sekaligus ketua Aliansi Pemuda dan Lingkungan Tipo menyampaikan rasa terima kasih mendalam. Menurutnya, aksi damai ini merupakan bentuk kecintaan masyarakat terhadap lingkungannya.

    “Hari ini air mata kami mengalir. Kami tidak pernah anarkis, kami taat aturan. Tapi selama delapan bulan, kami hanya mendapat kekecewaan. Hari ini luka itu sembuh berkat kehadiran Pak Gubernur,” kata Faizal penuh haru.

    Ia menegaskan, kawasan Gunung Kinovaro dan sekitarnya adalah paru-paru alam bagi wilayah Palu dan Sigi, serta perlu dijaga bersama demi generasi mendatang.

    Dengan pencabutan dua IUP tambang batu di Sulteng ini, harapan baru muncul bagi warga Palu, terutama di Tipo, untuk hidup lebih tenang tanpa ancaman bencana dari aktivitas tambang. Kebijakan ini juga menjadi sinyal kuat bahwa pemerintah provinsi kini lebih berpihak pada keselamatan rakyat dan kelestarian lingkungan.

  • Mendadak Muncul Gunung Baru di Jawa Tengah, Ini Kata Pakar Geologi

    Mendadak Muncul Gunung Baru di Jawa Tengah, Ini Kata Pakar Geologi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Fenomena alam mengejutkan terjadi di Grobogan, Jawa Tengah pada Maret 2024. Sebuah gundukan tanah besar tiba-tiba muncul dan diduga sebagai ‘gunung api’ baru.

    Media sosial pun dipenuhi video dan foto yang menampilkan semburan tanah yang mirip letusan gunung berapi tersebut. Kejadian ini lantas menimbulkan banyak spekulasi dan pertanyaan dari publik. Masyarakat pun bertanya-tanya soal keabsahan informasi tersebut.

    Gempa berkekuatan M 6,5 yang terjadi pada 22 Maret 2024 diduga menjadi pemicu utama kemunculan ‘gunung api’ baru di Grobogan.

    Hal ini lantas diluruskan oleh Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Muhammad Wafid A.N. Ia mengatakan kemunculan gundukan lumpur di Grobogan adalah gunung lumpur atau diistilahkan ‘mud volcano’.

    Gundukan tersebut memiliki ketinggian 25 meter di atas permukaan tanah. Pembentukannya disebabkan natural gas yang naik ke permukaan ketika menemukan sesar mendatar yang tegak (konduit) dan membawa lumpur dengan densitas lebih ringan dari sedimen di sekitarnya, dikutip dari laman resmi EGSA UGM, Selasa (10/6/2025).

    “Berbagai material, seperti lumpur, gas, batuan, belerang, garam, dan air akan diletuskan di permukaan membentuk kerucut seperti gunung,” tertulis dalam artikel pada laman EGSA UGM, mengutip Sabdaningsih, 2020.

    Disebutkan, gempa yang terjadi menyebabkan migrasi hidrokarbon maupun lumpur yang lebih aktif karena rekahan atau patahan sebagai akibat gempa dangkal. Hal ini mendorong lumpur panas keluar dengan kekautan besar menyerupai gunung api.

    EGSA UGM menuliskan bahwa fenomena mud volcano di Grobogan bukan insiden luar biasa. Pasalnya, sering terjadi mud volcano di daerah tersebut.

    Anomali mud volcano di Grobogan dikatakan berasal dari batuan yang mengalami sesar memanjang dari arah Barat Daya menuju timur laut. Sesar yang terjadi kemudian mengakibatkan keluarnya aliran gas ke permukaan Bumi melalui batuan yang mudah dilalui.

    Dampak Risiko Kemunculan Gunung Lumpur

    Foto: Fenomena Mud Volcano di Grobogan: Ketika Gundukan Lumpur Diduga Gunung Api. (Dok. Perpustakaan Fakultas Geografi UGM)
    Fenomena Mud Volcano di Grobogan: Ketika Gundukan Lumpur Diduga Gunung Api. (Dok. Perpustakaan Fakultas Geografi UGM)

    Dalam artikel di EGSA UGM, disebutkan bahwa mud volcano tidak terlalu eksplosif seperti letusan gunung api. Namun, semburannya tetap menimbulkan dampak bagi wilayah sekitarnya.

