kab/kota: Duren Sawit

  • Awal Mula Kasus Pencabulan Santri di Jaktim Terungkap, Pimpinan Ponpes dan Guru Ajak Korban ke Kamar – Halaman all

    Awal Mula Kasus Pencabulan Santri di Jaktim Terungkap, Pimpinan Ponpes dan Guru Ajak Korban ke Kamar – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kasus pencabulan santri terjadi di sebuah pondok pesantren (ponpes) di Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur.

    Tersangka pencabulan yakni pimpinan ponpes berinisial CH dan guru ponpes berinisial MCN.

    Keduanya beraksi di lokasi berbeda, bahkan tak saling mengetahui aksi pencabulan masing-masing.

    Kasus ini terungkap setelah lima santri menceritakan perbuatan bejat CH dan MCN ke orang tua mereka.

    Orang tua kemudian membuat laporan ke  Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Metro.

    Kapolres Metro Jakarta Timur, Kombes Nicolas Ary Lilipaly, menjelaskan tiga santri berinisial ARD (18), IAN (17), dan YIA (15) dicabuli MCN sejak tahun 2021.

    Sedangkan santri berinisial NFR (17) dan RN (17) dicabuli CH sejak tahun 2019.

    Selama ini para korban enggan melapor karena diancam tersangka.

    “Mereka juga sebagai santri, mereka memandang pimpinan, pengasuhan, ataupun guru sebagai orang-orang yang harus dihormati. Apalagi juga mereka diancam,” bebernya, Selasa (21/1/2025).

    Lantaran tak kuat dengan tindakan CH dan MCN, para korban membongkar kasus ini.

    “Saat ini mereka mampu bercerita ke orang tuanya karena sudah tidak tahan atas perlakuan tersangka. Jadi sudah tidak tahan ajakan, bujuk rayu, dan ancaman dilakukan tersangka,” terangnya.

    Diduga jumlah korban dapat bertambah, namun hingga saat ini baru lima korban yang melapor.

    “Informasi dari para korban yang kami periksa bahwa ada korban-korban lain yang belum mau untuk melapor,” sambungnya.

    Kombes Nicolas Ary menerangkan MCN yang bekerja di ponpes sejak 2021 berpura-pura meminta santri memijatnya di kamar.

    “Modus operandinya dengan cara mengajak korban masuk ke ruang kamar pribadinya untuk memijat. Dia sudah melakukan perbuatan ini sejak tahun 2021 hingga tahun 2024,” tuturnya.

    CH yang telah berkeluarga mengajak santri ke rumahnya dengan dalih dapat mengeluarkan penyakit dalam tubuh.

    “Modusnya korban disuruh memijat. Pelaku berdalih kalau sudah terpuaskan nafsunya maka penyakit yang ada dalam tubuh tersangka akan keluar, dan tersangka akan sembuh,” jelasnya.

    Ia menambahkan hukuman kedua tersangka dapat diperberat lantaran status keduanya sebagai pengajar.

    “Pelakunya itu ada relasi kuasa dengan para korban, sehingga ancaman pidana akan lebih diperberat. Dari 15 tahun ditambah menjadi sepertiga,” tegasnya.

    Sebagian artikel telah tayang di TribunJakarta.com dengan judul Guru dan Pimpinan Pondok Pesantren di Duren Sawit Cabuli 5 Santrinya

    (Tribunnews.com/Mohay) (TribunJakarta.com/Bima Putra)

  • Pernah Dipergoki Istri, Pimpinan Ponpes di Jakarta Timur Tetap Cabuli Santrinya, Beraksi 5 Tahun – Halaman all

    Pernah Dipergoki Istri, Pimpinan Ponpes di Jakarta Timur Tetap Cabuli Santrinya, Beraksi 5 Tahun – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Aksi seorang pimpinan pondok pesantren di Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur, berinisial CH (47), bikin geleng-geleng kepala keheranan.

    Pasalnya, CH tega mencabuli sejumlah santri laki-laki ponpesnya dalam kurun waktu bertahun-tahun lamanya.

    Mirisnya, pimpinan ponpes tersebut masih tetap melanjutkan aksi bejatnya itu meski sudah dipergoki sang istri dan kerabatnya.

    “Anehnya sudah beberapa kali kepergok oleh istrinya dan juga saudaranya,” kata Kapolres Metro Jakarta Timur, Kombes Nicolas Ary Lilipaly saat memberi keterangan di Mapolres Metro Jakarta Timur, Selasa (21/1/2025), dilansir dari TribunJakarta.com.

    Kala itu, istri dan kerabat CH sebenarnya sudah memperingatkan agar tersangka tidak kembali melakukan ulahnya, namun pria berusia 47 tahun itu tetap mencabuli sejumlah santri di rumahnya dan ruang pimpinan.

    CH melakukan aksinya di rumah yang masih berada di area ponpes saat istrinya sedang tidak berada di rumah, dan di ruang pribadi pimpinan ponpes.

    “Tapi masih tetap dan tetap dilakukan pimpinan pondok pesantren ini. Tersangka memberikan uang kepada korban dan mengancam tidak memberitahukan kejadian kepada siapapun,” sebut Nicolas.

    Modus Pencabulan Pimpinan Ponpes

    CH melancarkan aksi bejatnya terhadap para santrinya sejak tahun 2019 hingga 2024. Dengan dua korban yang sudah melapor yakni MFR (17) dan RN (17).

    Nicolas mengungkapkan bahwa modus CH dalam mencabuli para santrinya yakni dengan menggunakan tipu daya dan meminta korban memijat.

