kab/kota: Gondangdia

  • Berangkat Subuh, Pulang Larut: Cerita Pekerja Bogor–Jakarta yang Tak Pernah Usai
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        16 Desember 2025

    Berangkat Subuh, Pulang Larut: Cerita Pekerja Bogor–Jakarta yang Tak Pernah Usai Megapolitan 16 Desember 2025

    Berangkat Subuh, Pulang Larut: Cerita Pekerja Bogor–Jakarta yang Tak Pernah Usai
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Langit Bogor, Jawa Barat masih gelap ketika langkah-langkah tergesa mulai terdengar di sekitar Stasiun Bogor.
    Jarum jam belum menunjukkan pukul 04.00 WIB, tetapi peron sudah dipenuhi penumpang yang menunggu kereta pertama menuju Jakarta Kota.
    Dengan ransel di punggung dan jaket membalut tubuh, sebagian penumpang tampak menahan kantuk.
    Tak banyak percakapan. Hal yang terdengar hanya pengumuman stasiun.
    “Commuter Line tujuan akhir Stasiun Jakartakota masuk jalur dua,” ucap petugas dari pengeras suara.
    Kereta datang, pintu terbuka, penumpang bergerak cepat mencari ruang.
    Bagi para komuter, berangkat subuh bukan pilihan, melainkan kebutuhan.
    Perjalanan Bogor–Jakarta memakan waktu sekitar satu hingga satu setengah jam.
    Namun, setibanya di Manggarai, Sudirman, Tanah Abang, atau Jakarta Kota, perjalanan belum selesai.
    Mereka masih harus berganti moda di antaranya TransJakarta, ojek daring, atau berjalan kaki dengan menembus hiruk-pikuk ibu kota.
    Rutinitas ini berulang hampir setiap hari. Pagi dihabiskan di kereta, malam dilewati dengan rute yang sama, hanya arah yang berbeda.
    Salah satu penumpang, Wahyu Epi Permana (37), mengaku harus bangun sejak dini hari agar tiba di kantor pukul 07.00 WIB.
    Setiap hari, ia pulang pergi dari rumahnya di Ciapus, Kabupaten Bogor, menuju Mangga Besar, Jakarta Barat.
    Rutinitas itu telah dijalaninya hampir dua tahun terakhir.
    “Kerja di Jakarta, rumah di Bogor. Kalau semisalnya kos di Jakarta mahal, gaji habis buat bayar kamar,” ucap Epi kepada Kompas.com, Selasa (16/12/2025).
    Bogor dipilih karena harga rumah lebih terjangkau dan suasana yang lebih tenang.
    Namun, ia sadar konsekuensinya adalah jarak jauh dan waktu tempuh panjang.
    “Risikonya ya bangun pagi, waktu habis di jalan. Tapi kalau gak pulang, gak tidur di rumah kaya gak betah aja,” kata dia.
    Cerita serupa datang dari Lulu (27), pekerja swasta yang setiap hari berangkat dari Stasiun Bogor menuju Gondangdia.
    Ia memilih KRL paling pagi demi mengejar aktivitas kantor yang dimulai pukul 06.45 WIB.
    “Karena acara kantor itu kan selalu pagi ya, dibanding panik karena telat terus diburu-buru, ya pagi, pagi sekalian,” ucap Lulu.
    Perjalanan panjang itu kerap menguras tenaga. Tak jarang, Lulu baru tiba di rumah selepas pukul 21.00 WIB.
    Waktu bersama keluarga menjadi terbatas, sementara akhir pekan sering dihabiskan untuk memulihkan tubuh dengan tidur seharian.
    Alasan utamanya tetap sama yakni biaya kos di Jakarta yang tak sebanding dengan penghasilan.
    “Wah kalau ngekost, engga nutup (pendapatan). Kalau libur baru tuh habis waktunya buat hibernasi,” candanya.
    KRL menjadi urat nadi, sekaligus saksi bisu perjuangan harian para pencari nafkah.
    Mereka berangkat saat kota masih terlelap dan pulang ketika malam sudah larut.
    Rutinitas melelahkan itu akan terus berulang, esok dan lusa, demi satu tujuan yang sama yaitu bertahan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Grafiti Liar di Ruang Publik, Ekspresi Seni atau Merusak?
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        9 Desember 2025

    Grafiti Liar di Ruang Publik, Ekspresi Seni atau Merusak? Megapolitan 9 Desember 2025

