kab/kota: Garut

  • 4 Aksi Bejat Dokter Pelaku Pelecehan Seksual Terungkap di Awal Tahun 2025, Terbaru Dokter PPDS UI – Halaman all

    4 Aksi Bejat Dokter Pelaku Pelecehan Seksual Terungkap di Awal Tahun 2025, Terbaru Dokter PPDS UI – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Dalam kurun waktu dua bulan, yakni Maret hingga April 2025 ini, sudah ada tiga kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh seorang dokter.

    Aksi bejat para dokter tersebut dilakukan di tempat yang semestinya aman bagi para pasien untuk mendapatkan penyembuhan.

    Kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh para dokter itu terungkap di media sosial.

    Berikut telah dirangkum Tribunnews empat kasus pelecehan yang dilakukan oleh tiga dokter di awal tahun 2025 ini.

    1. Dokter Anestesi Priguna Anugerah Pratama

    Pertama adalah kasus dokter residen yang melakukan kekerasan seksual terhadap anak pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, pada 18 Maret 2025 lalu.

    Dokter tersebut diketahui bernama Priguna Anugerah Pratama (PAP), seorang mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Jurusan Anestesi Universitas Padjadjaran (Unpad).

    Adapun, korban yang menjadi korban rudapaksa pelaku tersebut diketahui berinisial FH (21).

    Dokter residen itu melakukan aksi bejatnya di salah satu ruangan lantai 7 gedung RSHS atau di ruangan baru.

    Saat itu, korban diketahui tengah menjaga ayahnya yang dirawat dan membutuhkan transfusi darah.

    Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jabar, Kombes Surawan menegaskan, korban ini tak tahu tujuan dari pelaku namun dibawa ke ruangan yang baru di RSHS.

    Pelaku kemudian mendekati korban dengan dalih melakukan pemeriksaan crossmatch, yakni kecocokan golongan darah untuk keperluan transfusi.

    Dokter residen itu kemudian menyuntikkan cairan yang diduga mengandung obat bius jenis Midazolam hingga korban tidak sadarkan diri.

    Pelaku ini memanfaatkan kondisi kritis ayah korban dengan dalih akan melakukan transfusi darah.

    “Korban berusia 21 tahun sedangkan pelaku 31 tahun. Awal kejadian pukul 17.00 WIB.”

    “Pelaku ini mau mentransfusi darah bapak korban karena kondisinya kritis, dan si pelaku meminta anaknya saja untuk melakukan transfusi,” ujarnya, Rabu (9/4/2025).

    Korban pun siuman beberapa jam kemudian dan mengaku merasa nyeri tidak hanya di bagian tangan bekas infus, tetapi juga di area kemaluan.

    Karena hal tersebut, korban pun langsung menjalani visum dan hasilnya menunjukkan adanya cairan sperma di kemaluannya.

    Berdasarkan hasil visum, kata Surawan, ditemukan sperma untuk diuji DNA dari alat vital korban serta alat kontrasepsi.

    Surawan pun mengatakan kondisi korban saat ini membaik meski sedikit trauma.

    Kasus ini pertama kali terungkap ke publik setelah diunggah akun Instagram @ppdsgram pada Selasa (8/4/2025) malam.

    Selain FH, diketahui ada dua orang lainnya yang menjadi korban rudapaksa Priguna, mereka merupakan pasien RSHS.

    Priguna menggunakan modus yang sama saat akan merudapaksa kedua korban tersebut.

    Atas perbuatannya itu, Priguna Anugerah Pratama dijerat dengan Pasal 6 C UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. 

    Dokter residen tersebut terancam hukuman penjara maksimal 12 tahun.

    Kemudian, karena perbuatannya itu berulang, polisi juga menerapkan Pasal 64 KUHP dengan hukuman 17 tahun penjara.

    Tak hanya itu saja, Surat Izin Praktik (SIP) milik Priguna dicabut pihak Konsil Kesehatan Indonesia (KKI) dan Surat Tanda Registrasi (STR) sebagai dokter juga turut dinonaktifkan.

    Untuk informasi, Priguna kini telah ditetapkan sebagai tersangka atas kasus rudapaksa tersebut dan terbukti memiliki kelainan seksual.

    2. Dokter Kandungan Muhammad Syafril Firdaus

    DOKTER KANDUNGAN GARUT – Sosok dokter kandungan di Garut yang viral di media sosial karena diduga melecehkan ibu hamil jadi sorotan. Beredar CCTV saat dokter tersebut diduga melecehkan pasien ketika USG kehamilan. Berikut telah dirangkum empat kasus pelecehan yang dilakukan oleh tiga dokter di awal tahun 2025 ini, dari dokter anestesi hingga spesialis kandungan. (ist/Instagram drg Mirza)

    Belum selesai kasus dokter anestesi PPDS itu, publik dihebohkan kembali dengan kasus pelecehan seksual dokter kandungan di Garut, Jawa Barat.

    Kasus tersebut viral di media sosial dan dokter itu diketahui bernama Muhammad Syafril Firdaus.

    Aksi dokter spesialis kandungan itu terekam CCTV, dia diduga melakukan hal tak senonoh terhadap pasiennya saat pemeriksaan USG.’

    Dalam rekaman video, dokter kandungan itu sedang mengecek kondisi kandungan pasien menggunakan alat USG di bagian perut.

    Tetapi, alat USG itu terus beralih ke bagian atas perut dan tangan kiri dokter itu memegang bagian atas perut korban, sampai diduga memegang bagian sensitif pasien tersebut.

    Adapun, rekaman video viral itu diunggah oleh drg. Mirza Mangku Anom, seorang Dokter Spesialis Konservasi Gigi.

    “Ini semua bukti aku punya lengkap lho, rekaman CCTV versi lengkap aku juga punya dan aku selalu kesel ngeliat yang begini-begini,” tulis dokter Mirza dalam unggahannya di Instagram.

    Namun, dari pihak Dinkes menyatakan bahwa kasus itu sudah terjadi pada 2024 lalu di klinik yang beralamat di Jalan Ahmad Yani, Kelurahan Pakuwon.

    Kepala Dinas Kesehatan Garut, Leli Yuliani mengatakan, dulu memang sempat ada laporan ke dinkes mengenai hal tersebut.

    Namun, katanya, kasus itu sudah diselesaikan secara kekeluargaan.

    Leli mengakui, pihaknya memang belum sempat melakukan pemeriksaan secara mental dan psikologis terhadap pasien itu.

    Pasalnya, pasien atau korban saat ini sudah tidak berada di Garut.

    Leli juga mengatakan bahwa terduga pelaku juga sudah tidak lagi praktik di klinik tersebut, dilihat dari sistem informasi sumber daya manusia dinas kesehatan.

    “(Sekarang) yang bersangkutan sudah tidak ada izin praktek satu pun di wilayah Kabupaten Garut,” ujar Leli kepada awak media melalui keterangan resminya, Selasa (15/4/2025), dikutip dari TribunJabar.id.

    Leli kemudian menegaskan bahwa terduga pelaku bukan aparatur sipil negara (ASN).

    Berdasarkan dari riwayat praktiknya, terduga pelaku pernah bekerja di beberapa fasilitas kesehatan.

    Di antaranya adalah Rumah Sakit Malangbong hingga beberapa klinik dan rumah sakit di Garut.

    Selain itu, dokter kandungan tersebut juga diketahui bukan orang asli Garut.

    “Yang bersangkutan juga bukan orang sini (Garut),” ungkap Leli.