    Berdasarkan hasil penyidikan, diketahui bahwa CH berdalih mencabuli santri agar penyakit dalam tubuh tersangka keluar.

    “Setelah terpuaskan nafsunya, maka penyakit yang ada di dalam tubuh tersangka akan keluar. Tersangka akan sembuh,” sebut Nicolas.

    Tipu daya mengeluarkan penyakit dari dalam tubuh ini selalu disampaikan CH saat mencabuli para santri di rumahnya yang masih berada dalam satu area dengan ponpes.

    CH juga mencabuli santri di ruang pimpinan ponpes yang akses masuknya hanya dimiliki tersangka, sehingga ulahnya luput dari pengawasan para pengurus lainnya.

    “Itu (tipu daya) yang selalu disampaikan kepada korban. Setelah melakukan pencabulan tersangka juga memberikan uang, dan mengancam korban tidak boleh memberitahukan kejadian,” jelas Nicolas.

    Guru Ponpes Juga Cabuli Santri

    Diberitakan sebelumnya, selain CH sang pimpinan rupanya guru ponpes kawasan Duren Sawit, Jaktim yang berinisial MCN (26) juga menjadi tersangka pencabulan.

    Namun ternyata, kedua oknum pengurus ponpes itu saling tidak mengetahui aksi bejat mereka masing-masing.

    Adapun santri korban pencabulan MCN, antara lain ARD (18) , IAM (17) dan YIA (15).

    Tersangka MCN, sang guru ponpes melakukan pencabulan sejak 2021-2024 di ruang kamar pribadinya.

    “Penyidikan sampai saat ini (kedua kasus) tidak ada hubungan sama sekali, mereka juga tidak saling mengetahui kegiatan mereka dengan anak-anak santri di pondok pesantren,” ujar Nicolas.

    Nicolas juga mengatakan bahwa para korban yang secara psikologis berada di bawah tekanan dan ancaman awalnya sempat tidak berani menceritakan tindak pencabulan CH.

    Terlebih, ada relasi kuasa yang kuat antara tersangka selaku pemilik, pengasuh, sekaligus guru di pondok pesantren yang dihormati para santri dan guru-guru lain.

    “Mereka juga sebagai santri, mereka memandang pimpinan, pengasuhan, ataupun guru sebagai orang-orang yang harus dihormati. Apalagi juga mereka diancam,” ucapnya.

    Perbuatan bejat 2 oknum pengurus ponpes ini baru terungkap saat para korban menceritakan hal yang mereka alami.

    Para korban baru bisa menceritakan kasus dialami kepada orang tua karena sudah tidak kuat dengan segala tipu daya, bujuk rayu, dan ancaman dilakukan tersangka.

    Cerita para korban tersebutlah yang akhirnya membuat para orangtua melaporkan CH ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polres Metro Jakarta Timur.

    “Saat ini mereka mampu bercerita ke orang tuanya karena sudah tidak tahan atas perlakuan tersangka. Jadi sudah tidak tahan ajakan, bujuk rayu, dan ancaman dilakukan tersangka,” tutur Nicolas.

    Terancam 20 Tahun Penjara

    Baik CH dan MCN kini sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pencabulan.

    Keduanya dijerat dengan Pasal 76E juncto Pasal 82 Undang-undang RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.

    Sesuai undang-undang tersebut, tindak pidana yang dilakukan orang terdekat di lingkungan anak seperti orangtua, pengasuh, pendidik akan diperberat.

    Oleh karena itu, ancaman hukuman akan ditambah sepertiga dari ancaman pidana karena kedua tersangka adalah guru dan pengasuh para korban.

    “Pelakunya itu ada relasi kuasa dengan para korban, sehingga ancaman pidana akan lebih diperberat,”

    “Dari 15 tahun ditambah sepertiga. Karena mereka (korban) di bawah tekanan, juga sebagai santri mereka memandang pimpinan, pengasuhan, atau pun guru orang yang harus dihormati,” papar Nicolas.

    Dengan begitu, bila ancaman hukuman maksimal dalam Pasal 76E juncto Pasal 82 UU Nomor 17 tahun 2016 diatur 15 tahun penjara, karena diperberat maka menjadi 20 tahun penjara.

    CH dan MCN kini sudah ditahan di Mapolres Metro Jakarta Timur untuk proses hukum lebih lanjut, sebelum berkas perkara kedua tersangka pelecehan itu dilimpahkan ke kejaksaan.

    Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJakarta.com dengan judul Pemilik Pondok Pesantren di Duren Sawit Pernah Tepergok Istri Saat Cabuli Santrinya

    (Tribunnews.com/Nina Yuniar) (TribunJakarta.com/Bima Putra)

  • 5 Santri Laki-laki di Jakarta Timur Dilecehkan Guru Ngaji dan Pemilik, Ponpes Punya Izin Kemenag? – Halaman all

    5 Santri Laki-laki di Jakarta Timur Dilecehkan Guru Ngaji dan Pemilik, Ponpes Punya Izin Kemenag? – Halaman all

    TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA-  CH pemilik pondok pesantren di Pondok Kelapa, Duren Sawit, Jakarta Timur ditetapkan sebagai tersangka kasus pencabulan santri laki-laki.

    Berdasarkan penelusuran, pondok pesantren tersebut mengantongi izin operasional dari Kementerian Agama.

    Pada pondok pesantren ini terjadi tindak pelecehan terhadap lima santri laki-laki yang dilakukan pemilik pondok pesantren berinisial CH, dan seorang guru pesantren berinisial MCN.