    Grafiti Liar di Ruang Publik, Ekspresi Seni atau Merusak?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Suatu pagi pada awal tahun ini, Tedi (45) dibuat terperangah di depan tokonya di Kramat, Senen, Jakarta Pusat.
    Rolling door
    ruko yang sehari-hari digunakan untuk usaha fotokopi dan alat tulis kantor (ATK) itu penuh oleh coretan tebal berwarna hitam.
    Tulisan tak beraturan itu menutupi hampir seluruh permukaan pintu logam.
    Belum sempat pulih dari kejadian itu, baru sebulan terakhir bagian samping dinding rukonya kembali menjadi sasaran.
    “Sudah dua kali. Pagi mau buka toko, saya lihat lagi penuh tulisan,” kata Tedi saat ditemui
    Kompas.com
    di rukonya, Senin (8/12/2025).
    Tedi harus mengeluarkan biaya ekstra untuk mengecat ulang. Namun, yang lebih ia cemaskan adalah persepsi pelanggan terhadap tempat usahanya.
    “Saya takut pelanggan mikir ini tempat enggak aman. Jadi menurunkan citra usaha saya juga,” ujar dia.
    Namun, ia tak berani menegur pelaku karena tidak mengenalnya.
    Tedi memahami, sebagian orang menyebut
    grafiti
    sebagai seni jalanan. Namun baginya, seni tetap harus menghormati ruang milik orang lain.
    “Kalau asal coret di tempat orang, itu bukan seni. Itu merusak,” katanya tegas.
    Sementara diskursus seni dan hak berekspresi terus bergulir, warga seperti Tedi harus menghadapi kerugiannya sendiri.
    Bagi pelaku usaha kecil, penurunan citra berarti hilangnya pendapatan.
    “Saya menghargai kreativitas, tapi harus ada batasnya,” kata Tedi.
    Coretan ini tidak hanya mengusik Tedi.
    Pengamatan
    Kompas.com,
     Senin (8/12/2025), di sejumlah wilayah Jakarta Pusat, Selatan, dan Timur, grafiti dalam bentuk mural maupun coretan spontan semakin banyak ditemui.
    Wilayah Gondangdia dan Cikini menjadi titik dengan temuan grafiti paling menonjol. Tepatnya di Jalan Cut Nyak Dien dan Gondangdia 3.
    Di dua lokasi, terlihat pembatas bangunan dekat sebuah
    guest house
    tampak penuh graffiti bombing yang menumpuk, mengontraskan bangunan modern di sekitarnya.
    Coretan lain berupa karakter kartun cerah menghiasi lorong sempit di kawasan itu.
    Kemudian di bawah
    flyover
    dan jalur kereta, struktur beton jembatan layang menjadi kanvas bagi karya besar berwarna ungu, biru muda, pink, dan kuning.
    Sementara di Jalan Medan Merdeka Barat, Menteng Raya, Kramat Kwitang. Terlihat banyak
    rolling door
    ruko dan fasad bangunan tak terawat ditutup coretan
    bubble
    atau
    throw-up
    hitam-putih dan biru.
    Mayoritas coretan ditemukan pada pagar seng proyek, bangunan tua dan ruko hingga dinding pembatas jalan besar yang dicoret huruf tebal tanpa pesan jelas.
    Dalam beberapa lokasi, grafiti dianggap mempercantik suasana.
    Namun, di titik lain, warga mengeluhkan bahwa coretan yang hadir tanpa izin justru memberi kesan kumuh dan mengganggu identitas lingkungan.
    Untuk memahami pandangan para pelaku karya jalanan atau seniman grafiti, Kompas.com mewawancarai Haikal Nugroho (27), seniman grafiti dari Jakarta Timur.
    Haikal mengakui sebagian besar masyarakat melihat grafiti identik dengan perusakan fasilitas publik. Namun ia menegaskan banyak seniman ingin berkarya secara bertanggung jawab.
    “Bagi kami tantangannya tetap berkarya tanpa bikin orang merasa dirugikan,” ujar Haikal saat dihubungi, Senin.
    Menurutnya, batas seni dan vandalisme terletak pada izin dan konteks.
    “Kalau kita dapat izin pemilik bangunan, itu seni. Kalau kita coret di tempat orang tanpa izin, ya itu vandal,” katanya.
    Haikal berharap pemerintah menyediakan ruang legal untuk mural agar para seniman bisa menyalurkan kreativitas tanpa mengganggu warga.
    “Jangan hanya ditertibkan, tapi kasih wadah. Kalau ada tembok legal, grafiti liar bisa berkurang,” lanjutnya.
    Ia juga berpesan agar warga tidak hanya melihat sisi negatif coretan jalanan, melainkan ada ruang dialog dan kolaborasi.
    Kasatpol PP Jakarta Pusat Purnama Hasudungan Panggabean saat dikonfirmasi menyatakan sudah ada langkah penindakan bagi pelaku coret-coret sembarangan.
    “Kalau kepergok akan kita tangkap dan suruh hapus serta buat pernyataan,” kata Purnama.
    Bagi pelajar yang tertangkap, pembinaan akan melibatkan sekolah mereka.
    Namun Purnama membedakan grafiti yang dianggap merusak dengan mural yang mendukung keindahan wilayah.
    “Kalau berbentuk mural untuk menambah keindahan, itu boleh dilakukan di area agak dalam. Bukan di jalan-jalan protokol,” tegas dia.
    Fenomena grafiti dan vandalisme di kota tak dapat dipotong hanya dari sisi estetika dan pelanggaran.
    Menurut Sosiolog UNJ Rakhmat Hidayat, grafiti memiliki sejarah panjang sebagai simbol perlawanan dan ekspresi identitas kelompok muda perkotaan.
    Rakhmat menjelaskan grafiti tumbuh dari street culture yang lekat dengan marjinalisasi.
    “Ini ekspresi identitas, sering muncul dari mereka yang kecewa terhadap sistem,” kata Rakhmat.
    Dalam beberapa tahun terakhir, coretan di ruang publik kerap memuat kritik sosial terhadap kebijakan dan elite politik.
    “Vandalisme yang sarkastik sering menunjukkan kota itu hidup. Ada dinamika, ada suara rakyat yang tidak tertampung dalam kanal formal,” ujarnya.
    Namun ia menyadari sebagian aksi corat-coret dilakukan tanpa pesan, hanya sebagai bentuk provokasi kelompok anak muda, misalnya supporter sepak bola atau siswa sekolah terlibat konflik.
    Meski begitu, bagi Rakhmat, ruang publik tetap bagian dari hak warga kota.
    “Ekspresi itu nggak bisa dibungkam. Secara sosiologis, setiap warga kota punya hak untuk memiliki kota,” katanya.
    Penertiban menurutnya harus berimbang, tidak semata represif, tetapi juga membuka ruang alternatif untuk berekspresi.
    Rakhmat menilai, jika Jakarta membuka lebih banyak ruang yang dikelola dengan baik, dinamika ekspresi bisa diarahkan ke bentuk yang produktif.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Cerita Rino Pilih Jualan Koran di Lampu Merah daripada Mengemis
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        4 Desember 2025