    Salah satunya berupa dampak kerusakan pada lahan pertanian warga di sekitar lokasi. Selain itu, semburan lumpur panas yang keluar berkala dan berpindah-pindah tempat bisa menghancurkan sawah dan ladang warga sekitar.

    Tak cuma itu, gas-gas beracun seperti hidrogen sulfida dan karbondioksida yang dikeluarkan oleh semburan lumpur panas dapat membahayakan keselamatan jika terhirup dalam konsentrasi tinggi.

    “Gas hidrogen sulfida yang berbau menyengat seperti telur busuk dapat menyebabkan iritasi pada mata, hidung, dan tenggorokan jika terhirup dalam jumlah banyak. Sementara gas karbondioksida dalam konsentrasi tinggi dapat menyebabkan sesak nafas, pusing, dan bahkan kematian jika terhirup dalam waktu lama,” tertulis dalam laporan EGSA UGM.

    Peluang dari Kemunculan Gunung Lumpur

    Foto: Fenomena Mud Volcano di Grobogan: Ketika Gundukan Lumpur Diduga Gunung Api. (Dok. Perpustakaan Fakultas Geografi UGM)
    Fenomena Mud Volcano di Grobogan: Ketika Gundukan Lumpur Diduga Gunung Api. (Dok. Perpustakaan Fakultas Geografi UGM)

    Menghadapi fenomena ini, memang ada dampak yang perlu diwaspadai. Pemerintah diharapkan dapat memberikan solusi alternatif bagi masyarakat yang kehilangan pekerjaan karena rusaknya lahan pertanian.

    Kendati demikian, fenomena ini juga bisa mendatangkan peluan. Misalnya di sektor pariwisata dan industri kreatif, dengan memanfaatkan potensi alam mud volcano.

    “Melalui proses penggabungan kandungan mineral berharga seperti litium, kaolinit, dan kalsit dengan keberadaan mikroorganisme yang unik seperti bakteri halofilik, lumpur pada mud volcano menjadi bahan yang menjanjikan untuk berbagai aplikasi mulai dari industri hingga konservasi lingkungan. Potensi ini dapat dioptimalkan melalui penelitian lebih lanjut dan pengembangan teknologi yang berkelanjutan sehingga dapat memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat dan lingkungan,” tertulis dalam laporan tersebut.

    Lebih lanjut, mud volcano juga bisa dijadikan objek penelitian yang menarik bagi para ilmuwan geologi, biologi, dan lingkungan. Pasalnya, para ilmuwan bisa mempelajari komposisi kimia dan material yang terkandung dalam semburan lumpur panas.

    Dari situ bisa ditelaah informasi berharga terkait proses-proses kerak bumi, potensi sumber daya alam, serta dampak terhadap lingkungan sekitar. Beberapa komponen yang terkandung dalam lumpur panas juga berpotensi memiliki manfaat dalam industri atau aplikasi lainnya, seperti dalam bidang pertanian, energi, atau bahkan kesehatan.

    (fab/fab)

  • Pemkab Cirebon ungkap minimnya kontribusi PAD dari tambang Gunung Kuda

    Pemkab Cirebon ungkap minimnya kontribusi PAD dari tambang Gunung Kuda

    Kami hanya bisa memungut berdasarkan laporan ritase dari pengelola. Soal keakuratan, itu menjadi tantangan tersendiri karena keterbatasan pengawasan

    Cirebon (ANTARA) – Pemerintah Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, mengungkapkan bahwa kontribusi pendapatan asli daerah (PAD) dari aktivitas tambang galian C di kawasan Gunung Kuda tergolong sangat minim, meski kegiatan tersebut berlangsung sudah cukup lama.

    Plt Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Cirebon Sudiharjo di Cirebon, Selasa, mengatakan, setoran PAD dari pengelolaan tambang yang dilakukan oleh salah satu koperasi pesantren di Gunung Kuda hanya berkisar Rp6 juta hingga Rp7 juta per bulan.

    Menurut dia, perhitungan pajak dilakukan dengan mengacu pada jumlah ritase truk yang keluar dari kawasan tambang.

    “Jumlah itu berdasarkan perhitungan ritase kendaraan pengangkut material,” katanya.

    Namun demikian, Bapenda Kabupaten Cirebon menghadapi kesulitan dalam melakukan pengawasan secara akurat di lapangan.