    Lurah Pondok Kelapa, Rasikin mengatakan sejak awal berdiri pondok pesantren yang memiliki ratusan santri laki-laki tersebut sudah mengantungi izin operasional dari Kementerian Agama.

    “Ada izinnya, terdaftar di Kementerian Agama. Berdirinya sudah lama, sebelum saya masuk (jadi Lurah Pondok Kelapa) pesantren itu sudah ada,” kata Rasikin saat dikonfirmasi di Jakarta Timur.

    Namun Rasikin tidak mengetahui pasti terkait kasus pelecehan dilakukan pemilik pondok pesantren berinisial CH dan guru berinisial MCN yang kini sudah ditetapkan tersangka.

    Ketika mendapat informasi dari Polsek Duren Sawit terkait pelecehan, pihak Kelurahan Pondok Kelapa menyerahkan sepenuhnya penanganan kasus kepada kepolisian.

    “Saya enggak tahu permasalahannya bagaimana karena kan ditangani pihak kepolisian,” ujar Rasikin.

    Menurut pengurus lingkungan RT/RW setempat pondok pesantren tersebut sudah berdiri sekitar lima tahun dan memang memiliki izin operasional dari Kementerian Agama.

    Ketua RT setempat, Hidayat menuturkan izin operasional dari Kementerian Agama ini terpampang pada pelang yang ditempatkan di bagian depan pondok pesantren.

    “Izin pondok pesantrennya memang ada, ada pelangnya juga kok di depan pondok pesantren,” tutur Hidayat.

    Tapi warga tidak mengetahui terkait tindak pelecehan dilakukan CH dan MCN kepada para santri, sehingga mereka juga terkejut saat pertama mendapat informasi kejadian dari kepolisian.

    Kini setelah CH dan MCN diamankan Polres Metro Jakarta Timur, pengurus lingkungan mengimbau warga untuk mempercayakan sepenuhnya proses hukum kepada kepolisian.

    “Saya sih inginnya situasi kondusif, kita menyerahkan tindakan selanjutnya terkait proses hukum kepada pihak kepolisian,” lanjut Hidayat.

    Modus mengeluarka penyakit

    CH menggunakan tipu daya saat mencabuli para santrinya dengan modus meminta korban memijat.

    Kapolres Metro Jakarta Timur, Kombes Nicolas Ary Lilipaly mengatakan dari hasil penyidikan diketahui CH berdalih melakukan pencabulan agar penyakit dalam tubuh tersangka keluar.

    “Setelah terpuaskan nafsunya, maka penyakit yang ada di dalam tubuh tersangka akan keluar. Tersangka akan sembuh,” kata Nicolas di Jakarta Timur, Selasa (21/1/2025).

    Tipu daya mengeluarkan penyakit dalam tubuh ini selalu disampaikan tersangka ketika mencabuli para santri di rumahnya yang masih berada dalam satu area dengan pondok pesantren.

    Maupun saat CH mencabuli santri pada ruang pimpinan pondok pesantren yang akses masuknya hanya dimiliki tersangka, sehingga ulahnya luput dari pengetahuan para pengurus pondok lain.

    Hingga kini setidaknya sudah ada dua santri laki-laki yang diketahui menjadi korban pencabulan CH selama kurun 2019-2024, kedua korban berinisial NFR (17) dan RN (17).

     

     

    “Itu (tipu daya) yang selalu disampaikan kepada korban. Setelah melakukan pencabulan tersangka juga memberikan uang, dan mengancam korban tidak boleh memberitahukan kejadian,” ujarnya.

     

    Nicolas menuturkan para korban yang secara psikologis berada di bawah tekanan dan ancaman awalnya sempat tidak berani menceritakan tindak pencabulan terhadap CH.

     

    Terlebih terdapat relasi kuasa yang kuat antara tersangka selaku pemilik, pengasuh, sekaligus guru di pondok pesantren yang dihormati para santri dan guru-guru lain.

     

    “Mereka juga sebagai santri, mereka memandang pimpinan, pengasuhan, ataupun guru sebagai orang-orang yang harus dihormati. Apalagi juga mereka diancam,” tuturnya.

     

    Para korban baru dapat menceritakan kasus dialami kepada orangtua lantaran sudah tidak kuat dengan segala tipu daya, bujuk rayu, dan ancaman dilakukan tersangka.

    Cerita para korban tersebutlah yang akhirnya membuat para orangtua melaporkan CH ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polres Metro Jakarta Timur.

    “Saat ini mereka mampu bercerita ke orangtuanya karena sudah tidak tahan atas perlakuan tersangka. Jadi sudah tidak tahan ajakan, bujuk rayu, dan ancaman dilakukan tersangka,” lanjut Nicolas.

    Atas perbuatannya CH kini sudah ditetapkan sebagai tersangka dengan jerat Pasal 76E juncto Pasal 82 Undang-undang RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.

    Penulis: Bima Putra

    dan

    Dalih Pemilik Pesantren di Duren Sawit Cabuli Santri untuk Keluarkan Penyakit

  • 5 Santri Dilecehkan, Pesantren di Duren Sawit Jaktim Dipastikan Punya Izin Kemenag

    5 Santri Dilecehkan, Pesantren di Duren Sawit Jaktim Dipastikan Punya Izin Kemenag

    Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Bima Putra

    TRIBUNJAKARTA.COM, DUREN SAWIT – Pondok pesantren di kawasan Pondok Kelapa, Duren Sawit, Jakarta Timur tempat sejumlah santri dilecehkan mengantongi izin operasional dari Kementerian Agama.

    Pada pondok pesantren ini terjadi tindak pelecehan terhadap lima santri laki-laki yang dilakukan pemilik pondok pesantren berinisial CH, dan seorang guru pesantren berinisial MCN.

    Lurah Pondok Kelapa, Rasikin mengatakan sejak awal berdiri pondok pesantren yang memiliki ratusan santri laki-laki tersebut sudah mengantungi izin operasional dari Kementerian Agama.

    “Ada izinnya, terdaftar di Kementerian Agama. Berdirinya sudah lama, sebelum saya masuk (jadi Lurah Pondok Kelapa) pesantren itu sudah ada,” kata Rasikin saat dikonfirmasi di Jakarta Timur.

    Namun Rasikin tidak mengetahui pasti terkait kasus pelecehan dilakukan pemilik pondok pesantren berinisial CH dan guru berinisial MCN yang kini sudah ditetapkan tersangka.

    Ketika mendapat informasi dari Polsek Duren Sawit terkait pelecehan, pihak Kelurahan Pondok Kelapa menyerahkan sepenuhnya penanganan kasus kepada kepolisian.

    “Saya enggak tahu permasalahannya bagaimana karena kan ditangani pihak kepolisian,” ujar Rasikin.

    Menurut pengurus lingkungan RT/RW setempat pondok pesantren tersebut sudah berdiri sekitar lima tahun dan memang memiliki izin operasional dari Kementerian Agama.

    Ketua RT setempat, Hidayat menuturkan izin operasional dari Kementerian Agama ini terpampang pada pelang yang ditempatkan di bagian depan pondok pesantren.

    “Izin pondok pesantrennya memang ada, ada pelangnya juga kok di depan pondok pesantren,” tutur Hidayat.

    Tapi warga tidak mengetahui terkait tindak pelecehan dilakukan CH dan MCN kepada para santri, sehingga mereka juga terkejut saat pertama mendapat informasi kejadian dari kepolisian.

    Kini setelah CH dan MCN diamankan Polres Metro Jakarta Timur, pengurus lingkungan mengimbau warga untuk mempercayakan sepenuhnya proses hukum kepada kepolisian.

    “Saya sih inginnya situasi kondusif, kita menyerahkan tindakan selanjutnya terkait proses hukum kepada pihak kepolisian,” lanjut Hidayat.

    Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

  • Tipu Daya Pemilik Ponpes Cabuli Santri di Jakarta Timur untuk Sembuhkan Penyakit – Halaman all

    Tipu Daya Pemilik Ponpes Cabuli Santri di Jakarta Timur untuk Sembuhkan Penyakit – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Pemilik pondok pesantren di Duren Sawit, Jakarta Timur, berinisial CH menggunakan tipu daya saat mencabuli para santrinya dengan modus meminta korban untuk memijat.

    Berdasarkan hasil penyelidikan polisi, CH berdalih melakukan pencabulan agar penyakit dalam tubuh tersangka keluar.

    Dilansir Tribun Jakarta, hal ini disampaikan oleh Kapolres Metro Jakarta Timur, Kombes Nicolas Ary Lilipaly, Selasa (21/1/2025).

    “Setelah terpuaskan nafsunya, maka penyakit yang ada di dalam tubuh tersangka akan keluar.”

    “Tersangka akan sembuh,” kata Nicolas di Jakarta Timur.

    Tipu daya mengeluarkan penyakit dalam tubuh selalu disampaikan tersangka saat mencabuli para santri di rumah yang masih terletak dalam satu area dengan pondok pesantren.

    Atau di ruang pimpinan pondok pesantren yang akses masuknya hanya dimiliki tersangka sehingga ulahnya itu luput dari pengetahuan para pengurus pondok lain.

    Sampai saat ini, sudah ada santri laki-laki yang menjadi korban pencabulan CH selama kurun waktu 2019-2024, yaitu NFR (17) dan RN (17).

    “Itu (tipu daya) yang selalu disampaikan kepada korban.”

    “Setelah melakukan pencabulan tersangka juga memberikan uang, dan mengancam korban tidak boleh memberitahukan kejadian,” ujarnya.

    Nicolas menyatakan bahwa para korban yang secara psikologis berada di bawah tekanan dan ancaman, awalnya sempat tidak berani menceritakan tindakan CH.

    Apalagi, terdapat relasi kuasa yang kuat antara tersangka selaku pemilik, pengasuh, sekaligus guru di pondok pesantren yang dihormati para santri dan guru-guru lain.

    “Mereka juga sebagai santri, mereka memandang pimpinan, pengasuhan, ataupun guru sebagai orang-orang yang harus dihormati. Apalagi juga mereka diancam,” tuturnya.

    Korban bisa menceritakan kasus yang dialami kepada orang tua setelah tak kuat dengan segala tipu daya, bujuk rayu, dan ancaman yang dilakukan tersangka.

    Cerita korban yang pada akhirnya membuat para orang tua melaporkan CH ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polres Metro Jakarta Timur.

    “Saat ini mereka mampu bercerita ke orang tuanya karena sudah tidak tahan atas perlakuan tersangka.” 

    “Jadi sudah tidak tahan ajakan, bujuk rayu, dan ancaman dilakukan tersangka,” lanjut Nicolas.

    CH pun telah ditetapkan sebagai tersangka dengan jerat Pasal 76E juncto Pasal 82 Undang-undang RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.

    Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJakarta.com dengan judul: Dalih Pemilik Pesantren di Duren Sawit Cabuli Santri untuk Keluarkan Penyakit.