    Cerita Rino Pilih Jualan Koran di Lampu Merah daripada Mengemis Megapolitan 4 Desember 2025

    Cerita Rino Pilih Jualan Koran di Lampu Merah daripada Mengemis
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Pria bernama Rino (40) menjual koran di lampu merah perempatan Tugu Tani, Jakarta Pusat.
    Saat pengendara berhenti, ia langsung bangkit dari trotoar, menggenggam beberapa eksemplar
    koran
    yang mulai lecek di tangannya.
    Langkahnya cepat. Tubuhnya melenggang di antara barisan kendaraan.
    Ia mengetuk kaca mobil yang sedikit terbuka, lalu merentangkan koran ke arah pengendara memperlihatkan tajuk utama yang terpampang besar di halaman depan.
    Sesekali ia mencoba mendekati pengendara motor yang berhenti di garis depan.
    Namun, sebagian besar pengendara hanya merespons dengan gelengan kepala, isyarat tangan menolak, atau memilih memalingkan wajah ke layar ponsel.
    Ketika lampu kembali hijau, suara klakson dan deru mesin kembali menguasai udara, ia mundur pelan ke tepi jalan.
    Ia membungkuk, merapikan kembali dagangannya yang terlipat-lipat, lalu menunggu siklus berikutnya.
    Selama tiga jam
    Kompas.com
    melakukan pengamatan, Rabu (3/12/2025), tak satu pun koran yang dijual
    Rino
    laku terjual.
    Masih duduk di trotoar, Rino menatap jauh ke arah gedung-gedung tinggi yang berdiri megah di sekitar kawasan
    Tugu Tani
    .
    Hujan yang sempat turun sebelumnya membuat permukaan jalan masih basah.
    Kakinya yang telanjang tampak kedinginan, sesekali ia menggerakkannya untuk mengusir gemetar.
    Ia mengenakan kaus coklat kusam yang robek di beberapa bagian dan celana selutut yang warnanya hampir pudar.
    “Saya dari zaman Presiden Megawati sudah jualan di sini. Kurang lebih sudah 20 tahun,” ujar Rino saat dihampiri Kompas.com tersenyum samar.
    Selama dua dekade itu, ia tidak pernah berpindah lokasi. Tugu Tani adalah tempatnya bertahan hidup.
    Dulu, katanya, ia bisa menjual puluhan eksemplar koran hanya dalam beberapa jam. Pagi hari adalah waktu panen.
    Sopir kantor, pekerja swasta, hingga pegawai negeri, hampir semua mengambil satu eksemplar saat melintas. Namun sekarang situasinya terbalik.
    “Sekarang 10 koran saja sehari susah laku,” tutur Rino lirih.
    Rino tidak memiliki agen tetap. Tiap pagi ia mengumpulkan modal seadanya untuk membeli koran dari berbagai penerbit.
    “Biasanya saya beli paling 20 eksemplar. Kadang cuma punya uang Rp 20 ribu,” ucapnya.
    Untuk setiap koran Kompas yang ia ambil, modalnya kini Rp 8.000 dengan harga jual Rp 12.000, dan Rino hanya mendapatkan keuntungan sekitar Rp 4.000 per eksemplar.
    Jika tidak laku, koran itu dibawa pulang. Sebagian ia kumpulkan hingga setengah bulan lalu dijual kiloan tentu dengan harga jauh di bawah modal.
    Rino tertawa kecil saat ditanya apakah ia pernah mencoba pekerjaan lain.
    “Pernah tiga tahun jaga toko. Tapi saya enggak sanggup, soalnya penghasilannya nggak harian,” katanya.
    Bagi Rino, pekerjaan harus memberikan makan hari itu juga. Jika tidak, ia tak bisa membawa apa pun untuk keluarganya.
    Ia tinggal di wilayah Pasar Gembong, Jakarta Pusat. Ia memiliki tiga orang anak yang masih membutuhkan biaya sehari-hari.
    Namun ia tak menjelaskan lebih jauh tentang kondisi keluarganya.
    Dalam perbincangan, Rino mengatakan bahwa ia berusaha bertahan hidup dengan cara apa pun yang halal.
    Ia mengaku tak ingin menjadi tunawisma di sudut kota, atau mengemis kepada pengendara seperti yang kerap ia lihat dilakukan sebagian orang lain yang bernasib serupa.
    “Kalau saya cuma duduk minta-minta, saya malu. Saya masih sehat, masih bisa jalan, masih bisa usaha. Walaupun susah, lebih baik saya jualan koran. Ini kerjaan jujur,” ucapnya.
    Lebih jauh, ia menyebut bertahan sebagai pedagang koran adalah satu-satunya cara agar ia tetap merasa menjadi bagian dari masyarakat meski penjualan merosot, konsumen makin jarang melirik, dan kehadirannya di jalan sering dianggap mengganggu.
    “Kalau enggak kerja begini, saya jadi apa? Jadi gelandangan? Enggak lah. Saya masih punya harga diri,” kata Rino menegaskan.
    Kemunduran dunia koran cetak pastinya sangat terasa bagi Rino.
    “Sudah 10 tahun terakhir makin susah, sejak orang-orang mulai pakai HP pintar,” tutur dia.
    Hidup di jalanan pun membuatnya tak terlepas dari kejar-kejaran dengan Satpol PP.
    Penertiban menjadi risiko yang hampir pasti hadir dalam pekerjaannya.
    “Kalau ada penertiban ya kita bingung, lari-larian. Tapi saya nggak pernah dibawa paling lari kecil-kecil saja,” katanya sambil terkekeh kecil.
    Perubahan kebiasaan masyarakat menjadi tantangan terbesar pedagang koran jalanan.
    Kompas.com menghubungi Dayat Hidayah (40), seorang pekerja kantoran di Gondangdia yang masih berlangganan koran fisik.
    “Rasanya ada yang kurang kalau tidak buka koran di pagi hari,” katanya.
    Dayat mengakui bahwa ia juga membaca berita melalui ponsel, tetapi koran lebih memberinya fokus dan kedalaman.
    “Kalau di ponsel baru baca dua paragraf sudah ada notifikasi. Kalau koran, saya bisa duduk tenang, lebih paham isinya,” ujarnya.
    Ia kemudian menyinggung nasib pedagang koran seperti Rino.
    “Saya kasihan lihat mereka. Kadang saya sengaja beli satu dari mereka biar bisa bantu,” tutur Dayat.
    “Saya pesimis koran bisa kembali seperti dulu. Mungkin akan tetap ada, tapi jumlahnya kecil,” lanjutnya.
    Ignatius Haryanto, peneliti media Universitas Multimedia Nusantara, mengamini kondisi tersebut. Oplah koran kini relatif kecil.
    Bahkan banyak media besar hanya mampu mencetak kurang dari 20.000 eksemplar per hari sangat jauh dari masa kejayaan yang bisa mencapai 500.000eksemplar harian.
    “Orang ingin cepat mendapatkan informasi. Kalau menunggu koran terbit besok, dianggap ketinggalan zaman,” tutur Ignatius.
    Di sisi lain, menurutnya, media tetap mempertahankan versi cetak karena ada kelompok pembaca loyal, berita cetak lebih terstruktur dan terverifikasi, dan koran dianggap memiliki kredibilitas lebih tinggi.
    Namun digitalisasi jelas mengubah cara penyebaran berita. Media harus menyeimbangkan keduanya agar tetap relevan.
    “Digital dianggap ancaman, tapi juga harus dimanfaatkan,” ujarnya.
    Dalam regulasi ketertiban umum, pedagang koran di jalan raya juga termasuk dalam kategori yang harus ditertibkan.
    Kasatpol PP Jakarta Pusat, Purnama Hasudungan Panggabean menjelaskan bahwa hal tersebut diatur dalam Perda Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum.
    “Semua termasuk di Perda 8 Tahun 2007. Kita halau dan kita tertibkan,” tegas Purnama.
    Ia menyebut, larangan mencakup menjadi pedagang asongan di jalan raya, menyuruh orang lain berjualan secara liar, dan memberi uang atau membeli dari pedagang liar.
    Dalam konteks ini, pedagang koran seperti Rino berada dalam posisi rentan antara melanggar aturan atau kehilangan mata pencaharian.
    Di tengah kenyataan yang terus menyulitkan, Rino mengaku tetap memiliki kebahagiaan kecil dari pekerjaannya.
    “Saya suka baca koran. Saya selalu baca dari koran sisa,” ujarnya sambil tersenyum.
    Ia membaca tentang politik, kriminal, olahraga, hingga hiburan. Meski bukan pelanggan resmi, ia menikmati informasi yang ia jual.
    Di trotoar yang menjadi tempatnya menunggu rezeki, Rino membuka lembar demi lembar berita sambil menunggu pengendara berhenti.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Ada Jakarta Penuh Warna Minggu Pagi, 7 Rute Transjakarta Beroperasi Mulai Pukul 10.00 WIB
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        29 November 2025

