kab/kota: Guntur

  • Kejagung Copot Kajari, Kasi Intel dan Kasi Datun Kejari HSU Tersangka KPK!

    Kejagung Copot Kajari, Kasi Intel dan Kasi Datun Kejari HSU Tersangka KPK!

    Jakarta

    Kejaksaan Agung (Kejagung) mencopot Kepala Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Utara (HSU) Albertinus P Napitupulu (APN), Kasi Intel Kejari HSU Asis Budianto (ASB) dan Kasi Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) Taruna Fariadi (TAR) dari jabatannya. Pencopotan dilakukan setelah ketiganya menjadi tersaangka di KPK.

    “Sudah copot dari jabatannya dan dinonaktifkan sementara status PNS pegawai kejaksaannya sampai mendapatkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap,” kata Kapuspenkum Kejagung Anang Supriatna kepada wartawan, Minggu (21/12/2025).

    Anang menyerahkan pengusutan kasus dugaan pemerasan itu kepada KPK. Dia memastikan kejaksaan tak akan ikut campur.

    “Tidak akan (intervensi),” ujar Anang.

    Anang juga menyayangkan perbuatan ketiga oknum jaksa itu. Dia berharap anggota Korps Adhyaksa lain tetap menjaga integritas.

    “Kepada jaksa jaksa di daerah agar tetap semangat menjaga integritas sebagai penegak hukum, jangan patah semangat,” ujarnya.

    Anang juga mengaku tak tahu di mana Taruna Fariadi yang kini masih diburu KPK. Dia menjamin Kejagung akan membantu penyidik KPK.

    “Kita juga akan cari, kita pasti membantu KPK. Kalau memang ada, kita akan serahkan kepada penyidik KPK,” ujar Anang.

    Sebelumnya, KPK menetapkan Kajari HSU Albertinus P Napitupulu, Kasi Intel Kejari HSU Asis Budianto dan Kasi Datun Taruna Fariadi sebagai tersangka. Mereka diduga melakukan pemerasan kepada kepada dinas di Hulu Sungai Utara.

    “Setelah ditemukan kecukupan alat bukti KPK menetapkan tiga orang tersangka sebagai berikut, saudara APN selaku Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Hulu Sungai Utara periode Agustus 2025 sampai sekarang,” kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam konferensi pers di Gedung KPK, Sabtu (20/12).

    “Kedua, ASB selaku Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Utara dan saudara TAR selaku kepala Seksi Datun Kejaksaan Negeri Kabupaten Hulu Sungai Utara,” imbuhnya.

    Dalam kasus pemerasan, Albertinus diduga telah menerima Rp 804 juta pada November-Desember 2025. Sementara, Asis diduga menerima Rp 63,2 juta dari Februari sampai Desember 2025.

    Albertinus juga diduga memotong anggaran Kejari HSU Rp 257 juta untuk dana operasional pribadinya. Dia juga diduga menerima Rp 450 juta dari penerimaan lain. Sementara Taruna diduga menerima Rp 1,07 miliar.

    Halaman 2 dari 2

    (ond/haf)

  • Kasus Bupati Bekasi, Ketika Anak dan Ayah Kompak Bermain Korupsi

    Kasus Bupati Bekasi, Ketika Anak dan Ayah Kompak Bermain Korupsi

    KPK mengungkap perang HM Kunang dalam kasus korupsi ini. HM Kunang berperan sebagai perantara.

    “HMK itu perannya sebagai perantara. Jadi, ketika SRJ ini diminta (uang suap), HMK juga minta. Kadang-kadang tanpa pengetahuan dari ADK, HMK itu minta sendiri gitu,” ujar Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Sabtu.

    HM Kunang juga turut meminta uang kepada satuan kerja perangkat daerah (SKPD) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bekasi, terutama yang kantornya sudah disegel oleh KPK.

    “Beliau jabatannya memang kepala desa, tetapi yang bersangkutan itu adalah orang tua atau bapaknya dari bupati. Jadi, seperti itu perannya, kadang meminta sendiri, dan kadang juga menjadi perantara orang yang akan memberikan (uang) kepada ADK,” katanya.

    Ia menekankan KPK menduga pihak-pihak terkait memberikan uang kepada HM Kunang karena memiliki hubungan keluarga dengan Ade Kuswara.