    “Kami hanya bisa memungut berdasarkan laporan ritase dari pengelola. Soal keakuratan, itu menjadi tantangan tersendiri karena keterbatasan pengawasan,” ujarnya.

    Sudiharjo menilai kawasan tambang Gunung Kuda, seharusnya bisa menjadi sumber pendapatan signifikan bagi daerah jika aktivitas tambangnya dikelola secara transparan dan profesional.

    “Dari perputaran ekonomi yang tampak di sana, angka Rp7 juta per bulan itu sangat tidak sebanding. Potensinya jauh lebih besar dari itu,” katanya.

    Ia menyampaikan pembayaran terakhir dari pihak pengelola tambang tercatat hingga April 2025, sementara aktivitas pengangkutan material terus berlangsung sebelum terjadinya insiden longsor di Gunung Kuda.

    Pemerintah daerah, kata dia, tengah melakukan evaluasi lebih lanjut terhadap skema pungutan pajak dan tata kelola pertambangan agar memberikan manfaat lebih besar bagi daerah.

    “Kami tentu akan menindaklanjuti persoalan ini, terutama menyangkut keadilan bagi daerah dalam memperoleh hak dari potensi sumber daya yang ada,” ucap dia.

    Pewarta: Fathnur Rohman
    Editor: Ahmad Buchori
    Copyright © ANTARA 2025

  • Rahasia Gunung Padang dan Sundaland yang Hilang Ribuan Tahun

    Rahasia Gunung Padang dan Sundaland yang Hilang Ribuan Tahun

    Jakarta

    Ada keterkaitan antara situs Gunung Padang, Sundaland yang tenggelam, dengan jejak peradaban manusia. Situs Gunung Padang adalah bagian dari Sundaland pada Zaman Es dan saksi dari perkembangan sejarah peradaban yang hilang.

    Keterkaitan ini menjadi salah satu bahasan diskusi yang pernah dikemukakan Prof Dr Danny Hilman Natawidjaja, Komisi Ilmu Pengetahuan Dasar AIPI, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dalam Seminar Nasional Warisan Peradaban Sundaland yang diadakan secara hybrid online dan offline oleh Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI).

    “Kalau kita perhatikan sejarah populasi manusia ini cukup aneh, habis sekitar 12 ribu tahun yang lalu. Padahal kita tahu manusia modern, Homo sapiens sudah ada sejak 200 ribu tahun lalu. Bahkan kalau kita menganggap Homo neanderthal dan Homo denisovan juga manusia modern, maka manusia modern sudah ada sejak 400 ribu tahun lalu,” kata Danny saat itu.

    Pengetahuan dunia saat ini hanya mengakui bahwa perkembangan peradaban manusia baru mulai sejak sekitar 12 ribu-11 ribu tahun lalu, dan produk peradaban maju baru terlihat setelah 6.000 tahun lalu (4000 tahun SM) yakni peninggalan Bangsa Sumeria di Mesopotamia.

    Kontras dengan masa sejarah yang relatif pendek, dunia ahli geologi dan arkeologi mengetahui bahwa manusia modern sudah ada sejak sekitar 200 ribu-195 ribu tahun lalu. Artinya, dunia meyakini bahwa manusia tetap dalam zaman primitif, hidup berburu dan tidur di hutan serta gua selama kurang lebih 185 ribu tahun. Namun tiba-tiba, sejak 10.000 tahun lalu seolah tanpa sebab mereka mendadak pintar.

    Letusan Toba dan Out of Africa

    Temuan konstruksi bangunan besar yang usianya lebih tua dari 10.000 tahun seperti di Gunung Padang, Cianjur, Jawa Barat, kontradiktif dengan sejarah manusia linear yang diyakini saat ini. Dari sinilah mengemuka teori siklus peradaban.

    Hipotesis yang dikembangkan dalam teori siklus peradaban mengemukakan bahwa perkembangan peradaban/kebudayaan di dunia tidak menerus (linear) melainkan siklus.

    “Para ilmuwan geosains mengenal semua proses itu adalah siklus. Bagaimana kalau manusia ini juga adalah siklus. Adanya bencana katastrofi, dapat menghancurkan atau me-restart populasi dan peradaban. Apakah itu yang terjadi? Ada peradaban hilang di masa lalu,” tuturnya.

