kab/kota: Cikini

  • Lift Tangga bagi Disabilitas di Stasiun Cikini Beroperasi Januari 2026

    Lift Tangga bagi Disabilitas di Stasiun Cikini Beroperasi Januari 2026

    Jakarta

    Fasilitas lift bagi penyandang disabilitas telah terpasang di Stasiun Cikini, Jakarta Pusat. Namun, fasilitas tersebut baru bisa beroperasi untuk pengguna KRL pada Januari 2026.

    VP Corporate Secretary KAI Commuter, Karina Amanda menjelaskan bahwa lift platform tersebut belum resmi beroperasi. Sebab pihaknya masih melakukan rangkaian uji coba teknis untuk memastikan keamanan penggunaannya.

    “Saat ini masih dilakukan uji coba operasi dan uji teknis untuk menjamin keamanan dan keselamatan dalam operasional nantinya,” kata Karina saat dikonfirmasi detikcom, Minggu (20/12/2025).

    Karina menyebut pihaknya menargetkan lift dapat segara digunakan tahun depan setelah seluruh aspek keamanan terpenuhi.

    “Kami menargetkan beroperasi di bulan Januari 2026, setelah sertifikasi yang dipersyaratkan telah terpenuhi,” jelas Karina.

    “Dalam penggunaannya nanti akan dibantu oleh petugas kami di stasiun,” lanjutnya.

    Karina menuturkan lift platform untuk penyandang disabilitas ini merupakan yang pertama di stasiun Kereta Api Indonesia (KAI). Jika layanan ini dinilai positif, Karina menyebut tak akan menutup kemungkinan turut dipasang pada stasiun lainnya.

    Pantauan detikcom di Stasiun Cikini, Jakarta Pusat, total ada tiga lift yang akan dipasang di lokasi itu. Namun lift tersebut belum mulai dioperasikan.

    Terlihat satu unit lift berada di lantai dasar akses keluar masuk sisi Selatan Stasiun Cikini sudah terpasang. Sedangkan dua lainnya yang berada di lantai satu untuk menuju peron 1 dan peron 2 masih dalam proses pemasangan

    “Perhatian sedang dalam pemasangan,” tulis keterangan pada spanduk di lokasi.

    (dwr/dwr)

  • Begini Cara Penggunaan Lift Tangga Lansia dan Disabilitas Stasiun Cikini
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        21 Desember 2025

    Begini Cara Penggunaan Lift Tangga Lansia dan Disabilitas Stasiun Cikini Megapolitan 21 Desember 2025

    Begini Cara Penggunaan Lift Tangga Lansia dan Disabilitas Stasiun Cikini
    Tim Redaksi

    JAKARTA, KOMPAS.com –
     
    Platform lift
    yang sedang diuji cobakan di Stasiun Cikini memiliki kapasitas angkut hingga 250 kilogram (kg).
    Fasilitas ini disiapkan sebagai bagian dari peningkatan aksesibilitas bagi penumpang disabilitas di lingkungan stasiun.
    VP Corporate Secretary KAI Commuter menjelaskan kapasitas tersebut setara dengan dua orang dewasa dan satu kursi roda.
    Ketentuan ini ditetapkan untuk menjamin keamanan selama penggunaan
    platform lift
    .
    “Untuk kapasitas angkut maksimal
    lift platform
    ini adalah seberat 250 Kilogram atau seberat dua orang dewasa dan satu kursi roda,” kata VP Corporate Secretary KAI Commuter, Karina Amanda.
    Dalam pengoperasiannya,
    platform lift
    wajib digunakan dengan pendampingan petugas stasiun yang telah mendapatkan pelatihan khusus.
    Dari dua orang yang berada di atas
    platform
    , salah satunya adalah petugas yang bertugas mengoperasikan dan mengawasi penggunaan fasilitas tersebut.
    Pengguna disabilitas yang hendak memanfaatkan
    platform lift
    diminta untuk terlebih dahulu menghubungi petugas stasiun.
    Petugas akan memastikan proses penggunaan berjalan sesuai prosedur keselamatan.
    “Pengguna disabilitas hanya perlu menghubungi petugas di stasiun untuk menggunakan fasilitas tersebut. Nantinya petugas yang sudah terlatih juga akan mengoperasikan dan mendampingi pengguna disabilitas,” tutur VP Corporate Secretary KAI Commuter, Karina Amanda.
    Saat ini, uji coba dilakukan pada
    platform lift
    yang terpasang di tangga sisi selatan
    Stasiun Cikini
    .
    Uji coba tersebut mencakup pengujian teknis dan operasional sebelum fasilitas digunakan secara penuh oleh penumpang.
    Pada 2026 mendatang, KAI Commuter berencana menambah dua
    platform lift
    lainnya.
    Kedua unit tersebut akan dipasang di dua tangga yang mengarah ke Peron 1 dan Peron 2 Stasiun Cikini.
    Sebelum dioperasikan secara luas, KAI Commuter masih melakukan evaluasi menyeluruh terhadap aspek keselamatan dan keamanan penggunaan fasilitas tersebut.
    “Perkirakan dalam waktu tidak lama lagi akan segera dioperasikan untuk pengguna, karena saat ini masih dilakukan uji coba operasi dan uji teknis untuk menjamin keamanan dan keselamatan dalam operasional nantinya,” jelas VP Corporate Secretary KAI Commuter, Karina Amanda.
    Stasiun Cikini dipilih sebagai lokasi percontohan karena telah dilengkapi fasilitas penunjang aksesibilitas lainnya, termasuk
    pelican crossing
    yang baru diresmikan beberapa waktu lalu.
    Hasil evaluasi dari penerapan fasilitas ini akan menjadi dasar pengembangan di stasiun lain.
    “Nantinya dari hasil evaluasi atas layanan ini, tidak menutup kemungkinan juga akan ditambah pada stasiun-stasiun lainnya,” kata VP Corporate Secretary KAI Commuter, Karina Amanda.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Stasiun Cikini Jadi Stasiun KRL Pertama dengan Lift Tangga Lansia dan Disabilitas
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        21 Desember 2025

    Stasiun Cikini Jadi Stasiun KRL Pertama dengan Lift Tangga Lansia dan Disabilitas Megapolitan 21 Desember 2025

    Stasiun Cikini Jadi Stasiun KRL Pertama dengan Lift Tangga Lansia dan Disabilitas
    Tim Redaksi

    JAKARTA, KOMPAS.com –
     Stasiun Cikini, Jakarta Pusat, akan menjadi stasiun pertama dalam operasional Kereta Commuter Indonesia (KCI) yang dilengkapi fasilitas
    lift platform
    .
    Saat ini, KCI tengah melakukan uji coba satu unit
    lift platform
    yang berada di sisi selatan stasiun sebagai bagian dari pengembangan layanan aksesibilitas.
    KAI Commuter menargetkan penambahan fasilitas tersebut pada tahun depan. Selain unit yang sedang diuji coba, dua
    lift platform
    tambahan disiapkan untuk melengkapi layanan di stasiun tersebut.
    “Saaat ini baru dilakukan diuji coba satu unit
    lift platform
    , dan tahun 2026 besok direncanakan akan ditambah menjadi menjadi 3 unit lift platform,” kata VP Corporate Secretary KAI Commuter, Karina Amanda.
    Dua
    lift platform
    tambahan tersebut direncanakan ditempatkan di masing-masing tangga menuju Peron 1 dan Peron 2
    Stasiun Cikini
    .
    Penempatan ini ditujukan untuk mempermudah mobilitas penumpang, khususnya pengguna berkebutuhan khusus.
    Karina menjelaskan,
    lift platform
    merupakan inovasi baru KCI yang dirancang untuk mendukung prinsip inklusivitas di area stasiun.
    Fasilitas ini difokuskan untuk membantu penumpang disabilitas agar dapat mengakses peron dengan lebih aman dan mudah.

