kab/kota: Doha

  • Termasuk Partai Zionis, Menkeu Israel Bahas Perpindahan Warga Gaza: Sejarah Akhiri Konflik – Halaman all

    Termasuk Partai Zionis, Menkeu Israel Bahas Perpindahan Warga Gaza: Sejarah Akhiri Konflik – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kaukus Knesset Tanah Israel yang dipimpin oleh MK Yuli Edelstein (Likud), Simcha Rothman (Partai Zionis Religius) dan Limor Son-Harmelech (Otzma Yehudit) menyelenggarakan konferensi pada Minggu (9/3/2025).

    Konferensi itu berjudul “Timur Tengah Baru: Rencana Emigrasi Sukarela dari Gaza”, seperti diberitakan JPost.

    Selain para pemimpin kaukus, pembicara pada konferensi tersebut termasuk Menteri Keuangan Bezalel Smotrich dan Menteri Misi Nasional Orit Struk.

    Kemudian Ketua Knesset MK Amir Ohana, sejumlah MK tambahan dari koalisi, dan serangkaian perwakilan organisasi masyarakat sipil.

    Termasuk dari organisasi pemukiman Nachala, Forum Kohelet, Bithonistim, dan lainnya.

    Pembicara lainnya adalah sarjana budaya Arab dari Bar-Ilan, Prof. Motti Kedar.

    Smotrich berjanji dalam sambutannya, masalah penganggaran tidak akan menghalangi pembentukan “Direktorat Emigrasi” baru di Kementerian Pertahanan.

    Ia menuduh semua warga Gaza menyimpan “kebencian mendasar” terhadap Israel.

    Ia juga menggambarkan langkah emigrasi alias perpindahan warga Gaza selanjutnya.

    Menurutnya, emigrasi warga Gaza sebagai langkah bersejarah yang pada akhirnya dapat mengakhiri konflik Israel-Palestina.

    Barat Dukung Arab

    Menteri luar negeri Prancis, Jerman, Italia, dan Inggris mengatakan pada Sabtu (8/3/2025), mereka mendukung rencana para negara Arab untuk rekonstruksi Gaza yang akan menelan biaya US$53 miliar (S$70 miliar).

    Kemudian menghindari pengusiran warga Palestina dari daerah kantong itu.

    “Rencana tersebut menunjukkan jalur realistis menuju rekonstruksi Gaza dan menjanjikan — jika dilaksanakan — perbaikan cepat dan berkelanjutan terhadap kondisi kehidupan yang menyedihkan bagi warga Palestina yang tinggal di Gaza,” kata para menteri dalam pernyataan bersama, dikutip dari AsiaOne.

    Rencana tersebut, yang disusun oleh Mesir dan diadopsi oleh para pemimpin Arab pada hari Selasa, telah ditolak oleh Israel dan oleh Presiden AS Donald Trump, yang telah menyampaikan visinya sendiri untuk mengubah Jalur Gaza menjadi “Riviera Timur Tengah”.

    Usulan Mesir membayangkan pembentukan sebuah komite administratif yang terdiri dari teknokrat Palestina yang independen dan profesional yang diberi tugas untuk memerintah Gaza setelah berakhirnya perang di Gaza antara Israel dan kelompok militan Palestina Hamas.

    Komite tersebut akan bertanggung jawab atas pengawasan bantuan kemanusiaan dan pengelolaan urusan Jalur Gaza untuk periode sementara di bawah pengawasan Otoritas Palestina.

    Pernyataan yang dikeluarkan oleh keempat negara Eropa pada hari Sabtu, mengatakan mereka “berkomitmen untuk bekerja dengan inisiatif Arab,” dan mereka menghargai “sinyal penting” yang telah dikirim oleh negara-negara Arab dengan mengembangkannya.

    Pernyataan tersebut menyatakan Hamas “tidak boleh memerintah Gaza dan tidak boleh menjadi ancaman bagi Israel lagi” dan keempat negara “mendukung peran utama Otoritas Palestina dan pelaksanaan agenda reformasinya.”

    Gencatan Senjata

    Hamas dilaporkan telah menyetujui usulan perpanjangan gencatan senjata tahap pertama selama dua bulan dengan Israel, serta pembebasan sandera Israel.

    Laporan tersebut disampaikan oleh media Arab Saudi, Al Hadath, pada Sabtu malam, 8 Maret 2025, yang menyebutkan bahwa menunjukkan fleksibilitas dalam perundingan yang berlangsung di Kairo, Mesir.

    Sumber Al Hadath mengungkapkan, perkembangan pembicaraan ini mendorong Israel untuk mengirimkan delegasinya ke Kairo pada hari Senin.

    Namun, hingga saat ini belum ada konfirmasi resmi dari pihak Hamas mengenai laporan tersebut.

    Media Saudi lainnya, Al Arabiya, juga melaporkan Hamas dan Israel telah menyepakati gencatan sementara selama bulan Ramadhan, meskipun kedua belah pihak membantah informasi tersebut.

    Pada hari yang sama, Israel mengumumkan pengiriman delegasi ke Doha, Qatar, pada Senin untuk membahas pembebasan sandera di Gaza.

    Menurut Yedioth Ahronoth, pengiriman delegasi ini dilakukan setelah adanya undangan dari Mesir dan Qatar sebagai mediator.

    Delegasi Israel terdiri dari pejabat senior Dinas Keamanan Israel (Shin Bet), penasihat politik Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, serta perwakilan dari Pasukan Pertahanan Israel (IDF) dan Mossad.

    Sebelumnya, Amerika Serikat (AS)  menawarkan perpanjangan gencatan senjata selama dua bulan dan aliran bantuan kemanusiaan ke Gaza, dengan syarat Hamas membebaskan beberapa sandera Israel yang masih hidup.

    Di antara sandera tersebut adalah Edan Alexander, yang memiliki kewarganegaraan ganda AS dan Israel.

    Tawaran ini disampaikan dalam pertemuan antara utusan Presiden AS, Adam Boehler, dan pejabat senior Hamas, termasuk Khalil Al Hayya.

    Hamas sebelumnya menolak usulan perpanjangan gencatan senjata tahap pertama dari Israel. Hamas mengatakan usulan tersebut tidak dapat diterima.

    Juru bicara Hamas, Hazem Qassem, menyatakan Israel harus bertanggung jawab karena tidak memulai negosiasi untuk tahap kedua gencatan senjata.

    Hamas lebih memilih untuk merundingkan tahap kedua gencatan senjata.

    Jika tahap kedua dapat terwujud, semua sandera akan dipulangkan dan pasukan Israel akan ditarik sepenuhnya dari Gaza.

    (Tribunnews.com/Chrysnha, Febri)

  • Menkeu Israel Bocorkan Rencana Trump untuk Usir Warga Gaza Mulai Terbentuk, Singgung Kerja Sama – Halaman all

    Menkeu Israel Bocorkan Rencana Trump untuk Usir Warga Gaza Mulai Terbentuk, Singgung Kerja Sama – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Menteri Keuangan sayap kanan Israel, Bezalel Smotrich, mengatakan rencana Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, untuk merelokasi jutaan warga Gaza ke negara lain “mulai terbentuk.”

    Namun, Bezalel Smotrich mengakui bahwa itu akan menjadi usaha logistik yang sangat besar.

    Smotrich mengklaim persiapan sedang dilakukan untuk membentuk badan berskala besar guna mengawasi pemindahan tersebut.

    “Rencana ini mulai terbentuk, dengan tindakan berkelanjutan yang dikoordinasikan dengan pemerintah.”

    “Rencana ini melibatkan identifikasi negara-negara utama, pemahaman kepentingan mereka – baik dengan AS maupun dengan kita – dan pemupukan kerja sama,” kata Smotrich dalam sebuah acara di parlemen, Minggu (9/3/2025), dilansir Al Arabiya.