    Sementara itu, Polres Garut mengetahui kejadian viral tersebut pada Senin (14/4/2025) malam. 

    “Kami telah menangani kasus ini dan masih dalam penyelidikan. Kami dapatkan infonya sejak Senin malam,” ujar Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Garut Ajun Komisaris, Joko Prihatin, Selasa (15/4/2025). 

    Tim gabungan dari Polda Jabar dan Polres Garut kemudian memeriksa tempat praktik dokter yang diduga menjadi pelaku pelecehan seksual itu.

    Kin, pelaku diketahui sudah diamankan. 

    “Jadi perlu saya informasikan bahwasanya untuk update terkini dari peristiwa di Garut, untuk dokter pelaku sudah diamankan,” ujarnya seperti dikutip dari Catatan Demokrasi yang tayang di TV One, Selasa.

    Kabid Humas Polda Jawa Barat Kombes Pol.Hendra Rochmawan mengatakan sang dokter dijerat dengan Pasal 6 B dan C dan atau Pasal Pasal 15 Ayat 1 Huruf B UU RI Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

    “Dengan ancaman hukumannya 12 tahun penjara dan denda Rp 300 juta,” ujarnya kepada wartawan saat jumpa pers kasus tersebut di Mapolres Garut, Kamis (17/4/2025), dikutip dari TribunPriangan.com.

    Hukuman itu bisa menjadi lebih berat jika semakin banyak korban yang bersedia melapor secara resmi. 

    Menurut Hendra, laporan formil dari para korban sangat dibutuhkan agar pihaknya dapat menjerat sang dengan hukuman yang maksimal.

    “Maka kami membuka layanan aduan, keamanan dan identitas pelapor akan kami jamin rahasianya,” ungkapnya.

    Kapolres Garut AKBP Fajar M Gemilang mengatakan bahwa hingga saat ini baru ada satu korban yang resmi melapor.

    Korban merupakan seorang wanita berusia 24 tahun berinisial AED 

    3. Dokter Persada Hospital Malang Berinisial AY

    Setelah dua kasus dokter di Bandung dan Garut tersebut, muncul lagi kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh dokter di Kota Malang, Jawa Timur.

    Adapun, informasi terkait kejadian itu diposting langsung oleh terduga korban yang merupakan seorang perempuan asal Bandung, Jawa Barat berinisial QAR (31).

    QAR menyatakan kejadian yang dialaminya itu terjadi dua tahun yang lalu atau tepatnya di bulan September 2022.

    “Pada bulan September itu, saya berangkat sendirian ke Malang buat liburan. Tetapi karena saya ini orangnya ringkih, akhirnya saya mengalami sakit,” jelasnya saat dikonfirmasi lewat telepon pada Rabu (16/4/2025), dikutip dari SuryaMalang.com.

    Setelah itu, QAR mencari informasi secara online tentang rumah sakit terbaik di Malang dan diarahkan ke salah satu rumah sakit swasta yang ada di Kecamatan Blimbing Kota Malang.

    “Lalu di tanggal 26 September 2022 sekira jam 01.00 WIB dini hari, saya menuju ke Persada Hospital dan masuk lewat Instalasi Gawat Darurat (IGD). Lalu, disitu saya ketemu dengan dokter berinisial AY dan diperiksa terus sempat diinfus,” terangnya.

    Dalam pemeriksaan itu, pasien QAR didiagnosa mengalami sinusitis dan vertigo berat serta harus dilakukan pemeriksaan rontgen, tapi hasilnya tidak langsung keluar.

    AY pun mengarahkan QAR ke bagian meja perawat dan diminta untuk memberikan nomor kontak WhatsApp, kemudian diperbolehkan meninggalkan rumah sakit.

    “AY ini bilang untuk menyerahkan nomor kontak WhatsApp (WA) ke meja suster. Alasannya, hasil rontgen akan dikirim oleh pihak rumah sakit ke nomor WA saya,” jelasnya.

    Namun, ternyata kondisinya tak membaik, dan di hari yang sama pada malam harinya, QAR kembali lagi ke rumah sakit tersebut lalu untuk diobservasi, kemudian dipindahkan ke ruangan kamar VIP.

    Lalu, pada keesokan harinya atau di tanggal 27 September 2022, hasil rontgennya telah keluar.

    Namun, QAR dibuat terkejut karena yang memberitahu lewat WhatsApp tentang hasil rontgen itu bukanlah nomor rumah sakit, melainkan nomor dari dokter AY tersebut.

    Awalnya, QAR berpikiran positif karena hanya sekedar mengabarkan hasil rontgen, tapi ternyata dokter AY justru semakin intens melakukan chat dan mengarah ke hal pribadi.

    “Di dalam chatnya, AY tanya kabar saya lalu tanya sudah tidur kah sambil juga menawarkan kopi. Tetapi chat itu tidak saya balas, karena saya merasa dokter kok seperti ini,” ucapnya.

    Ketika menjalani rawat inap tersebut, tiba-tiba dokter AY melakukan kunjungan ke kamar sambil membawa stetoskop.

    Padahal di saat itu, QAR sedang dijenguk oleh temannya, lalu temannya itu berpamitan pulang.

    Di saat itulah, gelagat aneh itu mulai terlihat, diawali ketika dokter AY menutup seluruh gorden kamar inap lalu menyuruh QAR membuka baju rawat inapnya.

    “Alasannya mau diperiksa dan meski sudah tidak nyaman, tapi masih menuruti. Setelah itu, AY menyuruh saya buka bra,”

    “Dari situ saya mulai berpikir, kok jadi seperti ini dan hal itu membuat saya bingung sekaligus ketakutan. Akhirnya, saya menuruti dan membuka bra,” bebernya.

    Selanjutnya, ia melakukan pemeriksaan dengan cara menempelkan stetoskop ke bagian dada kiri dan kanan sekaligus terus menyenggol bagian payudara dari QAR.

    Lalu tidak lama kemudian, si AY mengeluarkan handphone-nya.

    “Saya bilang, ngapain dok kok mengeluarkan HP. Si AY menjawab mau balas WA teman, jadi posisinya tangan kanan masih pegang stetoskop menempel di dada kanan saya dan tangan satunya memegang HP,”

    “Tetapi, posisi HP nya itu berada tepat mengarah ke dada saya. Langsung saya tarik baju ke atas dan menutup bagian dada, dan saya bilang ke AY mau tidur istirahat,” bebernya.

    Setelah itu, AY menghentikan perbuatannya dan langsung keluar kamar.

    Kemudian, keesokan harinya, QAR diperbolehkan pulang karena kondisi yang sudah membaik.

    Atas kejadian tersebut, QAR pun membuat laporan ke Polresta Malang Kota pada Jumat (18/4/2025).

    “Pada hari ini, kami bersama korban akan membuat laporan di Polresta Malang Kota,” jelas Kuasa hukum QAR, Satria Marwan, dikutip dari SuryaMalang.com.

    Untuk diketahui, QAR bukanlah warga Malang, ia menyempatkan diri datang ke Malang dari Jawa Barat untuk membuat laporan polisi tersebut.

    Sementara itu, Satreskrim Polresta Malang Kota menyatakan siap menerima laporan dari QAR.

    Kasat Reskrim Polresta Malang Kota, Kompol Muhammad Soleh mengatakan, setelah laporan diterima, akan segera dilakukan proses ke tahap penyelidikan.

    “Silahkan, segera melapor ke kami. Kami siap menerima laporannya dan selanjutnya kami proses ke tahap penyelidikan,” pungkasnya.

