kab/kota: Cirebon

  • Bahlil Bakal Evaluasi Izin Galian C Buntut Insiden Longsor Gunung Kuda

    Bahlil Bakal Evaluasi Izin Galian C Buntut Insiden Longsor Gunung Kuda

    Bisnis.com, JAKARTA— Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyatakan pihaknya telah menerjunkan tim khusus ke lokasi tambang yang mengalami longsor Gunung Kuda di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.

    Insiden tersebut menimbulkan perhatian serius dari pemerintah pusat, terutama terkait tata kelola perizinan tambang galian C yang saat ini menjadi kewenangan pemerintah daerah.

    “Saya menyangkut tambang hari ini tim saya akan ke lokasi, saya akan ikut ke sana nanti besok atau lusa,” ujarnya kepada awak media di Gedung Pancasila, Kementeria Luar Negeri, Senin (2/6/2025).

    Dia mengamini bahwa longsor tambang yang terjadi pada akhir pekan lalu di wilayah Cirebon telah menimbulkan kekhawatiran soal pengawasan aktivitas penambangan di daerah.

    Bahlil menegaskan bahwa jika ditemukan indikasi kelalaian dalam proses perizinan atau pengawasan di lapangan, maka evaluasi secara menyeluruh bisa dilakukan.

    Menurutnya, menurut data sementara, tambang yang longsor masuk dalam kategori tambang galian C, yang meliputi material seperti pasir, batu, dan tanah urug. Aktivitas tambang jenis ini memang telah didelegasikan pengelolaannya kepada pemerintah daerah, dalam hal ini pemerintah provinsi.

    “Tapi yang jelas itu galian C, ini sesungguhnya izinnya kita limpahkan ke daerah , ke gubernur. Tapi dengan kondisi kayak begini tidak menutup kemungkinan untuk evaluasi total,” pungkas Bahlil.

    Sebelumnya, dilaporkan bahwa gerakan tanah longsor terjadi di lereng tambang batu alam yang mengakibatkan beberapa korban meninggal dunia dan luka-luka pada karyawan.

    Selain itu, alat berat berupa excavator dan dump truck rusak parah, dan masih terdapat sejumlah warga yang bekerja sebagai kuli angkut yang diduga tertimbun longsor.

    Untuk menghindari terjadinya musibah dalam kegiatan pertambangan, setiap badan usaha yang melaksanakan kegiatannya harus mendapatkan izin resmi dan menerapkan kaidah teknik pertambangan yang baik dalam kegiatannya.

    Pengelolaan dan pengawasan Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk komoditas batuan sesuai Perpres 55 Tahun 2022 menjadi kewenangan Gubernur. Sementara itu, Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM bertugas memberikan pengawasan teknis melalui Inspektur Tambang.

  • Dedi Mulyadi Bongkar Buruknya Perlindungan Pekerja Tambang di Gunung Kuda

    Dedi Mulyadi Bongkar Buruknya Perlindungan Pekerja Tambang di Gunung Kuda

    Bisnis.com, CIREBON – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menyoroti kondisi memprihatinkan para pekerja tambang di kawasan Gunung Kuda, Kabupaten Cirebon. 

    Dalam kunjungannya ke lokasi beberapa waktu lalu, Dedi menemukan fakta  mayoritas pekerja tambang di Gunung Kuda tidak memiliki perlindungan dasar seperti jaminan kesehatan, jaminan keselamatan kerja, hingga jaminan hari tua.

    Menurut Dedi, para pekerja yang terdiri dari pemecah batu, sopir, hingga kenek, bekerja tanpa jaminan sosial yang seharusnya menjadi hak dasar setiap tenaga kerja. 

    “Tidak ada satu pun dari mereka yang terdaftar sebagai peserta BPJS, baik BPJS Kesehatan maupun BPJS Ketenagakerjaan,” ungkap Dedi saat ditemui di Bale Jaya Dewata, Kota Cirebon, Senin (2/6/2025).

    Ia menambahkan lemahnya pengawasan dan keberanian dari pihak penambang menjadi salah satu akar masalah. “Spektrum pengawasan tambang di lapangan sangat lemah, dan banyak penambang tidak berani bertindak karena takut. Ini saya alami langsung,” tegasnya.

    Lebih lanjut, Dedi juga menyesalkan tidak adanya santunan atau bantuan dari pihak penyelenggara tambang kepada para pekerja, bahkan pascakejadian-kejadian yang mengancam keselamatan. 

    Dedi menekankan,kejadian ini harus menjadi pembelajaran penting, tidak hanya bagi pengelola tambang, tetapi juga bagi pemerintah daerah dan pusat dalam memperbaiki sistem perlindungan tenaga kerja informal di sektor-sektor berisiko tinggi.

    Pemerintah Provinsi Jawa Barat, lanjut Dedi, akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap praktik penambangan di kawasan tersebut, termasuk legalitas izin, standar keselamatan kerja, dan sistem jaminan sosial para pekerja.

    “Negara harus hadir melindungi warga yang bekerja di sektor-sektor berisiko. Tidak bisa dibiarkan mereka bekerja tanpa jaminan dan tanpa perlindungan,” pungkasnya.

    Operasi pencarian korban longsor di kawasan tambang batu Gunung Kuda, Desa Cipanas, Kecamatan Dukupuntang, Kabupaten Cirebon, masih terus berlangsung hingga hari keempat. 

    Enam penambang belum ditemukan sejak insiden memilukan yang terjadi pada Jumat siang (30/5/2025) atau beberapa hari setelah hujan deras terus mengguyur wilayah tersebut dan menyebabkan tebing batu runtuh.

    Senin (2/6/2025) pagi, tim gabungan yang terdiri dari TNI, Polri, Basarnas, BPBD, relawan, dan para pekerja tambang kembali berjibaku dengan medan berat. 

    Sebanyak 19 korban yang telah ditemukan dipastikan meninggal dunia. Tim medis dan forensik telah mengidentifikasi mereka, dan sebagian besar jenazah telah diserahkan kepada pihak keluarga untuk dimakamkan.

    Di antara korban yang berhasil dievakuasi terdapat nama-nama seperti Sukandra bin Hadi, Andri bin Surasa, Sukadi bin Sana, Sanuri bin Basar, serta Dendi Irawan. Selain itu, korban lainnya adalah Sarwa bin Sukira, Rusjaya bin Rusdi, Suparta bin Supa, Rio Ahmadi bin Wahyudin, dan Ikad Budiargo bin Arsia. 

    Sementara itu, sejumlah nama lain yang turut menjadi korban termasuk Jamaludin, Wastoni, Toni, Rion Firmansyah, Sanadi, Sunadi, Sakira, Nalo Sanjaya, dan Wahyu Galih.

    Pihak berwenang juga mengimbau masyarakat, terutama keluarga korban, untuk tidak mendekati area tambang karena situasi masih rawan longsor susulan. Petugas keamanan dikerahkan untuk menjaga perimeter lokasi agar tidak ada warga yang tanpa sengaja memasuki area berbahaya.

  • Kementerian ESDM Verifikasi Longsor Cirebon, Warga Diminta Mengungsi – Page 3

    Kementerian ESDM Verifikasi Longsor Cirebon, Warga Diminta Mengungsi – Page 3

    Hingga laporan terakhir per 31 Mei 2025, total korban mencapai 33 orang. Dari jumlah tersebut, 17 orang dinyatakan meninggal dunia, delapan orang mengalami luka-luka, dan delapan lainnya masih dalam proses pencarian. Proses evakuasi terkendala cuaca dan risiko longsor susulan, sehingga Basarnas melakukan pemantauan visual secara berkala di lokasi.

    Berdasarkan data dari Dinas ESDM Provinsi Jawa Barat, lokasi kejadian diketahui memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi atas nama Koperasi Pondok Pesantren (Kopontren) Al-Azhariyah. Izin tersebut tertuang dalam SK Kepala DPMPTSP Jawa Barat Nomor 540/64/29.1.07.0/DPMPTSP/2020 tertanggal 5 November 2020, dengan luas area 9,16 hektare dan komoditas berupa tras.

    Merespons kejadian ini, Gubernur Jawa Barat telah menjatuhkan sanksi administratif berupa pencabutan izin usaha kepada Kopontren Al Azhariyah. Hal itu tertuang dalam SK Gubernur Nomor 4056/KUKM.02.04.03/PEREK tertanggal 30 Mei 2025.

     

  • TNI AL evakuasi jenazah korban tenggelam di pesisir pantai Indramayu

    TNI AL evakuasi jenazah korban tenggelam di pesisir pantai Indramayu

    Jakarta (ANTARA) – Jajaran TNI AL mengevakuasi jenazah korban tenggelam karena terbawa arus saat memancing di pesisir pantai Desa Limbangan, Juntinyuat, Indramayu, Minggu (1/6).

    Hal tersebut dibenarkan Komandan Lanal Cirebon Letkol Laut (P) Faisal Yanova Tanjung dalam siaran pers resmi TNI AL yang diterima di Jakarta, Senin.

    Letkol Laut (P) Faisal mengatakan bahwa evakuasi jenazah itu bermula ketika pihaknya menerima informasi dari dua orang teman korban, yakni Yoseph Karman (63) dan Stefanus Julianto (42), bahwa Suwito (41) tenggelam saat memancing di pantai.

    Awalnya ketiga orang tersebut berpencar untuk mencari lokasi memancing di wilayah pantai, Sabtu (31/5). Setelah berpencar, Karman dan Stefanus tidak bisa menemukan Suwito.

    Karman dan Stefanus lantas berupaya mencari Suwito di sekitar wilayah pantai hingga sore. Namun, mereka tidak kunjung menemukan Suwito.

    “Berdasarkan informasi tersebut, Fleet One Quick Response (F1QR) Pangkalan TNI AL (Lanal) Cirebon melakukan pencarian di wilayah pesisir pantai,” kata Letkol Laut (P) Faisal.

    Setelah pencarian di wilayah pesisir, petugas akhirnya menemukan korban dalam kondisi meninggal dunia di kawasan pesisir pantai Desa Limbangan.

    “Jenazah korban selanjutnya dievakuasi dan dibawa ke RSUD Indramayu untuk identifikasi dan diserahkan kepada pihak keluarga,” kata Letkol Laut (P) Faisal.

    Ia menjelaskan bahwa kegiatan ini merupakan implementasi nyata dari tugas TNI AL dalam mendukung operasi kemanusiaan serta kepedulian terhadap keselamatan masyarakat maritim.

    TNI AL dalam hal ini Lanal Cirebon, kata dia, akan selalu hadir untuk memberikan pelayanan terbaik untuk masyarakat.

    Pewarta: Walda Marison
    Editor: D.Dj. Kliwantoro
    Copyright © ANTARA 2025

  • Longsor Susulan Hantui Proses Evakuasi Korban Tambang Gunung Kuda Cirebon

    Longsor Susulan Hantui Proses Evakuasi Korban Tambang Gunung Kuda Cirebon

    CIREBON – Tim gabungan dari TNI, Polri, Basarnas, BPBD, dan relawan telah berhasil mengevakuasi 19 korban meninggal dunia dalam peristiwa longsor di area tambang galian C, Gunung Kuda, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, hingga Minggu, 1 Juni.

    Komandan Korem 063/SGJ Cirebon Kolonel Inf Hista Soleh Harahap mengatakan, proses pencarian dan evakuasi korban dimulai sejak pukul 07.00 WIB, berdasarkan hasil asesmen di lapangan.

    Evakuasi awalnya dilakukan di dua titik, yakni worksheet A (barat) dan worksheet B (timur). Namun, upaya difokuskan di worksheet A karena terjadi longsor susulan di sektor timur.

    “Pencarian semula dilakukan di dua titik, namun difokuskan ke titik barat atau worksheet A akibat longsor susulan di wilayah timur,” ujar Hista di Cirebon, dikutip dari Antara, Minggu, 1 Juni.

    Tim gabungan mengerahkan alat berat dan melakukan pencarian manual. Dua jenazah tambahan berhasil dievakuasi dari bawah timbunan material longsor sejak Jumat, 30 Mei.

    Namun pada pukul 13.00 WIB, pencarian dihentikan sementara karena kembali terjadi longsor susulan.

    “Kami memutuskan menghentikan sementara kegiatan di lapangan sambil menunggu asesmen lanjutan serta kedatangan alat pemantau tanah untuk memonitor potensi longsor susulan,” jelasnya.

    Dengan penambahan dua jenazah tersebut, total korban tewas yang sudah dievakuasi menjadi 19 orang. Mayoritas korban merupakan buruh tambang dari wilayah Cirebon dan sekitarnya.

    Berikut adalah daftar 19 korban meninggal dunia yang telah teridentifikasi berdasarkan data BPBD Jawa Barat: Andri (41), Kuningan, Sukadi (48), Astanajapura, Cirebon, Sanuri (47), Palimanan, Cirebon, Sukendra, Dukupuntang, Cirebon, Dendi Hirmawan (40), Bandung, Sarwah (36), Sumber, Cirebon, Rusjaya (48), Palimanan, Cirebon, Rion Firmansyah, Palimanan, Cirebon, Rino Ahmadi (28), Dukupuntang, Cirebon, Ikad Budiarso (47), Ciwaringin, Cirebon, Toni (46), Palimanan, Cirebon, Wastoni Hamzah (25), Indramayu, Jamaludin (49), Indramayu, Suparta (42), Palimanan, Cirebon, Sakira Bin Jumair (44), Gempol, Cirebon, Sunadi (30), Dukupuntang, Cirebon, Sanadi Bin Darya (47), Gempol, Cirebon, Nalo Sanjaya (53), Dukupuntang, Cirebon, Wahyu Galih (26), Cipanas, Cirebon. 

    Sementara itu, enam orang korban masih dalam pencarian, yakni:

    1. Muniah (45), Cikeduk, Cirebon

    2. Sudiono (51), Dukupuntang, Cirebon

    3. Tono Bin Sudirman (57), Dukupuntang, Cirebon

    4. Dedi Setiadi (47), Dukupuntang, Cirebon

    5. Nurakman (51), Dukupuntang, Cirebon

    6. Puji Siswanto (50), Majalengka

    “Kami akan memaksimalkan pencarian setelah alat pemantau tanah tiba. Mudah-mudahan enam korban yang belum ditemukan bisa segera kami evakuasi,” kata Hista.

  • Buntut Longsor Maut di Cirebon, Dedi Mulyadi Bakal Tutup Permanen Tambang-Tambang Besar di Jabar

    Buntut Longsor Maut di Cirebon, Dedi Mulyadi Bakal Tutup Permanen Tambang-Tambang Besar di Jabar

    Sebelumnya, Dedi juga secara resmi sudah mencabut izin tambang galian C di kawasan Gunung Kuda Cirebon, Jabar, yang menyebabkan longsor mematikan pada Jumat (30/5/2025) lalu.

    Dedi menyebutkan, tambang yang dikelola Koperasi Pondok Pesantren Al-Azhariyah itu, sudah beberapa kali mendapat peringatan dari Pemprov Jabar terkait risiko keselamatan kerja.

    “Dinas ESDM Jabar sudah beberapa kali memberikan surat peringatan tentang bahaya pengelolaan tambang ini,” katanya kepada media.

    Ia menegaskan pencabutan izin dilakukan, sebagai sanksi administratif karena pengelola tambang dinilai tidak memiliki standar keamanan kerja yang memadai.

    Selain tambang Al-Azhariyah, kata dia, Pemprov Jabar juga menghentikan operasional dua tambang lain di sekitar lokasi yang dikelola yayasan.

    “Tiga-tiganya sudah kami tutup tadi malam’” ujar Dedi.

    Dedi mengatakan kalau izin tambang di kawasan Gunung Kuda, diterbitkan pada 2020 dan akan habis pada Oktober 2025.

    Namun, karena izin diterbitkan sebelum ia menjabat gubernur, maka pihaknya tidak bisa membatalkan izin secara langsung.

  • Longsor Maut Gunung Kuda, Ini Risiko Bahaya Tambang Undercutting

    Longsor Maut Gunung Kuda, Ini Risiko Bahaya Tambang Undercutting

    Jakarta

    Longsor maut di Gunung Kuda, Kabupaten Cirebon menewaskan 19 penambang. Secara ilmiah, cara menambang batu kapur yang serampangan ada risiko bahayanya.

    Penjelasan dari Badan Geologi menyebutkan tambang batu kapur Gunung Kuda merupakan tambang terbuka dengan metode penambangan undercutting dan kemiringan lebih dari 45 derajat. Akibatnya kondisi tanah di sana sangat labil.

    Terkait teknik undercutting ini pernah dipublikasikan ilmuwan Indonesia dalam Journal of Engineering Science and Technology Volume 17, No 3 tahun 2022. Ilmuwan Indonesia, Supandi dari Teknik Pertambangan, Institut Teknologi Nasional Yogyakarta menulis soal Undercutting Mining Method, Why Not? A Geotechnical Consideration For Coal Optimization.

    Supandi mengatakan metode undercutting adalah memotong lereng dinding tambang rendah, sehingga sudut kemiringan tambang lebih besar dari sudut perlapisan batuan atau bidang diskontinu. Namun, cara ini memiliki risiko geoteknis yang tinggi.

    Struktur batuan, struktur geologis, lapisan batuan dan geohidrologi mesti diperhatikan betul dan tidak boleh diabaikan. Jangan sampai ada kesalahan di kaki wilayah galian yang bisa menyebabkan longsor.

    “Karena lapisan batuan punya area lemah, ini bisa menyebabkan kegagalan di bagian kaki. Kegagalan kaki adalah salah satu faktor yang berkontribusi dalam longsornya dinding rendah,” kata Supandi dalam laporan penelitiannya.

    Hal itulah yang tampaknya jadi penyebab longsor di Gunung Kuda. Apalagi ternyata area pertambangan Gunung Kuda menurut Badan Geologi berada di zona gerakan tanah yang tinggi.

    “Artinya daerah yang mempunyai potensi tinggi untuk terjadi gerakan tanah. Pada zona ini dapat terjadi gerakan tanah jika curah hujan di atas normal, sedangkan gerakan tanah lama dapat aktif kembali,” kata Kepala Badan Geologi Muhammad Wafid seperti dikutip Sabtu (31/5).

    2 Tersangka sudah ditetapkan polisi yaitu Pemilik Koperasi Pondok Pesantren Al Azariyah sekaligus penanggung jawab operasional tambang Abdul Karim (59) dan Kepala Teknik Tambang (KTT) Ade Rahman (35). Tambang ini beroperasi secara ilegal karena sudah ada larangan dari Kantor Cabang Dinas ESDM VII Cirebon terkait belum adanya persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB).

    (fay/rns)

  • Kecelakaan Tambang Gunung Kuda, Walhi Tuding Pengawasan Pemerintah Lemah

    Kecelakaan Tambang Gunung Kuda, Walhi Tuding Pengawasan Pemerintah Lemah

    BANDUNG – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Barat menyampaikan keprihatinannya atas tragedi longsor tambang di Gunung Kuda, Kabupaten Cirebon, yang merenggut belasan nyawa.

    Walhi menilai kejadian ini menjadi bukti lemahnya tata kelola pertambangan dan pengawasan pemerintah di wilayah Jawa Barat.

    Direktur Eksekutif Walhi Jabar Wahyudin Iwang mengatakan, insiden tersebut tidak berdiri sendiri dan mencerminkan kegagalan sistemik dalam pengelolaan tambang.

    “Gunung Kuda bukan satu-satunya insiden yang menelan korban jiwa. Ini menunjukkan praktik pertambangan di Jawa Barat masih jauh dari profesional dan mengabaikan aspek keselamatan,” ujar Iwang saat dihubungi di Bandung, Antara, Minggu, 1 Juni.

    Menurutnya, banyak pelaku usaha tambang yang memperlakukan dokumen perizinan hanya sebagai formalitas untuk memperoleh legalitas, bukan sebagai pedoman operasional yang wajib dipatuhi.

    “Padahal, dokumen perizinan seharusnya mencakup AMDAL, RKL, dan RPL yang wajib dijalankan dan dilaporkan secara berkala. Tapi praktiknya banyak yang tidak konsisten antara dokumen dan kenyataan di lapangan,” kata dia.

    Iwang juga menilai pengawasan pemerintah sangat minim, bahkan sering kali baru bereaksi setelah terjadi kecelakaan atau korban jiwa.

    “Apakah pemerintah benar-benar mengecek kesesuaian dokumen dengan praktik lapangan? Apakah laporan semesteran benar-benar diawasi? Yang terjadi justru kelabakan setelah ada korban,” ungkapnya.

    Terkait tambang di Gunung Kuda, Iwang mengonfirmasi bahwa lokasi tersebut memiliki izin, namun ia menekankan bahwa legalitas bukan jaminan operasional sesuai aturan.

    “Misalnya dalam dokumen disebut alat A, delapan jam kerja. Tapi di lapangan pakai alat B dan beroperasi 24 jam nonstop. Siapa yang mengawasi ini? Seharusnya pemerintah,” tuturnya.

    Lebih lanjut, Walhi Jabar juga menyoroti peningkatan aktivitas tambang ilegal di wilayah selatan Jawa Barat, seperti di Garut, Sukabumi, Cianjur, dan Pangandaran, pasca terbitnya aturan baru Kementerian ESDM tentang Wilayah Pertambangan dan WPR (Wilayah Pertambangan Rakyat).

    Iwang mengingatkan bahwa kawasan Gunung Kuda secara tata ruang memang masuk zona pasir dan batu (sirtu), namun secara ekologis juga berfungsi sebagai kawasan resapan dan penyimpan cadangan air bagi masyarakat.

    “Jika terus dieksploitasi, maka fungsi ekologis kawasan ini akan rusak. Kami sudah lama merekomendasikan agar tambang di Gunung Kuda dihentikan dan dilakukan reforestasi,” kata dia.

    Ia menegaskan, tanggung jawab atas jatuhnya korban jiwa tidak hanya berada di tangan perusahaan tambang, melainkan juga pemerintah sebagai pemberi izin dan pihak yang lalai dalam pengawasan.

    “Regulasi kita sebenarnya cukup baik. Ada TJSL, kewajiban laporan, dan sanksi bagi pelanggar. Tapi semuanya hanya di atas kertas. Penegakan hukumnya tidak jalan,” tegasnya.

    Karena itu, Walhi Jabar mendorong adanya reformasi menyeluruh terhadap tata kelola pertambangan, termasuk evaluasi izin yang telah dikeluarkan, peningkatan kapasitas pengawasan pemerintah, dan pelibatan masyarakat dalam pengawasan lingkungan hidup.

  • Kementerian ESDM Telusuri Penyebab Longsor Tambang Gunung Kuda Cirebon

    Kementerian ESDM Telusuri Penyebab Longsor Tambang Gunung Kuda Cirebon

    Bisnis.com, JAKARTA – Tim Inspektur Tambang (IT) Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM masih melakukan verifikasi lapangan pada lokasi terjadinya gerakan tanah longsor di Desa Cipanas, Kecamatan Dukupuntang, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. 

    Juru Bicara Kementerian ESDM Dwi Anggia mengimbau masyarakat yang berada di sekitar lokasi bencana diminta agar segera mengungsi, mengingat daerah tersebut masih berpotensi terjadi gerakan tanah atau longsor susulan.

    “Tim IT Ditjen Minerba hingga saat ini masih terus melakukan verifikasi lapangan untuk mengidentifikasi penyebab dasar dan penyebab langsung kecelakaan, baik dari sisi manusia, metode kerja, peralatan, material, dan lingkungan kerja,” ujarnya, dalam keterangan tertulis, Minggu (1/6/2025).

    Adapun Tim Inspektur Tambang berkoordinasi dengan pihak Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas), Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Cirebon serta TNI/Polri, dan aparat pemerintah setempat guna memverifikasi kejadian bencana termasuk juga mempercepat proses evakuasi dan pencarian korban.

    Berdasarkan laporan perkembangan insiden per 31 Mei 2025, secara keseluruhan, jumlah korban tercatat sebanyak 33 orang, dengan rincian 17 orang meninggal dunia, dan 8 orang luka-luka dan 8 orang lainnya masih dalam pencarian. 

    Salah satu tantangan dalam proses pencarian korban adalah potensi longsor susulan, sehingga Basarnas melakukan pemantauan secara visual pada saat proses pencarian.

    Berdasarkan data perizinan di Dinas ESDM Provinsi Jawa Barat, lokasi kejadian memiliki Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi atas nama Koperasi Pondok Pesantren (Kopontren) Al-Azhariyah, berdasarkan Surat Keputusan Kepala DPMPTSP Provinsi Jawa Barat nomor 540/64/29.1.07.0/DPMPTSP/2020 tanggal 5 November 2020 dengan luas 9,16 ha, jenis komoditas tras.

    Akibat kejadian ini, Gubernur Jawa Barat telah memberikan sanksi administratif berupa pencabutan Izin Usaha Pertambangan khususnya kepada IUP Koperasi Pondok Pesantren Al Azhariyah melalui SK Gubernur nomor 4056/KUKM.02.04.03/PEREK, tanggal 30 Mei 2025 hal Sanksi Administratif Pencabutan Izin Usaha.

    Sebelumnya, Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jawa Barat, Bambang Tirtoyuliono mengatakan, pada blok tambang Gunung Kuda terdapat empat perizinan. 

    Satu di antaranya adalah milik Al Azhariyah, dua milik Kopontren Al Ishlah dan satu di antaranya masih tahapan eksplorasi dan diduga masih satu grup dengan koperasi Al Azhariyah.

    “Sejak 2024, tambang ini tidak memiliki dokumen RKAB. Jadi ini sudah diingatkan berkali-kali, bahkan di bulan tanggal 19 Maret tahun 2025 diminta untuk dihentikan kegiatan tetapi tidak diindahkan, maka terjadilah bencana insiden ini. Maka hari itu (Jumat, 30/5) juga kami langsung mencabut izin operasi produksi secara permanen baik milik koperasi Al Azhariyah, dan juga tiga lainnya,” tegas Bambang. 

  • Ini Tampang Bos Tambang Gunung Kuda Biang Keladi 19 Nyawa Melayang

    Ini Tampang Bos Tambang Gunung Kuda Biang Keladi 19 Nyawa Melayang

    Bisnis.com, CIREBON – Dua pimpinan tambang di Kabupaten Cirebon resmi ditetapkan sebagai tersangka atas insiden longsor maut yang menewaskan 19 orang di lokasi tambang Gunung Kuda, Desa Cipanas, Kecamatan Dukupuntang, Kabupaten Cirebon. Mereka terancam hukuman maksimal 15 tahun penjara.

    Kapolresta Cirebon, Kombes Pol Sumarni mengatakan, kedua tersangka berinisial adalah Ketua Koperasi Al-Azhariyah, AK selaku pemilik tambang, dan kepala teknik tambang (KTT), AR yang bertindak sebagai pengawas operasional tambang.

    “Dari hasil penyelidikan yang kami lakukan, telah diperiksa delapan orang saksi dan ditetapkan dua tersangka utama. Tindakan mereka sangat fatal karena tetap melakukan penambangan meski sudah mendapat surat larangan dari Dinas ESDM,” ujar Kombes Sumarni, Minggu (1/6/2025).

    Peristiwa longsor Gunung Kuda terjadi pada Jumat, 30 Mei 2025 sekitar pukul 10.00 WIB saat aktivitas penambangan batuan limestone tengah berlangsung. Tanpa mengindahkan aspek keselamatan kerja, penggalian tetap dilakukan di area yang rawan longsor.

    Menurut Kapolresta, para tersangka secara sadar mengabaikan dua surat larangan resmi dari Kantor Cabang Dinas ESDM Wilayah VII Cirebon tertanggal 6 Januari 2025 dan 19 Maret 2025, yang meminta kegiatan pertambangan dihentikan karena belum adanya persetujuan RKAB (Rencana Kerja dan Anggaran Biaya).

    “Tersangka AK mengetahui jelas adanya larangan, tapi tetap memerintahkan AR untuk melanjutkan operasi tambang. AR pun menjalankan kegiatan tambang tanpa mengindahkan prosedur keselamatan kerja,” tegas Kapolresta.

    Akibat kelalaian itu, longsor pun terjadi dan menyebabkan 19 pekerja meninggal dunia. Selain korban jiwa, kerugian material juga dilaporkan berupa sejumlah dump truck dan ekskavator yang tertimbun longsoran.

    Dalam penyidikan, pihak kepolisian turut menyita sejumlah barang bukti, antara lain:

    Tiga unit dump truck (Isuzu, Mitsubishi, dan Hino), empat unit ekskavator PC200, surat izin usaha pertambangan (IUP) Koperasi Al-Azhariya yang terbit pada 5 November 2020,

    Surat larangan dan peringatan dari Dinas ESDM, serta dokumen uji kompetensi dan sertifikasi teknis pengawasan tambang milik AR.

    Kedua tersangka dijerat Pasal 98 ayat 1 dan 3 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dengan ancaman pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun, serta denda antara Rp5 miliar hingga Rp15 miliar.

    Mereka juga disangkakan melanggar Pasal 35 ayat 3 jo Pasal 186 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (yang telah diubah dengan UU No. 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja), dengan pidana tambahan maksimal 4 tahun penjara.

    “Ini menjadi pelajaran keras bagi para pelaku usaha tambang agar mematuhi peraturan lingkungan dan keselamatan kerja. Keselamatan jiwa pekerja tidak bisa ditukar dengan keuntungan ekonomi,” tutup Kombes Sumarni.