kab/kota: Doha

  • Kedubes Turki Kibarkan Bendera Setengah Tiang untuk Haniyeh, Israel Geram!

    Kedubes Turki Kibarkan Bendera Setengah Tiang untuk Haniyeh, Israel Geram!

    Tel Aviv

    Kedutaan Besar (Kedubes) Turki di Tel Aviv, Israel, mengibarkan bendera setengah tiang di kompleksnya untuk menghormati mendiang pemimpin Hamas Ismail Haniyeh. Hal ini langsung membuat geram Israel yang memanggil Wakil Duta Besar Turki untuk menegurnya.

    Seperti dilansir The Times of Israel, Jumat (2/8/2024), bendera nasional Turki yang ada di kompleks kedutaan besar mereka di Tel Aviv dikibarkan setengah tiang pada Jumat (2/8) waktu setempat, menjelang pemakaman Haniyeh di Doha, Qatar.

    Hal itu dilakukan setelah otoritas Turki mengumumkan hari Jumat (2/8) ini sebagai hari berkabung nasional atas terbunuhnya Haniyeh.

    Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengecam Israel yang disebutnya melakukan “pembunuhan licik”, meskipun Tel Aviv sejauh ini belum berkomentar apa pun terkait kematian Haniyeh.

    Atas langkah Kedubes Turki mengibarkan bendera setengah tiang sebagai bentuk berkabung untuk Haniyeh, Menteri Luar Negeri (Menlu) Israel, Israel Katz, memanggil Wakil Dubes Turki untuk Israel guna menyampaikan teguran kepada Ankara.

    “Israel tidak akan menerima ekspresi partisipasi dalam berkabung untuk seorang pembunuh seperti Ismail Haniyeh,” tegas Katz dalam pernyataannya.

    “Jika perwakilan kedutaan ingin berkabung, biarkan mereka pergi ke Turki dan berkabung bersama dengan pemimpin mereka, Erdogan, yang merangkul organisasi teroris Hamas dan mendukung aksi pembunuhan mereka,” sebutnya.

    Secara terpisah, seorang sumber politik Israel yang berbicara kepada media lokal Ynet memberikan komentar keras atas langkah Kedubes Turki di Tel Aviv mengibarkan bendera setengah tiang untuk menghormati Haniyeh.

    “Menjijikkan bahwa Kedutaan Besar Turki di Israel menganggap perlu untuk mengibarkan bendera setengah tiang untuk kematian seorang pria yang bertanggung jawab atas pembunuhan ratusan warga Israel,” sebut sumber politik Israel tersebut.

    Kelompok Hamas telah mengonfirmasi Haniyeh tewas dalam serangan Israel di Teheran pada Rabu (31/7) pagi, setelah menghadiri pelantikan Presiden baru Iran Masoud Pezeshkian sehari sebelumnya atau pada Selasa (30/7).

    Meskipun Israel belum memberikan komentar, juga belum mengaku bertanggung jawab, atas kematian Haniyeh, baik Hamas maupun Iran telah bersumpah akan membalas dendam atas kematian sang pemimpin Hamas tersebut.

    Hal itu semakin menambah kekhawatiran meluasnya perang yang berkecamuk di Jalur Gaza, antara Tel Aviv dan Hamas, menjadi perang besar-besaran di kawasan Timur Tengah.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Profil Ismail Haniyeh, Pemimpin Hamas yang Tewas di Iran

    Profil Ismail Haniyeh, Pemimpin Hamas yang Tewas di Iran

    Gaza City

    Pemimpin biro politik Hamas, Ismail Haniyeh, yang tewas dalam serangan di Iran, dikenal sebagai sosok yang keras dalam diplomasi internasional ketika perang melawan Israel berkecamuk di Jalur Gaza. Namun, Haniyeh juga dipandang lebih moderat dibandingkan para pejabat garis keras Hamas di Jalur Gaza.

    Seperti dilansir Reuters dan Al Arabiya, Rabu (31/7/2024), Haniyeh yang lahir di al-Shati, sebuah kamp pengungsi Gaza, tahun 1962 silam ini terpilih menjadi kepala biro politik Hamas pada tahun 2017 lalu, menggantikan Khaled Meshaal.

    Namun pada saat itu, Haniyeh sudah menjadi tokoh terkenal setelah sempat menjadi Perdana Menteri (PM) Palestina pada tahun 2006 menyusul kemenangan Hamas dalam pemilu parlemen pada tahun itu.