    Hingga saat ini, diketahui bahwa pihak Persada Hospital Malang masih melakukan penyelidikan internal untuk mendalami kejadian dugaan pelecehan seksual tersebut.

    Sebagai langkah awal, pihak manajemen rumah sakit pun telah mengambil sikap tegas. Yaitu menonaktifkan dokter AY selama proses persidangan etik dan disiplin yang dijalaninya.

    4. Dokter PPDS UI Berinisial 

    Terbaru, ada kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh dokter Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Indonesia (UI) inisial MAES (39).

    MAES diduga melakukan pelecehan seksual terhadap mahasiswi Praktik Kerja Lapangan (PKL), inisial SSS, pada Selasa (15/4/2025).

    Kapolres Metro Jakarta Pusat, Kombes Pol Susatyo Purnomo Condro membenarkan pihaknya menerima laporan korban terkait kasus tersebut. 

    Menurutnya, status kasus masih dalam proses penyelidikan untuk menentukan ada atau tidaknya unsur pidana.

    “Saat ini dalam penyelidikan, empat saksi sudah diperiksa,” kata Susatyo saat dikonfirmasi, Jumat (18/4/2025).

    Namun, Susatyo belum mengungkapkan saksi-saksi yang telah diperiksa. 

    Dari informasi yang beredar, pelaku diam-diam merekam seorang mahasiswi yang sedang mandi di sebuah indekos di Gg. Pancing No. 5 Kel. Rawasari, Kec. Cempaka Putih Jakarta Pusat, pada Selasa (15/4/2025).

    Saat itu, korban melihat ada tangan yang memegang ponsel dari arah ventilasi kamar mandi.

    Sebelum berteriak, mahasiswi itu sempat memegang tangan pelaku yang sedang mengabadikan momen di kamar mandi itu, hingga membuat situasi di kamar kos mendadak geger. 

    Atas kejadian tersebut, korban bersama pihak indekos melaporkannya ke pihak berwajib. 

    Sekarang ini, pelaku diketahui sudah ditetapkan sebagai tersangka.

    Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat, AKBP Muhammad Firdaus mengatakan, kini MAES telah ditahan di Polres Metro Jakarta Pusat.

    “Penyidik sudah melakukan penahanan terhadap tersangka,” katanya, Jumat.

    Firdaus mengungkapkan, akibat kejadian tersebut, korban mengalami trauma.

    “Terlapor dengan sengaja merekam pelapor yang sedang mandi dengan menggunakan handphone milik pribadi sehingga pelapor merasa dirugikan dan trauma,” tuturnya.

    Sementara itu, Kapolres Metro Jakarta Pusat, Kombes Susatyo Purnomo Condro mengatakan bahwa MAES dijerat dengan pasal tentang pornografi.

    MAES pun terancam hukuman 12 tahun penjara akibat perbuatannya tersebut.

    Susatyo juga mengatakan tersangka sudah ditahan sejak Kamis (17/4/2025) kemarin.

    “Ditahan mulai tanggal 17 April 2025. Terhadap tersangka diterapkan Pasal 29 jo. Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 35 juncto Pasal 9 UU RI Nomor 44 tahun 2008 ttg Pornografi ancaman pidana penjara paling lama 12 tahun,” katanya, dikutip dari Kompas.com.

    Terkait dengan kasus ini, Susatyo mengungkapkan, pihaknya akan merilis lebih lengkap terkait kasus ini pada Senin (21/4/2025) pekan depan.

    “Lebih jelasnya, Senin akan dirilis ya,” tuturnya.

    Sebagian artikel ini telah tayang di SuryaMalang.com dengan judul Viral Dokter Rumah Sakit Swasta di Malang Diduga Lakukan Tindakan Cabul ke Pasien

    (Tribunnews.com/Rifqah/Endra/Yohanes Listyo) (TribunJabar.id/Muhamad Nandri) (SuryaMalang.com/Kukuh Kurniawan) (TribunPriangan.com/Sidqi Al Ghifari) (Kompas.com)

  • Persada Hospital Nonaktifkan Dokter Terduga Pelaku Pelecehan Pasien

    Persada Hospital Nonaktifkan Dokter Terduga Pelaku Pelecehan Pasien

    Malang, Beritasatu.com – Manajemen Persada Hospital Kota Malang, Jawa Timur, menonaktifkan dokter AY, terduga pelaku pelecehan seksual terhadap pasiennya yang berinisial Q (32).

    Q diketahui sebagai konten kreator asal Garut, Jawa Barat.

    Supervisor Humas Persada Hospital Sylvia Kitty Simanungkalit menjelaskan, pihaknya telah melakukan penyelidikan internal terkait kasus tersebut.

    Menurutnya, proses penyelidikan dilakukan secara transparan dan melibatkan pihak yang berwenang.

    “Sejalan dengan komitmen kami terhadap etika dan profesionalisme, beliau telah dinonaktifkan sementara dari pelayanan rumah sakit sambil menunggu proses hukum yang sedang berjalan,” jelasnya, Jumat (18/4/2025).

    Sylvia mengaku prihatin dan menyayangkan dugaan pelecehan seksual tersebut.

    Namun, Sylvia menekankan bahwa pelanggaran etika dalam bentuk apa pun tidak akan ditoleransi di lingkungan Persada Hospital.

    “Kami berkomitmen untuk menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi seluruh pasien. Untuk itu, kami memastikan bahwa setiap pemeriksaan dokter selalu didampingi oleh perawat, sehingga standar keamanan dan kenyamanan dapat terjaga dengan optimal,” tegasnya.

    Selain itu, Persada Hospital dengan tegas menolak segala bentuk pelanggaran etika terhadap pasien di seluruh jaringan rumah sakitnya.

    Sejalan dengan nilai-nilai perusahaan, rumah sakit turut menjunjung tinggi profesionalisme seluruh tenaga medis maupun nonmedis di lingkungannya.

    “Kami selalu menjaga integritas dan kepercayaan publik dengan menerapkan standar tinggi dalam setiap aktivitas pelayanan medis,” tutur Sylvi.

    Persada Hospital, kata dia, telah berkoordinasi dan memberikan dukungan sepenuhnya kepada pihak kepolisian untuk mengusut tuntas kasus ini.

    “Kami percaya bahwa proses hukum adalah mekanisme yang tepat untuk mencapai keadilan. Bilamana terbukti, maka manajemen Persada Hospital akan mengambil tindakan tegas dengan memberhentikan secara tidak hormat dan akan menyerahkan masalah ini menurut aturan hukum yang berlaku maupun disiplin tenaga kesehatan,” pungkasnya.

    Pihaknya juga mengimbau kepada seluruh pihak agar tidak ragu melaporkan setiap bentuk pelanggaran etika yang dialami.

    Diketahui, dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh dokter AY itu terjadi pada September 2022 lalu.

    Namun, korban Q baru berani melaporkan kejadian yang dialaminya pada April 2024.

    Korban mengaku merasa bahwa pelaku mengambil foto bagian tubuhnya saat pemeriksaan berlangsung.

    Selain itu, korban juga sempat dimintai nomor telepon dengan alasan untuk keperluan pengiriman hasil pemeriksaan, tetapi pelaku justru komunikasi di luar konteks kesehatan.

    Ketika korban kembali drop dan dirawat di Persada Hospital, saat itu juga korban mengalami tindakan asusila oleh dokter berinisial AY.