    (Tribunnews.com/Deni)(TribunJakarta.com/Bima Putra)

  • Dalih Pemilik Pesantren di Duren Sawit Cabuli Santri untuk Keluarkan Penyakit

    Dalih Pemilik Pesantren di Duren Sawit Cabuli Santri untuk Keluarkan Penyakit

    Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Bima Putra

    TRIBUNJAKARTA.COM, DUREN SAWIT – CH, pemilik pondok pesantren di Duren Sawit, Jakarta Timur menggunakan tipu daya saat mencabuli para santrinya dengan modus meminta korban memijat.

    Kapolres Metro Jakarta Timur, Kombes Nicolas Ary Lilipaly mengatakan dari hasil penyidikan diketahui CH berdalih melakukan pencabulan agar penyakit dalam tubuh tersangka keluar.

    “Setelah terpuaskan nafsunya, maka penyakit yang ada di dalam tubuh tersangka akan keluar. Tersangka akan sembuh,” kata Nicolas di Jakarta Timur, Selasa (21/1/2025).

    Tipu daya mengeluarkan penyakit dalam tubuh ini selalu disampaikan tersangka ketika mencabuli para santri di rumahnya yang masih berada dalam satu area dengan pondok pesantren.

    Maupun saat CH mencabuli santri pada ruang pimpinan pondok pesantren yang akses masuknya hanya dimiliki tersangka, sehingga ulahnya luput dari pengetahuan para pengurus pondok lain.

     

    Hingga kini setidaknya sudah ada dua santri laki-laki yang diketahui menjadi korban pencabulan CH selama kurun 2019-2024, kedua korban berinisial NFR (17) dan RN (17).

     

    “Itu (tipu daya) yang selalu disampaikan kepada korban. Setelah melakukan pencabulan tersangka juga memberikan uang, dan mengancam korban tidak boleh memberitahukan kejadian,” ujarnya.

     

    Nicolas menuturkan para korban yang secara psikologis berada di bawah tekanan dan ancaman awalnya sempat tidak berani menceritakan tindak pencabulan terhadap CH.

     

    Terlebih terdapat relasi kuasa yang kuat antara tersangka selaku pemilik, pengasuh, sekaligus guru di pondok pesantren yang dihormati para santri dan guru-guru lain.

     

    “Mereka juga sebagai santri, mereka memandang pimpinan, pengasuhan, ataupun guru sebagai orang-orang yang harus dihormati. Apalagi juga mereka diancam,” tuturnya.

     

    Para korban baru dapat menceritakan kasus dialami kepada orangtua lantaran sudah tidak kuat dengan segala tipu daya, bujuk rayu, dan ancaman dilakukan tersangka.

     

    Cerita para korban tersebutlah yang akhirnya membuat para orangtua melaporkan CH ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polres Metro Jakarta Timur.

    “Saat ini mereka mampu bercerita ke orangtuanya karena sudah tidak tahan atas perlakuan tersangka. Jadi sudah tidak tahan ajakan, bujuk rayu, dan ancaman dilakukan tersangka,” lanjut Nicolas.

    Atas perbuatannya CH kini sudah ditetapkan sebagai tersangka dengan jerat Pasal 76E juncto Pasal 82 Undang-undang RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.

  • Kriminal kemarin, pencabulan santri lalu penipuan beli tiket pesawat

    Kriminal kemarin, pencabulan santri lalu penipuan beli tiket pesawat

    Jakarta (ANTARA) – Sejumlah berita kriminal di kanal Metro ANTARA pada Selasa (21/1) antara lain pencuri motor bersenjata api beraksi di Jakarta Utara, perkembangan kasus pencabulan di pondok pesantren kawasan Jakarta Timur, hingga penipuan tiket pesawat dengan kerugian lebih dari Rp70 juta.

    Berikut rangkumannya:

    1. Polisi dalami korban lain dari kasus pencabulan di ponpes Jaktim

    Jakarta (ANTARA) – Polres Metro Jakarta Timur masih mendalami kemungkinan adanya korban lain dari kasus pencabulan guru dan pemilik Pondok Pesantren (Ponpes) Ad-Diniyah di RT 09/RW 07, Pondok Kelapa, Duren Sawit, Jakarta Timur.

    “Saat ini kami masih melakukan pendalaman, kita akan dalami, apakah masih ada korban-korban. Lalu bagaimana dengan kegiatannya,” kata Kapolres Metro Jakarta Timur Komisaris Besar Polisi Nicolas Ary Lilipaly di Polres Metro Jakarta Timur, Selasa.

    Baca selengkapnya di sini

    2. Polisi tahan dan tetapkan dua tersangka pencabulan santri di Jaktim

    Jakarta (ANTARA) – Polres Metro Jakarta Timur menahan dan menetapkan dua tersangka kasus pencabulan di Pondok Pesantren Ad-Diniyah, Pondok Kelapa, Duren Sawit, Jakarta Timur.

    Tersangka pertama inisial MCN (26) selaku guru di ponpes tersebut dan satu lagi inisial CH (47) yang merupakan guru sekaligus pemilik pondok pesantren.

    Baca selengkapnya di sini

    3. Pencuri motor yang menodongkan senpi beraksi di Penjaringan

    Jakarta (ANTARA) – Pelaku pencurian sepeda motor yang menodongkan senjata api kepada calon korban beraksi di kawasan Pejagalan Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara.

    Kali ini pelaku menyasar korban yang merupakan Ketua RT, namun percobaan pencurian ini berhasil digagalkan pemilik.

    Baca selengkapnya di sini

    4. Kuasa hukum pertanyakan bukti KPK tetapkan Hasto sebagai tersangka

    Jakarta (ANTARA) – Kuasa hukum Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto, Maqdir Ismail mempertanyakan bukti KPK menetapkan kliennya sebagai tersangka.

    “Karena kalau suap apakah ada keterangan atau ada saksi yang menerangkan dan ada buktinya bahwa mas Hasto melakukan suap, sementara di dalam putusan perkara yang lalu tidak ada, jadi ini hal pertama yang kami ingin tegaskan,” kata Maqdir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa.

    Baca selengkapnya di sini

    5. Seorang wanita lapor polisi usai ditipu beli tiket pesawat Rp77 juta

    Jakarta (ANTARA) – Seorang wanita berinisial AS melaporkan kejadian penipuan yang dialaminya oleh seorang tersangka berinisial DDK yang merupakan mantan pegawai di sebuah perusahaan biro perjalanan di Jakarta Pusat hingga mengalami rugi mencapai Rp77 juta.

    Kabid Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Ade Ary Syam Indradi saat dikonfirmasi menjelaskan kejadian penipuan tersebut terjadi pada Senin (20/1).

    Baca selengkapnya di sini

    Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
    Editor: Edy Sujatmiko
    Copyright © ANTARA 2025

  • ‘Minta Pijat’ Jadi Modus Guru dan Pimpinan Ponpes di Duren Sawit untuk Cabuli 5 Santri Lelaki

    ‘Minta Pijat’ Jadi Modus Guru dan Pimpinan Ponpes di Duren Sawit untuk Cabuli 5 Santri Lelaki

    TRIBUNJAKARTA.COM – Kelakuan tak terpuji guru dan pimpinan pondok pesantren di Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur akhirnya terbongkar.

    Pelaku berinisial MCN yang merupakan guru, dan CH sekretaris khusus pimpinan pondok pesantren tega mencabuli lima santri lelaki dengan inisial ARD (18), IAN (17), YIA (15), NFR (17) dan RN (17).

    Aksi mereka berhasil terbongkar usai korban mengadu ke orangtua mereka dan berujung laporan ke Polres Metro Jakarta Timur.

    Dari pemeriksaan ini, diketahui jika tiga santri dicabuli MCN di ruang kamar pribadinya, di area pondok pesantren.

    Dimana akses masuknya hanya dimiliki pelaku, sehingga ulahnya tidak diketahui para guru dan santri lainnya.

    Padahal aksi tak terpuji ini sudah dilancarkannya sejak 2021 sampai 2024.

    Sementara CH, mencabuli NFR (17) dan RN (17) di rumahnya ketika sang istri tak ada lantaran mengajar di pondok pesantren.

    Mirisnya, CH mencabuli santrinya sejak 2019 sampai 2024 atau dua tahun lebih awal dari MCN.

    lihat foto
    Sumber api dalam kebakaran di Glodok Plaza, Jakarta Barat pada Rabu (15/1/2025) rupanya berasal dari lantai 7. Pihak pemadam kebakaran menduga titik api di lantai tersebut berasal dari diskotik. Di sana juga terdapat 9 orang yang terjebak dan akhirnya sudah berhasil dievakuasi.

    Kapolres Metro Jakarta Timur, Kombes Nicolas Ary Lilipaly mengatakan berdasar hasil penyidikan, CH pernah tepergok sang istri dan seorang kerabatnya ketika mencabuli santri.

    Namun ia masih lancar melakukan aksinya itu gegara para santri berada di bawah tekanan.

    “Tapi masih tetap dan tetap dilakukan pimpinan pondok pesantren ini. Tersangka memberikan uang kepada korban dan mengancam tidak memberitahukan kejadian kepada siapapun,”  kata Kapolres.

    Modus

    Dicabuli berulang kali akhirnya membuat santri tersebut berani buka suara.

    Mereka akhirnya berhasil menceritakan kejadian kelam ini kepada orangtuanya.

    Adapun modus yang digunakan para pelaku hampir sama. Keduanya berdalih meminta dipijat oleh para santri tersebut.

    Hanya saja CH menambah alasannya kepada santrinya, yakni untuk mengeluarkan penyakit yang ada dalam tubuhnya.

    “Yang selalu disampaikan (CH) kepada korban kalau sudah terpuaskan nafsunya maka penyakit di dalam tubuh tersangka akan keluar, dan tersangka akan sembuh,” tutur Kapolres.

    Kini, atas perbuatannya CH dan MCN disangkakan 76E juncto Pasal 82 Undang-undang (UU) RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.

    Namun hukuman pidana terhadap keduanya akan ditambah sepertiga sebagaimana diatur Undang-undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.

    Sesuai UU Nomor 17 Tahun 2016, bahwa tindak pidana yang dilakukan orang terdekat di lingkungan anak seperti orangtua, pengasuh, pendidik akan diperberat sepertiga.

    “Pelakunya itu ada relasi kuasa dengan para korban, sehingga ancaman pidana akan lebih diperberat. Dari 15 tahun ditambah menjadi sepertiga,” lanjut Nicolas.

    Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

  • Guru dan Pimpinan Ponpes di Jakarta Timur Cabuli Sejumlah Santri, Ancaman Hukuman Akan Diperberat – Halaman all

    Guru dan Pimpinan Ponpes di Jakarta Timur Cabuli Sejumlah Santri, Ancaman Hukuman Akan Diperberat – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Guru berinisial MCN dan pimpinan pondok pesantren (Ponpes) berinisial CH, diduga melakukan tindak pencabulan terhadap sejumlah santri.

    Keduanya merupakan guru dan sekretaris khusus pimpinan pondok pesantren di Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur.

    Saat ini, mereka sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Mapolres Metro Jakarta Timur.

    MCN dan CH yang melakukan perbuatannya secara terpisah, ditetapkan sebagai tersangka setelah para orang tua santri yang menjadi korban, melapor ke Polres Metro Jakarta Timur.

    Berdasarkan laporan yang diterima Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Metro Jakarta Timur, MCN mencabuli tiga santri laki-lakinya berinisial ARD (18), IAN (17), dan YIA (15).

    Ketiganya dicabuli di ruang kamar pribadi MCN di area pondok pesantren yang akses masuknya hanya dimiliki pelaku, sehingga ulahnya tidak diketahui para guru dan santri lain.

    “Selaku guru, yang bersangkutan dilaporkan melakukan pencabulan kepada tiga orang korban,” ujar Kapolres Metro Jakarta Timur, Kombes Nicolas Ary Lilipaly, Selasa (21/1/2025), dilansir TribunJakarta.com.

    Ancaman Hukuman Akan Diperberat

    Hukuman terhadap guru dan pemilik pondok pesantren di Jakarta Timur yang mencabuli santrinya akan diperberat.

    Kombes Nicolas Ary Lilipaly mengatakan, ancaman hukuman akan ditambah sepertiga dari ancaman pidana, karena kedua tersangka merupakan guru dan pengasuh.

    Sesuai UU Nomor 17 tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, bahwa tindak pidana yang dilakukan orang terdekat di lingkungan anak seperti orang tua, pengasuh, pendidik, akan diperberat.

    “Pelakunya itu ada relasi kuasa dengan para korban, sehingga ancaman pidana akan lebih diperberat. Dari 15 tahun ditambah menjadi sepertiga,” jelasnya di Jakarta Timur, Selasa, dikutip dari TribunJakarta.com.

    Dengan demikian, jika ancaman hukuman maksimal dalam Pasal 76E juncto Pasal 82 UU Nomor 17 tahun 2016 diatur 15 tahun penjara, maka karena diperberat menjadi 20 tahun penjara.

    “Dari 15 tahun ditambah sepertiga. Karena mereka (korban) di bawah tekanan,  juga sebagai santri mereka memandang pimpinan, pengasuhan, atau pun guru orang yang harus dihormati,” tegasnya.

    Ada Korban Lain yang Belum Melapor

    Masih dari TribunJakarta.com, ternyata belum semua santri yang diduga menjadi korban pencabulan guru berinisial MCN, melapor.

    Dari hasil penyidikan Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Metro Jakarta Timur, ada lebih dari tiga santri yang dicabuli MCN selama 2021-2024.

    “Informasi dari para korban yang kami periksa bahwa ada korban-korban lain yang belum mau untuk melapor,” ungkap Kombes Nicolas Ary Lilipaly, Selasa.

    Para korban disebut merasa ragu melaporkan ulah MCN ke pihak kepolisian karena relasi kuasa antara tersangka selaku guru di pondok pesantren, dan santri yang menjadi murid.

    Sehingga, Polres Metro Jakarta Timur mengimbau agar santri yang juga menjadi korban pencabulan segera melapor, agar dapat diberikan pendampingan psikologis untuk pemulihan trauma.

    “Ada relasi kuasa yang begitu kuat di pondok pesantren tersebut, sehingga mereka segan untuk melaporkan perilaku daripada guru. Ini keterangan dari korban kepada kami,” imbuhnya.

    Modus Pelaku

    Dalam aksinya, MCN yang sudah menjadi tenaga pengajar di pondok pesantren sejak tahun 2021, menggunakan modus dengan cara berpura-pura meminta korban untuk memijat.

    “Modus operandinya dengan cara mengajak korban masuk ke ruang kamar pribadinya untuk memijat.”

    “Dia sudah melakukan perbuatan ini sejak tahun 2021 hingga tahun 2024,” papar Kombes Nicolas Ary Lilipaly.

    ilustrasi pencabulan anak. Guru dan pimpinan pondok pesantren di Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur, menjadi tersangka kasus pencabulan terhadap sejumlah santri. (kompas.com)

    Sementara terhadap CH yang merupakan pimpinan pondok pesantren, dari hasil penyidikan diketahui melakukan pencabulan terhadap dua santri laki-lakinya berinisial NFR (17) dan RN (17).

    Modus yang digunakan dalam melakukan aksinya hampir sama dengan MCN, yakni mengajak korban ke kamar pribadi atau ke rumah ketika sang istri sedang mengajar di pondok pesantren.

    Bedanya dari hasil penyidikan Unit PPA Satreskrim Polres Metro Jakarta Timur, CH berdalih tindak pencabulan terhadap santrinya dilakukan agar dia dapat mengeluarkan penyakit dalam tubuh.

    Untuk menyembunyikan aksinya, CH memberikan sejumlah uang terhadap para santri yang menjadi korban dan mengancam mereka agar tidak menceritakan kejadian itu.

    Kepada penyidik CH yang sudah melakukan ulahnya sejak tahun 2019 hingga 2024, juga mengajak korban ke sejumlah tempat rekreasi di wilayah Jakarta agar korban tidak menceritakan kejadian tersebut.

    “TKP-nya sama dengan (MCN), di pondok pesantren yang sama. Tapi area (tempat CH melakukan pencabulan) berbeda. Pertama di rumahnya saat rumah kosong, dan di ruang pribadi,” jelas Kombes Nicolas Ary Lilipaly.

    Sebagai informasi, kedua pelaku sudah ditahan di Mapolres Metro Jakarta Timur untuk proses hukum lebih lanjut, sebelum berkas perkara kedua tersangka dilimpahkan ke Kejaksaan.

    Sudah ada lima santri yang melapor menjadi korban, tiga di antaranya korban pencabulan dari MCN dan dua santri lainnya merupakan korban pencabulan CH.

    MCN melakukan pencabulan sejak 2021-2024 di ruang kamar pribadinya, sementara CH mencabuli santrinya sejak 2019-2024 di rumahnya dan ruang pimpinan pondok pesantren.

    Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJakarta.com dengan judul Guru dan Pimpinan Pondok Pesantren di Duren Sawit Cabuli 5 Santrinya

    (Tribunnews.com/Nuryanti) (TribunJakarta.com/Bima Putra)

    Berita lain terkait pencabulan

  • Polisi dalami korban lain dari kasus pencabulan di ponpes Jaktim

    Polisi dalami korban lain dari kasus pencabulan di ponpes Jaktim

    Para korban diberi iming-iming uang dan diistimewakan dari teman-temannya

    Jakarta (ANTARA) – Polres Metro Jakarta Timur masih mendalami kemungkinan adanya korban lain dari kasus pencabulan guru dan pemilik Pondok Pesantren (Ponpes) Ad-Diniyah yang berada di RT 09/RW 07, Pondok Kelapa, Duren Sawit, Jakarta Timur.

    “Saat ini kami masih melakukan pendalaman, kita akan dalami terus di sana apakah masih ada korban-korban. Lalu bagaimana dengan kegiatannya,” kata Kapolres Metro Jakarta Timur Komisaris Besar Polisi Nicolas Ary Lilipaly di Polres Metro Jakarta Timur, Selasa.

    Pendalaman ini dilakukan berdasarkan keterangan para korban bahwasanya masih ada korban-korban lainnya namun belum berani memberikan laporan dan keterangan.

    Dalam kasus pencabulan di ponpes ini, polisi mengungkap ada lima santri yang menjadi korban pencabulan. Korban tersangka MCN ada tiga orang yakni ARD (18) IAN (17) dan YIA (15), dan tersangka CH ada dua orang yakni MFR (17) dan RN (17).

    Para korban diiming-imingi uang hingga diberikan perlakuan istimewa agar tidak menceritakan perbuatan cabul dari pelaku.

    “Para korban diberi iming-iming uang dan diistimewakan dari teman-temannya. Uang yang dikasih berkisar Rp20 ribu-Rp50 ribu,” ujar Nicolas.

    Para korban juga diajak jalan-jalan ke tempat rekreasi setelah dicabuli. Bahkan, korban diberikan keistimewaan seperti boleh menggunakan ponsel di lingkungan pesantren.

    “Diajak juga jalan-jalan. Jadi setelah melakukan itu mereka dikasih uang, diberikan istimewa diperlakukan istimewa dari teman-teman santri lainnya. Termasuk menggunakan handphone dan sebagainya pokoknya diperlakukan istimewa,” ucap Nicolas.

    Awalnya, kasus ini sempat ditutupi para korban karena adanya ancaman. Namun, karena sudah tidak kuat, korban kemudian menceritakan kasus ini ke keluarganya yang kemudian melaporkan kasusnya ke polisi.

    Oleh karena itu, Nicolas mengimbau kepada santri di Pondok Pesantren (Ponpes) Ad-Diniyah untuk memberanikan diri dan melaporkan jika menjadi korban pencabulan dari dua tersangka yang sudah ditahan.

    Pihak kepolisian juga memastikan keamanan dan perlindungan hak-hak korban mulai dari memberikan laporan, keterangan, hingga penyelesaian kasus ini.

    “Kami imbau kepada korban, bahwa jika masih ada korban-korban lain yang belum berani menceritakan perilaku pelaku dari kedua tersangka yang ada di ponpes tersebut, penyidik siap membantu melindungi hak-hak korban apabila mereka mau membuka menceritakan bahwa mereka juga selaku korban yang pernah dicabuli,” jelas Nicolas.

    Lebih lanjut, terhadap kelima korban saat ini pihak kepolisian terus berkoordinasi dan bekerja sama dengan lembaga-lembaga terkait anak agar perlindungan dan penyelesaian kasus sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP).

    “Kalau penanganan korban karena ini anak berhadapan dengan hukum (ABH), anak korban juga di bawah umur, maka perlakuannya sesuai SOP. Hak wajib penyidik utamakan sebagai anak-anak,” kata Nicolas.

    Sampai saat ini, kata Nicolas pondok pesantren itu tetap beroperasi karena ini merupakan kasus pribadi. Sehingga proses belajar mengajar di ponpes tetap berlangsung.

    Diberitakan sebelumnya, kepolisian hingga saat ini masih mendalami apakah ada keterkaitan antara keduanya atau tidak. Dari penyelidikan sementara, keduanya tidak saling mengetahui telah melakukan perbuatan tersebut.

    “Kami masih melakukan pendalaman apakah kedua pelaku memang punya komitmen yang sama atau tidak. Tapi, untuk sampai saat ini, tidak ada hubungan sama sekali. Mereka juga tidak saling mengetahui kegiatan mereka masing-masing dengan anak-anak santri yang ada di pondok pesantren itu,” jelas Nicolas.

    Saat ini keduanya sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan dan terjerat dengan pasal 76 e Jo. pasal 82 Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.

    “Ancaman hukuman 15 tahun penjara,” ucap Nicolas.

    Pewarta: Siti Nurhaliza
    Editor: Ganet Dirgantara
    Copyright © ANTARA 2025