    Perjanjian pembagian kekuasaan yang rapuh antara Hamas dan gerakan Fatah, yang dipimpin Presiden Palestina Mahmoud Abbas, kolaps dengan cepat. Hamas kemudian mengambil kendali penuh atas Jalur Gaza sejak tahun 2007 setelah mengusir para loyalis Abbas dengan kekerasan.

    Sosok Haniyeh yang dianggap pragmatis, diketahui selama ini tinggal di pengasingan, dengan membagi waktunya antara Turki dan Qatar. Kantor biro politik Hamas sendiri diketahui berada di Doha, Qatar.

    Pada masa mudanya, Haniyeh dikenal memiliki sikap yang tenang dan pernah menjadi anggota cabang mahasiswa dari kelompok Ikhwanul Muslimin di Universitas Islam Gaza.

    Dia bergabung dengan Hamas tahun 1987 ketika kelompok militan itu didirikan di tengah meletusnya intifada Palestina pertama, atau pemberontakan melawan pendudukan Israel, yang berlangsung hingga tahun 1993.

    Pada masa itu, Haniyeh beberapa kali dijebloskan ke penjara oleh Israel dan kemudian diusir ke Lebanon bagian selatan selama enam bulan.

    Lihat Video: Pemimpin Hamas Dikabarkan Tewas Terbunuh di Iran

    Tiga anak laki-laki Haniyeh — Hazem, Amir dan Mohammad — terbunuh pada 10 April lalu ketika serangan udara Israel menghantam mobil yang mereka gunakan. Haniyeh juga kehilangan empat cucunya — tiga perempuan dan satu laki-laki — dalam serangan tersebut.

    Haniyeh membantah tuduhan Israel bahwa putra-putranya merupakan petempur Hamas. Dia mengatakan pada saat itu bahwa “kepentingan rakyat Palestina diutamakan di atas segalanya” ketika ditanya apakah kematian keluarganya akan berdampak pada perundingan gencatan senjata.

    Meskipun menyampaikan banyak pernyataan keras di depan publik, menurut para diplomat dan pejabat Arab, sosok Haniyeh dipandang relatif pragmatis dibandingkan dengan suara-suara garis keras di dalam Jalur Gaza, yang menjadi lokasi sayap bersenjata Hamas merencanakan serangan 7 Oktober ke Israel.

    Israel menganggap seluruh kepemimpinan Hamas sebagai teroris, dan menuduh Haniyeh serta para pemimpin senior lainnya terus “mengendalikan organisasi teror Hamas”.

    Namun seberapa banyak Haniyeh mengetahui soal serangan Hamas pada 7 Oktober tahun lalu masih belum jelas. Rencana serangan itu, yang disusun oleh dewan militer Hamas di Jalur Gaza, merupakan rahasia yang dijaga ketat sehingga beberapa pejabat Hamas tampak terkejut dengan waktu dan skalanya.

    Namun Haniyeh, yang seorang Muslim Sunni, memiliki andil besar dalam membangun kapasitas tempur Hamas. Salah satunya dengan menjalin hubungan dengan Iran, yang mayoritas Muslim Syiah, yang tidak merahasiakan dukungannya untuk kelompok tersebut.

    Selama beberapa tahun ini Haniyeh menjabat pemimpin Hamas, Israel menuduh tim kepemimpinannya membantu mengalihkan bantuan kemanusiaan kepada sayap bersenjata kelompok militan itu. Hamas telah membantah tuduhan itu.

    Sejauh ini belum ada komentar Israel atas laporan kematian Haniyeh.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Netanyahu Ingin Lanjut Perang Lawan Hamas Meski Ada Gencatan Senjata

    Netanyahu Ingin Lanjut Perang Lawan Hamas Meski Ada Gencatan Senjata

    Tel Aviv

    Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu menginginkan agar kesepakatan gencatan senjata di Jalur Gaza masih memungkinkan pasukan Tel Aviv melanjutkan pertempuran melawan Hamas sampai tujuan perang tercapai.

    Seperti dilansir Reuters dan Al Arabiya, Senin (8/7/2024), pernyataan terbaru Netanyahu itu disampaikan saat pembicaraan akan dimulai kembali untuk membahas tawaran Amerika Serikat (AS), sekutu Israel, yang bertujuan mengakhiri perang yang berkecamuk selama sembilan bulan terakhir di Jalur Gaza.