  • Ramai Kasus Pelecehan, Komisi III DPR Minta Korban Jangan Malu Melapor, Polisi Harus Cepat Respons

    Ramai Kasus Pelecehan, Komisi III DPR Minta Korban Jangan Malu Melapor, Polisi Harus Cepat Respons

    JAKARTA – Anggota Komisi III DPR RI, Gilang Dhielafararez menyoroti maraknya kasus kekerasan seksual belakangan ini, termasuk dugaan pelecehan oleh seorang dokter kandungan di Garut, Jawa Barat. Ia pun mengimbau setiap korban kekerasan seksual untuk melapor dan mendorong Polisi untuk cepat merespons.

    Gilang mengatakan, peristiwa pencabulan di layanan kesehatan sungguh sangat mencederai rasa aman rakyat. Menurutnya, kasus pelecehan yang lagi-lagi melibatkan oknum dokter itu bukan sekadar kasus kriminal, namun insiden ini juga menjadi bukti lemahnya sistem perlindungan bagi masyarakat.

    “Tempat yang seharusnya memberikan pelayanan kesehatan, malah justru menjadi tempat perlakuan tidak nyaman kepada pasien. Bagaimana rakyat bisa merasa sejahtera jika mereka tidak merasa aman di tempat yang harusnya memberikan kesembuhan,” ujar Gilang Dhielafararez, Kamis, 17 April.

    “Dan kita harapkan pengusutan kasus ini dapat berjalan secara profesional dan transparan. Apabila yang bersangkutan terbukti bersalah, harus diberikan sanksi pidana yang setimpal,” sambungnya.

    Gilang menegaskan, negara harus hadir secara tegas dalam menjamin ruang-ruang publik bebas dari kekerasan. Terutama kepada perempuan dan anak sebagai kelompok yang paling sering menjadi korban kekerasan seksual.

    “Ketika rakyat yang datang untuk berobat justru menjadi korban pelecehan, itu adalah pengkhianatan terhadap mandat pelayanan publik. Pemerintah harus introspeksi, bagaimana mungkin pelaku bisa berpraktik sekian lama tanpa ada pengawasan atau pengaduan yang ditindaklanjuti?,” kata Gilang.

    Anggota komisi yang membidangi hukum itu juga menyoroti perlunya evaluasi sistem pengawasan dan sanksi terhadap tenaga medis yang melanggar etika dan hukum. Gilang mendorong Kementerian Kesehatan untuk segera membentuk mekanisme aduan cepat dan responsif agar masyarakat tidak takut melapor.

    “Saya khawatir ini bukan kasus tunggal. Tapi kalau negara tidak hadir memberikan perlindungan dan pendampingan pada korban, akan makin banyak pelaku yang bebas berkeliaran, dan makin banyak rakyat yang kehilangan kepercayaan pada sistem,” kata Legislator PDIP dari Dapil Jawa Tengah II itu.

    Gilang juga mendorong semua pihak untuk tidak hanya mengecam, tapi melakukan pembenahan menyeluruh terhadap sistem layanan kesehatan yang masih rawan disalahgunakan oleh oknum tidak bertanggung jawab.

    “Negara tidak boleh kalah oleh pelaku-pelaku yang mencederai kepercayaan rakyat. Kesejahteraan itu dimulai dari rasa aman dan bermartabat. Itu yang harus kita jaga bersama,” tegas Gilang.

    Lebih lanjut, Gilang mengajak masyarakat agar selalu mengawal kasus-kasus kekerasan seksual yang semakin menjadi. Menurutnya, hal ini perlu agar kasus-kasus lama tidak terlupakan dan bisa diusut tuntas oleh aparat.

    Misalnya kasus pencabulan anak di bawah umur yang dilakukan mantan Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman, lalu pelecehan sejumlah mahasiswa oleh guru besar Fakultas Farmasi UGM.

    Kemudian pemerkosaan yang dilakukan dokter peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Padjadjaran terhadap keluarga pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung, hingga dugaan pelecehan yang dilakukan dokter kandungan di Garut dan pelecehan oknum guru kepada belasan siswi SD di Depok.

    Kasus kekerasan seksual juga banyak terjadi di layanan fasilitas umum seperti di fasilitas kesehatan dan yang terbaru adalah pelecehan di fasilitas transportasi massal yang menimpa penumpang KRL. Gilang menyatakan, tidak boleh ada toleransi sedikitpun untuk tindak kekerasan seksual.

    “Dan saya mengajak masyarakat untuk mengawal setiap kasus kekerasan seksual hingga tuntas agar tidak terlupakan begitu ada kasus yang baru. Kita harus tetap mengawal bersama sampai korban mendapatkan keadilan,” kata Gilang.

    “Termasuk dalam kasus mantan Kapolres Ngada, penegak hukum berkewajiban untuk terus meng-update sampai mana kemajuan kasusnya. Ini berlaku untuk semua kasus kejahatan seksual,” tambah Anggota BKSAP DPR itu.

    Gilang pun mendorong agar para korban kekerasan seksual untuk segera melaporkan kejadian yang dialaminya kepada aparat penegak hukum.

    “Jika ada yang menjadi korban pelecehan, jangan malu dan takut untuk melapor. Komnas perempuan juga harus bisa memfasilitasi para korban, karena kebanyakan korban malu untuk melapor apa yang dialaminya,” ucapnya.

    “Kalau perlu polisi jemput bola. Polisi juga harus cepat merespons aduan korban pelecehan, jangan bertele-tele apalagi sampai menormalisasi kekerasan seksual dan justru malah menyalahkan atau menyudutkan korban. Karena ini yang sering terjadi dan membuat korban kekerasan seksual enggan melapor,” lanjut Gilang.

    Sejalan dengan itu, Gilang menyoroti masih belum optimalnya implementasi Undang-Undang No 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Hal ini lantaran belum semua aturan turunan UU TPKS diterbitkan Pemerintah.

    “Padahal dalam amanat UU tersebut, aturan turunan UU TPKS harus terbit semua dua tahun sejak UU diundangkan, yang artinya adalah semua aturan turunan UU TPKS harus sudah ada maksimal tahun 2024 agar dapat diimplementasikan dengan efektif,” kata Gilang.

    Untuk diketahui, hingga kini baru 4 dari 7 peraturan pelaksana dari UU TPKS yang ditetapkan pemerintah. Masih tersisa 3 aturan yang belum disahkan yakni Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Dana Bantuan Korban TPKS; RPP Pencegahan, Penanganan, Pelindungan, dan Pemulihan Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RPP 4PTPKS); dan Rancangan Perpres (RPerpres) Kebijakan Nasional Pemberantasan TPKS.

    Menurut Gilang, belum terbitnya semua peraturan turunan tersebut menjadi hambatan dalam implementasi UU TPKS di lapangan.

    “Peraturan turunan sangat penting karena menjadi pedoman teknis dalam pelaksanaan UU, termasuk pada UU TPKS. Kita harap pemerintah segera merampungkan penyusunan aturan turunan UU TPKS yang belum diterbitkan,” katanya.

    Gilang juga mendukung adanya Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) di setiap wilayah guna memberikan pendampingan kepada korban kekerasan seksual. Unit ini dapat dibentuk bila sudah ada aturan teknisnya.

    “Dengan begitu ada unit khusus untuk memberikan pendampingan bagi korban kekerasan seksual di setiap daerah. Kita minta pemerintah segeralah menyelesaikan aturan-aturan teknis ini,” tutup Gilang.