    Smotrich – yang telah berulang kali menyerukan Israel untuk mengusir warga Palestina keluar dari Gaza dan membangun kembali wilayah tersebut – menyebut tugas tersebut “rumit” secara logistik, menurut media Israel.

    Selain merelokasi Gaza, Smotrich – yang tinggal di pemukiman di Tepi Barat yang diduduki – juga mendorong Israel untuk memperluas pemukimannya di Tepi Barat.

    Tahun lalu, ia mengatakan akan mendatangkan “sejuta” pemukim baru ke wilayah yang diduduki.

    Trump Sebut Warga Palestina Tak Punya Hak untuk Kembali

    Sebelumnya, Donald Trump mengatakan dua juta warga Palestina yang akan dimukimkan kembali di negara-negara tetangga berdasarkan rencananya untuk mengambil alih dan membangun kembali Jalur Gaza, tidak akan memiliki hak untuk kembali.

    “Tidak, mereka tidak akan melakukannya, karena mereka akan mendapatkan perumahan yang jauh lebih baik,” katanya kepada Fox News.

    “Saya berbicara tentang membangun tempat tinggal permanen untuk mereka,” jelasnya.

    Klip wawancara tersebut dirilis sehari setelah Trump mengatakan dia “berkomitmen untuk membeli dan memiliki Gaza”, meskipun ada kecaman global terhadap rencana yang dia luncurkan.

    Otoritas Palestina dan kelompok Hamas, yang perangnya selama 16 bulan dengan Israel telah menyebabkan kehancuran yang meluas di Gaza, menegaskan kembali bahwa tanah Palestina “tidak untuk dijual”.

    Namun, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memuji usulan Trump sebagai “revolusioner dan kreatif”.

    Sementara itu, PBB telah memperingatkan bahwa pemindahan paksa warga sipil dari wilayah yang diduduki dilarang keras berdasarkan hukum internasional dan “sama saja dengan pembersihan etnis”.

    Kini, sebagian besar penduduk Gaza telah mengungsi berkali-kali, hampir 70 persen bangunan diperkirakan rusak atau hancur, sistem perawatan kesehatan, air, sanitasi, dan kebersihan telah runtuh.

    Selain itu, terjadi kekurangan makanan, bahan bakar, obat-obatan, dan tempat tinggal.

    Perkembangan Terkini Konflik Palestina Vs Israel

    Diberitakan Al Jazeera, Israel mengatakan akan mengirim delegasi ke ibu kota Qatar, Doha, pada hari Senin untuk mencoba dan memajukan gencatan senjata Gaza dan pembicaraan pertukaran tawanan.

    Hamas mengatakan ada “indikator positif” untuk dimulainya perundingan mengenai fase kedua gencatan senjata.

    Enam toko roti di Khan Younis, Gaza, menghentikan operasinya di tengah kekurangan bahan bakar sementara Israel terus memblokade semua bantuan yang masuk ke Jalur Gaza.

    Hamas menyerukan diakhirinya blokade Israel terhadap Gaza serta negosiasi segera mengenai fase kedua kesepakatan gencatan senjata setelah Netanyahu mengatakan ia akan mengirim delegasi ke pembicaraan gencatan senjata di Doha.

    JALUR GAZA – Foto yang diambil dari kantor berita Wafa tanggal 7 Maret 2025 memperlihatkan situasi di Beit Lahia, Gaza. Israel merampungkan persiapan untuk memindahkan warga Gaza. (Wafa)

    Axios melaporkan bahwa utusan Trump, Steve Witkoff, akan terbang ke Doha pada Selasa malam untuk mencoba dan “menengahi kesepakatan pembebasan sandera dan gencatan senjata baru antara Israel dan Hamas”.

    Seorang polisi senior Palestina di Gaza terluka setelah amunisi yang ditinggalkan oleh militer Israel meledak di Jabalia.

    Pasukan Israel melanjutkan serangan di seluruh Tepi Barat yang diduduki, menangkap dua tahanan yang dibebaskan di Hebron dan menyebarkan peluru tajam dan granat kejut di desa Burqa.

    Qatar menyerukan “upaya internasional yang lebih intensif” untuk membawa fasilitas nuklir Israel di bawah perlindungan badan atom PBB.

    Kementerian Kesehatan Gaza telah mengonfirmasi 48.453 kematian warga Palestina dalam perang Israel di Gaza, dengan 111.860 orang terluka.

    Kantor Media Pemerintah memperbarui jumlah korban tewas menjadi sebanyak 61.709, dengan mengatakan bahwa ribuan warga Palestina yang hilang di bawah reruntuhan diduga tewas.

    Sebanyak 1.139 orang tewas di Israel selama serangan yang dipimpin Hamas pada 7 Oktober 2023 dan lebih dari 200 orang ditawan.

    (Tribunnews.com/Nuryanti)

    Berita lain terkait Konflik Palestina Vs Israel

  • Demo Besar Warga Israel Tuntut Pembebasan Sandera – Halaman all

    Demo Besar Warga Israel Tuntut Pembebasan Sandera – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Ratusan warga Israel menggelar unjuk rasa besar-besaran di Tel Aviv pada Minggu, 9 Maret 2025.

    Aksi ini diadakan oleh keluarga dan teman-teman para tawanan yang ditahan oleh Hamas, menuntut pemerintah Israel untuk mematuhi perjanjian gencatan senjata dan segera membebaskan sandera.

    Dalam demonstrasi tersebut, Zahiro Shahar Mor, keponakan tawanan Avraham Munder, mengungkapkan, “Kepentingan Netanyahu bukanlah kepentingan negara Israel atau rakyatnya.”

    Ia menambahkan bahwa sebagian besar masyarakat Israel menginginkan semua sandera yang tersisa segera dipulangkan dan bersedia membayar harga untuk itu.

    Sebelum unjuk rasa, para kerabat sandera juga memohon kepada Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang baru saja bertemu dengan delapan mantan tawanan pada Rabu, 5 Maret 2025.

    Pembicaraan Pembebasan Sandera

    Sementara itu, pertemuan antara para pemimpin Hamas dan negosiator sandera dari AS, Adam Boehler, berlangsung dalam beberapa hari terakhir.

    Fokus pembicaraan adalah untuk membebaskan seorang warga negara ganda Amerika-Israel yang ditahan di Gaza.

    Taher al-Nono, penasihat politik pemimpin Hamas, mengonfirmasi pembicaraan langsung yang belum pernah terjadi sebelumnya dengan Washington, yang berlangsung di Doha.

    Al-Nono menyatakan, “Kami telah menanganinya secara positif dan fleksibel dengan cara yang melayani kepentingan rakyat Palestina.” Ia menambahkan bahwa diskusi juga membahas implementasi perjanjian bertahap untuk mengakhiri perang Israel-Hamas.

    Utusan khusus Presiden Trump, Steve Witkoff, menyebutkan bahwa mendapatkan pembebasan Edan Alexander, seorang pria berusia 21 tahun dari New Jersey yang diyakini sebagai sandera Amerika terakhir yang masih hidup, adalah prioritas utama.

    Proses Negosiasi Gencatan Senjata

    Israel dan Hamas telah menunjukkan kesediaan untuk melanjutkan negosiasi gencatan senjata.

    Delegasi Hamas bertemu dengan mediator Mesir dan mengonfirmasi kesiapan mereka untuk merundingkan tahap kedua kesepakatan gencatan senjata.

    Israel juga berencana mengirim negosiator ke Doha pada Senin, 10 Maret 2025.

    Perjanjian gencatan senjata sebelumnya yang dimulai pada 19 Januari 2025 telah menghasilkan pembebasan 33 sandera, termasuk delapan yang telah meninggal, sebagai imbalan untuk sekitar 1.800 tahanan Palestina.