    Lift platform
    ini akan membantu dan memudahkan akses penguna disabilitas khususnya pengguna kursi roda untuk menuju area lantai 1 atau peron jalur 1 dan 2 untuk naik Commuter Line,” kata VP Corporate Secretary KAI Commuter, Karina Amanda.
    Penumpang yang hendak menggunakan fasilitas tersebut diwajibkan berkoordinasi dengan petugas stasiun.
    Pengoperasian
    lift platform
    dilakukan dengan pendampingan langsung oleh petugas yang telah mendapatkan pelatihan khusus.
    “Pengguna disabilitas hanya perlu menghubungi petugas di stasiun untuk menggunakan fasilitas tersebut. Nantinya petugas yang sudah terlatih juga akan mengoperasikan dan mendampingi pengguna disabilitas,” tutur VP Corporate Secretary KAI Commuter, Karina Amanda.
    Secara teknis,
    lift platform
    ini memiliki kapasitas angkut hingga 250 kilogram atau setara dengan dua orang dan satu kursi roda.
    Fasilitas ini juga dilengkapi sistem keamanan yang dirancang untuk meminimalkan risiko saat digunakan.
    “Sistem pelipatan juga dilakukan secara otomatis dan jika
    platform
    dalam keadaan darurat atau
    trouble
    secara otomatis akan berhenti dan mengunci. Keseluruhan komponen instruksi diluar
    platform
    juga ditransmisikan secara nirkabel tanpa kabel eksternal,” jelas VP Corporate Secretary KAI Commuter, Karina Amanda.
    Ke depan, KAI Commuter membuka peluang untuk menerapkan fasilitas serupa di stasiun-stasiun lain.
    Namun, pengembangan tersebut akan dilakukan setelah evaluasi efektivitas
    lift platform
    di Stasiun Cikini dalam meningkatkan aksesibilitas penumpang.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pengamen Biola Jakarta: Ketika Jalanan Menjadi Panggung Kreativitas
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        12 Desember 2025

    Pengamen Biola Jakarta: Ketika Jalanan Menjadi Panggung Kreativitas Megapolitan 12 Desember 2025

    Pengamen Biola Jakarta: Ketika Jalanan Menjadi Panggung Kreativitas
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Di tengah perdebatan tentang ruang kota dan keberadaan pekerja sektor informal, fenomena pengamen biola di lampu merah Jakarta menampilkan lapisan lain dari kehidupan urban: kreativitas, keterdesakan ekonomi, sekaligus daya lenting warga kota untuk bertahan hidup.
    Fenomena ini diamati secara langsung oleh
    Kompas.com
    di lampu merah Teuku Cik Ditiro, Cikini, Jakarta Pusat, dan menjadi sorotan seorang sosiolog Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Rakhmat Hidayat.
    Menurut Rakhmat, keberadaan
    pengamen biola
    adalah cermin dari perubahan lanskap sosial kota yang menghadirkan bentuk-bentuk kreativitas baru dari kelompok masyarakat urban marginal.
    “Menurut saya mereka punya kemampuan yang berbeda, punya skill yang berbeda atau kreativitas yang berbeda. Sebagai sosiolog dan warga kota, saya lebih respect karena mereka menampilkan sesuatu yang unik dan kreatif untuk mendapatkan uang,” ujarnya kepada Kompas.com, Kamis (11/12/2025).
    Fenomena ini, menurut Rakhmat, menandakan bahwa sektor informal di kota tidak hanya soal bertahan hidup, tetapi juga proses penciptaan ruang-ruang ekspresi.
    “Enggak semua orang bisa main biola. Itu yang membuat mereka berbeda. Mereka mencari celah, ruang ekonomi, sekaligus ruang bertahan hidup di kota,” kata dia.
    “Mereka mungkin tidak punya pendidikan, tidak punya pekerjaan formal, tapi punya kemampuan yang bisa dijual dalam hal ini permainan biola,” lanjut Rakhmat.
    Rakhmat menyebut, kreativitas seperti ini semakin penting dalam dinamika kota besar.
    Ketika lapangan pekerjaan formal makin menyempit dan banyak warga mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK), keterampilan alternatif menjadi modal untuk tetap bertahan.
    “Orang di kota harus punya skill. Ketika tidak punya pendidikan formal, mereka menampilkan kemampuan lain sebagai bagian dari ekonomi mereka,” tutur dia.
    Yang lebih menarik, menurutnya, adalah bahwa performa pengamen biola sering kali tidak mengganggu pengguna jalan.
    “Mereka itu perform di trotoar, di lampu merah, yang mengganggu itu pengamen yang memaksa, ngetok-ngetok pintu mobil. Tapi kalau main biola dengan lagu yang enak, justru itu bentuk art the street. Seni jalanan dan itu bagian dari kreativitas masyarakat perkotaan,” jelas Rakhmat.
    Rakhmat juga mencatat, pengamen biola sering tampil dalam kelompok kecil, menciptakan harmoni mini di ruang-ruang sempit kota. “Di beberapa titik lampu merah, ada kelompok yang main drum, ada yang nyanyi, ada yang main biola. Itu menarik dan bisa berkembang kalau diberdayakan,” ucap dia.
    Rakhmat menegaskan bahwa keberadaan
    pengamen biola di Jakarta
    bukan sekadar persoalan ketertiban atau pelanggaran Perda.
    Fenomena ini, kata dia, harus dilihat sebagai gambaran lebih besar tentang hubungan warga dengan kotanya.
    “Ada sisi ekonomi, sisi kreativitas, ruang bertahan hidup. Itu tidak bisa dipisahkan. Mereka menawarkan kemampuan yang berbeda. Dan itu harus dihargai,” ujar Rakhmat.
    Ia menilai, jika pemerintah mampu menata sektor seni jalanan dengan pemberdayaan yang tepat, keberadaannya justru bisa menjadi bagian dari wajah kota yang lebih berwarna.
    “Kalau mereka bisa ditata, diberdayakan, bisa lebih profesional dan terlindungi dalam jangka panjang,” ucap dia.
    Suara gesekan biola terdengar lirih di antara deru knalpot pada Kamis (11/12/2025) sekitar pukul 14.30 WIB di perempatan Teuku Cik Ditiro, Cikini, Jakarta Pusat.
    Di tengah padatnya arus kendaraan, seorang pengamen muda berdiri dengan tubuh sedikit membungkuk, memainkan melodi pop yang akrab di telinga para pengendara.
    Ia mengenakan jaket hitam, topi kuning, dan celana yang warnanya mulai pudar. Sebuah gelas plastik hitam menempel di pangkal biolanya untuk menampung receh dari pengguna jalan.
    Ketika lampu lalu lintas berubah merah, ia bergerak cepat menuju barisan sepeda motor. Dengan langkah berhati-hati, ia memainkan kembali bagian lagu yang sama, berusaha menjaga nada tetap stabil di tengah kebisingan.
    Dalam satu siklus lampu merah, hanya satu sampai dua pengendara yang memberikan uang receh. Ketika lampu berubah hijau, ia mundur ke tepi jalan, mengusap keringat, dan bersiap mengulangi rutinitas yang sama.
    Di sisi trotoar, pedagang kaki lima memperhatikan tanpa heran.
    Mereka sudah hafal pola hadirnya para pengamen, juga kapan Satpol PP biasanya datang untuk melakukan penertiban.
    Risiko terserempet kendaraan terlihat jelas. Beberapa motor menerobos lampu merah pada detik-detik terakhir, membuat pengamen itu harus mundur mendadak.
    Meski demikian, ekspresinya tetap tenang. Biola di tangannya tampak seperti satu-satunya sumber penghidupan yang bisa ia andalkan.
    Pengamen yang ditemui Kompas.com itu bernama Deni (22), warga Citayam, Depok. Perawakannya kecil, namun gerakan tangannya ketika memainkan biola tampak mantap.
    “Jarang saya ke sini, Kak, soalnya rumah jauh. Saya umur jalan 22. Asli Citayam,” ujarnya.
    Deni mulai mengenal biola pada 2018. Sebelumnya ia hanya memainkan gitar kecil.
    “Awalnya saya lihat teman pakai biola. Saya minjem-minjem. Alhamdulillah cepat nangkep. Seminggu udah bisa. Kalau sudah bisa melodi gitar, mirip, cuma biola nggak ada grip, jadi feeling,” kata Deni.
    Ia mengakui bermain musik adalah ketertarikan lamanya. Namun bukan sekadar hobi, biola kemudian menjadi tumpuan ekonomi keluarga.
    “Saya sudah punya anak. Jadi ya buat kebutuhan anak sama istri,” ucap dia.
    Deni mengamen di Jakarta dan Depok, kadang sambil berjualan permen. Pendapatannya tidak pasti.
    “Tergantung Allah, Kak. Paling kecil 50 ribu. Paling besar 100 ribu. Pernah dapat 200 ribu,” tutur Deni.
    Mengamen di lampu merah bukan pekerjaan mudah. Risiko fisik dan penertiban menjadi keseharian Deni.
    “Diserempet motor sering, dari Satpol PP juga. Udah lima kali ketangkep, pertama itu 21 hari karena enggak ada yang ngurus,” cerita Deni.
    Sore hingga malam, persaingan semakin ketat karena muncul pengamen lain, termasuk manusia silver.
    “Ada bagiannya masing-masing, Kak.”
    Deni mengaku semua uang yang ia dapat langsung habis untuk kebutuhan keluarga.
    “Kalau dapat 100 ribu, saya kasih istri buat anak. Besoknya kalau dapat 50–100 ribu, saya kasih mamah,” ujar Deni.
    Kasatpol PP Jakarta Pusat Purnama Hasudungan Panggabean menjelaskan bahwa penertiban pengamen dilakukan berdasarkan Perda Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum (Tibum).
    “Pasal 40 huruf a: Dilarang menjadi pengemis, pengamen, pedagang asongan dan pengelap mobil. Huruf b: Dilarang menyuruh orang lain menjadi pengemis, pengamen, pedagang asongan dan pengelap mobil. Huruf c: Dilarang membeli kepada pedagang atau memberikan sejumlah uang kepada pengamen,” jelas Purnama.
    Menurut Purnama, penyisiran yang mereka lakukan bukan semata-mata tindakan represif, melainkan bagian dari edukasi.
    “Untuk itu kita memberikan pemahaman dan penghalauan kepada mereka yang melanggar ketertiban umum, bahwa mereka punya tempat untuk mengekspresikan keahliannya,” kata dia.
    Namun hingga kini, ruang alternatif yang dimaksud belum sepenuhnya terwujud, sehingga pengamen tetap kembali ke jalanan karena itu satu-satunya ruang ekonomi yang tersedia bagi mereka.
    Kesaksian pedagang

    Selama lebih dari satu dekade berjualan di trotoar Teuku Cik Ditiro, Laras (38) sudah terbiasa dengan berbagai jenis pengamen. Menurut dia, pengamen biola membawa suasana yang berbeda.
    “Dari dulu ada saja pengamen, tapi yang biola baru beberapa tahun ini ramai. Saya mah nggak masalah, selama mereka sopan dan enggak maksa,” kata dia.
    Ia mengatakan permainan biola justru membuat suasana sedikit lebih hidup pada hari-hari tertentu.
    “Kadang pembeli suka lihat karena suaranya beda. Enggak bising kayak pengamen lain,” tutur Laras.
    Namun Laras juga menyaksikan langsung tantangan mereka.
    “Sering banget diusir atau dikejar Satpol PP. Pernah lihat biolanya hampir jatuh karena panik. Dua kali saya lihat yang di tengah jalan langsung diangkut waktu razia gabungan,” jelas dia.
    Menuru dia, jumlah pengamen meningkat setahun terakhir, tetapi hanya sedikit yang bertahan lama.
    “Banyak yang coba-coba. Tapi yang bertahan cuma beberapa,” kata dia.
    Hubungan pedagang dan pengamen biasanya harmonis.
    “Selama mereka nggak mintain uang ke pedagang, saya oke aja. Banyak juga yang sopan, beli air minum di sini. Kadang kalau lagi nggak punya uang bilang dulu, nanti dibayar,” ucap Laras.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 6
                    
                        Parpol Musiman dan Hilangnya Kedekatan dengan Masyarakat
                        Nasional

    6 Parpol Musiman dan Hilangnya Kedekatan dengan Masyarakat Nasional

    Parpol Musiman dan Hilangnya Kedekatan dengan Masyarakat
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Partai politik menjadi salah satu jembatan komunikasi antara rakyat dengan penguasa.
    Pada masanya,
    partai politik
    pernah menjadi jalur komunikasi yang baik, menjadi tempat memberikan aspirasi untuk didengar oleh penguasa.
    Namun, di
    era digital
    , jalur komunikasi tersebut sudah
    by-pass
    , langsung.
    Dengan menyebut akun Prabowo Subianto di media sosial, masyarakat sudah bisa menyalurkan satu aspirasi tertentu.
    Era internet ini mengubah cara partai politik berkomunikasi dan merayu suara rakyat.
    Partai berbasis massa semakin menipis, sedangkan basis elektoral semakin banyak, atau dikenal dengan partai musiman.
    Hal ini disampaikan Pengamat Politik dari Lembaga Survei Indonesia (LSI), Djayadi Hanan, dalam acara diskusi yang diselenggarakan Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas, di Novotel Cikini, Jakarta Pusat, Rabu.
    Dia mengatakan, teknologi yang hadir di abad 21, khususnya terkait dengan dunia digital, memberikan akses langsung masyarakat kepada penguasa.
    Peristiwa ini membuat fungsi partai politik yang sebelumnya sebagai penyalur aspirasi hilang.
    Partai berbasis massa kemudian mulai bergeser, beradaptasi dengan pola elektoral, muncul saat dibutuhkan, dan hadir musiman saat pemilu.
    “Maka ada kecenderungan partai untuk menjadi partai elektoral. Jadi, dia hadir ya karena memang dia perlu hadir di masyarakat waktu pemilu saja,” ucap dia.
    Lektor Kepala dan Ketua Program Doktoral Ilmu Politik di Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) ini mengatakan, perubahan pola dari partai berbasis massa menjadi partai elektoral membuat suara partai politik tidak lagi relevan sebagai representasi masyarakat secara luas.
    Fenomena ini tak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di beberapa negara seperti Amerika, Australia, dan Inggris.
    Djayadi menyebut, di negara-negara digdaya pusat peradaban demokrasi tersebut, sudah mulai mengalami defisit keanggotaan partai politik.
    Alasannya sama, yakni partai mulai mengubah pola komunikasi mereka dari yang berbasis massa, dekat dengan rakyat dan memperjuangkan aspirasi rakyat, menjadi partai musiman yang hanya turun ketika pemilu akan berlangsung.
    “Di era sekarang memang sudah sulit mengharapkan (ada parpol berbasis massa). Kita cek lah di seluruh dunia, di Australia, di Amerika, di Inggris, jumlah orang yang menjadi anggota partai itu makin berkurang jumlahnya,” imbuh dia.
    Peneliti senior Pusako Unand, Muhammad Ichsan Kabullah, memiliki pandangan yang mirip terkait dengan pergeseran tren parpol berbasis massa menjadi parpol berbasis elektoral.
    Namun, Ichsan menilai, peristiwa ini bukan sebagai pola komunikasi baru di perpolitikan Indonesia, melainkan fenomena yang disebabkan oleh pragmatisme partai politik.
    Menurut dia, pola komunikasi musiman ini terjadi karena tak ada lagi parpol yang memperjuangkan ideologi mereka secara jelas dan tegas.
    “Kita tidak bisa membedakan partai Islam A dengan partai Islam B. Semuanya sama saja jualannya sama. Atau partai nasionalis misalnya hari ini, karena kita miskin ideologi. Nah, itu problemnya. Sehingga ini yang membuat kita berjarak,” ucap dia.
    Dia memberikan contoh, saat peristiwa bencana banjir di Sumatera, tidak ada partai politik yang menyinggung penyebab bencana, sekalipun sudah diketahui penyebab utamanya adalah deforestasi kawasan hutan Sumatera.
    Sekalipun itu partai politik lokal yang berada di Aceh.
    Menurut Ichsan, keengganan partai politik untuk memberikan gagasan idealis tentang peristiwa saat ini memberikan bukti bahwa parpol sendirilah yang menjaga jarak dengan masyarakat.
    Ichsan kemudian mengutip salah satu tulisan seorang antropolog politik India, Akhil Gupta, dalam
    Blurred Boundaries
    .
    Dalam tulisan itu disebutkan, masyarakat India sering memberikan posisi partai politik sebagai perpanjangan komunikasi dengan pemerintah.
    Kantor parpol dan aktor parpol dianggap menjadi salah satu titik poin komunikasi, sehingga partai politik bisa menjalankan fungsi utama mereka, termasuk menjadi bagian untuk menyalurkan program pemerintah.
    Di Indonesia bukan tak pernah terjadi.
    Program pangan murah juga pernah dilakukan beberapa partai politik.
    “Tapi itu kan sifatnya sangat event, seremonial, dan sebagainya (sebagai pemikat elektoral semata),” tutur dia.
    Djayadi Hanan kemudian menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang memisahkan pemilihan umum nasional dengan pemilihan umum tingkat daerah sebagai jalan tengah untuk memaksa kembali partai politik hadir lebih intens di tengah masyarakat.
    Putusan MK tersebut mengamanatkan agar ada jeda 2-2,5 tahun untuk penyelenggaraan pemilu di tingkat nasional maupun lokal.
    Mengapa hal ini dianggap sebagai jalan tengah?
    Djayadi menyebut, partai politik dengan basis elektoral akan mencari simpati masyarakat pada saat pemilu.
    Dengan pola pemilu yang semakin banyak, partai politik akan semakin sering mendengar dan mendekatkan diri dengan masyarakat.
    Dia memberikan contoh Amerika Serikat yang secara formal memiliki pemilu 2 tahun sekali, khususnya untuk anggota DPR mereka.
    Pilpres berlangsung empat tahun sekali, sedangkan senat 1/3 kursi diperebutkan setiap 2 tahun sekali.
    “Jadi, anggota DPR di Amerika itu sibuk sekali menghubungi masyarakat, baru selesai pemilu harus menghubungi lagi karena dia dalam dua tahun harus (mencari dukungan untuk) terpilih lagi,” kata dia.
    Rutinitas pemilihan di Amerika ini memberikan ruang interaksi antara partai politik dan masyarakat yang akan disuarakan aspirasinya kepada eksekutif.
    Sebab itu, Djayadi berharap, lebih banyak pemilu lebih baik untuk mengembalikan kehadiran parpol di tengah masyarakat.
    Dia bahkan sempat mengusulkan agar pemilihan dipisah pada tiga tahap, yakni pemilihan nasional, tingkat provinsi, dan terakhir kabupaten/kota.
    Namun, menurut dia, putusan MK menjadi jalan tengah terbaik saat ini untuk diakomodir pembentuk undang-undang sebagai upaya perbaikan menghadirkan kembali partai politik di tengah masyarakat.
    “Maka moderatnya saya kira ya keputusan MK itu moderatnya. Ya 2,5 tahun ada pemilu,” ujar dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Grafiti Liar di Ruang Publik, Ekspresi Seni atau Merusak?
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        9 Desember 2025

    Grafiti Liar di Ruang Publik, Ekspresi Seni atau Merusak? Megapolitan 9 Desember 2025

    Grafiti Liar di Ruang Publik, Ekspresi Seni atau Merusak?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Suatu pagi pada awal tahun ini, Tedi (45) dibuat terperangah di depan tokonya di Kramat, Senen, Jakarta Pusat.
    Rolling door
    ruko yang sehari-hari digunakan untuk usaha fotokopi dan alat tulis kantor (ATK) itu penuh oleh coretan tebal berwarna hitam.
    Tulisan tak beraturan itu menutupi hampir seluruh permukaan pintu logam.
    Belum sempat pulih dari kejadian itu, baru sebulan terakhir bagian samping dinding rukonya kembali menjadi sasaran.
    “Sudah dua kali. Pagi mau buka toko, saya lihat lagi penuh tulisan,” kata Tedi saat ditemui
    Kompas.com
    di rukonya, Senin (8/12/2025).
    Tedi harus mengeluarkan biaya ekstra untuk mengecat ulang. Namun, yang lebih ia cemaskan adalah persepsi pelanggan terhadap tempat usahanya.
    “Saya takut pelanggan mikir ini tempat enggak aman. Jadi menurunkan citra usaha saya juga,” ujar dia.
    Namun, ia tak berani menegur pelaku karena tidak mengenalnya.
    Tedi memahami, sebagian orang menyebut
    grafiti
    sebagai seni jalanan. Namun baginya, seni tetap harus menghormati ruang milik orang lain.
    “Kalau asal coret di tempat orang, itu bukan seni. Itu merusak,” katanya tegas.
    Sementara diskursus seni dan hak berekspresi terus bergulir, warga seperti Tedi harus menghadapi kerugiannya sendiri.
    Bagi pelaku usaha kecil, penurunan citra berarti hilangnya pendapatan.
    “Saya menghargai kreativitas, tapi harus ada batasnya,” kata Tedi.
    Coretan ini tidak hanya mengusik Tedi.
    Pengamatan
    Kompas.com,
     Senin (8/12/2025), di sejumlah wilayah Jakarta Pusat, Selatan, dan Timur, grafiti dalam bentuk mural maupun coretan spontan semakin banyak ditemui.
    Wilayah Gondangdia dan Cikini menjadi titik dengan temuan grafiti paling menonjol. Tepatnya di Jalan Cut Nyak Dien dan Gondangdia 3.
    Di dua lokasi, terlihat pembatas bangunan dekat sebuah
    guest house
    tampak penuh graffiti bombing yang menumpuk, mengontraskan bangunan modern di sekitarnya.
    Coretan lain berupa karakter kartun cerah menghiasi lorong sempit di kawasan itu.
    Kemudian di bawah
    flyover
    dan jalur kereta, struktur beton jembatan layang menjadi kanvas bagi karya besar berwarna ungu, biru muda, pink, dan kuning.
    Sementara di Jalan Medan Merdeka Barat, Menteng Raya, Kramat Kwitang. Terlihat banyak
    rolling door
    ruko dan fasad bangunan tak terawat ditutup coretan
    bubble
    atau
    throw-up
    hitam-putih dan biru.
    Mayoritas coretan ditemukan pada pagar seng proyek, bangunan tua dan ruko hingga dinding pembatas jalan besar yang dicoret huruf tebal tanpa pesan jelas.
    Dalam beberapa lokasi, grafiti dianggap mempercantik suasana.
    Namun, di titik lain, warga mengeluhkan bahwa coretan yang hadir tanpa izin justru memberi kesan kumuh dan mengganggu identitas lingkungan.
    Untuk memahami pandangan para pelaku karya jalanan atau seniman grafiti, Kompas.com mewawancarai Haikal Nugroho (27), seniman grafiti dari Jakarta Timur.
    Haikal mengakui sebagian besar masyarakat melihat grafiti identik dengan perusakan fasilitas publik. Namun ia menegaskan banyak seniman ingin berkarya secara bertanggung jawab.
    “Bagi kami tantangannya tetap berkarya tanpa bikin orang merasa dirugikan,” ujar Haikal saat dihubungi, Senin.
    Menurutnya, batas seni dan vandalisme terletak pada izin dan konteks.
    “Kalau kita dapat izin pemilik bangunan, itu seni. Kalau kita coret di tempat orang tanpa izin, ya itu vandal,” katanya.
    Haikal berharap pemerintah menyediakan ruang legal untuk mural agar para seniman bisa menyalurkan kreativitas tanpa mengganggu warga.
    “Jangan hanya ditertibkan, tapi kasih wadah. Kalau ada tembok legal, grafiti liar bisa berkurang,” lanjutnya.
    Ia juga berpesan agar warga tidak hanya melihat sisi negatif coretan jalanan, melainkan ada ruang dialog dan kolaborasi.
    Kasatpol PP Jakarta Pusat Purnama Hasudungan Panggabean saat dikonfirmasi menyatakan sudah ada langkah penindakan bagi pelaku coret-coret sembarangan.
    “Kalau kepergok akan kita tangkap dan suruh hapus serta buat pernyataan,” kata Purnama.
    Bagi pelajar yang tertangkap, pembinaan akan melibatkan sekolah mereka.
    Namun Purnama membedakan grafiti yang dianggap merusak dengan mural yang mendukung keindahan wilayah.
    “Kalau berbentuk mural untuk menambah keindahan, itu boleh dilakukan di area agak dalam. Bukan di jalan-jalan protokol,” tegas dia.
    Fenomena grafiti dan vandalisme di kota tak dapat dipotong hanya dari sisi estetika dan pelanggaran.
    Menurut Sosiolog UNJ Rakhmat Hidayat, grafiti memiliki sejarah panjang sebagai simbol perlawanan dan ekspresi identitas kelompok muda perkotaan.
    Rakhmat menjelaskan grafiti tumbuh dari street culture yang lekat dengan marjinalisasi.
    “Ini ekspresi identitas, sering muncul dari mereka yang kecewa terhadap sistem,” kata Rakhmat.
    Dalam beberapa tahun terakhir, coretan di ruang publik kerap memuat kritik sosial terhadap kebijakan dan elite politik.
    “Vandalisme yang sarkastik sering menunjukkan kota itu hidup. Ada dinamika, ada suara rakyat yang tidak tertampung dalam kanal formal,” ujarnya.
    Namun ia menyadari sebagian aksi corat-coret dilakukan tanpa pesan, hanya sebagai bentuk provokasi kelompok anak muda, misalnya supporter sepak bola atau siswa sekolah terlibat konflik.
    Meski begitu, bagi Rakhmat, ruang publik tetap bagian dari hak warga kota.
    “Ekspresi itu nggak bisa dibungkam. Secara sosiologis, setiap warga kota punya hak untuk memiliki kota,” katanya.
    Penertiban menurutnya harus berimbang, tidak semata represif, tetapi juga membuka ruang alternatif untuk berekspresi.
    Rakhmat menilai, jika Jakarta membuka lebih banyak ruang yang dikelola dengan baik, dinamika ekspresi bisa diarahkan ke bentuk yang produktif.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Sinergi Dompet Dhuafa dan TurunTangan Tumbuhkan Semangat Kerelawanan

    Sinergi Dompet Dhuafa dan TurunTangan Tumbuhkan Semangat Kerelawanan

    Jakarta: Dompet Dhuafa turut berpartisipasi dalam cara Indonesian Volunteering Outlook (IVO) yang merupakan rangkaian agenda TurunTangan Festival 2025. Kolaborasi Turun Tangan dengan Dompet Dhuafa Volunteer (DD Volunteer) bertujuan untuk merangkul banyak elemen kepemudaan, kepemimpinan, dan kerelawanan di tanah air. 

    Agenda ini dirancang dengan prinsip inklusif dan kolaboratif orang muda lewat edukasi, karya, aksi serentak, dan temu kolaborasi.

    Indonesian Volunteering Outlook (IVO) kali ini fokus untuk mengedukasi masyarakat tentang kerelawanan dan kepemimpinan nasional bersama tokoh nasional, akademisi, dan juga praktisi. Tak hanya itu, kegiatan ini juga menjadi ruang temu antara organisasi atau gerakan kerelawanan dengan potensial donor atau partner. 

    Ketua Pengurus Yayasan Dompet Dhuafa, Ahmad Juwaini mengatakan bahwa keterlibatan Dompet Dhuafa dalam kegiatan Indonesian Volunteering Outlook (IVO) pada dasarnya sejalan dengan visi Dompet Dhuafa yang memang bergerak di bidang kerelawanan, kemanusiaan, dan kepedulian.

    “Prinsipnya kita kalau diajak kerjasama untuk membangkitkan kerelawanan, kemanusiaan, dan kepedulian, itu hal yang selalu kita sambut baik. Jadi ini merupakan sinergi dan kolaborasi dalam rangka mengembangkan semangat kerelawanan, semangat kemanusiaan, kepedulian. Dan di sini kita berpartisipasi bukan hanya sebagai yang diundang tapi kita juga memberikan support dalam arti jadi bagian mensukseskan kegiatan ini,” ujar Ahmad Juwaini, Minggu, 7 Desember 2025 di teater Wahyu Sihombing, Taman Ismail Marzuki (TIM), Cikini, Jakarta.

     

    Ahmad menambahkan, untuk menumbuhkan semangat dan jiwa kerelawanan juga dibutuhkan berbagai kegiatan untuk mengedukasi masyarakat lebih luas lagi khususnya generasi muda.

    “Yang kita ingin capai sebenarnya bagaimana memperbanyak orang-orang yang terpanggil dengan jiwa kerelawanan, kepedulian, dan kemanusiaan itu sehingga kemudian mereka memiliki jiwa itu. Jadi di sini ada unsur semacam sosialisasi dan penyadaran juga. Jadi kita ada misi seperti itu bersama-sama bukan hanya Dompet Dhuafa, termasuk juga Turun Tangan, Humanity dan dengan semua Lembaga yang terlibat di program ini,” sambung Ahmad Juwaini.
     
    Peran vital relawan saat terjadi bencana

    Lebih lanjut, menurut Ahmad semangat kerelawanan yang tumbuh muaranya selalu pada nilai-nilai positif, baik dalam hal kecil maupun skala yang lebih besar. Dompet Dhuafa yang saat ini sudah memiliki total 19 ribu relawan terus mengajak dan mendorong lebih banyak generasi muda untuk terjun melakukan aksi nyata membantu korban bencana di Sumatera. 

    “Seperti yang sempat saya singgung semangat kerelawanan diperlukan saat sedang terjadi bencana seperti di Sumatera saat ini. Ya kita mendorong dan mengajak kalau memang ada orang-orang yang terpanggil untuk ikut serta dan kemudian berkenan masuk dalam kegiatan kita ya kita ajak mereka untuk ikut serta terlibat dan membantu saudara-saudara kita yang terkena bencana sekarang ini,” pungkas Ahmad Juwaini.

    Jakarta: Dompet Dhuafa turut berpartisipasi dalam cara Indonesian Volunteering Outlook (IVO) yang merupakan rangkaian agenda TurunTangan Festival 2025. Kolaborasi Turun Tangan dengan Dompet Dhuafa Volunteer (DD Volunteer) bertujuan untuk merangkul banyak elemen kepemudaan, kepemimpinan, dan kerelawanan di tanah air. 
     
    Agenda ini dirancang dengan prinsip inklusif dan kolaboratif orang muda lewat edukasi, karya, aksi serentak, dan temu kolaborasi.
     
    Indonesian Volunteering Outlook (IVO) kali ini fokus untuk mengedukasi masyarakat tentang kerelawanan dan kepemimpinan nasional bersama tokoh nasional, akademisi, dan juga praktisi. Tak hanya itu, kegiatan ini juga menjadi ruang temu antara organisasi atau gerakan kerelawanan dengan potensial donor atau partner. 

    Ketua Pengurus Yayasan Dompet Dhuafa, Ahmad Juwaini mengatakan bahwa keterlibatan Dompet Dhuafa dalam kegiatan Indonesian Volunteering Outlook (IVO) pada dasarnya sejalan dengan visi Dompet Dhuafa yang memang bergerak di bidang kerelawanan, kemanusiaan, dan kepedulian.
     
    “Prinsipnya kita kalau diajak kerjasama untuk membangkitkan kerelawanan, kemanusiaan, dan kepedulian, itu hal yang selalu kita sambut baik. Jadi ini merupakan sinergi dan kolaborasi dalam rangka mengembangkan semangat kerelawanan, semangat kemanusiaan, kepedulian. Dan di sini kita berpartisipasi bukan hanya sebagai yang diundang tapi kita juga memberikan support dalam arti jadi bagian mensukseskan kegiatan ini,” ujar Ahmad Juwaini, Minggu, 7 Desember 2025 di teater Wahyu Sihombing, Taman Ismail Marzuki (TIM), Cikini, Jakarta.
     

     

     
    Ahmad menambahkan, untuk menumbuhkan semangat dan jiwa kerelawanan juga dibutuhkan berbagai kegiatan untuk mengedukasi masyarakat lebih luas lagi khususnya generasi muda.
     
    “Yang kita ingin capai sebenarnya bagaimana memperbanyak orang-orang yang terpanggil dengan jiwa kerelawanan, kepedulian, dan kemanusiaan itu sehingga kemudian mereka memiliki jiwa itu. Jadi di sini ada unsur semacam sosialisasi dan penyadaran juga. Jadi kita ada misi seperti itu bersama-sama bukan hanya Dompet Dhuafa, termasuk juga Turun Tangan, Humanity dan dengan semua Lembaga yang terlibat di program ini,” sambung Ahmad Juwaini.
     

    Peran vital relawan saat terjadi bencana

    Lebih lanjut, menurut Ahmad semangat kerelawanan yang tumbuh muaranya selalu pada nilai-nilai positif, baik dalam hal kecil maupun skala yang lebih besar. Dompet Dhuafa yang saat ini sudah memiliki total 19 ribu relawan terus mengajak dan mendorong lebih banyak generasi muda untuk terjun melakukan aksi nyata membantu korban bencana di Sumatera. 
     
    “Seperti yang sempat saya singgung semangat kerelawanan diperlukan saat sedang terjadi bencana seperti di Sumatera saat ini. Ya kita mendorong dan mengajak kalau memang ada orang-orang yang terpanggil untuk ikut serta dan kemudian berkenan masuk dalam kegiatan kita ya kita ajak mereka untuk ikut serta terlibat dan membantu saudara-saudara kita yang terkena bencana sekarang ini,” pungkas Ahmad Juwaini.

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di

    Google News

    (PRI)

  • Trotoar Cikini Tak Lagi Ramah: Ruang Pejalan Kaki yang Terenggut di Jantung Jakarta
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        5 Desember 2025

    Trotoar Cikini Tak Lagi Ramah: Ruang Pejalan Kaki yang Terenggut di Jantung Jakarta Megapolitan 5 Desember 2025

    Trotoar Cikini Tak Lagi Ramah: Ruang Pejalan Kaki yang Terenggut di Jantung Jakarta
    Tim Redaksi

    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Trotoar yang seharusnya menjadi ruang paling aman, demokratis, dan inklusif bagi pejalan kaki justru berubah menjadi arena perebutan ruang di tengah Kota Jakarta.
    Pemandangan itu terlihat jelas pada Kamis (4/12/2025) siang di Jalan Raden Saleh Raya, Cikini, Jakarta Pusat.
    Trotoar sepanjang sekitar 150 meter, dari kawasan RSCM Kintani hingga Masjid Al Ma’mur, nyaris tidak menyisakan ruang untuk dilalui.
    Gerobak
    pedagang kaki lima
    (PKL), parkir motor, hingga deretan meja-kursi pembeli memenuhi jalur pejalan kaki. Guiding block kuning untuk difabel pun sebagian tertutup lapak makanan.
    Melihat kondisi tersebut, sosiolog Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Rakhmat Hidayat, mendorong pemerintah melakukan terobosan baru, termasuk melibatkan pemadam kebakaran (Damkar) untuk membantu menertibkan motor dan PKL yang menguasai trotoar.
    Saat dihubungi
    Kompas.com,
    Rakhmat menilai persoalan trotoar di Jakarta sudah masuk kategori serius dan tidak bisa hanya ditangani Satpol PP. Diperlukan pendekatan tidak biasa agar efek jera muncul.
    “Nah, menurut saya bisa juga salah satu solusi ya ini kita bisa coba misalnya dengan mengelibatkan Damkar. Damkar kan punya kendaraan yang lebih kecil, bisa masuk ke gang-gang,” ujar Rakhmat.
    Ia menyebutkan, motor yang nekat melintas dan melawan arah di trotoar sebagai pelanggaran hak pejalan kaki. Hal ini marak terjadi terutama pada jam sibuk.
    “Dengan melibatkan Damkar, bisa untuk menyemprotkan air terutama kalau jam-jam sibuk, motor suka lewat situ. Itu bisa jadi cara menertibkan,” ucapnya.
    Selain motor, trotoar juga dipenuhi lapak yang mengambil hampir seluruh permukaan. Menurut Rakhmat, fenomena ini lazim di kota besar negara berkembang atau
    global south
    .
    “Trotoar banyak yang dialihfungsikan. Harusnya untuk pejalan kaki, tapi digunakan untuk pedagang karena mereka melihat itu sebagai ruang gratis yang mudah diakses,” katanya.
    Negara, lanjut dia, seolah turut “menguntungkan” PKL karena membiarkan kondisi itu berulang tanpa solusi jangka panjang. Pangkalan ojek, baik konvensional maupun daring, juga ikut memanfaatkan trotoar untuk menunggu penumpang.
    “Itu melanggar hak pejalan kaki, melanggar hak warga kota,” tegasnya.
    Rakhmat membandingkan dengan negara maju yang menyadari bahwa trotoar adalah ruang hidup masyarakat kota untuk berjalan aman bersama keluarga.
    “Mereka sadar trotoar itu untuk pejalan kaki bagian dari kehidupan masyarakat perkotaan,” jelasnya.
    Karena itu, ia mendorong kontrol sosial dari warga.
    “Ada loh warga, ibu-ibu yang marah ketika trotoar dipakai ojek pangkalan atau lapak. Mereka merekam sebagai kontrol sosial. Itu penting sebagai edukasi,” ujarnya.
    Meski mendukung terobosan seperti melibatkan Damkar, Rakhmat menegaskan, aktor utama penertiban tetap Satpol PP. Namun ia menilai ketegasan pemimpin daerah sangat menentukan.
    “Kalau tidak tegas ya susah. Selalu berulang. Pimpinan kota harus lebih berani, meski pasti ada resistensi,” katanya.
    Ia juga menilai
    bollard
    atau tiang pembatas belum efektif mencegah motor dan pedagang.
    “Tetap motor naik, pedagang juga berkeliaran,” tuturnya.
    Rakhmat Hidayat menilai masyarakat harus mulai bersuara.
    “Warga kota harus protes. Itu hak kita, bagian dari edukasi kepada masyarakat perkotaan,” kata dia.
    Ia percaya Jakarta bisa lebih manusiawi bila prioritas ruang tetap berpihak pada mereka yang paling rentan pejalan kaki.
    Kompas.com
    menelusuri trotoar Jalan Raden Saleh pada Kamis siang. Kondisi di lapangan memperlihatkan situasi yang dipaparkan Rakhmat.
    Permukaan trotoar basah sisa hujan. Deru kendaraan tidak putus. Baru beberapa langkah dari RSCM Kintani, jalur pejalan kaki sudah berubah fungsi.
    Sebuah gerobak camilan berdiri di depan ATM. Lapak mi ayam menaruh bangku plastik hingga membuat pejalan kaki harus menunduk.
    Motor melaju pelan di atas trotoar, memanfaatkan celah di antara bollard. Kabel yang menjuntai rendah menambah risiko.
    Di titik lain, meja makan menutup hampir seluruh lintasan. Pejalan kaki terpaksa menunggu atau turun ke jalan yang padat kendaraan.
    Trotoar sebagai ruang paling demokratis itu berubah menjadi arena perebutan antara modernisasi, ekonomi informal, dan kebutuhan dasar warga untuk berjalan dengan aman. Pejalan kaki, sekali lagi, kalah.
    Wulan (29), karyawan yang tinggal di kos sekitar Cikini, mengaku hampir setiap hari melewati kawasan ini namun jarang bisa menggunakan trotoar.
    “Trotoarnya dipakai jualan dan parkir motor. Saya pernah hampir keserempet motor saat mereka mau parkir,” katanya.
    Ia berharap pemerintah memberi solusi yang adil.
    “Atur ruang PKL boleh saja. Tapi jangan sampai pejalan kaki kayak saya yang jadi korban,” ujarnya.
    Kasatpol PP Jakarta Pusat, Purnama Hasudungan Panggabean, mengatakan penertiban di kawasan itu sudah berulang dilakukan.
    “Sudah sering dilakukan, kucing-kucingan ya. Dihalau, diangkut juga. Jadi kuat-kuatan sama pedagang,” ujarnya.
    Satpol PP juga memberi imbauan ke kecamatan dan kelurahan, tetapi PKL kembali berdagang.
    “Mereka harus ada tempat jualan supaya tidak kucing-kucingan terus,” katanya.
    Kepala Pusdatin Bina Marga DKI Jakarta Siti Dinarwenny menegaskan, tugas Bina Marga hanya menyediakan fasilitas trotoar. 
    Menurut dia, penertiban di Jalan Raden Saleh telah dilakukan Satpol PP Kecamatan Menteng dan Kota Jakarta Pusat pada 28 November lalu.
    “Bina Marga bertanggung jawab menyediakan fasilitas trotoar, namun kewenangan penertiban berada pada Satpol PP,” ujarnya.
    Beberapa PKL mengakui bahwa berjualan di trotoar melanggar aturan, tetapi mereka menyebut kebutuhan ekonomi sebagai alasan. Sofyan (40), penjual sate, sudah lima tahun menetap di trotoar Raden Saleh.
    “Dulu saya keliling. Capek. Di sini ramai terus, ada kantor, kos, rumah sakit. Saya nekat sejak lima tahun lalu,” kata dia.
    Menurut Sofyan, pilihan berjualan di trotoar jalan karena biaya kontrak kios yang terlalu mahal.
    “Kalau PKL, enggak ada biaya sewa. Paling bayar ke orang parkiran saja uang keamanan,” ujarnya pelan.
    Ia tahu aktivitasnya mengganggu pejalan kaki, tetapi tidak punya alternatif. Pendapatannya stabil untuk menghidupi keluarganya. Sofyan sadar kehadirannya mengganggu pejalan kaki, namun tetap berjualan di atas trotoar.
    “Tahu sih, tapi kalau cuma dilarang tanpa solusi, gimana?” katanya.
    Ridho (27), penjual minuman dan mantan pengemudi ojek
    online
    , juga menggantungkan hidupnya di lokasi itu. Saat menjadi pengemudi ojek online, penghasilannya bergantung cuaca dan keramaian. Ia sering terdampak penertiban, namun ia tak punya pilihan untuk pindah.
    “Di sini rezekinya. Saya berharap pemerintah bikin tempat khusus PKL. Jangan semua dilarang,” ujar dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • SMAN 5 Ambon Jadi Tim Free Fire Terkuat di Indonesia Usai Juara GYC 2025

    SMAN 5 Ambon Jadi Tim Free Fire Terkuat di Indonesia Usai Juara GYC 2025

    Jakarta

    Kompetisi Free Fire antar pelajar di Indonesia, Garena Youth Championship (GYC) 2025, resmi berakhir. Gelar juaranya berhasil diraih oleh SMAN 5 Ambon.

    Mereka sukses menyabet titel sekolah dengan pelajar terkuat dalam permainan Free Fire di Tanah Air, setelah mendominasi turnamen. SMAN 5 Ambon tampil dominan dengan mengoleksi satu booyah dan mengumpulkan 115 poin pada babak grand final.

    “Bangga sekali bisa menjadi juara mewakili Region Maluku di GYC 2025 Free Fire. Tahun lalu kami menjadi tim dengan penampilan paling buruk dan berakhir di peringkat 12, tapi tahun ini bisa menjadi juara, saya sangat tidak menyangka,” kata Kapten Tim Free Fire SMAN 5 Ambon, Josua Joelest Huka, dari keterangan yang diterima detikINET, Selasa (2/12/2025).

    Josua bersama dengan teman-temannya di antaranya Marshall William Pattirane, Jonathan Abel Suila, dan Marcelino Quinten Miracle Santoso tidak hanya mengharumkan nama sekolahnya dan mendapatkan gelar tim terkuat, tapi juga hadiah uang pendidikan senilai Rp 30 juta. Selain itu, hadiah lain yang diterima adalah beasiswa bebas biaya uang pangkal dan SPP selama delapan semester di Universitas Ciputra.

    Hak istimewa lainnya yang didapatkan SMAN 5 Ambon sebagai jawara GYC 2025, yaitu berhak berpartisipasi di babak Play-ins turnamen esports Free Fire skala nasional, Free Fire Nusantara Series (FFNS) 2026 Spring. Dan, SMAN 5 Ambon, menjadi tim pertama yang mendapatkan Golden Ticket dari GYC 2025 ini.

    “Tahun ini saya sebagai pelatih mengajak tim komunitas Free Fire Ambon untuk sama-sama memberikan dukungan kepada tim SMAN 5 Ambon. Mulai dari latihan game, membentuk kedisiplinan tim, hingga mendampingi tim sampai babak Grand Finals,” ujar Pelatih Tim Esports Free Fire SMAN 5 Ambon, Stefan Helyos Rikumahu.

    Stefan menjelaskan, disiplin sangat penting, karena tahun lalu ketika para pemainnya memegang HP saja sudah gemetar. Hal ini mengingat, HP yang dimainkan di partai puncak dengan saat babak kualifikasi berbeda.

    “Di sini kita main dengan HP bagus. Melihat itu, saya ingin bantu mereka agar bisa punya mental juara. Jadi, apapun hambatannya harus tetap fokus kepada target juara,” pungkasnya.

    Kendati demikian, semua tim sekolah lainnya patut mendapatkan apresiasi, karena telah berjuang sampai akhir di GYC 2025. Adapun sekolah lain yang berpartisipasi ialah SMKN 2 Palangka Raya, SMK 1 Grati Pasuruan, SMAN 1 Binjai, SMAN 1 Soppeng, SMK Revany Indra Putra, SMKN P. 1 Sukaraja, SMK 3 Perguruan Cikini, SMAN 1 Rengasdengklok, SMK Al Mabrur BNR, SMAN 1 Cikande, dan SMK Darma Siswa. Ke-11 sekolah ini juga mendapatkan bagian dari dana pendidikan dengan total Rp 275 juta serta beasiswa dari Universitas Ciputra sebesar Rp 21 miliar.

    (hps/fay)

  • Ada Jakarta Penuh Warna Minggu Pagi, 7 Rute Transjakarta Beroperasi Mulai Pukul 10.00 WIB
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        29 November 2025

    Ada Jakarta Penuh Warna Minggu Pagi, 7 Rute Transjakarta Beroperasi Mulai Pukul 10.00 WIB Megapolitan 29 November 2025

    Ada Jakarta Penuh Warna Minggu Pagi, 7 Rute Transjakarta Beroperasi Mulai Pukul 10.00 WIB
    Tim Redaksi

    JAKARTA, KOMPAS.com –
    PT Transportasi Jakarta (
    Transjakarta
    ) akan melakukan
    penyesuaian rute
    dan waktu operasional sejumlah layanan pada Minggu (30/11/2025) untuk mendukung penyelenggaraan acara
    Jakarta Penuh Warna
    (JPW) yang berlangsung di kawasan Balai Kota hingga Bundaran HI, Jakarta Pusat.
    Kepala Departemen Humas dan CSR PT Transjakarta Ayu Wardhani mengatakan kebijakan ini diambil untuk menjaga kelancaran
    mobilitas masyarakat
    selama kegiatan berlangsung.
    “Kebijakan ini dilakukan untuk memastikan kelancaran mobilitas masyarakat, sekaligus mendukung kegiatan yang diinisiasi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam menyongsong lima abad Jakarta yaitu Jakarta Penuh Warna (JPW),” ujar Ayu saat dikonfirmasi
    Kompas.com
    , Sabtu (29/11/2025).
    Salah satu penyesuaian yang dilakukan yakni tujuh rute Transjakarta akan mulai beroperasi pukul 10.00 WIB pada hari acara. Biasanya, rute-rute tersebut beroperasi sejak pukul 05.00 WIB.
    Adapun tujuh rute yang terdampak penyesuaian waktu adalah:
    1P Senen – Blok M
    1R Senen – Tanah Abang
    2P Senen – Transport Hub Dukuh Atas
    2Q Gondangdia – Balai Kota
    5M Kampung Melayu – Tanah Abang via Cikini
    6A Balai Kota – Ragunan via Kuningan
    6B Balai Kota – Ragunan via Semanggi
    Selain perubahan jam operasional, Transjakarta juga menerapkan penyesuaian layanan pada pukul 05.00–10.00 WIB khusus di Koridor 1 dan Koridor 2.
    Koridor 1
    – Blok M – Kota


    Dialihkan melalui Koridor 9 dan 13, melayani halte: Petojo, Tarakan, Tomang Raya, Kota Bambu, Kemanggisan, Petamburan, Gerbang Pemuda, Widya Chandra, Simpang Kuningan, Tegal Parang, Pancoran, Tegal Mampang, Rawa Barat, dan Pasar Santa.


    Tidak melayani: Halte Kebon Sirih hingga Masjid Agung serta ASEAN.
    – Rute 1A: Pantai Maju – Balai Kota


    Dialihkan via Halte Juanda.


    Tidak melayani: Halte Monumen Nasional dan Balai Kota.


    Menjadi melayani: Halte Pecenongan dan Juanda.
    Koridor 2
    – Pulo Gadung – Monumen Nasional


    Tidak melayani Halte Balai Kota dan Gambir 2.
    – Rute 2A: Pulo Gadung – Rawa Buaya via Balai Kota


    Tidak melayani Halte Balai Kota.


    Menjadi melayani: Halte Gambir, Istiqlal, Juanda, dan Pecenongan.
    – Rute 5C: Cililitan – Juanda


    Dialihkan via Halte Juanda.


    Tidak melayani: Halte Balai Kota.


    Menjadi melayani: Halte Gambir, Istiqlal, Juanda, dan Pecenongan.
    – Rute 7F: Kampung Rambutan – Juanda via Cempaka Putih


    Dialihkan via Halte Juanda.


    Tidak melayani: Halte Balai Kota.


    Menjadi melayani: Halte Gambir, Istiqlal, Juanda, dan Pecenongan.
    Ayu mengimbau masyarakat untuk menyesuaikan rencana perjalanan selama penutupan dan rekayasa layanan berlangsung.
    “PT Transportasi Jakarta mengimbau seluruh pelanggan untuk mengutamakan keselamatan, memperhatikan informasi terbaru, serta merencanakan perjalanan lebih awal. Informasi real-time dapat diakses melalui media sosial resmi Transjakarta atau aplikasi TJ : Transjakarta,” tambahnya.
    Sebagai informasi, acara JPW akan dimulai pukul 05.30 WIB dengan rangkaian kegiatan seperti fun walk, panggung olahraga, defile olahraga, donor darah, hingga pojok UMKM. Rute fun walk dimulai dari Balai Kota dan berakhir di Bundaran HI.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.