    Sekitar lima hari setelah kelompok Hamas mengumumkan pihaknya menyetujui bagian penting dari tawaran Washington itu, dua pejabat kelompok militan Palestina itu mengatakan pihaknya sedang menunggu respons Israel terhadap usulan terbaru mereka.

    Netanyahu dijadwalkan melakukan konsultasi pada Minggu (7/7) malam soal langkah selanjutnya dalam merundingkan proposal gencatan senjata tiga fase yang diumumkan Presiden AS Joe Biden pada akhir Mei lalu dan dimediasi oleh Qatar dan Mesir.

    Proposal itu bertujuan mengakhiri perang dan membebaskan sekitar 120 sandera Israel yang masih ditahan di Jalur Gaza.

    Hamas, pekan lalu, mencabut atau membatalkan tuntutan utamanya yang menuntut Israel terlebih dahulu berkomitmen pada gencatan senjata permanen sebelum menandatangani perjanjian dengan kelompoknya.

    Sebaliknya, menurut sumber Hamas yang dikutip Reuters, Hamas akan mengizinkan dilakukannya perundingan lanjutan untuk mencapai tujuan itu selama enam pekan fase pertama — merujuk pada gencatan senjata fase pertama yang diatur dalam proposal Washington tersebut.

    Namun ternyata, Netanyahu bersikeras menyatakan bahwa kesepakatan gencatan senjata tidak boleh menghalangi pasukan Israel untuk melanjutkan pertempuran melawan Hamas hingga tujuan-tujuan perangnya tercapai. Tujuan perang yang dimaksud mencakup penghancuran kemampuan militer dan pemerintahan Hamas, serta pemulangan para sandera.

    “Rencana yang telah disetujui Israel dan disambut baik oleh Presiden Biden akan memungkinkan Israel memulangkan para sandera tanpa melanggar tujuan perang lainnya,” tegas Netanyahu dalam pernyataannya pada Minggu (7/7) waktu setempat.

    Lebih lanjut, Netanyahu juga menegaskan bahwa kesepakatan harus melarang penyelundupan senjata ke Hamas melalui perbatasan Jalur Gaza-Mesir dan tidak mengizinkan ribuan militan bersenjata untuk kembali ke Jalur Gaza bagian utara.

    Direktur Badan Intelijen Pusat AS, William Burns, dijadwalkan bertemu PM Qatar dan kepala intelijen Israel dan Mesir pada Rabu (10/7) mendatang di Doha. Menurut sumber, Burns juga akan mengunjungi Kairo pekan ini, bersama delegasi perunding Israel.

    Perundingan gencatan senjata dilanjutkan kembali sejak pekan lalu, setelah mengalami kebuntuan selama berbulan-bulan dengan upaya diplomasi para mediator terhenti dan tidak menghasilkan apa pun.

    Seorang pejabat Palestina yang enggan disebut namanya menyebut tawaran AS itu bisa menghasilkan kesepakatan kerangka kerja jika diterima oleh Israel dan akan mengakhiri perang di Jalur Gaza.

    “Kami telah menyerahkan respons kami kepada mediator dan menunggu untuk mendengar respons pendudukan (Israel-red),” ujar salah satu dari dua pejabat Hamas yang berbicara kepada Reuters, namun enggan disebut namanya.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • 10 Anggota Keluarga Bos Hamas Tewas dalam Serangan Israel di Gaza

    10 Anggota Keluarga Bos Hamas Tewas dalam Serangan Israel di Gaza

    Gaza City

    Serangan udara Israel di Jalur Gaza dilaporkan telah menewaskan 10 anggota keluarga dari pemimpin kelompok Hamas, Ismail Haniyeh. Salah satu yang tewas adalah saudara perempuan Haniyeh.

    Seperti dilansir AFP dan Al Arabiya, Selasa (25/6/2024), badan pertahanan sipil Gaza dalam pernyataannya menyebut serangan udara Israel pada Selasa (25/6) pagi waktu setempat menghantam rumah keluarga Haniyeh yang ada di area kamp pengungsi Al-Shati, Jalur Gaza bagian utara.

    “Ada 10 orang yang mati syahid… akibat serangan tersebut, termasuk Zahr Haniyeh, saudara perempuan kepala biro politik Hamas Ismail Haniyeh,” tutur juru bicara badan pertahanan sipil Gaza, Mahmud Basal, dalam pernyataan kepada AFP.

    Dia mengatakan bahwa sejumlah jenazah kemungkinan masih tertimbun reruntuhan bangunan yang hancur akibat serangan tersebut. Basal menyatakan bahwa pihaknya “tidak memiliki peralatan yang diperlukan” untuk mengeluarkan jenazah-jenazah yang tertimbun reruntuhan.

    Para personel badan pertahanan sipil Gaza, sebut Basal, mengevakuasi jenazah korban tewas lainnya ke Rumah Sakit Al-Ahli yang ada di Gaza City.

    Dia menambahkan bahwa “beberapa orang mengalami luka-luka” akibat serangan itu.

    Militer Israel belum segera mengonfirmasi laporan tersebut. Saat dihubungi secara terpisah oleh AFP, militer Tel Aviv mengatakan pihaknya “mengetahui laporan tersebut tetapi kami tidak bisa mengonfirmasinya”.

    Haniyeh yang menjabat sebagai pemimpin biro politik Hamas diketahui berkantor dan tinggal di Doha, Qatar.

    Dia telah kehilangan tiga anak laki-laki dan empat cucunya dalam serangan udara Israel di Jalur Gaza bagian tengah pada April lalu. Pada saat itu, militer Israel menuduh mereka terlibat dalam “aktivitas teroris”.

    Dalam pernyataan sebelumnya, Haniyeh mengatakan bahwa sekitar 60 anggota keluarganya tewas sejak perang antara Hamas dan Israel berkecamuk di Jalur Gaza pada Oktober tahun lalu.

    Perang dimulai setelah Hamas melancarkan serangan mengejutkan terhadap wilayah Israel bagian selatan, yang dilaporkan menewaskan sekitar 1.200 orang, sebagian besar warga sipil.

    Sebagai balasan atas serangan Hamas, militer Israel melancarkan serangan udara, darat dan laut terhadap Jalur Gaza. Laporan terbaru Kementerian Kesehatan Gaza menyebut sedikitnya 37.626 orang, kebanyakan juga warga sipil, tewas akibat rentetan serangan Israel selama delapan bulan terakhir.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • PM Malaysia Bertemu Bos Hamas di Qatar, Bahas Apa?

    PM Malaysia Bertemu Bos Hamas di Qatar, Bahas Apa?

    Doha

    Perdana Menteri (PM) Malaysia Anwar Ibrahim bertemu pemimpin Hamas Ismail Haniyeh saat berkunjung ke Qatar. Dalam pertemuan itu, Anwar mendesak Israel untuk menghentikan kekejaman terhadap warga Palestina.

    Seperti dilansir Channel News Asia, Selasa (14/5/2024), pertemuan antara Anwar dan Haniyeh itu terjadi saat sang PM Malaysia melakukan kunjungan ke Qatar selama tiga hari. Anwar disebut bertemu dengan delegasi Hamas yang dipimpin oleh Haniyeh dan mantan pemimpin kelompok itu, Khaled Mashal.

    Hamas yang menguasai Jalur Gaza diketahui memiliki kantor biro politik di Doha, Qatar.

    Disebutkan bahwa dalam pertemuan itu, para pemimpin Hamas memberikan penjelasan kepada Anwar soal situasi terkini di Jalur Gaza, terutama di Rafah.

    Anwar, dalam postingan Facebook-nya pada Selasa (14/5), menyerukan Israel untuk membebaskan semua tahanan Palestina dan menyetujui rencana perdamaian.

    Dia juga mengatakan bahwa Malaysia akan terus memainkan perannya dalam upaya menghentikan serangan terhadap Rafah dan mengerahkan lebih banyak upaya untuk membantu korban perang di Jalur Gaza.

    Israel berencana melancarkan serangan darat secara besar-besaran terhadap Rafah, yang diyakini menjadi benteng besar terakhir Hamas di Jalur Gaza. Serangan militer terhadap kota itu berlanjut hingga Senin (13/5) waktu setempat, yang membuat warga sipil bergegas mencari keselamatan.

    “Sejak konflik pecah (hampir) delapan bulan lalu, ratusan ribu warga Palestina terbunuh dan terluka dengan separuh wilayah Gaza hancur permanen akibat kebrutalan rezim Zionis,” sebut Anwar dalam pernyataannya.

    “Malaysia mengapresiasi kesediaan Hamas untuk membebaskan para tahanan, terutama anak-anak dan perempuan, dan untuk menerima rencana perdamaian dari dunia Arab, OKI (Organisasi Kerja Sama Islam), dan masyarakat internasional,” imbuhnya.