    “Mungkin karena orang melihat bahwa yang bersangkutan ada hubungan keluarga gitu kan ya. Jadi, bisa melalui HMK. Orang juga pendekatan melalui HMK, seperti itu,” ujarnya.

  • Dan Terjadi Lagi, Penegak Hukum Terjerat Korupsi…

    Dan Terjadi Lagi, Penegak Hukum Terjerat Korupsi…

    Dan Terjadi Lagi, Penegak Hukum Terjerat Korupsi…
    Tim Redaksi

    JAKARTA, KOMPAS.com –
     Kasus korupsi kembali menyeret aparat penegak hukum.
    Dalam kurun waktu 1 x 24 jam, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (
    OTT
    ) terhadap jaksa di dua wilayah berbeda, yakni Banten dan Kalimantan Selatan, terkait dugaan praktik pemerasan.
    Dua operasi senyap tersebut dilakukan pada 18–19 Desember 2025 dan menjerat sejumlah pejabat kejaksaan, mulai dari jaksa hingga kepala kejaksaan negeri.
    Penanganan perkara pun terbagi antara Kejaksaan Agung dan KPK.
    OTT pertama dilakukan KPK di Banten pada Rabu (18/12/2025) malam.
    Dalam operasi tersebut, seorang jaksa bersama empat orang lainnya diamankan dan dibawa ke Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, untuk pemeriksaan lebih lanjut.
    Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto mengatakan, KPK telah berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung terkait penangkapan oknum jaksa tersebut.
    “Dan memang kan sudah ada koordinasi dengan Kejaksaan Agung, nanti kita lihat lah hasilnya,” kata Wakil Ketua KPK, Fitroh Rohcahyanto.
    Namun, pada Jumat (19/12/2025) dini hari, KPK menyerahkan penanganan perkara tersebut kepada Kejaksaan Agung.
    Penyerahan dilakukan karena Kejagung telah lebih dulu menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik).
    Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan, sprindik telah diterbitkan Kejagung sejak Rabu (17/12/2025).
    “Ternyata di sana (Kejagung) sudah memang terhadap orang-orang tersebut sudah jadi tersangka, dan sudah terbit surat perintah penyidikannya. Untuk kelanjutannya penyidikannya, tentu nanti dilanjutkan di Kejaksaan Agung,” kata Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu.
    Menindaklanjuti OTT tersebut, Kejagung menetapkan lima orang tersangka dalam perkara dugaan pemerasan terkait penanganan perkara pidana umum Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang melibatkan warga negara asing.
    Tiga tersangka merupakan oknum jaksa, yakni HMK selaku Kepala Seksi Tindak Pidana Umum Kejaksaan Negeri Tigaraksa, RV selaku Jaksa Penuntut Umum, serta RZ selaku Kepala Subbagian di Kejati Banten.
    Dua tersangka lainnya berasal dari pihak swasta, yaitu DF yang berprofesi sebagai pengacara dan MS sebagai penerjemah atau ahli bahasa.
    “Jadi total kami (tetapkan) ada lima tersangka. Tiga orang, ada tiga oknum jaksa yang ditetapkan tersangka oleh kita dan sudah penyidikan, dan dua dari swasta,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Anang Supriatna.
    Anang menyebutkan, seluruh tersangka telah diperiksa dan ditahan di Rumah Tahanan Salemba Cabang Kejaksaan Agung.
    Para tersangka dijerat Pasal 12 huruf e Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi tentang pemerasan.
    OTT kedua diumumkan KPK pada Kamis malam dan dilakukan di Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU), Kalimantan Selatan. Dalam operasi ini, KPK mengamankan enam orang untuk diperiksa di Jakarta.
    Dari enam orang tersebut, dua di antaranya adalah Kepala Kejaksaan Negeri HSU Albertinus P. Napitupulu dan Kepala Seksi Intelijen Asis Budianto.
    Pada Sabtu (20/12/2025) pagi, KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan terhadap sejumlah perangkat daerah di HSU.
    Ketiga tersangka tersebut adalah Albertinus P. Napitupulu, Asis Budianto, dan Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara Kejari HSU Taruna Fariadi.
    “Setelah ditemukan kecukupan alat bukti, KPK menetapkan tiga orang tersangka,” kata Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu.
    Dalam konferensi pers, KPK menampilkan dua tersangka, yakni Albertinus dan Asis.
    Sementara Taruna Fariadi belum ditangkap dan masih dalam pencarian. Kedua tersangka yang telah diamankan langsung ditahan selama 20 hari di Rutan Merah Putih KPK.
    KPK menjelaskan, perkara bermula pada Agustus 2025. Albertinus diduga menerima aliran uang sekitar Rp 804 juta secara langsung maupun melalui perantara Asis Budianto dan Taruna Fariadi.
    Uang tersebut diduga berasal dari pemerasan terhadap sejumlah perangkat daerah di HSU, antara lain Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum, dan RSUD HSU.
    Asep menyebutkan, modus yang digunakan adalah ancaman agar laporan pengaduan dari LSM yang masuk ke Kejari HSU tidak diproses secara hukum.
    Selain itu, KPK juga mengungkap adanya dua klaster aliran uang yang diterima Albertinus serta dugaan pemotongan anggaran Kejari HSU untuk kepentingan pribadi, termasuk pencairan Tambahan Uang Persediaan tanpa SPPD dan potongan dari unit kerja.
    Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat, selama periode 2006–2025 terdapat 45 jaksa yang ditangkap karena melakukan tindak pidana korupsi, dengan 13 di antaranya ditangkap oleh KPK.
    “Sejak ST Burhanuddin diangkat sebagai Jaksa Agung pada 2019, terdapat 7 jaksa yang ditangkap akibat melakukan korupsi
    Hal ini menunjukan bahwa Jaksa Agung gagal melakukan reformasi Kejaksaan,” kata Kepala Divisi Hukum dan Investigasi ICW, Wana Alamsyah.
    Wana juga menyoroti potensi konflik kepentingan ketika penanganan perkara jaksa korupsi diserahkan ke Kejaksaan Agung.
    “Padahal, KPK memiliki wewenang secara jelas untuk menangani perkara korupsi yang melibatkan penegak hukum sesuai pada Pasal 11 ayat (1) huruf a UU KPK,” ujarnya.
    Ia menilai, minimnya transparansi berpotensi membuka ruang praktik transaksional dan melemahkan proses penegakan hukum.
    “Penting untuk dipahami bahwa OTT merupakan langkah awal untuk dapat mengembangkan perkara, yang berpotensi melibatkan aktor lain,” ucap dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK Buru Kasi Datun Hulu Sungai Utara yang Kabur Saat OTT