    Ada Jakarta Penuh Warna Minggu Pagi, 7 Rute Transjakarta Beroperasi Mulai Pukul 10.00 WIB Megapolitan 29 November 2025

    Ada Jakarta Penuh Warna Minggu Pagi, 7 Rute Transjakarta Beroperasi Mulai Pukul 10.00 WIB
    Tim Redaksi

    JAKARTA, KOMPAS.com –
    PT Transportasi Jakarta (
    Transjakarta
    ) akan melakukan
    penyesuaian rute
    dan waktu operasional sejumlah layanan pada Minggu (30/11/2025) untuk mendukung penyelenggaraan acara
    Jakarta Penuh Warna
    (JPW) yang berlangsung di kawasan Balai Kota hingga Bundaran HI, Jakarta Pusat.
    Kepala Departemen Humas dan CSR PT Transjakarta Ayu Wardhani mengatakan kebijakan ini diambil untuk menjaga kelancaran
    mobilitas masyarakat
    selama kegiatan berlangsung.
    “Kebijakan ini dilakukan untuk memastikan kelancaran mobilitas masyarakat, sekaligus mendukung kegiatan yang diinisiasi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam menyongsong lima abad Jakarta yaitu Jakarta Penuh Warna (JPW),” ujar Ayu saat dikonfirmasi
    Kompas.com
    , Sabtu (29/11/2025).
    Salah satu penyesuaian yang dilakukan yakni tujuh rute Transjakarta akan mulai beroperasi pukul 10.00 WIB pada hari acara. Biasanya, rute-rute tersebut beroperasi sejak pukul 05.00 WIB.
    Adapun tujuh rute yang terdampak penyesuaian waktu adalah:
    1P Senen – Blok M
    1R Senen – Tanah Abang
    2P Senen – Transport Hub Dukuh Atas
    2Q Gondangdia – Balai Kota
    5M Kampung Melayu – Tanah Abang via Cikini
    6A Balai Kota – Ragunan via Kuningan
    6B Balai Kota – Ragunan via Semanggi
    Selain perubahan jam operasional, Transjakarta juga menerapkan penyesuaian layanan pada pukul 05.00–10.00 WIB khusus di Koridor 1 dan Koridor 2.
    Koridor 1
    – Blok M – Kota


    Dialihkan melalui Koridor 9 dan 13, melayani halte: Petojo, Tarakan, Tomang Raya, Kota Bambu, Kemanggisan, Petamburan, Gerbang Pemuda, Widya Chandra, Simpang Kuningan, Tegal Parang, Pancoran, Tegal Mampang, Rawa Barat, dan Pasar Santa.


