kab/kota: Doha

  • Bos Asosiasi Pindar Dukung Penuh Penangkapan Adrian Gunadi

    Bos Asosiasi Pindar Dukung Penuh Penangkapan Adrian Gunadi

    Jakarta

    Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) mendukung penuh penangkapan dan pemulangan mantan Direktur Utama PT Investree Radhika Jaya (Investree), Adrian Gunadi. Penangkapan ini mencerminkan komitmen pemerintah untuk memastikan kepastian hukum dan menjaga integritas industri layanan pendanaan berbasis teknologi (LPBBTI).

    Ketua Umum AFPI, Entjik S. Djafar, penegakan hukum yang konsisten akan memperkuat kepercayaan publik terhadap industri pinjaman online (pinjol). Ia menegaskan, AFPI siap bekerja sama dengan pemerintah jika dibutuhkan.

    “AFPI mendukung sepenuhnya langkah-langkah hukum yang dilakukan oleh OJK dan aparat penegak hukum. Penegakan hukum yang konsisten akan semakin memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap industri Pindar. Kami siap bekerja sama apabila dibutuhkan,” ujar Entjik dalam keterangan tertulisnya, dikutip Sabtu (27/9/2025).

    Sebagai asosiasi yang menaungi penyelenggara peer-to-peer (P2P) lending yang berizin dan diawasi OJK, AFPI mendorong seluruh anggotanya menerapkan prinsip tata kelola yang baik, transparansi, perlindungan konsumen, serta kepatuhan penuh terhadap seluruh regulasi.

    Untuk diketahui, OJK bersama pihak Kepolisian mengumumkan penangkapan Adrian Gunadi pada Jumat (26/9/2025). Andrian Gunadi dibekuk tim Interpol di Doha, Qatar, pada Rabu (24/9/2025).

    “Otoritas Jasa Keuangan bersama Kopolisian Negara Republik Indonesia serta sejumlah Kementerian dan Lembaga terkait telah berhasil memulangkan dan menahan saudara AAG yakni mantan Direktur PT Investree Radika Jaya yang diduka melakukan kegiatan penghimpunan dana masyarakat tanpa izin OJK,” kata Deputi Komisioner Hukum dan Penyidikan OJK Yuliana dalam konferensi pers Departemen Penyidikan Sektor Jasa Keuangan OJK, di Gedung 600 PT Angkasa Pura II, Tangerang, Jumat (26/9/2025).

    Yuli mengatakan, Adrian Gunadi terancam hukuman pidana paling singkat 5 tahun dan paling lama 10 tahun. Adrian Gunadi terjerat Pasal 46 Juncto Pasal 16 ayat 1 BAB 4 Undang-Undang Perbankan dan juga pasal 305 ayat 1 Junto pasal 2370A Undang-Undang Nomor 4 tahun 2023 tentang PPSK Junto Pasal 5542 KUH Pidana.

    (eds/eds)

  • Sepak Terjang & Akhir Pelarian Adrian Gunadi, Buron Kasus Investasi Rp 2,75 T

    Sepak Terjang & Akhir Pelarian Adrian Gunadi, Buron Kasus Investasi Rp 2,75 T

    Jakarta

    Buronan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Interpol, Adrian Gunadi, resmi ditangkap dan dipulangkan ke Indonesia dari Doha, Qatar.

    Adrian Gunadi adalah mantan Direktur Utama PT Investree Radhika Jaya (Investree) yang ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana di sektor jasa keuangan.

    Berikut sepak terjang Adrian Gunadi hingga akhirnya ditangkap:

    1. Pendiri Investree yang Mengundurkan Diri

    Berdasarkan catatan detikcom, Investree resmi didirikan oleh Adrian Gunadi bersama Amiruddin dan KC Lim pada Oktober 2015. Ia menjabat sebagai Direktur Utama Investree, kemudian mengundurkan diri pada saat rasio kredit macet perusahaan membengkak.

    Lalu pada awal 2024 di tengah semakin kencangnya kredit macet perusahaan, Adrian Gunadi mundur dari jabatannya sebagai Direktur Utama Investree. Berdasarkan catatan detikcom, TWP90 yang mengukur tingkat wanprestasi 90 hari sejak tanggal jatuh tempo Investree mencapai 12,58%.

    Artinya ada 12,58% dana yang disalurkan gagal dibayarkan oleh nasabah selama 90 hari setelah jatuh tempo. Tercatat per 2 Januari 2024 total pinjaman outstanding Investree mencapai Rp 444,69 miliar.

    2. Izin Investree Dicabut OJK

    Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencabut izin usaha PT Investree Radika Jaya (Investree) dikarenakan perusahaan platform pinjaman online (pinjol) tersebut melakukan pelanggaran ketentuan yang berujung pada kasus gagal bayar.

    Pencabutan ini diputuskan melalui Keputusan Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-53/D.06/2024 tanggal 21 Oktober 2024. Perusahaan yang beralamat di AIA Central Lantai 21, Jalan Jend. Sudirman Kav. 48A, RT05/RW04, Karet Semanggi, Jakarta Selatan ini telah melanggar ekuitas minimum dan ketentuan lainnya sebagaimana diatur dalam POJK Nomor 10/POJK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) sekaligus kinerja yang memburuk yang mengganggu operasional dan pelayanan kepada masyarakat.

    Selain itu, OJK juga melakukan pemblokiran rekening perbankan Direktur Utama PT Investree Radika Jaya (PT IRJ Adrian Asharyanto Gunadi serta pihak-pihak lainnya yang dinilai terlibat dengan permasalahan dan kegagalan Investree.

    Penelusuran aset-aset Adrian Gunadi dan pihak lainnya juga dilakukan. Adrian juga telah ditetapkan sebagai tersangka dan masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).

    3. Rugikan Investor hingga Rp 2,75 T

    Sekretaris NCB Interpol Divhubinter Polri, Brigadir Jenderal Untung Widyatmoko, menyebut Adrian Gunadi ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana di sektor jasa keuangan dengan total kerugian lender atau pihak pemberi dana sebesar Rp 2,75 triliun.

    Untung menjelaskan, kerugian tersebut berasal dari pinjaman online (pinjol) atau peer-to-peer (P2P) lending tanpa seizin OJK.

    “Kalau kerugian yang kami kumpulkan, sesuai dengan Interpol Red Notice Rp 2,75 triliun,” ungkap Untung kepada wartawan.

    Untung menuturkan, Adrian Gunadi sudah mulai bepergian ke Doha, Qatar, sejak tahun 2023. Selain itu, Adrian Gunadi juga tercatat memiliki permanent residence untuk tinggal di Doha. Kemudian pada 14 Februari 2024, Adrian Gunadi resmi melarikan diri seiring dengan terbitnya red notice.

    Ia menambahkan, proses hukum selanjutnya diserahkan kepada Korwas PPNS Bareskrim Polri dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Untung juga mengaku masih proses pencarian beberapa buronan yang masih belum ditangkap dan dibawa pulang.

    “Kami ke sana walaupun ada hambatan-hambatan, obstacle, tapi berhasil pula kami lewati. Dan sampai hari ini Alhamdulillah tersangka sudah bisa kami bawa pulang,” jelasnya.

    4. Jadi Tersangka, Adrian Gunadi Kabur ke Luar Negeri

    Pada 13 Desember 2024, OJK pun mengumumkan status Adrian Gunadi sebagai tersangka dan masuk daftar pencarian orang (DPO). Pada periode tersebut, Adrian Gunadi disebut berada di Doha, Qatar.

    Melalui surat Keputusan Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-53/D.06/2024, OJK pun mulai berupaya untuk memulangkan Adrian Gunadi ke dalam negeri sesuai ketentuan perundang-undangan dengan bekerja sama bersama aparat penegak hukum.

    “Berdasarkan informasi yang diperoleh, saat ini saudara Adrian masih berada di Doha,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (KE PVML) Agusman dalam keterangannya, dikutip Minggu (8/6/2025).

    Tak berselang lama, Adrian Gunadi dikabarkan menjadi CEO JTA Holding Qatar, yang merupakan bagian dari JTA International Investment Holding yang berbasis di Singapura. Dalam situs resmi perusahaan, Adrian disebut sebagai operator global dan wirausahawan berpengalaman.

    “CEO: Adrian A Gunadi. Operator global dan wirausahawan berpengalaman. Memimpin pertumbuhan teknologi keuangan di berbagai pasar Asia Tenggara,” tertulis JTA Holding dalam situs resminya, dikutip Jumat (25/7/2025).

    5. Adrian Gunadi Ditangkap

    OJK bersama pihak Kepolisian mengumumkan penangkapan Adrian Gunadi pada Jumat (26/9/2025). Ia dibekuk tim Interpol di Doha, Qatar, pada Rabu (24/9/2025).

    “Otoritas Jasa Keuangan bersama Kopolisian Negara Republik Indonesia serta sejumlah Kementerian dan Lembaga terkait telah berhasil memulangkan dan menahan saudara AAG yakni mantan Direktur PT Investree Radika Jaya yang diduka melakukan kegiatan penghimpunan dana masyarakat tanpa izin OJK,” kata Deputi Komisioner Hukum dan Penyidikan OJK Yuliana dalam konferensi pers Departemen Penyidikan Sektor Jasa Keuangan OJK, di Gedung 600 PT Angkasa Pura II, Tangerang, Jumat (26/9/2025).

    Yuli mengatakan, Adrian Gunadi terancam hukuman pidana paling singkat 5 tahun dan paling lama 10 tahun. Adrian Gunadi terjerat Pasal 46 Juncto Pasal 16 ayat 1 BAB 4 Undang-Undang Perbankan dan juga pasal 305 ayat 1 Junto pasal 2370A Undang-Undang Nomor 4 tahun 2023 tentang PPSK Junto Pasal 5542 KUH Pidana.

    Selama tahap penyidikan, terang Yuliana, mantan bos Investree ini tidak berlaku kooperatif dan justru kabur ke Doha, Qatar. OJK pun menetapkan Adrian Gunadi sebagai tersangka, menerbitkan daftar pencarian orang (DPO), dan red notice pada 14 November 2024.

    Yuliana mengungkap, penangkapan dilakukan melalui jalur G to G atau permohonan ekstradisi kepada Pemerintah Qatar. Selanjutnya, Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan mencabut paspor Adrian Gunadi.

    Dalam kesempatan yang sama, Kadivhubinter Polri, Irjen Pol Amur Chandra, mengaku penangkapan Adrian Gunadi cukup rumit lantaran menggunakan proses G to G. Ia menyebut penahanan dengan skema tersebut membutuhkan waktu yang lama.

    Namun titik baliknya, terang Amur, adanya konferensi Interpol Asia Regional di Singapura. Melalui ajang tersebut, Kadivhubinter berdiskusi dengan otoritas Qatar untuk membahas ihwal penangkapan Adrian Gunadi.

    “Nah disitulah titik tolaknya pihak Qatar berkomitmen untuk melakukan atau membantu kita untuk mengamankan tersangka. Tersangka ini sudah memiliki permanen residen dan memang sulit untuk dipulangkan kalau dengan mekanisme yang normal,” ungkapnya.

    (hns/hns)

  • Sepak Terjang & Akhir Pelarian Adrian Gunadi, Buron Kasus Investasi Rp 2,75 T

    Eks Bos Investree Adrian Gunadi Ditangkap, Rugikan Investor Rp 2,75 T

    Jakarta

    Mantan Direktur Utama PT Investree Radika Jaya (Investree), Adrian Gunadi, resmi ditangkap dan dipulangkan dari Doha, Qatar. Adrian ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana di sektor jasa keuangan dengan total kerugian investor mencapai Rp 2,75 triliun.

    Hal itu disampaikan Sekretaris NCB Interpol Divhubinter Polri, Brigadir Jenderal Untung Widyatmoko, usai konferensi pers Departemen Penyidikan Sektor Jasa Keuangan OJK di Gedung 600 PT Angkasa Pura II, Tangerang, Jumat (26/9/2025). Untung menjelaskan kerugian tersebut timbul dari kegiatan pinjaman online (pinjol) atau peer-to-peer (P2P) lending.

    “Kalau kerugian yang kami kumpulkan, sesuai dengan Interpol Red Notice Rp 2,75 triliun,” ungkap Untung.
    Menurutnya, kerugian itu berasal dari praktik penghimpunan dana masyarakat tanpa izin resmi otoritas.

    Adrian diketahui mulai bepergian ke Doha sejak 2023. Pada 14 Februari 2024, ia melarikan diri setelah red notice diterbitkan. Tak lama kemudian, mantan bos Investree itu berhasil ditangkap di Qatar.

    Untung menambahkan, proses hukum selanjutnya akan ditangani oleh Korwas PPNS Bareskrim Polri bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Saat ini aparat juga masih memburu sejumlah buronan lain yang terlibat.

    “Kami ke sana walaupun ada hambatan-hambatan, obstacle, tapi berhasil pula kami lewati. Dan sampai hari ini, Alhamdulillah tersangka sudah bisa kami bawa pulang,” ujarnya.

    (rrd/rrd)

  • Kisah Pilu Ibu di Afghanistan Kehilangan 3 Anaknya Akibat Malnutrisi

    Kisah Pilu Ibu di Afghanistan Kehilangan 3 Anaknya Akibat Malnutrisi

    Kabul

    Hembusan angin menerbangkan debu saat Ghulam Mohiddin dan istrinya, Nazo, berjalan menuju makam tempat semua anak mereka dimakamkan.

    Mereka menunjukkan kepada kami makam ketiga putra mereka yang meninggal dalam dua tahun terakhir: Rahmat yang berusia satu tahun, Koatan yang berusia tujuh bulan, dan yang terakhir Faisal Ahmad yang berusia tiga bulan.

    Menurut Ghulam dan Nazo, ketiganya meninggal karena gizi buruk.

    “Bisa kalian bayangkan betapa sakitnya saya kehilangan tiga anak? Satu menit bayi itu ada di pelukan, menit berikutnya tak ada,” kata Nazo.

    “Saya berharap setiap hari ada malaikat yang bisa mengembalikan bayi-bayi saya ke rumah.”

    ‘Tiga juta anak dalam bahaya’

    Ghulam dan Nazo, pasangan suami istri asal Afghanistan, seringkali harus menahan lapar.

    Mereka tinggal di pemukiman Sheidaee di luar kota Herat di bagian barat Afghanistan dan sehari-hari mencari nafkah dengan memecahkan kulit kenari.

    Ghulam mengungkapkan rasa sakitnya saat melihat anak-anaknya menangis kelaparan.

    “Rasanya seperti seluruh tubuh saya terbakar. Seperti ada yang menggergaji saya dari kepala sampai kaki,” katanya.

    Kematian anak-anak Ghulam dan Nazo tidak tercatat secara resmi. Namun, kasus ini menjadi bukti nyata dari gelombang kematian yang melanda anak-anak di Afghanistan.

    Negara ini sedang menghadapi krisis kelaparan yang belum pernah terjadi sebelumnya, menurut laporan PBB.

    John Aylieff, Direktur Program Pangan Dunia (WFP) di Afghanistan, menjelaskan situasi ini.

    “Awal tahun ini, kami mencatat kenaikan gizi buruk anak tertinggi sepanjang sejarah Afghanistan. Dan situasinya semakin memburuk,” ujarnya.

    “Bantuan makanan selama ini berhasil mengendalikan kelaparan dan gizi buruk, terutama bagi lima juta penduduk paling miskin yang sangat bergantung pada dukungan internasional.”

    “Sekarang, bantuan itu tidak ada lagi. Lonjakan gizi buruk ini menempatkan nyawa lebih dari tiga juta anak dalam bahaya.”

    Makam putra Ghulam dan Nazo (Aakriti Thapar/BBC)

    Bantuan untuk Afghanistan menurun drastis karena Amerika Serikat, yang merupakan penyumbang terbesar, telah menghentikan hampir seluruh bantuannya tahun ini.

    Selain itu, menurut WFP, delapan hingga sembilan donor lain juga berhenti memberikan dana, dan banyak yang mengurangi jumlah bantuan mereka secara signifikan.

    Penurunan ini disebabkan oleh dua hal: para donor kini harus merespons berbagai krisis di seluruh dunia, dan kebijakan pemerintah Taliban juga mempengaruhi kemauan masyarakat internasional untuk membantu.

    Apa upaya yang dilakukan pemerintah Taliban untuk membantu warganya?

    Menurut Suhail Shaheen, Kepala Kantor Politik Taliban di Doha, pemerintah Taliban telah melakukan apa pun yang bisa mereka lakukan untuk membantu rakyatnya.

    Namun, ia menegaskan kepada BBC bahwa kelaparan dan gizi buruk yang melanda warga Afghanistan disebabkan oleh sanksi dan pemotongan bantuan dari lembaga internasional, bukan karena pemerintah.

    Ia menjelaskan bahwa anggaran pemerintah hanya bergantung pada pendapatan internal, sehingga terhambat oleh sanksi tersebut.

    Dua pertiga makam di pemakaman Sheidaee adalah makam anak-anak (Aakriti Thapar/BBC)

    Kebijakan Taliban yang tidak fleksibel soal hak-hak perempuan mempengaruhi upaya mereka untuk mendapat pengakuan internasional dan pencabutan sanksi.

    Selain itu, keputusan mereka baru-baru ini untuk melarang perempuan Afghanistan bekerja di LSM dinilai PBB sebagai langkah yang “sangat membahayakan penyaluran bantuan kemanusiaan yang sangat penting.”

    Darurat malnutrisi ini juga disebabkan faktor lain, seperti kekeringan parah yang merusak pendapatan pertanian di lebih dari separuh provinsi di Afghanistan.

    Selain itu, kepulangan paksa lebih dari dua juta warga Afghanistan dari Iran dan Pakistan, yang mengurangi jumlah uang kiriman yang biasa mereka kirimkan ke dalam negeri, juga menjadi salah satu faktor.

    ‘Kelaparan setiap waktu’

    Di pemakaman Sheidaee, kami menemukan bukti yang mencengangkan terkait kematian anak.

    Tak ada catatan terkait siapa yang dimakamkan di sana, jadi kami menghitung sendiri satu per satu.

    Sekitar dua per tiga dari ratusan makam yang ada di sana adalah makam anak-anak, tampak dari ukuran makam mereka yang kecil.

    Penduduk desa berkata kepada kami bahwa pemakaman ini relatif baru, baru ada sekitar dua hingga tiga tahun lalu.

    Mereka juga mengonfirmasi bahwa tidak ada pemakaman khusus untuk anak-anak.

    Seiring kami berjalan melintasi permukiman di Sheidaee, warga ke luar dengan memboyong anak-anak mereka.

    Rahila menggendong Hibatullah, yang di usianya yang menginjak dua tahun, tak bisa berdiri tegap.

    Sementara Durkhanee membawa putranya, Mohammad Yusud, yang hampir berusia dua tahun tapi juga tak mampu berdiri.

    Hampir setengah dari seluruh anak-anak Afghanistan yang berusia di bawah lima tahun mengalami stunting, kata PBB.

    Hanifa memberi makan Rafiullah dengan roti yang dicelupkan di teh, dan kadang kala, obat untuk membuatnya tertidur (Aakriti Thapar/BBC)

    Di salah satu rumah yang terbuat dari lumpur dan tanah liat, Hanifa Sayedi menatap Rafiullah, putranya yang berusia satu tahun. Rafiullah bahkan hampir tidak bisa duduk tegak.

    “Saya sudah membawanya ke klinik, dan mereka bilang dia kurang gizi. Tapi saya tidak punya uang untuk terus membawanya ke sana,” kata Hanifa.

    Hanifa dan suaminya memiliki dua anak lain. Setiap hari, makanan mereka hanya potongan roti kering dan teh hijau khas Afghanistan. Bahkan, terkadang mereka tidak makan sama sekali.

    Karena Rafiullah belum memiliki gigi, Hanifa merendam roti ke dalam teh sebelum menyuapinya.

    “Tapi itu tidak cukup. Dia selalu kelaparan,” keluhnya.

    “Untuk membuatnya tidur, saya berikan obat-obatan ini,” katanya, sambil menunjukkan dua lembar obat.

    Obat-obatan semacam ini bisa merusak jantung, ginjal dan hati anak-anak (Aakriti Thapar/BBC)

    Hanifa dengan putus asa, membeli dua jenis obat dari apotek: Lorazepam, obat penenang, dan Propanolol, obat pengendali tekanan darah tinggi.

    Ia berbohong kepada apoteker bahwa obat itu untuk dirinya sendiri, padahal niatnya adalah untuk membuat Rafiullah, putranya, tertidur. Satu strip obat tersebut berharga 10 Afghani (sekitar Rp2.486), sama dengan harga sepotong roti.

    Hanifa diliputi rasa bersalah karena tak bisa memberi makan anak-anaknya.

    “Saya merasa tercekik, dan rasanya saya harus membunuh anak-anak saya dan diri saya sendiri,” ujarnya.

    Para dokter memperingatkan bahwa pemberian obat-obatan seperti itu pada anak kecil bisa sangat berbahaya.

    Obat ini dapat merusak jantung, ginjal, dan hati anak, bahkan berpotensi mengancam nyawa jika diberikan dalam jangka waktu lama.

    Jeritan minta tolong Hanifa mewakili jutaan keluhan serupa.

    “Sangat menyayat hati berada di negara ini dan melihat semua ini terjadi,” kata John Aylieff dari WFP.

    Ia menceritakan bahwa WFP sampai harus melatih ulang operator hotline mereka karena banyak perempuan menelepon untuk mengancam bunuh diri.

    Mereka merasa putus asa dan tidak tahu lagi bagaimana cara memberi makan anak-anak mereka.

    Penghentian bantuan makanan di komunitas seperti Sheidaee dan wilayah Afghanistan lainnya telah mendorong lebih banyak anak menderita gizi buruk akut. Bukti dari dampak ini terlihat jelas di rumah sakit-rumah sakit.

    Di bangsal gizi buruk Rumah Sakit Regional Badakhshan, Afghanistan timur laut, 26 anak harus berbagi tempat di 12 ranjang.

    Di antara mereka ada Sana, bayi berusia tiga bulan yang menderita gizi buruk, diare akut, dan bibir sumbing.

    Sana adalah anak kedua dari ibunya, Zamira. Anak pertama Zamira, bayi perempuan lainnya, meninggal dunia saat baru berusia 20 hari.

    Zamira khawatir Sana akan meninggal dunia, seperti putri pertamanya (Aakriti Thapar/BBC)

    Zamira menatap pilu putrinya, Sana. “Saya takut anak ini juga akan bernasib sama,” katanya.

    “Saya lelah dengan hidup ini. Rasanya tidak layak untuk dijalani.”

    Saat Zamira berbicara, tangan dan kaki Sana membiru. Jantung kecilnya tidak bisa memompa darah dengan baik. Seorang perawat dengan sigap memberinya oksigen.

    Di ranjang lain, ada Musleha, bayi lima bulan yang menderita gizi buruk dan campak.

    Karima, ibunya, mengatakan Musleha nyaris tak membuka matanya selama beberapa hari terakhir.

    “Dia kesakitan dan saya tidak tahu harus berbuat apa. Kami miskin dan tidak punya akses ke makanan bergizi. Itu sebabnya dia dalam kondisi seperti ini,” jelas Karima.

    Di ranjang sebelah Musleha, terbaring dua bayi kembar, Mutehara dan Maziyan. Kedua bayi berusia 18 bulan itu juga menderita gizi buruk dan campak, dengan berat badan hanya setengah dari seharusnya.

    Terdengar tangisan Mutehara yang lemah, menunjukkan bahwa ia sedang kesakitan.

    Musleha yang baru berusia lima bulan mengalami gizi buruk dan campak pada saat yang sama (Aakriti Thapar/BBC)

    Sepekan setelah kunjungan ke rumah sakit, kami menghubungi kembali keluarga bayi-bayi tersebut. Kami mendapat kabar duka bahwa Sana, Musleha, dan Mutehara telah meninggal dunia.

    ‘Kami benar-benar tidak sanggup lagi memberi mereka makan’

    Ini bukan pertama kalinya kami mendokumentasikan kematian anak akibat gizi buruk di Afghanistan, tetapi situasi kali ini adalah yang terburuk yang pernah kami lihat.

    Dalam kurun waktu sepekan, tiga bayi dari satu bangsal rumah sakit menjadi korban terbaru dari krisis kelaparan di Afghanistan.

    Dan kondisinya diperkirakan akan semakin parah.

    John Aylieff dari WFP mengatakan bahwa dana bantuan kemanusiaan mereka akan habis pada bulan November.

    “Saat ini, kami sudah mulai menolak perempuan dan anak-anak penderita gizi buruk dari pusat-pusat kesehatan karena kami benar-benar tidak sanggup lagi memberi mereka makan,” jelasnya.

    “Pada November, kami akan berhenti total kecuali ada suntikan dana tambahan.”

    Dengan musim dingin yang akan datang, tingkat urgensi dari bencana yang sedang terjadi di Afghanistan tidak bisa diremehkan.

    Laporan tambahan oleh Mahfouz Zubaide, Aakriti Thapar, Sanjay Ganguly

    Lihat juga Video: Gempa Susulan Masih Terjadi, Warga Afghanistan Minta Bantuan

    (nvc/nvc)

  • Lika-liku Kejar Adrian Gunadi Eks Bos Investree hingga Ditangkap

    Lika-liku Kejar Adrian Gunadi Eks Bos Investree hingga Ditangkap

    Jakarta

    Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama Kepolisian RI resmi menangkap dan memulangkan eks Direktur Utama PT Investree Radika Jaya (Investree), Adrian Gunadi, setelah menjadi buronan internasional. Namun dalam proses penangkapannya, Adrian Gunadi disebut tidak kooperatif.

    Deputi Komisioner Hukum dan Penyidikan OJK, Yuliana, menjelaskan Adrian Gunadi menggunakan PT Radhika Persada Utama (RPU) dan PT Putra Radhika Investama (PRI) sebagai kendaraan khusus atau special purpose vehicle untuk menghimpun dana ilegal Investree.

    Selama tahap penyidikan, terang Yuliana, mantan bos Investree ini tidak berlaku kooperatif dan justru kabur ke Doha, Qatar. OJK pun menetapkan Adrian Gunadi sebagai tersangka, menerbitkan daftar pencarian orang (DPO), dan red notice pada 14 November 2024.

    “Selama tahap penyidikan, kami menilai tersangka tidak kooperatif dan justru diketahui berada di Doha, Qatar,” ungkap Yuliana dalam konferensi persnya di Gedung 6000 PT Angkasa Pura II, Tangerang, Jumat (26/9/2025).

    Yuliana mengungkap, penangkapan dilakukan melalui jalur G to G atau permohonan ekstradisi kepada Pemerintah Qatar. Selanjutnya, Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan mencabut paspor Adrian Gunadi.

    “Proses pemulangan AAG dilaksanakan melalui mekanisme kerja sama NCB to NCB serta kolaborasi dengan berbagai pihak, dan di sini peran Menteri Dalam Negeri Qatar juga cukup besar untuk membantu suksesnya penahanan tersangka,” ungkapnya.

    Dalam kesempatan yang sama, Kadivhubinter Polri, Irjen Pol Amur Chandra, mengaku penangkapan Adrian Gunadi cukup rumit lantaran menggunakan proses G to G. Ia menyebut penahanan dengan skema tersebut membutuhkan waktu yang lama.

    Namun titik baliknya, terang Amur, adanya konferensi Interpol Asia Regional di Singapura. Melalui ajang tersebut, Kadivhubinter berdiskusi dengan otoritas Qatar untuk membahas ihwal penangkapan Adrian Gunadi.

    “Nah disitulah titik tolaknya pihak Qatar berkomitmen untuk melakukan atau membantu kita untuk mengamankan tersangka. Tersangka ini sudah memiliki permanen residen dan memang sulit untuk dipulangkan kalau dengan mekanisme yang normal,” ungkapnya.

    (rrd/rrd)

  • Tak Cuma Investree, Cek 6 Startup Bangkrut dan Bermasalah di RI

    Tak Cuma Investree, Cek 6 Startup Bangkrut dan Bermasalah di RI

    Daftar Isi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Otoritas Jasa Keuangan dijadwalkan untuk melakukan konferensi pers di bandara Soekarno Hatta terkait kasus Investree, perusahaan fintech yang didirikan oleh Adrian Gunadi. 

    Kasus Investree sudah bergulir lebih dari setahun. Izin usaha PT Investree Radika Jaya (Investree) telah dicabut, sedangkan pendiri sekaligus CEO Adrian Gunadi dilaporkan kabur ke Doha, Qatar.

    Investree adalah adalah salah satu dari sejumlah startup yang terpaksa harus gulung tikar dan menutup bisnis. Ada pula startup yang bermasalah, meski hingga kini masih beroperasi. 

    Berikut ini merupakan daftar startup terkenal yang bermasalah hingga beberapa ada yang tutup, dirangkum CNBC Indonesia.

    eFishery

    Startup eFishery terkena kasus hukum setelah proses audit menemukan pemalsuan data laporan keuangan. Eks CEO eFishery Gibran Huzaifah sudah ditahan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri telah sejak 31 Juli 2025.

    Selain Gibran, polisi juga menahan dua orang lain yang terlibat dalam perkara yang sama, yakni Angga Hardian Raditya dan Andri Yadi. Keduanya juga disebutkan ikut tersangkut dalam perkara eFishery. Hingga kini belum diperinci ihwal penangkapan tersebut, selain dari keterkaitan dengan kasus keuangan eFishery yang sempat menghebohkan publik pada 2024 silam.

    CEO eFishery Gibran Huzaifah

    Menurut catatan CNBC Indonesia, Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri telah menyelidiki kasus eFishery setelah terungkap dugaan tindakan pemalsuan laporan keuangan (fraud) oleh Gibran.

    Menurut Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko, pelaporan atas nama Gibran sudah dilakukan sejak tahun 2024 lalu.

    Zenius

    Startup edutech Zenius mengumumkan tutup sementara pada awal 2024. Perusahaan penyedia platform pendidikan online dan pemilik jaringan bimbingan belajar Primagama tersebut mengaku harus menghentikan kegiatan karena “tantangan operasional.”

    Penghentian operasi untuk sementara diumumkan oleh Zenius, antara lain, lewat pernyataan resmi kepada mitra pemilik lokasi bimbingan belajar offline Primagama.

    “Kami mengambil langkah strategis untuk menghentikan operasi untuk sementara, tetapi kami menjamin bahwa kami tidak akan berhenti berusaha untuk menjalankan dan mewujudkan visi untuk merangkai Indonesia yang cerdas, cerah, asik,” tulis pernyataan resmi Zenius.

    Tani Fund

    Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengumumkan pencabutan izin usaha PT Tani Fund Madani Indonesia (TaniFund) sebagaimana ditetapkan melalui Surat Keputusan Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-19/D.06/2024 tanggal 3 Mei 2024.

    Ilustrasi TaniHub. ( Tangkapan Layar Dok: Tanihubgroup)

    Pencabutan ini dilakukan karena TaniFund telah dikenakan penegakan kepatuhan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yaitu tidak memenuhi ketentuan ekuitas minimum dan tidak melaksanakan rekomendasi pengawasan OJK.

    Kasus TaniFund kini berujung ke kasus hukum. Mantan CEO TaniHub Ivan Arie dan beberapa perwakilan investor telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.

    Investree

    Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi mencabut izin usaha fintech peer to peer (P2P) Lending PT Investree Radika Jaya (Investree) pada Oktober 2024.

    Pencabutan izin tersebut sebagaimana tertuang dalam Keputusan Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-53/D.06/2024. Adapun keputusan ini didasarkan oleh beberapa alasan.

    Sebelum vonis akhir ini, OJK telah meminta Pengurus dan Pemegang Saham Investree untuk melakukan pemenuhan kewajiban ekuitas minimum, mendapatkan strategic investor yang kredibel, dan upaya perbaikan kinerja serta pemenuhan terhadap ketentuan yang berlaku, termasuk juga melakukan komunikasi dengan ultimate beneficial owner (UBO) Pemegang Saham Investree.

    Namun hingga batas waktu yang telah ditentukan, Pengurus dan Pemegang Saham tidak mampu memenuhi ketentuan dan menyelesaikan permasalahan tersebut.

    GetPlus

    GetPlus yang merupakan aplikasi reward belanja sehari-hari dengan pengumpulan poin juga mengumumkan penutupan bisnis pada Oktober 2024.

    “Dengan berat hati kita harus berpisah karena GetPlus akan tidak lagi beroperasi mulai 6 Desember 2024,” tertulis pada unggahan di akun Instagram resminya.

    Octopus

    Hamish Daud mundur dari Octopus, startup daur ulang sampah yang ia dirikan. Octopus terguncang beragam permasalahan, termasuk kabar pegawai belum digaji dan kontroversi soal latar belakang pendidikan CEO-nya sejak akhir 2023 lalu.

    Hamish Daud (CNBC Indonesia/Lynda Hasibuan)

    Hamish mengumumkan mundur dari posisi Chief Marketing Officer (CMO) Octopus pada awal 2024. Hal tersebut diunggah melalui Instagram pribadinya @hamishdw.

    Ia mengatakan dalam empat tahun terakhir dirinya terjun di sebuah perusahaan startup bernama Octopus untuk memberikan dampak positif terhadap lingkungan.

    Hingga berita ini dirilis, Octopus masih menjalankan bisnisnya meski terguncang masalah bertubi-tubi.

    (dem/dem)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Akankah Serangan Israel Dorong Pembentukan NATO ala Timur Tengah?

    Akankah Serangan Israel Dorong Pembentukan NATO ala Timur Tengah?

    Jakarta

    Hampir tak ada yang bisa diperbuat Qatar ketika Doha dihantam rudal Israel dua pekan silam.

    Pada hari itu, 10 jet tempur Israel terbang dari arah Laut Merah, meniti langit tanpa melintasi wilayah udara negara lain. Mereka lalu melepas tembakan yang dalam istilah militer disebut over the horizon atau tembakan di luar cakrawala, alias tak terlihat.

    Dalam serangan semacam ini, rudal balistik meluncur hingga ke atmosfer atas Bumi, sebelum menghujam target dengan kecepatan tinggi. Targetnya adalah pertemuan sekelompok petinggi Hamas di pengasingan. Di kota dengan hotel berbintang, gedung kaca, dan diplomasi tinggi. Enam orang tewas. Menurut kabar, bukan orang-orang yang dibidik Israel.

    Qatar, negeri kecil berpengaruh besar, mendadak seakan tak punya pelindung dari serangan Israel. Padahal di sana lah berdiri pangkalan militer terbesar Amerika di Timur Tengah. Padahal, Qatar juga diberi gelar sekutu utama non-NATO, setelah membantu evakuasi serdadu AS dari Afganistan 2022 silam.

    Namun, status “sekutu” tak cukup kuat mencegah Israel melancarkan serangan pertama terhadap negara Teluk. Pakar mempertanyakan, apakah AS mengetahui serangan ini? Jika ya, mengapa membiarkannya?

    Amerika tak lagi bisa diandalkan

    “Serangan Israel mengguncang keyakinan negara-negara Teluk terhadap Amerika Serikat dan akan mendorong mereka semakin mendekat satu sama lain,” tulis Kristin Diwan, peneliti senior di Arab Gulf States Institute, Washington.

    “Raja-raja minyak ini terlalu mirip satu sama lain… serangan langsung terhadap kedaulatan dan rasa aman mereka adalah sesuatu yang tak bisa ditoleransi,” imbuhnya.

    Dalam konteks ini, wacana pembentukan pakta pertahanan bergaya NATO kembali menguat dalam sepekan terakhir.

    Pada pertemuan darurat yang digelar Liga Arab dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) pekan lalu, para pejabat Mesir mengusulkan pembentukan pasukan tugas bersama ala NATO untuk negara-negara Arab. Dalam pidatonya di forum tersebut, Perdana Menteri Irak Mohammed Shia al-Sudani juga menyerukan pendekatan kolektif untuk keamanan Timur Tengah.

    Enam anggota Dewan Kerja Sama Teluk (GCC)—Bahrain, Kuwait, Oman, Qatar, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab—sepakat mengaktifkan ketentuan dalam perjanjian pertahanan bersama yang diteken tahun 2000, yang menyatakan bahwa serangan terhadap satu anggota dianggap sebagai serangan terhadap semua, serupa pasal 5 perjanjian NATO.

    Setelah KTT darurat itu, para menteri pertahanan Teluk menggelar pertemuan lanjutan di Doha dan sepakat berbagi informasi intelijen, laporan situasi udara, serta mempercepat sistem peringatan dini rudal balistik di kawasan. Latihan militer bersama juga diumumkan.

    Pada minggu yang sama, Arab Saudi menandatangani “perjanjian pertahanan timbal balik strategis” dengan adidaya nuklir Pakistan. Kedua negara menyatakan bahwa “setiap agresi terhadap salah satu pihak akan dianggap sebagai agresi terhadap keduanya.”

    Menuju “NATO Islam”?

    Apakah ini cikal bakal dari terbentuknya “NATO Islam”? Kenyataannya tidak sesederhana itu, kata sejumlah pengamat kepada DW.

    “Aliansi ala NATO tak realistis karena akan memaksa negara-negara Teluk terikat dalam konflik yang tak mereka anggap vital. Tak ada pemimpin Teluk yang ingin terseret konflik dengan Israel demi Mesir, misalnya,” ujar Andreas Krieg, dosen senior di School of Security Studies, King’s College London.

    Meski begitu, serangan ke Doha telah mengubah kalkulasi keamanan kawasan.

    “Keamanan Teluk selama ini berdasar pada logika upeti: membayar pihak lain untuk menjamin perlindungan. Tapi mentalitas ini mulai bergeser setelah serangan ke Doha,” lanjut Krieg. “Meski perubahan itu masih berjalan lambat.”

    Alih-alih “NATO Islam”, dunia kemungkinan akan melihat format “6+2”, jelas Cinzia Bianco, pakar Teluk dari European Council on Foreign Relations (ECFR). Format “6+2” mengacu pada enam negara GCC ditambah Turki dan Mesir.

    Menurut Bianco, format ini kemungkinan tengah dibahas di sela-sela Sidang Majelis Umum PBB pekan ini.

    “Namun ini bukan tentang pasal semacam Article 5 dalam NATO,” katanya kepada DW. “Komitmen pertahanan antarnegara Teluk tak sekuat antaranggota NATO. Ini lebih ke arah kolektivisasi posisi pertahanan dan keamanan, dan yang paling penting: pesan pencegahan terhadap Israel.”

    Dukungan militer dari luar

    Format “6+2” dinilai lebih masuk akal ketimbang “NATO Islam”, lanjut Krieg. Turki, menurutnya, adalah “mitra non-Barat paling kredibel bagi negara-negara Teluk, dengan pasukan yang telah ditempatkan di Qatar sejak 2017 dan kapabilitas nyata untuk bertindak cepat saat krisis.”

    Mesir, lanjut Krieg, lebih rumit. Negara itu memang punya kekuatan militer besar, tetapi keandalannya masih dipertanyakan oleh sejumlah negara Teluk.

    Namun jika format “6+2” benar-benar akan diwujudkan, prosesnya akan berlangsung perlahan dan tertutup, tegas Krieg dan Bianco.

    “Perubahan besar akan terjadi di balik layar,” kata Krieg. “Publik mungkin akan melihat komunike, KTT, dan latihan militer gabungan. Tapi kerja penting seperti berbagi data radar, integrasi sistem peringatan dini, atau pemberian hak pangkalan militer akan tetap berlangsung diam-diam.”

    Negara-negara Teluk, yang selama ini bergantung pada AS, juga mulai membuka opsi memperluas hubungan pertahanan dengan negara lain.

    “Pasti ada aktor lain seperti Rusia dan Cina yang siap menggantikan AS,” ujar Sinem Cengiz, peneliti di Pusat Studi Teluk Universitas Qatar. “Namun kecil kemungkinan ada pihak yang bisa menggantikan AS dalam waktu singkat.”

    Negara-negara Teluk memang tak ingin menggantikan AS sepenuhnya, tambah Bianco. Mereka masih sangat bergantung pada teknologi militer AS.

    “Setelah serangan ke Doha, Qatar langsung meminta jaminan dari AS bahwa mereka masih menjadi mitra,” ungkapnya.

    “Catatan pentingnya, AS sebenarnya tak pernah menentang regionalisasi pertahanan seperti ini,” ujar Bianco. “Washington justru mendukung adanya arsitektur pertahanan rudal balistik tunggal untuk negara-negara Teluk.”

    Faktanya, semakin dalam integrasi militer di kawasan, peran AS justru semakin penting, karena sistem pertahanan regional masih bertumpu pada teknologi militer Amerika.

    “Tapi makna politiknya telah berubah,” pungkas Krieg. “Washington tak lagi dilihat sebagai penjamin utama keamanan, melainkan mitra yang dukungannya bersifat kondisional dan transaksional. Para pemimpin Teluk kini mulai menyesuaikan diri dengan kenyataan bahwa AS punya kepentingan, bukan sekutu, dan tengah membangun poros keamanan yang dipimpin Teluk sendiri—posisi tengah antara Iran dan Israel.”

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Rizki Nugraha

    Editor: Yuniman Farid

    (ita/ita)

  • Bekasi Nomor Satu Lewati Jaksel, Tapi Masih Jauh dari Arab

    Bekasi Nomor Satu Lewati Jaksel, Tapi Masih Jauh dari Arab

    Jakarta, CNBC Indonesia – Bekasi tercatat sebagai kota dengan internet seluler tercepat di Indonesia. Hal ini berdasarkan laporan Speedtest Global Index edisi Agustus 2025.

    Kota penyangga Jakarta itu mencatat kecepatan unduh (download speed) median 54,59 Mbps, menempatkannya di posisi 118 secara global.

    Kemudian ada kota Jakarta Selatan (Jaksel) dengan kecepatan 52,29 Mbps dan menempati posisi 122 dunia. Catatan ini membuat Bekasi dan Jaksel berada di atas rata-rata nasional, sekaligus jadi yang tercepat di Tanah Air.

    Meski begitu, jika dibandingkan kota-kota dengan internet seluler terbaik dunia, gap masih sangat jauh. Abu Dhabi misalnya mencatat 625,24 Mbps, diikuti Ar-Rayyan 579,39 Mbps, Dubai 546,83 Mbps, dan Doha 514,59 Mbps.

    Selain kecepatan unduh, Bekasi juga memiliki kecepatan unggah 21,05 Mbps dengan latensi 18 ms, sedangkan Jaksel mencatat unggah 17,84 Mbps dengan latensi 20 ms.

    Sementara untuk kategori fixed broadband, Jakarta Selatan memimpin dengan kecepatan unduh 46,62 Mbps, disusul Bekasi 43,66 Mbps.

    Secara global, keduanya berada di posisi 141 dan 146 dari 198 kota yang diukur. Dengan demikian, Jaksel dan Bekasi menjadi wakil Indonesia dengan internet kabel tercepat, meski posisinya masih di paling bawah secara global.

    Sebagai pembanding, Abu Dhabi mencatat kecepatan fixed broadband hingga 369,17 Mbps, hampir delapan kali lipat dari Jakarta Selatan.

    Indonesia sendiri menempati peringkat ke-83 dunia untuk kecepatan internet (mobile). Catatan ini naik tiga peringkat dibanding bulan sebelumnya, dengan download speed median 45,01 Mbps, upload 16,01 Mbps, dan latensi 22 ms.

    Sedangkan untuk fixed broadband, Indonesia di posisi ke-116, naik dua peringkat dibandingkan bulan sebelumnya dengan kecepata download 39,88 Mbps, upload 26,61 Mbps, dan latensi 7 ms.

    (dem/dem)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Pentingnya Menghormati Kedaulatan Negara dalam Mewujudkan Perdamaian Dunia

    Pentingnya Menghormati Kedaulatan Negara dalam Mewujudkan Perdamaian Dunia

    Jakarta: Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat berujar bahwa saling menghormati kedaulatan setiap negara dan menjunjung tinggi hukum internasional harus dikedepankan dalam upaya mewujudkan perdamaian dunia. 

    “Upaya menciptakan perdamaian harus bertolak dari kesepahaman bahwa damai berarti komitmen pada kemanusiaan untuk mengakhiri semua bentuk permusuhan,” kata Lestari Moerdijat dalam sambutan tertulisnya pada diskusi daring bertema Peran Indonesia dalam Perdamaian Timur Tengah Pasca Serangan Israel ke Qatar yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (24/9). 

    Diskusi yang dimoderatori Luthfi Assyaukanie, Ph.D (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Dian Wirengjurit (Duta Besar RI untuk Iran periode 2012-2016), Prof. Dr. Siti Mutiah Setiawati (Guru Besar Hubungan Internasional, Universitas Gadjah Mada), dan Broto Wardoyo, S.Sos., M.A., Ph.D. (Dosen Hubungan Internasional, Universitas Indonesia) sebagai narasumber. 

    Selain itu, hadir pula Dr. Shafiah F. Muhibat (Wakil Direktur Eksekutif Bidang Studi Centre for Strategic and International Studies/CSIS) sebagai penanggap.

    Menurut Lestari, perdamaian juga memungkinkan kebebasan bernegara serta prasyarat bagi penghormatan pada martabat manusia.

    Rerie, sapaan akrab Lestari, mengungkapkan, terkait serangan Israel ke Doha, Qatar pada 9 September 2025, sikap pemerintah RI yang mendukung kedaulatan Qatar merupakan langkah yang tepat. 

    Rerie berpendapat, kehadiran Indonesia pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Darurat negara-negara Arab dan Islam pada Senin (15/9) lalu, harus diletakkan dalam koridor merealisasikan amanat Konstitusi UUD 1945 untuk ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

    Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu menilai, solidaritas Indonesia pada negara lain mesti diperkuat melalui legitimasi diplomatik. 

    Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu mendorong agar Indonesia dapat menjadi negara yang mampu berdialog dengan berbagai pihak yang berkonflik agar tercipta harmoni dalam keberagaman, sebagaimana Indonesia yang damai dengan realitas multi-diversity. 
     

    Duta Besar RI untuk Iran periode 2012-2016, Dian Wirengjurit mengungkapkan, Qatar dinilai sejumlah pihak sebagai negara yang bersikap ambigu. 

    Dalam setiap terjadi perselisihan di kawasan, ujar Dian, Qatar selalu mengajukan diri sebagai penengah, sebagai realisasi kebijakan negara Qatar yang selalu ingin berperan sebagai penyeimbang. 

    Menurut Dian, bila ingin berperan dalam penyelesaian konflik antarnegara di Timur Tengah, Indonesia tidak memiliki leverage. 

    Selain itu, tambah dia, Qatar merupakan salah satu negara Timur Tengah yang mempersilakan Hamas membuka kantor perwakilan. 

    Bahkan Israel, jelas Dian, punya kantor perwakilan dagang di Doha, Qatar, meski kedua negara tidak punya hubungan diplomatik. 

    Kondisi itulah, menurut Dian, yang membuat Qatar dipermudahkan untuk berperan menjadi penengah dalam konflik antara Hamas dan Israel. 

    Sebaliknya, tambah dia, dengan kondisi tersebut upaya Indonesia cukup sulit untuk bisa berperan sebagai penengah dalam konflik Palestina-Israel. 

    “Indonesia hanya bisa berperan dalam konteks bantuan kemanusiaan dalam konflik Palestina-Israel,” kata Dian. 

    Sebaliknya, Guru Besar Hubungan Internasional, UGM, Siti Mutiah Setiawati berpendapat, sekecil apa pun Indonesia dapat berperan dalam mewujudkan perdamaian pada konflik Palestina-Israel. 

    Salah satu bentuk sumbangsih Indonesia dalam konflik itu, jelas Siti, adalah dukungan penuh upaya mewujudkan Palestina sebagai negara yang merdeka dan berdaulat. 

    Terpenting, jelas Siti, sekecil apa pun bentuk dukungan Indonesia dapat dilihat oleh dunia. 

    Menurut Siti, sejumlah langkah diplomasi Indonesia mendukung kemerdekaan Palestina di berbagai kesempatan merupakan sumbangan yang penting dalam proses  menyelesaikan konflik Palestina-Israel. 

    Pascaserangan Israel ke Qatar, ujar Siti, Presiden Prabowo pun langsung bertemu dengan Emir Qatar, untuk menyampaikan simpati. 

    Pada saat yang bersamaan, Menteri Luar Negeri RI menghadiri KTT Darurat OKI di Doha, Qatar. 

    Selain itu, tambah Siti, sejumlah pernyataan Presiden Prabowo terkait usul two state solution dan pengakuan Palestina sebagai negara merdeka, juga merupakan langkah yang penting. 

    Dosen Hubungan Internasional UI, Broto Wardoyo berpendapat, cukup sulit bagi Indonesia dapat berperan aktif dalam mewujudkan perdamaian di Timur Tengah. 

    Tetapi, tegas Broto, kondisi itu bukan berarti tidak bisa direalisasikan.

    Peta politik Timur Tengah pasca-Israel menyerang Qatar, menurut Broto, tidak banyak berubah karena ketergantungan negara-negara di Timur Tengah terhadap Amerika masih tetap besar. 

    Menurut Broto, semua negara Arab yang memiliki hubungan diplomatik dengan Israel, pada titik tertentu pasti memiliki ketergantungan terhadap Amerika Serikat. 

    “Dengan kondisi tersebut, mungkinkah negara-negara di Timur Tengah dapat satu suara dalam menyikapi konflik-konflik yang terjadi? Kondisinya memang cukup kompleks,” ujar Broto. 

    Wakil Direktur Eksekutif Bidang Studi CSIS, Shafiah F. Muhibat mengungkapkan, beragamnya pendapat yang berkembang terkait penyelesaian konflik  di Timur Tengah saat ini menunjukkan bahwa Indonesia masih jauh untuk bisa berperan aktif dalam ikut mewujudkan perdamaian di Timur Tengah. 

    Menurut Shafiah, negara-negara Arab tersandera dengan kepentingan masing-masing dalam upaya mewujudkan perdamaian di Timur Tengah. 

    Sehingga, Shafiah menilai, ide Indonesia berperan aktif dalam mewujudkan perdamaian pada konflik di Timur Tengah, tidak realistis. 

    Wartawan senior Saur Hutabarat berpendapat, ada dua fenomena yang makin menguat terkait konflik Israel-Palestina belakangan ini. 

    Di satu pihak, ujar Saur, solidaritas kemanusiaan semakin meluas, terbukti dengan ludesnya tiket pada acara amal bagi warga Gaza, Palestina, di Stadion Wembley, London, Inggris. 

    Selain itu, tambah dia, pada Forum KTT di PBB terkait Palestina semakin banyak negara menyatakan dukungan kemerdekaan bagi Palestina. 

    Namun, Saur berpendapat, dua fenomena di atas belum dapat menyelesaikan konflik Israel-Palestina dalam waktu dekat. 

    Karena, tegas Saur, persoalan yang dihadapi terlalu besar dan kemampuan kita terbatas. Sehingga, tambah dia, diperlukan upaya dan waktu yang cukup panjang untuk kita terlibat aktif dalam ikut mengatasi setiap tantangan dalam upaya mengatasi konflik Israel-Palestina. 

    “Apakah mungkin kita membuka kedutaan di Palestina. Apakah mungkin untuk menerapkan politik bebas dalam menyikapi konflik Israel-Palestina, kita membangun perwakilan dagang seperti di Taiwan,” ujarnya. 

    Menurut Saur, sejumlah opsi tersebut tampak seperti hal yang mudah, tetapi sulit untuk direalisasikan.

    Jakarta: Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat berujar bahwa saling menghormati kedaulatan setiap negara dan menjunjung tinggi hukum internasional harus dikedepankan dalam upaya mewujudkan perdamaian dunia. 
     
    “Upaya menciptakan perdamaian harus bertolak dari kesepahaman bahwa damai berarti komitmen pada kemanusiaan untuk mengakhiri semua bentuk permusuhan,” kata Lestari Moerdijat dalam sambutan tertulisnya pada diskusi daring bertema Peran Indonesia dalam Perdamaian Timur Tengah Pasca Serangan Israel ke Qatar yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (24/9). 
     
    Diskusi yang dimoderatori Luthfi Assyaukanie, Ph.D (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Dian Wirengjurit (Duta Besar RI untuk Iran periode 2012-2016), Prof. Dr. Siti Mutiah Setiawati (Guru Besar Hubungan Internasional, Universitas Gadjah Mada), dan Broto Wardoyo, S.Sos., M.A., Ph.D. (Dosen Hubungan Internasional, Universitas Indonesia) sebagai narasumber. 

    Selain itu, hadir pula Dr. Shafiah F. Muhibat (Wakil Direktur Eksekutif Bidang Studi Centre for Strategic and International Studies/CSIS) sebagai penanggap.
     
    Menurut Lestari, perdamaian juga memungkinkan kebebasan bernegara serta prasyarat bagi penghormatan pada martabat manusia.
     
    Rerie, sapaan akrab Lestari, mengungkapkan, terkait serangan Israel ke Doha, Qatar pada 9 September 2025, sikap pemerintah RI yang mendukung kedaulatan Qatar merupakan langkah yang tepat. 
     
    Rerie berpendapat, kehadiran Indonesia pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Darurat negara-negara Arab dan Islam pada Senin (15/9) lalu, harus diletakkan dalam koridor merealisasikan amanat Konstitusi UUD 1945 untuk ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
     
    Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu menilai, solidaritas Indonesia pada negara lain mesti diperkuat melalui legitimasi diplomatik. 
     
    Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu mendorong agar Indonesia dapat menjadi negara yang mampu berdialog dengan berbagai pihak yang berkonflik agar tercipta harmoni dalam keberagaman, sebagaimana Indonesia yang damai dengan realitas multi-diversity. 
     

     
    Duta Besar RI untuk Iran periode 2012-2016, Dian Wirengjurit mengungkapkan, Qatar dinilai sejumlah pihak sebagai negara yang bersikap ambigu. 
     
    Dalam setiap terjadi perselisihan di kawasan, ujar Dian, Qatar selalu mengajukan diri sebagai penengah, sebagai realisasi kebijakan negara Qatar yang selalu ingin berperan sebagai penyeimbang. 
     
    Menurut Dian, bila ingin berperan dalam penyelesaian konflik antarnegara di Timur Tengah, Indonesia tidak memiliki leverage. 
     
    Selain itu, tambah dia, Qatar merupakan salah satu negara Timur Tengah yang mempersilakan Hamas membuka kantor perwakilan. 
     
    Bahkan Israel, jelas Dian, punya kantor perwakilan dagang di Doha, Qatar, meski kedua negara tidak punya hubungan diplomatik. 
     
    Kondisi itulah, menurut Dian, yang membuat Qatar dipermudahkan untuk berperan menjadi penengah dalam konflik antara Hamas dan Israel. 
     
    Sebaliknya, tambah dia, dengan kondisi tersebut upaya Indonesia cukup sulit untuk bisa berperan sebagai penengah dalam konflik Palestina-Israel. 
     
    “Indonesia hanya bisa berperan dalam konteks bantuan kemanusiaan dalam konflik Palestina-Israel,” kata Dian. 
     
    Sebaliknya, Guru Besar Hubungan Internasional, UGM, Siti Mutiah Setiawati berpendapat, sekecil apa pun Indonesia dapat berperan dalam mewujudkan perdamaian pada konflik Palestina-Israel. 
     
    Salah satu bentuk sumbangsih Indonesia dalam konflik itu, jelas Siti, adalah dukungan penuh upaya mewujudkan Palestina sebagai negara yang merdeka dan berdaulat. 
     
    Terpenting, jelas Siti, sekecil apa pun bentuk dukungan Indonesia dapat dilihat oleh dunia. 
     
    Menurut Siti, sejumlah langkah diplomasi Indonesia mendukung kemerdekaan Palestina di berbagai kesempatan merupakan sumbangan yang penting dalam proses  menyelesaikan konflik Palestina-Israel. 
     
    Pascaserangan Israel ke Qatar, ujar Siti, Presiden Prabowo pun langsung bertemu dengan Emir Qatar, untuk menyampaikan simpati. 
     
    Pada saat yang bersamaan, Menteri Luar Negeri RI menghadiri KTT Darurat OKI di Doha, Qatar. 
     
    Selain itu, tambah Siti, sejumlah pernyataan Presiden Prabowo terkait usul two state solution dan pengakuan Palestina sebagai negara merdeka, juga merupakan langkah yang penting. 
     
    Dosen Hubungan Internasional UI, Broto Wardoyo berpendapat, cukup sulit bagi Indonesia dapat berperan aktif dalam mewujudkan perdamaian di Timur Tengah. 
     
    Tetapi, tegas Broto, kondisi itu bukan berarti tidak bisa direalisasikan.
     
    Peta politik Timur Tengah pasca-Israel menyerang Qatar, menurut Broto, tidak banyak berubah karena ketergantungan negara-negara di Timur Tengah terhadap Amerika masih tetap besar. 
     
    Menurut Broto, semua negara Arab yang memiliki hubungan diplomatik dengan Israel, pada titik tertentu pasti memiliki ketergantungan terhadap Amerika Serikat. 
     
    “Dengan kondisi tersebut, mungkinkah negara-negara di Timur Tengah dapat satu suara dalam menyikapi konflik-konflik yang terjadi? Kondisinya memang cukup kompleks,” ujar Broto. 
     
    Wakil Direktur Eksekutif Bidang Studi CSIS, Shafiah F. Muhibat mengungkapkan, beragamnya pendapat yang berkembang terkait penyelesaian konflik  di Timur Tengah saat ini menunjukkan bahwa Indonesia masih jauh untuk bisa berperan aktif dalam ikut mewujudkan perdamaian di Timur Tengah. 
     
    Menurut Shafiah, negara-negara Arab tersandera dengan kepentingan masing-masing dalam upaya mewujudkan perdamaian di Timur Tengah. 
     
    Sehingga, Shafiah menilai, ide Indonesia berperan aktif dalam mewujudkan perdamaian pada konflik di Timur Tengah, tidak realistis. 
     
    Wartawan senior Saur Hutabarat berpendapat, ada dua fenomena yang makin menguat terkait konflik Israel-Palestina belakangan ini. 
     
    Di satu pihak, ujar Saur, solidaritas kemanusiaan semakin meluas, terbukti dengan ludesnya tiket pada acara amal bagi warga Gaza, Palestina, di Stadion Wembley, London, Inggris. 
     
    Selain itu, tambah dia, pada Forum KTT di PBB terkait Palestina semakin banyak negara menyatakan dukungan kemerdekaan bagi Palestina. 
     
    Namun, Saur berpendapat, dua fenomena di atas belum dapat menyelesaikan konflik Israel-Palestina dalam waktu dekat. 
     
    Karena, tegas Saur, persoalan yang dihadapi terlalu besar dan kemampuan kita terbatas. Sehingga, tambah dia, diperlukan upaya dan waktu yang cukup panjang untuk kita terlibat aktif dalam ikut mengatasi setiap tantangan dalam upaya mengatasi konflik Israel-Palestina. 
     
    “Apakah mungkin kita membuka kedutaan di Palestina. Apakah mungkin untuk menerapkan politik bebas dalam menyikapi konflik Israel-Palestina, kita membangun perwakilan dagang seperti di Taiwan,” ujarnya. 
     
    Menurut Saur, sejumlah opsi tersebut tampak seperti hal yang mudah, tetapi sulit untuk direalisasikan.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di

    Google News


    Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id

    (PRI)

  • Gelombang Baru Pengakuan Palestina, Sekadar Simbol atau Titik Balik?

    Gelombang Baru Pengakuan Palestina, Sekadar Simbol atau Titik Balik?

    Jakarta

    Inggris, Kanada, dan Australia masuk ke dalam daftar negara Barat yang telah mengakui negara Palestina, disusul Portugal pada Minggu (21/09) malam. Perdana Menteri Keir Starmer dan Mark Carney mengumumkan langkah tersebut tak lama sebelum dimulainya debat Majelis Umum PBB di New York. Negara-negara Barat lain, seperti Prancis dan Belgia juga berencana mengikuti langkah itu, meskipun telah diperingatkan oleh Israel.

    Pada Senin (22/09), Majelis Umum PBB mengadakan pertemuan puncak khusus mengenai perang di Jalur Gaza. Ini merupakan kelanjutan dari proyek diplomatik yang dipimpin Prancis dan Arab Saudi untuk mendorong kebangkitan solusi dua negara, di mana Israel dan Palestina hidup berdampingan, sebagai satu-satunya jawaban atas konflik yang telah berlangsung selama puluhan tahun.

    Dalam pertemuan pada Senin itu, beberapa negara menyatakan bergabung dengan lebih dari 145 anggota PBB yang telah mengakui negara Palestina. Negara-negara tersebut termasuk Prancis, Belgia, Luksemburg, dan Malta.

    Sebagian besar deklarasi pengakuan kedaulatan Palestina baru-baru ini oleh negara-negara Eropa muncul sebagai respons terhadap kampanye militer Israel yang terus berlangsung di Gaza. Hingga kini, perang telah menewaskan lebih dari 65.000 warga Palestina, menurut Kementerian Kesehatan yang dikelola Hamas, meskipun peneliti internasional memperkirakan jumlah korban jauh lebih tinggi. Pekan lalu, Komisi Penyelidikan Internasional Independen PBB untuk Wilayah Pendudukan Palestina menerbitkan laporan yang menyimpulkan bahwa Israel sedang melakukan genosida di Gaza.

    Israel dan sekutu utamanya, Amerika Serikat, menolak laporan tersebut, termasuk laporan lain yang kritis terhadap Israel, serta mengecam rencana untuk mengakui Palestina sebagai negara, dengan menyatakan bahwa tindakan itu merupakan sebuah “hadiah untuk teror”, merujuk pada serangan 7 Oktober 2023 terhadap Israel yang dipimpin kelompok militan Hamas, yang menewaskan hampir 1.200 orang dan memicu kampanye militer Israel di Gaza.

    Sekadar “teater politik”

    Bahkan, para pendukung Palestina mengatakan pengakuan terhadap negara Palestina bisa jadi tidak cukup jika tidak disertai tindakan.

    “Negara-negara Barat memeluk gestur simbolis, sementara rakyat Palestina tetap tanpa keadilan ataupun kenegaraan, hanya kesenjangan yang semakin melebar antara realitas yang dijalani dan pertunjukan internasional,” ujar Ines Abdel Razek, Direktur Advokasi untuk Palestine Institute for Public Diplomacy, yang berbasis di Ramallah, Tepi Barat yang diduduki, dalam tulisan bulan Agustus untuk lembaga pemikir Palestina, Al Shabaka.

    Ada juga kekhawatiran mengenai bagaimana Israel akan bereaksi terhadap gelombang baru pengakuan ini, tulis Richard Gowan, Direktur PBB untuk lembaga think tank International Crisis Group, minggu ini dalam jurnal kebijakan Just Security yang berbasis di AS.

    “Perdana Menteri Benjamin Netanyahu… memiliki rekam jejak panjang dalam menentang anggota PBB lainnya,” tulis Gowan. “Salah satu skenario yang mengkhawatirkan para diplomat adalah bahwa Netanyahu, yang pekan lalu menyatakan bahwa ‘tidak akan ada negara Palestina’, dapat merespons proses pengakuan ini dengan mengumumkan rencana untuk secara resmi mencaplok bagian-bagian wilayah Palestina dalam pidatonya.”

    Apakah pengakuan bisa membawa perdamaian?

    Sudah jelas bahwa pengakuan negara Palestina saja tidak akan menghentikan perang Israel di Gaza.

    “Pengakuan adalah pengganti keliru untuk boikot dan langkah-langkah hukuman yang seharusnya diambil terhadap negara yang melakukan genosida,” tulis kolumnis Gideon Levy di surat kabar Israel, Haaretz, pada bulan Agustus. “Pengakuan adalah basa-basi kosong. … Ini tidak akan menghentikan genosida, yang tidak akan berhenti tanpa langkah nyata dari komunitas internasional.”

    Faktanya, seperti yang ditunjukkan oleh para ahli hukum, isu ini sebenarnya terpisah. Apakah Palestina merupakan negara atau bukan, hukum internasional sudah mewajibkan negara lain untuk melakukan segala yang mereka bisa untuk menghentikan genosida yang dicurigai sedang berlangsung.

    Peningkatan status diplomatik

    Apa yang bisa dilakukan oleh pengakuan negara Palestina adalah memperkuat seruan untuk gencatan senjata dalam struktur diplomatik, birokratis, dan hukum internasional yang sudah ada.

    Dalam edisi musim gugur 2025 jurnal akademik The Cairo Review of Global Affairs, analis politik Mesir Omar Auf menunjukkan bahwa pejabat Palestina sebelumnya telah mencoba untuk mengaksesi Konvensi Jenewa pada 1989, tetapi ditolak oleh Swiss karena, menurut Swiss, ada “ketidakpastian” mengenai eksistensi negara Palestina.

    Pada Agustus, Nomi Bar-Yaacov, seorang negosiator perdamaian dari Geneva Centre for Security Policy, mengatakan kepada DW bahwa pengakuan “tidak mengubah apa pun secara langsung, tetapi itu memberi Palestina posisi tawar yang jauh lebih tinggi dalam negosiasi, karena ketika Anda bernegosiasi antarnegara, itu tidak sama dengan negosiasi antara negara dan negara yang tidak diakui (atau) entitas.”

    Pengakuan bilateral dapat dianggap sebagai bentuk peningkatan status diplomatik. Negara-negara yang mengakui, katakanlah Prancis atau Belgia, harus meninjau kembali hubungan mereka dengan Palestina, serta menilai kewajiban hukum mereka terhadapnya. Oleh karena itu, hal ini juga dapat menyebabkan peninjauan kembali hubungan mereka dengan Israel, menurut mereka.

    Namun, pengakuan tersebut harus disertai langkah nyata, kata Hugh Lovatt, peneliti kebijakan senior untuk program Timur Tengah dan Afrika Utara di European Council on Foreign Relations (ECFR), kepada DW.

    “Pengakuan bukanlah sebuah kebijakan, itu adalah sebuah pembuka. Pekerjaan sebenarnya dimulai pada hari berikutnya,” ujar Anas Iqtait, dosen ekonomi politik Timur Tengah di Australian National University, pada bulan Agustus dalam Akfar, yang diterbitkan oleh Middle East Council on Global Affairs yang berbasis di Doha.

    “Sebuah penegasan penting”

    Memang benar bahwa pengakuan sangat simbolis, Lovatt mengakui. “Namun, simbolisme tidak selalu buruk. Mengingat negara-negara yang melakukan pengakuan, khususnya Prancis dan Inggris, ini merupakan penegasan penting atas hak-hak Palestina dan penentuan nasib sendiri, hak untuk hidup bebas dari pendudukan, hak atas kenegaraan, dan sebagainya.”

    Namun, tindakan simbolis harus disertai langkah nyata, tambahnya.

    Dalam konferensi pers di Brussels, Belgia pada Rabu (17/09), Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Kaja Kallas, mendorong negara-negara anggota untuk meningkatkan tarif atas beberapa barang Israel dan menjatuhkan sanksi terhadap pemukim serta dua politisi senior Israel. Ini adalah langkah-langkah yang sebelumnya telah direkomendasikan oleh para ahli ECFR. Sumber di Brussels mengatakan kepada DW bahwa Italia, yang sebelumnya menentang penghentian pendanaan ilmiah UE untuk Israel, mungkin akan segera mencabut penolakannya.

    “Bahkan tiga tahun yang lalu, pengakuan mungkin sudah cukup,” kata Lovatt. “Namun, saya pikir karena semuanya telah berubah begitu drastis dalam hal opini publik dan politik sejak 2023, sekarang bukan lagi pertanyaan antara pengakuan (Palestina) atau tindakan lain.”

    Saat ini, berbagai langkah sedang dijalankan secara bersamaan, ujar Lovatt, dan itu mencerminkan bagaimana opini publik di seluruh spektrum politik telah berubah sejak 2023.

    “Pengakuan seharusnya dilihat sebagai arah perjalanan,” kata Lovatt. “Mungkin kita tidak sampai ke sana besok, tetapi arah jalannya sudah jelas.”

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Rahka Susanto

    Editor: Rizki Nugraha

    Lihat Video ‘Presiden Abbas: Hamas Harus Serahkan Senjata ke Otoritas Palestina’:

    (ita/ita)