    KPK Buru Kasi Datun Hulu Sungai Utara yang Kabur Saat OTT

    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Kepala Seksi (Kasi) Intelijen Kejaksaan Negeri (Kejari) Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, Asis Budianto (ASB); dan Kasi Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) Kejari Hulu Sungai Utara, Tri Taruna Fariadi (TAR) sebagai tersangka kasus dugaan korupsi. Total keduanya menerima uang hingga Rp 1,1 miliar lebih dari hasil praktik rasuah.

    Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menyampaikan, dua jaksa tersebut diduga menerima uang saat menjadi perantara maupun di luar perantara dari Kepala Kejari (Kajari) Hulu Sungai Utara Albertinus Parlinggoman Napitupulu (APN).

    “ASB (Asis Budianto) yang merupakan perantara APN tersebut, dalam periode Februari-Desember 2025, diduga menerima aliran uang dari sejumlah pihak sebesar Rp63,2 juta,” tutur Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Sabtu (20/12/2025).

    Sementara tersangka Tri Taruna Fariadi, lanjut dia, menerima uang hingga Rp 1,07 miliar ketika di luar menjadi perantara Albertinus.

    “Rinciannya pada 2022 berasal dari mantan Kepala Dinas Pendidikan Hulu Sungai Utara senilai Rp 930 juta, kemudian pada 2024 yang berasal dari rekanan sebesar Rp 140 juta,” jelas dia.

    Jika angka Rp 63,2 juta ditambahkan dengan Rp 1,07 miliar, maka total penerimaan kedua jaksa tersebut mencapai Rp 1.133.200.000 atau Rp1,133 miliar.