    Tidak melayani: Halte Kebon Sirih hingga Masjid Agung serta ASEAN.
    – Rute 1A: Pantai Maju – Balai Kota


    Dialihkan via Halte Juanda.


    Tidak melayani: Halte Monumen Nasional dan Balai Kota.


    Menjadi melayani: Halte Pecenongan dan Juanda.
    Koridor 2
    – Pulo Gadung – Monumen Nasional


    Tidak melayani Halte Balai Kota dan Gambir 2.
    – Rute 2A: Pulo Gadung – Rawa Buaya via Balai Kota


    Tidak melayani Halte Balai Kota.


    Menjadi melayani: Halte Gambir, Istiqlal, Juanda, dan Pecenongan.
    – Rute 5C: Cililitan – Juanda


    Dialihkan via Halte Juanda.


    Tidak melayani: Halte Balai Kota.


    Menjadi melayani: Halte Gambir, Istiqlal, Juanda, dan Pecenongan.
    – Rute 7F: Kampung Rambutan – Juanda via Cempaka Putih


    Dialihkan via Halte Juanda.


    Tidak melayani: Halte Balai Kota.


    Menjadi melayani: Halte Gambir, Istiqlal, Juanda, dan Pecenongan.
    Ayu mengimbau masyarakat untuk menyesuaikan rencana perjalanan selama penutupan dan rekayasa layanan berlangsung.
    “PT Transportasi Jakarta mengimbau seluruh pelanggan untuk mengutamakan keselamatan, memperhatikan informasi terbaru, serta merencanakan perjalanan lebih awal. Informasi real-time dapat diakses melalui media sosial resmi Transjakarta atau aplikasi TJ : Transjakarta,” tambahnya.
    Sebagai informasi, acara JPW akan dimulai pukul 05.30 WIB dengan rangkaian kegiatan seperti fun walk, panggung olahraga, defile olahraga, donor darah, hingga pojok UMKM. Rute fun walk dimulai dari Balai Kota dan berakhir di Bundaran HI.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Hasil KAI Mediasi Anita Dewi Pemilik Tumbler Tuku dan Petugas Stasiun Curi Perhatian

    Hasil KAI Mediasi Anita Dewi Pemilik Tumbler Tuku dan Petugas Stasiun Curi Perhatian

    Nama Anita Dewi tengah menjadi sorotan netizen setelah unggahannya di Threads tentang tumbler Tuku yang hilang di KRL viral di media sosial. Insiden ini terjadi pada 25 November 2025 ketika dia pulang kerja dan tanpa sadar meninggalkan cooler bag berisi tumbler dan labu ASI di KRL Commuter Line.

    Usai kejadian tersebut, PT Kereta Api Indonesia (Persero) melakukan proses mediasi antara Petugas Passenger Service Stasiun Rangkasbitung dan Anita Dewi, salah satu pengguna Commuter Line yang sebelumnya melaporkan barang bawaannya berupa cooler bag berisi tumbler dan labu ASI di KRL Commuter Line tertinggal di dalam kereta.

    Pertemuan kekeluargaan yang berlangsung di Kantor KAI Wisata, Stasiun Gondangdia, Jakarta, Kamis malam, 27 November 2025 menghasilkan kesepahaman bersama dari seluruh pihak. Melalui proses tersebut, KAI berharap persepsi publik menjadi lebih selaras dan informasi yang beredar di media sosial dapat kembali ke proporsi yang tepat.

    Direktur Utama KAI Bobby Rasyidin menegaskan, perusahaan menjunjung tinggi profesionalitas layanan, sekaligus memastikan setiap Insan perusahaan memperoleh dukungan penuh dalam menjalankan tugas.

    “Setiap Insan KAI berkomitmen melayani pelanggan dengan dedikasi yang tinggi. Pada saat yang sama, perusahaan berkewajiban melindungi dan memberikan dukungan kepada seluruh pekerja dalam menjalankan peran mereka. Argi tetap menjadi karyawan KAI Group serta bagian dari garda terdepan pelayanan. Terus semangat bertugas dan memberikan layanan terbaik kepada pelanggan,” ujar Bobby, dikutip Jumat, 28 November 2025.

    Berita selengkapnya baca di sini

  • Waspada Tumbler Hilang! Begini Prosedur Urus Barang Tertinggal di Kereta Api dan Stasiun

    Waspada Tumbler Hilang! Begini Prosedur Urus Barang Tertinggal di Kereta Api dan Stasiun

    Sebelumnya, Nama Anita Dewi tengah menjadi sorotan netizen setelah unggahannya di Threads tentang tumbler Tuku yang hilang di KRL viral di media sosial. Insiden ini terjadi pada 25 November 2025 ketika dia pulang kerja dan tanpa sadar meninggalkan cooler bag berisi tumbler dan labu ASI di KRL Commuter Line.

    Usai kejadian tersebut, PT Kereta Api Indonesia (Persero) melakukan proses mediasi antara Petugas Passenger Service Stasiun Rangkasbitung dan Anita Dewi, salah satu pengguna Commuter Line yang sebelumnya melaporkan barang bawaannya berupa cooler bag berisi tumbler dan labu ASI di KRL Commuter Line tertinggal di dalam kereta.

    Pertemuan kekeluargaan yang berlangsung di Kantor KAI Wisata, Stasiun Gondangdia, Jakarta, Kamis (27/11) malam ini menghasilkan kesepahaman bersama dari seluruh pihak. Melalui proses tersebut, KAI berharap persepsi publik menjadi lebih selaras dan informasi yang beredar di media sosial dapat kembali ke proporsi yang tepat.

    Direktur Utama KAI Bobby Rasyidin menegaskan bahwa perusahaan menjunjung tinggi profesionalitas layanan, sekaligus memastikan setiap Insan perusahaan memperoleh dukungan penuh dalam menjalankan tugas.

    “Setiap Insan KAI berkomitmen melayani pelanggan dengan dedikasi yang tinggi. Pada saat yang sama, perusahaan berkewajiban melindungi dan memberikan dukungan kepada seluruh pekerja dalam menjalankan peran mereka. Argi tetap menjadi karyawan KAI Group serta bagian dari garda terdepan pelayanan. Terus semangat bertugas dan memberikan layanan terbaik kepada pelanggan,” ujar Bobby, dikutip Jumat (28/11/2025).

    Vice President Corporate Communications KAI Anne Purba pada kesempatan terpisah menyampaikan bahwa langkah penyelesaian secara kekeluargaan ini merupakan bentuk keterbukaan KAI Group terhadap setiap masukan pelanggan.

    “KAI memastikan seluruh proses pelayanan pelanggan berjalan sesuai ketentuan. Kami juga menegaskan bahwa tidak ada pemecatan terhadap petugas terkait sebagaimana isu yang sebelumnya beredar,” jelas Anne.

     

     

  • 7
                    
                        Kronologi Hilangnya Maria Gabriella Usai Diantar Ibu ke Sekolah
                        Megapolitan

    7 Kronologi Hilangnya Maria Gabriella Usai Diantar Ibu ke Sekolah Megapolitan

    Kronologi Hilangnya Maria Gabriella Usai Diantar Ibu ke Sekolah
    Tim Redaksi
    TANGERANG, KOMPAS.com –
    Seorang remaja bernama Maria Gabriella atau akrab disapa Gaby (16) menghilang sejak Rabu (5/11/2025).
    Ayah Gaby, Yohanes, mengatakan bahwa putrinya terakhir kali terlihat pada Rabu pagi ketika sang ibu, Brigita Titis (43), mengantarkannya ke SMA Strada St. Thomas Aquino, Kota Tangerang, menggunakan sepeda motor.
    “Awalnya pagi, Gaby sama mamanya naik motor ke sekolah Strada. Nah si mamanya bilang, ‘Kak motor mamah tinggal karena nanti sore kamu les’,” ujar Yohanes kepada
    Kompas.com
    , Rabu (12/11/2025).
    Usai mengantar Gaby ke sekolah, Brigita langsung menuju tempat kerjanya dengan menggunakan ojek
    online
    yang ia pesan dari sekolah anaknya.
    Hari itu berjalan seperti biasa. Yohanes yang berada di Cikarang bersama anak keduanya, Michael (13), masih sempat berkomunikasi dengan istrinya dan Gaby.
    Namun, sejak siang, pesan yang dikirim ke Gaby tak lagi dibalas. Hal itu membuat dirinya khawatir dan langsung menanyakan keberadaan Gaby ke sang istri.
    “Saya nanya, ‘Si Gaby ke mana hari ini jalannya?’, ‘oh nanti les gini-gini’. Nah, itu masih komunikasi sama Gaby, masih
    chat-chat-
    an, berarti kan aman tuh,” kata dia.
    Namun, sejak sore, Gaby tak lagi memberikan kabar. Saat Brigita pulang kerja, putrinya belum juga tiba di rumah.
    “Malamnya kami doa bareng, tapi Gaby enggak ada. Baru setelah itu mamanya cerita kalau Gaby enggak pulang,” cerita dia.
    Keesokan harinya, keluarga melapor ke Polres Metro Tangerang Kota dan diterima oleh Kanit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) pada Kamis (6/11/2025).
    Pada Jumat (7/11/2025), Yohanes bersama Michael berangkat dari Cikarang menuju rumah istrinya di Cimone, Kota Tangerang. Di tengah perjalanan, ia mendapat informasi bahwa titik koordinat ponsel Gaby terdeteksi di Pasaraya, Manggarai, Jakarta Selatan.
    Saat tiba di Stasiun Manggarai, Yohanes langsung menuju Pasaraya untuk mencari.
    “Pasaraya kan sudah mati, tidak ada kehidupan
    mall
    , yang ada hanya JCO sama KFC kalau enggak keliru. Dua-duanya kan ada kopi, Gabby suka kopi, saya ada dugaan ke situ, karena titik koordinatnya ada di area situ,” jelas dia.
    Di sana, Yohanes bersama putranya mencari Gaby di dua restoran tersebut, tetapi tak menemukannya. Mereka juga mencari Gaby hingga ke belakang Pasaraya. Namun, setelah tiga jam mencari di sekitar Pasaraya, hasilnya nihil.
    “Saya cari dari sekitar jam 09.00 WIB tapi tidak ada. Kemudian karena mamanya bilang sudah pulang aja Pak. Akhirnya kita pulang balik ke Tangerang,” kata dia.
    Pada pukul 16.00 WIB, titik koordinat baru muncul di area Universitas Indonesia (UI), Depok. Yohanes dan Brigita segera berangkat dari Tangerang menggunakan sepeda motor.
    Setibanya di lokasi sekitar pukul 20.00 WIB, mereka bertanya kepada sekuriti dan diketahui bahwa titik koordinat berada di gedung Kesehatan UI. Namun, hasil pencarian bersama sekuriti juga nihil.
    Sekitar pukul 21.00 WIB, lokasi ponsel Gaby kembali berpindah ke salah satu hotel di Ancol, Jakarta Utara. Informasi itu didapat dari Michael yang memantau pergerakan titik koordinat melalui laptop di Tangerang.
    Yohanes dan Brigita kemudian berangkat ke hotel di Ancol dan tiba sekitar pukul 23.00 WIB. Mereka langsung bertanya ke sekuriti. Petugas langsung mengarahkan ke ruangan CCTV, tetapi sosok Gaby tak juga ditemukan.
    “Sampai hotel itu kebetulan penjaganya kooperatif, dilihatin CCTV-nya, segala macem gitu, memang tidak ada pergerakan di situ,” jelas dia.
    Setelah perjalanan panjang, keduanya beristirahat sejenak. Namun, pada Sabtu (8/11/2025) pukul 01.00 WIB, Michael kembali memberi tahu bahwa titik koordinat berpindah ke Tanah Abang, Jakarta Pusat.
    Pasangan itu segera menuju lokasi, tetapi hasilnya lagi-lagi tetap nihil.
    “Pokoknya sampe TKP Tanah Abang itu sekitar jam 1-2-an pagi tuh. Nah setelah dari Tanah Abang kita sudah dapet CCTV tidak ada pergerakan anak, yaudah kita balik ke Tangerang lagi, naik motor lagi, berdua lagi,” kata dia.
    Mereka tiba di rumah pukul 04.00 WIB. Sejak itu, tidak ada lagi pergerakan titik koordinat ponsel Gaby.
    Yohanes dan Brigita pun melanjutkan pencarian secara mandiri ke tempat-tempat yang sering dikunjungi Gaby, seperti kafe dan beberapa hotel di sekitar Tangerang, namun tak menemukannya.
    Pada Senin (10/11/2025), polisi mengabarkan bahwa titik koordinat Gaby kembali aktif dan terdeteksi di Stasiun Tangerang sekitar pukul 11.00 WIB.
    Yohanes dan Brigita langsung menuju Stasiun Tangerang untuk mencari putrinya. Tetapi saat itu, ia merasa kesal lantaran tidak ada polisi yang ikut mencari.
    “Saya nanya ke polisi, Iho bapak ngasih tau saya koordinat, kenapa pasukan dari polres tidak ada yang merapat, malah menyuruh kami yang nyari,” cerita Yohanes.
    Dua jam mencari di stasiun, Gaby tetap tidak ditemukan. Sekitar pukul 13.00 WIB, keduanya kembali pulang.
    Namun, pada malam hari sekitar pukul 20.00 WIB, titik koordinat kembali bergeser ke Pondok Aren, Tangerang Selatan.
    Dengan meminta bantuan kerabat di Ciledug, Tangerang, Yohanes dan Brigita mencari ke sejumlah hotel di sekitar lokasi.
    “Kita sampai masuk lima hotel tidak ada gelagat dari Gaby, di CCTV hotel-hotel juga tidak ada. Akhirnya kita putuskan, jam 02.00 WIB untuk pulang,” kata dia.
    Hingga kini, pencarian masih terus dilakukan. Keluarga menunggu perkembangan dari Polres Metro Tangerang Kota, yang disebut sedang menelusuri petunjuk baru di kawasan Gondangdia, Jakarta Pusat.
    “Sampai hari ini, sampai siang ini belum ada pergerakan,” ucap Yohanes.
    Sementara itu,
    Kompas.com
    masih berupaya menghubungi Polres Metro Tangerang Kota terkait peristiwa tersebut.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Soeharto Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional, Cucu: Mohon Doa dan Restu

    Soeharto Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional, Cucu: Mohon Doa dan Restu

    Soeharto Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional, Cucu: Mohon Doa dan Restu
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Cucu Presiden Ke-2 RI Soeharto, Danty I Purnamasari, meminta doa dan restu usai kakeknya diusulkan menjadi pahlawan nasional.
    “Mohon doa (dan) restunya dari semuanya. Mudah-mudahan Pak Harto mendapatkan gelar pahlawan,” kata Danty di NasDem Tower, Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (9/11/2025).
    Saat ditanya, apakah keluarga sudah mendapatkan undangan untuk pengumuman gelar
    pahlawan nasional
    , dia pun enggan menjawabnya.
    “Kalau itu, saya belum bisa jawab ya,” ungkapnya. 
    Terkait dengan polemik usulan tersebut, Dany meminta masyarakat agar melihat sisi positif dari
    Soeharto
    .
    “Beliau sudah bisa membangun selama 32 tahun, menurut saya, itu adalah sesuatu yang luar biasa,” tegas dia.
    “Jadi kita (masyarakat) harus mengapresiasikan itu juga,” lanjutnya.
    Namun, Danty menyadari bahwa tidak sedikit orang menolak usulan pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto.
    “Namanya manusia juga tidak luput dari kesalahan. Tapi kan kita harus melihat beliau itu (dari) hal positifnya pun juga banyak gitu ya, dan banyak pembangunan itu dirasakan oleh masyarakat.
    “Dulu kita pernah swasembada pangan, dulu ada Kelompok Capir sehingga para petani juga tahu harus seperti apa. Kalau namanya pro dan kontra, itu adalah hak setiap manusia,” tambah dia.
    Diberitakan sebelumnya, pemerintah kini tengah menggodok 40 nama yang diusulkan untuk mendapat gelar pahlawan nasional.
    Di antara deretan nama itu, beberapa mencuri perhatian publik. Di antaranya, Presiden Ke-2 RI Soeharto, Presiden Ke-4 RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, hingga aktivis buruh Marsinah.
    Usulan itu datang dari berbagai kalangan, mulai dari tingkat kabupaten/kota hingga lembaga pusat.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Soeharto Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional, Cucu: Mohon Doa dan Restu

    3 Cucu Soeharto Harap Kakeknya Raih Gelar Pahlawan, Singgung Jasa 32 Tahun Nasional

    Cucu Soeharto Harap Kakeknya Raih Gelar Pahlawan, Singgung Jasa 32 Tahun
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com 
    – Danty Indriastuti Purnamasari, Cucu Presiden Ke-2 Republik Indonesia (RI) Soeharto, berharap agar kakeknya menerima gelar pahlawan dari pemerintah.
    Diketahui,
    Soeharto
    menjadi salah satu nama yang diusulkan untuk mendapatkan
    gelar pahlawan
    nasional. 
    “Jujur, kalau namanya sebagai cucu, kan pasti harapannya adalah, ya namanya kakek, saya maunya sih beliau mendapatkan gelar pahlawan,” kata Danty di NasDem Tower, Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (9/11/2025).
    Anak dari Siti Hardijanti Hastuti Rukmana atau Tutut Soeharto itu berpendapat bahwa kakeknya telah membangun Indonesia selama 32 tahun. Masyarakat Indonesia, kata dia, telah merasakan dampak pembangunan itu.
    “Jadi kita (masyarakat) harus mengapresiasikan itu juga,” tegas dia.
    Namun, Danty menyadari bahwa tidak sedikit orang menolak usulan pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto.
    “Namanya manusia juga tidak luput dari kesalahan. Tapi kan kita harus melihat beliau itu (dari) hal positifnya pun juga banyak gitu ya, dan banyak pembangunan itu dirasakan oleh masyarakat,” ungkapnya. 
    “Dulu kita pernah swasembada pangan, dulu ada Klompencapir sehingga para petani juga tahu harus seperti apa. Kalau namanya
    pro dan kontra
    , itu adalah hak setiap manusia,” tambah dia.
    Danty sendiri mengaku telah menerima kabar tentang pemberian gelar nasional terhadap sejumlah nama yang diusulkan pada 10 November 2025.
    “Kalau itu (undangan), hehehe, saya belum bisa jawab. Tapinya mohon doa restunya dari semua, mudah-mudahan ya Pak Harto mendapatkan gelar pahlawan,” jelas dia.
    Diberitakan sebelumnya, pemerintah kini tengah menggodok 40 nama yang diusulkan untuk mendapat gelar pahlawan nasional.
    Di antara deretan nama itu, beberapa mencuri perhatian publik. Di antaranya, Presiden Ke-2 RI Soeharto, Presiden Ke-4 RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, hingga aktivis buruh Marsinah.
    Usulan itu datang dari berbagai kalangan, mulai dari tingkat kabupaten/kota hingga lembaga pusat.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Dukung Komisi Reformasi Polri, Surya Paloh: Agar Polisi Lebih Baik

    Dukung Komisi Reformasi Polri, Surya Paloh: Agar Polisi Lebih Baik

    Dukung Komisi Reformasi Polri, Surya Paloh: Agar Polisi Lebih Baik
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ketua Umum (Ketum) Nasional Demokrat (NasDem), Surya Paloh, mendukung langkah Presiden Prabowo Subianto yang membentuk Komisi Reformasi Polri.
    Surya Paloh
    berpendapat, langkah tersebut telah diperhitungkan oleh sang Kepala Negara agar institusi Polri sesuai dengan harapan masyarakat.
    “Saya pikir itu sebuah kebijakan yang memang pasti telah dipikirkan terlebih dahulu oleh Presiden ya, untuk bagaimana sesuai dengan harapan,” kata Paloh usai kegiatan Fun Walk peringatan HUT ke-14
    NasDem
    di NasDem Tower, Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (9/11/2025).
    Surya Paloh menyampaikan, pembentukan
    Komisi Reformasi Polri
    juga diharapkan agar kepolisian lebih baik dari sebelumnya.
    “Agar (kepolisian) ada kemajuan yang lebih baik dalam memperkuat institusi Polri itu sendiri saya pikir,” ujarnya.
    Diberitakan sebelumnya, Presiden
    Prabowo Subianto
    melantik ketua dan anggota Komisi Reformasi Polri di Istana Merdeka, Jumat (7/11/2025).
    Adapun komisi ini dibentuk untuk menanggapi demo yang berkecamuk selama beberapa hari pada akhir Agustus 2025.
    “Tugas utama adalah mempelajari, mengkaji, dan memberikan rekomendasi kepada saya sebagai kepala negara, kepala pemerintah untuk mengambil tindakan-tindakan yang dibutuhkan,” kata Presiden Prabowo saat memberikan arahan di Istana Merdeka, Jumat.
    Jimly Asshiddiqie ditunjuk sebagai ketua merangkap anggota. Lalu Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra; Wakil Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Otto Hasibuan; Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian; dan Menteri Hukum Supratman Andi Agtas.
    Kemudian, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan periode 2019-2024, Mahfud MD; Penasihat Khusus Presiden bidang Keamanan, Ketertiban Masyarakat, dan Reformasi Kepolisian, Ahmad Dofiri; Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo; Kapolri 2019-2021 Idham Aziz; dan Kapolri 2015-2016 Badrodin Haiti.
    Pembentukan komisi ini tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 122/P Tahun 2025 tentang Pengangkatan Keanggotaan Komisi Percepatan Reformasi Kepolisian Negara Republik Indonesia yang ditetapkan pada 7 November 2025.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.