  • Korban Dokter Kandungan Cabul di Garut Disebut Bisa Bertambah, Ini Kata Polisi – Halaman all

    Korban Dokter Kandungan Cabul di Garut Disebut Bisa Bertambah, Ini Kata Polisi – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Dokter kandungan cabul di Garut, Jawa Barat, M Syafril Firdaus alias MSF telah ditetapkan sebagai tersangka.

    Ia jadi tersangka setelah seorang wanita melaporkannya atas kasus kekerasan seksual.

    MSF juga sebelumnya viral di media sosial setelah melecehkan seorang ibu hamil.

    Kasat Reskrim Polres Garut, AKP Joko Prihatin menuturkan, tak menutup kemungkinan korban dari MSF bisa bertambah.

    “Kemungkinan korban akan bertambah,” ungkapnya, dikutip dari TribunJabar.id.

    Diketahui, MSF disangkakan Pasal 6 B dan C dan atau Pasal 15 Ayat 1 Huruf B UU RI Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

    “Dengan ancaman hukumannya 12 tahun penjara dan denda Rp 300 juta,” ujar Kabid Humas Polda Jawa Barat, Kombes Hendra Rochmawan.

    Meski terancam 12 tahun penjara, tapi Syafril bisa mendapatkan hukuman lebih berat apabila makin banyak korban yang bersedia melapor secara resmi.

    Mengutip TribunJabar.id, menurut Hendra, laporan dari para korban sangat dibutuhkan supaya pihak kepolisian bisa menjerat tersangka dengan hukuman yang maksimal.

    “Maka kami membuka layanan aduan. Keamanan dan identitas pelapor akan kami jamin rahasianya,” ungkapnya.

    AKBP Fajar Gemilang, Kapolres Garut mengatakan, hingga saat ini baru ada satu orang yang melapor.

    Pelapor yakni seorang wanita berinisial AED (24).

    Kasus AED ini bermula ketika korban berkonsultasi mengenai suntik vaksin gonore.

    “Awalnya memang korban ini berkonsultasi ke klinik tempat tersangka bekerja, kemudian tersangka memberikan resep obat dan menjadwalkan suntik vaksin gonore,” ujarnya, Kamis (17/4/2025).

    Dikutip dari TribunJabar.id, tiga hari berselang, tersangka mendatangi rumah orang tua korban untuk menyuntikkan vaksin.

    Syafril, lanjut Fajar datang menggunakan layanan ojek online.

    Setelah menyuntikkan vaksin tersebut, tersangka meminta korban untuk mengantarnya ke kos.

    “Saat sampai korban menyerahkan uang pembayaran vaksin kemudian ditolak oleh tersangka, tersangka meminta korban menyerahkannya di dalam kos.” 

    “Keduanya kemudian masuk, tersangka lalu mengunci kamar kos dan melakukan perbuatannya dengan mendorong korban ke kasur,” jelasnya.

    Korban pun berhasil melawan dan melarikan diri dari kos tersebut.

    Tak terima, korban pun melaporkan tindakan tersangka ke polisi.

    Pihak kepolisian lantas memeriksa 10 saksi hingga akhirnya tersangka ditangkap.

    Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul Dokter Kandungan Garut Jadi Tersangka, Polisi Sebut Korban Kemungkinan Bertambah

    (Tribunnews.com, Muhammad Renald Shiftanto)(TribunJabar.id, Sidqi Al Ghifari)

  • Standar Pemeriksaan Kehamilan ke Spesialis Kandungan, Dokter Tak Boleh Hanya Berdua dengan Pasien – Halaman all

    Standar Pemeriksaan Kehamilan ke Spesialis Kandungan, Dokter Tak Boleh Hanya Berdua dengan Pasien – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Kolegium Obstetri dan Ginekologi (Kolegium Obgin) Kesehatan Indonesia (KKI) Ivan Rizal Sini mengungkapkan, Standar Operasional Pemeriksaan (SOP) pelayanan kesehatan bagi ibu yang ingin memeriksa kehamilannya pada dokter kandungan.

    Hal ini merespons kasus dokter kandungan di Garut yang melecehkan pasien saat melakukan Ultrasonografi atau USG.

    Ia mengatakan, pemeriksaan di dokter kandungan erat berkaitan dengan hal yang sensitif, karena itu dokter kandungan tidak boleh hanya berdua oleh pasien.

    Pemeriksaan harus melibatkan pendamping tenaga medis atau chaperone.

    Ivan menyebut, keberadaan chaperone merupakan standar minimal yang tidak hanya berlaku pada pemeriksaan obgyn melainkan dalam semua pemeriksaan umum kedokteran.

    “Chaperone ini pendamping medis. Pendamping harus ada baik saat dokter memeriksa sama jenis kelaminnya atau berlawanan jenis. Keberadaan perawat sebagai pendamping itu adalah merupakan hal yang sangat mandatori dalam hal ini,” tutur dia yang hadir via zoom dalam konferensi pers KKI di Jakarta, Kamis (17/4/2025).

    Lebih jauh dekan fakultas kedokteran IPB ini menekankan, setiap dokter atau petugas kesehatan yang akan melakukan pemeriksaan maupun tindakan akan menjelaskan hal-hal yang berkaitan kepada pasien.

    Dalam hal ini antara dokter dengan pasien terbina berdasarkan hubungan kepercayaan, tetapi kepercayaan itu diterjemahkan dalam bentuk macam-macam.

    Seperti pasien menyerahkan informasi medis kepada dokter, dimana terkadang ada informasi yang sangat personal.

    “Apalagi kalau untuk pemeriksaan yang sifatnya fisik ada izin itu baik itu secara verbal maupun secara written consent itu memang diperlukan. Maaf ibu saya periksa. Dari pemeriksaan itu harus dibina dari kepercayaan yang dibangun oleh dokter dan juga pasien,” jelas dr Ivan.

     

  • 1
                    
                        Fakta Baru Pelecehan Seksual Dokter MSF di Garut: Kasus Beda di Kosan, Pengakuan 4 Kali
                        Bandung

    1 Fakta Baru Pelecehan Seksual Dokter MSF di Garut: Kasus Beda di Kosan, Pengakuan 4 Kali Bandung

    Fakta Baru Pelecehan Seksual Dokter MSF di Garut: Kasus Beda di Kosan, Pengakuan 4 Kali
    Editor
    KOMPAS.com
    – Kasus dugaan
    pelecehan seksual
    yang melibatkan tersangka
    dokter kandungan
    M
    Syafril Firdaus
    alias
    MSF
    menjadi sorotan.
    Fakta baru terungkap dalam konferensi pers Polres
    Garut
    yang mengungkap aksi pelecehan seksual yang terjadi di
    kamar kos
    pribadi MSF di kawasan Tarogong Kidul, Garut.
    Karena pelecehan tersebut pula, MSF telah ditetapkan menjadi tersangka. 
    “Atas nama pelapor inisialnya AED, TKP kekerasan seksual ini tempatnya di kamar kos tersangka,” ujar Kabid Humas Polda Jawa Barat, Kombes Hendra Rochmawan, dalam keterangan pers di Mapolres Garut, Kamis (17/4/2025).
    Informasi ini sekaligus memperluas lingkup penyelidikan karena berbeda dengan yang sebelumnya masyarakat ketahui, yakni dugaan pelecehan seksual dari video viral yang memperlihatkan tindakan pemeriksaan MSF terhadap pasien perempuan di sebuah klinik.
    Ternyata, ada kasus lain, yakni dugaan tindak pidana kekerasan seksual yang terjadi di luar fasilitas kesehatan.
    Kronologi Peristiwa
    Kronologi peristiwa bermula ketika korban, AED (24), menghubungi MSF melalui aplikasi pesan WhatsApp untuk berkonsultasi mengenai gangguan keputihan.
    Setelah pemeriksaan dilakukan di klinik pada 22 Maret 2025, MSF menyarankan vaksinasi tambahan senilai Rp 6 juta, yang kemudian disuntikkan di rumah orangtua korban.
    Namun, kejadian tak terduga terjadi setelah proses vaksinasi.
    Saat korban hendak pergi mengendarai motor, MSF yang datang menggunakan ojek
    online
    meminta untuk diantar karena arah mereka sejalan. Korban pun menyetujui.
    Di depan kamar kos MSF, korban ingin menyerahkan uang pembayaran, tetapi MSF menolak transaksi dilakukan di luar.
    Ia mengajak korban masuk ke dalam kamar kos dengan alasan tidak enak transaksi dilihat orang.
    MSF kemudian menarik tangan korban, menutup pintu, dan menguncinya.
    Ketegangan meningkat saat korban menyatakan akan melaporkan perbuatannya ke polisi.
    MSF justru mendorong korban hingga jatuh di kasur, lalu memegangi kedua tangannya dan melakukan pelecehan seksual.
    Korban melawan dengan menendang tersangka dan segera melarikan diri.
    Kombes Hendra menegaskan MSF kini telah dijerat dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
    “Ancaman hukumannya paling lama 12 tahun penjara dan denda sebesar Rp 300 juta,” katanya.
    4 Kali Lakukan Pelecehan
    Tersangka MSF mengaku empat kali melakukan perbuatan pelecehan seksual. Pengakuan ini disampaikan MSF dalam pemeriksaan awal oleh penyidik Polres Garut.
    “Dari hasil pemeriksaan sementara, pelaku mengakui sekitar empat kali dari hasil pemeriksaan sementara, tetapi kami masih mendalami,” ujar Kapolres Garut AKBP Mochamad Fajar Gemilang saat konferensi pers di Aula Mapolres Garut, Kamis (17/4/2025) pagi.
    Fajar menambahkan, penyidik masih terus mendalami kasus ini dan membuka kemungkinan bertambahnya jumlah korban, baik yang mengalami pelecehan di tempat praktik MSF maupun di luar.
    “Kami masih mendalami tentu dengan berjalannya waktu dan nanti korban-korban yang akan melaporkan akan memeriksa kembali, berapa korban yang mendapatkan kekerasan seksual ini, baik di fasilitas kesehatan maupun di luar,” katanya.
    Sementara itu, Kabid Humas Polda Jawa Barat Kombes Hendra Rochmawan mengimbau masyarakat dan pegiat media sosial untuk menjaga privasi korban serta mendukung proses hukum yang berjalan.
    (Penulis Kontributor Garut Kompas.com: Ari Maulana Karang)
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Korban Dokter Kandungan Cabul di Garut Disebut Bisa Bertambah, Ini Kata Polisi – Halaman all

    Tak hanya 12 Tahun Penjara, Hukuman Dokter Kandungan Cabul di Garut Bisa Lebih Berat – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Dokter kandungan cabul Syafril Firdaus alias MSF di Garut, Jawa Barat jadi tersangka atas kasus pencabulan.

    Ia disangkakan Pasal 6 B dan C dan atau Pasal 15 Ayat 1 Huruf B UU RI Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

    “Dengan ancaman hukumannya 12 tahun penjara dan denda Rp 300 juta,” ujar Kabid Humas Polda Jawa Barat, Kombes Hendra Rochmawan.

    Meski terancam 12 tahun penjara, namun Syafril bisa mendapatkan hukuman lebih berat apabila makin banyak korban yang bersedia melapor secara resmi.

    Mengutip TribunJabar.id, menurut Hendra, laporan dari para korban sangat dibutuhkan supaya pihak kepolisian bisa menjerat tersangka dengan hukuman yang maksimal.

    “Maka kami membuka layanan aduan. Keamanan dan identitas pelapor akan kami jamin rahasianya,” ungkapnya.

    AKBP Fajar m Gemilang selaku Kapolres Garut mengatakan, hingga saat ini baru ada satu orang yang melapor.

    Pelapor yakni seorang wanita berinisial AED (24).

    Kasus AED ini bermula ketika korban berkonsultasi mengenai suntik vaksin gonore.

    “Awalnya memang korban ini berkonsultasi ke klinik tempat tersangka bekerja, kemudian tersangka memberikan resep obat dan menjadwalkan suntik vaksin gonore,” ujarnya, Kamis (17/4/2025).

    Dikutip dari TribunJabar.id, tiga hari berselang, tersangka mendatangi rumah orang tua korban untuk menyuntikkan vaksin.

    Syafril, lanjut Fajar datang menggunakan layanan ojek online.

    Setelah menyuntikkan vaksin tersebut, tersangka meminta korban untuk mengantarnya ke kos.

    “Saat sampai korban menyerahkan uang pembayaran vaksin kemudian ditolak oleh tersangka, tersangka meminta korban menyerahkannya di dalam kos.” 

    “Keduanya kemudian masuk, tersangka lalu mengunci kamar kos dan melakukan perbuatannya dengan mendorong korban ke kasur,” jelasnya.

    Korban pun berhasil melawan dan melarikan diri dari kos tersebut.

    Tak terima, korban pun melaporkan tindakan tersangka ke polisi.

    Pihak kepolisian lantas memeriksa 10 saksi hingga akhirnya tersangka ditangkap.

    Polisi Kontak Influencer

    Sebagai langkah lanjutan, pihak Polda Jabar juga menghubungi sejumlah influencer yang berkaitan dengan informasi jumlah korban.

    Namun, langkah Polda Jabar masih belum mendapat jawaban.

    “Kami menyampaikan kepada seluruh masyarakat untuk bisa menjaga privasi korban, karena di sini ketika dia sudah menjadi korban kekerasan seksual, juga menjadi korban sosial di media sosial,” ujar Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Hendra, Kamis (14/4/2025).

    Hendra mengatakan bahwa hukum dalam kasus ini bergantung pada keberanian korban untuk melapor secara resmi.

    “Bagi masyarakat yang merasa menjadi korban, kami harap bisa melapor,” ungkapnya.

    Ia menuturkan, tim Polda Jabar juga sudah menghubungi sejumlah akun media sosial yang berkaitan dengan kasus kekerasan seksual ini.

    “Terkait hal ini, tim kami sudah melakukan profiling dan menghubungi pemilik akun melalui pesan langsung. Unit PPA dan tim siber Polda juga telah mencoba menjalin komunikasi, tapi sampai sekarang belum ada tanggapan atau timbal balik dari mereka,” ucap Hendra, dikutip dari TribunJabar.id.

    Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul Dokter Kandungan di Garut Terancam Hukuman Lebih Berat, Saat Ini Baru Satu Korban yang Melapor

    (Tribunnews.com, Muhammad Renald Shiftanto)(TribunJabar.id, Sidqi Al Ghifari)

  • Polisi Duga Lebih dari Satu Korban Dokter Kandungan Cabuli Pasien di Garut

    Polisi Duga Lebih dari Satu Korban Dokter Kandungan Cabuli Pasien di Garut

    GARUT – Kepolisian Resor (Polres) Garut terus melakukan pendalaman kasus oknum dokter spesialis kandungan yang mencabuli pasiennya di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Pendalaman dilakukan lantaran terindikasi perbuatan terduga pelaku dilakukan beberapa kali dan korbannya banyak.

    “Kita masih mendalami, tentu dengan berjalannya waktu, dan nanti korban-korban yang akan melaporkan akan memeriksa kembali berapa korban,” kata Kepala Kepolisian Resor Garut AKBP Mochamad Fajar Gemilang saat jumpa pers penetapan tersangka seorang dokter kasus asusila terhadap pasien di Markas Polres Garut, Kamis 17 April, disitat Antara.

    Ia menuturkan, Polres Garut saat ini sudah menetapkan oknum dokter inisial MSF (33) warga Bandung sebagai tersangka dalam kasus kejahatan seksual terhadap seorang pasien perempuan di Kabupaten Garut.

    Hasil pemeriksaan sementara terhadap tersangka, kata dia, sudah empat kali melakukan perbuatan asusila terhadap pasiennya, pengakuannya itu masih terus didalami, termasuk korbannya.

    “Dari hasil pemeriksaan sementara pelaku hanya mengakui sekitar empat kali dari hasil pemeriksaan sementara,” katanya.

    Ia menegaskan, pemeriksaan lebih dalam lagi itu untuk mengetahui berapa banyak korban yang menjadi kejahatan seksualnya, kemudian dilakukan di mana saja apakah di tempat fasilitas kesehatan atau ada tempat lain.

    “Berapa korban yang telah mendapatkan kekerasan seksual ini baik di tempat fasilitas kesehatan, maupun di luar fasilitas kesehatan,” katanya.

    Ia mengungkapkan, terkait pasien yang pernah menjadi korbannya diketahui banyak, namun untuk bersedia memberikan laporan secara resmi baru satu orang.

    Korban yang berani lapor itu, kata dia, terkait kasus pelecehan seksual yang dilakukan dokter di rumah kontrakannya pada 24 Maret 2025, sedangkan pasien lain yang menjadi korbannya belum memberikan laporan.

    “Banyak korban, namun yang membuat laporan secara tertulis baru satu, ada satu lagi korban, namun yang bersangkutan masih belum bersedia untuk dibuatkan laporan polisi, jadi masih berupa pemeriksaan saksi,” katanya.

    Polres Garut sebelumnya melakukan penyelidikan terkait sebaran video rekaman CCTV yang menayangkan dugaan pelecehan seksual oleh dokter terhadap pasien di sebuah klinik di Garut Kota.

    Jajaran Polres Garut kemudian mengamankan dokter yang ada dalam video tersebut, kemudian dilakukan pemeriksaan, dan diketahui ada kejadian dan korban lainnya sampai akhirnya ditetapkan sebagai tersangka.

    Kapolres mengimbau masyarakat yang pernah menjadi korban pelecehan maupun kejahatan seksual oleh dokter tersebut untuk segera lapor ke Polres Garut agar dapat ditindaklanjuti.

    “Para korban yang lainnya untuk dapat melaporkan hal ini kepada kepolisian,” katanya.

    Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kabupaten Garut dr Rizki Safaat menyatakan, pihaknya sudah menindaklanjuti terkait etik profesi dokter yang diduga dilakukan oleh dokter inisial MSF, termasuk masalah izin praktiknya di Garut.

    Adanya kejadian tersebut, kata dia, maka IDI Garut menyerahkan proses hukum sepenuhnya kepada kepolisian untuk ditindaklanjuti sesuai aturan hukum yang berlaku apalagi perbuatan tersebut sudah mencoreng profesi dokter.

    “Kami menyatakan rasa keprihatinan yang mendalam dan dukungan moril terhadap para korban pelecehan seksual ini, serta mengutuk perbuatan tercela yang dilakukan oleh tersangka karena bertentangan dengan kemanusiaan, dan mencoreng marwah organisasi profesi kedokteran,” katanya.

  • Kronologi Aksi Pelecehan Dokter Kandungan Syafril Firdaus: Tawari Suntik Vaksin, Minta Antar ke Kos – Halaman all

    Kronologi Aksi Pelecehan Dokter Kandungan Syafril Firdaus: Tawari Suntik Vaksin, Minta Antar ke Kos – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kabid Humas Polda Jabar Kombes Pol Hendra Rochmawan mengungkap modus pelecehan seksual yang dilakukan oleh oknum dokter kandungan sebuah klinik di Garut, yakni Muhammad Syafril Firdaus atau MSF.

    Menurut Hendra pelecehan tersebut terjadi di  di Jalan Mayor Syamsu, Kecamatan Tarogong Kidul, Kabupaten Garut, tepatnya di dalam kamar kos pelaku. 

    Syafril Firdaus melakukan aksinya dengan modus menawarkan suntik vaksin kepada korban di luar klinik, yakni di rumah orang tua korban.

    “Modus tersangka MSF adalah melakukan suntik vaksin gonore kepada korban saudara yang berusia 24 tahun ini yang dilakukan di luar klinik, yaitu di kediaman orang tua korban,” kata Hendra dilansir Kompas TV, Kamis (17/4/2025).

    Dalam kesempatan yang sama, Kapolres Garut AKBP Mochamad Fajar Gemilang kemudian membeberkan bagaimana kronologi terjadinya pelecehan tersebut.

    “Peristiwa ini dimulai pada saat korban konsultasi, kemudian mendatangi sebuah klinik di Kabupaten Garut karena permasalahan kesehatan.”

    “Selang beberapa hari, pelaku, dalam hal ini dokter yang dikunjungi, menawarkan untuk kunjungan praktik di tempat kediaman korban, pada kasus ini yaitu di rumah orang tua korban,” ungkap Fajar.

    Tiga hari kemudian, Syafril datang ke rumah korban dengan menggunakan ojek online untuk memeriksa dan menyuntik vaksin ke korban.

    Setelah selesai melakukan tindakan, Syafril meminta diantarkan pulang oleh korban ke kamar kos yang ditinggali sang dokter.

    “Karena tadi pelaku datang menggunakan kendaraan ojek online, pelaku menyampaikan bahwa minta diantarkan pulang kepada korban,” imbuh Fajar.

    Sampai dengan di rumah kos-kosan di rumah pelaku, korban kemudian membayar biaya kesehatan. 

    Namun, pelaku meminta agar pembayaran jangan dilakukan di depan rumah karena nanti dilihat orang. Pelaku menawarkan agar pembayaran dilakukan di dalam rumah. 

    “Ketika terjadi di dalam rumah, pelaku mengunci pintu kemudian melakukan mendekati korban, mencium leher, dan sebagainya,” terang Fajar.

    Atas aksi Syafril itu, korban berusaha menolak hingga mengancam akan melaporkan pelaku ke polisi malam itu juga.

    Namun, pelaku tetap melakukan perbuatannya sampai akhirnya korban berusaha melawan dan menendangnya, kemudian pelaku keluar dan pergi.

    Dokter Kandungan Cabul di Garut Ditetapkan Jadi Tersangka Dugaan Pelecehan Seksual

    Polisi menetapkan dokter kandungan M Syafril Firdaus atau MSF sebagai tersangka dugaan pelecehan seksual terhadap pasiennya.

    Dokter MSF jadi tersangka setelah menjalani serangkaian penyelidikan secara maraton di Polres Garut, Rabu (16/4/2025).

    “Yang bersangkutan sudah kami tetapkan sebagai tersangka, setelah penyelidikan maraton sejak tersangka ditangkap kemarin,” ujar Kasatreskrim Polres Garut, AKP Joko Prihatin, kepada wartawan di Polres Garut, Rabu. 

    Ia menuturkan, polisi telah mengantongi dua alat bukti yang dinilai cukup menetapkan MSF sebagai tersangka.

    Meski begitu, ia belum merinci dua alat bukti tersebut yang menjadi dasar kuat penetapan MSF sebagai tersangka.

    “Dalam proses penyelidikan, kami melakukan pemeriksaan kepada sejumlah saksi, baik dari korban, wakil direktur klinik, hingga perawat, dan lainnya. Hari ini, tadi dari Majelis Disiplin Profesi (MDP) sudah melakukan pemeriksaan terhadap MSF dan juga mengecek lokasi kliniknya,” ucap Joko.

    Selain itu, Joko juga menyampaikan bahwa MDP telah mengeluarkan rekomendasi terkait perkara ini, yang semakin memperkuat keyakinan pihaknya dalam menetapkan MSF sebagai tersangka.

    Pernah Ditonjok Suami Korban

    M Syafril Firdaus ternyata pernah ditonjok suami korban.

    Suami korban marah saat mengetahui istrinya dilecehkan dokter Syafril.

    Hal ini diungkap oleh Asisten Deputi Penyediaan Layanan Perempuan Korban Kekerasan KemenPPPA, Ratna Oeni Cholifah.

    “Sebelum kasus ini viral, diketahui sudah banyak pasien yang mengalami kejadian serupa hingga salah satu suami dari pasien pernah ada yang marah dan menonjok pelaku tetapi kemudian kasusnya berakhir damai,” kata Asisten Deputi Penyediaan Layanan Perempuan Korban Kekerasan KemenPPPA, Ratna Oeni Cholifah dalam keterangan tertulis, Selasa (16/4/2025).

    Menurut Ratna, kasus tersebut telah ditangani Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kabupaten Garut serta Polres Garut.

    “UPTD PPA Kabupaten Garut telah melakukan pendampingan dan penanganan terhadap korban. Saat ini sudah ada dua korban baru yang melapor,” ujar Ratna.

    Menurut hasil koordinasi dengan UPTD PPA Kabupaten Garut, pelaku sebelumnya diketahui praktik sebagai dokter kandungan di beberapa fasilitas kesehatan, antara lain Klinik Karya Harsa, RS Anisa Queen, dan RSUD Malangbong.

    Namun, saat ini pelaku tidak lagi praktik di tempat-tempat tersebut.

    Dinas Kesehatan Kabupaten Garut juga telah berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan.

    Hasilnya, Surat Izin Praktik (SIP) milik dokter tersebut telah dicabut.

    Sementara itu, proses hukum masih dalam tahap penyelidikan oleh Polres Garut.

    “Dikarenakan kemungkinan jumlah pasien yang menjadi korban banyak maka dibukalah posko pengaduan terkait kasus tersebut oleh LBH Padjadjaran,” kata Ratna.

    Sebelumnya, Kementerian Kesehatan telah menonaktifkan Surat Tanda Registrasi (STR) dokter spesialis obgyn ini.

    (Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Erik S)

    Baca berita lainnya terkait Dokter Lakukan Pelecehan Seksual.

  • Korban Dokter Kandungan Cabul di Garut Disebut Bisa Bertambah, Ini Kata Polisi – Halaman all

    Kriteria Korban yang Diincar Syafril Firdaus, Dokter Kandungan Cabul di Garut: Bumil Trimester 2 & 3 – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM –  Terungkap kriteria korban yang diincar oknum dokter kandungan di Garut, Jawa Barat, M Syafril Firdaus, dalam melakukan aksi pelecehannya.

    Syafril Firdaus telah ditetapkan sebagai tersangka imbas aksinya melakukan pelecehan kepada para pasiennya di sebuah klinik di Garut.

    Dilansir WartaKotalive.com, mayoritas korban Syafril Firdaus ini adalah ibu hamil yang usia kandungannya trimester 2 dan 3.

    Trimester 2 yakni ibu hamil dengan usia kandungan 13-27 minggu.

    Sementara, trimester 3 ini adalah ibu hamil dengan usia kandungan 28 minggu hingga menjelang persalinan.

    Artinya, Syafril Firdaus memang mengincar korban yang sedang hamil besar.

    Hal ini terungkap berdasarkan pengakuan mantan asisten dokter.

    “Terutama yang hamil trimester 2 dan 3. Karena kalau trimester 1 tidak akan ada kesempatan untuk tangan ke arah atas perut dekat dada,” katanya, Kamis (17/4/2025).

    Menurutnya, tindakan Syafril sudah diketahui perawat dan staf klinik sampai-sampai terakhir pihak klinik memasang CCTV di ruang praktik dokter kandungan Garut.

    Modus sang dokter untuk menggaet korbannya juga seragam, mulai dari foto bareng, chat WA, postingan foto di media sosial.

    “Dia akan chat pasien diawali dengan basa-basi nanya tempat di Garut wisata dan kuliner. Lama kelamaan dia akan reply semua update pasien, chat gak jelas dan merayu pasien menawarkan USG gratis,” jelasnya.

    Pasien yang masuk perangkap, katanya, akan disuruh datang ke klinik di jam terakhir.

    Setiap ada pasien seperti itu, katanya, asisten akan disuruh pulang lebih dulu.

    “Dengan larangan daftar dan harus bilang sudah ada janji dengan dia kepada asisten.”

    “Kita bukan tidak mendampingi tapi kita selalu disuruh pulang dan tidak boleh masuk,” imbuhnya.

    Polisi Buka Posko Pengaduan

    M Syafril Firdaus yang diduga melecehkan pasiennya di klinik swasta wilayah Kabupaten Garut, ditetapkan menjadi tersangka.

    Hal itu dikonfirmasi Kasatreskrim Polres Garut, AKP Joko Prihatin, saat dihubungi, Kamis (17/4/2025).

    “Iya sudah kami tetapkan tersangka,” ucapnya, Kamis.

    Pihaknya kepolisian masih melakukan pendalaman terkait jumlah pasti korban.

    Namun, diketahui tersangka sudah praktik sebagai dokter kandungan di Garut sejak dua tahun lalu.

    “Dia itu praktik di Garut sejak Januari 2023 sampai Desember 2024 di antara rentang waktu itu (kejadian, red),” imbuhnya.

    Joko menuturkan pelaku ditangkap di wilayah Garut saat meluncur dari Jakarta. 

    Di samping itu, Polres Garut membuka posko pengaduan bagi korban.

    “Apabila mau mengadukan silahkan, humas juga menyebar hotline atau nomor WA yang bisa dihubungi untuk melaporkan kejadian tersebut,” pungkasnya.

    Sebelumnya, Bareskrim Polri memberikan asistensi kasus dokter kandungan diduga melecehkan ibu hamil di Garut.

    Direktur Tindak Pidana Perempuan dan Anak (PPA)-Tindak Pidana Perdagangan Orang (PPO) Bareskrim Polri, Brigjen Nurul Azizah, memastikan korban mendapatkan pendampingan.

    “Kita akan asistensi nanti kita dorong PPA setempat untuk responsif ke korban,” tuturnya.

     

    Sebagian artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com dengan judul Dokter M Syafril Firdaus Lebih Suka Lecehkan Wanita Hamil Trimester 3, Mengapa?

    (Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Reynas Abdila)(WartaKotalive.com/Dian Anditya Mutiara)

    Baca berita lainnya terkait Dokter Lakukan Pelecehan Seksual.