  • Kasi Intel Kejari Hulu Sungai Utara Korupsi Rp 63 Juta, Kasi Datun Terima Rp 1,07 Miliar

    Kasi Intel Kejari Hulu Sungai Utara Korupsi Rp 63 Juta, Kasi Datun Terima Rp 1,07 Miliar

    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan bahwa Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, Albertinus Parlinggoman Napitupulu (APN) diduga menerima uang mencapai Rp 1,5 miliar terkait tindak pidana korupsi.

    Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu merinci, uang tersebut diduga berasal dari hasil pemerasan, pemotongan anggaran Kejari Hulu Sungai Utara, hingga penerimaan lainnya.

    Untuk pemerasan, Albertinus menerima uang hingga Rp 804 juta pada kurun waktu November-Desember 2025 dari dua perantara, yakni Kepala Seksi Intelijen Kejari Hulu Sungai Utara Asis Budianto (ASB) dan Kasi Perdata dan Tata Usaha Negara Kejari Hulu Sungai Utara Tri Taruna Fariadi (TAR).

    Sementara untuk pemotongan anggaran Kejari Hulu Sungai Utara, Albertinus melakukannya melalui bendahara, kemudian digunakan sebagai dana operasional pribadi.

    “Dana tersebut berasal dari pengajuan pencairan tambahan uang persediaan (TUP) sejumlah Rp257 juta tanpa surat perintah perjalanan dinas (SPPD), dan potongan dari para unit kerja atau seksi,” tutur Asep di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Sabtu (20/12/2025).

    Untuk penerimaan lainnya yang berjumlah Rp 450 juta, lanjut Asep, uang tersebut diperoleh lewat transfer melalui rekening istrinya senilai Rp 405 juta dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum hingga Sekretaris DPRD Hulu Sungai Utara periode Agustus-November 2025, dengan jumlah mencapai Rp 45 juta.

    Dengan begitu, dari total uang pemerasan, pemotongan anggaran, dan penerimaan lainnya, terhitung bahwa Albertinus diduga menerima sebesar Rp 1.511.300.000 atau Rp1,5 miliar.

  • Ancam Kadis Pakai Laporan LSM

    Ancam Kadis Pakai Laporan LSM

     

    Liputan6.com, Jakarta – Kajari Kabupaten Hulu Sungai Utara Kalsel Albertinus Parlinggoman Napitupulu, ditetapkan sebagai tersangka korupsi oleh KPK usai diduga kuat memeras sejumlah satuan kerja perangkat daerah (SKPD) di wilayah tersebut, seperti kepala dinas hingga direktur rumah sakit umum daerah.

    Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan, modus pemerasan yang dilakukan Albertinus Napitupulu adalah mengancam memproses laporan terkait kepala dinas ataupun direktur RSUD tersebut.

    “Permintaan disertai ancaman itu dengan modus agar laporan pengaduan dari lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang masuk ke Kejari Hulu Sungai Utara terkait dinas tersebut, kemudian tidak ditindaklanjuti proses hukumnya,” ujar Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Sabtu dini hari (20/12/2025).

    Asep juga menyebutkan, sejumlah pihak yang diperas Albertinus Napitupulu adalah Kepala Dinas Pendidikan Hulu Sungai Utara Rahman hingga Kepala Dinas Kesehatan Hulu Sungai Utara Yandi.

    Sebelumnya, KPK melakukan OTT kesebelas di tahun 2025, yakni di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalsel, pada 18 Desember 2025.

    Pada 19 Desember 2025, KPK mengumumkan menangkap enam orang dalam OTT tersebut, termasuk Kepala Kejari Hulu Sungai Utara Albertinus Parlinggoman Napitupulu, dan Kepala Seksi Intelijen Kejari Hulu Sungai Utara Asis Budianto.

    Pada tanggal yang sama, KPK mengumumkan menyita uang ratusan juta rupiah dalam kasus yang diduga terkait pemerasan tersebut.

    Kemudian pada 20 Desember 2025, KPK mengumumkan Albertinus Parlinggoman Napitupulu (APN), Asis Budianto (ASB), dan Tri Taruna Fariadi (TAR) selaku Kasi Perdata dan Tata Usaha Negara Kejari Hulu Sungai Utara sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan dalam proses penegakan hukum di Kejari Hulu Sungai Utara tahun anggaran 2025-2026.

    Namun, baru Albertinus Napitupulu dan Asis Budianto yang ditahan KPK karena Tri Taruna masih melarikan diri.

     

     

     

  • Ancam Kadis Pakai Laporan LSM

    Ancam Kadis Pakai Laporan LSM

     

    Liputan6.com, Jakarta – Kajari Kabupaten Hulu Sungai Utara Kalsel Albertinus Parlinggoman Napitupulu, ditetapkan sebagai tersangka korupsi oleh KPK usai diduga kuat memeras sejumlah satuan kerja perangkat daerah (SKPD) di wilayah tersebut, seperti kepala dinas hingga direktur rumah sakit umum daerah.

    Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan, modus pemerasan yang dilakukan Albertinus Napitupulu adalah mengancam memproses laporan terkait kepala dinas ataupun direktur RSUD tersebut.

    “Permintaan disertai ancaman itu dengan modus agar laporan pengaduan dari lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang masuk ke Kejari Hulu Sungai Utara terkait dinas tersebut, kemudian tidak ditindaklanjuti proses hukumnya,” ujar Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Sabtu dini hari (20/12/2025).

    Asep juga menyebutkan, sejumlah pihak yang diperas Albertinus Napitupulu adalah Kepala Dinas Pendidikan Hulu Sungai Utara Rahman hingga Kepala Dinas Kesehatan Hulu Sungai Utara Yandi.

    Sebelumnya, KPK melakukan OTT kesebelas di tahun 2025, yakni di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalsel, pada 18 Desember 2025.

    Pada 19 Desember 2025, KPK mengumumkan menangkap enam orang dalam OTT tersebut, termasuk Kepala Kejari Hulu Sungai Utara Albertinus Parlinggoman Napitupulu, dan Kepala Seksi Intelijen Kejari Hulu Sungai Utara Asis Budianto.

    Pada tanggal yang sama, KPK mengumumkan menyita uang ratusan juta rupiah dalam kasus yang diduga terkait pemerasan tersebut.

    Kemudian pada 20 Desember 2025, KPK mengumumkan Albertinus Parlinggoman Napitupulu (APN), Asis Budianto (ASB), dan Tri Taruna Fariadi (TAR) selaku Kasi Perdata dan Tata Usaha Negara Kejari Hulu Sungai Utara sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan dalam proses penegakan hukum di Kejari Hulu Sungai Utara tahun anggaran 2025-2026.

    Namun, baru Albertinus Napitupulu dan Asis Budianto yang ditahan KPK karena Tri Taruna masih melarikan diri.

     

     

     

  • Kajari Hulu Sungai Utara Diduga Terima Rp 1,5 Miliar Hasil Pemerasan

    Kajari Hulu Sungai Utara Diduga Terima Rp 1,5 Miliar Hasil Pemerasan

    Liputan6.com, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan bahwa Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, Albertinus Parlinggoman Napitupulu (APN) diduga menerima uang mencapai Rp 1,5 miliar terkait tindak pidana korupsi.

    Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu merinci, uang tersebut diduga berasal dari hasil pemerasan, pemotongan anggaran Kejari Hulu Sungai Utara, hingga penerimaan lainnya.

    Untuk pemerasan, Albertinus menerima uang hingga Rp 804 juta pada kurun waktu November-Desember 2025 dari dua perantara, yakni Kepala Seksi Intelijen Kejari Hulu Sungai Utara Asis Budianto (ASB) dan Kasi Perdata dan Tata Usaha Negara Kejari Hulu Sungai Utara Tri Taruna Fariadi (TAR).

    Sementara untuk pemotongan anggaran Kejari Hulu Sungai Utara, Albertinus melakukannya melalui bendahara, kemudian digunakan sebagai dana operasional pribadi.

    “Dana tersebut berasal dari pengajuan pencairan tambahan uang persediaan (TUP) sejumlah Rp257 juta tanpa surat perintah perjalanan dinas (SPPD), dan potongan dari para unit kerja atau seksi,” tutur Asep di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Sabtu (20/12/2025).

    Untuk penerimaan lainnya yang berjumlah Rp 450 juta, lanjut Asep, uang tersebut diperoleh lewat transfer melalui rekening istrinya senilai Rp 405 juta dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum hingga Sekretaris DPRD Hulu Sungai Utara periode Agustus-November 2025, dengan jumlah mencapai Rp 45 juta.

    Dengan begitu, dari total uang pemerasan, pemotongan anggaran, dan penerimaan lainnya, terhitung bahwa Albertinus diduga menerima sebesar Rp 1.511.300.000 atau Rp1,5 miliar.

     

     

  • Kajari Hulu Sungai Utara Diduga Terlibat Pemerasan Kepala Dinas, Baru Menjabat Agustus 2025

    Kajari Hulu Sungai Utara Diduga Terlibat Pemerasan Kepala Dinas, Baru Menjabat Agustus 2025

    Liputan6.com, Jakarta – Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, Albertinus Parlinggoman Napitupulu (APN) terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mirisnya, belum lama menjabat dirinya malah diduga melakukan pemerasan terhadap sejumlah satuan kerja perangkat daerah (SKPD) di wilayah tersebut, seperti kepala dinas hingga direktur rumah sakit umum daerah.

    “Setelah ditemukan kecukupan alat bukti, KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka, yakni APN selaku Kajari Hulu Sungai Utara periode Agustus 2025-sekarang,” tutur Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Sabtu (20/12/2025).

    Asep menyebut, modus pemerasan yang dilakukan Albertinus Napitupulu yaitu dengan mengancam akan memproses laporan terkait kepala dinas ataupun direktur RSUD tersebut.

    “Permintaan disertai ancaman itu dengan modus agar laporan pengaduan dari lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang masuk ke Kejari Hulu Sungai Utara terkait dinas tersebut, kemudian tidak ditindaklanjuti proses hukumnya,” jelas dia.

    Sejumlah pihak yang diperas Albertinus Napitupulu antara lain Kepala Dinas Pendidikan Hulu Sungai Utara Rahman hingga Kepala Dinas Kesehatan Hulu Sungai Utara Yandi.

    Selain Albertinus Napitupulu, KPK juga menetapkan Kepala Seksi Intelijen Kejari Hulu Sungai Utara Asis Budianto (ASB) dan Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara Kejari Hulu Sungai Utara Tri Taruna Fariadi (TAR) sebagai tersangka kasus tersebut.

    Ketiga jaksa tersebut menjadi tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait pemerasan dalam proses penegakan hukum di Kejari Hulu Sungai Utara tahun anggaran 2025-2026.

    “Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e, huruf f Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP),” kata Asep.

     

  • Kena OTT KPK, Bupati Ade Kuswara: Mohon Maaf Warga Bekasi

    Kena OTT KPK, Bupati Ade Kuswara: Mohon Maaf Warga Bekasi

    Liputan6.com, Jakarta – Bupati Bekasi Ade Kuswara Kunang (ADK) terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis, 18 Desember 2025. Dia pun meminta maaf kepada warga Bekasi, Jawa Barat, usai ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap ijon proyek di Kabupaten Bekasi.

    “Saya mohon maaf untuk warga Bekasi,” tutur Ade saat berjalan menuju mobil tahanan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Sabtu (20/12/2025), dilansir dari Antara.

    Selain pernyataan itu, Ade tidak mengatakan apa pun kepada awak media yang menunggu penetapan status tersangkanya.

    Bupati Bekasi Ade Kuswara diduga menerima uang suap dan penerimaan lainnya hingga Rp14,2 miliar selama menjabat sebagai bupati periode 2025-2030.

    Hal itu diungkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat menetapkan Ade Kuswara dan ayahnya sebagai tersangka korupsi suap ijon proyek, Sabtu dini hari (20/12/2025). 

    Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan, uang tersebut diduga diterima Ade Kuswara melalui dua penerimaan.

    “Sepanjang tahun 2025, ADK diduga mendapatkan penerimaan lainnya yang berasal dari sejumlah pihak dengan total mencapai Rp4,7 miliar,” ujar Asep.

    Asep juga mengatakan, Ade Kuswara diduga menerima ijon atau uang proyek sejak Desember 2024-Desember 2025 kepada pihak swasta yang jumlahnya mencapai Rp9,5 miliar. Jika dijumlahkan maka Ade Kuswara diduga menerima uang hingga Rp14,2 miliar.

    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyegel ruang kerja Bupati Bekasi Ade Kuswara Kunang di kawasan Pemerintahan Kabupaten Bekasi, Kamis malam (18/12). Selain ruang kerja bupati, penyidik juga menyegel tiga kantor dinas di lingkungan Pemerintah Kabup…