    Berkaitan dengan teori ini, ada dua bencana katastrofi yang paling terkenal terjadi dalam masa hidup manusia modern. Pertama, letusan katastrofi Toba sekitar 70 ribu tahun lalu yang diduga hampir memusnahkan seluruh populasi manusia di dunia.

    Peristiwa ini, kata Danny, konsisten dengan kronologi penyebaran manusia di Bumi yang dapat ditelusuri terjadi sejak sekitar 70 ribu tahun lalu, yang terkenal disebut sebagai peristiwa ‘Out of Africa’ karena mulai menyebar dari Benua Afrika.

    “Dalam sejarah manusia 70 ribu – 65 ribuan tahun yang lalu itu terjadi migrasi besar-besaran dari Afrika ke seluruh dunia. Apakah ada hubungannya letusan Toba dengan Out of Africa? Ilmuwan geosains dan arkeolog harus ngobrol soal ini,” ujarnya.

    Banjir Besar

    Hipotesis yang dikembangkan dalam teori siklus peradaban juga mengemukakan bahwa peradaban/kebudayaan di dunia berkali-kali terputus atau hancur oleh berbagai bencana alam katastrofi, sehingga peradaban yang sudah maju bisa kembali menjadi primitif lagi, kemudian harus memulai lagi dari awal untuk berkembang.

    “Sejarah yang kita yakini sekarang, peradaban paling tua ada di Mesopotamia 6 ribuan tahun lalu, ini pun membuat bingung setelah ditemukan situs Gobekli Tepe di Turki yang dibangun sekitar 11.600-an tahun lalu umurnya. Berarti sudah ada sebelum kita mengenal pertanian, aneh kan,” kata Danny.

    Selain letusan Toba, bencana katastrofi lainnya adalah banjir besar. Dalam sejarah Geologi Kuarter dikenal periode Younger Dryas pada 12.900-11.600 tahun lalu di akhir Zaman Pleistosen. Pada masa ini, Bumi memanas dan es mencair. Younger Dryas diakhiri dengan naiknya suhu Bumi yang sangat cepat sehingga es mencair mendadak menimbulkan banjir global.

    “Setelah Younger Dryas, peradaban manusia mulai beranjak. Jadi sejarah yang kita yakini sekarang mengatakan bahwa populasi dan peradaban manusia sejak 200 ribu atau lebih tidak pernah berkembang, selalu primitif selalu menjadi pemburu dan peramu. Apakah benar demikian? Apakah benar baru berkembang 12 ribu tahun yang lalu?” Danny mempertanyakan.

    “Kalau menurut teori alternatif siklus, ada peradaban yang hilang pada Zaman Es sehingga (masyarakat) Gobekli Tepe itu bukan peramu pemburu yang tiba-tiba menjadi pintar, tetapi mereka adalah sisa-sisa orang yang selamat dari bencana,” urainya.

    Peristiwa banjir global pada akhir periode Younger Dryas juga dikaitkan dengan sejumlah kisah banjir besar yang diyakini di seluruh dunia mulai dari tenggelamnya Atlantis hingga banjir zaman Nabi Nuh.

    “Plato menyebutkan bahwa Atlantis hancur oleh gempa dan banjir besar persis 11.600 tahun yang lalu. Ada juga catatan banjir Gilgamesh dalam naskah kuno Mesopotamia, menyebutkan di zaman yang lebih kuno lagi ada banjir besar. Lalu kita juga meyakini banjir zaman Nabi Nuh, kemungkinan ini banjir yang sama,” kata Danny.

    Lalu apa kaitannya dengan Gunung Padang dan Sundaland? Situs Gunung Padang adalah bagian dari benua Sundaland pada Zaman Es. Ada pendapat yang mengatakan bahwa benua yang dulunya membentang di Semenanjung Malaysia, termasuk Sumatra, Jawa, Kalimantan, dan Bali ini diyakini adalah pusat Atlantis dan menjadi induk peradaban dunia. Sundaland tenggelam akibat naiknya permukaan laut di Zaman Es akhir.

    “Gunung Padang itu menjadi istimewa dalam kaitannya dengan ini, karena dibangun sejak Zaman Es, kemudian dibangun lagi setelah Zaman Es. Jadi dia melewati dua periode peradaban,” ujar Danny.

    (rns/fay)