kab/kota: Dukuh

  • Puting Beliung Terjang Buduran Sidoarjo, Puluhan Rumah Warga Rusak dan Atap Beterbangan

    Puting Beliung Terjang Buduran Sidoarjo, Puluhan Rumah Warga Rusak dan Atap Beterbangan

    Sidoarjo (beritajatim.com) – Beberapa desa di Kecamatan Buduran diterjang angin puting beliung, Sabtu (20/12/2025). Di antaranya, rumah warga di Desa Dukuh Tengah, Kwangsan, dan Prasung mengalami kerusakan pada bagian atap akibat hempasan angin yang datang disertai hujan secara cepat.

    Akibat peristiwa tersebut, belasan hingga puluhan rumah warga dilaporkan mengalami kerusakan dengan kategori ringan dan berat. Selain itu, sejumlah pohon juga tumbang di beberapa titik.

    Setidaknya ada 4 RT di Desa Prasung, Kecamatan Buduran, yang tercatat mengalami banyak kerusakan rumah, baik ringan maupun berat. “Atap rumah beterbangan dan ada yang jatuh bagian asbesnya. Rumah warga 4 RT yang tersapu angin di RT 8, RT 10 RW 4, RT 11, dan RT 12 RW 5,” ucap Sholeh.

    Sementara itu, Plt Kepala BPBD Kabupaten Sidoarjo, Sabino Mariano, menjelaskan peristiwa hujan disertai angin terjadi di tiga wilayah kecamatan, yakni Kecamatan Jabon, Candi, dan Buduran. “Akibat angin kencang tersebut, puluhan rumah warga mengalami kerusakan. Saat ini petugas BPBD bersama unsur terkait masih melakukan pendataan di lapangan,” terangnya.

    BPBD Sidoarjo mengimbau masyarakat agar tetap waspada terhadap potensi cuaca ekstrem, terutama hujan deras disertai angin kencang yang masih berpeluang terjadi di wilayah Sidoarjo dalam beberapa hari ke depan. (isa/kun)

  • Lukisan Raksasa Curi Perhatian di Festival Kendeng Pati, Pernah Dipamerkan di Australia
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        18 Desember 2025

    Lukisan Raksasa Curi Perhatian di Festival Kendeng Pati, Pernah Dipamerkan di Australia Regional 18 Desember 2025

    Lukisan Raksasa Curi Perhatian di Festival Kendeng Pati, Pernah Dipamerkan di Australia
    Tim Redaksi

    PATI, KOMPAS.com
    – Komunitas seni rupa Taring Padi memeriahkan Festival Kendeng 2025 yang digelar di Dukuh Misik, Desa Sukolilo, Kabupaten Pati, Kamis (18/12/2025).
    Mereka memamerkan sejumlah karya lukis yang merekam
    perjuangan masyarakat
    mempertahankan
    Pegunungan Kendeng
    dari kerusakan lingkungan.
    Di berbagai sudut festival, lukisan-lukisan bertema pelestarian Kendeng terpajang.
    Namun, satu karya raksasa berukuran 4 x 6 meter paling menyita perhatian pengunjung.
    Lukisan berjudul “
    Kendeng Lestari
    , Nyawiji Kanggo Ibu Bumi” itu menjadi representasi visual paling kuat yang menggambarkan perjuangan warga Kendeng.
    “Ini adalah potret dari apa yang dilakukan sedulur-sedulur Kendeng, JMPPK, Sedulur Sikep, dan Wiji Kendeng. Kami mencoba mengilustrasikan aktivitas dan semangat mereka dalam menjaga Kendeng,” ujar Fitri, salah satu seniman
    Taring Padi
    .
    Lukisan tersebut terbagi dalam dua sisi kontras.
    Di sisi kiri, wajah Samin Surosentiko dan sejumlah tokoh perjuangan pelestarian Kendeng.
    Sementara di sisi kanan, sosok Joko Widodo, Ganjar Pranowo, serta aparat negara. 
    Di bagian tengah lukisan, tergambar aksi pengecoran kaki, simbol ikonik perlawanan warga Kendeng.
    “Sisi kiri menggambarkan aktivitas yang dilakukan masyarakat Kendeng, sementara sisi kanan adalah gambaran pihak-pihak yang merusak Pegunungan Kendeng melalui penambangan dan kebijakan,” jelas Fitri.
    Proses pengerjaan lukisan ini memakan waktu tiga hingga empat pekan, melibatkan sekitar 10 seniman dan relawan.
    Karya tersebut rampung pada 2023 dan sempat dipamerkan di Australia sebelum akhirnya “pulang” ke Kendeng.
    Menurut Fitri, proses kreatif lukisan ini bukan sekadar kerja artistik, melainkan perjalanan belajar yang panjang.
    Diskusi demi diskusi dilakukan untuk merumuskan konsep, tema, hingga detail terkecil.
    “Yang paling lama justru proses diskusinya, sampai akhirnya menemukan bentuk yang tepat,” tandasnya.
    Taring Padi sendiri telah konsisten membersamai perjuangan warga Kendeng sejak 2006.
    Dalam
    Festival Kendeng
    2025, Taring Padi menampilkan
    lukisan raksasa
    ini bersama puluhan karya lain sebagai penanda bahwa karya tersebut telah menjadi satu kesatuan utuh dengan perjuangan warga.
    Tak hanya lukisan, Taring Padi juga memamerkan sepuluh panji berisi tembang-tembang perlawanan khas Samin.
    Panji-panji tersebut turut dipasang di Pendopo Pengayoman, Blora.
    “Festival Kendeng menjadi momen penting. Karya ini akhirnya kami persembahkan kembali kepada warga. Ia kembali ke tanahnya, tidak lagi menjadi beban, tapi menjadi milik bersama,” ujar seniman Taring Padi lainnya, Bebe.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Lukisan Raksasa Curi Perhatian di Festival Kendeng Pati, Pernah Dipamerkan di Australia
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        18 Desember 2025