    Hingga saat ini, dari 251 orang yang diculik selama serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, 58 orang masih ditahan di Gaza, sementara 34 di antaranya telah dinyatakan meninggal oleh militer Israel.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Hamas Temui Bos Intelijen Mesir: Bantah Setuju Perpanjangan Gencatan Senjata, IDF Bom Gaza Utara – Halaman all

    Hamas Temui Bos Intelijen Mesir: Bantah Setuju Perpanjangan Gencatan Senjata, IDF Bom Gaza Utara – Halaman all

    Petinggi Hamas Temui Bos Intelijen Mesir: Bantah Setuju Perpanjangan Gencatan Senjata, Israel Bombardir Gaza Utara

    TRIBUNNEWS.COM – Delegasi Gerakan Perlawanan Palestina, Hamas, yang dipimpin kepala dewan kepemimpinan gerakan itu, Mohammed Darwish, dilaporkan bertemu dengan Kepala Intelijen Umum Mesir, Mayor Jenderal Hassan Rashad, di Kairo pada Minggu (9/3/2025).

    Pertemuan dilaporkan untuk membahas implementasi gencatan senjata tahap II dan perjanjian pertukaran sandera dan tahanan antara Hamas dan Israel.

    Menurut pernyataan yang dikeluarkan oleh Hamas, pertemuan membahas berbagai fase implementasi perjanjian di fase kedua. 

    Delegasi Hamas tersebut menekankan wajibnya Israel mematuhi semua persyaratannya dan menyerukan transisi segera ke fase kedua negosiasi gencatan senjata.

    Transisi ini mensyaratkan Israel untuk membuka penyeberangan perbatasan dan membuka akses masuk bantuan kemanusiaan secara tak terbatas ke Gaza.

    “Delegasi Hamas juga menegaskan kembali persetujuan Hamas untuk membentuk komite dukungan masyarakat yang terdiri dari tokoh-tokoh nasional independen untuk mengelola Gaza sementara sampai rekonsiliasi Palestina tercapai dan pemilihan umum diadakan di semua tingkatan,” kata laporan RNTV, Minggu.

    Hamas mengucapkan terima kasih kepada Mesir atas upaya mediasi yang sedang berlangsung, khususnya dalam melawan upaya pengusiran warga Palestina dari Gaza, seperti yang diserukan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump dan disetujui Israel.

    Hamas juga menyatakan menerima dan mengakui hasil KTT Arab yang membahas rencana rekonstruksi Gaza.

    “Gerakan ini menegaskan kembali komitmennya terhadap hak-hak dasar rakyat Palestina,” kata laporan.

    SAYAP MILITER HAMAS – Personel Brigade Al Qassam, Sayap Militer Gerakan Perlawanan Palestina, Hamas, dalam sebuah parade militer di Jalur Gaza beberapa waktu lalu. Hamas membantah menyetujui usulan AS untuk memperpanjang gencatan senjata dan menyerukan Israel untuk melanjutkan negosiasi Tahap II gencatan senjata di mana pasukan Israel harus menarik diri dari Gaza dan membuka akses masuk bantuan kemanusiaan.

    Bantah Setuju Perpanjangan Gencatan Senjata

    Sementara itu, pejabat senior Hamas, Mahmoud Mardawi membantah laporan yang mengklaim bahwa gerakan itu telah menyetujui gencatan senjata sementara di Gaza.

    Dalam sebuah pernyataan pers, ia menekankan komitmen Hamas terhadap perjanjian yang ada dan kebutuhan untuk melanjutkan dengan tahap kedua negosiasi di bawah kondisi yang disepakati.

    “Hamas menolak laporan yang beredar sebagai palsu dan tidak mencerminkan proses negosiasi yang sebenarnya,” kata laporan RNTV mengutip pernyataan Mardawi.

    Dalam perkembangan terkait, kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengumumkan rencana untuk mengirim delegasi Israel ke Doha untuk memajukan negosiasi dengan Hamas mengenai pertukaran tahanan.

    Langkah ini dilakukan di tengah spekulasi bahwa pemerintah Netanyahu berusaha untuk menghindari penerapan tahap kedua (Fase II) dari perjanjian gencatan senjata, yang termasuk menghentikan perang di Gaza dan menarik Pasukan Pendudukan Israel ke perbatasan pra-eskalasi.

    Perjanjian gencatan senjata, yang mulai berlaku pada 19 Januari 2025, menetapkan penghentian permusuhan antara kedua belah pihak.

    Hamas menegaskan bahwa Israel harus sepenuhnya mematuhi semua persyaratan, termasuk penarikan penuh dari Gaza dan mengakhiri perang.

    ASAP MENGEPUL – Tangkapan layar Khaberni, Minggu (2/3/2025) yang menunjukkan asap mengepul dari serangan udara Israel di Gaza. Israel melakukan serangkaian serangan udara ke Gaza seiring berakhirnya gencatan senjata tahap I pada 28 Februari 2025. Israel menuntut perpanjangan tahap I, namun ditolak Hamas. (khaberni/tangkap layar)

    IDF Bombardir Gaza Utara 

    Dalam laporan perkembangan situasi di Jalur Gaza, RNTV melaporkankan kalau Militer Israel (IDF) melakukan bombardemen ke Gaza Utara.

    “IDF mengatakan pihaknya melakukan serangan udara pada hari Minggu terhadap para milisi Palestina yang menanam alat peledak di Gaza utara,” kata laporan itu mengutip pernyataan IDF.

    Melabeli para pejuang Palestina sebagai ‘teroris’, IDF menyatakan, serangan itu mengenai sasaran mereka.

    “Sebelumnya hari ini, beberapa ‘teroris’ diidentifikasi beroperasi di dekat pasukan IDF dan mencoba menanam alat peledak di tanah di Gaza utara. Serangan pesawat tempur Israel berhasil “memukul para teroris”,” klaim IDF dalam sebuah pernyataan.

    Hamas Ajukan 3 Syarat untuk Kelanjutan Negosiasi Tahap 2 Gencatan Senjata 

    Juru bicara Hamas Hazem Qassem menguraikan tiga syarat untuk negosiasi yang akan datang: pertukaran tahanan, penarikan penuh dari Jalur Gaza, dan komitmen untuk menahan diri dari agresi lebih lanjut.

    Qassem menekankan, “Sekarang terserah Israel untuk menunjukkan keseriusan kepada mediator untuk memastikan perjanjian berlanjut.”

    Dia juga mengklarifikasi kabar kalau Hamas telah memberi tahu mediator tentang penolakannya untuk memperpanjang fase pertama dari perjanjian gencatan senjata.

    Selanjutnya, Qassem menegaskan kesediaan Hamas untuk terlibat dalam pertukaran tawanan dengan persyaratan baru selama fase kedua dari perjanjian.

     

    (oln/rntv/*)

  • Gelar Demo Besar-besaran, Warga Israel Tuntut Pembebasan Sandera hingga Bersedia Beri Bayaran – Halaman all

    Gelar Demo Besar-besaran, Warga Israel Tuntut Pembebasan Sandera hingga Bersedia Beri Bayaran – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Sebuah unjuk rasa besar-besaran diadakan di Tel Aviv bersama keluarga dan teman-teman para tawanan, Minggu (9/3/2025).

    Mereka menuntut pemerintah Israel untuk mematuhi perjanjian gencatan senjata dengan Hamas dan membebaskan para tawanan.

    “Kepentingan Netanyahu bukanlah kepentingan negara Israel atau rakyatnya,” kata Zahiro Shahar Mor, keponakan tawanan Avraham Munder, dalam demonstrasi tersebut, dilansir Al Jazeera.

    “Sebagian besar masyarakat Israel menginginkan semua sandera yang tersisa segera dipulangkan, dan mereka bersedia membayar harganya untuk itu,” jelasnya.

    Sebelum unjuk rasa mingguan mereka di Tel Aviv, para kerabat memohon kepada Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang bertemu dengan delapan mantan tawanan pada Rabu (5/3/2025).

    “Tuan Presiden, kembalinya perang berarti hukuman mati bagi para sandera yang masih hidup.”

    “Tolong, Tuan, jangan biarkan Netanyahu mengorbankan mereka,” kata sebuah pernyataan.

    Hamas-AS Bahas Pembebasan Sandera

    Pertemuan antara para pemimpin Hamas dan negosiator sandera AS, Adam Boehler, dalam beberapa hari terakhir difokuskan pada pembebasan seorang warga negara ganda Amerika-Israel yang ditahan oleh kelompok militan di Gaza, kata seorang pejabat senior Hamas kepada Reuters pada hari Minggu.

    Taher al-Nono, penasihat politik bagi pemimpin kelompok Palestina tersebut, mengonfirmasi pembicaraan langsung yang belum pernah terjadi sebelumnya dengan Washington.

    Ia mengatakan bahwa diskusi tersebut telah berlangsung di ibu kota Qatar selama seminggu terakhir.

    “Beberapa pertemuan telah berlangsung di Doha, dengan fokus pada pembebasan salah satu tahanan berkewarganegaraan ganda.”

    “Kami telah menanganinya secara positif dan fleksibel, dengan cara yang melayani kepentingan rakyat Palestina,” kata al-Nono.

    Ia menambahkan bahwa kedua belah pihak juga telah membahas cara untuk mewujudkan implementasi perjanjian bertahap yang bertujuan untuk mengakhiri perang Israel-Hamas.

    “Kami memberi tahu delegasi Amerika bahwa kami tidak menentang pembebasan tahanan tersebut dalam kerangka pembicaraan ini,” kata al-Nono kepada Reuters.

    Utusan khusus Presiden Donald Trump Steve Witkoff mengatakan kepada wartawan di Gedung Putih minggu lalu bahwa mendapatkan pembebasan Edan Alexander, pria berusia 21 tahun dari New Jersey yang diyakini sebagai sandera Amerika terakhir yang masih hidup yang ditawan oleh Hamas di Gaza, adalah “prioritas utama bagi kami.”

    Adapun Alexander bertugas sebagai tentara di militer Israel.

    Israel dan Hamas memberi isyarat pada hari Sabtu bahwa mereka sedang mempersiapkan tahap berikutnya dari negosiasi gencatan senjata, karena para mediator terus maju dengan pembicaraan untuk memperpanjang gencatan senjata 42 hari yang rapuh yang dimulai pada bulan Januari.

    Delegasi Hamas bertemu dalam dua hari terakhir dengan para mediator Mesir dan menegaskan kembali kesiapannya untuk merundingkan implementasi tahap kedua kesepakatan itu.

    Israel juga mengatakan akan mengirim negosiator ke Doha pada Senin (10/3/2025) untuk pembicaraan gencatan senjata.

    Sebelumnya, pada Kamis (6/3/2025), Trump bertemu di Ruang Oval dengan delapan mantan sandera Israel yang dibebaskan sebagai bagian dari perjanjian gencatan senjata yang mulai berlaku pada 19 Januari 2025.

    Tahap pertama perjanjian tersebut menghasilkan pembebasan 33 sandera, termasuk delapan yang telah meninggal, dengan imbalan sekitar 1.800 tahanan Palestina.

    Pada akhir November 2023, 105 sandera telah dibebaskan selama gencatan senjata selama satu minggu dengan imbalan 240 tahanan Palestina.

    Dari 251 orang yang diculik selama serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023, 58 orang masih ditahan di Gaza, 34 di antaranya telah dinyatakan meninggal oleh militer Israel.

    PEMBEBASAN SANDERA – Foto ini diambil dari publikasi Telegram Brigade Al-Qassam (sayap militer gerakan Hamas) pada Minggu (23/2/2025), foto (atas, kiri-kanan): 2 sandera Israel (Tal Shoham dan Avera Mengistu) dibebaskan, (bawah, kiri-kanan): 3 tentara Israel dibebaskan dan sandera Hisham al-Sayed dibebaskan. (Telegram Brigade Al-Qassam)

    Perkembangan Terkini Konflik Palestina Vs Israel

    Diberitakan Al Jazeera, Israel mengatakan akan mengirim delegasi ke ibu kota Qatar, Doha, pada hari Senin untuk mencoba dan memajukan gencatan senjata Gaza dan pembicaraan pertukaran tawanan.

    Hamas mengatakan ada “indikator positif” untuk dimulainya perundingan mengenai fase kedua gencatan senjata.

    Enam toko roti di Khan Younis, Gaza, menghentikan operasinya di tengah kekurangan bahan bakar sementara Israel terus memblokade semua bantuan yang masuk ke Jalur Gaza.

    Hamas menyerukan diakhirinya blokade Israel terhadap Gaza serta negosiasi segera mengenai fase kedua kesepakatan gencatan senjata setelah Netanyahu mengatakan ia akan mengirim delegasi ke pembicaraan gencatan senjata di Doha.

    Axios melaporkan bahwa utusan Trump, Steve Witkoff, akan terbang ke Doha pada Selasa malam untuk mencoba dan “menengahi kesepakatan pembebasan sandera dan gencatan senjata baru antara Israel dan Hamas”.

    Seorang polisi senior Palestina di Gaza terluka setelah amunisi yang ditinggalkan oleh militer Israel meledak di Jabalia.

    Pasukan Israel melanjutkan serangan di seluruh Tepi Barat yang diduduki, menangkap dua tahanan yang dibebaskan di Hebron dan menyebarkan peluru tajam dan granat kejut di desa Burqa.

    Qatar menyerukan “upaya internasional yang lebih intensif” untuk membawa fasilitas nuklir Israel di bawah perlindungan badan atom PBB.

    Kementerian Kesehatan Gaza telah mengonfirmasi 48.453 kematian warga Palestina dalam perang Israel di Gaza, dengan 111.860 orang terluka.

    Kantor Media Pemerintah memperbarui jumlah korban tewas menjadi sebanyak 61.709, dengan mengatakan bahwa ribuan warga Palestina yang hilang di bawah reruntuhan diduga tewas.

    Sebanyak 1.139 orang tewas di Israel selama serangan yang dipimpin Hamas pada 7 Oktober 2023 dan lebih dari 200 orang ditawan.

    (Tribunnews.com/Nuryanti)

    Berita lain terkait Konflik Palestina Vs Israel

  • Informasi Bocor, Pejabat AS Akui Israel Ingin Menyabotase Pembicaraan Hamas dan AS – Halaman all

    Informasi Bocor, Pejabat AS Akui Israel Ingin Menyabotase Pembicaraan Hamas dan AS – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Israel diduga berupaya menyabotase pembicaraan antara Amerika Serikat (AS) dan Hamas.

    Media Israel Yedioth Ahronoh menyampaikan dugaan itu lewat tulisan salah satu analisnya, Ronen Bergman, hari Jumat lalu.

    Dengan mengutip pernyataan pejabat AS, Bergman menyebut Israel ingin mengganggu pembicaraan AS-Hamas di Kota Doha, Qatar.

    Para pejabat AS pergi ke Doha untuk bertemu dengan pejabat Hamas guna membahas pembebasan sandera Israel yang juga berkewarganegaraan AS. AS tidak memberi tahu Israel tentang hal itu.

    Dikutip dari The Cradle, Israel menentang adanya pembicaraan antara Hamas dan AS tanpa adanya juru penengah. Israel takut bakal ada perkembangan mengenai pembicaraan masa depan Gaza.

    Pemerintahan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu kecewa dengan pembicaraan langsung antara Hamas dan AS.

    Seorang narasumber The Times of Israel mengatakan Israel berada di balik bocornya informasi tentang pembicaraan AS-Hamas.

    NETANYAHU – Foto ini diambil dari publikasi Instagram Netanyahu pada Minggu (23/2/2025), memperlihatkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berpidato dan mengancam Hizbullah Lebanon pada 24 September 2024. (Instagram @b.netanyahu)

    Menurut narasumber itu, Gedung Putih mengklaim telah berkoordinasi dengan Israel tentang pembicaraan itu. Namun, Netanyahu ternyata tidak tahu.

    “Perdana Menteri Benjamin Netanyahu baru mengetahui pembicaraan AS-Hamas setelah pembicaraan,” kata narasumber itu.

    Menurut laporan Axios tanggal 5 Maret, Hamas dan AS sudah menggelar pembicaraan diam-diam untuk membebaskan warga AS di Gaza dan membahas kemungkinan perjanjian yang lebih besar guna mengakhiri perang.

    Sementara itu, seorang narasumber Israel Hayom menyebut Israel sangat khawatir dengan adanya pembicaraan tersebut.

    Komentar Israel mengenai pembicaraan itu juga abu-abu alias tidak jelas.

    “Kepada AS, Israel telah mengungkapkan sikapnya mengenai pembicaraan langsung dengan Hamas,” demikian kata kantor Netanyahu.

    Kontak langsung antara AS dan Hamas itu menandai tahap baru pembicaraan antara Hamas-Israel.

    Sejak menetapkan Hamas sebagai “organisasi teroris” tahun 1990-an, AS menolak melakukan pembicaraan langsung dengan Hamas.

    Hamas mengonfirmasi bahwa pejabatnya memang menggelar pembicaraan dengan AS di Qatar.

    Ibrahim Al Madhoun, seorang komentator terafiliasi Hamas, mengatakan pembicara kedua belah pihak umumnya berkisar tentang Idan Alexander, seorang sandera yang juga memiliki kewarganegaraan AS.

    BRIGADE AL-QUDS – Foto ini diambil pada Kamis (13/2/2025) dari publikasi resmi Telegram Brigade Al-Quds (sayap militer Jihad Islam), memperlihatkan anggota Brigade Al-Quds diapit oleh anggota Brigade Al-Qassam (sayap militer Hamas) saat berpatroli selama pertukaran tahanan gelombang ke-3 Kamis (30/1/2025) yang membebaskan sandera Israel; Agam Berger, Arbel Yehud dan Gadi Moses serta 5 warga Thailand dengan imbalan pembebasan 110 warga Palestina. (Telegram Brigade Al-Quds)

    Israel marah

    Israel dilaporkan marah mengetahui pemerintah AS berbicara langsung dengan Hamas.

    Tujuan pembicaraan itu adalah untuk mengamankan pembebasan warga AS yang disandera oleh Hamas di Jalur Gaza.

    Israel Hayom melaporkan tindakan itu membuat berang para pejabat Israel.

    “Ini tindakan yang sangat problematik,” kata seorang pejabat Israel.

    Israel disebut sudah mengetahui adanya saluran rahasia yang digunakan AS dan Hamas untuk berkomunikasi langsung.  Akan tetapi, para pejabat Israel membeci keberadaan saluran itu.

    Israel Hayom mengatakan pembicaraan itu dipimpin oleh Adam Boehler, utusan Presiden AS Donald Trump yang ditugasi mengurus pemulangan warga AS yang disandera.

    Narasumber dari Hamas mengatakan delegasi Hamas telah bertemu langsung dengan utusan Trump. Dia menyebut pembicaraan Hamas-AS berfokus pada persoalan warga AS yang disandera.

    Trump dukung pembicaraan AS-Hamas

    Trump mendukung pembicaraan langsung AS dengan Hamas di Qatar. 

    Menurut Trump, pembicaraan itu dilakukan demi kebaikan Israel dan mengamankan pembebasan sandera Israel.

    “Kita membantu Israel dalam pembicaraan itu karena kita membicarakan sandera Israel,” kata Trump di Gedung Putih, dikutip dari The Times of Israel.

    “Kita tidak melakukan apa pun terkait dengan Hamas. Kita tidak memberikan uang.”

    “Kalian harus bernegosiasi. Ada perbedaan antara bernegosiasi dan membayar. Kita ingin memulangkan orang-orang ini.”

    (*)

  • Sempat Tolak Usul Israel, Hamas Kini Diklaim Setujui Perpanjangan Gencatan Senjata 2 Bulan – Halaman all

    Sempat Tolak Usul Israel, Hamas Kini Diklaim Setujui Perpanjangan Gencatan Senjata 2 Bulan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Media Arab Saudi mengklaim Hamas menyetujui usul perpanjangan gencatan senjata tahap pertama selama dua bulan dan pembebasan sandera Israel.

    Al Hadath, nama media itu, melaporkan Hamas memperlihatkan fleksibilitas dalam perundingan di Kota Kairo, Mesir.

    “Perkembangan pembicaraan dengan Hamas membuat Israel mengirimkan delegasinya pada hari Senin,” kata narasumber Al Hadath, Sabtu malam (8/3/2025).

    Belum ada konfirmasi dari Hamas mengenai laporan media Saudi itu.

    Sementara itu, media Saudi lainnya yang bernama Al Arabiya pada Sabtu kemarin, mengklaim Hamas dan Israel menyepakati gencatan sementara selama Ramadan. Namun, baik Hamas ataupun Israel membantahnya.

    Israel kirim utusan ke Qatar

    Sabtu kemarin, Israel mengumumkan akan mengirimkan delegasinya ke Kota Doha, Qatar, pada Senin, gunan membahas pembebasan sandera di Gaza.

    Dikutip dari Yedioth Aronoth, Kantor Perdana Menteri Israel menyatakan pengiriman delegasi itu dilakukan setelah ada undangan dari Mesir dan Qatar sebagai pihak penengah.

    Pernyataan itu muncul setelah ada diskusi keamanan yang dipimpin oleh Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu. Di samping itu, ada pula kekhawatiran Israel mengenai pembicaraan langsung antara AS dan Hamas.

    Delegasi Israel yang dikirim termasuk seorang pejabat senior Dinas Keamanan Israel atau Shin Bet, penasihat politik Netanyahu (Ophir Falk), koordinator sandera dan orang hilang (Gal Hirsch), serta perwakilan dari Pasukan Pertahanan Israel (IDF) dan Mossad.

    Seorang narasumber mengatakan delegasi Israel akan mendorong diberlakukannya usul dari Steve Witkoff, utusan AS.

    SIAP PERANG LAGI – Tangkap layar khaberni, Selasa (4/3/2025) yang menunjukkan petempur Hamas dengan latar belakang peluncur roket. (Khaberni)

    AS tawari Hamas gencatan senjata 2 bulan

    AS dan Hamas kembali melakukan pembicaraan di Qatar pada Rabu (5/3/2025), untuk membahas persoalan sandera.

    The Washington Post melaporkan, AS menawari Hamas perpanjangan gencatan senjata selama dua bulan dan kembali masuknya aliran bantuan kemanusiaan ke Gaza.

    Sebagai gantinya, Hamas diharuskan membebaskan beberapa sandera Israel yang masih hidup, termasuk seorang sandera berkewarganegaraan AS dan Israel yang bernama Edan Alexander.

    Tawaran AS itu juga dikonfirmasi oleh seorang narasumber Palestina yang mengungkapkannya kepada Sky News Arabia.

    Dia mengatakan pemerintah AS meminta Hamas untuk membebaskan 10 sandera yang masih hidup dengan imbalan seperti di atas.

    Hamas disebut belum menanggapi tawaran atau usul AS itu. Tawaran itu disampaikan dalam pertemuan yang dihadiri Adam Boehler (utusan Presiden AS Donald Trump) dan para pejabat senior Hamas, termasuk Khalil Al Hayya.

    Yedioth Ahronoth melaporkan, menurut seorang diplomat yang mengetahui pembicaraan itu, Boehler dan Hamas menggelar pertemuan secara langsung tanpa mediasi dari Qatar.

    Hamas dilaporkan menolak rencana yang disampaikan Steve Witkoff, utusan Trump untuk urusan Timur Tengah.

    Rencana itu adalah pembebasan setengah dari seluruh sandera, lalu perundingan tentang sandera yang tersisa akan berkaitan dengan gencatan senjata selama Ramadan dan Paskah.

    Meski demikian, pejabat AS mengklaim Hamas mempertimbangkan keuntungan yang bisa didapat dari pembicaraan langsung dengan AS.

    BERBARIS – Petempur Brigade Al-Qassam, sayap militer Hamas, berbaris di lokasi pembebasan 3 sandera Israel, di Khan Yunis, Sabtu (15/2/2025). (Khaberni)

    Hamas sempat menolak perpanjangan

    Beberapa hari lalu, Hamas dilaporkan menolak usul perpanjangan gencatan senjata tahap pertama dari Israel. Menurut Hamas, usul itu tak bisa diterima.

    Sebagai gantinya, Hamas memilih untuk merundingkan tahap kedua guna mengamankan gencatan senjata permanen.

    Al Jazeera melaporkan juru bicara Hamas, Hazem Qassem, sudah mengatakan Israel harus bertanggung jawab karena tidak memulai negosiasi tahap kedua genatan.

    Dia mengklaim Israel ingin menyelamatkan para sandera yang tersisa di Gaza sembari tetap menghidupkan harapan untuk melanjutkan perang.

    Pernyataan Qassem disampaikan sehari setelah Hamas mendesak Israel untuk merundingjkan tahapan kedua.

    Jika tahap kedua terwujud, semua sandera akan dipulangkan. Lalu, pasukan Israel akan ditarik sepenuhnya dari Gaza.

    (*)

  • AS dan Hamas Gelar Pembicaraan Rahasia soal Pembebasan Sandera, Israel Berusaha Gagalkan – Halaman all

    AS dan Hamas Gelar Pembicaraan Rahasia soal Pembebasan Sandera, Israel Berusaha Gagalkan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Pejabat AS mengungkapkan bahwa Israel berusaha menggagalkan rencana pembicaraan rahasia antara AS dan Hamas di Doha.

    Pembicaraan rahasia tersebut adalah untuk membahas pembebasan sandera yang ditahan di Jalur Gaza.

    Ini merupakan pertama kalinya AS dan Hamas terlibat dalam pembicaraan rahasia setelah bertahun-tahun.

    Namun sayangnya, rencana pembicaraan ini disambut dengan ketidaksetujuan oleh pemerintah Benjamin Netanyahu.

    Menurut surat kabar Israel Yedioth Ahronot , pejabat AS mengatakan bahwa awalnya perundingan ini akan diadakan tanpa sepengetahuan Israel.

    Hal tersebut adalah untuk mengantisipasi terjadinya kegagalan seperti putaran perundingan sebelumnya yang direncanakan minggu lalu.

    The New York Times mengatakan minggu ini bahwa Israel telah mengetahui pembicaraan tersebut melalui ‘saluran lain’ sebelum pembicaraan itu terjadi.

    Setelah mengetahui informasi tersebut, pejabat Israel kemudian membocorkan informasi ini melalui media sebagai upaya menyabotase perjanjian AS-Hamas.

    Pejabat Israel mengaku bahwa pihaknya takut jika terjadi kesepakatan tanpa melibatkan Israel.

    “AS saat ini tengah merundingkan kesepakatan dengan Hamas untuk membebaskan para sandera, dan Israel pada akhirnya harus membayar setidaknya sebagian dari harga tersebut,” kata seorang sumber Israel yang mengetahui pembicaraan tersebut kepada media berita tersebut, dikutip dari The New Arab.

    Sementara itu, kantor Perdana Menteri Israel mengonfirmasi dalam pernyataan singkat bahwa Israel telah menyatakan posisinya kepada AS mengenai negosiasi langsung dengan Hamas.

    “Israel telah menyampaikan kepada Amerika Serikat posisinya mengenai pembicaraan langsung dengan Hamas,” kata kantor Netanyahu.

    Perundingan antara Hamas dan AS ini belum pernah terjadi sebelumnya.

    AS telah menolak kontak langsung dengan kelompok tersebut sejak menetapkannya sebagai organisasi teroris pada akhir tahun 1990-an.

    Dalam pembicaraan ini, utusan Gedung Putih untuk urusan penyanderaan, Adam Boehler menjadi pejabat pertama yang diketahui berbicara langsung dengan organisasi tersebut selama bertahun-tahun.

    Pembicaraan ini juga dikonfirmasi oleh Hamas.

    Presiden AS Donald Trump pada hari Kamis (6/3/2025) mengumumkan bahwa diskusi sedang diadakan dengan Hamas.

    Menurut Trump, apa yang ia lakukan adalah upaya untuk membebaskan sandera Israel yang ditahan di Gaza.

    “Kami membantu Israel dalam diskusi tersebut karena kami berbicara tentang sandera Israel. Kami tidak melakukan apa pun terkait Hamas. Kami tidak memberikan uang tunai,” tegasnya, dikutip dari Middle East Monitor.

    Sebagai informasi, Israel telah melancarkan serangan mematikan di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2024.

    Serangan ini menyebabkan lebih dari 48.400 warga Palestina telah terbunuh.

    Sebagian besar korban merupakan wanita dan anak-anak.

    Lebih dari 111.800 warga Palestina terluka akibat agresi Israel.

    Namun sejak kesepakatan gencatan senjata, serangan Israel telah dihetikan sesuai kesepakatan yang berlaku pada 19 Januari 2025.

    (Tribunnews.com/Farrah)

    Artikel Lain Terkait Donald Trump, Hamas dan Konflik Palestina vs Israel

  • Seputar Perundingan Rahasia Nan Langka AS-Hamas: Sapaan dan Ancaman Trump Saat Israel Cemburu – Halaman all

    Seputar Perundingan Rahasia Nan Langka AS-Hamas: Sapaan dan Ancaman Trump Saat Israel Cemburu – Halaman all

    Seputar Pembicaraan Rahasia Nan Langka AS-Hamas: Sapaan dan Ancaman Trump Saat Israel Cemburu

    TRIBUNNEWS.COM – Gedung Putih, Rabu (5/3/2025) mengonfirmasi kalau seorang utusan Amerika Serikat (AS) berbicara langsung dengan pihak gerakan Palestina, Hamas.

    Pembicaraan itu dilaporkan untuk mengamankan pembebasan sandera Amerika yang ada di tangan Hamas.

    Hal ini menandai perubahan kebijakan Washington yang telah melabeli Hamas sebagai organisasi teroris.

    Di sisi lain, pembicaraan langsung AS-Hamas ini membuat pihak Israel resah dan berbau ‘cemburu’ karena merasa tidak diberitahu secara jelas oleh pihak Washington.

    Namun, Gedung Putih menyatakan, Israel sudah diberitahui akan pembicaraan langsung AS dengan Hamas ini.

    “Israel telah diajak berkonsultasi mengenai masalah ini, dan lihatlah, dialog dan pembicaraan dengan orang-orang di seluruh dunia untuk melakukan apa yang terbaik bagi kepentingan rakyat Amerika adalah sesuatu yang menurut Presiden adalah jal benar, Sekretaris Pers Gedung Putih Karoline Leavitt menuturkan kepada wartawan.

    Bagi banyak kalangan, kesediaan AS berunding dengan organisasi yang sudah mereka labeli sebagai ‘organisasi teroris’ adalah hal langka.

    Dalam kasus Hamas, terakhir kali AS berunding dengan gerakan perlawanan Palestina itu adalah 28 tahun silam.

    “Pemerintahan Donald Trump mengadakan pembicaraan rahasia dengan Hamas, menandai komunikasi langsung pertama dengan kelompok Palestina itu sejak 1997,” demikian laporan Axios Kamis (6/3/2025), mengutip dua sumber yang mendapat informasi mengenai pembicaraan tersebut.

    Diskusi AS-Hamas dilaporkan fokus pada pembebasan tawanan Amerika yang ditahan Hamas di Gaza, dan kemungkinan kesepakatan yang lebih luas untuk mengakhiri perang.

    Utusan presiden AS untuk urusan penyanderaan Adam Boehler memimpin perundingan dari pihak AS, yang berlangsung di Doha, Qatar.

    Laporan tersebut mengatakan bahwa perundingan tersebut belum pernah terjadi sebelumnya karena AS telah menetapkan Hamas sebagai organisasi teroris pada tahun 1997.

    Selain membebaskan tawanan Amerika, pembicaraan tersebut mencakup pembahasan kesepakatan yang lebih luas untuk membebaskan semua tawanan yang tersisa dan mencapai gencatan senjata jangka panjang – menurut sumber tersebut.

    Ada 59 tawanan yang ditahan Hamas di Gaza setelah fase pertama gencatan senjata yang rapuh berakhir.

    Intelijen Israel mengatakan hanya 22 yang masih hidup.

    Lima warga Amerika masih ditawan Hamas. Edan Alexander yang berusia 21 tahun diyakini masih hidup.

    Status sisa sandera lainnya masih belum pasti.

    TEMUI SANDERA ISRAEL- Presiden Amerika Serikat Donald Trump bertemu dengan para sandera Israel yang dibebaskan Hamas di Gedung Putih pada 6 Maret 2025. Trump lalu mengeluarkan ultimatum ke Hamas setelah pertemuan ini. (RNTV/TangkapLayar)

    Trump Temui Para Mantan Sandera

    Terkait situasi itu, Presiden AS, Donald Trump dilaporkan bertemu dengan para tawanan yang dibebaskan di Gedung Putih di tengah pembicaraan rahasia AS-Hamas

    Mantan tawanan yang pernah ditahan di Gaza bertemu dengan Presiden Donald Trump di Gedung Putih pada Rabu.

    Pada kesempatan itu, Trump mendengarkan langsung cerita dari para mantan sandera Hamas tentang penahanan.

    Trump kemudian menegaskan kembali komitmennya untuk memastikan pembebasan sandera tersisa Israel yang masih ada di tangan Hamas.

    Menurut pernyataan dari Sekretaris Pers Gedung Putih Karoline Leavitt, Trump “mendengarkan dengan saksama kisah-kisah memilukan dari para sandera.”

    Para mantan sandera, pada gilirannya, mengungkapkan rasa terima kasih atas usahanya. “Para sandera berterima kasih kepada Presiden Trump atas usahanya yang gigih untuk membawa semua sandera pulang,” tambah Leavitt.

    Delegasi mantan sandera Israel yang pernah ditawan Hamas tersebut antara lain Iair Horn, Omer Shem Tov, Eli Sharabi, Keith Siegel, Aviva Siegel, Naama Levy, Doron Steinbrecher, dan Noa Argamani.

    Setelah pertemuan tersebut, Trump dilaporkan mengeluarkan pesan tegas kepada Hamas, dengan menyatakan, “ini adalah peringatan terakhir,” sebagaimana dilaporkan oleh Ynet.

    AGRESI – Pasukan Israel (IDF) mengamati situasi dalam agresi militer di Jalur Gaza. (khaberni/tangkap layar)

    Israel Gelisah Tak Diberitahu AS Secara Langsung

    Pembicaraan langsung rahasia antara pemerintahan AS dan Hamas, yang menandai komunikasi pertama antara AS dan kelompok Palestina tersebut sejak 1997, ini rupanya membuat Israel resah.

    Berbau kecemburuan, menurut New York Times, Israel mengetahui pembicaraan AS-Hamas ini melalui saluran tidak langsung.

    Artinya, laporan mengindikasikan kalau Israel tidak diberitahu langsung oleh AS, melainkan melalui pihak ketiga. 

    “Sementara Gedung Putih menyatakan bahwa Israel diajak berkonsultasi mengenai pembicaraan tersebut, sumber-sumber Israel menyatakan kalau mereka diberi tahu dengan cara yang berbeda,” tulis laporan yang dilansir RNTV, Kamis.

    Diskusi AS-Hamas ini, yang dipimpin oleh Adam Buehler, utusan Trump untuk urusan tawanan, berlangsung di Qatar tetapi gagal menghasilkan terobosan langsung. 

    Akan tetapi, sumber-sumber mengindikasikan kalau “para pihak (baik AS maupun Hamas) tetap membiarkan pintu terbuka (peluang negosiasi dan pembicaraan lanjutan.” 

    The Wall Street Journal melaporkan kalau kontak awal antara AS dan Hamas terjadi sebulan lalu di Doha, di mana Buehler meminta pembebasan tawanan Amerika.

    Sebagai tanggapan, Hamas membebaskan warga negara Amerika Sagi Dekel Chen pada tanggal 15 Februari.

    Meskipun hukum AS melarang negosiasi dengan organisasi teroris yang ditunjuk, dan Amerika Serikat secara resmi menggolongkan Hamas sebagai salah satu organisasi teroris, pengecualian memungkinkan utusan Presiden untuk urusan tawanan untuk terlibat dalam diskusi yang bertujuan untuk mengamankan pembebasan warga negara Amerika.

    Israel telah menanggapi dengan keprihatinan atas keterlibatan Washington dengan Hamas.

    Pihak Tel Aviv menyiratkan, pembicaraan AS-Hamas tanpa memberitahu Israel secara langsung, menimbulkan pertanyaan tentang implikasi dari pembicaraan ini mengingat keselarasan yang erat antara Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Presiden Trump.

    Artinya, ketidaktransparanan AS ke Israel berbanding terbalik dengan keakraban yang ditunjukkan Trump dan Netanyahu.

    Sapaan dan Ancaman Trump ke Hamas Saat Israel Cemburu

    Seolah mengerti kegelisahan Israel, setelah bertemu dengan para mantan sandera Israel yang pernah ditawan Hamas, Trump mengeluarkan ultimatumnya kepada Hamas.

    Trump mengunggah pesan di platform media sosialnya, Truth Social, pada Kamis malam, yang ditujukan kepada Hamas, menuntut pembebasan segera para tawanan dan pemulangan jenazah orang-orang yang diduga dibunuh oleh kelompok tersebut.

    “Shalom Hamas, yang berarti Halo dan Selamat Tinggal — Anda dapat memilih. Bebaskan semua Sandera sekarang, jangan nanti, dan segera kembalikan semua mayat orang-orang yang telah Anda bunuh, atau semuanya BERAKHIR bagi Anda,” tulis Trump.

    Trump mengkritik Hamas karena menyimpan mayat orang-orang yang terbunuh, dengan mengatakan, “Hanya orang sakit dan bejat yang menyimpan mayat, sedangkan kalian sakit dan bejat!”

    Ia menegaskan kalau Israel akan menerima semua dukungan yang diperlukan untuk “menyelesaikan pekerjaan,”.

    Trump menyatakan, “Saya akan mengirimkan semua yang dibutuhkan Israel untuk menyelesaikan pekerjaan, tidak ada satu pun anggota Hamas yang akan selamat jika kalian tidak melakukan apa yang saya katakan.”

    Dalam postingannya, Trump juga menyebutkan pertemuannya dengan mantan sandera yang menurut Trump para mantan sandera itu hidupnya telah hancur.

    Ia mengeluarkan peringatan terakhir kepada pimpinan Hamas, mendesak mereka untuk meninggalkan Gaza: “Sekaranglah saatnya untuk meninggalkan Gaza, selagi Anda masih memiliki kesempatan.”

    Berbicara kepada rakyat Gaza, Trump memperingatkan, “Masa depan yang indah menanti, tetapi tidak jika Anda menyandera. Jika Anda melakukannya, Anda MATI! Buatlah keputusan yang CERDAS.” Ia mengakhiri dengan ultimatum yang tegas: “BEBASKAN SANDERA SEKARANG, ATAU AKAN ADA HUKUMAN YANG HARUS DIBAYAR NANTI!”

    Postingan Trump menandai peningkatan retorika yang signifikan, yang mencerminkan ketegangan yang sedang berlangsung seputar negosiasi pembebasan sandera dan konflik Gaza yang berlangsung di tengah ketidakpastian gencatan senjata.

    Berikut sapaan dan ancaman Trump ke Hamas secara lengkap di platform Truthsocial:

    “Shalom Hamas” means Hello and Goodbye – You can choose. Release all of the Hostages now, not later, and immediately return all of the dead bodies of the people you murdered, or it is OVER for you. Only sick and twisted people keep bodies, and you are sick and twisted! I am sending Israel everything it needs to finish the job, not a single Hamas member will be safe if you don’t do as I say. I have just met with your former Hostages whose lives you have destroyed. This is your last warning! For the leadership, now is the time to leave Gaza, while you still have a chance. Also, to the People of Gaza: A beautiful Future awaits, but not if you hold Hostages. If you do, you are DEAD! Make a SMART decision. RELEASE THE HOSTAGES NOW, OR THERE WILL BE HELL TO PAY LATER!

    DONALD J. TRUMP, PRESIDENT OF THE UNITED STATES OF AMERICA

    Respons Hamas Atas Ultimatum Trump

    Hamas kemudian menanggapi ancaman Presiden AS Donald Trump pada Kamis, yang disebutnya sebagai “ultimatum” tersebut.

    Juru bicara Hamas Hazem Qassem mengatakan dalam sebuah pernyataan, “Ancaman-ancaman ini memperumit masalah yang terkait dengan perjanjian gencatan senjata dan mendorong pemerintah Pendudukan Israel untuk menghindari pemenuhan kewajibannya.”

    Qassem menjelaskan bahwa kesepakatan yang dimediasi oleh Washington itu menguraikan pembebasan tahanan Palestina dalam tiga tahap.

    Ia menambahkan kalau Hamas telah menyelesaikan bagiannya pada tahap pertama, sementara Tel Aviv telah menghindari tahap kedua.

    Qassem menekankan, “Apa yang seharusnya dilakukan pemerintah AS adalah menekan Pendudukan Israel untuk memulai negosiasi tahap kedua sebagaimana yang diuraikan dalam perjanjian gencatan senjata.”

    Sementara itu, juru bicara Hamas lainnya, Abdel Latif Al-Qanou, mengatakan kepada Kantor Berita Sawa, “Ancaman berulang Trump terhadap rakyat kami mendukung upaya Perdana Menteri “Israel” Netanyahu untuk menarik kembali perjanjian dan mengintensifkan pengepungan dan kelaparan terhadap rakyat kami.”

    Al-Qanou melanjutkan, “Cara terbaik untuk mengamankan pembebasan tawanan “Israel” yang tersisa adalah dengan melibatkan pendudukan dalam negosiasi tahap kedua dan bertanggung jawab atas pelaksanaan perjanjian, yang dimediasi oleh pihak ketiga.”

    Ancaman-ancaman Donald Trump ini muncul di saat yang sensitif, dengan Hamas menegaskan kembali komitmennya untuk memenuhi perjanjian gencatan senjata dan mendesak Tel Aviv untuk melaksanakan semua ketentuannya.

    Kelompok tersebut menyerukan para mediator untuk memulai tahap kedua negosiasi, yang mencakup penarikan pasukan Israel dari Gaza dan penghentian total agresi.

     

    (oln/rntv/*)

  • AS-Hamas Benarkan Pertemuan Rahasia di Qatar untuk Bahas Sandera, Israel Khawatir – Halaman all

    AS-Hamas Benarkan Pertemuan Rahasia di Qatar untuk Bahas Sandera, Israel Khawatir – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Amerika Serikat (AS) dan Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) mengonfirmasi pertemuan rahasia delegasi mereka di Doha, Qatar yang berlangsung dalam beberapa minggu terakhir.

    AS dan Hamas membahas upaya pertukaran sandera yang masih tersisa di Jalur Gaza, termasuk sandera yang memegang kewarganegaraan ganda Israel-Amerika.

    Juru bicara Gedung Putih, Caroline Levitt mengonfirmasi bahwa pemerintahan Presiden AS Donald Trump telah mengadakan pembicaraan langsung dengan Hamas.

    “Pembicaraan tersebut sedang berlangsung,” kata Carolnie Levitt dalam konferensi pers, Rabu (5/3/2025).

    “Jika menyangkut negosiasi yang Anda maksud, yang pertama dan terutama, utusan khusus yang terlibat dalam negosiasi tersebut memiliki kewenangan,” katanya.

    Ia mengatakan Israel telah diberitahu mengenai pembicaraan yang diusulkan oleh AS tersebut.

    “Israel telah diajak berkonsultasi,” ujarnya.

    Juru bicara tersebut menjelaskan bahwa dialog yang dilakukan oleh AS dengan berbagai pihak di seluruh dunia untuk mencapai kepentingan terbaik rakyat AS seperti apa yang ditekankan oleh Trump.

    “Ini adalah upaya dengan itikad baik untuk melakukan apa yang benar bagi rakyat Amerika,” tambahnya.

    Selain AS, seorang pemimpin perlawanan Palestina mengonfirmasi pertemuan delegasi AS dan Hamas di Qatar.

    “Pertemuan itu dilakukan atas permintaan Amerika dan Israel terkejut karenanya,” kata sumber tersebut kepada Al-Mayadeen, Rabu malam.

    “Utusan Amerika hanya berbicara tentang pertukaran tahanan dan tidak membahas masalah yang terkait dengan gencatan senjata di Jalur Gaza dan berakhirnya perang,” jelasnya.

    Ia juga menjelaskan delegasi AS tidak mengajukan proposal pertukaran khusus.

    “Pihak Amerika tidak mengajukan formula khusus untuk pertukaran tahanan, tetapi mendengarkan sudut pandang Hamas,” katanya.

    “Utusan Amerika meninggalkan kesan positif dari pertemuannya dengan delegasi kami,” lanjutnya.

    Pernyataan AS dan Hamas mengonfirmasi berita yang dilaporkan oleh surat kabar AS, Axios, yang mengatakan pemerintahan Donald Trump mengadakan pembicaraan langsung dan rahasia dengan Hamas mengenai sandera di Jalur Gaza.

    Koresponden politik Axios, Barak Ravid, mengatakan pembicaraan yang dilakukan oleh utusan Donald Trump, Adam Boehler, adalah sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya karena AS tidak pernah berurusan langsung dengan Hamas.

    Israel Khawatir dengan Pertemuan AS dan Hamas

    Kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengonfirmasi pihaknya mengetahui pertemuan delegasi AS dan Hamas secara langsung di Qatar.

    “Israel telah menyampaikan pendapatnya kepada Amerika mengenai pembicaraan tersebut,” kata kantor Netanyahu dalam pernyataannya.

    Sementara itu, kedutaan Israel di AS menulis pernyataan bahwa mereka senang jika pembicaraan tersebut berhasil mengembalikan semua sandera.

    “Jika perundingan AS-Hamas menghasilkan pengembalian semua tahanan, kami akan senang,” kata kedutaan Israel dalam pernyataannya, seperti diberitakan Al Jazeera.

    Di sisi lain, surat kabar Israel Today mengutip sumber pejabat Israel yang mengatakan, “Israel sangat khawatir dengan pembicaraan langsung pemerintahan Trump dengan Hamas.”

    Pertemuan delegasi AS dan Hamas yang diadakan di Qatar berlangsung dalam beberapa minggu terakhir, namun belum ada kesepakatan yang dicapai.

    Pertukaran sandera gelombang ke-7 pada pertengahan Februari lalu sekaligus mengakhiri tahap pertama perjanjian gencatan senjata Israel-Hamas yang dimulai pada 19 Januari 2025.

    Kedua pihak diharapkan segera mencapai kesepakatan tahap kedua perjanjian tersebut untuk kembali melakukan pertukaran tahanan.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

    Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel