Partisipasi Pilkada di Jakarta Pusat Hanya 55,98 Persen
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– KPU Jakarta Pusat melaporkan, partisipasi pemilih di Jakarta Pusat hanya menyentuh angka 55,98 persen. Angka ini lebih rendah dari tingkat partisipasi pemilih berdasarkan penghitungan KPU RI, yaitu 57, 6 persen.
“(Angka partisipasi pemilih) di angka 55,98 persen,” ujar Ketua KPU Jakarta Pusat Efniadiansyah saat ditemui di Petojo, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (5/12/2024).
Sementara itu, Ketua Divisi Data dan Informasi KPU Jakarta, Fahmi Zikrillah menyebut, semua hasil rekapitulasi di tingkat kota akan dibahas lagi di tingkat provinsi.
Perihal rendahnya partisipasi pemilih juga akan menjadi catatan tersendiri.
“Tentu kami akan lakukan evaluasi dan kajian secara komprehensif ya untuk mendapatkan data yang lengkap, apa yang menjadi alasan ataupun menjadi faktor penyebab menurunnya partisipasi di Jakarta,” kata Fahmi dalam kesempatan yang sama.
Setelah KPU tingkat kabupaten dan kota menyelesaikan proses rekapitulasi, tahapan selanjutnya akan masuk ke rekapitulasi tingkat provinsi yang akan berlangsung pada 7-9 Desember 2024.
“Kami akan melakukan rekapitulasi di tingkat provinsi pada tanggal 7-9 Desember,” imbuh Fahmi.
Penetapan hasil
Pilkada Jakarta
paling lambat dilakukan pada 9 Desember 2024.
Namun, tidak tertutup kemungkinan jika penetapan dilakukan lebih cepat dari jadwal.
“Kalau tanggal 9 sudah selesai atau mungkin bisa di tanggal 8 sudah selesai, rekap di provinsi berjalan dengan lancar, saya kira bisa lebih awal,” imbuh dia.
Hari ini, KPU Jakarta Pusat menjadi kota administrasi terakhir yang menyelesaikan rekapitulasi di tingkat kota.
Pasangan calon (paslon) gubernur dan wakil gubernur Jakarta nomor urut 3, Pramono Anung-Rano Karno, menang telak di Kota Administrasi Jakarta Pusat. Pasangan tersebut unggul di semua kecamatan di Jakpus.
Hal ini diketahui berdasarkan rekapitulasi D.Hasil pemilihan gubernur dan wakil gubernur 2024 di situs pilkada2024.kpu.go.id.
Berikut hasil rekapitulasi suara di Jakarta Pusat:
Total suara di delapan kecamatan di Jakarta Pusat ini mencapai 455.549 suara, dengan rincian suara sah sebanyak 417.472 dan suara tidak sah, 38.077.
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
kab/kota: Gambir
-
/data/photo/2024/01/15/65a541c319620.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Partisipasi Pilkada di Jakarta Pusat Hanya 55,98 Persen Megapolitan 5 Desember 2024
-

Penetapan pemenang Pilkada DKI bisa lebih cepat dari jadwal 9 Desember
Jakarta (ANTARA) – Pengumuman penetapan pemenang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta 2024 bisa dilakukan lebih cepat atau lebih awal dari jadwal 9 Desember mendatang.
“Kalau tanggal 9 (Desember) sudah selesai atau mungkin bisa di tanggal 8 (Desember) sudah selesai,” kata Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta Fahmi Zikrillah.
Rekapitulasi hasil penghitungan suara di Provinsi DKI Jakarta berjalan lancar. “Saya kira bisa lebih awal,” kata Fahmi usai menghadiri rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara Pilkada Jakarta di tingkat Jakarta Pusat di kawasan Gambir, Kamis.
Rekapitulasi penghitungan suara tingkat kota dan kabupaten di Jakarta hari ini telah rampung. KPU DKI Jakarta akan melakukan penghitungan di tingkat provinsi yang dimulai 7 Desember 2024.
“Alhamdulillah semua kota dan kabupaten se-Provinsi DKI Jakarta sudah merampungkan proses rekapitulasi di tingkat kota dan kabupaten. Berikutnya rencananya kami akan lakukan rekapitulasi di tingkat provinsi pada tanggal 7 sampai 9 Desember,” ujar Fahmi.
Fahmi mengatakan, pemenang Pilkada Jakarta akan diketahui setelah rekapitulasi di tingkat provinsi. Namun, Fahmi menyebutkan pihaknya masih mencari tempat untuk pelaksanaan rekapitulasi tingkat provinsi.
“Kita akan lakukan finalisasi rekapitulasi di tingkat provinsi untuk bisa mendapatkan angka yang utuh. Kita akan tetapkan pada saat rekapitulasi di tingkat provinsi, berapa perolehan suara di masing-masing paslon dan berapa persentasenya,” katanya.
KPU DKI Jakarta dalam rapat pleno terbuka rekapitulasi Daftar Pemilih Tetap (DPT) tingkat Provinsi DKI Jakarta untuk Pilgub Jakarta 2024 pada Minggu (22/9) telah menetapkan sebanyak 8.214.007 jiwa masuk dalam DPT Provinsi Jakarta.
Namun Fahmi menyebutkan, tingkat partisipasi pemilih pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jakarta 2024 hanya mencapai 58 persen.
Ada tiga pasangan calon (paslon) gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta maju dalam Pilkada DKI Jakarta 2024.
Yakni Ridwan Kamil-Suswono (RIDO) nomor urut 1, Dharma Pongrekun-Kun Wardana (Dharma-Kun) dari independen nomor urut 2 dan Pramono Anung-Rano Karno (Pram-Doel) nomor urut 3.
Pewarta: Siti Nurhaliza
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2024 -

Partisipasi pemilih Pilkada di Jakarta hanya 58 persen
Jakarta (ANTARA) – Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta mengungkapkan bahwa tingkat partisipasi pemilih pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jakarta 2024 hanya mencapai 58 persen.
“Hasil rekapitulasi dari masing-masing kota ini sudah selesai dan kami mencatat tingkat partisipasi di DKI Jakarta ini mencapai 58 persen,” kata Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta, Fahmi Zikrillah.
Hal itu disampaikan Fahmi usai menghadiri rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara Pilkada Jakarta di tingkat Jakarta Pusat di kawasan Gambir pada Kamis.
KPU DKI Jakarta akan melakukan evaluasi dan mengkaji lebih dalam lagi untuk mengetahui secara jelas penyebab turunnya angka partisipasi pemilih di Pilkada Jakarta 2024.
“Tentu kami akan lakukan evaluasi dan kajian secara komprehensif untuk mendapatkan data yang lengkap, apa yang menjadi alasan ataupun menjadi faktor penyebab dari menurunnya tingkat partisipasi di Jakarta,” ujar Fahmi.
Fahmi juga menyanggah adanya klaim bahwa angka partisipasi pemilih di Pilkada Jakarta 2024 ini menurun karena masih adanya wilayah yang tidak terdistribusi Formulir C6 atau surat pemberitahuan untuk mencoblos.
Menurut Fahmi, pihaknya bersama jajaran penyelenggara Pilkada di tingkat kota, kecamatan hingga kelurahan sudah melakukan banyak sosialisasi secara langsung maupun melalui sosial media. Pihaknya juga dibantu oleh media melalui pemberitaan terkait tahapan-tahapan Pilkada.
“Saya kira C pemberitahuan itu sifatnya hanya memberitahukan saja. Jadi saya kira tidak ada pengaruh atau tidak menjadi penyebab C pemberitahuan terdistribusikan menjadi alasan tingkat partisipasi menjadi rendah,” katanya.
Di sisi lain, Fahmi mengakui pihaknya sudah melakukan rekapitulasi di setiap kecamatan, kota dan kabupaten terkait Formulir C6 yang tidak terdistribusikan. “Saya kira tidak ada korelasinya (dengan tingkat partisipasi pemilih yang rendah),” ujar Fahmi.
Namun, kata dia, pada prinsipnya seluruh masyarakat Jakarta yang sudah terdaftar pada Daftar Pemilih Tetap (DPT) tetap bisa menggunakan hak suaranya di Tempat Pemungutan Suara (TPS) masing-masing meskipun tidak mendapatkan surat pemberitahuan.
“Ibarat kita nonton konser, C pemberitahuan itu bukan tiket masuk. Jadi walaupun tidak memiliki C pemberitahuan, warga Jakarta yang sudah terdaftar di dalam DPT tetap tidak kehilangan hak pilihnya,” katanya.
Sebelumnya, tim pasangan calon (paslon) nomor urut 1, Ridwan Kamil-Suswono (RIDO) mendesak pemungutan suara ulang (PSU) lantaran partisipasi pemilih rendah dan ada beberapa faktor lainnya.
Salah satu faktornya, yakni warga tidak menerima Formulir C6 pemberitahuan atau undangan untuk memilih di TPS. Seluruh masukan tersebut diterima oleh KPU DKI Jakarta dan akan dibahas saat evaluasi mendatang.
KPU DKI Jakarta dalam rapat pleno terbuka rekapitulasi DPT tingkat Provinsi DKI Jakarta untuk Pilgub Jakarta 2024 pada Minggu (22/9) telah menetapkan sebanyak 8.214.007 jiwa masuk dalam DPT Provinsi Jakarta.
Adapun KPU DKI Jakarta telah menetapkan tiga paslon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta maju dalam Pilkada DKI Jakarta.
Ketiga paslon tersebut adalah Ridwan Kamil-Suswono (RIDO) nomor urut 1, Dharma Pongrekun-Kun Wardana (Dharma-Kun) dari independen nomor urut 2 dan Pramono Anung-Rano Karno (Pram-Doel) nomor urut 3.
Pewarta: Siti Nurhaliza
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2024 -

Pinjam Uang ke Teman Rp 3 M Janji Bisa Bayar 3 Bulan, Fenny Malah Bayar Cek Kosong, Ditipu Orang
Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Tony Hermawan
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA – Fenny Merina, menghubungi teman lamanya, Paulus Welly untuk meminjam dana sebesar Rp3 miliar.
Dana itu akan dikembalikan dalam tempo 3 bulan, dan diberi keuntungan Rp1 miliar.
Namun, janji tinggalah janji. Uang yang diserahkan Fenny tak kunjung kembali.
Paulus melaporkan Fenny ke polisi. Fenny diadili di Pengadilan Negeri Surabaya, Rabu (4/12).
Jaksa penuntut umum Darwis dalam dakwaannya menjelaskan, Fenny berencana akan menggunakan uang dari Paulus untuk mengambil aset milik suaminya.
Dengan alasan itu, Paulus pun tergerak untuk membantu.
“Setelah menerima uang, terdakwa tidak juga mengembalikan uang berikut keuntungan kepada Paulus,” terang amar dakwaan.
Fenny Merina saat diadili di Pengadilan Negeri Surabaya (TribunJatim.com/Tony Hermawan)
Enam bulan berlalu. Paulus yang tinggal di Jalan Seruni, Surabaya lantas mendatangi rumah Fenny di Gambir, Jakarta Pusat untuk menagih.
Fenny menyerahkan satu lembar cek yang bisa dicairkan dengan nominal Rp.4 miliar.
“Saat Paulus mencairkan cek dari terdakwa di bank, ternyata cek tersebut ditolak oleh pihak bank dengan alasan dana tidak cukup,” kata jaksa Darwis.
Pengacara terdakwa, Dewi Listyowati mengatakan, Fenny sebenarnya korban penipuan.
Uang Rp3 miliar dari Paulus dibawa lari dua orang. Menurutnya, pelapor sudah mengetahui itu dan telah memaafkan kliennya.
“Pelapor (Welly) sudah tidak mempermasalahkan lagi karena mereka sudah berteman baik sejak kecil. Pelapor sudah mengetahui kalau terdakwa ini juga korban penipuan. Uangnya tidak dipakai pribadi oleh terdakwa. Melainkan dibawa lari oleh dua orang yang menipu terdakwa,” ujar Dewi.
Kejadian lain, Curhatan istri PNS ini viral di media sosial.
Istri PNS di Malaysia itu kesal kepada mertuanya.
Pasalnya si ibu mertua meminjam uang atas nama suaminya dengan jumlah besar.
Di mana jumlah cicilannya nyaris menghabiskan gaji si suami.
Dikutip dari mStar, Sabtu (14/9/2024) via TribunTrends, suami wanita itu baru menjadi pegawai negeri dua tahun lalu.
Dengan gaji kecil, wanita tersebut memberi tahu suaminya bahwa dia ingin mengajukan pinjaman pribadi sebesar RM200.000 (Rp 711 juta).
“Gaji suami saya RM3.000 (Rp 10 juta)
Ibunya ingin menggunakan namanya untuk memberikan pinjaman pribadi sebesar RM200.000 (Rp 711 juta).
Pembayaran bulanan diperkirakan lebih dari RM2.000 (Rp 7 juta).
“Suami saya setuju,” ujarnya melalui postingan di Facebook tanpa menjelaskan tujuan atau kegunaan uang pinjaman pribadi tersebut.
Namun wanita tersebut mengatakan bahwa suaminya belum mengajukan pinjaman pribadi dan masalah ini tidak diberitahukan kepadanya.
Menurutnya, rencana suaminya mengajukan pinjaman pribadi itu baru diketahuinya melalui telepon ibu mertuanya.
“Entahlah. Saya baru mengetahuinya karena saya melihat WhatsApp di ponsel ibu saya saat anak saya sedang bermain,” ujarnya.
Mengaku kaget dengan rencana memiliki dua orang anak, ia lantas memikirkan nasib keluarga dan anak-anaknya jika suaminya tetap ingin mengajukan pinjaman pribadi.
“Suamiku tidak memikirkan masa depan anak-anak kecil ini?
Dia bahkan belum punya rumah, belum membeli rumah, tapi dia sibuk berusaha memberikan pinjaman untuk ibunya.
“Tidak sedikit, tapi pinjamannya maksimal.
Ibunya sudah tua, dia punya segalanya.
Rumahnya banyak, tanahnya semua ada, jadi tidak perlu lagi mengambil pinjaman untuk membelikan tanah lagi,” jelasnya.
Terjebak dengan keadaan rumah tangganya saat ini, ia berharap diberi ketabahan dan kekuatan batin untuk menghadapinya.
“Tolong nasehatkan saya untuk bersabar ya?
Mohon doanya agar saya mendapat pekerjaan yang baik agar bisa membelikan rumah susun untuk anak saya,” ujarnya lagi.
Melalui kolom komentar, rata-rata warganet turut bersimpati dengan nasib perempuan tersebut sembari memberikan nasehat dan sarannya masing-masing.
Sekaligus, mereka berharap perempuan tersebut tidak hanya diam dan berbicara dengan suaminya untuk menyelesaikan masalah tersebut.
“Gaji RM3.000 (Rp 10 juta), lalu pinjaman bulanan harus membayar lebih dari RM2.000 (Rp 7 juta).
Berapa sen yang tersisa?
Rumput jenis apa yang ingin dimakan istrimu?”
“Bunda juga, manfaatkan kesempatan ini.
Saya tidak ingin mempersulit anak, saya ingin menyulitkan anak.
Saya ingin bilang sulit, semua kebutuhan sudah ada.
“Kita harus ngomong soal suami istri.
Pasalnya yang paling terberat adalah suami.
Ibu-ibu juga pakai fatwa anak durhaka, anak durhaka, anak penuh perhitungan.
Tapi susah, kalau tidak ada pasangan yang mendampinginya.
“Nak, tahukah kamu sakitnya.
Masalah uang bisa menjadi penyebab perceraian mbak,” ujar salah satu komentar dari komunitas virtual.
Sementara itu, sebelumnya juga viral curhatan seorang wanita yang rela meninggalkan kemewahan.
Ia awalnya memiliki suami yang bergaji Rp 100 juta lebih sebulannya.
Namun mirisnya, ia mengaku tidak mendapatkan nafkah dari suaminya itu.
Wanita ini pun memutuskan bercerai dan hidup di rusun.
Dikutip dari mStar, Rabu (11/9/2024) memang benar bahwa uang dan kemewahan tidak menjamin kebahagiaan.
Begitulah gambaran kisah seorang wanita setelah memutuskan berpisah meski hidup mewah dengan penghasilan suaminya hampir RM30.000 sebulan.
“Saya pernah menikah dengan seseorang yang penghasilannya mendekati RM30.000 (Rp 100 juta), belum termasuk tunjangan luar negeri… ada seorang bibi, rumah bungalo tiga lantai, dan sebuah mobil mewah.
“Tapi kurang bahagia.
Akhirnya kita bercerai,” ia mengawali ceritanya di laman Threads.
Namun, ia yang akrab disapa Harley enggan membeberkan alasan berpisah dengan mantan suaminya, malah memilih bercerita tentang kehidupannya saat ini.
Menurut wanita ini, dia menikah lagi dengan pria yang penghasilannya lebih rendah dari mantan suaminya.
“Gajinya sedikit di atas RM10.000, tapi saat MCO (Movement Control Order), perusahaannya tutup (ditutup).
“Saya memilih tinggal bersamanya.
Baru menikah dan dia meminta saya berhenti dari pekerjaan untuk mengurus anak di rumah, anak tiri.
“Dia berpenghasilan sedikit tapi tidak membiarkan saya bekerja, dialah yang berusaha melakukan segala macam pekerjaan,” imbuhnya.
Seolah membandingkan keadaan saat ini dengan masa lalunya, kata perempuan ini, ia menjalani hidup lebih bahagia meski hanya menggunakan mobil Perodua Axia dan tinggal di rusun sebagai ibu rumah tangga penuh waktu.
“Setelah semua kesulitan yang dialami, keadaan ekonomi suami saya sudah pulih.
Tunjangan bulanannya semakin meningkat.
“Mantan suami saya dulu gajinya 10.000, tapi selama 10 tahun menikah dia tidak pernah memberi saya uang untuk belanja karena saya sedang bekerja…dia tidak membiarkan saya berhenti,” imbuhnya.
Berbagi pengalamannya menarik perhatian komunitas virtual karena banyak yang terkejut ketika ia memilih menikmati kehidupan normal dibandingkan gaya hidup mewah.
“Pernah ke sana, lakukan itu.
Semoga Tuhan memberikan kebahagiaan yang kita cari sejajar dengan kedamaian-Nya.
“Ada seorang kenalan saya yang suaminya bekerja di luar negeri, dibayar dengan baik dan menginginkan segalanya tetapi istrinya menderita depresi.
“Bukan karena uang, tapi seseorang yang mempunyai pola pikir ‘menafkah’ akan berusaha menghidupi keluarga dengan sebaik-baiknya.
“Kami ingin hidup bahagia, kami bisa mencari uang dan kami ingin suami kami memperlakukan kami dengan baik.
Kamu memperlakukan saya dengan baik, saya rela hidup susah dan bahagia bersamamu,” kata beberapa warganet virtual.
-

KPI Minta Media Libatkan Ahli Terkait Pemberitaan Kasus Anak Bunuh Ayah dan Nenek di Cilandak
Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Penyiaran Indonesia atau KPI meminta media melibatkan kriminolog, psikolog, dan sosiolog terkait pemberitaan kasus anak bunuh ayah dan nenek di Cilandak, Jakarta Selatan.
Anggota KPI sekaligus Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran Tulus Santoso mengatakan, dengan melibatkan berbagai ahli, media dapat melihat kasus tersebut dari berbagai sudut pandang. Selain itu, agar masyarakat mendapatkan informasi dari perspektif lain dan juga sebagai upaya pencegahan agar kejadian serupa tidak terulang kembali.
“Lembaga penyiaran media perlu menyampaikan ini sehingga publik terinformasi. Jadi bisa melakukan pencegahan dari mulai lingkungan keluarga kalau memang ada permasalahan terkait dengan parenting, informasi model komunikasi yang ada di rumah, di level keluarga. Ini bisa lakukan pencegahan,” ungkapnya.
Tulus menyampaikan hal itu kepada Beritasatu.com seusai melakukan audiensi dengan B-Universe di kantor KPI, Gambir, Jakarta Pusat pada Selasa (3/12/2024). Dia juga mengimbau lembaga penyiaran untuk lebih bijak dalam memberitakan setiap kasus yang melibatkan anak di bawah umur.
Tulus menekankan lembaga penyiaran wajib mematuhi dan berkomitmen pada Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI sebagai acuan penayangan. Untuk pemberitaan anak di bawah umur identitasnya disamarkan.
“Penyamaran identitas itu menjadi sangat penting, apalagi sekarang meskipun tersangka karena memang belum diputus secara hukum, kalaupun sudah diputus ketika pelakunya adalah anak-anak, maka perlakuannya sangat berbeda. Jadi penyamaran identitas ini perlu dilakukan,” tegasnya terkait kasus anak bunuh ayah dan nenek di Cilandak, Jaksel.
Sebelumnya, pihak kepolisian telah menyelesaikan pemeriksaan terhadap hand phone MAS (14), remaja yang terlibat dalam kasus pembunuhan ayah dan neneknya serta penikaman terhadap ibunya di kawasan Lebak Bulus, Jakarta Selatan.
Kasi Humas Polres Metro Jakarta Selatan, AKP Nurma Dewi, menyatakan tidak ditemukan hal mencurigakan pada hand phone tersebut. “Tidak ada yang janggal di mata penyidik. Aplikasi yang lain-lain juga tidak ada,” ujar Nurma kepada wartawan pada Selasa (3/12/2024).
Nurma menjelaskan, hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa tidak ada paksaan belajar dari orang tua MAS. “Anak ini belajar dengan kemauan sendiri. Banyak pelajaran yang ia buka setiap hari,” katanya.
Terkait kasus anak bunuh ayah dan nenek, MAS juga mengakui bahwa dirinya tidak merasa tertekan oleh orang tua untuk belajar. “Dia bilang, ‘ini bukan paksaan.’ Walaupun memang disuruh belajar, dia melakukannya dengan senang hati,” tambah Nurma.
Lebih lanjut, Nurma menyebutkan bahwa MAS saat ini telah menyesali perbuatannya dan menunjukkan kepedulian terhadap kondisi ibunya yang sedang dirawat.
“Dia berdoa agar bisa bertemu dengan ibunya dan berharap ibunya segera sembuh. Selain itu, dia meminta maaf kepada ibunya melalui kami,” ungkap Nurma saat memberikan keterangan terkait kasus anak bunuh ayah dan nenek.




/data/photo/2024/11/23/6741bb3546b34.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)