    Lukisan Raksasa Curi Perhatian di Festival Kendeng Pati, Pernah Dipamerkan di Australia Regional 18 Desember 2025

    Lukisan Raksasa Curi Perhatian di Festival Kendeng Pati, Pernah Dipamerkan di Australia
    Tim Redaksi

    PATI, KOMPAS.com
    – Komunitas seni rupa Taring Padi memeriahkan Festival Kendeng 2025 yang digelar di Dukuh Misik, Desa Sukolilo, Kabupaten Pati, Kamis (18/12/2025).
    Mereka memamerkan sejumlah karya lukis yang merekam
    perjuangan masyarakat
    mempertahankan
    Pegunungan Kendeng
    dari kerusakan lingkungan.
    Di berbagai sudut festival, lukisan-lukisan bertema pelestarian Kendeng terpajang.
    Namun, satu karya raksasa berukuran 4 x 6 meter paling menyita perhatian pengunjung.
    Lukisan berjudul “
    Kendeng Lestari
    , Nyawiji Kanggo Ibu Bumi” itu menjadi representasi visual paling kuat yang menggambarkan perjuangan warga Kendeng.
    “Ini adalah potret dari apa yang dilakukan sedulur-sedulur Kendeng, JMPPK, Sedulur Sikep, dan Wiji Kendeng. Kami mencoba mengilustrasikan aktivitas dan semangat mereka dalam menjaga Kendeng,” ujar Fitri, salah satu seniman
    Taring Padi
    .
    Lukisan tersebut terbagi dalam dua sisi kontras.
    Di sisi kiri, wajah Samin Surosentiko dan sejumlah tokoh perjuangan pelestarian Kendeng.
    Sementara di sisi kanan, sosok Joko Widodo, Ganjar Pranowo, serta aparat negara. 
    Di bagian tengah lukisan, tergambar aksi pengecoran kaki, simbol ikonik perlawanan warga Kendeng.
    “Sisi kiri menggambarkan aktivitas yang dilakukan masyarakat Kendeng, sementara sisi kanan adalah gambaran pihak-pihak yang merusak Pegunungan Kendeng melalui penambangan dan kebijakan,” jelas Fitri.
    Proses pengerjaan lukisan ini memakan waktu tiga hingga empat pekan, melibatkan sekitar 10 seniman dan relawan.
    Karya tersebut rampung pada 2023 dan sempat dipamerkan di Australia sebelum akhirnya “pulang” ke Kendeng.
    Menurut Fitri, proses kreatif lukisan ini bukan sekadar kerja artistik, melainkan perjalanan belajar yang panjang.
    Diskusi demi diskusi dilakukan untuk merumuskan konsep, tema, hingga detail terkecil.
    “Yang paling lama justru proses diskusinya, sampai akhirnya menemukan bentuk yang tepat,” tandasnya.
    Taring Padi sendiri telah konsisten membersamai perjuangan warga Kendeng sejak 2006.
    Dalam
    Festival Kendeng
    2025, Taring Padi menampilkan
    lukisan raksasa
    ini bersama puluhan karya lain sebagai penanda bahwa karya tersebut telah menjadi satu kesatuan utuh dengan perjuangan warga.
    Tak hanya lukisan, Taring Padi juga memamerkan sepuluh panji berisi tembang-tembang perlawanan khas Samin.
    Panji-panji tersebut turut dipasang di Pendopo Pengayoman, Blora.
    “Festival Kendeng menjadi momen penting. Karya ini akhirnya kami persembahkan kembali kepada warga. Ia kembali ke tanahnya, tidak lagi menjadi beban, tapi menjadi milik bersama,” ujar seniman Taring Padi lainnya, Bebe.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Di Bibir Sungai yang Terluka, Jurnalis di Ponorogo Menanam Pohon Harapan

    Di Bibir Sungai yang Terluka, Jurnalis di Ponorogo Menanam Pohon Harapan

    Ponorogo (beritajatim.com) – Tanah di Dukuh Puyut, Desa Plalangan, Kecamatan Jenangan, tidak lagi utuh. Bekas torehan alat berat membentuk tebing curam di bibir sungai. Saat hujan turun, air tak hanya mengalir, tapi bisa saja menggerus, dan itu perlahan tapi pasti.

    Namun, kali ini suasana di lahan bekas tambang itu berubah. Puluhan jurnalis yang tergabung dalam Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Ponorogo dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Korda Mataraman datang bukan membawa kamera untuk meliput bencana, melainkan bibit pohon untuk mencegahnya.

    Mereka menanam ratusan bibit di tanah yang lama ditinggalkan tanpa reklamasi. Bukan lokasi sembarangan. Area ini merupakan sempadan sungai, wilayah yang secara aturan dilarang untuk ditambang. Namun pasirnya telah lama diambil, menyisakan lubang, tebing rawan longsor, dan kekhawatiran warga.

    Ketua IJTI Korda Mataraman, Ahmad Subeki, menyebut kondisi tersebut sebagai potret penambangan yang berjalan tanpa kendali dan tanggung jawab.

    “Ini bekas tambang, diambil pasirnya, dan ini sebenarnya lahan yang tidak boleh ditambang karena masuk sempadan sungai yang ternyata secara sepihak diambil oleh pelaku. Kita enggak tahu siapa pelakunya,” kata Ahmad Subeki, Kamis (18/12/2025).

    Subeki menatap tebing sungai yang terus tergerus. Dia menyebut ancaman longsor bukan sekadar kemungkinan, melainkan risiko yang terus membesar seiring waktu. Jika tanah ini dibiarkan, bencana tinggal menunggu hujan berikutnya.

    “Kalau ini diteruskan, itu longsor terus, dan di sana rumah. Itu mengancam perumahan. Kalau besar, tidak menutup kemungkinan bisa terjadi seperti di Aceh, ada bencana besar, longsor, dan lain sebagainya. Makanya hari ini kita mulai menanam di sini,” tambah Subeki.

    Di tengah aktivitas penanaman, Plt Bupati Ponorogo, Lisdyarita, turut hadir. Dia menyambut baik inisiatif para jurnalis yang memilih bertindak lebih dulu sebelum bencana datang. Menurutnya, pemulihan lingkungan harus memberi manfaat jangka panjang bagi warga.

    “Itu bisa tanaman buah. Nah, ketika tanaman buah, kalau panen kan bisa dinikmati masyarakat juga,” kata Lisdyarita.

    Namun, dukungan itu disertai peringatan keras. Lisdyarita mengingatkan para penambang agar tidak memperlakukan alam seperti ladang bebas garap. Ada aturan, ada batas, dan ada konsekuensi hukum yang mengintai pelanggaran.

    “Intinya kepada para penambang, harap berhati-hati karena jangan main asal menambang. Benar-benar dilihat lokasinya, jangan sampai nanti hubungannya dengan permasalahan hukum,” tegasnya.

    Kekhawatiran Lisdyarita tak berhenti di Jenangan. Dirinya juga menyinggung wilayah Ngebel, kawasan wisata alam yang juga menyimpan banyak bekas tambang. Ketidakpastian kondisi tanah dan kedalaman telaga membuatnya waswas akan potensi bencana alam.

    “Cuma yang saya takutkan yang di Ngebel itu, saya agak ngeri yang di Ngebel karena bekas tambang banyak itu. Karena di Ngebel ini kan kita ada telaga, di mana kalau itu ada terus pergerakan terus, takutnya kita kan sampai hari ini kedalaman dari Telaga Ngebel itu masih kurang lebih belum pastinya belum ada. Itu agak ditakutkan,” ungkapnya.

    Sementara itu, Ketua PWI Ponorogo, Arso, menyebut Desa Plalangan dipilih karena tingkat kerawanannya tinggi. Tanah bekas tambang yang tidak direklamasi menjadi jalur rawan longsor setiap musim hujan. Dia pun menegaskan, kegiatan ini lahir dari kepedulian, bukan kepentingan.

    “Jadi ini semua swadaya, teman-teman biayanya patungan, ada yang membawa nasi bungkus, ada yang membawa air mineral, dan bibit pun kita menyiapkan sendiri, tidak ada bantuan dari mana pun,” pungkas Arso.

    Hari itu, bibit-bibit kecil ditanam di tanah yang pernah dirusak. Belum tentu semuanya tumbuh. Namun setidaknya, ada ikhtiar untuk menghentikan kerusakan sebelum berubah menjadi berita duka. Di bibir sungai yang terluka, para jurnalis menanam bukan hanya pohon, tetapi harapan agar alam diberi kesempatan pulih, dan manusia belajar untuk tidak mengulang kesalahan yang sama. (end/kun)

  • 8
                    
                        Ketika UMR Tak Cukup Hidup Layak, Pekerja Bertahan dari Gaji ke Gaji
                        Megapolitan

    8 Ketika UMR Tak Cukup Hidup Layak, Pekerja Bertahan dari Gaji ke Gaji Megapolitan

    Ketika UMR Tak Cukup Hidup Layak, Pekerja Bertahan dari Gaji ke Gaji
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – UMR Jakarta 2025 yang hampir sebesar Rp 5,4 juta terlihat cukup secara nominal. Namun bagi banyak pekerja, angka itu tak cukup untuk hidup layak.
    Sebagian besar gaji habis untuk kos, makan, dan transportasi, sehingga mereka harus hidup dari gaji ke gaji.
    Di balik angka
    UMR Jakarta
    2025 itu, banyak pekerja terus menyesuaikan diri dengan kebutuhan dasar.
    Putri Lestari (25) memahami betul ritme hidup itu. Perempuan asal Jawa Tengah ini sudah enam tahun merantau ke Jakarta.
    Dua tahun terakhir, ia bekerja sebagai admin media sosial di kawasan Bendungan Hilir, Jakarta Pusat, dengan gaji sekitar Rp 5,4 juta per bulan setara UMR Jakarta.
    “Paling besar itu kos, makan, dan transportasi,” kata Putri saat ditemui di Dukuh Atas, Jakarta Pusat, Rabu (17/12/2025).
    Kos Putri Rp 1,5 juta per bulan, transportasi Rp 500.000–700.000 per bulan. Sisa gaji dibagi untuk makan, pulsa, internet, kebutuhan harian, dan tabungan.
    Kadang niat menabung, tapi begitu ada kebutuhan tak terduga, tabungan langsung habis.
    Menjelang akhir bulan, Putri menekan pengeluaran, mengurangi makan di luar, dan menunda belanja.
    “Rasanya gaji itu cepat banget habis, padahal baru pertengahan bulan,” ujarnya.
    Hiburan dan rencana masa depan pun dikorbankan, termasuk rencana menikah yang ditunda.
    Dilla (23), personal assistant di Jakarta Selatan, bergaji sedikit di atas UMR, sekitar Rp 6 juta.
    Ia harus membayar kos Rp 2,2 juta di Kemang dan transportasi Rp 400.000–500.000 per bulan.
    “Bisa nabung, tapi mepet banget. Nabungnya pelan-pelan,” kata Dilla.
    Menjelang akhir bulan, ia mengurangi jajan, membawa bekal, dan mengandalkan fasilitas kos sebagai “healing” murah.
    “Menurut aku, di atas Rp 10 juta baru bisa dibilang layak, apalagi kalau mau menabung lebih banyak,” ujarnya.
    Dengan penghasilan saat ini, hiburan dan relasi sosial menjadi korban utama.
    Aditya Riski Nugroho (28), sales di Jakarta Pusat, tinggal di Bogor bersama istri dan anaknya. Gajinya sekitar Rp 5 juta.
    Pengeluaran terbesar untuk rumah tangga, anak, dan ongkos pulang-pergi Bogor–Jakarta Rp 700.000–1 juta per bulan.
    “Bisa nabung itu kalau digabung sama penghasilan istri. Jadi tabungan kami itu tabungan keluarga,” kata Aditya.
    Menurut dia, UMR hanya terasa cukup jika dua orang dalam rumah tangga bekerja.
    Hiburan nyaris dihapus, liburan jarang, waktu istirahat sering dikorbankan, dan cicilan motor menjadi prioritas.
    Pengamat ekonomi M. Rizal Taufikurahman menilai UMR Jakarta terlihat tinggi secara nominal, tapi belum mencerminkan hidup layak.
    “Struktur biaya hidup didominasi oleh perumahan dan transportasi yang sulit dikompresi,” kata Rizal.
    UMR lebih berfungsi sebagai batas minimum bertahan hidup, bukan jaminan hidup layak.
    Kenaikan UMR sering habis menutup pengeluaran rutin, bukan untuk menambah kesejahteraan.
    Konsumsi rumah tangga bersifat defensif, minim tabungan, dan kota tetap mahal tapi tidak sejahtera.
    Rista Zwestika, perencana keuangan mengatakan, besaran UMR di Jakarta saat ini pada dasarnya hanya menutup kebutuhan sehari-hari.
    Sekitar 30 persen untuk hunian, 25 persen buat makan, dan 10 persen adalah transportasi, sementara sisanya untuk tagihan, kesehatan, tabungan, dan kebutuhan fleksibel.
    Di Jakarta, transportasi sering mendekati jutaan per bulan. Pola hidup paycheck-to-paycheck, kerja ganda, dan ketergantungan pada pinjaman konsumtif menjadi umum.
    “Jika pengeluaran bulanan Rp 5 juta, dana darurat minimal enam kali untuk lajang, sembilan kali untuk menikah, dan 12 kali untuk menikah punya anak dari pendapatan per bulan,” ujar Rista.
    Tekanan biaya hidup juga mendorong pekerja pindah ke wilayah penyangga seperti Bogor, Depok, Bekasi, dan Tangerang.
    Bagi sebagian pekerja, itu strategi bertahan, bagi lainnya kompromi hidup di ibu kota tetap dipilih.
    “Jadi kondisi upah rendah bisa mendorong keluarnya sebagian pekerja (atau memilih hunian lebih jauh), yang terlihat dari data perpindahan dan tren urban exodus/relokasi ke penyangga,” kata dia.
    Putri dan Dilla menekan pengeluaran, menunda rencana masa depan, dan hidup hemat. Aditya dan keluarganya mengandalkan penghasilan ganda untuk bertahan.
    Fenomena
    hidup dari gajian ke gajian
    mencerminkan realita pekerja Jakarta menghadapi biaya hidup tinggi dengan UMR yang belum layak.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Korban Longsor di Jrahi Berharap Bantuan, BPBD Pati Ngaku Hanya Bisa Beri Logistik Pangan
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        15 Desember 2025

    Korban Longsor di Jrahi Berharap Bantuan, BPBD Pati Ngaku Hanya Bisa Beri Logistik Pangan Regional 15 Desember 2025

    Korban Longsor di Jrahi Berharap Bantuan, BPBD Pati Ngaku Hanya Bisa Beri Logistik Pangan
    Tim Redaksi
    KOMPAS.com – Musibah longsor menghantam rumah milik Soleh, warga Dukuh Beru, Desa Jrahi, Kecamatan Gunungwungkal, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Minggu (14/12/2025) menjelang waktu Maghrib.
    Longsoran tanah dari lahan di atas rumahnya membuat bangunan bagian depan hancur dan menyebabkan kerugian besar.
    Pantauan di lokasi, Senin (15/12/2025), puluhan warga bersama anggota TNI dan Polri tampak bahu-membahu membersihkan material
    longsor
    yang menimbun rumah Soleh.
    Meski hujan gerimis turun, semangat gotong royong warga tak surut demi membantu sesama.
    Longsor berasal dari tanah milik tetangganya yang berada di posisi lebih tinggi.
    Padahal, sebelumnya sudah terdapat talut penahan tanah setinggi sekitar 14 meter.
    Namun, derasnya hujan membuat talut tersebut tak mampu menahan beban tanah hingga akhirnya roboh.
    “Waktu itu hujan deras mulai sekitar jam setengah lima sore. Longsornya sekitar jam setengah enam,” ujar Soleh yang hanya bisa pasrah melihat kondisi rumahnya yang rusak parah.
    Saat kejadian, warga sekitar sempat mengira suara gemuruh yang terdengar adalah petir.
    Tak disangka, suara tersebut berasal dari longsoran tanah yang menghantam rumah Soleh, merusak bagian teras, ruang tamu, hingga tembok depan rumah.
    Sejumlah perabotan rumah tangga seperti kursi tamu, kulkas, dan televisi ikut rusak tertimbun tanah.
    Total kerugian ditaksir mencapai ratusan juta rupiah. Meski mengalami kerugian besar, Soleh bersyukur tidak ada korban jiwa.
    Saat longsor terjadi, ia tengah berada di bagian belakang rumah untuk memandikan anak balitanya.
    “Posisinya lagi di belakang, memandikan anak. Yang rusak kebanyakan di bagian depan,” tuturnya.
    Kini, Soleh dan keluarganya terpaksa mengungsi ke rumah tetangga yang dinilai lebih aman.
    Ia berharap pemerintah dapat memberikan bantuan, baik untuk memperbaiki rumah maupun membangun kembali talut agar kejadian serupa tidak terulang.
    “Harapannya mudah-mudahan ada bantuan dari pemerintah,” ucapnya lirih.
    Perangkat Desa Jrahi, Kuntan, menyampaikan bahwa bantuan dari program Rumah Tak Layak Huni (RTLH) belum bisa diusulkan karena keterbatasan anggaran di akhir tahun.
    Meski demikian, pihak desa berupaya mencarikan bantuan alternatif.
    “Kami akan mencoba mengajukan bantuan ke Dinas Sosial atau Baznas. Sementara ini kami bersama warga dan TNI-Polri membantu membersihkan material longsor,” jelas Kuntan.
    Diketahui, hujan lebat yang mengguyur wilayah Desa Jrahi pada Minggu sore menjadi pemicu utama terjadinya longsor.
    Beruntung, peristiwa ini tidak menimbulkan korban jiwa meski menyebabkan kerusakan parah pada satu unit rumah warga.
    Sementara itu, Kepala Pelaksana Harian (Kalakhar) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (
    BPBD
    ) Kabupaten
    Pati
    , Martinus Budi Prasetya, menyatakan pihaknya hanya bisa mengirim bantuan logistik pangan, berupa beras, gula, mi instan, minyak goreng, kopi, kecap, dan ikan sarden.
    “Saya hanya bisa mengirim bantuan logistik pangan, Mas. Hari ini sudah saya kirim,” pungkasnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pemerintah Kasih Kode, Tarif Ojol di Indonesia Bakal Naik!

    Pemerintah Kasih Kode, Tarif Ojol di Indonesia Bakal Naik!

    Jakarta

    Kementerian Perhubungan alias Kemenhub memberikan kode akan merevisi tarif ojek online (ojol) di Indonesia. Nominalnya akan disesuaikan dari kenaikan upah minimum regional (UMR) dan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).

    Kasubdit Angkutan Tidak dalam Trayek, Direktorat Angkutan Jalan, Ditjen Perhubungan Darat, Utomo Harmawan mengatakan, tarif ojol di Indonesia belum mengalami perubahan sejak 4-5 tahun terakhir. Kondisi tersebut, kata dia, yang membuat mitra driver resah.

    “Pasti tarif akan kita sesuaikan, karena memang sejak ditetapkan yang 4-5 tahun yang lalu belum ada perubahan,” ujar Utomo Harmawan di Pejaten, Jakarta Selatan, dikutip dari CNBC Indonesia, Jumat (12/12).

    “Jadi itu yang selalu bikin keresahan gitu ya di dalam para penyuara tuntutan driver-driver ini atau para asosiasinya,” tambahnya.

    Foto: Andhika Prasetia

    Utomo menegaskan, Kemenhub tengah menyusun skema tarif baru dengan mempertimbangkan dua faktor, yakni kenaikan Upah Minimum Regional (UMR) dan harga bahan bakar minyak (BBM).

    “Kami sepakat dan di regulasi kami ini kita sudah menyusun penyusunan tarif berdasarkan kenaikan harga UMR dan kenaikan harga BBM, itu kami sepakat,” tegasnya

    Utomo menekankan, pembahasan tarif bukan satu-satunya isu. Dia mengajak seluruh aplikator ojol meninjau ulang pola transportasi yang selama ini didominasi sepeda motor. Utomo menyoroti berbagai risiko keselamatan, terutama penumpukan pengendara atau penumpang pada satu titik tertentu.

    “Ketika aplikasi mempertemukan 100 sampai 300 penumpang di satu lokasi seperti Stasiun Dukuh Atas, lalu lintas menjadi tidak nyaman. Sementara Mak Comblang ini belum banyak berperan dalam mengatasi hal tersebut,” ungkapnya.

    Itulah mengapa, Utomo mendorong aplikator agar mampu merancang algorita yang mengatur penyebaran titik penjemputan. Maka, dengan demikian, tumpukan penumpang dan mitra driver bisa lebih terurai.

    “Apakah algoritmanya tidak bisa mengarahkan penumpang berjalan 20-30 meter ke titik yang lebih longgar? Kami ingin keselamatan dan kenyamanan transportasi menjadi perhatian,” tuturnya.

    “Apakah ini tidak bisa di algoritma, silahkan bertemu, karena di titik ini sangat padat, Anda berjalan 20-30 meter, sehingga titik kemacetannya nggak numpuk, dan kami ingin sebenarnya dari sisi keselamatan, kenyamanan negoritas, bertransportasi,” kata dia menambahkan.

    Sementara itu, pemerintah juga tengah merumuskan regulasi terkait ojek online. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan di Kompleks Istana Kepresidenan, Rabu (29/10), bahwa aturan tersebut masih dalam proses perumusan.

    Ada beberapa hal yang kelak masuk dalam peraturan, salah satunya jaminan kecelakaan kerja. Selain itu, mereka juga merumuskan jaminan kematian serta bentuk perlindungan lainnya.

    (sfn/sfn)

  • Dapat Penangguhan Penahanan, Dua Aktivis Walhi dan Kamisan Semarang Menikah di Madiun

    Dapat Penangguhan Penahanan, Dua Aktivis Walhi dan Kamisan Semarang Menikah di Madiun

    Madiun (beritajatim.com) – Pasangan aktivis lingkungan dan Hak Asasi Manusia (HAM), Adetya Pramandira alias Dera dan Fathul Munif, resmi melangsungkan akad nikah di Dukuh Seloaji, Dusun Slaji, Desa Randualas, Kecamatan Kare, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, pada Kamis (11/12/2025). Momen sakral ini terlaksana setelah keduanya mendapatkan penangguhan penahanan terkait kasus hukum yang sedang berjalan di Polrestabes Semarang.

    Prosesi akad nikah yang digelar di kediaman keluarga mempelai perempuan tersebut berlangsung sederhana, tertib, dan khidmat mulai pukul 09.00 WIB. Acara ini dihadiri oleh keluarga besar kedua mempelai yang datang dari Madiun dan Semarang.

    Kasi Kesra Desa Randualas, Suratno, membenarkan bahwa seluruh rangkaian acara berjalan sesuai ketentuan tanpa hambatan teknis di lapangan.

    “Alhamdulillah semua proses lancar. Tidak ada kendala atau hambatan apa pun sejak persiapan hingga acara selesai,” ujar Suratno.

    Terkait status hukum kedua mempelai yang sempat menjadi sorotan publik, Suratno menegaskan bahwa pihak desa hanya berfokus pada kelancaran administrasi dan pelaksanaan hajatan warganya.

    “Untuk urusan hukum saya tidak tahu menahu. Kami hanya menangani pelaksanaan pernikahan di desa,” imbuhnya.

    Pernikahan ini menjadi perhatian khusus karena status Dera dan Munif yang saat ini tengah berhadapan dengan proses hukum. Seorang anggota keluarga yang enggan disebutkan namanya mengonfirmasi bahwa Dera dan Munif telah mendapatkan surat penangguhan penahanan, yang memungkinkan mereka untuk melaksanakan akad nikah secara sederhana di tengah proses penyidikan.

    Sebagai informasi, Dera merupakan staf advokasi Walhi Jawa Tengah, sementara Munif dikenal sebagai penggerak Aksi Kamisan di Semarang. Keduanya diproses hukum oleh Polrestabes Semarang atas dugaan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) terkait unggahan di media sosial saat momentum aksi massa Agustus 2025 lalu.

    Pasangan ini sebelumnya ditangkap di sebuah rumah kos di kawasan Tlogosari, Pedurungan, Semarang, pada 27 November 2025. Penahanan mereka memicu gelombang solidaritas dari berbagai elemen masyarakat sipil.

    Tercatat sedikitnya 200 orang, mulai dari tokoh agama, akademisi, hingga aktivis, mengajukan diri sebagai penjamin untuk permohonan penangguhan penahanan. Dua nama tokoh nasional yang turut menjadi penjamin adalah Alissa Wahid dan Inayah Wahid.

    Meskipun masih berstatus sebagai terlapor dalam kasus tersebut, akad nikah keduanya di Randualas berjalan tenang tanpa gangguan. Saksi keluarga hadir lengkap dan seluruh rangkaian acara ditutup dengan doa bersama, menandai resminya pasangan aktivis ini sebagai suami istri. [rbr/beq]

  • Gunungkidul Pasang Stiker Keluarga Miskin, Jika Dicabut Bansos Dicoret
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        11 Desember 2025

    Gunungkidul Pasang Stiker Keluarga Miskin, Jika Dicabut Bansos Dicoret Regional 11 Desember 2025

    Gunungkidul Pasang Stiker Keluarga Miskin, Jika Dicabut Bansos Dicoret
    Tim Redaksi
    YOGYAKARTA, KOMPAS.com –
    Pemerintah Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, mulai memasang stiker keluarga miskin prasejahtera pada rumah-rumah penerima bantuan sosial (bansos).
    Kebijakan ini bertujuan memberikan identitas yang jelas bagi Keluarga Penerima Manfaat (KPM) sehingga penanganan kemiskinan dan perlindungan sosial dapat dilakukan secara tepat sasaran.
    Pemerintah menegaskan bahwa penerima yang melepas stiker dianggap mengundurkan diri dari program bantuan.

    Pemasangan stiker
    adalah untuk memberikan jaminan memadai bahwa KPM penerima bantuan tepat sasaran, meningkatkan kejelasan informasi publik,” kata Plt Kepala Dinas Sosial P3A
    Gunungkidul
    , Markus Tri Munarja, saat dihubungi wartawan, Kamis (11/12/2025).
    Pemasangan perdana dilakukan di salah satu rumah warga penerima bantuan di Kalurahan Beji, Kapanewon Patuk.
    Kebijakan ini didasarkan pada Surat Edaran Bupati Gunungkidul Nomor 67 Tahun 2025 tentang pemasangan stiker
    keluarga miskin
    prasejahtera penerima bansos.
    Kegiatan berlangsung serentak di seluruh kapanewon melibatkan Bupati, Forkopimda, Panewu, Babinsa, Bhabinkamtibmas, lurah, SDM MPKH, dukuh, RT, dan RW. Pemantauan dan pengawasan dilakukan bersama sebagai bentuk kolaborasi untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan.
    “Untuk tahap pertama… sasaran yang ditetapkan adalah 65 KPM per kelurahan, atau sekitar 9.360 KPM di seluruh Kabupaten Gunungkidul,” ucap Markus.
    Bupati Gunungkidul, Endah Subekti Kuntariningsih, menegaskan, pemasangan stiker bertujuan memastikan data penerima bantuan benar dan transparan.
    “Banyaknya keluhan warga yang merasa miskin tetapi tidak menerima bantuan, sehingga perlu dipastikan bantuan tepat sasaran dan warga mengetahui status penerima bantuan mereka,” ucap Endah.
    Endah menambahkan, ukuran kemiskinan tidak ditentukan oleh kepemilikan kendaraan atau rumah yang diperoleh melalui kredit. Ia juga memperingatkan agar penerima tidak melepas atau memindahkan stiker.
    “Jika ditempel kemudian dilepas karena merasa malu maka dianggap yang bersangkutan mengundurkan diri,” katanya.
    Bupati turut mengingatkan bahwa sebagian penerima tercatat menyalahgunakan bantuan untuk judi online, dan meminta masyarakat menghentikan praktik tersebut.
    “Gunungkidul bagian yang paling besar bahwa penerima
    bantuan sosial
    itu paling banyak digunakan untuk judi online,” kata Endah.
    Ia berharap semangat gotong-royong dan kerja kolektif dapat semakin memperkuat upaya daerah dalam menanggulangi kemiskinan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pasangan Lesbi di Surabaya Saling Aniaya Gara-Gara Pria

    Pasangan Lesbi di Surabaya Saling Aniaya Gara-Gara Pria

    Surabaya (beritajatim.com) – Gara-gara seorang pria, pasangan lesbi di Surabaya terlibat saling aniaya. Keduanya lantas saling lapor ke pihak kepolisian. Saat ini peristiwa saling aniaya ini tengah ditangani oleh Unit Reskrim Polsek Lakarsantri.

    Dari informasi yang dihimpun oleh Beritajatim peristiwa penganiayaan kedua lesbian itu berinisial GP (22) asal Dukuh Kupang dan NA (18) asal Sukolilo. Keduanya terlibat cekcok pada 7 September 2025 lalu di sebuah rumah di kawasan Lidah Kulon. Cekcok antar kedua lesbian itu dipicu rasa cemburu dari GP yang keberatan dengan kedekatan NA dengan seorang pria.

    Saat keduanya cekcok, NA menelepon ayah kandung bernama Anang. Sesaat setelah datang di lokasi, Anang yang tidak bisa menahan emosi lalu memukul kepala GP dengan helm. Akibat pukulan tersebut, kepala GP mengalami luka robek hingga darah bercucuran.

    Atas perilaku Anang, GP lantas melapor ke Polsek Lakarsantri. Laporannya teregistrasi dengan nomor LP/B/267/IX/SPKT/POLSEK LAKARSANTRI/POLRESTABES SURABAYA/POLDA JAWA TIMUR. Dari hasil visum, GP menderita luka robek kurang lebih satu sentimeter di kepala bagian depan, luka lecet di bibir kanan, dan tampak memar di hidung. Seluruhnya disebabkan dari benda tumpul.

    Laporan GP lalu dibalas dengan laporan Anang ke Polsek yang sama. Anang melaporkan GP atas kasus penganiayaan kepada NA. Saat ini, GP dan Anang sama-sama berstatus sebagai tersangka.

    “Mereka saling lapor. Ayahnya NA ini melapor karena anaknya dapat kekerasan dari GP. Dan GP melaporkan ayah NA karena melakukan penganiayaan padanya,” kata Kapolsek Lakarsantri, Kompol Sandi Putra.

    Sandi menjelaskan jika dari hasil penyelidikan penyidik, Anak dan GP sudah memenuhi unsur-unsur pidana penganiayaan. Sehingga, Anang dan GP sudah menyandang status sebagai tersangka.

    “Keduanya sudah ditetapkan tersangka dari laporan yang berbeda. Untuk motif awal cekcok karena rasa cemburu. GP dan NA sudah tinggal bersama di kos Lidah Wetan selama 10 bulan,” pungkasnya. (ang/ian)