    Pertemuan di Qatar itu menjadi pertemuan tatap muka yang pertama dengan Haniyeh sejak Anwar menjabat PM Malaysia. Anwar sebelumnya sudah dua kali bertemu Haniyeh, yakni tahun 2019 lalu dan tahun 2020 ketika pemimpin Hamas itu berkunjung ke Malaysia.

    Dalam kunjungannya, seperti dilaporkan kantor berita Bernama, Anwar juga bertemu dua pemimpin tertinggi Qatar untuk membahas konflik di Jalur Gaza. Dia menyebut kedua negara menyepakati bahwa semua pihak harus berperan dalam mencari solusi untuk mengakhiri penderitaan rakyat Palestina.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Asa Netizen Garuda Muda Bisa Kalahkan Korea Selatan

    Asa Netizen Garuda Muda Bisa Kalahkan Korea Selatan

    Jakarta

    Piala Asia U-23 2024 telah memasuki perempat final. Timnas Indonesia, yang keluar sebagai runner-up Grup A, akan menghadapi Korea Selatan dini hari ini, Jumat (26/4/2024), pukul 00.30 WIB. Garuda Muda dan Taeguk Warriors bakal bertanding Abdullah bin Khalifa Stadium, Doha, Qatar. Netizen pun ramai memberikan semangat pada Garuda Muda.

    Jika membandingkan performa kedua tim, Timnas Korea Selatan U-23 lebih berbahaya. Korsel belum pernah kebobolan di fase grup dan sapu bersih tiga laga dengan kemenangan. Sementara Timnas Indonesia U-23, sempat dijegal Qatar 0-2 tapi selanjutnya atasi Australia dan Yordania.

    Tetapi asa tinggi diberikan pada Timnas U-23 asuhan Shin Tae Yong ini. Performa mereka yang mengkilap di Grup A dengan menang dari Australia dan membantai Yordania menjadi modal berharga. Saat ini, tagar #TimnasDay menjadi pemuncak di trending topic X, dulunya Twitter.

    “Ayo Timnas Indonesia kalian bisa kalahkan dik Korsel, perlihatkan permainan rapih,santai dan terorganisir nya, semangatt dah semuanya yakin bisa,” tulis sebuah akun.

    “Baru kali ini nih ga sabar nungguin timnas main, walau tau kesempatan menangnya kecil tapi yakin bakal ngasih perlawanan sama korsel. Terakhir nungguin timnas kaya gini jaman sd kali pas jamannya hendro kartiko, ilham jk,” sebut netizen yang sudah tidak sabar menyaksikan pertandingan itu.

    “Korea Selatan 1-2 Indonesia bisa terwujud asalkan pemain Timnas Indonesia punya stamina dan nafas kuda. Mengejar bola kemana pemain Timnas Korsel berada dgn pressing ketat. Tidak membiarkan menembak ke gawang di 1/3 garis pertahanan. Lakukan low block defense and counter attack,” tulis sebuah akun yang mencoba urun strategi.

    “Mau apapun hasilnya nanti timnas indonesia vs korsel, kami tetap bangga sama timnas kita, tetap bagga sama STY telah meningkatkan kualitas sepak bola indonesia. Terimakasih bapak @erickthohir telah sejalan dengan keinginan mayoritas rakyat indonesia,” sebut netizen yang senang dengan kemajuan timnas.

    Berikut sebagian kicauan penyemangat lainnya:

    Kalo timnas senior mungkin Korsel lebih unggul dr Indonesia. Tapi kalo U-23 menurut gua kekuatan keduanya imbang. Gua sih yakin kita bisa menang. Gimana menurut teman2?

    — Ariyo Wahab (@ariyowahab) April 25, 2024

    Yuk yg masih pada melek doanya di kencengin lagi biar Timnas menang lawan Korsel#TimnasDay

    — ðŸĪš (@alitmbelink) April 25, 2024

    Nonton timnas dini hari besok pagi nya nguli gpp deh yg penting menang lu pada

    — Hernando Edo (@edhorockk) April 25, 2024

    (fyk/fyk)

  • Qatar Bilang Pemimpin Hamas Bisa Tetap Berada di Doha, Asalkan…

    Qatar Bilang Pemimpin Hamas Bisa Tetap Berada di Doha, Asalkan…

    Jakarta

    Pemerintah Qatar mengatakan bahwa kepemimpinan politik Hamas akan tetap berada di Doha, ibu kota Qatar selama kehadiran mereka tetap bermanfaat bagi upaya mediasi yang bertujuan mengakhiri perang di Gaza.

    “Selama kehadiran mereka di Doha, seperti yang selalu kami katakan, bermanfaat dan positif dalam upaya mediasi ini, mereka akan tetap di sini,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Qatar Majed al-Ansari pada konferensi pers, seperti dilansir kantor berita AFP, Selasa (23/4/2024).

    Qatar, yang menjadi tuan rumah kepemimpinan politik Hamas sejak tahun 2012 dengan restu Amerika Serikat, telah terlibat dalam pembicaraan di balik layar selama berminggu-minggu mengenai kemungkinan gencatan senjata di Gaza, dan pembebasan sandera Israel dengan imbalan tahanan Palestina yang ditahan di penjara-penjara Israel.

    Namun, setelah para mediator, termasuk Amerika Serikat dan Mesir, gagal menghentikan pertempuran selama bulan puasa Ramadhan, Perdana Menteri Mohammed bin Abdulrahman bin Jassim Al Thani mengatakan pekan lalu bahwa Qatar sedang menilai kembali perannya.

    Pengumuman tersebut memicu spekulasi bahwa Hamas mungkin akan diminta untuk keluar dari negara Teluk yang kaya akan gas tersebut.

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Hamas Ungkap Israel Tolak Tawaran Gencatan Senjata Usulannya

    Hamas Ungkap Israel Tolak Tawaran Gencatan Senjata Usulannya

    Gaza City

    Kelompok Hamas mengungkapkan bahwa Israel memberikan respons negatif terhadap proposal gencatan senjata terbaru di Jalur Gaza yang diusulkan kelompoknya. Hal ini membuat harapan warga Gaza untuk terwujudnya gencatan senjata terbaru selama bulan suci Ramadan semakin meredup.

    Seperti dilansir Reuters dan Al Arabiya, Kamis (21/3/2024), informasi itu diungkapkan oleh seorang pejabat senior Hamas, Osama Hamdan, dalam konferensi pers di Beirut, Lebanon, pada Rabu (20/3) waktu setempat.

    Diungkapkan Hamdan bahwa kubu Israel tidak hanya menyampaikan penolakan, tapi juga mencabut persetujuan yang sebelumnya diberikan kepada para mediator untuk proposal gencatan senjata terbaru usulan Hamas.

    “Pada Selasa (19/3) malam, saudara-saudara kami, para mediator, memberi tahu kami tentang posisi pendudukan (Israel-red) terhadap proposal tersebut… yaitu respons negatif secara umum dan tidak menanggapi tuntutan-tuntutan (Hamas-red),” sebut Hamdan dalam konferensi pers.

    Tidak disebutkan lebih lanjut soal tuntutan-tuntutan yang diajukan Hamas dalam proposal gencatan senjata terbaru itu.

    “Faktanya, mereka (Israel-red) mencabut persetujuan yang sebelumnya diberikan kepada para mediator,” ucapnya.

    Hamdan, dalam pernyataannya, menyebut Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu dan pemerintahannya bertanggung jawab atas kegagalan merundingkan pembebasan sandera dengan imbalan pembebasan tahanan Palestina yang dipenjara oleh Tel Aviv, dan menghentikan pertempuran di Jalur Gaza.

    Perundingan untuk mewujudkan gencatan senjata terbaru antara Hamas dan Israel dimulai kembali pekan ini di Doha, dengan dimediasi oleh sejumlah mediator seperti Qatar, Mesir dan Amerika Serikat (AS).

    Namun demikian, perundingan yang berlangsung selama beberapa pekan terakhir sejauh ini gagal menghasilkan kesepakatan antara Hamas dan Israel yang diharapkan Washington akan meringankan krisis kemanusiaan yang kini mencengkeram Jalur Gaza.

    Sebelumnya, pemimpin Hamas yang berbasis di Qatar, Ismail Haniyeh menuduh Israel menyabotase perundingan gencatan senjata setelah serangannya terhadap rumah sakit terbesar di Gaza.

    Militer Israel menyatakan puluhan militan Palestina tewas dalam serangan di Rumah Sakit Al-Shifa di Kota Gaza yang dipenuhi pasien dan pengungsi tersebut. Ratusan orang lainnya ditahan dalam serangan yang dilakukan pada Senin waktu setempat.

    “Tindakan pasukan pendudukan Zionis di Kompleks Medis Al-Shifa menegaskan niat mereka untuk menghalangi pemulihan kehidupan di Gaza dan merusak aspek-aspek penting dari keberadaan manusia,” kata Haniyeh, seperti dikutip dari AFP dan Al Arabiya, Rabu (20/3).

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Qatar Bebaskan 8 Eks Personel Angkatan Laut India, Sempat Divonis Mati

    Qatar Bebaskan 8 Eks Personel Angkatan Laut India, Sempat Divonis Mati

    New Delhi

    Otoritas Qatar membebaskan delapan mantan personel Angkatan Laut India yang divonis mati atas tuduhan menjadi mata-mata Israel. Pembebasan itu dilakukan setelah Doha membatalkan vonis mati yang dijatuhkan pengadilan Qatar terhadap delapan mantan tentara India tersebut akhir tahun lalu.

    Seperti dilansir Reuters, Senin (12/2/2024), sejumlah sumber menyebut delapan mantan tentara Angkatan Laut India itu didakwa menjadi mata-mata Israel oleh Qatar. Otoritas India dan Qatar tidak mengonfirmasi soal tuduhan tersebut, namun mereka dijatuhi hukuman mati pada Oktober tahun lalu.

    Pada Desember tahun lalu, hukuman mati yang dijatuhkan terhadap mereka dibatalkan oleh pengadilan Doha.

    Kasus ini sempat memicu ketegangan dalam hubungan diplomatik Qatar dan India, terutama setelah delapan personel Angkatan Lautnya itu ditangkap pada Agustus 2022 lalu. Doha merupakan pemasok gas alam penting untuk New Delhi, yang merupakan salah satu importir energi terbesar dunia.

    Disebutkan bahwa delapan personel Angkatan Laut India itu sedang mengerjakan proyek kapal selam dengan sebuah perusahaan swasta untuk pemerintah Qatar saat penangkapan terjadi.

    Usai penangkapan itu, otoritas India melakukan pembicaraan selama berbulan-bulan dengan Qatar sebelum akhirnya Doha membatalkan vonis mati terhadap delapan personel Angkatan Laut tersebut pada akhir tahun lalu.

    Pada Senin (12/2) waktu setempat, Kementerian Luar Negeri India melaporkan bahwa Qatar telah membebaskan delapan mantan tentara Angkatan Laut itu. Pembebasan ini terjadi 18 bulan setelah penangkapan mereka oleh Doha.

    Saksikan juga ‘Saat Respons Proposal Qatar-Mesir, Hamas Usul Gencatan Senjata 135 Hari’:

    Kementerian Luar Negeri India memuji Emir Qatar atas keputusan pembebasan tersebut.

    “Kami mengapresiasi keputusan Emir Negara Qatar yang memungkinkan pembebasan dan pemulangan para warga negara kami ini,” demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri India.

    Otoritas New Delhi melaporkan tujuh orang di antaranya telah pulang ke India. Tidak dijelaskan lebih lanjut soal satu orang lainnya yang juga dibebaskan oleh Qatar.

    Beberapa dari mereka menuturkan kepada kantor berita ANI setibanya di New Delhi bahwa “intervensi pribadi” Perdana Menteri (PM) Narendra Modi yang telah membantu pembebasan mereka. Mereka melontarkan pujian untuk Modi.

    “Hal ini tidak mungkin terjadi tanpa intervensi pribadinya dan ekuasinya dengan Qatar,” tutur salah satu pria yang dibebaskan oleh Doha tersebut. Kantor berita ANI tidak menyebut nama pria tersebut.

    Pengumuman soal pembebasan delapan mantan tentara Angkatan Laut India itu disampaikan beberapa hari setelah perusahaan-perusahaan Qatar dan India menekan kesepakatan tunggal terbesar mereka untuk pasokan gas alam cair.

    Pada Desember lalu, Modi bertemu langsung dengan Qatar Emir Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani di sela-sela menghadiri KTT Perubahan Iklim COP28 di Dubai, Uni Emirat Arab. Keduanya dilaporkan membahas soal “kesejahteraan komunitas India di Qatar”.

    Diketahui bahwa lebih dari 800.000 warga negara India tinggal dan bekerja di wilayah Qatar.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Arab Saudi Tegaskan Tak Ada Diplomasi dengan Israel Tanpa Negara Palestina

    Arab Saudi Tegaskan Tak Ada Diplomasi dengan Israel Tanpa Negara Palestina

    Riyadh

    Arab Saudi kembali menyampaikan penegasan bahwa tidak akan ada hubungan diplomatik yang terjalin dengan Israel tanpa adanya negara Palestina yang merdeka dan diakui. Penegasan ini disampaikan Riyadh kepada Amerika Serikat (AS) yang menjadi penengah dalam upaya normalisasi Saudi dan Israel.

    Seperti dilansir Al Arabiya dan AFP, Rabu (7/2/2024), Kementerian Luar Negeri Saudi secara jelas menegaskan kepada Washington, pekan ini, bahwa negara Palestina yang merdeka itu harus diakui berdasarkan garis perbatasan tahun 1967 silam dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.

    Tidak hanya itu, Riyadh juga menegaskan bahwa hubungan diplomatik tidak akan terjalin hingga “agresi” militer Israel terhadap Jalur Gaza dihentikan dan semua pasukan pendudukan Israel ditarik mundur dari daerah kantong Palestina tersebut.

    “Kementerian Luar Negeri menyatakan bahwa mengenai diskusi antara Kerajaan Arab Saudi dan Amerika Serikat mengenai proses perdamaian Arab-Israel, dan mengingat apa yang telah disampaikan kepada juru bicara keamanan nasional AS, Kementerian Luar Negeri menegaskan bahwa posisi Kerajaan Arab Saudi selalu teguh dalam masalah Palestina dan pentingnya saudara-saudara rakyat Palestina mendapatkan hak-hak mereka yang sah,” tegas Kementerian Luar Negeri Saudi dalam pernyataan terbaru yang dirilis Rabu (7/2) waktu setempat, seperti dikutip Saudi Press Agency (SPA).

    “Kerajaan telah mengkomunikasikan posisi teguhnya kepada pemerintah AS bahwa tidak akan ada hubungan diplomatik dengan Israel, kecuali negara Palestina yang merdeka diakui berdasarkan perbatasan tahun 1967 dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya,” tegas pernyataan tersebut.

    “Dan jika agresi Israel terhadap Jalur Gaza dihentikan dan semua pasukan pendudukan Israel ditarik mundur dari Jalur Gaza,” imbuh Kementerian Luar Negeri Saudi.

    Penegasan terbaru Saudi ini disampaikan setelah juru bicara keamanan nasional Gedung Putih AS John Kirby, saat berbicara kepada wartawan pada Selasa (6/2), mengatakan bahwa perundingan normalisasi Saudi-Israel “sedang berlangsung” dan bahwa Washington telah “menerima tanggapan positif dari kedua belah pihak bahwa mereka bersedia melanjutkan diskusi itu”.

    Saudi yang menjadi rumah bagi situs-situs tersuci dalam ajaran Islam, tidak pernah mengakui Israel dan tidak bergabung dengan Perjanjian Abraham tahun 2020 yang dimediasi oleh AS. Beberapa negara Teluk, seperti Bahrain, Uni Emirat Arab dan Maroko, telah menjalin hubungan diplomatik resmi dengan Israel.

    Pernyataan terbaru Saudi tersebut dirilis setelah Menteri Luar Negeri (Menlu) AS Antony Blinken berkunjung ke Riyadh dan bertemu dengan putra mahkota Saudi Pangeran Mohammed bin Salman (MBS), yang juga menjabat sebagai Perdana Menteri (PM) Saudi, pada Senin (5/2) waktu setempat.

    Pertemuan itu dilaporkan membahas sejumlah isu, termasuk soal situasi kemanusiaan di Jalur Gaza dan upaya mencegah penyebaran konflik di Timur Tengah.

    Saat berbicara kepada wartawan di Doha, Qatar, Blinken mengungkapkan bahwa dalam pembicaraan di Riyadh, MBS “menegaskan kembali minat kuat Arab Saudi dalam mengupayakan” normalisasi dengan Israel.

    “Tapi dia juga memperjelas apa yang telah dia katakan kepada saya sebelumnya, yaitu bahwa untuk mewujudkan hal tersebut, dibutuhkan dua hal — berakhirnya konflik di Gaza, dan jalur yang jelas dan kredibel dalam jangka panjang menuju pembentukan negara Palestina,” tutur Blinken.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini